PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
S K R I P S I
Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara
Oleh
BENNY SURYADI BM
110200093
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
Oleh
BENNY SURYADI BM
110200093
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
Disetujui Oleh :
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH., M.Hum NIP. 195909211987031002
Pembimbing I Pembimbing II
Mirza Nasution, SH., M.Hum Drs. Nazaruddin, SH.M.A
NIP. 197212261998021001 NIP. 1955061119800131004
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas izin, berkat, dan rahmat-Nyalah Penulis dapat menyelesaikan Penulisan skripsi ini dengan baik. Adapun skripsi ini disusun dan diajukan sebagai salah satu kewajiban untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Konsep negara hukum menghendaki adanya perlindungan terhadap hak warga negara. Hal ini mencerminkan bahwa negara hukum menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia sebagai hal yang kodrati yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada manusia. Dalam praktek bernegara dewasa ini, hak tersebut dilegitimasikan ke dalam konstitusi negara sehingga hak tersebut disebut hak konstitusional warga negara. Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara yang dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan negara haruslah memperhatikan hak konstitusional warga negara tersebut.
Adapun judul skripsi ini ialah PENEGAKAN HAK KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM. Skripsi ini akan membahas bagaimana perlindungan hak
konstitusional melalui upaya hukum constitutional complaint dalam menjamin hak
konstitusional warga negara untuk mencapai cita negara hukum.
Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa bantuan-bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam Penulisan skripsi ini.
kepada penulis selama ini. Amiin. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Betaria Ayu Ningsih dan Basri Mahyudi BM, yang selalu memberikan semangat dan dukungan secara langsung maupun tidak langsung kepada Penulis.
Dengan segala kerendahan hati, Penulis sampaikan terima kasih yang tulus kepada:
1. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H, M.Hum, selaku Ketua Departemen
Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Dr. Mirza Nasution, S.H.,M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang
telah meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
7. Bapak Drs. Nazaruddin, S.H, M.A, selaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
8. Dosen-dosen di Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, Bapak Armansyah, S.H, M.Hum., Bapak Yusrin Nazrief, S.H, M.Hum, dan Bapak Edy Murya, S.H. Serta para pegawai di Departemen Hukum Tata Negara.
9. Ibu Afrita, S.H., M.Hum selaku Dosen Pembimbing Akademik Penulis.
10.Semua Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
11.Teman-teman baik saya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Paulus Siahaan, Bob Panjaitan, Daniel Clinton Siregar, Geraldi Siahaan, Hizkia Karunia Parangin-angin dan seluruh stambuk 2011 yang telah mendukung penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
12.Teman-teman saya di departemen Hukum Tata Negara, Dyna Sri Wahyuni,
Tri Yanto Yeremia, Tody Valery, Juanda Tampubolon, Elmas Wulandari, Saprizal, Garry F.A.S, Herry P. Kaban, Tri Marilando, dan Farah Muriana, terima kasih atas bantuannya selama ini.
13.Terima kasih kepada teman-teman se-Grup B (angkatan 2011) yang
bersama-sama menghadapi masa perkuliahan baik yang menyenangkan.
14.Para senior yang selalu membimbing Penulis, khusunya untuk eduard
Tobing, Oren Riff Milano Budi Sidabuke dan Lain-lain yang selalu memberikan semangat kepada Penulis
15.Para pegawai administrasi dan bagian tata usaha serta karyawan-karyawan
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
16.Dan para pihak lainnya yang tidak dapat Penulis sebutkan satu persatu.
Akhir kata, Penulis menyadari sepenuhnya bahwat tulisan ini takluput dari kekurangan, maka dari itu Penulis mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, mahasiswa, praktisi dan perkembangan dunia ilmu pengetahuan dalam bidang Hukum Tata Negara.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iv
ABSTRAK vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 11
D. Keaslian Penulisan 12
E. Tinjauan Kepustakaan 13
F. Metode Penelitian 19
G. Sistematika Penulisan 22
BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
A. Hak Konstitusional Warga Negara 24
B. Kedudukan HAM Sebagai Hak Konstitusional Warga Negara Ditinjau
Dari UUD 1945 26
C. Bentuk Perlindungan Hak Konstitusional Warga Negara 36
BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL
A. Constitutional Complaint Dalam Menjamin Hak Konstitusional Dalam
Konsep Negara Hukum 46
B. Constitutional Complaint Sebagai Bentuk Pengujian Konstitusional 51 C. Constitutional Complaint Ditinjau Dari UUD 1945 Sebagai Bagian
BAB IV KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI MENGADILI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM
A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Ditinjau Dalam UUD 1945 59
B. Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Mengadili Perkara
Constitutional Complaint 63
C. Penambahan Kewenangan Mahkamah Konstitusi Tanpa Perubahan UUD
1945 68
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 78
B. Saran 80
ABSTRAK menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara hukum mengindikasikan adanya penjaminanan terhadap hak asasi warga negara. Hak asasi tersebut dimuat ke dalam konstitusi negara yakni UUD 1945 sehingga hak tersebut menjadi hak konstitusional warga negara. oleh karena itu semua tindakan maupun peraturan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara.
Constitutional Complaint dalam sistem peradilan konstitusi adalah bagian dari perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Mekanisme constitutional complaint di Indonesia sama seperti mekanisme judicial review, dimana adanya pemohon, objek dan persyaratan. Tetapi, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif yang bertugas mengawal tegaknya konstitusi belum diberikan kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional.
Mahkamah Konstitusi memiliki prospek untuk menyelesaikan perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak perkara pengujian konstitusional yang masuk ke Mahkamah Konstitusi secara substansi merupakan pengaduan konstitusional. Hal ini mendorong Mahkamah Konstitusi agar lebih
progresif menangani perkara yang secara substansi merupakan Constitutional
Complaint.
Kasus seperti Ahmadyah, kasus Tenaga Kerja Indonseia yang dideportasi di Nunukan serta pengujian penafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
merupakan kasus yang diindikasikan merupakan constitutional complaint.. Banyak
kasus constitutional complaint yang terjadi dimasyarakat tidak dapat diselesaikan
sehingga membuat kekosongan hukum, sehingga mekanisme constitutional complaint
di Indonesia di masa mendatang dapat mengadopsi mekanisme constitutional
complaint berkaitan dengan legal standing pemohon, objek permohonan dan syarat permohonan.
Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Constitutional Complaint, Hak Konstitusional.
*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I
ABSTRAK menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Konsep negara hukum mengindikasikan adanya penjaminanan terhadap hak asasi warga negara. Hak asasi tersebut dimuat ke dalam konstitusi negara yakni UUD 1945 sehingga hak tersebut menjadi hak konstitusional warga negara. oleh karena itu semua tindakan maupun peraturan yang dibuat oleh pemegang kekuasaan negara harus memperhatikan hak konstitusional warga negara.
Constitutional Complaint dalam sistem peradilan konstitusi adalah bagian dari perlindungan terhadap hak konstitusional warga negara. Mekanisme constitutional complaint di Indonesia sama seperti mekanisme judicial review, dimana adanya pemohon, objek dan persyaratan. Tetapi, Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga yudikatif yang bertugas mengawal tegaknya konstitusi belum diberikan kewenangan untuk mengadili perkara pengaduan konstitusional.
Mahkamah Konstitusi memiliki prospek untuk menyelesaikan perkara constitutional complaint dimasa mendatang, karena banyak perkara pengujian konstitusional yang masuk ke Mahkamah Konstitusi secara substansi merupakan pengaduan konstitusional. Hal ini mendorong Mahkamah Konstitusi agar lebih
progresif menangani perkara yang secara substansi merupakan Constitutional
Complaint.
Kasus seperti Ahmadyah, kasus Tenaga Kerja Indonseia yang dideportasi di Nunukan serta pengujian penafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
merupakan kasus yang diindikasikan merupakan constitutional complaint.. Banyak
kasus constitutional complaint yang terjadi dimasyarakat tidak dapat diselesaikan
sehingga membuat kekosongan hukum, sehingga mekanisme constitutional complaint
di Indonesia di masa mendatang dapat mengadopsi mekanisme constitutional
complaint berkaitan dengan legal standing pemohon, objek permohonan dan syarat permohonan.
Kata Kunci : Mahkamah Konstitusi, Constitutional Complaint, Hak Konstitusional.
*) Mahasiswa Fakultas Hukum USU **) Dosen Pembimbing I
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 yang biasa disingkat UUD 1945 sebagai konstitusi Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa Indonesia dalam penyelenggaraan ketatanegaraan didasarkan
pada hukum yang berlaku. Konstitusi mengatur aspek ketatanegaraan Indonesia
terkait pembagian kekuasaan negara, penyelenggaraan kekuasaan negara hingga
perwujudan akan tujuan dan cita-cita bernegara.
Dapat diartikan bahwa hukum bertujuan untuk menjamin kepastian hukum
pada warga negara dan hukum itu harus pula bertumpu pada keadilan (justice), yaitu
asas-asas keadilan dari masyarakat sebagai tujuan dari hukum.1 Oleh karena itu,
hukum sebagai koridor yang memberi batasan dan arah dalam penyelenggaraan
kehidupan negara.
Negara sebagai rumah dari warga negara berkumpul menjadi sebuah
komunitas hidup bersama dalam suatu wilayah dan pemerintahan haruslah mampu
melindungi hak asasi warga negaranya. Oleh karena itu, Negara harus mampu
1
memberikan jaminan perlindungan hak asasi melalui kekuasaan pemerintahannya.
Hal ini sejalan dengan konsep negara hukum yang telah dijelaskan diatas melalui
kekuasaan pemerintahan, Negara harus melindungi hak asasi warga Negara.
Jimly Asshiddiqie berpendapat, bahwa salah satu unsur yang mutlak harus ada
dalam negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights).2
Dan diperkuat oleh pendapat Friedrich Julius Stahl, salah satu unsur yang dimiliki
oleh negara hukum adalah pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic
rights/fundamental rights) atau Hak Asasi Manusia yang disingkat HAM.
Menurut John Locke, HAM merupakan hak-hak yang langsung diberikan oleh
Tuhan sebagai sesuatu yang kodrati/inheren.3 Dapat dijelaskan bahwa tidak ada
satupun bentuk kekuasaan yang dapat menyinggung ataupun meniadakan hak asasi
seseorang. Sehingga hak asasi seseorang harus dijaga, dilindungi dan dijunjung tinggi
oleh siapapun tanpa terkecuali. Negara yang menjalankan kekuasaan juga harus
melindungi dan menghormati hak asasi warga Negara.
Indonesia sebagai Negara hukum telah menerapkan perlindungan dan
penghormatan hak asasi warga Negara. Dimana perlindungan dan penghormatan hak
asasi diaplikasikan ke dalam konstitusi atau UUD 1945. Dapat dsimpulkan bahwa
pemahaman Indonesia mengenai HAM adalah hak yang melekat (dignity) dalam diri
manusia sebagai anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu,
Negara menjaminnya dalam legitimasi hak asasi kedalam UUD 1945 yang disebut
hak konstitusional warga Negara.
Indonesia merupakan Negara hukum yang konstitusional. Hal ini diartikan
bahwa penyelenggaraaan aspek hukum ketatanegaraan Indonesia didasarkan pada
konstitusi sebagai Undang-Undang Dasar Negara (staatsgrundnormgesetz).
Konstitusi sebagai hukum dasar yang utama dan merupakan hasil representatif
kehendak seluruh rakyat, haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di setiap
sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, prinsip yang timbul
adalah setiap tindakan, perbuatan, dan/atau aturan dari semua otoritas yang diberi
delegasi oleh konstitusi, tidak boleh bertentangan dengan hak konstitusional warga
negara dan konstitusi itu sendiri. Dengan kata lain, konstitusi harus diutamakan, dan
maksud atau kehendak rakyat harus lebih utama daripada wakil-wakilnya. Serta
Semua produk hukum dibawah UUD tidak boleh bertentangan dengan UUD.
Dari penjelasan diatas, maka segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan
haruslah memperhatikan hak konstitusional warga Negara yang termuat dalam
konstitusi. Hak-hak konstitusional tersebut jika dilanggar atau bahkan diabaikan oleh
berlakunya suatu produk hukum yang dikeluarkan oleh aparatur Negara ataupun
aspek lain yang bertentangan dengan hak konstitusional, adakah mekanisme hukum
untuk menjamin hak-hak konstitusional? karena hak-hak konstitusional tersebut tidak
cukup hanya sebatas pengakuan tertulis dalam sebuah dokumen, tetapi harus ada
perlindungan yang konkrit yang mampu menjamin dan melindungi hak-hak dasar
Sejalan dengan perjalananan ketatanegaraan Indonesia ditemukan
permasalahan dalam menjamin hak konstitusional warga Negara. Konstitusi
Indonesia yakni UUD 1945 belum memuat akan hal yang terkait penjaminan hak
konstitusional warga Negara secara maksimal. Hal yang terkait pelanggaran
konstitusional yang dimuat dalam produk hukum Undang-undang dapat diajukan
upaya hukum judicial review terhadap undang-undang dasar. Selain itu dalam
pelanggaran hak konstitusional yang berbentuk keputusan dapat diajukan gugatan ke
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Timbul sebuah permasalahan yang sangat penting dalam upaya perlindungan
hak konstitusional warga negara yaitu bagaimana pelanggaran konstitusional yang
bukan atas berlakunya undang-undang atau keputusan? Adakah upaya yang dapat
ditempuh dalam mencari keadilan dalam perwujudan negara hukum (rule of law)?
Konsep Rule of Law menginginkan adanya peran peradilan yang bebas dan
tidak memihak untuk memberikan putusan terhadap segala kasus hukum yang terjadi
dalam suatu Negara.4 Dari hal tersebut dijelaskan bahwa lembaga peradilan sebagai
instrumen hukum dalam menjamin keadilan harus mampu menyelesaikan segala
permasalahan hukum yang terjadi di masyarakat.
Dalam praktek peradilan di Indonesia, fakta menunjukkan ditemukan perkara
diajukan ke Mahkamah Konstitusi Indonesia yang terindikasi melanggar hak
konstitusional warga Negara yang menjadi kompetensi dalam contitutional
4
complaint, sementara semua upaya hukum yang ditempuh oleh pihak pengadu tidak
dapat diterima (niet onvankelijk verklaard) atau ditarik kembali oleh pengadu
sebelum proses peradilan dilaksanakan yang disebabkan tidak tersedianya
kewenangan/kompetensi mengadili perkara tersebut di Mahkamah Konstitusi,
maupun di semua lembaga peradilan yang ada.5 Misalnya, Surat Keputusan Bersama
(SKB) terkait persoalan aliran Ahmadiyah yang dikeluarkan oleh tiga kementerian
yang merupakan tindak lanjut dari UU No.1/PNPS/1965 yang menjadi pro dan kontra
yang hidup di tengah masyarakat. Dari kalangan masyarakat yang kontra menyatakan
bahwa SKB tersebut melanggar hak konstitusional yang diberikan Pasal 29 UUD 45
tentang kebebasan beragama. Dimana mereka berpendapat bahwa setiap orang berhak
memeluk kepercayaan yang dipercayainya sehingga orang lain harus menghormati
kepercayaan yang dianut oleh mereka Begitu pula pihak yang pro, berargumen bahwa
umat Islam harus dilindungi oleh negara dari kelompok-kelompok serta unsur-unsur
5
yang menistakan agama Islam sebagai agama yang berkembang di masyarakat.
Perkara tersebut ketika itu akan diajukan ke Mahkamah Konstitusi.6
Mahfud MD berpendapat, bahwa SKB tiga Menteri tentang pelarangan
Jemaat Ahmadiyah tidak dapat digugat ke Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung
ataupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), seperti yang ditulis dalam bukunya
Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu.7
Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kewenangan menilai SKB
Ahmadiyah yang didasarkan pada ketentuan Pasal 24 C UUD 1945 dan UU No. 8
tahun 2011 tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi hanya berwenang melakukan pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar baik secara materil dan formil, memutuskan
sengketa kewenangan antar lembaga yang wewenang atributif diberikan oleh UUD,
memutuskan sengketa hasil pemilihan umum (PHPU), dan memutuskan pembubaran
partai politik; sedangkan kewajiban Mahkamah Konstitusi adalah memutus pendapat
DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah bersalah melakukan pelanggaran
hukum ataupun tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden seperti yang dimaksud dalam UUD 1945 sehingga presiden dan wakil
presiden dapat diberhentikan sebelum berakhir masa jabatan (Impeachment). Jadi
tidak ada kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji sebuah SKB. Dibawa ke
MA juga tidak tepat, karena SKB bukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana
diatur dalam UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Undangan. Jika diperkarakan ke PTUN juga kurang tepat karena SKB tersebut dinilai
sebagai peraturan (regeling) bukan penetapan (beschiking) karena ada muatannya
yang bersifat umum (abstrak).”
Mahfud MD menyatakan, bahwa perkara tersebut dapat diselesaikan melalui
prosedur constitutional complaint (pengaduan konstitusional), Namun saat ini, yang
menjadi masalahnya adalah kewenangan tersebut di luar kewenangan Mahkamah
Konstitusi bahkan di luar lembaga yudikatif lainnya yang dapat disimpulkan bahwa
kewenangan tersebut belum menjadi kompetensi salah satu lembaga yudikatif yang
ada di Indonesia. Mahfud MD pun mengusulkan kewenangan ini untuk diberikan
kepada Mahkamah Konstitusi karena adanya masalah pelanggaran hak
konstitusional.8
Selain permasalahan hukum diatas, bagaimana dengan penyelesaian perkara
pengajuan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) terkait bunyi Pasal 34
UUD yang menyatakan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
Apakah mereka yang hidup terlantar dapat mengajukan pengaduan constitutional
complaint? jika dikaitkan pada tujuan demokrasi dalam kesejahteraan sosial warga
negara, negara tidak menjamin nasib anak terlantar dan fakir miskin sehingga
masyarakat tidak menperoleh kesejahteraan dalam penyelenggaraan Negara atas
tindakan pemegang kekuasaan yang tidak memperhatikan hak mereka. Adakah solusi
hukum dalam menampung aspirasi mereka yang lemah?
8
Dalam penerapan upaya hukum pidana, apabila seseorang terdakwa dalam
pengajuan peninjauan kembali yang dalam putusannya terjadi penerapan hukum yang
salah maka upaya hukum apa yang dapat digunakan oleh individu tersebut? jelas
bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar oleh penerapan hukum yang salah
namun ia harus menanggung akibat dari apa yang tidak diperbuatnya.
Jika melihat dari beberapa kasus diatas terjadi pelanggaran hak konstitusional
yang dibiarkan berlarut-larut sehingga tidak adanya kepastian hukum dalam
permasalahan diatas. Hal ini ini menyebabkan celah timbulnya kekosongan hukum
yang menunjukkan bahwa hukum yang seharusnya sebagai pencerah justru masih
lamban dalam menangkap dan menyelesaikan permasalahan hukum yang sangat
kompleks. Dimana hukum yang harusnya mempunyai wibawa sebagai jalan keluar
dalam menyelesaikan permasalahan hukum tidak mampu menjadi solusi dalam
permasalahan hukum. Hukum seolah hanya menjadi pemanis dan pelengkap yang
menyatakan Indonesia sebagai Negara hukum.
Mahkamah konstitusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi dalam
kenyataan tidak dapat menjamin hak konstitusional warga Negara secara maksimal.
Ironis, Indonesia mengagungkan pengakuan basic rights (hak dasar warga Negara)
tanpa perlindungan atau mendengung-dengungkan perlindungan tanpa tersedia upaya
hukum adalah sama saja pengingkaran terhadap pengakuan dan perlindungan basic
rights setiap warga negara. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara
yang menjamin hak-hak dasar warga negara sebagai perwujudan negara hukum
permasalahan ini dalam menjaga konsep Negara demokrasi rule of law maka
constitutional complaint dapat menjadi salah satu wewenang mahkamah konstitusi
dalam tugasnya mengawal konstitusi.
Sementara itu, kenyataan menunjukkan kewenangan constitutional complaint
di Indonesia belum dimiliki oleh lembaga yudikatif yang ada. Dengan banyaknya
perkara constitutional complaint yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi, maka
seharusnyalah constitutional complaint dipertimbangkan untuk menjadi wewenang
Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu upaya dalam menjamin hak konstitusional
warga Negara sebagai perwujudan Negara hukum.
Mahkamah konstusi yang bertugas sebagai pengawal konstitusi seharusnya
mampu menyelesaikan permasalahan hukum terkait pelanggaran hak konstitusional
warga Negara. Penting kiranya Mahkamah Konstitusi dapat menampung pengaduan
konstitusional (constitutional complaint) atas pelanggaran hak-hak konstitutional
warga negara karena sesungguhnya telah memiliki dasar hukum yang cukup
berdasarkan prinsip-prinsip konstitusi yang terdapat dalam UUD 1945.9 Dapat dilihat
pada Pasal 24 C UUD 1945 bahwa mahkamah konstitusi bertugas mengawal
konstitusi. Sehingga ini mengindikasikan bahwa setiap pelanggaran hak
konstitusional warga Negara tersedia sarana hukum dalam menjamin hak
konstitusional warga Negara melalui mahkamah konstitusi sebagai pengawal
konstitusi dalam perwujudan Negara demokrasi hukum di Indonesia.
9
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menelaah dan menganalisis
permasalahan ini dari sudut pandang politik hukum dengan berpedoman pada UUD
1945 yang diangkat dalam penelitian yang berjudul “PENEGAKAN HAK
KONSTITUSIONAL MELALUI CONSTITUTIONAL COMPLAINT
SEBAGAI PERWUJUDAN NEGARA HUKUM”. Diharapkan penelitian ini mampu menjawab problematika hukum terkait pelanggaran konstitusi, karena hal ini
penting demi menjaga hak-hak konstitusi warga negara dan menjamin supremasi
hukum konstitusi di Indonesia serta perwujudan Negara hukum.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan diatas maka diangkat rumusan
masalah oleh penulis sebagai berikut :
1. Bagaimana klasifikasi hak konstitusional yang dapat diajukan constitutional
complaint?
2. Bagaimana pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam
menjamin hak konstitusional warga Negara dalam konteks Negara hukum?
3. Bagaimana kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam memutus sengketa
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hak konstitusional yang dapat menjadi alasan mengajukan
constitutional complaint.
2. Untuk mengetahui pemberlakuan constitutional complaint di Indonesia dalam
menjamin hak konstitusional warga negara sebagai perwujudan Negara hukum.
3. Untuk mengetahui kedudukan mahkamah konstitusi sebagai pengawal konstitusi
yang berwenang dalam constitutional complaint.
Sedangkan manfaat penelitian yang didapatkan dari penelitian ini adalah :
1. Kegunaan teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih pemikiran terhadap
pengembangan Ilmu Pengetahuan dibidang Ilmu Hukum khususnya yang
terkait penerapan constitutional complaint (pengaduan konstitusional) sebagai
wewenang Mahkamah Konstitusi dalam ketatanegaraan di Indonesia.
b. Bagi pihak yang berkepentingan, yakni : para Pembentuk Peraturan
perundang-undangan dan Akademisi dapat memberikan masukan dalam
penerapan pengaduan konstitusional (constitutional complaint) dalam praktek
kenegaraan di Indonesia.
2. Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberi
permasalahan hukum mengenai pelanggaran hak konstitusional dan memberi
sumbangan pemikiran dalam perkembangan Kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal konstitusi dalam menjamin hak konstitusional warga Negara dalam
penyelenggaraan demokrasi hukum di Indonesia. Dan kepada pembuat kebijakan
(decision maker) dan pembuat peraturan (wetgever) dapat mempertimbangkan
constitutional complaint untuk diterapkan dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan perpustakaan Universitas
Sumatera Utara bahwa judul tentang Penegakan Hak Konstitusional Melalui
Constitutional Complaint Sebagai Perwujudan Negara Hukum, maka diketahui
bahwa belum ada penelitian yang serupa dengan apa yang menjadi bidang dan ruang
lingkup yang diangkat untuk dikaji dan diteliti dalam penelitian ilmiah ini. Oleh
karena itu, Penulis berkeyakinan bahwa penelitian yang Penulis lakukan dalam
penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan secara moril, karena
dalam melakukan penelitian ini penulis senantiasa memperhatikan
ketentuan-ketentuan atau etika penelitian yang harus dijunjung tinggi bagi Peneliti atau
E. Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai konstitusi memang menjadi topik yang menarik dalam
perkembangannya dewasa ini. Hal ini dapat dilihat dari tumbuh suburnya ajaran
konstitusionalisme dalam masyarakat sejak era reformasi 1998. Dalam penelaahan
sejumlah literlatur ditemukan sejumlah penelitian dan tulisan mengenai konstitusi
ketatanegaraan khususnya terkait constitutional complaint (pengaduan konstitusional)
maupun kajian yang masih berkaitan dengan penelitian ini.
1. Konsep Negara Hukum
Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan : “Negara Indonesia adalah Negara hukum.”
Negara hukum ialah negara menjunjung tinggi supremasi hukum dalam
penyelenggaraan Negara. Konstitusi merupakan hasil representatif dari kehendak
rakyat. Hal ini diartikan bahwa dalam penyelenggaraan Negara Indonesia
mendasarkan pada aturan hukum, yakni hukum konstitusi sebagai sumber hukum
tertinggi yang menjadi dasar pembentukan peraturan hukum lainnya dan
rambu-rambu terhadap segala bentuk tindakan pemegang kekuasaan dalam penyelenggaraan
Negara.
Sejalan dengan pendapat A.A.H Struycken dikutip oleh Sri Soemantri
menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai Konstitusi tertulis merupakan
sebuah dokumen formal yang berisi :10
10
1. Hasil Perjuangan politik bangsa di waktu lampau.
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun masa yang akan dating.
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa yang hendak dipimpin.
Konsep Negara hukum atau Rules of Law yang dianut Indonesia
mengindikasikan penjaminan hak-hak dasar (Hak Asasi Manusia yang disingkat
HAM) warga Negara sebagai anugerah Tuhan (inheren) yang melekat (dignity) pada
diri manusia sejak ia dilahirkan. Sehingga tidak ada satupun kekuasaan yang dapat
meniadakan ataupun melanggar hak-hak dasar tersebut sebagai bentuk penghormatan
akan hak asasi seseorang. Oleh karena itu, Negara sebagai penyelenggara kekuasaan
harus dapat menjamin perlindungan hak asasi warga negaranya.
Sebagai konsekuensi pengakuan terhadap hak asasi atau hak dasar warga
Negara diwujudkan melalui peraturan perundang-undangan yang merupakan
rambu-rambu agar terciptanya kepastian hukum, perlindungan hukum dan keadilan hukum.
Esensi dari pembentukan peraturan perundang-undangan ini adalah pengaturan
perilaku masyarakat, pemerintah serta aparatur penegak hukum dalam
penyelenggaraan Negara dalam mencapai tujuan bernegara rules of law.
2. HAM sebagai Hak Konstitusional
Pengakuan HAM dalam penyelenggaraan Negara Indonesia dilegitimasikan
kedalam konstitusi, dimana Hak asasi tersebut melahirkan hak konstitusional warga
Negara. Hak konstitusional warga Negara ialah hak-hak asasi yang dijamin oleh
dilegitimasi dalam UUD 1945 maka peraturan perundang-undangan lainnya serta
kebijakan pemerintah dalam penyelenggaraan Negara harus memperhatikan hak
konstitusional warga negara sebagai bentuk pelindungan hak konstitusional warga
negara.
3. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.11
Secara filosofis, ide pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah untuk
menciptakan sebuah sistem ketatanegaraan di Indonesia yang menganut asas
pemisahan kekuasaan (separation of power) secara fungsional dan menerapkan check
and balances untuk menggantikan secara bertahap penggunaan asas pendistribusian
kekuasaan (distribution of power) dan paham Integralisme dari lembaga negara.12
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara di bidang peradilan berfungsi
menangani perkara yang berkaitan dengan ketatanegaraan dalam rangka mengawal
konstitusi agar teraplikasi secara nyata dalam penyelenggaraan negara sesuai dengan
kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi. Hal ini mengindikasikan agar tidak terjadi
multi tafsir terhadap konstitusi seperti pengalaman masa lalu.
11
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 1 angka 1.
12
4. Constitutional Complaint
Constitutional complaint atau pengaduan konstitusional merupakan
pengaduan atau gugatan yang diajukan oleh orang perorangan (warga negara) ke
pengadilan, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi, teerhadap suatu perbuatan atau
kelalaian yang dilakukan oleh suatu lembaga negara atau otoritas publik (public
institution, publik authority) yang mengakibatkan terlanggarnya hak-hak dasar (basic
right) orang yang bersangkutan13.
Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia dalam penjaminan supremasi
konstitusi dan hak konstitusional warga Negara, lahir sebuah lembaga yudikatif yang
menangani perkara konstitusional berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 yang
menyatakan :
“ (1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa lembaga Negara yang wewenangnya diberikan undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum.”
Dalam menjalankan wewenangnya, Mahkamah Konstitusi bertugas sebagai pengawal
konstitusi dalam rangka tegaknya supremasi konstitusi dan menjamin hak
konstitusional warga Negara.
Keberadaan Mahkamah Konstitusi dinilai masih sangat terbatas dalam
menyelesaikan permasalahan konstitusional. Mahkamah Konstitusi hanya
menyediakan mekanisme yang justiciable dan enforceable bagi penegakan hak asasi
13
yang telah ditransformasikan menjadi hak konstitusional warga Negara. Setiap warga
Negara yang merasa dilanggar atau diabaikan hak konstitusionalnya oleh berlakunya
UU maka dapat mengajukan Legal Standings ke Mahkamah Konstitusi, serta
peraturan perundang-undangan di bawah UU yang diyakini bertentangan dengan
UUD dapat diajukan ke Mahkamah Agung.
Dalam perjalanan ketatanegaraan Indonesia terlalu banyak permasalahan
konstitusional terkait penjaminan hak konstitusional. Dalam hal ini, Mahkamah
Konstitusi seharusnya mempunyai wewenang menampung semua keluh kesah
masyarakat dalam pelanggaran hak konstitusional. Namun, Mahkamah Konstitusi
belum mempunyai wewenang dalam menerima pengaduan konstitusional dalam
pelanggaran hak konstitusional.
Pengaduan konstitusional (constitutional complaint) merupakan mekanisme
penegakan hak konstitusional warga Negara melalui pengaduan pelanggaran hak
konstitusional ke Mahkamah Konstitusi dalam pelaksanaan demokrasi konstitusional
yakni control rakyat terhadap Negara untuk memulihkan hak konstitusional warga
Negara.14 Mahfud MD berpendapat bahwa Constitutional complaint merupakan
pengajuan perkara ke Mahkamah Konstitusi atas pelanggaran hak konstitusional yang
tidak ada instrument hukum atasnya untuk memperkarakannya atau tidak tersedia
jaluh penyelesaian hukum atasnya. Mekanisme ini menjadi upaya dalam menangani
14
pelanggaran hak konstitusional secara penuh di Mahkamah Konstitusi dalam tugas
sebagai pengawal konstitusi.
Pan Mohammad Faiz, S.H dalam jurnal hukum yang berjudul Menabur Benih
Constitutional complaint, berpendapat bahwa constitutional complaint sangat
dimungkinkan menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia, yang sangat
disayangkan bahwa kewenangan ini belum diberikan kepada Mahkamah Konstitusi
selaku lembaga yang menampung dan menyalurkan keluh kesah (personal grievance)
atau pengaduan konstitusional sebagai upaya dalam mempertahankan hak
konstitusional warga Negara. Dalam tulisannya menyatakan bahwa konstitusi harus
diutamakan, dan maksud atau kehendak rakyat harus lebih diutamakan dari pada
wakil-wakilnya sehingga dapat menjadikan konstitusi selalu hidup (living
constitution).15
Vino Devanta Anjas Krisdanar dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 7 No. 3 Juni
2010 yang berjudul Menggagas Constitutional complaint dalam Memproteksi Hak
Konstitusional Masyarakat mengenai Kehidupan dan Kebebasan Beragama
menyatakan bahwa Constitutional complaint sangat berfungsi dalam menjaga hak
konstitusi masyarakat yang salah satu hak konstitusi tersebut adalah hak kebebasan
beragama.16
15
Pan Mohammad Faiz, Menabur Benih Constitutional complaint, Jurnal Hukum edisi senin 17 September 2006. http://jurnalhukum.com/constitutional-complaint-dan-hak-asasi.html diakses tgl 16 Maret 2015.
16
F. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan menggunakan
pendekatan secara yuridis. Mengacu pada tipologi pembahasan penelitian menurut
Soerjono Soekanto, studi pedekatan terhadap hukum yang normatif mengkonsepsikan
hukum sebagai norma, kaidah, peraturan perundang-undangan yang berlaku pada
suatu waktu dan tempat tertentu sebagai produk dari suatu kekuasaan negara tertentu
yang berdaulat.17
Berdasarkan judul penelitian yang telah dijabarkan kedalam beberapa rumusan
masalah serta dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini,
maka spesifikasi penelitian ini termasuk dalam lingkungan penelitian yang bersifat
observatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini memaparkan serta mendeskripsikan
(mengungkap) rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian yang dihubungkan
kedalam data yang dikumpulkan melalui library research (studi pustaka) dan
document research yang dilakukan dalam penelitian ini.
Penelitian ini dikatakan observatif karena hasil yang diperoleh dalam penelitian
ini diharapkan mampu memberi gambaran terkait penerapan pengaduan
konstitusional (constitutional complaint) sebagai kewenangan Mahkamah Konstitusi
sebagai pengawal konstitusi dalam melindungi dan menjamin hak konstitusional
warga negara.
17
2. Sumber Data
Penelitian ini bersifat normatif selalu menitikberatkan pada sumber data
sekunder yang dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah sebagai berikut :
a. Bahan hukum primer, yaitu semua bahan yang mengikat secara yuridis
meliputi Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. No. 8 Tahun
2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang Mahkamah
Konstitusi dan lain-lain.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu semua bahan yang memberi penjelasan
terhadap bahan hukum primer meliputi jurnal ilmiah, buku referensi
(litelatur), serta hasil karya ilmiah para sarjana dan Ahli hukum.
c. Bahan hukum tarsier, yaitu semua bahan yang member petunjuk maupun
penjelasan bahan hukum primer dan sekunder meliputi Kamus Hukum,
artikel, surat kabar, internet, ensiklopedi dan lain sebagainya.
3. Alat Pengumpulan Data
Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian normatif maka metode
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan studi Kepustakaan (Library
Resource) dan studi dokumen. Studi kepustakaan yang dilakukan dalam penelitian ini
ialah pengumpulan data penelitian melalui penelitian kepustakaan dengan
mempelajari litelatur-litelatur yang berhubungan dengan rumusan masalah yang
diperoleh dari bahan-bahan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan
penelitian ilmiah ini.
4. Analisi Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis data
kualitatif, yaitu data sekunder yang berupa teori, definisi dan substansi yang berasal
dari berbagai litelatur terkait dalam peneitian ini serta yang berasal dari peraturan
perundang-undangan terkait seperti Undang-undang Dasar 1945, Undang-Undang
No. No. 8 Tahun 2011 Tentang Perubahan UU No. 24 tahun 2003 Tentang
Mahkamah Konstitusi sebagai data primer dalam penelitian ini yang menunjang
dalam penulisan penelitian yang dilakukan.
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
memperoleh data dari berbagai sumber yang dianalisis secara kualitatif. Data
diperoleh dari studi pustaka atas beberapa litelatur terkait constitutional complaint
serta negara hukum. Kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir
deduktif yakni cara berpikir yang mendasar kepada hal yang bersifat umum yang
kemudian ditarik sebuah kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini.
Setelah data dianalisis secara kualitatif, maka hasilnya disajikan dalam sebuah
deskriptif yakni berupa pemaparan objek kajian yang diteliti dalam penelitian ini.
Pemaparan yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan jawaban atas
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini dibuat dan disusun atas 5 bab, dengan sistematika
penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Dalam Bab ini akan membahas mengenai latar belakang penulisan, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan
kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika penulisan yang dilakukan
dalam penulisan skripsi.
BAB II HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
Dalam Bab II ini akan membahas mengenai hak konstitusional warga negara,
Kedudukan HAM dan Hak warga negara sebagai hak konstitusional warga
negara ditinjau dari UUD 1945 serta Bentuk perlindungan hak konstitusional
warga negara.
BAB III KEDUDUKAN CONSTITUTIONAL COMPLAINT DALAM
MENJAMIN HAK KONSTITUSIONAL
Dalam Bab III ini akan membahas mengenai constitutional complaint dalam
menjamin hak konstitusional dalam konsep negara hukum, Constitutional
complaint ditinjau dari UUD 1945 sebagai bagian Konstitusi serta Contitutional
BAB IV KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM
MENGADILI CONSTITUTIONAL COMPLAINT SEBAGAI
PERWUJUDAN HUKUM
Dalam Bab IV ini membahas mengenai Kewenangan Mahkamah Konstitusi
ditinjau dalam UUD 1945, kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam mengadili
Constitutional Complaint serta Penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi
tanpa perubahan UUD 1945.
BAB V PENUTUP
Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari keseluruhan skripsi
yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang disertai dengan saran-saran dari
BAB II
HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA
D. Hak Konstitusional Warga Negara
Dalam mencapai cita-cita bernegara salah satu substansi yang dimuat dalam
konstitusi negara adalah pengaturan terkait Hak Asasi Manusia (human right). Negara
yang menganut sisterm rule of law, salah satu unsur yang mutlak harus ada adalah
pemenuhan akan hak-hak dasar manusia (basic rights).18 Hak dasar yang dimuat itu
sebagai bentuk pengakuan negara serta sebagai bentuk jaminan perlidungan negara
atas hak dasar warga negara, sehingga hak tersebut terlegitimasi secara hukum.
Konsekuensi akan hal ini adalah setiap bentuk kebijakan serta peraturan
perundang-undangan yang diberlakukan tidak boleh melanggar atau meniadakan hak-hak dasar
tersebut.
Perkembangan ketatanegaraan modern mengenal hak dasar yang dituangkan
dalam konstitusi tersebut sebagai hak konstitusional. Menurut Prof. Jimly
Asshiddiqie, Hak konstitusional merupakan hak-hak yang dijamin dalam dan oleh
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.19 Penjaminan hak tersebut baik dinyatakan
secara tegas maupun secara tersirat. Hak ini merupakan bentuk perlindungan hukum
dari perbuatan yang dimungkinkan dilakukan oleh pemegang kekuasaan
penyelenggara Negara dalam hubungan negara dan warga negara.
18
Jimly Asshiddiqie, Loc. cit, hlm. 343.
19
Dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 menyatakan :
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar.”20
Menunjukkan bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat, dapat diartikan
bahwa wujud demokrasi dalam penyelenggaraan negara tidak terbatas pada
penentuan siapa yang duduk dalam kekuasaan negara melalui hak pilih rakyat yang
menjadi hak konstitusional warga negara namun juga hak-hak yang diatur dalam
konstitusi baik hak asasi maupun hak warga negara yang tidak dilanggar dan
diabaikan oleh penyelenggara negara. Oleh karena itu, seluruh cabang kekuasaan
negara wajib melindungi dan menghormatinya.
Hak konstitusional terkait pula akan pengakuan negara atas subjek dari hak
konstitusional yakni warga negara. dalam hal warga negara, mereke ialah orang yang
diakui secara hukum serta disahkan oleh undang-undang sebagai warga negara
Indonesia. Oleh karena itu, ia mempunyai hak yang sama dalam hal apapun sebagai
warga negara Indonesia. Pengecualaian akan hal ini dalam kedudukan pencalonan
Presiden sesuai rumusan Pasal 6 Undang-Undang Dasar 1945 yakni:
“Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus warga negara Indonesia
sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden.”
Dari penjelasan diatas bahwa hak konstitusional berkaitan dengan hak warga
negara. Hak warga negara merupakan hak yang diberikan negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan oleh karena ia merupakan warga negara. oleh karena
20
itu, status kewarganegaraan warga negara menjadi tolak ukur dalam pemberian hak
warga negara.
Hak warga negara itu terdiri atas hak konstitusional dan hak legal. Hak legal
ialah hak yang diberikan kepada warga negara oleh peraturan perundang-undangan
dibawah Undang-Undang Dasar 1945. Hak konstitusional merupakan hak yang
diberikan kepada warga negara dan dijamin oleh konstitusi negara yakni
Undang-Undang Dasar 1945.
Hak konstitusional dapat dilihat sebagai timbal balik atas kewajiban
konstitusional sehingga hak konstitusional dan kewajiban konstitusional tidak dapat
dipisahkan, dimana dapat dijelaskan bahwa adanya hak konstitusional dikarenakan
adanya kewajiban konstitusional yang dilahirkan oleh UUD 1945. Kewajiban
konstitusional merupakan konsekuensi warga negara dalam kedudukannya sebagai
warga negara dalam melaksanakan tindakan yang diwajibkan oleh negara. Misalnya
kewajiban Negara untuk mengalokasi dana pendidikan 20 % dari APBN, serta
kewajiban untuk belajar, semua melahirkan hak konstitusional bagi warga Negara,
terhadap siapa Negara bekerja, serta yang menjadi tujuan Negara itu sendiri.
E. Kedudukan HAM sebagai hak konstitusional warga Negara ditinjau dari UUD
1945
Dalam perjalananan perkembangan kehidupan bernegara dewasa ini,
untuk dibicarakan. Dimana sebagai konsekuensi negara hukum (rechtstaat),
penjaminan Hak Asasi Manusia harus diwujudkan melalui penghormatan dan
dijunjung tinggi serta dijamin perlindungan hak asasi oleh negara.
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.21
Dalam penyelenggaraan ketatanegaraan di Indonesia hak asasi tersebut
diwujudkan dalam suatu legitimasi hukum. Bentuk legitimasi tersebut terdapat pada
batang tubuh UUD 1945. Norma-norma yang terdapat dalam UUD 1945 tidak hanya
mengatur organisasi kekuasaan lembaga negara dan hubungan antar kekuasaan
lembaga negara yang melahirkan kewenangan konstitusional (constitutional
authorities) dalam penyelenggaraan kehidupan negara tetapi juga mengatur hubungan
negara dengan warga negara dalam konteks kewenangan negara tersebut yang
berhadapan dengan hak konstitusional warga negaranya.
Dalam hubungan tersebut, hak warga negara diatur dalam UUD 1945 sebagai
bentuk perlindungan hak warga negara yaitu hak konstitusional warga negara atas
tindakan negara dalam penyelenggaraan negara. Hak tersebut tidak boleh dilanggar
dan menjadi koridor pembatas tindakan negara dalam peyelenggaraan negara baik
hak asasi maupun hak konstitusional warga negara.
Sebagaimana dirumuskan dalam naskah Perubahan Kedua UUD 1945,
ketentuan mengenai hak asasi telah mendapatkan jaminan konstitusional dalam
21
Undang-Undang Dasar. Sebagian besar materi Undang-Undang Dasar ini sebenarnya
berasal dari rumusan Undang-Undang yang telah disahkan sebelumnya, yaitu UU No.
39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Materi yang sudah diadopsikan ke
dalam rumusan Undang-Undang Dasar 1945 mencakup 27 materi berikut :22
1. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya23.
2. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah24.
3. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi25.
4. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu26.
5. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya,
memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali27.
6. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan
pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya28.
7. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat29.
8. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampai-kan informasi dengan menggunamenyampai-kan segala jenis saluran yang tersedia30.
9. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi31.
22
Jimly Asshiddiqie, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, (Jakarta : Mahakamah Konstitusi, 2010), hlm. 3. Diakses melalui hhtp://www.jimly.com tgl 21 April 2015.
23
Pasal 28A Perubahan Kedua UUD 1945.
24
Ayat (2) ini berasal dari Pasal 28B ayat (1) Perubahan Kedua.
25
Berasal dari ayat 28B ayat (2) Perubahan Kedua.
26
Pasal 28I ayat (2) Perubahan Kedua.
27
Dari Pasal 28E ayat (1) Perubahan Kedua.
28
Pasal 28E ayat (2) Perubahan Kedua.
29
Pasal 28E ayat (3) Perubahan Kedua.
30
Dari Pasal 28F Perubahan Kedua.
31
10.Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka
politik dari negara lain32.
11.Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan33.
12.Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk
memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai
persamaan dan keadilan34.
13.Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat35.
14.Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun36.
15.Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia37.
16.Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan
negaranya38.
17.Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum39.
18.Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja40.
19.Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan41.
20.Negara, dalam keadaan apapun, tidak dapat mengurangi hak setiap orang
untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut42.
32
Dari Pasal 28G ayat (2) Perubahan Kedua.
33
Ayat (1) ini berasal dari Pasal 28H ayat (1) Perubahan Kedua.
34
Pasal 28H ayat (2) Perubahan Kedua.
35
Pasal 28H ayat (3) Perubahan Kedua.
36
Pasal 28H ayat (4) Perubahan Kedua.
37
Ayat (5) ini berasal dari Pasal 28C ayat (1) Perubahan Kedua.
38
Dari Pasal 28C ayat (2) Perubahan Kedua.
39
Ayat (7) ini berasal dari Pasal 28D ayat (1) Perubahan Kedua.
40
Ayat (8) ini berasal dari Pasal 28D ayat (2) Perubahan Kedua.
41
Ayat ini berasal dari Pasal 28E ayat (4) Perubahan Kedua.
42
21.Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak masyarakat tradisional selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat peradaban
bangsa43.
22.Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang
diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya44.
23.Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah45.
24.Untuk memajukan, menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan46.
25.Untuk menjamin pelaksanaan Pasal 4 ayat (5) UU No. 39 Tahun 1999
Tentang Hak Asasi Manusia tersebut di atas, dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen menurut ketentuan yang
diatur dengan undang-undang47.
26.Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
27.Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan
ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis48.
43
Berasal dari Pasal 28I ayat (3) yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.
44
Ini adalah ayat tambahan yang diambil dari usulan berkenaan dengan penyempurnaan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 sebagaimana tercantum dalam lampiran TAP No.IX/MPR/2000, yaitu alternatif 4 dengan menggabungkan perumusan alternatif 1 butir ‘c’ dan ‘a’. Akan tetapi, khusus mengenai anak kalimat terakhir ayat ini, yaitu: “...serta melindungi penduduk dari penyebaran paham yang berten -tangan dengan ajaran agama”, sebaiknya dihapuskan saja, karena dapat mengurangi kebebasan orang untuk menganut paham yang meskipun mungkin sesat di mata sebagian orang, tetapi bisa juga tidak sesat menurut sebagian orang lain. Negara atau Pemerintah dianggap tidak selayaknya ikut campur mengatur dalam urusan perbedaan pendapat dalam paham-paham internal suatu agama. Biarlah urusan internal agama menjadi domain masyarakat sendiri (public domain). Sebab, perlindungan yang diberikan oleh negara kepada satu kelompok paham keagamaan dapat berarti pemberangusan hak asasi kelompok paham yang lain dari kebebasan yang seharusnya dijamin oleh UUD.
45
Ayat (6) ini berasal dari Pasal 28I ayat (4) Perubahan Kedua.
46
Dari ayat (5) Pasal 28I Perubahan Kedua dengan menambahkan perkataan “...memajukan..”, sehingga menjadi “Untuk memajukan, menegakkan, dan melindungi....”
47
Komnas HAM memang telah dikukuhkan keberadaannya dengan undang-undang. Akan tetapi, agar lebih kuat, maka hal itu perlu dicantumkan tegas dalam UUD.
48
Dapat disimpulkan bahwa hak konstitusional warga negara ialah HAM yang
dimuat dalam Pasal 28A hingga 28J UUD 1945. Meskipun demikian hak
konstitusional tidak selalu identik dengan HAM. Hal ini dapat dilihat pada hak setiap
warga negara untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, hak ini tidak berlaku
pada orang yang bukan warga negara. Oleh karena itu, hak konstitusional berlaku
bagi warga negara yang memenuhi syarat menurut hukum sebagai warga negara. Hal
ini berbeda dengan hak asasi yang berlaku secara universal.
Selain itu, dari pengertian hak asasi disimpulkan bahwa hak asasi tidak
tergantung pada negara, apakah negara memberi hak asasi pada warga negaranya atau
tidak? Hal ini dikarenakan hak asasi telah ada sebelum lahirnya negara. Jadi timbul
suatu pertanyaan bahwa hak asasi itu siapa yang memberikannya? Dalam menjawab
pertanyaan ini, dapat kita lihat dari pengertian hak asasi. Hak asasi itu diberikan oleh
Tuhan Yang Maha Esa yang mana hak asasi bersifat kodrati yang telah melekat sejak
manusia itu dilahirkan dimuka bumi ini sebagai anugerah-Nya. Jadi dapat dikatakan
sejak Adam sebagai manusia pertama yang diciptakan Tuhan, maka sejak saat itulah
hak asasi itu telah ada. Sementara itu seseorang yang berstatus kewarganegaraan
dalam suatu negara memperoleh hak warga negaranya.
Hak konstitusional warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara
yang diberikan oleh karena status kewarganegaraan yang terlegitimasi dalam UUD
1945. Hak ini merupakan hasil legitimasi yang diakui dalam konstitusi maupun
peraturan perundang-undangan lainnya. Dapat dikatakan hak konstitusional
Hak warga negara merupakan hak yang diberikan oleh negara atas status
kewarganegaraan yang menurut peraturan perundang-undangan. Di dalam hak warga
negara disamping hak konstitusional, terdapat hak sipil. Hak sipil merupakan hak
yang diberikan dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan di luar konstitusi
yang diberikan oleh negara oleh karena status kewarganegaraan seseorang.
Jika ke-27 ketentuan yang disebutkan diatas diperluas dengan maksud
menyempurnakan rumusan yang ada, lalu dikelompokkan kembali sehingga
mencakup ketentuan-ketentuan baru yang belum dimuat di dalamnya, maka rumusan
hak asasi dan hak warga negara dalam Undang-Undang Dasar dapat mencakup empat
kelompok materi, yaitu :49
1. Kelompok Hak-Hak Sipil yang dapat dirumuskan menjadi :
a. Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan
kehidupannya.
b. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, perlakuan atau
penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan.
c. Setiap orang berhak untuk bebas dari segala bentuk perbudakan.
d. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
e. Setiap orang berhak untuk bebas memiliki keyakinan, pikiran dan hati
nurani.
f. Setiap orang berhak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum.
g. Setiap orang berhak atas perlakuan yang sama di hadapan hukum dan
pemerintahan.
h. Setiap orang berhak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut.
i. Setiap orang berhak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah.
j. Setiap orang berhak akan status kewarganegaraan.
k. Setiap orang berhak untuk bebas bertempat tinggal di wilayah negaranya,
meninggalkan dan kembali ke negaranya.
l. Setiap orang berhak memperoleh suaka politik.
m. Setiap orang berhak bebas dari segala bentuk perlakuan diskriminatif dan
49
berhak mendapatkan perlindungan hukum dari perlakuan yang bersifat diskriminatif tersebut.
2. Kelompok Hak-Hak Politik, Ekonomi, Sosial dan Budaya
a. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai.
b. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka
lembaga perwakilan rakyat.
c. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan
publik.
d. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang sah
dan layak bagi kemanusiaan.
e. Setiap orang berhak untuk bekerja, mendapat imbalan, dan mendapat
perlakuan yang layak dalam hubungan kerja yang berkeadilan.
f. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi.
g. Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk
hidup layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang bermartabat.
h. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi.
i. Setiap orang berhak untuk memperoleh dan memilih pendidikan dan
pengajaran.
j. Setiap orang berhak mengembangkan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
k. Negara menjamin penghormatan atas identitas budaya dan hak-hak
masyarakat lokal selaras dengan perkembangan zaman dan tingkat
peradaban bangsa.50
l. Negara mengakui setiap budaya sebagai bagian dari kebudayaan nasional.
m. Negara menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral kemanusiaan yang
diajarkan oleh setiap agama, dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap
penduduk untuk memeluk dan menjalankan ajaran agamanya.51
3. Kelompok Hak-Hak Khusus dan Hak Atas Pembangunan
50
Berasal dari Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 yang disesuaikan dengan sistematika perumusan keseluruhan Pasal ini dengan subjek negara dalam hubungannya dengan warga negara.
51
a. Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan yang sama.
b. Hak perempuan dijamin dan dilindungi untuk mencapai kesetaraan
gender dalam kehidupan nasional.
c. Hak khusus yang melekat pada diri perempuan yang dikarenakan oleh
fungsi reproduksinya dijamin dan dilindungi oleh hukum.
d. Setiap anak berhak atas kasih sayang, perhatian dan perlindungan
orangtua, keluarga, masyarakat dan negara bagi pertumbuhan fisik dan mental serta perkembangan pribadinya.
e. Setiap warga negara berhak untuk berperan serta dalam pengelolaan dan
turut menikmati manfaat yang diperoleh dari pengelolaan kekayaan alam.
f. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat.
g. Kebijakan, perlakuan atau tindakan khusus yang bersifat sementara dan
dituangkan dalam peraturan perundangan-undangan yang sah yang dimaksudkan untuk menyetarakan tingkat perkembangan kelompok tertentu yang pernah mengalami perlakuan diskriminasi dengan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, dan perlakuan khusus sebagaimana ditentukan dalam ayat (1) Pasal ini, tidak termasuk dalam pengertian diskriminasi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (13).
4. Tanggungjawab Negara dan Kewajiban Asasi Manusia
a. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam
tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
b. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain serta untuk memenuhi tuntutan keadilan sesuai dengan nilai-nilai agama, moralitas dan kesusilaan, keamanan dan keter-tiban umum dalam masyarakat yang demokratis.
c. Negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak-hak asasi manusia.
d. Untuk menjamin pelaksanaan hak asasi manusia, dibentuk Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia yang bersifat independen dan tidak memihak yang pembentukan, susunan dan kedudukannya diatur dengan undang-undang.
Dalam menjalankan kehidupan bernegara, Indonesia sebagai negara hukum
telah merumuskan hak konstitusional warga negara. Hak kostitusional dapat dilihat
1. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
2. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
4. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk meribadah menurut agamanya dan kepercayaannya.
5. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan
dan keamanan negara.
6. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
7. Setiap warga negara berhak untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan
pendapatnya secara damai.
8. Setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam rangka lembaga
perwakilan rakyat.
9. Setiap warga negara dapat diangkat untuk menduduki jabatan-jabatan publik.
10.Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup
layak dan memungkinkan pengembangan dirinya sebagai manusia yang
ber-martabat.
11.Setiap warga negara yang menyandang masalah sosial, termasuk kelompok
masyarakat yang terasing dan yang hidup di lingkungan terpencil, berhak
mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan