• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rekayasa ecoteknologi desain biokeramba danau: studi kasus: Danau Saguling-Jatiluhur Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Rekayasa ecoteknologi desain biokeramba danau: studi kasus: Danau Saguling-Jatiluhur Jawa Barat"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Perjanjian No:III/LPPM/2018-01/05-P

LAPORAN PENELITIAN HIBAH MONODISIPLIN

REKAYASA ECOTEKNOLOGI

DESAIN BIOKERAMBA DANAU

STUDI KASUS: DANAU SAGULING-JATILUHUR JAWABARAT

Pengusul:

Peneliti Utama: Dr. Ir. Karyadi Kusliansjah,MT,IAI NIK: 19890058 NIDN: 0420125401

Anggota Peneliti 1: Doddi Yudianto, ST., MSC., Ph.D. NIK: 20030217 NIDN: 0419077701

Anggota Peneliti 2: Yenny Gunawan, ST., MA. NIK: 20100004 NIDN: 0430117602

Anggota Peneliti 3: Ir.Lydia Tjong, MT NIK: 19921491 NIDN: 0411036501

+Tim Mahasiswa Arsitektur

Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

Universitas Katolik Parahyangan

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

Halaman Bukti Pelaksanaan Seminar 2

Daftar Isi 4

Abstrak 5

Bab I. Pendahuluan 6

Bab II. Tinjauan Pustaka 10

Bab III. Metode Penelitian 20 Bab IV. Jadwal Pelaksanaan 22 Bab V. Hasil dan Pembahasan 24

Bab VI. Kesimpulan dan Saran 42

Daftar Pustaka 45

Lampiran-Lampiran vii Lampiran 1. Renstra dan Peta Jalan Penelitian Perguruan Tinggi vii

Lampiran 2. Dukungan Sarana dan Prasarana Penelitian x

Lampiran 3. Susunan Organisasi Tim Peneliti dan Pembagian Tugas xi

Lampiran 4. Biodata Ketua dan Anggota Tim Pengusul xii

(5)

Judul Penelitian : REKAYASA ECOTEKNOLOGI DESAIN BIOKERAMBA DANAU Studi Kasus: Danau Saguling-Jatiluhur Jawabarat

ABSTRAK

Perkembangan keramba jaring apung oleh masyarakat petani budidaya ikan sangat pesat ditemukan pada perairan danau, sungai dan laut di Indonesia. Kenyataan penggunaan jaring keramba ini bersifat tidak ramah lingkungan, Hal ini menyisakan limbah akibat adanya timbunan sisa pakan ikan yang mencemari kolom air hingga sedimentasi dasar yang dapat menimbulkan ancaman bencana non-alam yang menimbulkan pencemaran lingkungan perairan danau. dan rusaknya lingkungan sekitarnya. Tujuan penelitian ini mencarikan solusi penanggulangan pencemaran lingkungan perairan danau dengan mengusulkan Rekayasa Eco-teknologi Desain-Biokeramba yang mampu meminimalisasi pencemaran lingkungan perairan dan sedimentasi danau; menggunakan teknologi mikrobakteri organik pengurai limbah yang dikembangkan dalam sub-based apung.

Jadi bidang fokus riset ini adalah „kebencanaan‟ yang bertema riset „teknologi dan manajemen lingkungan‟, khususnya untuk topik riset „restorasi kerusakan lingkungan‟. Riset ini mengeksplorasi konsepsi Tingkat

Kesiapan Teknologi (TKT) mendukung budidaya Jenis Perikanan yang ramah lingkungan air, Manfaatnya akan mengedukasi kegiatan masyarakat petani budidaya ikan agar beradaptasi ramah tata lingkungan air, guna mendukung kebijakan pemerintah menjadikan danau sebagai daerah prioritas kantong perairan bagi air baku, irigasi pelistrikan dan wisata lokal,yang memenuhi standar lingkungan Unesco-Global-Geopark berkriteria sinergitas Geo-Bio-Cultural-Deversity. Penelitian ini direncanakan 1 tahun, dengan contectual-interpretative-design methods pada lokasi sampel penelitian danau Saguling dan Jatiluhur di Jawa Barat. Diharapkan keluaran penelitian ini menghasilkan kerangka konsep Rekayasa Eco-teknologi Desain-Biokeramba Danau. Penelitian inipun sesuai dengan Renstra Unpar 2015-2019 dan RIP Unpar 2016-2019; serta secara umum diharapkan bermanfaat bagi masyarakat petani budidaya ikan di Indonesia dan pengembangan ilmu teknik arsitektur maupun tata lingkungan air.

(6)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fenomena berkembangnya jaringan keramba apung (KJA) oleh petani budidaya ikan di

banyak perairan sungai, danau maupun laut, telah membawa satu sisi peningkatan hasil nilai ekonomi PAD maupun penghasilan masyarakat petani sektor perikanan. Tetapi hal ini di sisi lain berdampak terhadap kualitas ekosistem dan tata ruang lingkungan perairan, khususnya di

perairan danau yang tidak memiliki daerah aliran/runoff. Pemasokan pakan ikan yang

berlangsung terus menerus hampir ratusan ton/hari ke danau oleh para petaninya, telah

menyisakan limbah yang mencemari kolom air hingga sedimentasi dasar danau. Selain

pencemaran, sisa pakan juga dapat menyebabkan tingginya kekeruhan air yang mengakibat cahaya matahari akan susah menembus kolom air. Ahli lingkungan menggolongkannya sebagai permasalahan bencana non alam berupa pencemaran air danau dan rusaknya lingkungan alam sekitar. Banyak pemerintah daerah yang telah menerbitkan peraturan daerah atau kebijakan yang melarang digunakannya keramba jaring apung pada perairan danau; dan hal itu menimbulkan pertentangan yang menyangkut kelangsungan kehidupan petani

budidaya ikan danau. Untuk menetralisasinya diperlukan sejumlah upaya akademik dan

strategi pembangunan daerah yang bersifat kontekstual bagi perairan lingkungan danau.

Salah satu penelitian terkait akan dilakukan oleh para dosen Fakultas Teknik Unpar dari Program Studi Arsitektur-Teknik Sipil bersama mahasiswanya, dibawah koordinasi oleh Tim

CAREDs1 LPPM UNPAR, untuk menggali Rekayasa Eco-teknologi Desain Biokeramba

Danau untuk menghasilkan konsep model keramba jaring apung yang ramah lingkungan

berbasis Geo-Bio-Cultural-Deversity sebagai kekhasan lokal yang dapat merekam adaptasi

lingkungan perairan danau dan resilensi masyarakat dalam budidaya ikan. Penelitian ini dilaksanakan pada danau Saguling dan danau JatiLuhur. Kedua danau di Jawa Barat ini mengalami fenomena di atas, yang bertentangan dengan peran penting danau untuk mendukung irigasi, PLTA, tersedianya air baku Lingkungan dan distinasi wisata.

1.2. Permasalahan Penelitian

Pencemaran kualitas air dan lingkungan danau akibat budidaya ikan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) ini menjadi hal serius, perlu segera ditanggulangi oleh Pemerintah daerah.

Pentingnya melakukan pendekatan berbasis ketangguhan-berkesinambungan (

resiliency-sustainability) yang memenuhi standar Unesco Global Networks bagi lingkungan

(7)

alam/Geopark dalam kriteria sinergitas Geo-Bio-Cultural-Deversity. Solusi penanggulangan dampak tersebut guna mengurangi pencemaran kualitas air danau, sangat diharapkan menjadi tantangan bagi penelitian akademik.

1.3. Pertanyaan Penelitian

Lingkungan air ( sungai, waduk, danau, laut) tercemar haruskah budidaya ikan lokal di danau

dilarang? Pencemaran lingkungan ini menjadi hal serius, yang perlu segera ditanggulangi oleh Pemerintah Daerah setempat. Perlu dipertanyakan:

1.Apa upaya yang dilakukan masyarakat petani budidaya ikan dan pemerintah setempat menanggulangi pencemaran lingkungan air?

2.Apa persyaratan standar lingkungan Unesco-Global-Network mengarahkan keberlanjutan

local-diversity bagi lingkungan air?

3.Bagaimana model inovasi teknologi Bio-Keramba yang ramah tata lingkungan air dan

memenuhi persyaratan standar lingkungan Unesco-Global-Networks secara berkelanjutan?

1.4.Urgensi Penelitian

Sejalan dengan Peta Jalan Penelitian Unpar 2016-2019 dan capaian Renstra Unggulan bidang

sustainable resiliensi infrastruktur lingkungan (lihat lampiran1 Renstra dan Peta Jalan

Penelitian Perguruan Tinggi), state of the art penelitian ini menggagas rekayasa

ecoteknologi desain bio-keramba danau, hasil dari kajian kasus pada waduk /danau Saguling dan Jatiluhur maupun lingkungan air lainnya. Inovasi penelitian ini miliki keterbaharuan (novelty), berupa penerapan Eco-teknologi pengurai limbah pakan ikan. Hal ini membedakannya dari tipe keramba jala apung lainnya dan cara berternak ikan secara tradisional umumnya pada era sekarang, yang kebanyakan dipraktekan oleh para petani budidaya ikan di Indonesia, yang potensial mencemari lingkungan-lingkungan air.

1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini mencarikan solusi penanggulangan pencemaran air danau dengan

menghasilkan rekayasa bio-keramba danau yang ramah tata lingkungan air, yang mampu meminimalisasi pencemaran air dan sedimentasi danau; melalui penerapan bio-teknologi

menggunakan mikro-bakteri organik pengurai limbah yang dikembangkan dalam sub-based

(8)

Manfaat penelitian untuk mengedukasi kegiatan masyarakat petani budidaya ikan danau khususnya, agar beradaptasi ramah tata lingkungan air, guna mendukung kebijakan pemerintah pusat maupun daerah menjadikan danau sebagai daerah prioritas wisata, yang

memenuhi standar lingkungan Unesco-Global-Networks dalam kriteria sinergitas

Geo-Bio-Cultural-Deversity; disamping bagi masyarakat petani budidaya ikan lain di Indonesia serta pengembangan ilmu teknik arsitektur dan tata lingkungan air.

1.6. Konsep penelitian

Penelitian ini memperhatikan tiga pilar penelitian yaitu 1). aspek lingkungan ekologis (sustainaquality), 2). aspek sosial perubahan mindset kegiatan masyarakat dalam memanfaat

lingkungan air danau dan 3). aspek ekonomi, yang produktif-efektif-efisien bagi pemerintah daerah setempat dan diharapkan bermanfaat bagi masyarakat petani ikan budidaya di danau

yang memenuhi standar Unesco-Global-Networks, berkriteria sinergitas geo-bio-cultural

diversity,dalam kebijakan pemerintahan sebagai kawasan destinasi wisata; maupun di banyak lingkungan air Indonesia serta pengembangan ilmu teknik arsitektur dan tata lingkungan air.

(9)

1.7 Rencana Capaian Luaran

(10)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. State of The Art.

State of the art bidangpenelitian ini mengacu pada renstra penelitian Unpar 2016-2019 dan

sesuai dengan peta jalan bidang unggulan Sustainable and Resilient Infrastructure for cities

untuk mengatasi lingkungan air Danau Saguling dan Jatiluhur yang terancam oleh

permasalahan bencana non alami,oleh berkembangnya budidaya ikan berbasis Keramba Jala Apung. State of the art penelitian ini berkontribusi mencari solusi terhadap permasalahan

tersebut, dengan mengagas menggagas Rekayasa Ecoteknologi Desain Bio-Keramba

Danau, dengan keterbaharuan (novelty) berupa Bio-Teknologi Keramba yang relevan diterapkan dan mampu mengurai limbah pakan ikan sehingga terbangun kondisi tata

lingkungan air danau Saguling dan Jatiluhur, yang berkesinambungan(sustainaquality).

Gagasan inovasi Bio-Keramba Danau ini berbeda dari tipe keramba jala apung pada umumnya maupun cara budidaya ikan secara tradisional oleh kebanyakan petani ikan di Indonesia era sekarang, yang sangat potensial berdampak mencemari tata lingkungan air. Uraian kajian literatur berikut menguraikan landasan teoritikal yang menjadi pertimbangan gagasan ini; dan dirumuskan dari berbagai aspek seperti: lingkungan, sosial-ekonomi, hukum tata ruang, eco-teknologi, adaptasi dan resiliensi kultural,serta desain bio-keramba.

2.2. Keramba Jaring Apung (KJA)

Keramba jaring apung merupakan sarana pemeliharaan ikan yang menggunakan jaring sebagai bagian utamanya. Dengan menggunakan jaring apung, pemeliharaan ikan bisa dilakukan di laut atau pun media air tawar seperti danau atau waduk, yang memiliki kedalaman lebih dibandingkan sungai atau tambak (Aditya Permadi,2016).

Penerapan KJA untuk budidaya ikan di Indonesia dimulai dari konstruksi bangunan keramba yang sederhana. Di era modern sekarang ini, budidaya ikan tidak lagi membutuhkan tempat yang luas untuk dijadikan kolam pemeliharaan. Selain dipergunakan untuk budidaya ikan,

KJA juga dapat dimanfaatkan untuk budidaya udang vanamae dan udang lobster.

(11)

2.2.1 Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA)

Keramba jaring apung yang ada saat ini kebanyakan berupa jaring yang diikatkan pada

pelampung yang terbuat dari drum atau gentong bekas. Komponen konstruksi keramba

jaring apung sendiri terdiri dari kerangka, pelampung, kurungan atau kantong jaring, bangunan pendukung, pemberat jaring, dan jangkar.

Tabel. 2.1. Konstruksi Keramba Jaring Apung

No. Komponen Spesifikasi Teknis

1. Kerangka atau rakit

berfungsi untuk menempatkan kurungan atau jaring pembesaran, sekaligus merupakan pondasi, tempat pemasangan kantong jaring dan sarana pendukung budidaya. Kerangka jaring apung konvensional terbuat dari balok kayu, papan serta bambu, yang berkembang dari besi (pipa atau siku). Saat ini konstruksi KJA sudah berkembang dengan manggunakan bahan HDPE (High Density Polyethylene) yang diperkirakan dapat bertahan hingga 20 tahun.

2. Kantong jaring

merupakan komponen penting dalam satu rangkaian KJA. Ukuran mata jaring yang digunakan disesuaikan dengan ukuran ikan yang dipelihara. Jenis bahan yang digunakan untuk pembuatan kantong jaring, yakni hapa dan waring, masing-masing memiliki ukuran mata berbeda. Hapa adalah anyaman senar plastik monofilamen kecil tanpa simpul dengan ukuran mata 2 cm. Sementara benang waring berukuran lebih besar dengan ukuran mata 5 cm. Kantong hapa dan waring dibuat dengan cara dijahit dan keduanyadigunakan untuk pendederan. Hapa juga bisa untuk pembenihan.

4. Pelampung berfungsi untuk mengapungkan keseluruhan sarana budidaya, sebagai tempat peletakan kerangka dan juga ponton penyeberangan. Pelampung yang digunakan kebanyakan adalah drum-drum plastik dengan kapasitas 200 liter. Dalam satu petak keramba diperlukan minimal 4 buah pelampung. Gubuk kecil juga didirikan untuk berbagai fungsi mulai dari penyimpan pakan, tempat istirahat, hingga berteduh. Hal yang harus diperhatian, fasilitas pendukung seperti rumah penjaga, gudang, serta ponton penyeberangan.

5. Pemberat jaring

dimaksudkan untuk merentangkan jaring ke arah vertikal dan horizontal. Pemberat jaring biasanya memeiliki berat kurang-lebih 5 kg dan digantung di bagian luar jaring, di setiap pojok dan tengah dengan jarak sekitar 1,5 meter.

6. Jangkar dilengkapi dengan pemberat sekitar 2 x 50 kg dipasang sebanyak kebutuhan untuk menjaga posisi jaring apung di perairan. Jangkar dan pemberat dihubungkan dengan tali plastik berdiameter sekitar 2 cm, panjang berkisar 1,5 meter kedalaman air. Jangkar dilabuh agak miring pada setiap pojok.

Sumber:Syafitrianto, Irmawan, 2015

2.2.2 Ragam jenis Keramba Jaring Apung

Secara prinsip, semua bahan pembuatan KJA hampir sama. Namun, bentuk dan ukurannya saja yang berbeda karena disesuaikan dengan kebutuhan. Ada beberapa tipe atau jenis keramba jaring apung yang saat ini digunakan para pembudidaya, yaitu keramba jaring apung bundar, kotak, dan oktagonal.

Gambar 2.2

Keramba Jaring Apung Bundar Sumber: PTGani ArtaDG, 2015

Gambar 2.3

Keramba Jaring Apung Kotak Sumber: Aditya Permadi, 2016

Gambar 2.4

(12)

Tabel. 2.2. Ragam Bentuk Keramba Jaring Apung

Keramba Jaring Apung Bulat Keramba Jaring Kotak Keramba Jaring Apung Oktagonal

Keramba ini berbentuk bulat dengan diameter 10 hingga 50 meter, Biasa digunakan pembudi daya di laut. Namun, ada beberapa pembudidaya yang menggunakan-nya di waduk atau danau karena memiliki kedalaman yang cukup dan area yang luas. Keramba berukuran 20 meter ke atas dirancang khusus untuk budidaya berskala besar. Jenis ikan yang biasa dipelihara pada keramba ukuran ini seperti ikan kakap putih atau barramundi, kerapu, dan berbagai jenis ikan tuna. Adapula keramba jaring apung bulat dengan diameter berkisar 8-15 meter, yang dirancang untuk budidaya industri kecil dan menengah, digunakan untuk budidaya ikan laut seperti Bentuknya berupa kotak berpe-tak-petak untuk pembudi daya memelihara berbagai jenis ikan dalam satu blok keramba, seperti: ikan nila, ikan mas, ikan lele, ikan bandeng, dan jenis lainnya.

Keramba jaring apung oktagonal memberikan volume budidaya ikan yang jauh lebih besar dibanding keramba jaring apung bulat dan kotak sehingga cocok digunakan untuk memelihara ikan-ikan perenang cepat seperti ikan bandeng, ikan bawal bintang, dan kakap putih. KJA jenis ini didesain kuat dan lentur sehingga mampu menghadapi ombak laut hingga ketinggian 2 hingga 3 meter. Alat apung dan komponen-komponen KJA Oktagonal biasa-nya terbuat dari bahan Prime Grade Polyethylene (PE) dengan anti-UV yang ramah lingkungan, menggunakan sistem Completely Knock Down, terdiri dari alat apung dan komponen-komponen yang dapat dirangkai menjadi keramba yang utuh dan dapat dibongkar kembali dengan mudah tanpa merusak keramba. Dengan begitu, pembudidaya dimudahkan saat ingin memindahkan lokasi budidayanya.

Sumber :Aditya Permadi, 2016, PTGani ArtaDG, 2015

2.2.3 Persyaratan Teknis Keramba Jaring Apung

Sebelum membuat konstruksi wadah keramba jaring terapung pemilihan lokasi yang tepat dari aspek sosial ekonomis dan teknis benar. Aspek sosial ekonomis yang sangat umum yang harus dipertimbangkan adalah lokasi tersebut dekat dengan pusat kegiatan yang mendukung operasionalisasi suatu usaha seperti tempat penjualan pakan, pembeli ikan dan lokasi yang dipilih merupakan daerah pengembangan budidaya ikan sehingga mempunyai prasarana jalan yang baik serta keamanan terjamin. Persyaratan teknis yang harus diperhatikan dalam memilih lokasi usaha budidaya ikan di keramba jaring terapung antara lain adalah :

Tabel. 2.3. Persyaratan Teknis Budidaya Keramba Jaring Apung

No Persyaratan Keterangan Teknis Lokasi

1 Arus air Arus air pada lokasi dipilih diusahakan tidak terlalu kuat namun tetap ada arusnya agar tetap terjadi pergantian air dengan baik dan kandungan oksigen terlarut dalam wadah budidaya ikan tercukupi, selain itu dengan adanya arus maka dapat menghanyutkan sisa-sisa pakan dan kotoran ikan yang terjatuh di dasar perairan. Dengan tidak terlalu kuatnya arus juga berpengaruh terhadap keamanan jaring dari kerusakan sehingga masa pakai jaring lebih lama. Bila pada perairan yang akan dipilih ternyata tidak ada arusnya (kondisi air tidak mengalir), disarankan agar unit budidaya atau jaring dapat diusahakan di perairan tersebut, tetapi jumlahnya tidak boleh lebih dari 1% dari luas perairan. Pada kondisi perairan yang idak mengalir, unit budidaya sebaiknya diletakkan di tengah perairan sejajar dengan garis pantai.

2. Kedalaman perairan

(13)

3. Tingkat kesuburan

Pada perairan umum dan waduk ditinjau dari tingkat kesuburannya dapat dikelompokkan menjadi perairan dengan tingkat kesuburan rendah (oligotropik), sedang (mesotropik) dan tinggi (eutropik). Jenis perairan yang sangat baik untuk digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung dengan sistem intensif adalah perairan dengan tingkat kesuburan rendah hingga sedang. Jika perairan dengan tingkat kesuburan tinggi digunakan dalam budidaya ikan di jaring terapung, maka hal ini sangat beresiko tinggi karena pada perairan eutropik kandungan oksigen terlarut pada malam hari sangat rendah dan berpengaruh buruk terhadap ikan yang dipelihara dengan kepadatan tinggi

4. Bebas dari pencemaran

Dalam dunia perikanan, yang dimaksud dengan pencemaran perairan adalah penambahan sesuatu berupa bahan atau energi ke dalam perairan yang menyebabkan perubahan kualitas air sehingga mengurangi atau merusak nilai guna air dan sumber air perairan tersebut. Bahan pencemar yang biasa masuk ke dalam suatu badan perairan pada prinsipnya dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pencemar yang sulit terurai dan bahan pencemar yang mudah terurai. Contoh bahan pencemar yang sulit terurai berupa persenyawaan logam berat, sianida, DDT atau bahan organik sintetis. Contoh bahan pencemar yang mudah terurai berupa limbah rumah tangga, bakteri, limbah panas atau limbah organik. Kedua jenis bahan pencemar tersebut umumnya disebabkan oleh kegiatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyebab kedua adalah keadaan alam seperti banjir atau gunung meletus. Jika lokasi budidaya mengandung bahan pencemar maka akan berpengaruh terhadap kehidupan ikan yang dipelihara di dalam wadah tersebut.

5. Kualitas air Dalam budidaya ikan, secara umum kualitas air dapat diartikan sebagai setiap perubahan (variabel) yang mempengaruhi pengelolaan, kelangsungan hidup dan produktivitas ikan yang dibudidayakan. Jadi perairan yang dipilih kualitas airnya harus memenuhi persyaratan bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan yang akan dibudidayakan. Kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi.

6 Lokasi

Lokasi ini terhindar dari proses perputaran air dasar kepermukaan (up-welling). Pada daerah yang sering terjadi up-welling sangat membahayakan kehidupan organisme yang dipelihara, di mana air bawah dengan kandungan oksigen yang sangat rendah serta gas-gas beracun akan kepermukaan, yang dapat menimbulkan kematian secara massal. Lokasi seperti ini sebaiknya dihindari, kecuali sistem keramba dipasok oksigennya dengan suatu mekanisme tertentu.

Sumber : Aditya Permadi, 2016,

2.3. Keunggulan Ekonomi Budidaya Ikan berbasis Keramba Jaring Apung

Para petani ikan menebarkan benih ikan pada awal masa pemeliharaan hingga saat panen tiba. Para pembudidaya lebih memilih menggunakan keramba jaring apung daripada memelihara dengan cara konvensional, karena sistem budidaya ini secara teknis maupun ekonomis terbukti intensif produktif, efisien,dan efektif.

Tabel. 2.4.Komparasi Keunggulan Ekonomi Budi Daya Ikan Keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan

Dalam keramba Dalam kolam tanah liat

1).Menambah efisiensi penggunaan sumber daya; 2).Prinsip kerja usaha keramba, melakukan

pengurungan pada suatu badan perairan yang dapat memberi makan dan meningkatkan produksi ikan; 3).Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada

nelayan dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan

1).Pembudidaya harus terus menjaga kandungan oksigen agar tetap tersedia pada air.

2).Kolam tanah liat cukup rentan terhadap berbagai macam serangan penyakit.

3). Pemanenan ikan secara manual lebih sulit karena perlu menggiring ikan dengan alat bambu yang dilakukan minimal oleh dua orang.

Sumber: Syafitrianto, Irmawan, 2015

Pembudidaya dapat memanfaatkan luasan media yang sempit dengan hasil panen ikan bisa dilipat

gandakan, tanpa harus berbiaya besar. Meskipun berbiaya investasi tinggi dari keramba konvensional,

keuntungan yang diperoleh pun lebih tinggi. Alasan sederhana pembudidaya memilih keramba jaring

(14)

media pemeliharaannya. Kegiatan membersihkan jaring tidak terlalu sulit dan sangat praktis hingga

urusan memanen ikan. Beberapa keunggulan ekonomis usaha budidaya ikan dalam keramba jaring apung, yaitu:

1. Menambah efisiensi penggunaan sumberdaya;

2. Prinsip kerja usaha keramba dengan melakukan pengurungan pada suatu badan perairan dan memberi makan dapat meningkatkan produksi ikan;

3. Memberikan pendapatan yang lebih teratur kepada nelayan dibandingkan dengan hanya bergantung pada usaha penangkapan.

2.4. Keramba Jaring Apung Mencemari Lingkungan.

Yang menjadi permasalahan pada budidaya ikan di keramba jaring apung adalah sisa pakan. Sisa pakan menurut Irmawan Syafitrianto,(2015), yang tidak terkonsumsi dan metabolik berupa senyawa nitrogen dan fosfor, apabila terbuang di kolom air dan tidak dimanfaatkan oleh organisme di sekitar danau (ikan, organisme bentik), maka akan menjadi partikel tersuspensi dalam bentuk partikel koloid di dasar perairan. Partikel tersebut akan dimanfaatkan oleh mikro-organisme khususnya bakteri untuk pertumbuhan dan perkembang biakannya.Selain pencemaran akibat nitrogen dan fosfor, sisa pakan juga dapat menyebabkan tingginya kekeruhan. Akibatnya, cahaya matahari akan susah menembus kolom air.(lihat gambar2.5)

(15)

2.5. Aspek Hukum Lingkungan

Tabel 2.5 Aspek Hukum Lingkungan

Undang-Undang No. 32/2009 RPPLH

1 Pasal 12. Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH. Dalam hal RPPLH belum tersusun, pemanfaatan sumber daya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup

2 Pasal 17. 2.b Segala usaha dan atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

3 Pasal 98, (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,- (sepuluh miliar rupiah).

4 Pasal 99, (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

5 Pasal100,(1). Setiap orang yang melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan dipidana, dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah) .

6 Perpres 81/ 2014, Pasal 6

Pengembangan kawasan pariwisata berskala dunia yang terintegrasi dengan pengendalian kawasan budidaya sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta adaptif terhadap bancana alam.

Sumber: BP. Geopark Toba Kaldera ,Wilayah Kabupaten Samosir, 2017

Tabel 2.6 Sinerginitas Penataan Ruang Kawasan pada kasus Danau Toba

Tujuan Penataan Ruang Kawasan kasus Danau Toba

Kasus Pelestarian Danau Toba sebagai:

Air kehidupan masyarakat Ekosistem

Kawasan Kampung Masyarakat Batak

Kasus pengembangan pariwisata berskala dunia, terintegrasi dengan kawasan budidaya:

 Perikanan  Perternakan  Perkebunan  Hortikultura Sumber: BP.Geopark Toba Kaldera ,Wilayah Kabupaten Samosir, 2017

2.6. Upaya Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Air akibat Budidaya Ikan Keramba Jaring Apung

(16)

Dilakukan treatmen terhadap limbah, 6). Perlu dilakukan analisa kesesuaian lahan sebelum

dilakukan kegiatan budidaya.

Sumber : BP. Geopark Toba Kaldera ,Wilayah Kabupaten Samosir, 2017

2.7. Sistem pengolahan limbah secara biologi

Pada dasarnya badan air memiliki kemampuan secara alami untuk mengembalikan daya dukungnya atas suatu kejadian penurunan kualitas air terutama yang disebabkan oleh limbah

organik. Namun demikian proses restorasi ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi beban limbah organik yang mencemari badan air tersebut. Badan air yang menerima beban limbah dalam jumlah besar akan memerlukan waktu yang lebih lama untuk dapat mengembalikan daya dukungnya mengingat bahwa proses ini melibatkan peran mikroorganisme khususnya bakteri untuk menguraikan limbah organik tersebut. Pada suatu kondisi yang sangat buruk,

Tabel 2.7.Alternatif Penanganan Keramba Jaring Apung (KJA)

ASPEK TANPA KJA KJA TERTATA

Keberadaan

KJA

Semua KJA di kawasan Danau Toba ditutup

-Sebagian KJA ditutup (Jumlah produksi disesuaikan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan) - KJA ditempatkan pada zona tertentu

- Produksi dapat berubah sewaktu-waktu

Lingkungan 1.Jauh lebih aman (sumber pencemar utama parameter hilang)

2.Sumber pencemar lain harus tetap dikelola

1.Aman (beban pencemaran sesuai dengan daya dukung)

2.Sumber pencemar lain harus tetap dikelola

Ekonomi Kehilangan mata pencaharian Kehilangan mata pencaharian (sebagian)

Ketenaga kerjaan

1.Kehilangan pekerjaan

2.Penyediaan lapangan kerja baru

1.Kehilangan pekerjaan (sebagian) 2.Penyediaan lapangan kerja baru

Sosial 1. Lebih adil

2.Masalah timbul satu kali (pada saat penutupan

1.Kurang adil

2.Masalah timbul berulang kali (setiap penyesuaian daya dukung dan daya tampung lingkungan)

Hukum PMA (arbiterase?) PMA (arbiterase-pengurangan kapasitas?)

Pariwisata Lebih Natural Tetap ada ganjalan estetika dan ketidak nyamanan berinteraksi dengan air danau

Pengawasan Lebih mudah Sulit (potensi pelanggaran sangat tinggi)

Air baku air minum

Lebih terjamin Terancam (penyediaan air baku air minum

Membutuhkan biaya besar)

Aplikasi pada communal septic tank Aplikasi pada instalasi pengolahan limbah industri di Kota Taixing (Agustus 2006 – Januari 2007)

(17)

bukan tidak mungkin badan air kehilangan kemampuannya untuk pulih kembali. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang mikrobiologi, pemanfaatan bakteri dalam rangka restorasi badan air tercemar telah menjadi pusat perhatian di sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Khususnya di Tiongkok, pemanfaatan teknologi bakteri ini telah diterapkan tidak hanya pada instalasi pengolahan limbah (Liao et al, 2008), namun juga communal septic tank, danau (Nie et al, 2008), dan

sungai (Yudianto dan Xie, 2011). Upaya restorasi dengan memanfaatkan teknologi bakteri ini telah meraih kesuksesan. Selain menghasilkan kondisi air yang jernih, pada akhir masa restorasi sungai teridentifikasi memenuhi kriteria kualitas air yang disyaratkan, terutama

oksigen terlarut atau dikenal sebagai Dissolved Oxygen(DO), Biochemical Oxygen Demand

(BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD). Lihat Gambar 2.7

Meskipun sejumlah ilustrasi di atas ini menggambarkan keberhasilan dari aplikasi teknologi bakteri dalam upaya baik peningkatan kinerja instalasi pengolahan limbah maupun restorasi badan air tercemar, namun praktis di dalam penerapannya metode ini memerlukan pengkondisian tertentu. Khususnya sungai, mengingat bakteri yang diinjeksikan akan ikut bersama aliran sungai, sangat dimungkinkan alur sungai perlu dimodifikasi untuk mengendalikan kecepatan aliran dan menghindari terbilasnya bakteri secara percuma. Selain itu, kinerja bakteri itu sendiri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti konsentrasi oksigen terlarut, jumlah kandungan nutrien, suhu udara, kandungan unsur limbah yang bersifat toxic, dan sebagainya. Sedangkan pada waduk atau danau, dimana secara umum

air berada pada kondisi statis, upaya aerasi dan mixing menjadi sangat penting dalam proses

restorasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman danau yang membagi kondisi air di danau atau waduk menjadi beberapa lapis sistem. Kasus Danau Toba sebagai salah satu tampungan air alami yang memiliki peran vital serta kandungan budaya dan keindahan yang luar biasa, saat ini terancam mengalami pencemaran.

Deskripsi kondisi kasus Sungai Gankeng sebelum dan sesudah aplikasi teknologi bakteri Gambar2.7 Aplikasi teknologi bakteri pada kasus Sungai Gankeng dan Sungai Xuxi

(18)

Selain limbah organik yang berasal dari kegiatan domestik rumah tangga warga, salah satu aktivitas yang juga ikut menjadi sorotan publik adalah kegiatan pertanian ikan menggunakan keramba jaring apung. Sebagaimana yang dialami pada sejumlah waduk besar yaitu Waduk Saguling,Waduk Cirata,Waduk Jatiluhur,Waduk Karang Kates,dan sebagainya. Nutrien pakan ikan secara berlebihan merupakan salah satu sumber pencemar air yang dapat

menyebabkan air mengalami kondisi eutrofikasi yang pada akhirnya berdampak pada

kematian ekosistem akuatik. Pemerintah sejauh ini berupaya untuk mengendalikan atau membatasi jumlah keramba jaring apung yang kini kian marak berkembang di banyak waduk dan danau. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan pertanian ikan berbasis

keramba jaring apung ini telah menjadi sumber pendapatan bagi warga setempat yang

tentunya akan berdampak serius jika dihilangkan begitu saja. Perlu kajian akademik mencari solusi terhadap kasus pencemaran akibat KJA ini agar budidaya ikan tetap dapat berlangsung tanpa mencemari badan air danau.

Gambar2.8. Ragam container Bio-Septic dan kapasitas yang dapat dimanfaatkan menetralisir limbah pakan ikan bagi lingkungan air

Sumber:Produsen Biosong,2018

Rekayasa Rekayasa Ecoteknologi-Biokeramba Danau dapat dirumuskan berdasarkan prinsip inovasi sustainaquality sebagai berikut:

Gambar 2.9. Bagan alir Inovasi Sustainaquality Rekayasa Ecoteknologi-Biokeramba Danau Sumber: penelitian,2018

Proses perubahan budidaya ikan di KJA yang bersifat tradisional direkayasa dengan budidaya

Tata Lingkungan

Air Danau Tercemar

Tata Lingkungan

Air Danau Bersih Alami KJA

Pakan ikan

Sedimentasi + air Keruh

BIO-KERAMBA Pakan ikan

KJA Bio Septic

Microbakteri Organik

(19)

ikan berbasis Eco-Teknologi menggunakan Bio-Keramba menggunakan mickrobakteri tentu tidak dapat dilepaskan dari permasalahan social paradikma, yang secara edukasi perlu disesuaikan melalui proses adaptasi tekno kultural dan berupaya untuk memelihara kebiasaan

atau budaya yang baik (resilience ) dalam masyarakat petani ikan dan masyarakat lingkungan

air. Upaya ini perlu memahami dan menerapkan pemahaman tentang adaptasi dan resilience sebagai berikut.

2.8. Adaptasi dan Resiliensi Lingkungan

Adaptasi adalah kemampuan makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya. Ada beberapa cara penyesuaian diri yang dapat dilakukan, yaitu dengan cara penyesuaian bentuk organ tubuh, penyesuaian kerja organ tubuh, dan tingkah laku dalam menanggapi perubahan lingkungan. Dari pengertian adaptasi tersebut, ada tiga macam bentuk adaptasi, yaitu: a. adaptasi fisiologi; b. adaptasi tingkah laku; c. adaptasi morfologi.Resiliensi merupakan pendekatan proaktif dalam mempersiapkan guna menghadapi bencana alam / non alam secara lebih baik yang melalui perencanaan yang tepat akan membantu suatu komunitas

mempercepat pemulihannya. Resiliensi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

perubahan keadaan dan mempertahankan atau mendapatkan kembali fungsionalitas dan vitalitas dalam menghadapi tekanan atau gangguan. Hal ini merupakan kemampuan untuk bangkit kembali setelah ada ganggu-an atau rintangan. Pada ber-bagai tingkat individu, ke-luarga, masyarakat, dan wila-yah melalui resiliensi, kita dapat menjaga kondisi yang dapat dihuni jika terjadi bencana alam maupun non alam, atau gangguan lainnya dalam sumber daya yang tersedia. (Resilient Design Institute).

(20)

Bab 3. METODE PENELITIAN 3.1 Metodologi

Metodologi penelitian ini menerapkan pendekatan Ketangguhan-Berkelanjutan (

resiliency-sustainaquaility) berbasis sinergitas Geo-Bio-Cultural-Deversity untuk waduk/danau

Saguling dan Jatiluhur, yang direncanakan 1 tahun, dengan pendekatan

contectual-interpretative-design development methods, yang secara sistematik dapat dipahami pada bagan Kerangka Penelitian Berkelanjutan (Bagan 3.1)

3.2. Strategi untuk mencapai hasil (output).

Strategi penelitian berkelanjutan terdiri dari 5 (lima) tahap yang terkait dengan proses perancangan arsitektur bio-keramba. Tahapan proses prancangan tersebut akan dicapai dari perioda 2018-2019-2020-2021, sebagai berikut:

Tabel 3.1 Tahapan Perancangan,Luaran dan Indikator Periode 2018-2019-2020-2021

Tahapan Luaran: Indikator:

Tahap1. Orientasi; (tahun 2018)

Perumusan problem statement, khususnya terkait dengan signifikansi lingkungan dan budaya bermukim masyarakat di Kawasan Danau

Data Fisik,Eko,Sosio Kultural dan Analisis kualitas, resilien, bio dan budaya Lingkungan air.

Data tersedia; Ada hasil analisis data.

Tahap2. Konseptualisasi;(tahun 2018-2019)

Proses pemahaman gagasan konsep yang terkait problem statement yang harus dicari solusinya (design as problem solving). Dalam tahap ini dikaji bagaimana penyelesaian gagasan Bio-keramba, terkait dengan lingkungan dan budaya kegiatan masyarakat petani budidaya ikan di kawasan danau, sehingga dapat dikonseptuali-sasikan menjadi rancangan awal Bio Keramba Danau.

Kriteria desain model

Tahap3: Investigasi (tahun 2019)

Proses explorasi, experimentasi, pengumpulan dan analisa data melalui uji laboratorium. Proses pencarian informasi dan pengumpulan data primer, data sekunder dan data instansional. Investigasi penelaahan dan perumusan kriteria perancangan model Biokeramba; untuk uji laboratorium.

Tahap4: Design and Development (tahun 2020)

Pembuatan relasi dan perumusan ataupun pembuatan anlisis-sintesis yang memunculkan awal pengetahuan baru. Penelitian ini menghasilkan ide-ide baru dalam rancangan dan pengembangan model Biokeramba Danau

DED desain model

Tahap5: Implementasi (tahun 2021)

Pilot project model percontohan penerapan di lapangan, Hak Cipta Konsep dan Model Desain Bio Keramba Danau.

Penerapan dan Sosialisasi Tersosialisasi

(21)

Tahun 2018= studi Kasus di Danau Saguling dan Jatiluhur Tahun 2019=studikasus di Danau Toba

Data Fisik,Eko,SosKul.Analisis kualitas, resilien, bio & budaya

Kriteria desain model Biokeramba Konsep desain model Biokeramba

Pembangunan model Uji laboratorium

model

DED desain model Biokeramba Pendaftaran Hak Cipta Desain Biokeramba

Penerapan & Sosialisasi

Data tersedia Ada hasil analisis data

Tersusunnya Kriteria desain Tersusunnya Konsep Biokeramba

Model tes tersedia Hasil uji lab berhasil

Gambar DED desain model Biokeramba siap Tersosialisasi

Gambar 3.1. Kerangka Penelitian Berkelanjutan

Pengembang

ORIENTASI KONSEPTUALISASI DESIGN & DEVELOPMENT IMPLEMENTASI

TAHUN 2020 TAHUN 2021

INVESTIGASI & Model Desain Bio

Keramba Danau

 Resiliensi Tata Ruang lingkungan Air  Bio Bakteria Organik

 Bio Keramba Apung

Analisis Adaptasi Kultural masyarakat petani ikan

keramba jala apung Analisis Kualitas

uji Laboratorium

Desian Sosialisasi Model &

pendaftaran paten

(22)

1

BAB 4. JADWAL PELAKSANAAN

4.1 Jadwal Pelaksanaan

Penelitian pada tahun 2018 ini dilaksanakan, seperti Tabel 2 Bar Chart Penelitian.

Tabel 4.1 .Bar Chart Penelitian

Kegiatan penelitian Tahun penelitian 2018

J F M A M J J A S O N D

TAHAP PERTAMA TAHAP KEDUA TAHAP KETIGA TAHAP KE EMPAT

TAHAP KELIMA

Sumber: Karyadi, 2017

Tahap Pertama: merupakan Tahapan Orientasi berupa; melakukan studi fenomena dan Pendataan

Lingkungan Fisik, menghimpun data ekonomi, sosial, budaya lingkungan danau;

Tahap Kedua:merupakan Tahapan Orientasi berupa; perumusan problem statement analisis kualitas

lingkungan air, analisis resiliensi lingkungan air, analisis bio lingkungan air, analisis adaptasi kultural

masyarakat petani budidaya ikan keramba jala apung di danau;

Tahap Ketiga: merupakan Tahapan Konseptualisasi berupa; problem solving, perumusan kriteria:

resiliensi tata ruang lingkungan air, Bio bakteria organik pengurai limbah pakan ikan, bio-keramba

apung;

Tahap Keempat: merupakan Tahapan Lanjutan Konseptualisasi berupa; inovasi konsep dan desain

pra model bio-keramba Danau: dan

(23)

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. TAHAP ORIENTASI

5.1.1. Studi Fenomena dan Pendataan Lingkungan

Budidaya ikan keramba jaring apung menjadi sumber kehidupan bagi petani ikan yang menggunakan perairan danau sebagai wadah budidaya ikan. Cara tradisional membiak ikan

dalam KJA dengan memberi makan ikan secara menabur pakan ikan ke keramba. Yang menjadi permasalahan adalah pakan tersebut tidak habis dimakan ikan dan jatuh ke dasar danau sebagai limbah. Limbah pakan ikan yang tertimbun sebagai sedimentasi di dasar danau dan membusuk yang pada periode tertentu gas metan berbalik meracun air danau hingga mematikan biodiversity di danau termasuk ikan keramba apung secara massal.

Gambar 5.1 Budidaya ikan lokal keramba jaring apung tradisional Sumber : Tim Peneliti,2018

5.1.2. Data Lingkungan Fisik-Ekonomi-Sosial-Kultural

5.1.2.1. Kajian presedent Budidaya ikan KJA di danau Saguling dan Jatiluhur

Kecenderungan sifat perairan umum masih dianggap sebagai milik bersama (common

(24)

Gambar 5.2 Budidaya ikan KJA di Danau Jatiluhur Sumber: Tim peneliti Lab hidrolika Unpar,2012

5.1.2.2. Budidaya ikan KJA sumber kehidupan dan ekonomi petani ikan lokal2

Pemeliharaan ikan dalam keramba jaring apung (KJA) di perairan umum seperti danau dan waduk merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya perairan yang tersedia. Usaha budidaya ikan tersebut telah memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan ekonomi masyarakat setempat. Beberapa kelebihan budidaya ikan sistem KJA seperti, faktor

pemeliharaan yang relatif mudah dan faktor produksi yang tinggi menyebabkan tingginya minat masyarakat untuk berusaha pada bidang ini. Fenomena ini dapat menyebabkan permasalahan pada lingkungan perairan setempat

Gambar 5.3 Budidaya ikan KJA sebagai sumber ekonomi petani ikan lokal Sumber: Tim peneliti 2018

2

(25)

5.1.2.3. Tercemarnya Lingkungan Air dan Ancaman Fungsi Waduk Saguling-Jatiluhur

Kartmihardja (1998) menyatakan perkembangan KJA yang pesat dan kurang terkendali telah menyebabkan berbagai permasalahan yang mengganggu kelestarian sumberdaya perairan dan usaha perikanan itu sendiri. Permasalahan yang terjadi antara lain seperti dampak pemberian pakan berlebih, jumlah keramba yang melebihi daya dukung perairan, penurunan kualitas air serta pada akhirnya menyebabkan kematian ikan yang dipelihara dalam keramba. Pemanfaatan perairan danau sebagai tempat pemeliharaan ikan dalam KJA merupakan salah satu bentuk pemanfaatan perairan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, perkembangan yang tidak terkendali telah menimbulkan dampak negatif bagi kegiatan budidaya itu sendiri, yaitu terjadinya kematian massal ikan pada sistem KJA, sebagai akibat dari meningkatnya akumulasi bahan organik baik pada dasar perairan maupun pada kolom air. Pemberian nutrien pakan ikan pada budidaya KJA secara berlebihan menjadi salah satu

sumber pencemar air yang dapat menyebabkan air mengalami kondisi eutrofikasi dan akhirnya berdampak pada kematian ekosistem akuatik. Sebagaimana yang dialami pada sejumlah waduk besar yaitu Bendungan Karang Kates, Bendungan Cirata, Bendungan Saguling,dan Bendungan Jatiluhur, terjadi pencemaran yang mengganggu kualitas lingkungan air. Untuk itu perlu dipikirkan suatu bentuk pengelolaan KJA yang sesuai dengan daya dukung lingkungan perairan dan danau dengan mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan tata ruang dan social ekonomi masyarakat setempat.

Gambar 5.4 Ratusan ton ikan budidaya KJA mati keracunan gas metan Sumber: Penelitian Lab Hidrolika Unpar Dan ,2012

(26)

Namun demikian hal ini tentunya akan berdampak serius jika dihilangkan begitu saja. Studi penelitian ini dimaksudkan untuk merancang KJA berbasis ekoteknologi menggunakan mikrobakteri untuk menetralisir dampak limbah akibat KJA, temuan penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para petani untuk mengembangkan budidaya ikan tanpa mencemari badan air lingkungan air danau, sungai maupun laut.

Gambar 5.5 Kesadaran Masyarakat Terhadap Bencana Non Alam

Sumber: Penelitian , 2012

Gambar 5.6 Kesadaran Pemerintah Setempat Terhadap Bencana Non Alam

Sumber: Penelitian , 2012

5.1.3. Analisis Lingkungan Danau dan Masyarakatnya

Danau Ir.H.Djuanda Jatiluhur seluas : 8.300.ha dengan isi waduk sebanyak 3 milyar m3, tinggi muka air (TMA) normal 107 m dan TMA maksimum + 115,5 m, yang bersifat multiguna (multi purpose), dan bermanfaat untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, antara lain: prasarana irigasi; pengendali banjir; energi listrik PLTA,penyedia air baku industri (Pabrik), air mnum (PDAM), pariwisata (kebersihan dan keindahan), pertanian perikanan. Keberadaan KJA memanfaatkan potensi SDA Danau Jatiluhur; memberdayakan SDM Masyarakat setempat yang terkena dampak proyek pembangunan Jatiluhur (Sosial, Ekonomi, Lapangan kerja); mensejahterakan masyarakat; teknologi budidaya ikan KJA mulai diuji cobakan pada tahun 1974 dan mulai diusahakan pada tahun 1988. Populasi KJA petani / pengusaha bervariasi dari pribumi (lokal), pribumi Purwakarta, pendatang, investor (yang di lokasi hanya pekerja). Dari pendataan dapat dicatat:

1. Pada umumnya mereka mentaati peraturan. Namun beberapa kendala yang

mempengaruhi tertib / tidak tertib administrasi :

o Kondisi musim yang mengakibatkan kematian ikan masal;

o Daya dukung perairan mengalami perubahan;

o Harga pakan tinggi, harga jual ikan fluktuatif.

(27)

o Kondisi baik/ rusak;

o Kondisi tanam/ kosong;

o Kondisi tertib administrasi & aturan/ tidak tertib.

`

Gambar 5.7. Peta lokasi KJA pada waduk Saguling Sumber Penelitian ,2012

Gambar 5.8. Lokasi KJA pada waduk Saguling Sumber Penelitian ,2012

Pengaruh dan dampak dari adanya KJA:

1. Keberadaan KJA memberikan dampak Positif

 Peningkatan produksi ikan;

 Sosial, ekonomi;

 Lapangan kerja;

 Kesejahteraan masayarakat;

 Pendapatan PAD;

2. Keberadaan KJA menimbulkan dampak permasalahan lingkungan:

 Mengganggu pelestarian SDA di waduk;

 Rusaknya kualitas air wduk/danau Jatiluhur yang dapat merugikan petani KJA sendiri

( kematian ikan masal)

3. Permasalahan akibat KJA:

 Bertambahnya populasi KJA (luar zonase)

 Peruntukan rumah jaga menjadi tempat pemukiman (kampung air)

 Pencemaran lingkungan perairan air danau Jatiluhur (kotor dan bau)

 Adanya kandungan logam berat Pb pada ikan dan lumpur yang dapat merusak

kesehatan dan mengakibatkan dampak pelapukan beton korosi metal terhadap peralatan PLTA sehingga mudah rusak, kropos (berdasarkan analisa hasil study KJA tahun 2006 dan 2007);

(28)

 Menurunnya produksi ikan para petani KJA;

4. Faktor yang mengakibatkan pencemaran perairan akibat kegiatan KJA:

 Limbah pakan ikan;

 Sampah domestik dari rumah tangga petani KJA;

 Limbah ekoli ( dari buang air besar /Tinja ) para pemukim / penjaga para petani KJA;

 Sampah KJA ( drum,bambu bekas dan bangkai ikan).

5.1.3.1. Analisis Adaptasi Kultural masyarakat petani ikan keramba jala apung

Sistem KJA berlapis ini telah diterapkan di waduk Cirata, waduk Saguling dan waduk Jatiluhur; salah satunya adalah bentuk pengelolaan KJA berlapis dengan melakukan pemeliharaan bersama antara ikan mas dan nila. Sistim keramba tersebut sebagai sistem pemeliharaan ikan dalam keramba yang ramah lingkungan, dapat meningkatkan efisiensi pemberian pakan, dan lebih jauh dapat mengurangi dampak dari pemberian pelet yang berlebih. (Pratiwi, et al. 1998).

Gambar 5.11 Konsep KJA Sumber : pribadi,2018

Gambar 5.12 Konsep KJA Sumber: Bumi Sinar Laut, 2017

5.1.3.2. Analisis Resiliensi Tata Lingkungan Air

(29)

keramba jaring apung di Waduk Saguling. Selain itu juga mengetahui kisaran nilai dari parameter suhu, pH, alkalinitas, dan oksigen terlarut pada bulan Juni dan Juli.

Upaya-upaya untuk mengurangi limbah organik dari aktivitas KJA, baik dari feses maupun dari sisa pakan, adalah sangat penting untuk meminimumkan akumulasi organik yang tinggi di dasar perairan. Proses penumpukan bahan organik di dasar perairan memungkinkan terbentuknya lapisan anaerobik yang makin besar yang diikuti oleh terbentuknya senyawaan

beracun seperti H2S dan NH3.

Menurut UNESCO, keberlangsungan lingkungan bagi masa depan untuk generasi mendatang, perlu memperhatikan keberlangsungan resiliensi tata lingkungan air yang di

tunjukan oleh terbangunnyasinergitas Geo-Bio-Cultural Diversity.

Tabel 5.1 Alternatif Penanganan Keramba Jaring Apung (KJA)

Sumber: BP. Toba Kaldera, Wilayah Samosir, 2017

5.1.3.3.Analisis Kualitas Lingkungan Air

Berdasarkan hasil penelitian Lukman dan Hidayat (2002) di waduk Cirata, yang merupakan waduk yang sangat ekstensif digunakan sebagai lahan pengembangan KJA, Pengukuran kualitas air dilakukan secara intensif pada kegiatan introduksi tahap kedua. kadar oksigen pada kedalaman 15 meter berkisar antara 1,2 – 1,8 mg.l-1. Sedangkan kadar bahan organik

(30)

untuk kehidupan ikan. Namun demikian ada kecenderungan kenaikan pH sampai di atas

ambang untuk perikanan (>9), sementara untuk kehidupan ikan antara 7,02—8,02 (Alabaster

dan Lloyd,1982).

Gambar 5.9. Penelitian kualitas air pada waduk Saguling Sumber Penelitian ,2012

Hal ini diduga ada kaitannya dengan masuknya air dari sungai-sungai kecil dari arah gunung ke danau akibat curah hujan yang meningkat di bulan Desember. Air yang berasal dari gunung ini membawa berbagai material ataupun partikel yang bersifat basa ke dalam danau. Kandungan bahan organik total (TOM) juga meningkat tajam, dari rata-rata kisaran 2,25 mg. l-1 pada bulan September meningkat menjadi 22,71 mg.l-1 pada bulan November dan turun menjadi 4,63 mg. l-1 pada bulan Desember. Kisaran organik pada kolom air di danau Maninjau, hampir menyamai kadar organik pada kolom air di waduk Cirata yang berkisar

antara 13,9 – 22,7 mg.l-1 (Lukman dan Hidayat, 2002). Parameter lainnya seperti kandungan

(31)

5.1.3.4.Analisis Bio Lingkungan Air

Pada penelitian presedent3 digunakan KJA berlapis/tumpangsari. KJA berukuran 5 x 5 x 3 m

untuk jaring lapis dalam (dua buah jaring) dan ukuran 12,5 x 6 x 5 m untuk jaring lapis luar (satu buah jaring) (Gambar 5.13). Ukuran KJA 5 x 5 x 3 m ini merupakan ukuran umum yang

banyak digunakan oleh para pembudidaya ikan KJA di Danau Maninjau.Penelitian dilakukan

dalam dua tahapan.

Tahap pertama: ditebarkan benih ikan mas sebanyak 200 kg (dalam dua jaring) pada jaring lapis dalam dan benih nila pada jaring lapis luar sebanyak 50 kg. Benih ikan mas dan nila yang ditebar 20 ekor berukuran kg.-1

Tahap kedua dilakukan dengan dua periode pemeliharaan. Pada periode pertama ditebar

benih ikan mas sebanyak 250 kg dan pada periode ke dua adalah 240 kg, masing-masing dalam dua jaring, sedangkan benih nila yang ditebarkan pada jaring lapis luar sebanyak 150

kg. Ukuran benih ikan mas yang ditebar 20 ekor.kg-1 dan benih ikan nila 50 ekor.kg-1. Ukuran benih ikan mas dan jumlah yang ditebar merupakan ukuran dan jumlah yang banyak diterapkan oleh pembudidaya ikan jaring apung di Danau Maninjau. Pemberian pakan hanya untuk ikan mas pada jaring lapis dalam, sedangkan untuk ikan nila tidak diberikan pakan. Pakan diberikan sebanyak 4-5 kali per hari dengan teknik ad libitum (pemberian pakan sesuai dengan kebutuhan). Pakan yang digunakan merupakan pakan komersil, dengan kadar protein

26 – 28%, yaitu berupa pelet tenggelam.

Masa pemeliharaan ikan untuk tahap pertama, periode I dan periode II untuk tahap kedua, masing-masing + 3 bulan. Pada tahap pertama, karena benih ikan mas dan benih ikan nila berukuran sama, maka panen kedua jenis ikan bersamaan. Sedangkan pada tahap kedua, periode panen ikan nila dua kali periode panen ikan mas, karena benih benih nila yang ditebar lebih kecil dari benih ikan mas. Perhitungan-perhitungan konversi pakan (FCR; Food Convertion Ratio) dari pemeliharaan ikan adalah sebagai berikut:

FCR ikan = Hasil panen – Jumlah benih yang ditebar x 100% Total pakan yang diberikan

FCR total = Hasil panen total (mas+nila)–Jumlah benih total (mas+nila) x100% Total pakan yang diberikan

Tambahan produksi = FCR total – FCR ikan mas

Gambar 5.10 Rumus Konversi Pakan Sumber Peneliti, 2012

3

(32)

Parameter penelitian kualitas air yang diukur sebagai penunjang meliputi meliputi pengukuran kandungan oksigen terlarut (DO), suhu air, pH, konduktifitas, kecerahan, ammonia (NH4-N) dan nitrit (N02-N). Analisa kualitas air dilakukan di Laboratorium Hidrokimia Pusat Penelitian Limnologi LIPI. Introduksi KJA berlapis yang dilakukan pada tahap pertama merupakan kegiatan pendahuluan di Danau Maninjau, dicobanya KJA berlapis oleh pembudidaya ikan (Nasirwan 2002).

Hasil yang diperoleh dari tahap awal ini adalah, keramba berlapis yang dicoba tidak mengalami masalah kerusakan jaring. Jaring apung lapis kedua menghasilkan ikan nila 150 kg, atau 14,56% dari produksi ikan mas (1.030 kg). Nilai FCR untuk ikan mas sendiri adalah 1,87, sedangkan untuk hasil total ikan (ikan mas dan ikan nila) yaitu 1,67. Hasil produksi ikan pada tahap dua, tidak jauh berbeda antara periode pertama dan kedua yaitu pada kisaran

1300 kg (1,3 ton) ikan mas, dengan FCR antara 1,95 – 2,19 (Gambar5.10).

Pada kegiatan KJA di Waduk Cirata,Jawa Barat nilai FCR berada pada kisaran 1,25 – 1,93 dengan rata-rata FCR 1,51 (Garno dan Adibroto, 1999). Sedangkan pada penelitian ini, dari dua tahap kegiatan, angka FCR memiliki nilai yang tinggi, yang menunjukkan pemberian pakan kurang efisien. Mengingat pemberian pakan dilakukan dengan teknik ad libitum, ada dugaan bahwa pakan ikan yang diberikan memiliki kualitas yang rendah.

Pada periode pertama ikan nila belum bisa dipanen mengingat ukurannya belum memenuhi ukuran pasar (4 - 5 ekor.kg-1). Ikan nila baru dapat dipanen pada akhir pemeliharaan kedua, yaitu sebesar 350 kg (Tabel 5.2).

Tabel 5.2. Hasil introduksi keramba jaring apung berlapis di Danau Maninjau

Hasil Introduksi Tahap I Tahap II

Periode I Periode II

Tebar ikan mas (kg) Berat rataan individu (gr) Tebar ikan nila (kg) Berat rataan individu (gr Hasil panen ikan mas (kg) Hasil panen ikan nila (kg) Masa pemeliharaan (bulan) Jumlah pakan total (kg) FCR ikan mas

FCR total (ikan mas + nila) Tambahan Produksi Nila

200

(33)

terdapat penambahan produksi nila sebesar 4,31%, dengan FCR produksi total sebesar 2,00. Mengingat selama pemeliharaan ikan nila pada jaring luar tidak diberi pakan, maka tambahan produksi dari ikan nila hanya tergantung dari sisa pakan yang diberikan pada ikan mas di

jaring lapis dalam. Penelitian Pratiwi, et al (1998) dengan menggunakan KJA ganda ukuran

kecil (1 x 1 x 1,3 m3 untuk jaring lapis dalam dan 1,5 x 1,5 x 1,8 m3 untuk jaring lapis luar ) mendapatkan tambahan produksi dari ikan nila sebesar 32,24% (49,48% - 17,24%). Adanya

perbedaan hasil konversi pakan untuk produksi ikan nila yang sangat beragam ini dapat disebabkan dari beberapa faktor yang berpengaruh seperti ukuran, jumlah, kualitas benih yang ditebar, teknik pemberian pakan dan ukuran keramba serta faktor lingkungan seperti kondisi kualitas air dan tingkat kesuburan perairan. Namun demikian dapat disimpulkan bahwa ikan nila yang dipelihara dalam jaring lapis luar dan hanya mengandalkan makanan dari sisa-sisa pakan ikan yang dipelihara dalam jaring lapis dalam, terbukti mampu memanfaatkan pakan sisa tersebut untuk proses pertumbuhannya.

Dengan demikian upaya untuk mengurangi sisa pakan yang tidak termanfaatkan oleh ikan mas dapat ditanggulangi dengan menerapkan sistim keramba jaring apung berlapis. Dengan sistim ini diharapkan beban limbah organik yang masuk ke perairan danau dapat dikurangi. Upaya-upaya untuk mengurangi limbah organik dari aktivitas KJA, baik dari feses maupun dari sisa pakan, adalah sangat penting untuk meminimumkan akumulasi organik yang tinggi di dasar perairan. Proses penumpukan bahan organik di dasar perairan memungkinkan terbentuknya lapisan anaerobik yang makin besar yang diikuti oleh terbentuknya senyawaan beracun seperti H2S dan NH3. Berdasarkan hasil penelitian Lukman dan Hidayat (2002) di waduk Cirata, yang merupakan waduk yang sangat ekstensif digunakan sebagai lahan

pengembangan KJA, kadar oksigen.pada kedalaman 15 meter berkisar antara 1,2– 1,8

mg.l-1. Sedangkan kadar bahan organik yang terakumulasi pada sedimen antara 15,2 -18,9% berat kering sedimen.

5.1.4.Problem Statement

Lingkungan air tercemar akibat feses maupun dari sisa pakan limbah pakan ikan yang bertimbun di dasar danau yang membusuk, pada periode tertentu gas metan meracun air

danau yang mematikan biodiversity di danau termasuk ikan keramba apung. Pencemaran

lingkungan ini menjadi hal serius, yang perlu segera ditanggulangi oleh Pemerintah Daerah

setempat. Dengan lingkungan air tercemar haruskah budidaya ikan lokal di danau dilarang?.

(34)

keberlanjutan local-diversity bagi lingkungan air perlu diketahui persyaratan standar

lingkungan Unesco-Global-Network; sertamodel inovasi teknologi Bio-Keramba yang ramah

tata lingkungan air dan memenuhi persyaratan tersebut secara berkelanjutan.

5.2. TAHAP KONSEPTUALISASI

Perlunya kerjasama Triple Helix Pemerintah-Masyarakat-Akademisi untuk menanggulangi

pencemaran lingkungan air, guna memberi pemahaman tentang sisi negatif dari hasil kegiatan keramba tradisional akibat pencemaran danau akibat tidak berimbangnya nutrien pakan ke lingkungan danau. Perlu memperkenalkan alternatif pemecahan masalah tersebut melalui pengembangan bio-keramba tumpangsari / berlapis. Salah satu gagasan penelitian ini

mengusulkan naskah akademik berupa konsep model bio-keramba jaring apung yang

ramah lingkungan berbasis Geo-Bio-Cultural-Deversity lokal yang dari adaptasi dan resilensi lingkungan perairan danau dalam budidaya ikan masyarakat lokal, sebagai berikut:

5.2.1. Perumusan Kriteria Budidaya Keramba Jaring Apung

5.2.1.1. Resiliensi Tata Ruang lingkungan Air

(35)

haruslah terjaga, baik kualitas air bakunya untuk menjaga keseimbangan kandungan oksigen dalam air. Terpelihara ruang kehidupan biota air di lingkungan air tersebut. Tidak mengganggu kecukupan air operasional dari fungsi waduk atau danau, bagi pembangkit listrik tenaga air, kebutuhan irigasi, kualitas air baku.

5.2.1.2. Eco-Teknologi Bio Bakteria Organik

Upaya restorasi dengan memanfaatkan teknologi bakteri organik ini telah meraih kesuksesan. Selain menghasilkan kondisi air yang jernih, pada akhir masa restorasi air sungai teridentifikasi memenuhi kriteria kualitas air yang disyaratkan, terutama oksigen terlarut atau

dikenal sebagai Dissolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical

Oxygen Demand (COD). Pereseden penelitian terhadap mikroba starter dan bakteri antagonis dapat menjelaskan hasilnya meliputi karakter dan manfaatnya sebagai berikut:

Mikroba starter.adalah inokulum yang ditambahkan pada suatu substrat sehingga substrat tersebut akan berubah atau mengalami fermentasi. Starter merupakan media berisi mikroba tertentu dan digunakan untuk memacu tumbuhnya mikroba yang diharapkan. Starter dapat dibuat dengan mengendalikan lingkungan hidup mikroba sehingga mikroba yang diharapkan

tetap hidup dan mikroba lain tidak dapat tumbuh dan berkembang. Secara sederhana/ proses

biokimia fermentasi dapat dijelaskan bahwa hasil fermentasi diperoleh sebagai akibat metabolisme mikroba pada suatu bahan pangan dalam keadaan anaerob. Mikroba yang melakukan fermentasi membutuhkan energi yang umumnya diperoleh dari glukosa. Dalam keadaan aerob/ mikroba mengubah glukosa menjadi air/ CO2 dan energi (ATP); yang digunakan untuk kegiatan pertumbuhan. Beberapa mikroba hanya dapat melangsungkan metabolisme dalam keadaan anaerob dan hasilnya adalah substrat setengah terurai. (Muchtadi /2010). Bakteri antagonis adalah bakteri yang memiliki sifat berlawanan menghambat dan membunuh; dikernakan bakteri pembusukan dan patogen atau yang tidak diharapkan Keuntungan menggunakan mikroba antagonis;

 Aman bagi manusia dan lingkungan;

 Dapat mencegah timbulnya bakteri yang merugikan karena lawan dari bakteri yang

merugikan;

 Produksi yang dihasilkan bebas residu;

 Menghilangkan ketergantungan bahan sintesis

(36)

Kegagalan pengendalian lingkungan dapat menyebabkan populasi mikroba yang diharapkan

menjadi menurun atau aktifitasnya menurun.Wujud starter beragam/ tergantung dari mikroba

yang dikandungnya. Mikroba yang terkandung di dalam starter sudah non aktif immobile.

Dalam keadaan non aktif/ kebutuhan mikroba terhadap energi relatif rendah.

Meskipun sejumlah ilustrasi di atas ini menggambarkan keberhasilan dari aplikasi teknologi bakteri dalam upaya baik peningkatan kinerja instalasi pengolahan limbah maupun restorasi

badan air tercemar, namun praktis di dalam penerapannya metode ini memerlukan pengkondisian tertentu. Khususnya sungai, mengingat bakteri yang diinjeksikan akan ikut bersama aliran sungai, sangat dimungkinkan alur sungai perlu dimodifikasi untuk mengendalikan kecepatan aliran dan menghindari terbilasnya bakteri secara percuma. Selain itu, kinerja bakteri itu sendiri pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti konsentrasi oksigen terlarut, jumlah kandungan nutrien, suhu udara, kandungan unsur limbah yang bersifat toxic, dan sebagainya. Sedangkan pada waduk atau danau, dimana secara umum

air berada pada kondisi statis, upaya aerasi dan mixing menjadi sangat penting dalam proses

restorasi. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah kedalaman danau/waduk yang membagi kondisi air di danau atau waduk menjadi beberapa lapis sistem.

5.2.1.3. Bio Keramba Apung

Keramba jaring apung tumpangsari / berlapis digunakan terdiri dari dua buah jaring dalam dan satu buah jaring luar. Biasanya ikan mas dipelihara pada jaring dalam dan ikan nila pada jaring luar, sementara pemberian pakan hanya diberikan pada ikan mas. Hasil penelitian4 di Danau Maninjau Sumatera Barat, intoduksi

kegiatan budidaya ikan sistem KJA

tumpangsari/ berlapis menunjukan dapat

mengurangi beban limbah sisa pakan pada lingkungan danau.

Gambar. 5.13 KJA tumpangsari/ berlapis di danau Maninjau, SumateraBarat

Sumber: Triyanto, Lukman, Ami A. Meutia,2015

(37)

5.2.2. Konsep Desain Pra model Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA)

Konsep desain pra-model Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA)

dirumuskan dengan memperhatikan, pertama aspek ekonomi yang berupaya meningkatkan

produktifitas petani budidaya ikan secara effektif dan effisien; kedua aspek tata ruang

lingkungan air yang berkelanjutan (sustainaquality) mengem-bangkan desain arsitektur dinamik dan menerapkan eko-teknologi berdasarkan prinsip daur ulang menggunakan mickrobakteri

(Eko-Teknologi) tentu yang tidak dapat dilepaskan dari aspek ketiga

paradigm sosial, yang ramah lingkungan dan perlu diedukasikan pentingnya (resilience) pada proses adaptasi tekno kultural untuk upaya memelihara kebiasaan lokal atau budaya yang baik dalam

masyarakat petani ikan dan masyarakat lingkungan air.

Gambar 5.14 Konsep Triple Helix BKARTLA Sumber: Tim Peneliti, 2018

5.2.2.1Konsep Pra model Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA)

Gambar 5.15 Prinsip kerja BioKeramba Apung Sumber: Tim Peneliti 2018

1. Tipe BKARTLA

` Gambar 5.16 Bio Keramba BKARTLA Sumber: tim peneliti, 2018

Gambar 5.17. Model Bioseptik penetralisir sisia Pakan ikan Sumber: Produsen Biosong,2018

Tata Lingkungan

Air Danau Toba Tercemar

Tata Lingkungan

Air Danau Toba Bersih

Alami KJA

Pakan ikan

Sedimentasi +

air Keruh

BIO-KARAMBA(BKARTLA) Pakan ikan

KJA Bio Septic

Microbakteri Organik

(38)

2. Pola Perpetakan BKARTLA

Gambar 5.18 Penempatan rumah jaga dan petak kja sesuai kondisi yang ada di lapangan Sumber: Penelitian, 2012

Gambar 5.19 Penempatan tata letak rumah jaga / gudang dan petak KJA Sesuai SK BUPATI PWK Nomor . 523.32/Kep,234-Diskan/2000Tgl.7 September 2000

Sumber: Penelitian, 2012

3. Sistem BKARTLA

Secara keseluruhan fisik BKARTLA terbangun menggunakan sistem rakitan / knockdown untuk sejumlah komponen pembentuknya. Komponen pembentuk BKARTLA terdiri dari 4 bagian komponen yaitu 1).komponen pembentuk keramba lapis dalam; 2). komponen

(39)

menetralisir sisa limbah menjadi zerowaste yang tidak membahayakan lingkungan. Mikrobackteri di ganti sesuai per umur produktifnya.

5.2.2.2Komponen dan Perakitan Pramodel Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA)

1. Komponen Pra model Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA)

Komponen Pra model BKARTLA terdiri dari

- Komponen kerangka keramba yang terbuat dari bamboo atau pipa PVC - Komponen pengapung

- Komponen jaring apung atau jaring apung tumpang sari

Gambar.5.20 Keramba tumpang sari/ Berlapis dan kantung penangkap limbah pakan ikan. Sumber Triyanto, Lukman, Ami A. Meutia,2015+ tim peneliti 2018

-Komponen kantung bawah penangkap limbah sisa pakan ikan;

-Komponen pipa penyalur limbah

pakan;

- Komponen bioseptik pengurai limbah pakan ikan;

- Komponen rantai dan jangkar Gambar 5.21 Model Bioseptik penetralisir sisia Pakan ikan

(40)

2. Perakitan Pra model Bio-Keramba Ramah Tata Lingkungan Air (BKARTLA) Perakitan komponen Pra-model BKARTLA mulai dengan:

- mempersiapkan lokasi;

- mempersiapkan semua komponen BKARTLA; - memasang komponen kerangka BKARLA; - memasang komponen pengapung;

- memasang komponen jaring apung atau jaring apung tumpang sari; - memasang komponen kantung bawah penangkap limbah sisa pakan ikan; - memasang komponen pipa penyalur limbah pakan;

Gambar

Gambar 1.3 Konsep Penelitian Rekayasa EcoTeknologi Bio-Keramba Danau
Gambar 3.1 Keramba Jaring Apung Kotak
Gambar 2.2 Gambar 2.3
Tabel. 2.2. Ragam Bentuk Keramba Jaring Apung
+7

Referensi

Dokumen terkait

(2) Terhadap terpidana mati yang belum mengajukan permohonan grasi berdasarkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi, jangka waktu 1 (satu) tahun

Pengurus Komisi Beasiswa mengucapkan terimakasih kepada seluruh jemaat/Donatur HKBP Kebayoran Baru yang telah bersama-sama mengumpulkan dana memperjuangkan bantuan

Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui besar beban organik dari air limbah yang masuk ke dalam Boezem Morokrembangan bagian selatan yang akan mengalami proses

Secara umum jumlah kandungan fenol (termasuk flavonoid) yang dominan, akan menunjukkan adanya aktifitas dari senyawa fitokimia yang berfungsi menghancurkan mikroba terutama

Mengingat pada tahun 2011 BCA membukukan cadangan sejumlah Rp 597 miliar (di luar pemulihan cadangan kerugian penurunan nilai atas aset non produktif dan estimasi kerugian

Simulasi pengaruh sifat reologi susu kental manis terhadap daya pompa yang dibutuhkan dalam suatu sisitim transfor bahan pangan cair dapat dilakukan dengan adanya data-data

Kegiatan menggunting pada hakikatnya adalah aktivitas untuk mengembangkan motorik halus pada diri individu, perubahan motorik halus berkembang karena adanya

Perbuatan yang dikriminalisasi dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE merupakan bentuk penanggulangan tindak pidana penipuan online yaitu untuk mengatur perbuatan yang