BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang.
Penguasaan hutan oleh Negara bukan merupakan pemilikan, tetapi Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; menetapkan kawasan hutan dan atau mengubah status kawasan hutan; mengatur dan menetapkan hubungan hukum antara orang dengan hutan atau kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk memberikan izin dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan.
Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak selaku Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kementerian Kehutanan mempunyai salah satu tugas pokok yaitu melakukan penataan batas kawasan hutan dalam rangka pengukuhan kawasan hutan. Namun seiring dengan semakin berkembangnya suatu daerah tidak jarang dijumpai adanya permasalahan penggunaan kawasan hutan baik oleh masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan hutan serta penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan daerah.
dapat memberikan gambaran kondisi lapangan kawasan hutan yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan pengukuhan kawasan hutan selanjutnya.
Pada Tahun Anggaran 2010, Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak melaksanakan kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga, dimana salah satu lokasi kegiatan adalah Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu di Kecamatan Jawai dan Kecamatan Tengaran, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
1.2. Tujuan Praktek Lapang
Maksud dari kegiatan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga di dalam kawasan hutan adalah pengumpulan data dan informasi untuk mengetahui keberadaan kepemilikan hak – hak pihak ketiga di dalam dan sekitar kawasan hutan yang akan dilaksanakan penataan batas selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Kawasan Hutan
2.2. Pengukuhan Kawasan Hutan
Pengukuhan kawasan hutan diselenggarakan oleh Menteri untuk memberikan kepastian hukum mengenai status, fungsi, letak, batas dan luas kawasan hutan. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan, Menteri menyelenggarakan pengukuhan kawasan hutan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah. (Anonimous, 2004)
Pengukuhan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan dan penetapan kawasan hutan (Anonimous, 1999).
2.3. Analisis Geospasial
Salah satu kemampuan atau fungsi dari Sistem Informasi Geografis adalah melakukan analisis geospasial. Analisis geospasial adalah suatu proses analisis yang menggunakan sekumpulan teknik terhadap informasi geografis yang digunakan untuk meneliti dan mengeksplorasi data dari perspektif keruangan, untuk mengembangkan, menguji model-model dan menyajikan kembali datanya sedemikian rupa. (Prahasta, 2009).
Lebih lanjut Prahasta, 2009 menyatakan fungsi analisis spasial antara lain terdiri dari : klasifikasi, jaringan, overlay, buffering, analisis 3 dimensi, digital image processing, dan lain-lain.
Adapun tahapan proses analisis geospasial menurut Kraak, 2003 terdiri dari penentuan tujuan analisis dan kondisi yang terkait, persiapan data untuk analisis spasial, pelaksanaan analisis spasial, pelaksanaan analisis statistik, penilaian dan interpretasi hasil, perbaikan analisis, penampilan hasil.
2.4. Survei Penentuan Posisi dengan GPS
Metode pengamatan yang umum dalam survei penentuan posisi dengan GPS adalah metode survei statik, metode surbei statik singkat, metode stop and go, dan metode pseudo-kinematik. (Abidin, dkk, 2002).
Lebih lanjut, Abidin dkk, 2002 menyatakan pada dasarnya lokasi titik GPS dipilih sesuai dengan kebutuhan serta tujuan penggunaan dari titik GPS itu sendiri. Disamping itu secara umum lokasi untuk titik GPS sebaiknya memenuhi persayaratan sebagai berikut :
- Mempunyai ruang pandang langit yang bebas ke segala arah diatas elevasi 15º.
- Jauh dari obyek-obyek reflektif yang mudah memantulkan sinyal GPS. - Kondisi dan struktur tanahnya stabil.
BAB III
KEADAAN UMUM LOKASI
3.1. Letak dan Luas Areal
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara.
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa Sarang Burung Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung Danau, Kecamatan Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat.
Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan, merupakan tanggungjawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sambas, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.
dengan ketinggian tempat berkisar antara 0 meter – 5 meter di atas permukaan laut (dpl).
3.3. Geologi dan Tanah
Menurut Peta Geologi Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000 yang bersumber dari Peta Geologi Indonesia skala 1 : 2.000.000 dari Direktorat Geologi Bandung tahun 1965, formasi geologi pada Hutan Lindung Tanjung Baharu pada umumnya kwarter, sekis Habhur dan intrusi plutonik asam. Menurut Peta Tanah Provinsi Kalimantan Barat skala 1 : 500.000 yang bersumber dari Peta Tanah Eksplorasi Kalimantan Barat skala 1 : 1.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah dan Pemupukan Bogor tahun 1964, pada Hutan Lindung Tanjung Baharu tanahnya terdiri dari jenis tanah alluvial dengan bahan induk alluvial fisiografi dataran.
3.4. Iklim
Tabel 1. Curah Hujan dan Hari Hujan per bulan di Kabupaten
3.5. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat
Berdasarkan pembagian wilayah administrasi kecamatan, kawasan Hutan Tanjung Baharu masuk ke dalam dua wilayah kecamatan, yaitu Jawai dan Tengaran. Namun mengingat Kecamatan Tengaran merupakan wilayah kecamatan baru hasil pemekaran dari Kecamatan Jawai dan Sekura, sehingga belum tersedia data statistik khusus untuk Kecamatan Tengaran. Dengan demikian data kondisi sosial ekonomi yang disajikan merupakan data Kecamatan Jawai.
3.5.1. Penduduk
Berdasarkan data statistik Kecamatan Jawai Dalam Angka Tahun 2009, jumlah penduduk di Kecamatan Jawai telah mencapai 38.878 jiwa yang tersebar di 11 (sebelas) Desa. Dengan luas wilayah yang mencapai 194,50 Km2, kepadatan penduduk Kecamatan Jawai sebesar 200 jiwa/Km2.
Tabel 2. Luas, Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan
Jawai, Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
No
Masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu adalah penduduk Desa Sarang Burung Danau, Sarang Burung Kolam, Sungai Nilam, serta Sarang Burung Usrat. Penduduk yang berada di kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu sebagian besar adalah suku Melayu, dan sebagian kecil suku Tionghoa, Jawa, Bugis dan lain-lain.
Bahasa yang digunakan sehari-hari sebagai bahasa penghubung adalah bahasa Melayu dan Indonesia. Agama yang dianut penduduk adalah agama Islam, Budha, Kristen Protestan, Kristen Katolik. Fasilitas peribadatan berupa masjid, gereja sudah cukup memadai, hal ini dapat dilihat dengan tersedianya fasilitas peribadatan sesuai dengan agama yang dianut oleh masyarakat setempat.
3.5.2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian pokok penduduk di lokasi kegiatan pada umumnya adalah petani dan nelayan serta sebagian kecil adalah bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia, karyawan pada perusahaan perkebunan, petambak tradisional, Pegawai Negeri Sipil / ABRI.
karet, kakao, kelapa, jeruk, kacang kedelai dan beberapa jenis tanaman budidaya pertanian/perkebunan lainnya, adapun teknik pengelolaan lahan telah dilakukan secara intensif.
3.5.3. Pendidikan
Fasilitas pendidikan di wilayah Kecamatan Jawai, secara umum cukup memadai, dengan fasilitas pendidikan yang tersedia dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sedangkan untuk melanjutkan pada jenjang perguruan tinggi harus melanjutkan ke Sambas, Singkawang atau Pontianak.
Tabel 3. Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
No D e s a
Tingkat Pendidikan
Ket. TK SD SLTP SLTA
1 Sarang Burung Danau - 3 1 -
2. Sungai Nilam - 1 - -
3. Sarang Burung Kolam - 3 1 -
4. Sarang Burung Usrat - 2 1 1
5. Sarang Burung Kuala 1 2 1 -
6. Pelimpaan - 3 - -
7. Parit Setia - 3 - -
8. Bakau - 3 1 -
9. Sungai Nyirih - 2 1 1
10. Sentebang 2 5 1 1
11. Dungun Laut - 1 2 1
Jumlah 3 28 9 4
3.5.4. Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Jawai masih kurang memadai, hal tersebut dapat dilihat dari sebaran fasilitas kesehatan dan tenaga medis yang ada belum menyebar secara merata pada setiap desa, terutama PUSKESMAS dan PUSTU. Untuk memaksimalkan jangkauan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, perlu di penambahan fasilitas kesehatan dan tenaga medis pada setiap desa.
Tabel 4. Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Jawai,
Kabupaten Sambas pada Tahun 2008
No D e s a
Jenis Fasilitas Kesehatan
Ket. Puskesmas Polindes Pustu Pusling
3.6. Aksesibilitas
Lokasi kegiatan Orientasi lapangan dan identifikasi hak-hak pihak ketiga dapat dicapai dengan menempuh perjalanan sebagai berikut :
- Dari Pontianak ke Sambas melalui darat menggunakan kendaraan roda empat ditempuh selama ± 5 jam.
- Dari Sambas ke Jawai melalui darat, menggunakan kendaraan roda empat ditempuh selama ± 2 jam. Pada saat tiba di Tebas menggunakan ferry penyeberangan yang ditempuh selama 20 menit.
- Dari Jawai ke Desa Sarang Burung Danau melalui jalan darat menggunakan kendaraan roda 4 yang ditempuh selama ± 1 Jam.
IV. PELAKSANAAN
4.1. Tempat dan Waktu Praktek Lapang
Kegiatan Praktek lapangan yang dilaksanakan adalah Orientasi dan Identifikasi Hak – Hak Pihak Ketiga di Dalam Kawasan Hutan. Kegiatan tersebut merupakan salah satu tugas pokok dan fungsi dari Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah III Pontianak.
Adapun tempat kegiatan dimaksud berlokasi di Hutan Lindung Tanjung Baharu, Kecamatan Jawai dan Tangaran, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
Kegiatan Praktek Lapangan dilaksanakan selama ± satu bulan, yaitu dimulai pada tanggal 5 Mei 2010 sampai dengan 3 Juni 2010.
4.2. Alat dan Obyek Praktek Lapang
Peralatan yang digunakan pada kegiatan ini adalah Peta Kerja, Instruksi Kerja GPS handheld, kompas, Blanko Daftar Isian, kamera, alat tulis, dan lain – lain.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Pelaksanaan kegiatan Orientasi dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga dibagi dalam tiga tahapan kegiatan, yaitu pengumpulan data sekunder, Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga, serta pengolahan data.
4.3.1. Persiapan Rencana Kegiatan
Setelah penentuan lokasi / kawasan hutan yang akan dilaksanakan orientasi dan identifikasi hak-hak pihak ketiga, selanjutnya dilakukan penyusunan Instruksi Kerja, kelengkapan administrasi (SPT, SPPD, Surat Pemberitahuan, dll).
- Sebagai dasar pelaksanaan di lapangan, dibuat
4.3.2. Pengumpulan Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan sebagai kegiatan pendahuluan sebelum melakukan pengumpulan data/informasi di lapangan. Adapun kegiatan ini meliputi overlay data peta dan pembuatan peta kerja.
dilakukan analisis awal lokasi yang akan di orientasi dan di identifikasi yang dituangkan menjadi peta kerja. Peta kerja sebagai acuan bagi pelaksana lapangan dibuat dengan beberapa berdasarkan :
- Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Barat Skala 1 : 250.000
- Peta Topografi skala 1 : 50.000 dan Skala 1 : 250.000
- Peta Tematik yang terdiri dari Peta Geologi skala 1 : 250.000, Peta Tanah Skala 1 : 250.000, Peta Iklim 1 : 250.000, Peta Penutupan Lahan skala 1 : 250.000 dan Peta Administrasi skala 1 : 250.000 - Peta Dasar Tematik Kehutanan skala 1 : 50.000 dan 1 :
250.000Adapun data-data tersebut meliputi data penutupan lahan serta peta administrasi.
Apabila analisis awal telah dilakukan, maka hasil tersebut dituangkan menjadi peta kerja Orientasi Lapangan dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga lokasi dimaksud, sebagai dasar pelaksanaan kegiatan pengamatan. Adapun peta kerja tersebut dapat dibuat baik secara digital maupun manual, dengan skala yang ditentukan sesuai dengan luasan kawasan yang akan di tata batas.
4.3.3. Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak-Hak Pihak Ketiga.
Kegiatan Orientasi lapangan dan Identifikasi hak-hak pihak ketiga merupakan tindak lanjut dari kegiatan pengumpulan data sekunder yang telah dilaksanakan sebelumnya. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengkonfirmasi dan validasi data / informasi yang telah diperoleh.
Pelaksanaan orientasi lapangan dilaksanakan sebagai upaya untuk mengetahui kondisi hutan/vegetasinya (apakah masih primer, sekunder atau telah terbuka), keadaan topografi, fauna serta bentang alam spesifik, melakukan identifikasi permasalahan yang menyangkut kepemilikan hak-hak pihak ketiga ( berupa perkebunan, perladangan, tambak, pemukiman dan lainnya) sosial ekonomi, budaya, kelembagaan, dan lingkungan.
Untuk menjamin akurasi data, pada saat pengambilan data (titik), agar perlu mengambil posisi titik ikatan berupa titik jatikon maupun titik markan. Pengambilan posisi titik ikatan dilaksanakan pada beberapa titik sesuai dengan keadaan lapangan.
4.3.4. Pengolahan Data
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Pelaksanaan
Hasil pelaksanaan kegiatan orientasi lapangan dan identifikasi hak – hak pihak ketiga pada kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari data primer berupa titik koordinat pengamatan, hasil uji petik lapangan serta data sosial budaya dan ekonomi masyarakat.
Selain itu dilakukan pengamatan visual untuk melakukan pengelompokan/klasifikasi jenis penutupan lahan, tipe perkampungan, jenis bangunan rumah, fasilitas jalan, tipe tambak, dan lain-lain.
Titik koordinat pengamatan dilakukan pada beberapa muara sungai yang berada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu. Adapun beberapa sungai dimaksud adalah sungai Kiu Empat, S. Kiu Tiga, S. Kiu Dua, S. Kiu Satu, S. Sarang Burung, S. Nilam, S. Sarang Burung Kolam, S. Pampang, S. Sarang Burung Kuala. Selain itu pengambilan titik koordinat dilaksanakan pada beberapa sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik tenaga air, pintu air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan aspal, jalan semen dan lain-lain.
Tabel 5. Data Titik Koordinat Pengamatan Lapangan pada Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat.
X Y
1 Akhir Jl n Semen 284999 155410
2 Aspal 283408 162667
3 Bt s 282748 158701
4 Bt s Budidaya 283198 153514
5 Bt s Hut an 282164 163427
6 Bt s Tambak 282493 155214
14 Kades SB Kual a 286732 153988
15 Kades Usrat 286223 155147
16 Kbn Kel apa 283835 155248
17 Kel apa 283377 155387
18 Kmpg Nelayan 282038 161902
19 Laj ur 282353 163473
20 Muar a S. Nilam 281812 157826
21 Muar a S. Pampang 281953 155013
22 Muar a 2 282003 163408
23 Muar a 3 282141 164076
24 Pndok 282620 158591
25 Pnngr 2 281752 162132
26 Pnngr Pant ai 281781 162257
27 Air 283023 163690
35 Sudut Uj ung 283417 165261
36 Tmbak Pampang 283276 155373
37 Tower Angin 281945 161933
Vegetasi yang ditemukan adalah pohon-pohon penyusun vegetasi mangrove (Bakau, Api-Api, Cemara Laut, Nyirih), kebun kelapa, kebun campuran (buah-buahan), tanaman palawija, serta semak belukar. Kondisi vegetasi yang ada bervariatif, dari tingkat semai hingga tingkat tiang. Kondisi vegetasi kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang ada di wilayah Desa Sarang Burung Kolam dan Desa Sungai Nilam, relatif baik dan mengalami penambahan luas bidang dasar vegetasi. Sedangkan vegetasi yang ada di Desa Simpang Empat, Sarang Burung Danau serta Sarang Burung Usrat mengalami pengurangan luasan, karena dialihfungsikan menjadi tambak tradisional dan tambak intensif.
Selain vegetasi, penutupan lahan pada Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terdiri dari perkampungan yaitu Dusun Kuala Baru, tambak, serta sarana jalan.
kuantitas. Berdasarkan informasi dari pihak aparat desa, jumlah Kepala Keluarga (KK) di Dusun Kuala Baru sebanyak 60 KK (data tahun 2008).
Tambak yang ada di lokasi dikelompokkan ke dalam tambak intensif dan tambak tradisional. Untuk tambak tradisional yang diusahakan masyarakat, pada umumnya masih berjalan hingga saat ini, sedangkan tambak intensif mengalami kevakuman. Berdasarkan informasi yang didapat dari pemuka masyarakat dan masyarakat umum, pada pertengahan tahun 2010 akan dilakukan perbaikan dan pengaktifan kembali tambak intensif tersebut dengan dukungan dana dan teknologi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (provinsi dan kabupaten) serta Dinas Pekerjaan Umum.
Berdasarkan wawancara singkat yang dilakukan oleh pelaksana dengan pihak aparat desa dan masyarakat umum, tidak ada bukti kepemilikan tanah berupa sertifikat dan Surat Keterangan Tanah (SKT) serta dokumen perijinan atas kegiatan tambak yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu yang dikeluarkan oleh aparat setempat. Permasalahan ini harus ditelusuri secara seksama dan melakukan klarifikasi data dengan pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Sambas.
masyarakat mengusahakan pula tanaman buah-buahan dengan sistem agroforestry.
Dari hasil wawancara, pelaksana mendapatkan gambaran awal pendapat masyarakat mengenai rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu. Pendapat masyarakat mengenai perencanaan penataan batas tersebut terbagi dalam tiga kelompok, yaitu yang setuju, yang kurang setuju dan tidak mempunyai pendapat.
Untuk kelompok yang setuju dengan pelaksanaan penataan batas, dilandasi dengan alasan bahwa keberadaan Tanjung Baharu memberikan manfaat secara langsung terhadap mata pencaharian, perlindungan dari air asin / abrasi serta pemanfaatan tradisional untuk keperluan kayu bakar, cerucuk. Manfaat terhadap mata pencaharian terkait dengan keberadaan jenis-jenis kerang, dimana apabila habitat kerang tersebut tidak mengalami gangguan dan perubahan, maka jumlah kerang-kerang tersebut akan mengalami peningkatan yang bagus.
diperoleh, apabila kelak Tanjung Baharu ditunjuk dan ditetapkan fungsinya sebagai kawasan Hutan Lindung.
5.2. Pembahasan
Titik koordinat pengamatan menggunakan GPS dilakukan pada beberapa muara sungai, sarana prasarana seperti menara pembangkit listrik tenaga air, pintu air, tambak, saluran tambak, perkampungan, jembatan, jalan aspal, jalan semen dan lain-lain. Dari hasil pengamatan tersebut diketahui adanya perbedaan antara peta rencana trayek batas dengan kondisi faktual di lapangan. Perbedaan tersebut seperti perubahan bentuk garis pantai, perubahan bentuk alur dan lebar sungai, serta kondisi penutupan lahan. Perubahan tersebut disebabkan adanya fenomena alam yang terjadi di areal Tanjung Baharu.
Perubahan bentuk garis pantai disebabkan adanya pengaruh gerak semu matahari dan pengaruh tiupan angin laut. Pengaruh tiupan angin terutama angin musim barat dan angin musim timur menyebabkan adanya perubahan penumpukan pasir yang menyebabkan perluasan daratan pada sisi selatan dan utara pantai dari kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu.
pengairan lahan budidaya pertanian/perkebunan masyarakat, menahan pasang surut air laut serta memudahkan aksesibilitas menuju kelaut sehingga dapat dilalui oleh kapal-kapal ikan nelayan yang berukuran besar.
Vegetasi sebagai penyusun utama penutupan lahan di kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, mengalami perubahan dan penambahan luas berbanding lurus dengan aktivitas pembukaan/perubahan lahan yang dilakukan oleh masyarakat. Pada daerah-daerah yang tidak dibangun tambak, kondisi penutupan lahan mengalami peningkatan kualitas dan kuantitas. Namun pada daerah yang melakukan pembukaan lahan untuk tambak, kondisi vegetasi mengalami penyusutan yang drastis, selain itu luas daratan pada daerah tersebut mengalami pengurangan lebih dari 50 meter.
masyarakat, pemanfaatan ini dilakukan untuk keperluan pribadi mereka, sehingga tidak termasuk kegiatan yang bersifat ekonomis.
Posisi pemukiman Dusun Kuala Baru berada tepat di pinggir muara Sungai Kui Satu pada Laut Cina Selatan. Hal ini menyebabkan hilangnya vegetasi penyusun penutupan lahan akibat aktivitas masyarakat untuk bangunan rumah, sarana dan prasarana, dan lain-lainnya. Kondisi bangunan rumah penduduk yang pada umumnya bersifat permanen, menyebabkan lokasi pemukiman tersebut tidak memungkinkan untuk dilakukan relokasi
(resettlement). Selain itu pantai yang berada di dekat Dusun Kuala Baru, telah
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lokasi wisata pantai. Hal tersebut menyebabkan peningkatan aktivitas masyarakat yang memberikan tekanan terhadap kondisi penutupan lahan dan bentuk bentang alam.
Rencana pemerintah kabupaten untuk mengaktifkan kembali tambak-tambak intensif yang ada di dalam kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, perlu dilakukan pengkajian kembali secara komprehensif. Pembangunan tambak di sepanjang pantai Tanjung Baharu hendaknya kaji dari sisi ekologis, sosial budaya serta ekonomis. Apabila mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor : 259/Kpts-II/2000 tanggal 23 Agustus 2000 tentang Penunjukkan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Kalimantan Barat seluas 9.178.760 Hektar, maka kawasan Tanjung Baharu memiliki fungsi Hutan Lindung, dengan demikian tidak boleh dilakukan perubahan bentang alam. Selain itu perlu juga dipertimbangkan Keppres No. 32 Tahun 1990 mengenai Kawasan Lindung, dimana daerah pinggir pantai merupakan salah satu kawasan lindung yang tidak boleh dialihfungsikan untuk kegiatan yang berorientasi ekonomis murni. Namun demikian perlu dilakukan koordinasi dan konsolidasi dalam rangka mengakomodir kepentingan lintas sektoral dengan tujuan untuk kemakmuran masyarakat secara berkelanjutan.
Pada dasarnya, budidaya tambak merupakan suatu pengetahuan terapan yang didapatkan oleh masyarakat setempat dari masyarakat pendatang yang memahami teknologi budidaya tambak. Hal tersebut bertolak belakang dengan kearifan lokal masyarakat mengenai pemanfaatan dan pengelolaan daerah sempadan pantai dalam aktivitas sehari – hari mereka.
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Secara geografis Kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu terletak diantara 109 00’ - 109 05’ Bujur Timur dan 01 20’ - 01 35’ Lintang Utara. Berdasarkan pembagian wilayah administrasi pemerintahan, lokasi kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu termasuk dalam wilayah Desa Sarang Burung Usrat, Sarang Burung Kolam, Sui Nilam, Sarang Burung Danau, Kecamatan Jawai dan Desa Simpang Empat, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Sedangkan berdasarkan pengelolaan hutan, merupakan tanggungjawab Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Sambas, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat.
Tanjung Baharu diperkirakan seluas ± 500 hektar yang terdiri dari tambak intensif dan tambak tradisional. Berdasarkan pemanfaatan tambak terbagi menjadi tambak produktif dan non produktif. Posisi tambak dari garis pantai bervariasi dari jarak 20 meter – 200 meter.
Pemanfaatan masyarakat terhadap kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu adalah untuk pengumpulan kerang, budidaya pertanian / perkebunan (kelapa, campuran, palawija, dan lain-lain), pemukiman, budidaya perikanan (tambak), sarana prasarana (jalan, pintu air), kayu baker dan cerucuk untuk keperluan pribadi serta obyek wisata alam.
Terkait dengan rencana penataan batas kawasan Hutan Lindung Tanjung Baharu, pendapat masyarakat terbagi ke dalam kelompok yang setuju dan kurang setuju serta tanpa pendapat.
Pada areal yang tidak dimanfaatkan sebagai areal tambak, pemukiman, serta budidaya pertanian dan perkebunan, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas dari vegetasi. Hal tersebut berbanding terbalik dengan areal yang dimanfaatkan terjadi penurunan kualitas lingkungan, pengurangan kualitas dan kuantitas vegetasi serta intrupsi air laut ke daratan.
6.2. Saran
Untuk menjamin proses suksesi dari vegetasi secara maksimal, perlu dikondisikan kualitas tempat tumbuh dan iklim yang baik. Hal tersebut dapat tercapai dengan menetapkan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan hutan Tanjung Baharu dengan mengedepankan aspek ekologis.
Perlunya koordinasi dan konsolidasi terkait rencana pemanfaatan dan pengelolaan kawasan hutan Tanjung Baharu oleh seluruh pihak terkait, berdasarkan peraturan yang berlaku dan menjamin aspek ekologis, sosial budaya serta ekonomis yang berkelanjutan. Pemanfaatan kawasan Hutan Tanjung Baharu lebih ditekankan dengan sistem pemanfaatan yang tidak merubah bentang alam secara signifikan. Sehingga fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai dapat terjamin secara berkelanjutan.
Terhadap adanya perbedaan persepsi dan dukungan masyarakat terhadap rencana penataan batas daerah Tanjung Baharu sebagai kawasan Hutan Lindung, perlu dilakukan sosialisasi, pendalaman pemahaman dan keinginan masyarakat serta kronologis kondisi faktual daerah Tanjung Baharu baik dari sisi pemanfaatan maupun fungsinya. Dengan demikian, keinginan kelompok masyarakat yang menginginkan ditetapkan sebagai kawasan lindung dan keinginan kelompok masyarakat untuk memanfaatkan secara luas (tambak, dan lain-lain) dapat berjalan seiring.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Hasanuddin Z, dkk, 2002, Survei dengan GPS, Paradnya Paramita, Jakarta. Anonimous, 1999, Undang-Undang Nomor 41 Tentang Kehutanan, Departemen
Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Anonimous, 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tentang Perencanaan Hutan, Departemen Kehutanan, Jakarta
Anonimous, 2010, Petunjuk Teknis Orientasi Lapangan dan Identifikasi Hak – Hak Pihak Ketiga, BPKH Wilayah III Pontianak, Pontianak.
Bintarto R, dkk, 1991, Metode Analisa Geografi, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Iskandar, Johan, 2009, Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan, Universitas Padjadjaran, Bandung.
Jan Kraak, Menno, dkk, 2007, Kartografi, Visualisasi Data Geospasial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Prahasta, Eddy, 2009, Sistem Informasi Geografis, Konsep-Konsep Dasar Perspektif Geodesi dan Geomatika, Penerbit Informatika, Bandung.