• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI PEREMPUAN DALAM LIRIK LAGU DANGDUT (Analisis Wacana Kritis terhadap Lirik Lagu Dangdut yang Diciptakan oleh

Laki-Laki)

Laras Shinta Amelia

Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Brawijaya

Abstract

In Indonesia, dangdut music is also present to provide entertainment to the public. However, the lyrics also contain a hidden message to marginalize the position of women. This leads to the question’s research that is how the hidden meaning behind the lyrics ofthe songthatwas created by men in relation with therepresentationof women who want to be appeared. This research uses Sara Mills’s critical discourse analysis. This research’s focus is the use of language (connection with ideology) was selected to be displayed in the text and also see the dominant discourse intertextuality.

Through the analysis on 5 dangdut songs (Jamu Gendong, Simpanan, Darling,

Coblos Hatiku, and Digoyang Akang) included in the research criteria (created by man,

describe or tell the female figure), the researchers found a trend song that represents women as not good women.

The overall results of research shows that women are still placed at a disadvantage and low. In fact, until now the hegemony of men over women have been pervasive in all aspects of life, including the song lyrics. Men will continue to maintain their dominance by making the discourse about superiority and one of them in the form of song lyrics to create the compliance of a society dominated so that they can maintain their structure has been formed.

Keywords: Representation of Woman, Sara Mills, Dangdut’s Lyric, Male Superiority

Abstrak

Di Indonesia, musik dangdut juga hadir untuk memberikan hiburan kepada masyarakat. Namun, dalam lirik lagu dangdut juga terdapat pesan tersembunyi untuk meminggirkan posisi kaum perempuan. Hal ini mengantarkan pada rumusan masalah yakni ingin membongkar makna apa yang tersembunyi di balik lirik lagu dangdut yang diciptakan oleh laki-laki dalam kaitannya dengan representasi perempuan yang ingin ditampilkan. Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kritis Sara Mills. Fokus penelitian ini adalah penggunaan bahasa (kaitannya dengan ideologi) yang dipilih untuk ditampilkan dalam teks serta melihat wacana dominan pula (intertekstual).

Melalui analisis pada 5 lagu dangdut (Jamu Gendong, Simpanan, Darling,

Coblos Aku, dan Digoyang Akang) yang masuk dalam kriteria penelitian (diciptakan

(2)

Hasil keseluruhan penelitian menunjukkan bahwa perempuan masih ditempatkan pada posisi yang dirugikan dan rendah. Kenyataannya, hingga kini hegemoni laki-laki atas perempuan telah merasuk dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam lirik lagu. Laki-laki pun akan terus mempertahankan dominasinya dengan membuat wacana mengenai superioritasnya dan salah satunya dalam bentuk lirik lagu agar tercipta kepatuhan dari masyarakat yang didominasi sehingga mereka tetap dapat menjaga struktur yang telah dibentuk.

Kata Kunci: Representasi Perempuan, Sara Mills, Lirik Lagu Dangdut, Superioritas Laki-Laki

Pendahuluan

Di Indonesia, musik dangdut juga hadir untuk memberikan hiburan kepada masyarakat. Namun, peneliti melihat bahwa dalam lirik lagu dangdut juga terdapat pesan tersembunyi untuk meminggirkan posisi kaum perempuan. Kecenderungan lirik lagu dangdut yang seringkali meminggirkan posisi perempuan juga tampak dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Anggriana (2012). Dalam hasil penelitian tersebut diketahui bahwa di dalam kehidupan sosial ini terdapat ketimpangan dan ketidaksetaraan gender yang lebih diterima oleh perempuan dan hal ini begitu tergambarkan dalam media, termasuk dalam lirik lagu dangdut. Perempuan masih menjadi pihak yang terpinggirkan dan tereksploitasi dalam budaya patriarki. Hal ini dapat dilihat pada bagaimana perempuan masih menjadi objek kesenangan laki-laki dan menjadi sosok yang lemah yang direpresentasikan dalam lirik lagu dangdut.

Lagu-lagu dangdut yang menggambarkan perempuan sebagai sosok yang terkesan negatif tersebut, mayoritas diciptakan oleh laki-laki. Peneliti telah melakukan penelitian awal terkait seberapa banyak lagu dangdut yang diciptakan laki-laki. Dari sepuluh lagu1 terpopuler tahun 2014, terdapat sepuluh lagu dangdut pula yang diciptakan oleh laki-laki. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dalam sebuah masyarakat, sebuah mitos, sebuah stereotype, sebuah wacana hadir untuk kepentingan suatu golongan yang kemudian golongan tersebut disebut sebagai golongan dominan. Di Indonesia dengan budaya patriarkisnya, kaum laki-laki selalu memiliki keutamaan dibandingkan kaum perempuan. “Patriarkisme adalah suatu pandangan yang menempatkan kaum pria lebih berkuasa dibanding kaum wanita atau kekuasaan pria atas wanita” (Bhasin dalam Bungin, 2008, h.38).

Patriarkisme terbentuk karena adanya kepentingan seluruh dunia untuk menguasai seluruh aset di bawah kendali laki-laki. Di Indonesia juga menganut sistem ini karena adanya kesamaan tujuan yaitu menguasai seluruh aset negara maupun dunia (Sekar, 2008). Masalahnya, kondisi ketimpangan ini telah berlangsung lama di Indonesia dan sudah menjadi common sense karena terus diproduksi dan dipelihara. Jadi, kondisi patriarki di Indonesia adalah bagian dari dominasi laki-laki yang selama ini dipelihara dan terus menerus diturunkan dan termanifestasikan dalam seluruh aspek kehidupan (Herwanto, 2012).

Pemaparan sebelumnya berkaitan erat dengan teori strukturasi dari Giddens, bahwa untuk mempertahankan dominasi yang merupakan cerminan dari ideologi

       1

(3)

patriarki, laki-laki merupakan pihak yang berkuasa untuk melakukan konstruksi wacana yang terus diproduksi dan dipelihara dalam kehidupan sosial dan upaya tersebut disebut dengan strukturasi (Giddens, 2003). Laki-laki sebagai kelompok dominan akan terus mempertahankan dominasinya dengan membuat wacana mengenai superioritasnya, menjaga struktur akan subordinasi perempuan dan salah satunya dalam bentuk lirik lagu.

Pemaparan di atas mengarahkan peneliti untuk fokus melakukan penelitian pada lirik lagu dangdut yang diciptakan laki-laki dengan tujuan melihat bahwa lirik lagu masih digunakan sebagai salah satu upaya untuk memelihara kekuasaan laki-laki dengan membentuk pemikiran masyarakat tentang sosok perempuan. Hal tersebut adalah wujud dari praktik kekuasaan laki-laki karena kekuasaan dan struktur yang telah dibangun tersebut harus selalu dipelihara. Maka dari itu, lirik lagu dangdut yang mayoritas meminggirkan posisi perempuan adalah upaya mempertahankan kekuasaan laki-laki lewat produksi wacana yang ditransfer melalui pengetahuan tersembunyi yaitu lirik lagu.

Pemaparan di atas menjadi landasan peneliti pula untuk membongkar bagaimana perempuan direpresentasikan dalam lirik lagu dangdut. Menurut Barker (2004), pertanyaan besar dalam cultural studies yang berkaitan erat dengan penelitian ini adalah bagaimana dunia ini dikonstruksi dan setelah itu direpresentasikan secara sosial kepada dan oleh kita. Representasi berkaitan dengan bagaimana makna tekstual dibentuk karena keduanya dibentuk, ditampilkan, digunakan dan dipahami oleh masyarakat dalam konteks sosial tertentu.

Metode analisis wacana kritis Sara Mills dianggap tepat untuk menganalisis dan melihat bagaimana posisi aktor dalam teks lirik lagu dangdut sehingga akan tampak siapa pihak yang menjadi subjek (pencerita) dan yang menjadi objek (diceritakan) (Mills, 2007). Mills menempatkan representasi sebagai bagian penting dari analisis wacananya dan titik perhatiannya yaitu pada wacana feminisme, bagaimana perempuan ditampilkan dalam teks (Eriyanto, 2006). Karena itu, Mills disebut menggunakan perpekstif feminis. Titik perhatian dari perspektif wacana feminis adalah menunjukkan bagaimana teks (lirik lagu dangdut) yang masih keliru atau tidak lengkap dalam merepresentasikan sosok perempuan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lirik lagu dangdut yang diciptakan laki-laki dari hit list (tangga lagu terpopuler) lagu dangdut yang dikompilasi oleh radio Kota Fm pada bulan Agustus 2014. Alasan peneliti memilih radio ini yaitu, pertama, Kota FM 88,1 Mhz merupakan satu-satunya stasiun radio dangdut yang memposisikan diri sebagai radio dangdut yang berpusat di Surabaya. Kedua, top hit listnya selalu diperbarui tiap minggunya bahkan dijadikan program khusus pula. Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian, kriteria yang menjadi top hit list (20 teratas) dalam radio ini yaitu umum diputar pula pada radio lain, banyak di request untuk diputar oleh pendengar, dinilai dari sisi kualitas musiknya pula yang bagus, dan juga mempertimbangkan hit list radio lainnya. Ketiga, karena mempertimbangkan hit list radio lain di daerah Surabaya dan beberapa radio lain di Jawa Timur, maka menjadikan patokan bahwa lagu-lagu tersebut juga didengar oleh masyarakat khususnya daerah Jawa Timur. Keempat, pemancar jangkaun radio yang luas yaitu Surabaya dan sekitarnya, dapat di streaming (radio online) pula.

(4)

yang ada di lapangan akan mengarahkan peneliti untuk menemukan beberapa lirik lagu yang sesuai dengan kriteria penelitian.

Dengan populernya musik dangut di Jawa Timur2 dan dipilihnya lagu yang menjadi hit list, maka lirik lagu yang ada di dalamnya memiliki peluang untuk dapat mengkonstruksi realitas mengenai sosok perempuan dalam pikiran penggemar ataupun pendengarnya melalui pesan yang disampaikan dalam lirik lagunya. Apalagi didukung dengan musik dangdut yang enak didengar, bisa untuk berjoget turut memainkan emosi dalam rangkaian liriknya serta penyanyi dalam membawakan lagu-lagunya seakan betul-betul mengalami kisah dalam lagu yang dibawakannya (Riyanto, 1992, h.1).

Pemaparan di atas pada akhirnya akan membuat pendengar dangdut lebih mudah menerima pesan yang ada dalam lirik lagu tersebut, khususnya bagi pendengar perempuan, tanpa proses penyaringan karena sifat lagu dangdut yang menghibur hingga menjadikan pesan-pesan yang dibawa pada lagu tersebut menjadi sebuah hal yang biasa. Dengan kata lain, hegemoni yang dilakukan kelompok penguasa pada akhirnya dapat diterima kelompok yang didominasi dengan cara yang wajar dan seolah menjadi

common sense. Kelompok yang didominasi pada dasarnya telah dijajah pemikirannya

namun mereka tidak merasa dijajah (Gramsci dalam Eriyanto, 2006).

Seluruh pemaparan yang telah dijelaskan mendasari peneliti untuk meneliti bagaimana makna yang tersembunyi di balik lirik lagu dangdut yang diciptakan oleh laki-laki dalam kaitannya dengan representasi perempuan yang ingin ditampilkan.

Tinjauan Pustaka

Konstruksi Realitas Perempuan dalam Budaya Patriarki

Realitas tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi terdapat sebuah pertarungan dari kelompok tertentu yang berusaha memperebutkan makna (Eriyanto, 2006). Sesuai dengan pemikiran Foucalt pula bahwa realitas sosial merupakan arena diskusif (aturan makna) yang diperebutkan oleh berbagai kelompok sosial. “Diskursif adalah praktek sosial dan kekuasaan yang berkaitan dengan produksi pengetahuan lewat konstruksi makna” (Barker, 2000, h.81). Pertarungan dalam memperebutkan makna terjadi ketika sebuah kelompok sosial maupun individu menguasai suatu diskursif sehingga mereka dapat menguasai pemikiran masyarakat kepada aturan makna yang mengarahkan kepada kepentingan kelompok mereka. Akhirnya, muncul kebenaran umum atau

universal truth yang dipercayai masyarakat karena aturan makna telah dibentuk oleh

pihak yang memiliki kuasa (Giddens, 2003).

Salah satu hasil dari konstruksi sosial yaitu gender. Gender adalah konstruksi dan tatanan sosial mengenai berbagai perbedaan antara jenis kelamin yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki atau suatu sifat yang telah ditetapkan secara sosial maupun budaya (Eviota, 1992, h.7). Konstruksi realitas perempuan juga terbentuk dari ideologi patriarki yang dianut oleh Indonesia. Menurut Capra (1998, h.16), “Budaya atau sistem patriarki adalah budaya yang didasarkan atas sistem filsafat, sosial dan politik dimana ‘pria’ - dengan kekuatan, tekanan langsung atau melalui ritual, tradisi, hukum dan bahasa, adat kebiasaan, etiket, pembagian kerja - menentukan peran       

2

(5)

apa yang boleh dan tidak boleh dimainkan oleh perempuan dan perempuan dianggap lebih rendah daripada pria”. Pendapat tersebut juga dipertegas oleh Beauvoir (dalam Lie, 2005), “Dalam budaya patriarki, perempuan diposisikan sebagai individu nomor dua dan laki-laki ditempatkan sebagai individu nomor satu. Perempuan hadir untuk mengabdi kepada laki-laki. Perempuan tidak memiliki kekuatan tanpa laki-laki karena jika dia menjauh dari laki-laki, maka eksistensinya tidak akan bermakna”.

Stereotype Perempuan dalam Masyarakat

Stereotype merupakan praktek representasi yang menggambarkan sesuatu yang

umumnya penuh dengan prasangka negatif dan memiliki sifat subjektif (Eriyanto, 2006, h.128). Fakih memaparkan lebih rinci mengenai stereotype perempuan dalam masyarakat sebagai berikut.

Stereotype merupakan suatu bentuk penindasan ideologi dan kultural, yakni

pemberian label yang memojokkan kaum perempuan sehingga berakibat kepada posisi dan kondisi kaum perempuan. Misalnya saja, perempuan sebagai “ibu rumah tangga” sangat merugikan mereka. Akibatnya jika mereka hendak aktif dalam kegiatan yang dianggapnya sebagai bidang kegiatan laki-laki seperti kegiatan politik, bisnis ataupun di pemerintahan, maka dianggap bertentangan atau tidak sesuai dengan kodrat perempuan (Fakih, 2008, h.156).

Tubuh dan Seksualitas Perempuan

Kebudayaan Indonesia secara keseluruhan membangun citra tubuh dan seksualitas sebagai wacana yang seharusnya sangat personal, yang tidak semestinya dibuka atau dibicarakan di depan umum. Meskipun demikian, wacana seks dan seksualitas selalu dapat melepaskan diri dari kungkungan itu dan menjadi berbagai produk budaya, baik dalam apa yang disebut sebagai kebudayaan tinggi maupun kebudayaan massa atau populer (Priyatna, 2006, h.291). Tubuh perempuan merupakan bagian utama yang selalu menjadi perhatian dalam budaya patriarki. Seperti yang diungkapkan Beauvoir dalam Priyatna berikut.

Perempuan adalah semata-mata objek laki-laki. Tubuh merupakan bagian dari proyek untuk ‘menjadi perempuan’. Perempuan lebih dari bicara tentang tubuhnya saja, melainkan juga mengandung makna bagaimana seseorang dengan tubuh perempuan itu menggunakan, memaknai dan atau melakukan sesuatu melalui tubuhnya serta terus menerus berhubungan dengan dunia melalui tubuhnya dan sebaliknya. Artinya, ada interaksi antara tubuhnya dengan konteks sosisal historis yang berhubungan dengannya (Beauvoir dalam Priyatna, 2006, h.65).

Representasi dan identitas sebagai bagian dari kebudayaan

(6)

Dalam sebuah representasi yang dikonstruksi bukan hanya makna saja tetapi juga identitas. Menurut Hall (1997, h.51), identitas adalah sebuah produksi yang berlangsung secara terus menerus dan tidak pernah selesai dan bahwa identitas “always

constituted within, not outside, representation”. Oleh sebab itu, identitas memiliki

hubungan yang erat dengan representasi. Representasi melibatkan sistem simbol dalam bentuk bahasa dan citra visual akan menghasilkan makna tertentu.

Representasi Perempuan dalam Teks (Lirik Lagu)

Representasi sendiri merujuk pada seseorang maupun sekelompok orang, gagasan maupun pendapat tertentu ditampilkan dalam teks media. Jadi, persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tertentu ditampilkan dan apakah objek tersebut sudah ditampilkan sebagaimana mestinya, artinya ditampilkan apa adanya atau justru diburukkan (Eriyanto, 2006). Dalam penelitian ini, melihat bagaimana perempuan ditampilkan dalam lirik lagu dan adanya dugaan bahwa perempuan masih ditampilkan negatif. Hal tersebut dapat terlihat dari penggunaan bahasa yang digunakan dalam lirik lagu. Sesuai yang dikatakan Eriyanto (2006, h 116), sesuatu bisa ditampilkan sebagaimana mestinya atau tidak terjadi dengan menggunakan bahasa.

Wacana tentang Perempuan dalam Feminisme

Ketimpangan dan ketidakadilan yang diterima perempuan pada akhirnya harus diperjuangkan demi terciptanya kesamaan hak antaranya dengan laki-laki. Seperti yang diungkapkan Fakih (2008, h.71) berikut, “Gerakan kaum feminis merupakan bentuk perjuangan dalam rangka mengubah sistem dari struktur yang tidak adil menjadi sistem dan struktur yang adil bagi perempuan maupun laki-laki.” Struktur yang tidak adil tersebut terjadi karena pada dasarnya posisi perempuan masih tersubordinasi dibawah laki-laki. Secara keseluruhan, feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari pandangan dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya masih ditindas dan dieksploitasi, sehingga harus ada upaya untuk mengakhirinya (Fakih, 2008, h.71).

Teori Strukturasi dalam Wacana

Laki-laki akan secara aktif memproduksi dan mereproduksi konstruksi dalam sistem sosial yang berlaku di masyarakat. Struktur yang dibentuk oleh agen laki-laki inilah yang membuat laki-laki berkuasa dan perempuan akan selalu hidup dalam realitas yang diciptakan laki-laki (Giddens, 2003). Sehingga kaitannya dengan penelitian ini bahwa wacana superioritas laki-laki akan digunakan sebagai alat untuk terus menjaga struktur yang telah dibangun.

Analisis Wacana Kritis Sara Mills

(7)

Tingkat Yang Ingin Dilihat

Posisi

Subjek-Objek

Bagaimana peristiwa dilihat, dari kacamata siapa peristiwa itu dilihat, siapa yang diposisikan sebagai pencerita (subjek) dan siapa yang menjadi objek yang diceritakan. Apakah masing-masing aktor dan kelompok sosial mempunyai kesempatan untuk menampilkan dirinya sendiri, gagasannya ditampilkan oleh kelompok/orang lain Posisi

Penulis-Pembaca

Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks. Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang ditampilkan. Kepada kelompok manakah pembaca mengidentifikasikan dirinya.

Sumber: Eriyanto, 2006, h.211

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian yang melibatkan peneliti secara aktif untuk mengumpulkan dan menggunakan data-data empiris dengan berbagai cara dan metode (Denzin & Lincoln, 2003, h.4). Penelitian ini menggunakan pendekatan kritis dengan teknik analisis wacana kritis Sara Mills. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah lirik lagu dangdut, dengan kriteria diciptakan oleh laki-laki, menggambarkan atau menceritakan sosok perempuan, dan menjadi Hits List di Kota FM Surabaya pada bulan Agustus 2014.

Unit analisis dalam penelitian ini yaitu penggunaan bahasa yang dipilih untuk ditampilkan dalam lirik lagu dangdut yang diciptakan oleh laki-laki yang terdiri dari kata, kalimat, koherensi antar kalimat yang mencerminkan apa yang diteliti dalam konteks dan wacana tertentu. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data primer (transkrip lirik lagu dangdut) dan data sekunder (filolog atau ahli naskah).

Hasil dan Pembahasan Posisi Subjek-Objek

Biarpun aku janda tapi ku masih bisa Membuat abang tergoda hingga lupa dunia Jangan takut, jangan ragu (Lagu Jamu Gendong)

(8)

Dalam petikan lirik ‘membuat abang tergoda hingga lupa dunia’, semakin memperkuat bahwa perempuan digambarkan sebagai sosok penggoda dan terus menegaskan bahwa fisiknya masih berstamina tinggi untuk memberikan kepuasan jasmaniah. Ardyanti (2014)3 memaparkan.

Petikan membuat abang tergoda hingga lupa dunia menimbulkan arti bahwa perempuan akan memberikan segala yang ia miliki untuk membahagiakan pasangannya. Sedangkan perempuan dalam teks ini mendapat timbal balik berupa kepuasan dalam hubungannya dengan lelaki yang lebih muda.

Aku butuh belaianmu

Aku butuh pelukanmu di setiap waktu Aku butuh ciumanmu

Aku butuh dekapanmu di setiap waktu (Lirik Lagu Simpanan)

Bait di atas, sesungguhnya menggambarkan bahwa tidak ada yang salah jika perempuan menginginkan ‘dipeluk, dicium, dibelai, didekap’. Namun jika dia meminta kepada suami sahnya. Sedangkan dalam lagu ini, aktivitas jasmaniah tersebut ingin didapatkan oleh perempuan yang statusnya masih kekasih, ditambah lagi dengan statusnya sebagai perempuan simpanan, maka posisi perempuan akan semakin dinilai rendah.

Selain itu, melalui penggunaan kata ‘butuh’ yang selalu ditekankan berulang kali dengan diiringi kata penjelas berikutnya yang memiliki makna relasi (sangat dekat hubungannya), yaitu belaian, pelukan, ciuman dan dekapan, perempuan digambarkan sebagai sosok yang direndahkan sehingga akan merugikan perempuan (berkaitan dengan status simpanannya pula). Perempuan seolah digambarkan kesepian sehingga kata ‘butuh’ juga terus ditekankan. Kata butuh dalam KBBI berarti sangat perlu menggunakan sesuatu. Jika dikaitkan dengan konteks lagu ini, maka perempuan seolah digambarkan sangat perlu untuk mendapatkan segala aktivitas jasmaniah tersebut bahkan disetiap waktu. Perempuan dengan statusnya sebagai simpanan digambarkan begitu rendahan. Seakan-akan memang perempuan sangat tinggi hasrat seks serta sangat penggoda dan artinya memang perempuan lah yang menjadi penyebab mengapa laki-laki mudah tergoda untuk memiliki simpanan.

Jangan biarkan cintaku tumbuh jamuran

sekarang juga aku butuh sentuhan (Lirik Lagu Darling)

Sentuhan dalam KBBI berarti hasil menyentuh, singgungan, senggolan. Artinya, terdapat kontak fisik jika dilakukan aktivitas sentuh tersebut. Sehingga perempuan seolah digambarkan rendah dengan hanya membutuhkan sentuhan fisik atau jasmaniah dari kekasihnya. Selanjutnya, perempuan kembali menegaskan bahwa dia juga tidak ingin diacuhkan karena hal tersebut terkait dengan perasaan cintanya. Dia tidak ingin rasa cintanya menjadi jamuran. Jamuran merupakan makna konotatif yang berarti keadaan yang menyebabkan suatu hal menjadi basi atau tidak enak (Ardyanti, 2014). Namun di kalimat selanjutnya seolah menggambarkan perempuan menjadi rendah,

       3

Dini Ardyanti, S.Hum. merupakan ahli naskah atau filolog. Ahli naskah ini membantu untuk memberikan penafsiran terhadap penggunaan bahasa yang digunakan dalam lirik lagu dangdut (berupa

(9)

dibuktikan dengan kalimat ‘butuh sentuhan’. Sentuhan ditegaskan pula oleh Ardyanti (2014), di mana dalam hal ini bermakna konotatif, yaitu sesuatu yang lebih kepada aktivitas fisik.

Selanjutnya, dalam kalimat ‘Sekarang juga aku butuh sentuhan’, kata ‘butuh’ dalam KBBI berarti sangat perlu menggunakan sesuatu. Jika dikaitkan dengan konteks lagu ini, maka sekali lagi, perempuan selalu digambarkan sebagai sosok yang sangat perlu untuk mendapatkan segala aktivitas jasmaniah atau fisik (sentuhan) dan berjanji akan memberikan kepuasan terhadap laki-laki pula. Seperti yang diungkapkan Priyatna (2006, h.80) berikut, “Dalam budaya patriarkal perempuan yaitu sebagai objek, tubuh perempuan ‘dikonsumsi’ sebagai objek pandangan, objek sentuhan, objek seksual, sebagai objek hasrat laki-laki, objek ideologi. Secara umum, perempuan dikonsumsi dan dipersepsi sebagai objek, dan objek dalam arti harfiahnya adalah penerima tindakan atau lakuan”.

Coblos aku, coblos sekuatmu

Coblos sesukamu, coblos semaumu (Lirik Lagu Coblos Hatiku)

Kata ‘coblos’ dalam bait reff memberikan pemaknaan berbeda. Pada awal sudah dipaparkan bahwa coblos tersebut memang merupakan makna yang lain dari makna utama. Namun dalam teks ini juga menimbulkan pengertian yang berbeda ketika perempuan mengatakan ‘coblos aku, coblos sekuatmu’. Dari bait tersebut yang diminta untuk dicoblos yaitu dikenakan kepada ‘aku’. Aku merupakan perempuan. Artinya perempuan ingin ‘dicoblos’ oleh laki-laki tersebut, bahkan dia meminta untuk melakukan aktivitas ‘mencoblos’ dengan sekuat tenaga. Jika dikaji lebih mendalam, maka maknanya lebih mengarah pada hal yang berbau sensualitas karena melibatkan hal fisik atau jasmaniah karena menggunakan pilihan kata ‘sekuat tenaga’.

Digoyang akang, mari digoyang

Goyang kiri, goyang kanan, ikuti irama Ayo tancap yo goyang-goyang joss Ayo tarik yo goyang-goyang joss

Merem melek angguk-anggukkan, mantep mantep akang (Lirik Lagu Digoyang Akang)

Sesuai pula dengan judulnya, kata digoyang akang dan mantep-mantep akang memperjelas untuk siapa lagu ini ditujukan yaitu untuk mengajak bergoyang laki-laki. Selanjutnya kata ajakan juga nampak dari penggunaan kata ‘ayo’. Dalam hal ini, perempuan semakin aktif menjadi subjek yang ‘mengajak’, namun tetap ‘mengajak’ pada aktivitas negatif.

(10)

Selanjutnya, kata ‘tarik’ secara denotatif dalam KBBI berarti menghela (supaya dekat, maju, ke atas, ke luar, dsb). Namun, secara konotatif, artinya kata ‘tarik’ ini merupakan lanjutan dari aktivitas ‘tancap’ sebelumnya, yaitu mengajak laki-laki untuk semakin mendekat kepada perempuan setelah melakukan aktivitas bergoyang dengan sekencang-kencangnya (Ardyanti, 2014). Bahkan, selanjutnya dipertegas lagi dengan penggunaan kata merem melek yang diucapkan perempuan kepada sang laki-laki.

Posisi Penulis-Pembaca

Dalam kaitannya dengan memperhitungkan posi pembbaca, maka peneliti telah melakukan intertekstual4 terhadap beberapa fenomena yang membahas fenomena serupa dengan teks lagu ini, yaitu mengenai sosok janda muda. Didapatkan hasil pencarian kata kunci ‘janda muda’ (Google, 2014) pada google search, sebagai berikut.

Gambar 1: Screen capture kata kunci Janda Muda

Sumber: Google Search

Hasil pencarian kata kunci ‘janda muda’ di atas menunjukkan bahwa gambaran janda muda seolah nampak buruk, dibuktikan dengan hasil penelusuran terbanyak, yaitu menampilkan gambar janda muda yang beberapa tampak sensual (berpakaian mini dengan menunjukkan bagian fisik dada atau paha) dan kisah-kisah serta akun media sosial janda muda yang tampak binal pula. ‘Penelusuran terkait’ seperti yang ditampilkan di atas, juga menampilkan hasil yang merendahkan status janda, terbukti dari kata kunci janda muda murah dan harga janda muda.

       4

(11)

Pemaparan di atas merupakan salah satu contoh hasil intertekstual dari lagu Jamu Gendong, yang selanjutnya juga dilakukan pada teks lagu lainnya yang mana menunjukkan kecenderungan hasil yang sama, yaitu pencipta lagu mencoba membentuk suatu ‘kebenaran umum’. Kebenaran umum tersebut merupakan penyamaan identifikasi yang sama atas sosok perempuan melalui penguatan teks yang ada dalam masyarakat. Sehingga, pencipta lagu dan pembaca memiliki identifikasi yang sama atas sosok perempuan yang mana masih berkonotasi negatif.

Sintesa: Perempuan Merupakan Objek yang Selalu Didekatkan dengan Tubuh dan Seksualitasnya

Secara umum, hasil analisis keseluruhan teks menunjukkan bahwa perempuan masih didekatkan dengan tubuh dan seksualitas yang dibawanya. Perempuan digambarkan menjadi sosok yang aktif secara seksual padahal sosok perempuan yang demikian dianggap tabu oleh masyarakat, bahwa perempuan harus menyimpan hasrat seksualnya agar tidak dianggap sebagai perempuan ‘nakal’ atau ‘tidak baik’. Seperti ungkapan Melliana (2006, h.136) berikut, “Pengenalan perempuan terhadap dirinya sendiri sebagai makhluk seksual dibatasi dalam banyak cara terkait dengan pengaruh budaya. Salah satunya adalah jika kebutuhan seksnya muncul lebih dulu, dia harus menahannya, jika tidak, maka dia akan dianggap ‘nakal’”.

Namun sebaliknya, dalam mayoritas teks lagu yang telah dianalisis, selalu ditonjolkan perempuan yang sangat tinggi hasrat seksnya sehingga dapat dikatakan dia telah melanggar batas tabu dan dianggap sebagai perempuan tidak baik. Apalagi perempuan dalam mayoritas teks tersebut masih belum menyandang status istri atau masih dalam menjalin hubungan asmara (pacaran). Misalnya terdapat dalam teks

Darling berikut ‘Sekarang juga aku butuh sentuhan’. Atau dalam teks Simpanan berikut

‘Aku butuh belaianmu, pelukanmu, ciumanmu, dekapanmu’.

Dalam teks lagu tersebut, gambaran perempuan juga mulai berubah karena dalam konteks budaya patriarki, perempuan yang dianggap ideal adalah yang penurut (pasif). Dikutip dari Barker (2004, h.265) yang berpedoman pada pembahasan representasi perempuan dalam media dan konstruksi gender yang mengiringinya, bahwa yang termasuk perempuan ideal adalah perempuan yang pasif. Artinya, gambaran perempuan dalam teks lirik ini memang telah mengalami perubahan menjadi sosok yang aktif. Namun, keaktifan perempuan merupakan keaktifan yang negatif. Keaktifan tersebut mengarahkan pembaca untuk menilai perempuan menjadi sosok yang tidak baik. Salah satu diantaranya adalah sosok perempuan yang digambarkan begitu aktif untuk menawarkan seksualitas tubuhnya agar dinikmati oleh laki-laki. Misalnya saja terdapat dalam teks lirik lagu Coblos Hatiku berikut ‘Coblos aku, coblos sekuatmu, sesukamu, semaumu’.

(12)

penurut, lemah lembut, tidak banyak bertingkah atau melawan suami. Namun tetap saja, perubahan keaktifan perempuan pada masa kini masih dalam dominasi laki-laki. Bahkan dalam gambaran lirik lagu di atas, keaktifan perempuan bersifat negatif. Muniarti (2004, H.59) juga menyimpukan, bahwa aktivitas aktif yang dimainkan oleh kaum perempuan tetap dalam dominasi kaum laki-laki (di bawah laki-laki), sehingga pada dasarnya posisi perempuan tidak berubah”.

Perempuan selalu dihubungkan dengan tubuh dan sensualitas yang dibawanya. Seperti yang diungkapkan Beauvoir (dalam Priyatna, 2006, h.65) berikut.

Perempuan adalah semata-mata objek laki-laki. Tubuh merupakan bagian dari proyek untuk ‘menjadi perempuan’. Perempuan lebih dari bicara tentang tubuhnya saja, melainkan juga mengandung makna bagaimana seseorang dengan tubuh perempuan itu menggunakan, memaknai dan atau melakukan sesuatu melalui tubuhnya serta terus menerus berhubungan dengan dunia melalui tubuhnya dan sebaliknya. Artinya, ada interaksi antara tubuhnya dengan konteks sosisal historis yang berhubungan dengannya.

Pendidikan semenjak kecil yang menjadi salah satu penyebab perempuan untuk menjadi sosok perempuan dewasa yang sesuai dengan ‘kodratnya’. Murniati (2004, h.96) menegaskan, “Melalui pendidikan keluarga, anak laki-laki dididik untuk agresif, pergi ke luar, bermain di luar rumah. Sementara anak perempuan dididik untuk memasak, betah dirumah, mengerjakan pekerjaan rumah, melayani ayah dan saudara laki-laki. Pendidikan ini akan berakibat laki-laki dilayani dan perempuan melayani”.

Konsep dilayani dan melayani tersebut yang menjadi hasil analisis keseluruhan teks yang telah peneliti lakukan, bahwa laki-laki dilayani dan perempuan yang melayani. Dengan kata lain, perempuan digambarkan sebagai objek yang tugasnya memberikan pelayanan dan kepuasan kepada laki-laki. Misalnya dalam teks lagu Jamu

Gendong berikut ‘Biarpun aku janda tapi ku masih muda dan bisa membuat abang

tergoda hingga lupa dunia’. Dalam teks yang lain pun juga nampak kecenderungan hasil yang sama, misalnya dalam lirik Coblos Hatiku berikut ‘Coblos aku, sekuatmu, sesukamu, semaumu’.

Konsep dilayani melayani pada dasarnya dilakukan ketika perempuan dan laki-laki menjalin sebuah hubungan. Menjalin hubungan adalah sesuatu yang selalu ingin dicapai oleh perempuan dalam mayoritas teks lirik lagu dangdut yang telah dianalisis. Beauvoir (dalam Lie, 2005, h.31) memaparkan, sejak kecil perempuan sudah diberitahu oleh orang tua dan gurunya di sekolah bahwa dia akan mendapatkan kemuliaan hidup hanya dalam pernikahan. Lie juga menegaskan (2005, h.32), “Didalam budaya patriarki, untuk menjadi ‘perempuan’, setiap anak perempuan harus melepaskan identitasnya sebagai subjek. Ketika beranjak dewasa, anak perempuan justru disibukkan dengan ‘kursus-kursus’ untuk menjadi sosok perempuan ideal, seperti cara berjalan, duduk, makan dan cara memikat lelaki, serta menjadi ibu rumah tangga yang baik”.

(13)

sebagai sosok ‘daya tarik’, sebab perempuan dituntut dan disorot masyarakat agar memiliki atribut terpuji melalui keindahan. Atas dasar keindahan itulah, perempuan dituntut untuk sadar bahwa keindahan tubuhnya merupakan daya tarik utamanya dan merupakan pembedanya dengan laki-laki”. Artinya, perempuan dikondisikan untuk selalu tampil indah atau cantik. Hal tersebut merupakan mitos bahwa perempuan adalah identik dengan keindahan. Mitos adalah bagian dari tuturan, dikendalikan secara sosial sebab mitos dapat membalik sesuatu yang kultural atau historis menjadi alamiah (Barthes dalam Priyatna, 2006, h.45).

Mitos bahwa perempuan merupakan sosok yang diidentikkan dengan tubuh yang indah akan berdampak pada pemahaman bahwa tubuhnya hadir untuk menjadi objek yang dinikmati secara visual oleh laki-laki. Seperti yang diungkapkan Murniati (2004, h.183) bahwa, mitos perempuan yang identik dengan keindahan disosialisasikan dan dikembangkan sehingga manusia sudah dikuasai oleh pemahaman bahwa: laki-laki melihat perempuan dan perempuan harus menyadari bahwa ia menjadi objek yang dilihat (laki-laki).

Dalam budaya patriarki, perempuan masih digambarkan sebagai objek saja. Seperti yang diungkapkan Priyatna (2006, h.80) berikut, “Dalam budaya patriarkal perempuan yaitu sebagai objek, tubuh perempuan ‘dikonsumsi’ sebagai objek pandangan, objek sentuhan, objek seksual, sebagai objek hasrat laki-laki, objek ideologi. Secara umum, perempuan dikonsumsi dan dipersepsi sebagai objek, dan objek dalam arti harfiahnya adalah penerima tindakan atau lakuan”.

Pemaparan diatas memberikan pengertian bahwa perempuan tidak lebih dari pemuas laki-laki dan menjadi pasif dengan memberikan tubuhnya demi kebahagiaan laki-laki. Hal ini pula yang ditakutkan jika teks semacam ini terus diproduksi maka peran-peran yang demikian akan melanggeng menjadi sesuatu yang wajar bagi perempuan. Melliana (2006, h.146) memparkan lebih rinci sebagai berikut.

Walaupun zaman telah berubah, dimana perempuan mengalami perkembangan yang cukup pesat pada masa sekarang, perempuan masih cenderung diletakkan sebagai pemuas nafsu seksual laki-laki. Terlebih kita hidup dalam budaya masyarakat yang patriarkis, dimana apapun yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan terlanjur bersifat hegemonik, perempuan menerima secara sadar dan tanpa merasa dipaksa.

Pada akhirnya, ketimpangan yang didapat perempuan harus ditanggapi dengan cepat, bahwa dibutuhkan upaya untuk menyeimbangkan keadaan yang telah terjadi dengan semangat feminisme.

Simpulan

(14)

seksual atau dengan kata lain perempuan adalah objek untuk memuaskan hasrat laki-laki. Dengan demikian, perempuan masih cenderung diposisikan sebagai pemuas nafsu seksual laki-laki dan posisinya adalah yang melayani. Hal ini juga ditunjang dengan pencipta lagu yang merupakan laki-laki sehingga kehadiran perempuan dalam teks dapat ditampilkan sesuai dengan bagaimana pemaknaan komunikator, termasuk bagaimana nilai-nilai masyarakat yang juga satu tempat (konteks dan latar belakang) di mana komunikator berada, terhadap perempuan. 2. Pencipta lagu mampu memperkuat pelabelan negatif atas sosok perempuan dengan

memanfaatkan wacana dominan dalam masyarakat. Mereka berupaya membangun kesadaran pembaca atas sosok perempuan yang diletakkan pada posisi yang negatif, menjadi sesuatu yang ‘benar dan wajar’ dalam hubungan kekuasaan. Dengan demikian, antara pencipta lagu, pembaca teks atau masyarakat pada umumnya memiliki identifikasi yang sama atas sosok perempuan (kebenaran umum).

3. Dalam keseluruhan teks yang dianalisis, perempuan digambarkan keluar dari ‘aturan’ budaya patriarki yang mengharuskannya menjadi perempuan yang pasif. Artinya, gambaran perempuan dalam keseluruhan teks lirik memang telah mengalami perubahan menjadi sosok yang aktif. Namun, representasi keaktifan perempuan merupakan keaktifan yang berkonotasi negatif.

4. Kenyataannya, hingga kini hegemoni laki-laki atas perempuan telah merasuk dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam lirik lagu.Laki-laki pun akan terus mempertahankan dominasinya dengan membuat wacana mengenai superioritasnya dan salah satunya dalam bentuk lirik lagu agar tercipta kepatuhan dari masyarakat yang didominasi sehingga mereka tetap dapat menjaga struktur yang telah dibentuk.

Saran

Peneliti menyarankan agar khalayak menjadi cerdas dan kritis terhadap teks yang hadir dalam kehidupan, khususnya lirik lagu dangdut. Jika tidak dikritisi secara mendalam, ditakutkan pesan yang dibawa akan dianggap natural, wajar, dan begitulah adanya. Khususnya juga untuk perempuan di Indonesia, termasuk juga dalam hal ini penyanyi dangdut yang juga merupakan seorang perempuan, agar tidak menerima begitu saja teks media dan wacana yang ada dibaliknya. Karena jika tidak demikian, sama saja mereka menyepakati bahwa kaumnya diidentikkan sebagai sosok yang rendah, tidak baik dan dikontrol laki-laki.

Daftar Pustaka

Anggriana G. (2012). Representasi perempuan dalam lirik lagu kontemporer. Diakses pada 6 Mei 2014 dari http://eprints.undip.ac.id/36 815/1/SUMMARY_ Gina_A _D2C607018.pdf.

(15)

Bungin, B. (2008). Konstruksi sosial media massa. Jakarta: Prenada Media.

Capra, F. (1998). Titik balik peradaban: Sains, masyarakat dan kebangkitan

kebudayaan. (M. Thoyibi, Terjemahan). Yogyakarta: Bentang Budaya.

Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. (2009). Handbook of qualitative research. (B. S. Fata, Abi, dan J. Rinaldi , Terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eriyanto. (2006). Analisis wacana: Pengantar teks media. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.

Eviota, E. (1992). The political economy of gender. London: Zed Books Ltd.

Fakih, M. (2008). Analisis gender dan transformasi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Giddens, A. (2003). The constitution of theory: Teori strukturasi untuk analisis sosial. (A. L. Sujono, Terjemahan). Pasuruan: Pedati.

Google. (2014). Google search. Diakses dari https://www.google.co.id/search.

Hall, S. (1997). Cultural identity and diaspora: Cultural representations and signifiying

practices. London: Sage Publication Ltd.

Herwanto, A.M. (2012). Diskriminasi gender dan hegemoni patriarkhi. Diakses pada 2 Juli 2014 dari http://herwanto-adfisip.web.unair.ac.id/artikel_ detail68475UmumDiskriminasi%20Gender%20dan%20Hegemoni%20patriark hi.html.

KBBI. (2014). KBBI online. Diakses dari http://kbbi.web.id/.

Lie, S. (2005). Pembebasan tubuh perempuan: Gugatan etis simone de beauvior

terhadap budaya patriarkat. (K. Supelli, Terjemahan). Jakarta: Grasindo.

Melliana, A.S. (2006). Menjelajah tubuh: Perempuan dan mitos kecantikan. Yogyakarta: Lkis Pelangi Aksara.

Mills, S. (2007). Diskursus: Sebuah piranti analisis dalam kajian ilmu sosial. (A. N. Zaman, Terjemahan). Jakarta:Penerbit Qalam.

Murniati, A.N.P. (2004). Getar gender buku kedua. Magelang: Indonesia Tera.

Priyatna, A.P. (2006). Kajian budaya feminis: Tubuh, sastra dan budaya pop. Yogyakarta: Jalasutra.

Riyanto. (1992). Pasar yang menentukan: Sehari seni orkes melayu jawa. Jakarta: Prenada Group.

Sekar, A. (2008). Ideologi patriarki dan dampaknya dalam kehidupan perempuan di

kalimantan tengah. Diakses pada 28 September 2014 dari

Gambar

Gambar 1:  Screen capture kata kunci Janda Muda Sumber: Google

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan metode penelitian pengembangan Researd and Development (R&D).Validasi multimedia interaktif mata kuliah Perawatan Kulit Wajah dilakukan

Selain itu sebagian petani khususnya penduduk lokal beranggapan bahwa lahan pertanian yang telah digunakan atau lahan ditanami kakao dalam kurun waktu yang lebih

BAL selain memiliki sifat antimikroba, beberapa spesies BAL memiliki enzim BSH (Bile Salt Hidrolase) yaitu enzim yang berfungsi mendegredasi lemak jenuh menjadi

Raya Rungkut Madya Gunung Anyar Surabaya – 60294 No.. *Perhitungan

regresi yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan hasil bahwa, secara bersama-sama ke dua variabel Kemampuan dan Kepuasan Kerja berpengaruh terhadap tingkat

1). Kurangnya komunikasi dan tanggungjawab karyawan perusahaan, terutama pada bagian pengangkutan dan kurir terhadap dokumen / barang yang dikirim, sehingga terjadi

Teori-teori belajar yang ada selama ini masih banyak menekankan pada belajar asosiatif atau belajar menghafal. Belajar demikian tidak banyak bermakna bagi siswa. Belajar

15 Menurut Masrukhin, analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,