• Tidak ada hasil yang ditemukan

paper narasi dengan format artikel ilmia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "paper narasi dengan format artikel ilmia"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Keluarga Adalah Ilmu Kehidupan Yang Terbaik Ernanto Nugroho

Universitas Krisnadwipayana

ernanto.ahm@gmail.com

Abstrak

Di awal tahun 90-an ada sebuah sinetron yang bertemakan moral berjudul “ Keluarga Cemara”, dimana dalam film tersebut banyak pesan moral tentang keluarga yang dapat dipetik oleh para pemirsanya. Dalam film tersebut menggambarkan bagaimana keluarga merupakan awal pembelajaran hidup, dimana kita tahu hidup itu bagaikan roda yang berputar kadang diatas kadang dibawah. Orang tua menjadi figur teladan bagi anak-anaknya dalam menjalani kehidupan, dalam keluarga anak diajarkan untuk jujur, terbuka, saling memahami, saling menghargai, bijaksana, berpikiran positif dan masih banyak yang lainnya. Orang tua memberikan pendidikan secara nyata dalam membentuk karakter anak-anaknya secara non formal, dan sejak dulu hingga saat ini pendidikan dalam keluarga menjadi cara yang paling efektif dalam membentuk karakter anak-anak menuju pendewasaan diri yang berkarakter. Orang tua mempunyai peran yang sangat penting dalam hal ini, dengan kata lain keberhasilan seorang anak dimulai dari pendidikan keluarga sejak dini. Meskipun di era modern ini banyak pendidikan formal (sekolah) yang berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pengajaran, tapi itu semua seolah tanpa arti tanpa pendidikan didalam keluarga.

Kata kunci: Di dalam keluargalah pendidikan itu dimulai.

Pendahuluan

(2)

disadari oleh orang tersebut, semisal kita belajar dari anak kecil yang sedang bermain tentang kebersamaan, kita belajar dari orang yang lebih tua dalam mengambil keputusan tentang kebijaksanaan, kita belajar dari atasan kerja dalam menjalankan tugasnya tentang kepemimpinan, dan masih banyak yang lain. Sedangkan dalam kondisi formal tentu saja kita ketahui bahwa di sekolah kita mempelajari suatu mata pelajaran yang sudah ditentukan oleh institusi pendidikan supaya kita menguasai suatu disiplin ilmu.

Inti dari pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan seseorang terhadap hal baru maupun segala sesuatu yang menjadikan diri seseorang berkembang dan menambah wawasan. Semakin banyak seseorang belajar dan menambah wawasan hidup, maka semakin berkembang orang tersebut menjadi pribadi yang berpengalaman. Perlu digarisbawahi, bahwa dalam proses pembelajaran seseorang hidup tidak selalu diwarnai dengan hal yang baik tapi juga ada hal yang tidak baik untuk dipelajari. Ibarat roda kehidupan dimana kadang diatas dan kadang dibawah, hal yang baik maupun yang buruk tidak dapat dihindari oleh seseorang dalam menjalani pembelajaran hidup. Maka yang menjadi landasan kita dalam pembelajaran hidup adalah pendidikan keluarga sebagai lingkup komunitas yang paling kecil dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Dari situlah timbul pembelajaran tentang etika, tenggang rasa, sopan santun, menghargai pendapat, kasih sayang, kebersamaan, peka terhadap lingkungan sekitar, dsb.

(3)

boleh ada satupun alasan yang menghambat seseorang untuk belajar dan berpendidikan untuk menjadi pribadi yang lebih baik.

Pembahasan

(4)

demi menonton pertandingan yang menjadi ajang perjudianku, tentunya ini kulakukan tanpa sepengetahuan orang tuaku.

Tidak terasa 1 bulan pasca ujian sudah terlewati dan 2 hari lagi adalah pengumuman kenaikan kelas. Disaat itu aku menatap wajah ayahku yang sedang duduk di kursi kerjanya untuk menyiapkan soal-soal latihan untuk muridnya apabila tahun ajaran baru nanti dimulai. Disana aku melihat ketekunan ayahku untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi muridnya supaya para muridnya merasa senang dan kelak mengikuti les lagi kepada ayahku. Aku juga sering melihat ayahku berdoa kepada Tuhan supaya diberikan kelancaran rezeki supaya ia bisa membiayai kehidupan kami sekeluarga. Sungguh dalam hati aku mulai terenyuh dengan keadaan ini mengingat apa yang telah aku lakukan selama ini yang hanya bersenang-senang sedangkan ayahku berjuang untuk kelangsungan hidup kami sekeluarga. Dan hari yang ditunggu tiba yaitu pembagian rapor kenaikan kelas, dan apa yang kutakutkan terjadi aku tidak naik kelas karena banyak nilai mata pelajaranku yang dibawah batas minimal kenaikan kelas. Perasaanku sangat hancur melihat kondisi itu, dan yang lebih menyakitkan lagi teman-temanku satu sekolah yang selama ini mengikuti les di tempat ayahku memutuskan untuk keluar dikarenakan pesimis melihatku anak seorang guru les yang gagal dan mereka merasa tidak nyaman dengan kondisi itu. Pada saat itu bagaikan hantaman yang sangat keras sekali menampar diriku, melihat kenyataan bahwa semua perjuangan ayahku dan keluargaku harus hancur berantakan karena perbuatanku. Sungguh pada saat itu aku tidak berani untuk pulang kerumah, aku tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi keluargaku dengan kejadian ini semua. Dan selama lebih dari 5 jam aku hanya duduk terdiam di teras sekolahan tanpa bergeming, hanya memikirkan betapa hancurnya perasaan ini mengingat apa yang telah terjadi dan dampaknya bagi keluargaku. Beberapa saat kemudian ayahku datang menghampiriku ke sekolahan, mengajakku pulang seraya berkata, “ Pulanglah nak, kami semua menunggumu dengan tangan terbuka, jangan pernah kau sesali lagi, masih ada banyak harapan yang baik esok hari, jangan pernah menyerah dengan keadaan dan mari berjuang bersama untuk mengatasi keadaan ini.” Sungguh aku merasa tidak pantas mendapat perlakuan sebaik ini, mengingat apa yang telah terjadi pada mereka adalah perbuatanku yang sangat buruk selama ini.

(5)

kegiatanku untuk membantu kedua orang tuaku dirumah. Pasca ketidak naikan kelasku, murid ayahku hanya tinggal 2 orang itupun berasal bukan dari sekolahku. Pendapatan orang tuaku langsung turun drastis, dan untuk biaya hidup sehari-hari sangat jauh dari cukup apalagi harus membayar sekolah setiap bulannya. Mulailah keluarga kami masuk ke dalam masa-masa sulit, ibuku harus berhutang ke warung hanya untuk mendapatkan sedikit bahan makanan untuk keluarga kami. Hingga akhirnya aku masuk kembali lagi ke sekolah dengan status mengulang di kelas 1, kondisi ekonomi keluargaku tidak jauh berbeda. Melihat kejadian ini aku bertekad untuk tidak akan mengulangi kesalahan ku yang sama dan akan memberikan kemampuan terbaikku dalam belajar di sekolah. Aku mulai merubah hidupku total dengan membatasi jam mainku dan membantu mencari nafkah tambahan untuk membantu orang tuaku. Selama hampir 3 tahun sepulang sekolah aku mencari uang tambahan untuk biaya sekolahku sendiri supaya tidak membebani kedua orang tuaku, mulai dari menjadi calo penumpang angkutan kota sampai dengan sopir angkutan kota (angkot). Setelah mencari uang tambahan aku pulang kerumah utuk membantu ibuku memberesi keadaan rumah, lalu belajar untuk persiapan mata pelajaran esok hari.

Dengan mengabaikan rasa jenuh dan lelah, seluruh kegiatan ini kujalani tanpa terasa selama 3 tahun. Ini semua kulakukan sebagai rasa tanggung jawabku kepada keluarga dan menebus kesalahan yang selama ini aku lakukan yang berdampak sangat menyakitkan bagi keluargaku. Ibarat peribahasa “ Pucuk dicinta, ulampun tiba”, dipenghujung masa sekolahku aku dinobatkan sebagai siswa dengan nilai akhir tertinggi di sekolah. Banyak guru yang tidak mempercayai akan kejadian ini, bahwa seorang siswa yang pernah tinggal kelas karena mendapatkan nilai terburuk sekarang mengangkat trofi juara sekolah dengan nilai terbaik. Dan mendapatkan beasiswa dari sekolahan untuk melanjutkan jenjang pendidikan di universitas negri terkemuka di Yogyakarta setelah melalui seleksi yang ketat. Itu adalah hal yang sangat membuat kedua orang tuaku terharu saat itu, dan seakan-akan terbayar lunas semua kesalahan yang pernah kulakukan dulu.

(6)

biaya hidup selama masa kuliahku kelak. Apabila aku tidak mengambil beasiswa ini maka beasiswa ini akan diberikan kepada juara 2 disekolahku. Malam harinya aku berbicara serius dengan ayahku, disana kulihat di tatap matanya sebuah tatapan seorang yang bijaksana yang sampai saat ini kukagumi dan selalu kuingat. Beliau mengatakan demikian, “ Nak ayah tahu kalau kita bukan orang yang berada, dan aku tahu beasiswa itu adalah hal besar yang pernah kamu dapatkan, bahkan ayah sendiripun belum tentu bisa membiayaimu apabila kamu ingin kuliah di tempat itu. Tetapi alangkah baiknya beasiswa itu kamu berikan kepada temanmu yang menjadi juara 2, dia adalah seorang yatim piatu sedangkan kamu masih mempunyai kedua orang tua yang utuh, ayah yakin dia lebih membutuhkan daripada kamu. Ingat kita pernah melalui masa sulit bersama di keluarga ini dan sampai detik ini masih bisa bertahan. Yakinlah kita masih bisa bertahan lebih lama lagi dan menjadi pribadi yang lebih mulia.” Kata-kata itu begitu mulia kudengar dari mulut ayahku dan semakin membangkitkan semangatku untuk bisa berjuang lebih tekun lagi. Keesokan harinya aku menemui kepala sekolahku untuk memberikan hak beasiswaku kepada juara 2 disekolah, dengan alasan saya akan meneruskan jenjang pendidikan di tempat yang lain. Yuli adalah juara 2 di sekolahku dan dialah yang mendapatkan beasiswa di Teknik Geodesi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Dan saya melanjutkan kuliah di Akademi Teknik Mesin Industri (ATMI) Surakarta, tentu saja dengan biaya seadanya. Selama 3 tahun saya kuliah orang tuaku hanya mempunyai dana yang terbatas untuk biaya pendidikanku, maka sambil kuliah aku memutuskan untuk kembali mencari tambahan biaya dengan cara menjadi kondektur bus malam. Sepulang kuliah aku datang ke terminal bus Tirtonadi Surakarta untuk membantu satu agen bus jurusan semarang-solo untuk menjadi kondektur selama beberapa jam kedepan. Hasil yang kudapatkan cukup lumayan untuk membiayai kebutuhan hidup dan kuliahku sehari-hari. Tak terasa kegiatan ini kulakukan selama 3 tahun, dan aku akhirnya lulus dari ATMI Surakarta dan bekerja di salah satu perusahaan otomotif terbesar di Indonesia dibawah binaan ASTRA. Selama aku bekerja kusisihkan sebagian pendapatanku untuk membantu keluargaku dan membiayai pendidikan adikku. Setelah adikku lulus kuliah dan bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi, dan aku masih teringat akan tatapan wajah bijaksana ayahku yang selalu bersyukur dan membantu orang disekitar dengan tulus ikhlas.

(7)

merupakan kampus binaan almamaterku dulu. Aku hanya ingin menjadikan diriku tenaga pengajar supaya bisa memberikan ilmu yang kumiliki bagi mahasiswa yang sedang menempuh masa kuliah seperti diriku 10 tahun yang lalu. Dan aku mendirikan “Sanggar Ilmu” dirumahku untuk anak tidak mampu dan kurang beruntung untuk bisa terus belajar dan mengenyam pendidikan walaupun secara non formal secara sukarela. Aku mengarahkan mereka yang putus sekolah untuk bisa melanjutkan pendidikan melalui kejar paket A/B/C serta Universitas Terbuka (UT) dan terus belajar demi kedewasaan dan wawasan yang terus meningkat untuk bekal hidup mereka. Semangat inilah yang kujalani sebab aku mengidolakan figur ayahku dan keluargaku yang selama ini selalu menjaga dan mendukungku disaat yang paling pahit sekalipun. Walaupun sekarang aku sudah bekerja dan memiliki keluarga kecil sendiri, tetapi semangat belajarku tidak pernah surut, sekarang aku melanjutkan pendidikan strata 1 Teknik Mesin di Universitas Krisnadwipayana, bermodalkan semangat berjuang ayahku untuk keluarganya termasuk diriku. Pengalaman hidup ini menunjukkan bahwa “ Keluarga Adalah Ilmu Kehidupan Yang Terbaik.”

Hasil dan pembahasan

Dari satu kisah diatas dapat dilihat bahwa pendidikan formal (sekolah) adalah hal yang penting tetapi pendidikan dalam keluarga jauh lebih penting karena menjadi landasan awal sebelum seseorang memasuki dunia pendidikan formal. Mahalnya pendidikan formal di Indonesia membuat beberapa peserta didik terpaksa putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan pendidikan formal, hal ini bukan berarti pendidikan terputus begitu saja ada beberapa hal yang bisa dilakukan, antara lain :

 Memanfaatkan beasiswa yang ada baik dari dalam maupun luar negri.

 Memanfaatkan program pendidikan formal yang masih dimungkinkan tanpa ada batasan usia dan dengan biaya yang sangat ringan bahkan tidak menutup kemungkinan gratis, misalnya kejar paket A, B dan C. Sedangkan untuk jenjang perguruan tinggi bisa memanfaatkan Universitas Terbuka (UT).

 Melalui pendidikan non formal dari lingkup terkecil adalah keluarga hingga

sanggar-sanggar keilmuan

(8)

Penutup

Sebelum kita membentuk suatu pola pembelajaran formal melalui sekolah maupun perguruan tinggi, sebaiknya orang tua membentuk pola pendidikan keluarga untuk memberikan tekad dan kemauan belajar. Seperti pada sinetron “Keluarga Cemara” yang menunjukkan bahwa pendidikan keluarga adalah yang paling sederhana tetapi justru yang paling berpengaruh bagi tekad seseorang dalam mencari pembelajaran sebagai bekal hidup. Tidak perlu dengan pelajaran yang bertele-tele, tidak perlu dengan kekerasan, tidak perlu dengan peraturan yang ketat cukup hanya dengan keteladanan dan kebijaksanaan maka keluarga akan menjadikan ilmu kehidupan yang baik.

Ucapan Terima Kasih

Kepada Ayahku Tonny Martin, Ibuku Nenny Setianingsih, Adikku Bagya Bimantoro, Bapak Darmin pemilik angkot dimasa sekolahku, Bapak Turmuji dari agen bus PO TARUNA di masa kuliahku, dan semua orang yang menjadi inspirasi dalam penulisan narasi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, saya ucapkan terima kasih.

Daftar Pustaka

Wibowo, Wahyu. 2013.Menulis Artikel Ilmiah Yang Komunikatif.Jakarta: Bumi Aksara.

Tugas paper narasi dengan format artikel ilmiah, tema “Aku dan keluargaku”

Ernanto Nugroho

Mahasiswa semester 7 Teknik Mesin (P2K)

(9)

Referensi

Dokumen terkait