• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESTRUKTURISASI FUNGSI DAN WEWENANG OMBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "RESTRUKTURISASI FUNGSI DAN WEWENANG OMBU"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1

RESTRUKTURISASI FUNGSI DAN WEWENANG OMBUDSMAN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DEMI

TERCAPAINYA PRINSIP KEPEMERINTAHAN YANG BAIK1

A. Pendahuluan

Pemikiran terciptanya suatu iklim pemerintahan yang memegang teguh good governance di Indoneisa merupakan cita-cita ideal masyarakat Indonesia

secara global. Rakyat selama ini merasa selalu dinomor duakan dan hanya sebagai pelengkap penderita dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Namun seiring era reformasi, yaitu dengan ditandai runtuhnya rezim pemerintahan presiden Soeharto, masyarakat mengalami transisi dan pendewasaan dalam tatanan berbangsa dan bernegara secara umum. Meskipun tingkat pemahamannya masih relatif sangat parsial tetapi setidaknya keadaan-keadaan semacam ini merupakan tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam sebuah proses pembelajaran.

Sejalan dengan semangat reformasi yang bertujuan menata kembali perikehidupan berbangsa dan bernegara, pemerintah telah melakukan perubahan-perubahan mendasar dalam sistem ketatanegraan dan sistem pemerintahan Republik Indonesia. Perubahan dilakukan antara lain dengan membentuk lembaga-lembaga Negara dan lembaga-lembaga pemerintahan baru.2 Salah satu diantaranya adalah Komisi Ombudsman atau yang lazim disebut ombudsman nasional.3

Melalui Keppres No. 44 tahun 2000, komisi ombudsman nasional hadir sebagai manifestasi konkret bahwa rakyat juga berhak mendapatkan perlakuan secara prioritas dalam hal pelayanan. Tugas pokoknya adalah melakukan pengawasan terhadap proses pelayanan umum oleh penyelenggara Negara.

1 Disusun oleh Ali Ridho, Buhaeti, dan Sahlan Adiputra Al Boneh

2 Lembaga-lembaga Negara yang baru sesuai dengan perubahan UUD 1945 adalah DPD,

KPU, KY, MK. Selain itu terdapat lembaga yang disejajarkan dengan lembaga Negara yakni, Komnas HAM. Lembaga-lembaga pemerintahan yang baru antara lain KPKPN.

3 Galang Asmara, Ombudsmen Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik

Indonesia, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2005. Hlm. 1-2.

(2)

2 Salah satu tujuannya adalah mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, terbuka, dan bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.4 Untuk mempertegas eksistensinya maka dikeluarkanlah UU No. 37 tahun 2008. Dengan demikian, maka keberadaan ombudsman nasional tersebut dalam sistem pemerintahan Negara RI adalah sebagai lembaga pengawas untuk mencegah terjadinya praktik maladministrasi..

Pasca reformasi konstitusi sebanyak empat kali, pemerintah pun laten mendirikan lembaga-lembaga negara baru. Sehingga tak jarang fungsi lembaga-lembaga tersebut saling tumpang-tindih dengan lembaga negara yang telah dibentuk sebelumnya.5 Keberadaan lembaga ombudsman nasional demikian juga menimbulkan beberapa pertanyaan. Ditinjau dari segi pemerintahan, apakah fungsi yang dijalankan oleh ombudsman nasional tersebut tidak tumpang tindih dengan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga negara yang ada saat ini, mengingat fungsi pengawasan (control) terhadap pemerintah dan lembaga peradilan juga telah dijalankan oleh lembaga-lembaga dan sejumlah lembaga pemerintahan sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sebagai contoh, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berwewenang memeriksa penggunaan keuangan Negara, DPR dengan hak meminta keterangan dan hak mengajukan pertanyaan mempunyai kewenangan untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah. Bahkan dalam perubahan kedua UUD 1945, fungsi pengawasan telah dipertegas sebagai salah satu diantara tiga fungsi DPR.

Mahkamah agung (MA) secara langsung maupun tidak langsung juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pemerintah melalui proses

4

UU No. 37 tahun 2008 lebih rinci menyebutkan tujuan dibentuknya Ombidsmen adalah sebagai berikut : a. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; b. mendorong penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih, serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme; c. meningkatkan mutu pelayanan negara di segala bidang agar setiap warga negara dan penduduk memperoleh keadilan, rasa aman, dan kesejahteraan yang semakin baik; d. membantu menciptakan dan meningkatkan upaya untuk pemberantasan dan pencegahan praktekpraktek Maladministrasi, diskriminasi, kolusi, korupsi, serta nepotisme; e. meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum masyarakat, dan supremasi hukum yang berintikan kebenaran serta keadilan.

5 http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/161/id, Fungsi Lembaga Negara

(3)

3 peradilan, baik oleh MA sendiri maupun lembaga oleh lembaga-lembaga peradilan lainnya diseluruh tanah air. Selain itu juga pemerintah mendapat pengawasan dari Komnas HAM yang kedudukannya mandiri dan setingkat dengan lembaga Negara lainnya berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.6 Sementara itu menurut UUD 1945 setelah amandemen ketiga, presiden selaku kepala pemerintahan juga mendapat pengawsan secara tidak langsung dari mahkamah konstitusi (MK), Karena lembaga ini berhak memeriksa, mengadili dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.7

Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka kemudian bagaimana seharusnya lembaga ombudsman ditempatkan dalam struktur kelembagaan Negara. Dalam hal ini apakah ombudsman merupakan perpanjangan tangan (bagian) dari suatu lembaga negara tertentu seperti DPR, presiden dan lain-lain. Ataukah sebagai lembaga teresendiri yang berada diluar lembaga-lembaga yanga ada. Selanjutnya, jika di tinjau dari sistem perlindungan hukum bagi rakyat, maka pertanyaan yang muncul adalah dimanakah kedudukan ombudsman dalam sistem perlindungan hukum bagi rakyat di Indonesia dan apa fungsi-fungsi yang harus dijalankan. Pertanyaan lain yang muncul adalah apakah ombudsman yang ada dinegara Indonesia yang notabene menganut sistem pemerintahan presidensial mampu bekerja secara efektif dan bagaimana kedudukan omubdsman dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia juga menjadi pertanyaan serius yang harus dijawab.

6 Pasal 1 angka 7 UU No. 39 tahun 1999.

(4)

4

PEMBAHASAN

A. Peran Ombudsman Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial

1. Konsep Sistem Presidensial

Sistem pemerintahan menjelaskan tentang bagaimana pembagian kekuasaan dan hubungan antar lembaga khususnya antar eksekutif dan legislatif. Selama ini secara umum dikenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem parlementer dan sistem presidensial. Dalam sistem pemerintahan presidensial, ciri pokoknya adalah terdapat pemisahan dan perimbangan kekuasaan antara pemegang kekuasaan eksekutif dan pemegang kekuasaan legislatif atau parlemen. Sedangkan dalam sistem pemerintahan parlementer, kekuasaan parlemen lebih tinggi dari eksekutif atau sering disebut sebagai supremasi parlemen.8

Kerangka pemikiran yang mendasari penerapan sistem pemerintahan presidensial ini dapat dikatakan berkembang beriringan setelah sejarah umat manusia mengalami pasang surut perkembangan praktek penyelenggaraan kekuasaan.9 Sistem presidensial merupakan tatanan negara yang mendasarkan pada konsep trias politica sebagai pedoman terhadap fungsi dan wewenang masing-masing lembaga negara.

Di lingkungan negara-negara besar dengan tingkat keragaman penduduknya yang tinggi, sistem presidensial sangat mampu untuk menjamin sistem pemerintahan yang kuat dan efektif.10 Namun tak jarang pula kuatnya kedudukan presiden dalam sistem pemerintahan presidensial berakibat buruk pada dataran praktek ketatanegaraan yang diakibatkan oleh prinsip checks and balances yang kurang mendapat dukungan politik. Sehingga dalam prakteknya presiden tampak sebagai penguasa tunggal dalam menjalankan pemerintahan dengan tidak diiringi pengawasan dari lembaga negara lain. Kekuasaan

8www.google.com, Supremasi Parlemen, diakses tanggal 29 Maret 2010. 9

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hlm 58.

10 Jimly Asshiddiqie, Format Kelmbagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam

(5)

5 presiden yang dominan tanpa diiringi pengawasan yang berimbang dari lembaga negara yang lain akan melahirkan suatu kekuasaan yang absolute dan sebagaimana kita ketahui bersama absolutisme kekuasaan

cenderung terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Sehingga untuk mencegah terjadinya absolutisme, maka perlu dilakukan pembatasan masa jabatan presiden.

2. Sistem Presidensial Indonesia

Sistem pemerintahan di Indonesia menurut Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD) menganut pola sistem pemerintahan presidensial. Hal ini merupakan pilihan yang sudah ditetapkan dan menjadi jiwa dari UUD semenjak lahir.11 Prof. Jimly Asshidiqie dalam bukunya yang berjudul Format kelembagaan negara dan pergeseran kekuasaan dalam UUD 1945 menegaskan bahwa sistem pemerintahan Indonesia di bawah Undang-Undang Dasar 1945, sebenanrnya dimaksudkan sebagai sistem presidensial. Baik dalam penjelasan UUD 1945 maupun dalam pengertian umum yang berkembang selama ini.

Pembagian kekuasaan antara eksekutif, yudikatif dan legislatif yang merupakan ciri dari sistem presidensial telah digunakan di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya Pemerintah sebagai kekuasaan eksekutif, pelemenen atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai kekuasaan perlemen dan Mahkamah Agung atau badan peradilan sebagai kekuasaan yudikatif yang mana ketiga lembaga tersebut memiliki fungsi dan tugas yang berbeda-beda dan menjalankan fungsi dan tugas tersebut bersifat mandiri tanpa ada intervensi dari pihak lain. Praktek sistem presidensial yang terjadi sejak zaman orde lama dan orde baru yang cenderung memperlihatkan sisi negatif, dimana presiden mempunyai kekuasaan yang sangat besar dalam menjalankan kekuasaannya dan cenderung bersifat otoriter. Hal ini salah satunya

11 Miftah Thoha. Birokrasi P emerintah Indonesia di Era Reformasi. Prenada Media

(6)

6 dikarenakan tidak adanya batasan waktu masa jabatan seorang presiden dan kontrol antar lembaga negara belum terbangun secara mapan, baik secara hukum maupun kemauan politik. sehingga presiden cenderung bersifat otoriter dalam mempertahankan kekuasaannya.

3. Urgensi Ombudsman

Adanya pemikiran tentang perlunya lembaga ombudsman di Indonesia sebenarnya sudah muncul sejak lama. Berdasarkan hasil penulusuran pustaka, sebelum terbentuknya komisi ombudsman nasional, beberapa sarjana telah mengungkapkan pendapatnya tentang pentingnya pembentukan lembaga ombudsman di Indonesia, diantaranya ialah Satjipto Rahardjo, Muchsan.12 Alasannya memang cukup rasional, yaitu jika di suatu negara makmur dan adil, dimana demokrasi sudah mendarah daging, ombudsman adalah suatu kebutuhan, apalagi bagi negara-negara dimana sendi-sendi hukum baru saja dihancurkan. Nampaknya alasan itu memang benar, karena dalam kenyataannya saat ini dinegara-negara yang sudah maju seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris masih tetap membutuhkan ombudsman. Menurut Marcus Lukman, lembaga semacam itu penting bagi Indonesia karena kondisi Indonesia, meskipun sudah ada lembaga pengawasan fungsional tampaknya belum cukup efektif dan efisien untuk mengontrol perbuatan melawan hukum dan moral penguasa.13

Mempertimbangkan beberapa pendapat tersebut diatas, nampak betapa pentingnya arti pembentukan lembaga ombudsman bagi Indonesia, dan timbulnya pembentukan lembaga ombudsman tersebut tidak terlepas dari kondisi penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia yang pada waktu lalu sarat dengan pelanggaran hukum, hak asasi manusia, dan praktik-pratik korupsi sera jauh dari nilai public accountability. Jadi, adanya keinginan untuk membentuk lembaga

12 Kompas, tanggal 10 februari 1967, dalam www.kompas.com.

13 Marcus Lukman, Hak Asasi Manusia dan Birokrasi Tantangan Menuju Negara Hukum

(7)

7 ombudsman di Indonesia sangat terkait dengan upaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean goverment) dan pengelolaan Negara yang baik (good governance), perlindungan hukum kepada rakyat dan mencegah pelanggaran HAM.

Dengan adanya dasar hukum yang baru berupa Undang-Undang No.37 Tahun 2008 dan lebih kuat, Ombudsman Indonesia telah melakukan berbagai aktivitas. Dalam laporan akhir tahun 2008, Ombudsman pun telah menerima 1.244 laporan. Laporan itu datang dari masyarakat maupun hasil investigasi inisiatif Ombudsman, yaitu: 523 laporan melalui surat, 461 laporan langsung, 219 laporan telepon, 30 laporan lewat Internet, dan 11 berdasarkan inisiatif Ombudsman.14

4. Ombudsman Republik Indonesia dalam Sistem Katatanegraan

Indonesia

Sistem ketatanegaraan Indonesia setelah mengalami perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali berdampak besar pada aturan ketetatanegaraan yang mendasar, misalnya dalam prinsip kedaulatan rakyat sebelum amandemen, kedaulatan rakyat dipegang oleh Majelis Permusyawratn Rakyat (MPR) yang merupakan penjelmaan seluruh rakyat. Namun dalam UUD pasca amandemen, kedaulatan rakayat ditentukan dan dibagikan secara horizontal dengan cara memisahkan kekuasaannya (separation of power), menjadi kekuasaan-kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prisnip cheks and balances.15 Maka keberadaan Ombudsman Republik Indonesia dalam sistem ketatanegaraan Indonesia menurut konsep pembagian kekuasaan pada prinsipnya berperan sebagai lembaga negara yang menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik. Hal ini dapat kita lihat bahwa ombudsman merupakan salah

14 Koran Tempo, tanggal 09 Januari 2009

15 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia Cet-2, KonsPress,

(8)

8 satu dari lembaga negara yang ada,16 selain itu juga dapat kita ambil ketegasan bahwa ombudsman merupakan bagian dari lembaga negara yaitu melalui pandangan Hans Kelsen mengenai the concept of the State Organ dalam bukunya General Theory of Law and State. Hans

Kelsen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a function determined by the legal order is an organ”, artinya siapa saja yang menjalankan suatu

fungsi yang ditentukan oleh suatu tata hukum (legal order) adalah suatu organ.17

Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan undang-undang dan warga negara yang memilih para wakilnya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan organ negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang mengadili dan menghukum penjahat dan terpidana yang menjalankan hukuman tersebut di lembaga pemasyarakatan adalah juga merupakan organ negara.18 Singkatnya, dalam pengertian yang luas ini organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan tertentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang disebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offices) dan pejabat publik atau pejabat umum (public officials). Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga menguraikan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil. Individu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pribadi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he personally has a specific legal position). Suatu transaksi hukum perdata, misalnya,

kontrak, adalah merupakan tindakan atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.19 Selain itu ombudsman Republik Indonesia juga menjadi lembaga penunjang dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik.

16 Perlu dicermati bahwa lembaga negara bukan konsep yang secara terminologis

memiliki istilah tunggal atau seragam. Di dalam kepustakaan Inggris, untuk menyebut lembaga negara di gunakan istilah P olitical instruction, sedangkan dalam terminologi bahasa Belanda terdapat istilah staat organen. Sementara itu, bahasa Indonesia menggunakan lembaga negara atau organ negara.

17

S. Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Alexandria, Virginia, 1990. Hlm. 37.

(9)

9 Mengingat Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga negara dalam organisasi negara, maka perlu diuraikan unsur organisasi negara tersebut. Ada dua unsur pokok yang saling berkaitan dalam organisasi negara, yaitu organ dan fungsi. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan fungsi adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Dilihat dari segi fungsinya Lembaga-lembaga Negara ada yang bersifat utama atau primer (primary constitutional organs), dan bersifat penunjang atau sekunder

(auxiliary state organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga

negara itu dibedakan ke dalam 3 (tiga) lapis yaitu :20

1. Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan UUD 1945. Adapun yang disebut sebagai organ-organ konstitusi pada lapis pertama atau dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara yaitu: Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),

2. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-Undang. Kelompok Pertama yakni organ konstitusi yang mendapat kewenangan dari UUD misalnya Menteri Negara, Komisi Yudisial (KY). Kelompok Kedua organ institusi yang sumber kewenangannya

20 Hardijanto, Pendayagunaan Aparatur Negara Menuju Good Governance, Work Paper

(10)

10 adalah Undang-Undang misalnya seperti Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), dan lain sebagainya. Sedangkan Kelompok Ketiga yakni organ konstitusi yang termasuk kategori Lembaga Negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.

3. Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945 yaitu: Pemerintah daerah provinsi, gubernur; DPRD provinsi,

Tren isu good governance semakin meyakinkan masyarakat tentang perlunya ombudsman, wacana tentang good governance secara historis merupakan tuntutan dari demokratisasi, desentralisasi, dan globalisasi yang terjadi pada dekade akhir dalam abad 20 dan dekade awal abad 21 yang mengemuka dengan nuansa berbeda sesuai dengan kemajuan zaman. Sebagai upaya untuk berani menghadapi tantangan tersebut adalah dengan berkomitmen untuk menjalankan atau menerapkan nilai luhur peradaban bangsa dan good governance dalam proses pencapaian tujuan berbangsa dan bernegara21. Pilihan terhadap good governance sebagai salah satu instrument pencapaian tujuan

berbangsa dan bernegara tak terlepas dari prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep good governance yakni akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan jaminan kepastian hukum22. Keempat prinsip tersebut merupakan instrument pelengkap yang harus dicapai dengan porsi political will yang besar.

Perbandingan perbedaan prinsip dalam pelaksanaan pemerintahan modern dengan pemerintahan tradisional adalah pemerintahan modern

21 Sedarmayanti, Good governance : Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna

Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar Maju, Bandung , 2004, hlm.1.

(11)

11 menuntut peran negara semakin dikurangi dan peranan masyarakat semakin ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya,dengan demikian pemerintahan akan lebih nampak demokratis dan berorientasi pasar23. Secara sederhana demokrasi adalah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, jadi capaian kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis akan didapat secara sempurna jika dalam tahap inisiasi, proses, sampai dengan hasil pelaksanaan urusan pemerintahan melibatkan masyarakat. Pola interaksi dan kolaborasi ini biasa disebut dengan kemitraan. Dari sinilah kemudian lahir gagasan baru terhadap pergeseran paradigma dari pemerintah menuju kepemerintahan sebagai wujud interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat demi tercapainya akuntabilitas, transparansi dan keterbukaan..24

Dari kebutuhan tersebut cita masyarakat madani lahir menggantikan paham sosialisme yang gagal membawa perubahan di akhir abad 20, yang kemudian cita masyarakat madani dijadikan sebagai tumpuan dalam membangun hubungan antara negara, masyarakat dan pasar, ketiganya dibangun dan dikembangkan dalam hubungan fungsional, sinergis dan seimbang. Sehingga kemandirian dalam mekanisme pasar dan juga dalam hal kepentingan publik dapat dicapai tanpa campur tangan negara yang terlalu jauh, secara sederhana pemahaman terhadap konsep negara welfare state yang menghendaki campur tangan pemerintah yang sedemikian jauh haruslah dibatasi.25

Meskipun dalam penyelenggaraan pemerintahan selama ini pengawasan sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga pengawasan fungsional dan struktural internal seperti BAWASDA (Badan Pengawas Daerah). Kantor inspektorat, BPKP, Kotak Pos 5000 akan tetapi lembaga-lembaga pengawasan tersebut merupakan bagian yang

23 Jimly Asshiddiqie, , Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, Sekretaris jenderal dan Kepaniteraan MKRI, Jakarta, 2006, hlm. 329.

24 Sedarmayanti, Op., Cit, hlm.15.

25 Jimly Asshiddiqie, , Konstitusi dan Konstitualisme Indonesia , Konstitusi Press, Jakarta

(12)

12 tidak terpisahkan dari sistem yang sedang diawasi. Sehingga independensinya menjadi sangat tidak efektif. Budaya birokrasi di Indonesia yang masih kental dengan pengaruh nilai-nilai paternalistik antara lain menjadi faktor utama yang menyebabkan mekanisme pengawasan yang dilakukan lembaga pengawasan internal menjadi tidak efektif.26 Dari hal tersebut ombudsman hadir sebagai perwujudan kemitraan antaraadomain negara, sektor swasta dan masyarakat, ketiga komposisi tersebut merupakan motor penggerak dalam mewujudkan cita good governance, karena intisari dari good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dan bertanggung jawab, dan efisien efektif, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif diantara ketiganya.27

B. Restrukturisasi Fungsi dan Wewenang Ombudsman Dalam Sistem

Pemerintahan Presidensial Demi Tercapainya Prinsip Kepemerintahan

yang Baik

1. Gagasan Perubahan Alur Penegakan Hukum

Ombudsman hadir dimasa transisi pendewasaan demokrasi yang masih terkesan labil, yang mana pada masa itu masyarakat Indonesia sedang mengalami euforia politik akibat lengsernya rezim otoritarian yang telah berkuasa selama 32 tahun. Trauma sejarah tersebut menyebabkan banyaknya tuntutan pembuatan komisi – komisi yang bertujuan menjaga atau menliai ethic accountability penyelenggara negara28.

Namun seiring berjalannya waktu dan kondisi pemerintahan yang mulai stabil, eksistensi komisi-komisi tersebut mulai menuai banyak pertanyaan dan kritik mengenai fungsi, peran dan wewenang yang dirasa tumpang tindih satu sama lain bahkan tak jarang terdapat kerancuan wewenang dengan organ induknya, tak terkecuali dengan

26

Agus Widjayanto Nugroho, Tanpa tahun, Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam mewujudkan Good Governance, Makalah,tidak diterbitkan, hal. 8

27 Ibid., hal.9

(13)

13 ombudsaman. Lembaga negara dengan pokok kerja berbentuk pengawasan pnyelenggaraan publik ini, menuai banyak sekali kritikan dan gagasan untuk dibubarkan, hal tersebut di dasarkan pada telah adanya organ lain yang mengawasi pokok kerja yang dimiliki ombudsman yakni Inspektorat, BPK, BPKP, bahkan DPR/D. Namun tidak serta merta secara over confident tesis tersebut di tanggapi dengan melahirkan gagasan pembubaran, alangkah lebih arif dan bijaksana jika terlebih dahulu ditelaah secara holistic, apakah fungsi dan peranan Ombudsman ini telah atau dapat sepenuhnya diambil alih oleh lembaga yang sudah ada. Jika iya, tentunya lebih baik dibubarkan saja. Tapi jika tidak, jika apa yang dilakukan oleh Ombudsman memang unik dan perlu bagi kemaslahatan. masyarakat luas, maka ceritanya pun menjadi beda29. Untuk menjawab pertanyan di atas, perlu kita lihat satu persatu:

Pertama, beda Ombudsman dengan perangkat pengawasan

struktural yang dilakukan oleh inspektorat yang ada di semua instansi/ badan/lembaga adalah pada independensinya. Perangkat inspektorat, di mana pun dan pada level apa pun, adalah bagian integral dari badan/instansi yang diawasi. Termasuk kategori ini BAWASDA (Badan Pengawasan Daerah) di tingkat Pemerintahan Daerah I/II. Lagipula, yang diawasi oleh Inspektorat hanya menyangkut urusan disiplin internal institusi yang bersangkutan. Ombudsman tidak demikian. Ombudsman bukan bagian dari instansi/lembaga atau badan kenegaraan atau pemerintahan mana pun yang diawasinya. Sementara fungsi pengawasan yang efektif selalu mempersyaratkan independensi. Tanpa independensi antara pihak yang mengawasi dengan yang diawasi kemungkinan besar yang terjadi justru kolusi. Kedua, badan pengawas fungsional seperti BPK (Badan Pengawas Keuangan) dan BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan), memang serupa dengan Ombudsman sebagai lembaga independen terhadap

29 www.insfre.com, Peran Ombudsman Dalam Mewujudkan Good Governance, Abdul

(14)

14 instansi yang diawasi. Demikian pula lembaga politik DPR/DPRD, juga independen. Akan tetapi, objek pengawasannya lah yang membedakannya. Obyek pengawasan BPK/BPKP adalah aspek keuangan menyangkut seberapa jauh pembelanjaannya sesuai dengan rencana pembelanjaan dan penganggarannya; dan obyek pengawasan DPR/D adalah kebijakan publik yang bersifat umum dan tentu saja ada nuansa politisnya. Sementara sasaran pengawsan Ombudsman pada mutu layanan aparat yang bersifat langsung kepada warga masyarakat. Itulah sebabnya, sasaran utama kerja Ombudsman adalah keluhan masyarakat terhadap mutu layanan publik dari aparat.

Mencermati pasal 6 UU No.37 tahun 2008, yang berbunyi “ombudsman berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara dan pemerintah. . .” jika di tinjau melalui khazanah penegakan hukum administrasi, pengawasan dan sanksi merupakan instrument penegak hukum administrasi, pengawasan merupakan langkah preventif untuk melaksanakan kepatuhan30. Secara objective case ada dua macam bentuk pengawasan yakni pengawasan dari segi hukum (rechmatigheid) dan pengawasan dari segi kemanfaatn (doelmatigheid). Berdasrakan pada UU no.37 tahun 2008 pasal 3 dan 4, dapat dikatakan bahwasanya kedua hal tersebut merupakan objek pengawasan ombudsman baik secara hukum maupun segi kemanfaatan.

Hakikatnya, pengawasan ini diupayakan dalam rangka memberikan perlindungan hukum bagi rakyat, pengawasan segi hukum dan segi kemanfaatan terhadap tindakan pemerintah dalam hukm administrasi negara adalah dalam rangka memberikan perlindungan bagi rakyat, yang terdiri dari upaya administratif dan peradilan administrasi.31 Sebagaimana disebutkan, bahwa sarana penegakan hukum itu, di samping pengawasan adalah sanksi. Sanksi merupakan bagian penting

(15)

15 dari setiap peraturan, bahkan J.B.J.M Ten Berge menyebutkan bahwa sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Namun pada dasarnya penerapan sanksi dalam hukum administrasi tanpa perantaraan hakim, akan tetapi dalam beberapa hal ada pula sanksi administrasi yang harus melalui proses peradilan, sebagaimana yang ungkapkan J.J.Oosternbrink, tidak hanya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah sendiri, tetapi juga sanksi yang dibebankan oleh hakim administrasi atau instansi banding administrasi. Ombudsman, sebagai lembaga negara yang berfungsi mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, ruang lingkupnya berada pada hukum publik (hukum administrasi negara).32 Jadi dalam hal penegakannya pun tidak hanya berkisar pada sanksi administratif saja tapi juga sanksi yang dihasilkan melalui proses peradilan.

Dewasa ini, ujung tombak perjuangan ombudsman hanyalah pada batas rekomendasi belaka, sesuai bunyi pasal 35 huruf b. Meskipun secara hirarkis eksistensi ombudsman telah dijamin oleh Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008, namun jika ditelaah secara kritis, sebenarnya Undang-Undang tersebut saling serang antara pasal satu dengan pasal yang lain, sehingga Undang-Undang tersebut terkesan tidak akomodatif dan responsive, sebagai contohnya yakni pasal 2 dan pasal 38 ayat 4. Kemudian dalam hal alur penegakan hukumnya, dalam 38 ayat 4 disebutkan ; “dalam hal Terlapor dan atasan Terlapor tidak melaksanakan Rekomendasi atau hanya melaksanakan sebagian Rekomendasi dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Ombudsman, Ombudsman dapat mempublikasikan atasan Terlapor yang tidak melaksanakan Rekomendasi dan menyampaikan laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden” (pasal 38 ayat 4). Alur seperti ini jika dilihat dari efektifitas penegakan hukumnya, tentu merupakan alur dengan capaian yang mengambang (abstrak) dan sulit untuk mencapai kepastian dan kemanfaatan hukum, serta mengelabui

32 Murtir Jeddawi, Reformasi Birokrasi,Kelembagaan,dan Pembinaan PNS, Yogyakarta,

(16)

16 prinsip good governance. padahal sebagaimana telah disebutkan diatas, pengawasan adalah salah satu instrument penegakan hukum administrasi, maka dari itu perlu adanya eksperimentasi atau restrukturisasi terhadap alur penegakan hukum tentang perbuatan maladministrasi yang dimiliki ombudsman dewasa ini. Singkatnya, efektifitas peran dan fungsi ombudsman akan lebih terjamin dan nyata jika ombudsman diberikan wewenang menggugat pada peradilan administrasi yang secara niscaya memang kewenangan lembaga peradilan administrasi untuk menangani apa yang menjadi objek kerja ombudsman, hal tersebut bukanlah suatu gagasan frontal yang penuh emosional, bahkan wajar karena ruang lingkup ombudsman berada pada ruang lingkup hukum publik.

(17)

17

2. Restrukturisasi Wewenang Ombudsman Republik Indonesia

Lembaga negara yang dalam konsepsinya dikategorikan ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD yang kemudian disebut sebagi organ lapis pertama, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dalam hal ini disebut ebagai organ lapis kedua. Dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden yang selanjutnya disebut sebagai organ lapis ketiga. Ombudsman yang awalnya dibentuk berdasarkan Keppres yang dalam hal ini sebagai organ lapis ketiga dalam hirarkinya kelembagaan negara dan memilki peran yang kurang begitu

Selanjutnya adalah terkait posisi organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-Undang.

(18)

18 Dari kesadaran tersebut, karena ombudsman merupakan organisasi independen seharusnya untuk menjaga independensianya tersebut ombudsman langsung berhubungan dengan peradilan administrasi dalam hal telah tercapainya rekomendasi dari ombudsman, sehingga sanksi yang lahir adalah sanksi yang dikeluar dari lembaga peradilan yang tentunya memiliki unsur keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Disinilah etik suatu good governance tercapai.

3. Independensi dan Eksistensi Ombudsman Di Indonesia

Meyakinkan ombudsman merupakan lembaga yang independen atau tidak, nampaknya bisa dlihat dari apa yang diklasifikasikan oleh Antonius Sujata dan Surachaman,33 Pertama, independensi ombudsman yang sifatnya institusional, artinya ombudsman sama sekali bukan bagian dari institusi Negara yang telah ada. Oleh karena itu ombudsman sama sekali tidak diawasi oleh kekuasaan Negara, dan harus memperoleh kedudukan yang tinggi. Kedudukan yang tinggi rasanya sudah terwujud yaitu dengan dengan disahkannya UU Nomor 37 Tahun 2008, jelas bahwa kedudukan ombudsman sederajat dengan lembaga Negara lain yang juga tidak diawasi oleh kekuasaan Negara.34 Kedua, independensi ombudsman yang bersifat fungsional, maksudnya adalah bahwa ombudsman tidak boleh dicampuri (atau diperintah) dan ditekan oleh siapapun. Ketiga, independensi yang sifatnya personal, mengandung arti bahwa ombudsman haruslah pribadi-pribadi yang memilki integritas, kredibilitas, dan kapabilitas memadai sehingga dapat dipercaya masyarakat. Oleh karena itu untuk menjadi seorang ombudsman harus melalui seleksi ketat yang dilakukan oleh tim seleksi yang sangat independen yang memilki independensi personal akan kemampuan menjalankan tugasnya secara adil dan tidak

33 Budhi Masthuri, Ombudsman Dalam Transisi Demokrasi Indonesia , Mappi FH UI,

Jakarta, 2008, hlm. 15.

(19)

19 berpihak.35 Dalam sistem ketatanegaraan, keberadaan lembaga independen pelembagaannya harus disertai dengan kedudukan dan peranan (role) serta mekanisme yang jelas, sehingga menurut Purnadi dan Soerjono Soekamto, perlu adanya status atau kedudukan yang menjadi subjek dalam negara mencakup lembaga atau badan, pejabat, dan warga Negara. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin eksistensinya ke depan, wujud nyata independensi tersebut ialah harus mencakup kekuasaan, public service, kebebasan atau hak-hak asasi, dan kewajiban terhadap kepentingan umum.36

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah serta uraian diatas, kiranya peneliti dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur dalam UUD 1945 menggunakan sistem presidensial. Dalam sistem presidensial peran ombudsman sangatlah penting dalam rangka menciptakan sistem pemerintahan yang baik. Hal ini dikarenakan kedudukan pemerintah yang kuat dalam sistem presidensial tanpa diiringi pengawasan yang berimbang dari lembaga negara yang lain akan melahirkan suatu kekuasaan yang absolute. Sistem pemerintahan yang baik dapat terwujud apabila lembaga-lembaga negara yang ada menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan prinsip transparansi, keterbukaan, akuntabilitas serta kepastian dan kemanfaatan hukum. Sehingga capaian good governance dan clean government akan mudah direalisasikan

35

Dalam pasal 15 ayat 2 UU No 37 tahun 2008 memang disebutkan panitia seleksi yang terdiri dari unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi, dan anggota masyarakat. Sehingga secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa penyeleksi tersebut memiliki independensi yang bisa diminta pertanggung jawabannya.

36Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2006,

(20)

20 2. Tugas dan wewenang yang dimiliki Ombudsman dalam melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintah yang ada sekarang ini belum mampu untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan ketika awal dibentuknya ombudsman sehingga perlu dilakukan restrukturisasi akan tugas dan wewenang ombudsman.

B. Saran

Selain itu, penulis juga merasa perlu memberikan kontribusi dalam bentuk saran-saran sebagai berikut:

1. Restrukturisasi fungsi dan wewenang lembaga Ombudsman agar teciptanya sistem pemerintahan yang baik

(21)

21

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang

UUD 1945, 2007, Citra Aditya Bakti: Bandung

UU Nomor 37 Tahun 2008, 2009, Citra Aditya Bakti: Bandung.

Buku-Buku

Amir Machmud, 1984, Demokrasi, Undang-undang dan Peran Rakyat, LP3ES : Jakarta.

Budhi Masthuri, 2005, Mengenal Ombuidsman Nasional, PT. Pradnya Paramita : Jakarta,

Galang Asmara, 2005, Ombudsmen Nasional dalam Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia, Laksbang Pressindo: Yogyakarta.

Hardijanto, 2000, Pendayagunaan Aparatur Negara Menuju Good Governance, Work Paper TOT: Jakarta.

Jimly Asshiddiqie, 2005, Format Kelmbagaan Negara dan Pergeseran Kekuasaan Dalam UUD 1945, FH UII Press: Yogyakarta.

________________, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia Cet-2, KonsPress: Jakarta.

________________ , 2006, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Sekretaris Jenderal dan Kepaniteraan MK-RI: Jakarta. Johny Ibrahim. 2005, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Media: Surabaya.

Joko Widodo, 2001, Good Governance, Telaah dari Dimensi:Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi, Insan Cendekia: Surabaya.

Miftah Thoha, 2008, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Prenada Media Group: Jakarta.

Miriam Budiardjo, 1999, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

M. Sayuthi Ali, 2002, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta.

Murtir Jeddawi, 2007, Reformasi Birokrasi,Kelembagaan,dan Pembinaan PNS, Total Media: Yogyakarta.

Ni’matul Huda, 2006, Hukum Tata Negara Indonesia, Rajagrafindo Persada: Jakarta.

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu: Surabaya

Ridwan HR, 2006, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers: Jakarta.

Sudargo Gautama, 1993, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni: Bandung. S. Hans Kelsen, 1990, General Theory of Law and State, Alexandria: Virginia. Sedarmayanti, 2004, Good Governance : Membangun Sistem Manajemen Kinerja

Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar Maju: Bandung.

(22)

22

Jurnal dan Makalah

Agus Widjayanto Nugroho, Tanpa tahun, Lembaga Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam mewujudkan Good Governance, Makalah,tidak diterbitkan, hlm. 8

Jimly Assidiqqie, 14-18 Juli 2003, Strikutur Ketatanegraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD 1945, Makalah disamapaikan pada Seminar Pembanguna Hukum Nasional VIII di Denpasar, hlm. 15.

Marcus Lukman, 1998, Hak Asasi Manusia dan Birokrasi Tantangan Menuju Negara Hukum Kesejahteraan, Jurnal Perspektif, vol. 3, No. 1, hlm. 5. Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Pemantapan Cita Hukum dan Asas-asas Hukum

Nasional dimasa Kini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta, ,hlm. 1.

Saifuddin, 2010, Materi Perkuliahan Hukum Konstitusi, FH UII, hlm. 15.

Elektronik dan Media Cetak

http://www.ombudsman.go.id/Website/detailArchieve/161/id, Fungsi Lembaga Negara Banyak Tumpang Tindih, diakses tanggal 03 Mei 2010.

www.google.com, Supremasi Parlemen, diakses tanggal 29 Maret 2010.

http//:www.antikorupsi.org/, Menanti Lahirnya Ombudsman Parlementer, diakses tanggal 03 mei 2010.

www.insfre.com, Peran Ombudsman Dalam Mewujudkan Good Governance, Abdul Ghaffar, diakses tanggal 31 Maret 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian deskriptif menunjukkan bahwa bentuk tata letak laboratorium fisika SMAN 12 Makassar terdiri dari tiga aspek yaitu letak laboratorium, ventilasi cahaya

Setelah melalui proses simulasi dan proses pengujian, diketahui bahwa snort dapat mendeteksi setiap serangan dengan membuka paket data serangan, paket data serangan port

meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4C SD Negeri 002 Balikpapan Barat, khususnya pada pelajaran IPS dengan materi membaca peta lingkungan setempat. 2)

Idiom = struktur yang khas dalam sebuah komposisi seni, sastra, desain atau arsitektur, yang membedakannya dengan struktur pada karya-karya lainnya.. Imperialisme =

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pada disiplin ilmu Psikologi Konsumen, yang terkait dengan tema perilaku membeli produk di Starbucks Coffee

Rendra Agung Prabowo, A 120908023, Perbedaan Prengaruh Metode Latihan Berbeban Leg-press dan Squat Terhadap Peningkatan Prestasi Lari 100 Meter Ditinjau Dari Rasio

 Guru meminta masing-masing siswa dalam kelompok untuk menuliskan pertanyaan dari materi tentang struktur bumi baik yang belum diketahuinya atau bagian yang

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa sebagian besar siswa SMK Muhammadiyah 1 Tempel Sleman memanfaatkan media elektronik untuk