• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PERBANDINGAN METODE REGULER GAS LIFT DAN COILED TUBING GAS LIFT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN “MSF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EVALUASI PERBANDINGAN METODE REGULER GAS LIFT DAN COILED TUBING GAS LIFT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN “MSF"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

EVALUASI PERBANDINGAN METODE REGULER GAS LIFT DAN COILED TUBING GAS LIFT UNTUK APLIKASI DI LAPANGAN “MSF”

Galih Aristya, Widartono Utoyo

Program Studi Teknik Perminyakan – Universitas Trisakti

Abstrak

Pada masa awal produksi, suatu sumur dapat mengalirkan minyak ke permukaan secara natural hingga pada suatu saat sumur tidak lagi dapat berproduksi akibat menurunnya energi alami reservoir tersebut. Penggunaan artificial lift bermanfaat untuk mengembalikan produktivitas sumur. Pada lapangan MSF dengan kondisi tersedianya gas dalam jumlah yang besar, gas lift merupakan metode artificial lift yang cocok untuk digunakan. Perbandingan secara keekonomian dilakukan untuk mengetahui metode terbaik diantara dua metode injeksi gas, reguler gas lift dan coiled tubing gas lift, terhitung dari biaya pemasangan hingga ke biaya perawatan sumur. Sumur CT-1 dengan komplesi sumur monobore akan diterapkan metode coiled tubing gas lift, sementara metode reguler gas lift akan diterapkan di sumur GL-1 dengan komplesi casing perforated, memiliki kondisi fisik sumur serta reservoir yang mirip dengan sumur CT-1 sehingga dipilih sebagai sumur pembanding.Coiled tubing gas lift dipilih sebagai metode injeksi gas yang paling efektif dan ekonomis untuk dilakukan pada lapangan MSF karena proses pemasangannya yang sederhana dan tidak diperlukan suatu perawatan khusus, dengan fluid dan oil lifting cost berturut-turut sebesar US$ 0.21 /bbl dan US$ 26 /bbl dan pay out time selama 1.5 hari,

Kata kunci : Artificial Lift, Gas Lift

Pendahuluan

Penurunan produksi suatu lapangan minyak adalah suatu hal yang sangat wajar mengingat seiring dengan berjalannya waktu pasti juga terjadi penurunan tekanan reservoir yang akhirnya tidak mampu untuk mendorong minyak untuk keluar melalui sumur-sumur produksi secara alami. Ada beberapa jenis metode pengangkatan buatan (artificial lift) yang dapat diaplikasikan pada sumur minyak untuk meningkatkan kembali produksinya, salah satunya adalah teknik gas lift.

Gas lift merupakan salah satu metode pengangkatan buatan yang memanfaatkan gas bertekanan yang diinjeksikan ke dalam lubang sumur untuk meningkatkan produksi minyak ke permukaan. Reguler gas lift merupakan tipe injeksi yang umum digunakan, dimana gas diinjeksikan melalui annulus antara casing dan tubing. Namun, untuk sumur minyak dengan kondisi annulus antara casing dan tubing yang tersemen, tidak

memungkinkan untuk menggunakan metode reguler gas lift tersebut. Dengan adanya perkembangan teknologi, coiled tubing gas lift merupakan suatu inovasi baru yang dapat menjawab hal diatas dimana tidak lagi diperlukan annulus antara casing dan tubing sebagai media penginjeksian gas kedalam sumur, tetapi dilakukan melalui coiled tubing. Dengan adanya inovasi baru tersebut bukan berarti metode injeksi yang sebelumnya tidak lagi dapat digunakan. Tiap metode memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Penentuan metode injeksi yang digunakan selain dari kondisi sumur, faktor keekonomian juga perlu dipertimbangkan.

Sumur CT-1 dan GL-1 saat ini tidak dapat berproduksi akibat rendahnya tekanan

reservoir sebagai salah satu faktor utama yang dapat mendorong minyak naik hingga ke permukaan. Penggunaan coiled tubing gas lift akan dilakukan pada sumur CT-1 dengan komplesi sumur monobore,

dimana annulus antara casing dan tubing dalam kondisi tersemen. Sebagai sumur pembanding, sumur GL-1 yang memiliki data-data fisik sumur dan reservoir, seperti kedalaman lapisan dan productivity index, dipilih untuk metode reguler gas lift.

(2)

mengetahui metode mana yang lebih efektif serta ekonomis untuk dilakukan.

Problem Statement

Penggunaan artificial lift sangat dibutuhkan untuk mengembalikan produktivitas sumur. Dengan ketersediaan gas yang cukup besar, gas lift merupakan metode artificial lift yang cocok untuk dilakukan pada sumur-sumur minyak di lapangan MSF ini. Pemilihan metode yang paling efektif dan ekonomis sangat diperlukan untuk memperoleh keuntungan maksimum dari hasil perolehan minyak. Perbandingan antara kedua metode injeksi gas, yaitu reguler gas lift dan coiled tubing gas lift, perlu dilakukan untuk mengetahui metode terbaik yang cocok untuk diterapkan pada sumur-sumur minyak di lapangan MSF.

Sumur CT-1 dan GL-1 saat ini tidak dapat berproduksi akibat rendahnya tekanan reservoir sebagai salah satu faktor utama yang dapat mendorong minyak naik hingga ke permukaan. Dibutuhkan suatu metode artificial lift (gas lift) untuk dapat membantu sumur-sumur tersebut kembali berproduksi. Penggunaan coiled tubing gas lift akan dilakukan pada sumur CT-1 dengan komplesi sumur monobore, dimana annulus antara casing dan tubing dalam kondisi tersemen. Sebagai sumur pembanding, sumur GL-1 yang memiliki data-data fisik sumur dan reservoir, seperti kedalaman lapisan dan productivity index, dipilih untuk metode reguler gas lift. Perbandingan dari segi ekonomi antara metode reguler gas lift dan coiled tubing gas lift dilakukan untuk mengetahui metode mana yang lebih efektif serta ekonomis untuk dilakukan.

Teori Dasar

Gas lift merupakan salah satu metode pengangkatan buatan yang memanfaatkan gas bertekanan yang diinjeksikan ke dalam lubang sumur untuk meningkatkan produksi minyak ke permukaan. Gas yang bercampur dengan fluida reservoir menyebabkan menurunnya densitas fluida dan gradien tekanan di dalam lubang sumur, sehingga tekanan dasar sumur yang lebih kecil mempermudah fluida reservoir mengalir ke permukaan.

Penggunaan gas lift valve merupakan metode yang paling umum digunakan dalam injeksi gas. Gas diinjeksikan melalui annulus antara casing dan tubing kemudian gas masuk ke dalam tubing dan mempengaruhi fluida yang terdapat didalamnya.

Aplikasi gas lift valve dapat digunakan untuk tipe komplesi perforated casing. Perforated casing completion merupakan jenis komplesi dimana casing produksi dipasang

menembus formasi produktif dan disemen. Selanjutnya dilakukan perforasi pada interval-interval yang diinginkan sebagai saluran masuknya fluida formasi ke lubang sumur. Dengan adanya casing, maka formasi yang mudah gugur dapat ditahan. Metoda ini sangat umum diterapkan pada sumur-sumur dengan formasi produktif kurang kompak dan banyak fracture, yang dapat menyebabkan keruntuhan formasi. Coiled tubing adalah suatu tubing yang dapat digulung dan bersifat plastis, terbuat dari bahan baja yang tidak bersambung. Coiled tubing dapat digunakan sebagai media pengganti gas lift valve untuk menginjeksikan gas ke dalam lubang sumur pada tipe komplesi monobore. Pemasangan coiled tubing hanya membutuhkan penambahan alat pada kepala sumur yaitu coiled tubing hanger, sehingga tidak dibutuhkan rig. Coiled tubing yang dipasang di dalam tubing menyebabkan berkurangnya diameter efektif tubing untuk memproduksikan fluida reservoir, namun karena tidak dibutuhkan re-komplesi, tekanan gas yang diinjeksikan hanya melawan gradien tekanan fluida reservoir yang lebih rendah dibandingkan dengan gradien tekanan fluida komplesi.

(3)

limitasi dengan menggunakan metode ini, namun biaya yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan perforated casing completion karena terdapat beberapa alat yang tidak digunakan dalam metode ini, seperti packer, sliding sleeve door dan lainnya. Untuk memaksimalkan produksi sumur penggunaan dua tubing produksi dapat dilakukan, metode ini disebut dual monobore completion.

Dalam mendesign suatu artificial lift keseluruhan sistem perlu dievaluasi. Produktivitas suatu sumur minyak maupun gas dapat ditentukan berdasarkan inflow dan outflow performance. Kemampuan reservoir untuk mengalirkan fluida reservoir menuju sumur produksi yang disebut inflow sementara aliran dari dasar sumur hingga ke tangki produksi yang disebut outflow, sangat penting dalam menentukan design gas lift yang efisien.

Data Produksi

1. PENENTUAN Q TARGET

Terdapat beberapa langkah dalam mendesain sumur gas lift. Diantaranya adalah menentukan Q target atau Q desired berdasarkan data IPR (Inflow Performance Relationship), kedalaman titik injeksi, laju alir gas yang diperlukan serta perhitungan lifting cost.

Pembuatan model reservoir yang tepat berdasarkan data yang tersedia sangat diperlukan sehingga estimasi target produksi dapat tercapai.Berikut adalah perencanaan gas lift sumur CT-1 dan GL-1 dengan Q target berturut-turut sebesar 5769.42 BFPD dan 5810.12 BFPD.

2. PENENTUAN TITIK INJEKSI

Penentuan titik injeksi dilakukan berdasarkan tekanan gas injeksi yang tersedia. Pemilihan untuk tekanan kerja injeksi gas harus dipilih dengan baik, tidak hanya berdasarkan maksimum tekanan keluar dari kompresor, tetapi juga dari performa gas lift yang paling optimum. Pada dasarnya, dengan titik injeksi berada dekat

dengan zona produksi maka produksi akan lebih besar sehingga dapat diperoleh gas lift sistem yang efisien dengan biaya yang ekonomis.

Dengan tekanan injeksi sebesar 400 psi dan gradien killing fluid 0.465 psi/ft, unloading killing fluid perlu dilakukan untuk mendapatkan titik injeksi yang lebih dalam. Jarak antar valve yang tidak terlalu jauh baik dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya injeksi lebih dari satu valve. Dibutuhkan adanya penurunan tekanan pada casing sebagai media injeksi gas untuk memastikan valve diatasnya tertutup. 3. PENENTUAN RATE INJEKSI GAS

Penentuan besarnya laju injeksi gas yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan perhitungan besarnya perolehan minyak dari variasi laju alir gas injeksi. Dengan penambahan laju injeksi gas diharapkan perolehan minyak juga semakin besar sehingga keuntungan terbesar dapat diperoleh. Namun, ada kalanya dimana penambahan perolehan minyak tidak sebanding dengan besarnya laju injeksi gas yang dikeluarkan, sehingga perhitungan keekonomian juga perlu dilakukan dalam pemilihan besarnya injeksi gas untuk memperoleh laju alir gas injeksi yang paling optimum dan ekonomis.

Jika harga minyak sebesar US$

60/bbl dan besarnya harga gas yang digunakan dalam operasi injeksi gas sebesar US$ 12 /MSCF, maka perhitungan keekonomian untuk kedua sumur dapat dilihat pada tabel berikut.

(4)

4. PERHITUNGAN LIFTING COST

Dari hasil analisa keekonomian, metode injeksi gas dengan lifting cost terkecil dan pay out time tercepat dipilih sebagai metode yang paling cocok untuk diterapkan pada sumur-sumur di lapangan MSF.

Perhitungan keekonomian berdasarkan biaya kapital dan non-kapital, mulai dari biaya pemasangan gas lift hingga biaya perawatan sumur dapat ditinjau dari besaran parameter lifting cost dan pay out time dengan waktu amortisasi peralatan gas lift selama 5 tahun.

Pembahasan

Ketersediaan gas yang cukup banyak membuat gas lift dipandang sangat sesuai untuk digunakan sebagai metode pengangkatan buatan pada sumur-sumur minyak di lapangan MSF ini. Gas lift merupakan metode pengangkatan buatan yang dapat digunakan untuk berbagai variasi laju alir dan kedalaman sumur sehingga pemilihan metode gas lift ini sangat tepat untuk dilakukan.

Pada keadaan di lapangan kedua sumur mampu menghasilkan minyak secara natural hanya dalam beberapa jam saja akibat kondisi sumur berada dalam keadaan yang kritis, sehingga apabila terjadi perubahan sistem tekanan, baik tekanan reservoir maupun tekanan kepala sumur, sumur tidak lagi dapat mengalirkan minyak ke permukaan. Dalam mendesain gas lift sumur CT-1 dan GL-1 membutuhkan data selengkap mungkin sehingga pembuatan model merepresentatifkan keadaan yang sesungguhnya dan perkiraan perolehan minyak dapat terjadi secara akurat.

Pada lapangan MSF dengan ketersediaan gas yang cukup besar, hal ini tidak

membatasi besarnya laju alir gas yang dapat diinjeksikan ke sumur, namun besarnya tekanan injeksi membatasi kemampuan injeksi gas mendekati kedalaman target lapisan. Dengan ketersediaan tekanan injeksi sebesar 400 psi dan laju alir gas yang besar, perolehan fluida reservoir maksimum dengan metode gas lift sumur CT-1 dengan metode coiled tubing gas lift yaitu sebesar 33.5% dan 45.9% untuk sumur GL-1 dengan metode reguler gas lift dari laju alir maksimumnya. Terdapat perbedaan diantara kedua sumur akibat penggunaan coiled tubing sebagai media injeksi gas untuk sumur CT-1 membuat besarnya diameter pipa produksi untuk mengalirkan minyak berkurang bila dibandingkan dengan sumur GL-1 yang menggunakan reguler gas lift tanpa adanya pengurangan diameter pipa produksi.

Titik kedalaman injeksi dengan tekanan injeksi gas sebesar 400 psi kedua sumur tidak jauh berbeda. Coiled tubing dapat digunakan sebagai media injeksi gas hanya dengan satu titik operasi gas injeksi tanpa unloading valve, sehingga pada

(5)

sebesar 0.465 psi/ft, kemudian killing fluid tersebut dialirkan ke permukaan. Desain coiled tubing gas lift dengan gradien fluida reservoir sebesar 0.349 psi/ft, akibat killing fluid telah dikeluarkan sebelumnya, menunjukkan injeksi gas dapat dilakukan pada kedalaman 1100 feet. Sementara sumur GL-1 dengan metode injeksi reguler gas lift membutuhkan unloading valve pada kedalaman 860 feet dan operating valve pada kedalaman 1000 feet. Terdapat penurunan tekanan sebesar 50 psi untuk menjaga agar unloading valve tetap pada kondisi tertutup ketika penginjeksian gas dilakukan melalui operating valve. Penentuan besarnya laju injeksi gas dilakukan berdasarkan perhitungan keekonomian agar diperoleh injeksi gas yang efektif dan ekonomis. Terdapat peningkatan

perolehan minyak yang terus- menerus dengan bertambahnya laju injeksi gas untuk sumur CT-1, namun besarnya minyak yang diperoleh tidak sebanding dengan besarnya gas yang diinjeksikan berdasarkan perhitungan keekonomian. Laju injeksi gas sebesar 0.4 MMscf/d dipilih sebagai laju injeksi gas yang paling ekonomis untuk dilakukan pada sumur CT-1 dengan keuntungan tertinggi, yaitu sebesar US$ 87271.92. Sementara pada sumur GL-1, perolehan minyak tertinggi yaitu pada laju injeksi gas sebesar 1.0 MMscf/d tidak membuktikan bahwa laju injeksi gas tersebut memperoleh keuntungan yang paling besar. Berdasarkan perhitungan keekonomian untuk sumur GL-1, pada laju injeksi gas yang lebih tinggi dibanding sumur CT-1 yaitu sebesar 0.6 MMscf/d diperoleh keuntungan tertinggi sebesar US$ 118766.52, sehingga laju injeksi tersebut dianggap paling ekonomis untuk dilakukan.

Perhitungan keekonomian sebelumnya dilakukan hanya berdasarkan pengeluaran dari injeksi gas dan pemasukan dari perolehan minyak untuk menentukan besarnya laju injeksi gas masing-masing sumur. Perhitungan lifting cost berdasarkan biaya kapital dan biaya operasional dilakukan untuk menentukan metode injeksi gas yang paling ekonomis untuk dilakukan. Perbedaan perhitungan lifting cost coiled tubing gas lift dan reguler gas lift untuk biaya kapital terletak pada biaya pemasangan alat bawah permukaan, dimana coiled tubing gas lift tidak membutuhkan adanya biaya workover seperti pada reguler gas lift, hanya terdapat penambahan biaya coiled tubing per feet dan

pemasangannya dan untuk biaya operasional reguler gas lift membutuhkan adanya biaya pencabutan gas lift valve dengan menggunakan wireline, untuk pengisian nitrogen pada unloading valve untuk menjaga agar unloading valve benar-benar dalam keadaan tertutup tanpa adanya kebocoran valve, sehingga injeksi hanya terjadi di satu titik pada operating valve, selain itu dibutuhkan biaya pencabutan tubing untuk perbaikan tubing apabila terjadi kebocoran tubing ataupun perubahan titik kedalaman valve dan juga biaya penggantian valve.

Jangka waktu pengembalian investasi kedua metode sama berdasarkan perhitungan pay out time yaitu pada 1.5 hari. Hanya terdapat selisih US$ 0.02 /bbl untuk perhitungan lifting cost kedua metode. Coiled tubing gas lift dianggap lebih ekonomis untuk dilakukan dengan fluid lifitng cost sebesar US$ 0.21 /bbl dan oil lifting cost sebesar US$ 0.26 /bbl, walaupun minyak yang diperoleh lebih banyak dengan menggunakan gas lift konvensional, tetapi fluid lifting cost dan oil lifting cost gas lift konvensional berturut-turut sebesar US$0.23 /bbl dan US$ 0.29 /bbl.

Dengan komplesi sumur monobore, adanya penambahan produksi dari lapisan yang baru tidak membutuhkan pekerjaan workover, hanya dilakukan perforasi dan apabila

diperlukan peningkatan produksi dengan menggunakan metode pengangkatan buatan, coiled tubing gas lift merupakan metode yang efektif dan ekonomis untuk dilakukan karena proses pemasangan yang sederhana dan tidak dibutuhkan perawatan khusus.

Kesimpulan

(6)

melalui 1.5” coiled tubing, sedangkan pada sumur GL-1 injeksi dilakukan dengan metode reguler gas lift. Dari hasil analisa dan perencanaan desain gas lift dapat diambil beberapa kesimpulan berikut.

1. Kedalaman titik injeksi dengan tekanan injeksi sebesar 400 psi untuk kedua sumur tidak jauh berbeda, yaitu pada kedalaman 1100 feet menggunakan metode coiled tubing gas lift untuk sumur CT-1 dan pada kedalaman 1000 feet menggunakan metode reguler gas lift pada sumur GL-1.

2. Laju injeksi gas yang dibutuhkan lebih besar pada sumur GL-1 yaitu sebesar 0.6MMscf/d dengan perolehan minyak sebesar 2096.70 stb/d dibandingkan pada sumur CT-1 yaitu sebesar 0.4 MMscf/d dengan perolehan minyak sebesar 1534.38 stb/d.

3. Parameter keekonomian pay out time tidak dapat digunakan sebagai acuan keekonomian karena lamanya waktu pengembalian investasi kedua sumur sama, yaitu pada 1.5 hari, walaupun dengan perolehan minyak yang lebih besar pada metode reguler gas lift.

4. Berdasarkan perhitungan lifting cost, coiled tubing gas lift lebih ekonomis untuk dilakukan dengan selisih perbedaan US$ 0.02 /bbl, yaitu sebesar US$ 0.21/bbl untuk fluid lifting cost dan US$ 0.26/bbl untuk oil lifting cost, sementara untuk metode reguler gas lift besarnya fluid lifting cost dan oil lifting cost berturut-turut sebesar US$ 0.26 /bbl dan US$ 0.29 /bbl.

Daftar Pustaka

Ahmed, Naseem, “Investigations on Dual Monobore Completions Restrictions, Vico Indonesia, Jakarta, 2009.

Allen, T.O. and Robert, A.P., “Production Operation Well Completion, Workover and Stimulation”, Volume I & II, Second Edition, Oil and Gas Consultants International Inc., Tulsa, 1982.

Amyx, J.W., Bass D.M.Jr., Whitting R.L., “Petroleum Reservoir Engineering Physical Properties”, Mc. Graw Hill Book Company, New York, USA- Toronto Canada-London, England, 1960.

Brown, K. E., “Technology of Artificial Lift Methods, Volume 4, PennWell Publishing Co., Tulsa, 1980.

Djunaidi, H., “Komplesi dan Kerja Ulang Sumur”, Universitas Trisakti, Jakarta, 2013.

Gas Lift Book 6 of The Vocational Training Series”, Third Edition, Exploration & Production Department American Petroleum Institute, 1994.

Gas Lift Design and Technology”, Schlumberger, 2000.

Gatlin, C., “Petroleum Engineering Drilling and Well Completions in Gas Reservoirs”, Prentice Hall, Inc., Engliwood Cliffs, New Jersey, 1960.

Ghalambor, A., William C.Lyons and Guo Boyun, “Petroleum Production Engineering”, Elsevier Science & Techology Books, Louisiana, 2006.

Ingvardsen, D., and Jim Kritzler, “Monobore Completion System Provides Simple, Low-Cost Option for Shortlife Expectancy Wells”, Baker Hughes, 2009.

(7)

for Developing Oil In Monobore Completion”. Jakarta. Vico Indonesia.

Recommended Practice for Design of Continuous Flow Gas Lift Installations Using Injection Pressure Operated Valves”, Second Edition, American Petroleum Institute, 1999.

LAMPIRAN

Gambar 1 Desain Gas Lift Sumur CT-1

(8)

Tabel 2 Perbandingan Keekonomian Sumur CT-1 dan GL-1

No. Deskripsi Sumur CT-1 Sumur GL-1

1. Kedalaman Sumur, feet 1642 1720

2. Productivity Index, stb/day-psi 17.21 15.58

3. Qmax, stb/day 5769.42 5810.12

4. Tekanan Reservoir, psi 603.407 668.51

5. Water Cut, % 20 20

5. Tekanan Injeksi, psi 400 400

6. Kedalaman Titik Injeksi, feet 1100 1000

7. Jumlah Valve - 2

8. Laju Injeksi Gas, MMscf/d 0.40 0.60

9. Laju Alir Fluida, BFPD 1917.97 2620.88

10. Laju Alir Minyak, BOPD 1534.38 2096.70

11. Biaya Kapital, US$ 139485 189325

12. Biaya Operasional, US$ / tahun 98304.25 161027.9

13. Fluid Lifting Cost, US$ / bbl 0.21 0.26

14. Oil Lifting Cost, US$ / bbl 0.26 0.29

Gambar

Gambar 1 Desain Gas Lift Sumur CT-1
Tabel 2 Perbandingan Keekonomian Sumur CT-1 dan GL-1

Referensi

Dokumen terkait

Barthes, Roland., 2007, Membedah Mitos-Mitos Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi, Terj Ikramullah Mahyudin, Yogyakarta dan

Berdasarkan hasil diagram cartesius maka diperoleh indikator-indikator yang dinilai perlu mendapatkan prioritas dalam pelaksanaannya karena keberadaannya dianggap penting

Berdasarkan data yang telah diperoleh dalam penelitian perbandingan cerita novel Cintaku Untuk Si Mata Indah karya Sri Rokhati dengan film Habibie & Ainun

Ada beberapa kegiatan dalam penarikan tenaga kerja menurut Bangun (2012:140), antara lain, 1) menentukan kebutuhan tenaga kerja dalam jangka pendek dan jangka panjang, 2)

Kegiatan ini bertujuan memberdayakan kelompok PKK dan Kelompok Tani Desa Jeruju Besar dengan penumbuhan motivasi, pengetahuan, keterampilan, serta keahlian baru

Talang ada beberapa jenis bahan yang digunakan, talang seng, talang PVC, talang beton, untuk setiap jenis bahan cara perhitungan volume berbeda-beda, untuk talang yang terbuat

Abstraksi : Hotel Minang Permai Pacitan merupakan salah satu hotel yang berada di kota Pacitan,meski hotel ini tidak terlalu besar tapi tamu yang menginap cukup ramai, akan

Berkaitan dengan hasil yang ingin dicapai dengan tahap segmentasi, maka dirumuskan persoalan dalam penelitian ini, yaitu bagaimana cara mensegmentasi Aksara Jawa