PERAN KAJIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL TERHADAP UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh:
Yusran, S.IP, M.SI Abstraksi
Sifat dinamis dan interdisipliner yang menjadi ciri khas ilmu hubungan internasional (HI) membuka peluang masuknya isu-isu baru dalam topik kajian. Isu lingkungan hidup adalah salah satu diantaranya. Masuknya lingkungan hidup sebagai elemen kajian HI memberikan peran tersendiri. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis peran kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup di lingkungan global. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif. Tulisan ini menemukan beberapa peran kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup, diantaranya mendorong kerjasama internasional dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, mendorong konstruksi regulasi pemerintah suatu negara, menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar menjadi pergerakan yang transnasional, menstimulasi implementasi CSR. Dengan demikian, masuknya lingkungan hidup sebagai objek kajian HI memberikan peranan yang penting bagi upaya pelestarian lingkungan hidup.
Kata Kunci : Hubungan Internasional, Interdisipliner, dan Lingkungan Hidup
A. Pendahuluan
Ilmu Hubungan Internasional (HI) memiliki karakteristik yang khas. Objek kajiannya dinamis dan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di lingkungan global. Isu-isu baru yang bersinggungan dengan objek kajian yang telah ajeg dalam tatanan ilmu HI sebelumnya, relatif memiliki peluang untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari objek kajian yang dikategorikan dalam kelompok isu kontemporer. Perubahan konstelasi politik di lingkungan global menjadi pemantik utama dalam dinamika dan progresifitas kajian ilmu HI. Selain itu, fenomena yang terjadi di lingkungan individu maupun masyarakat yang berpengaruh secara transnasional juga bisa mengakibatkan perubahan dalam komposisi objek kajian HI.
yang berlangsung dalam hubungan antara negara atau antarbangsa dalam konteks sistem global, menjadi kajian hubungan internasional yang tidak hanya fokus pada hubungan politik yang berlangsung antar negara, tapi juga mencakup peran dan kegiatan yang dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara (non-state actor).1 Selain itu, isu-isu yang
menjadi topik kajian dalam HI juga mengalami perkembangan, seperti gender, migrasi internasional, terorisme, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan beberapa isu dalam konteks kekinian lainnya.2
Topik lingkungan hidup muncul semakin sering dalam agenda internasional lebih dari tiga dekade terakhir. Jumlah masyarakat yang semakin meningkat, paling tidak di negara-negara Barat, yakin bahwa aktivitas sosial dan ekonomi manusia sedang berlangsung dengan cara yang mengancam lingkungan hidup. Dalam lima dekade terakhir, semakin banyaknya manusia telah memperbesar jumlah penduduk dunia dibanding dalam seluruh milenia keberadaan manusia sebelumnya. Populasi global yang sangat cepat meningkat mengejar standar kehidupan yang lebih tinggi merupakan ancaman potensial terhadap lingkungan hidup. 3
Ancaman terhadap lingkungan hidup dapat dikatakan tengah berlangsung saat ini. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di lingkungan global sudah sampai pada taraf yang mengkhawatirkan. Terajadinya berbagai perubahan yang menunjukkan indikasi ketidakseimbangan lingkungan hidup sudah dapat dirasakan nyata dalam kehidupan global saat ini. Pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, berbagai bentuk bencana alam akibat kerusakan lingkungan yang terjadi hampir di seluruh negara, dan lain sebagainya merupakan persoalan besar yang sedang melanda lingkungan global. Munculnya persoalan ini, tentulah menuntut penghuni bumi untuk berpikir mencari cara dan solusi yang tepat untuk mengatasi agar kerusakan lingkungan hidup tidak semakin parah. Ancaman terhadap lingkungan hidup secara otomatis menjadi ancaman bagi keberadaan manusia, karena lingkungan hidup adalah tempat dimana manusia itu melangsungkan hidup dan kehidupannya.
1 T. May Rudi, (2003), “Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep,
Teori, dan Paradigma”, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 1.
2 Hans Peter Schmitz, (2005), “Contemporary Issues in International Relations: Transnational Politics”, International Social Science Journal, Vol. 57 (186), hlm. 524.
Masuknya isu ataupun topik pembahasan lingkungan hidup dalam kajian ilmu HI bukanlah tanpa maksud. Di tengah kebimbangan berbagai pihak seperti negara, organisasi internasional, dan masyarakat internasional di lingkungan global, memicu muculnya berbagai pemikiran mencari upaya penyelesaian persoalan yang tengah dialami. Persoalan lingkungan hidup kini bukan lagi persoalan yang parsial dan sporadis, karena sudah menyentuh level pengambilan keputusan baik di tingkat negara maupun sistem internasional. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika masuknya isu lingkungan hidup dalam ilmu HI dapat memberikan kontribusi penting bagi penyelamatan dan upaya pelestarian lingkungan hidup tersebut. Oleh karena itu, fokus permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui peran kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup.
B. Dinamis dan Interdisipliner, Ciri Khas yang Membuka Peluang Masuknya Isu Baru
Ilmu HI berkembang secara dinamis dari masa ke masa. Dimulai dengan berkumpulya para raja dan diplomat Eropa pada tahun 1648 di Westphalia dimana mereka menandatangani perjanjian perdamaian untuk mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun. Perjanjian itu melambangkan munculnya sistem negara bangsa yang modern menggantikan tatanan politik feodal seperti yang sudah ada sebelumnya. Saat itu juga menandai bermulanya penyebaran dan perkembangan power diantara unit-unit politik.4
Momentum inilah yang disebut-sebut sebagai awal yang menadai kemunculan kajian HI. Perkembangan ilmu HI memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu sosial lainnya. Akan tetapi, ilmuan HI berusaha mencari garis pemisah antara pendekatan yang dilakukan oleh ahli ilmu HI dan ilmu sosial lainnya seperti sejarah, sosiologi, dan beberapa ilmu sosial yang lain. Meskipun pemisahan pendekatan yang dilakukan ilmuan HI tidak begitu jelas, namun pengkajian studi HI mempergunakan pendekatan yang deskriptif dan developmental (menganalisis berbagai kondisi yang menyebabkan atau menopang terjadinya peristiwa atau gagasan tertentu).5
4 K.J. Holsti, “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis”, (terj. Wawan Juanda), Bandung: Bina Cipta, 1992, hal. 4-10.
Usaha mengkaji HI berdasarkan analisis sistemik baru muncul pada akhir abad ke-19, pada saat para sarjana Amerika Serikat mulai menaruh perhatian serius terhadap masalah internasional seiring keterlibatannya dalam percaturan politik bangsa-bangsa Asia dan Eropa. Kajian HI pada saat itu berorientasi secara luas terhadap analisis perjanjian dan prinsip hukum internasional. Mereka masih menekankan segi hukum dan moral serta mendasarkan aggapannya pada asumsi bahwa segala masalah yang timbul harus ditangulangi dunia yang ”kecil” ini membuat orang semakin ”internasionalis”, dan damai serta stabilitas dapat dibentuk dengan perluasan demokrasi atau pembentukan lembaga-lembaga internasional, misalnya mahkamah dunia yang mempunyai kuasa memaksakan pelaksanaan keputusan yang dibuatnya. Saat itu kajian HI memiliki orientasi normatif dan kurang memperhatikan berbagai variabel atau kondisi yang mempengaruhi perilaku pemerintah dalam hubungan eksternalnya.6
Perkembangan selanjutnya dalam HI terjadi pada saat serangan Hitler setelah Perang Dunia I. Kejadian itu berpengaruh penting terhadap cara pendekatan bidag kajian. Pengamat mejadi kurang puas terhadap orientasi deskriptif, moralistik dan legalistik. Mereka mulai menyadari bahwa keamanan dan ekspansi, proses perdagangan dan diplomasi, serta sarana politik luar negeri lainnya seperti propaganda dan subversi memiliki nilai yang besar bobotnya, sama dengan perjanjian dan organisasi internasional.7
Perkembangan penting pada ilmu HI selanjutnya terjadi setelah Perang Dunia II. Berkembanganya permusuhan Amerika Serikat dan Uni Soviet yang disebut dengan Perang Dingin membuat para akademisi tidak bisa menghindari dari keterlibatan memikirkan berbagai masalah, kebijaksanaan dan etika yang dihadapi para pembuat keputusan. Kecenderungan tidak menggunakan pendekatan deskriptif, analisis hukum, dan himbauan, belum berkembang. Tujuan pengkajian ditujukan untuk memperkirakan masalah utama yang terdapat dalam Perang Dingin atau menjelaskan perkembangan gejala internasional yang sedang berlangsung.8 Situasi seperti itu terus berlanjut hingga
berakhirnya Perang Dingin.
Sejak berakhirnya Perang Dingin, terdapat banyak diskursus berkenaan dengan berbagai kemungkinan pola hubungan internasional di masa depan yang dapat mempengaruhi tingkah laku setiap aktor negara bangsa baik dalam skala global maupun regional. Dinamika hubungan internasional pada satu dasawarsa terakhir ini menunjukkan berbagai kecenderungan baru yang secara substansial sangat berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ada banyak contoh yang dapat kita sebut untuk memperkuat pernyataan di atas, seperti berakhirnya Perang Dingin, mengemukanya isu-isu baru yang secara signifikan telah mengubah wajah dunia seperti konflik etnis, munculnya terorisme internasional, mengemukanya globalisasi dengan segala aspeknya, regionalisasi di berbagai penjuru dunia dan kecenderungan internasionalisasi isu-isu lokal. Berbagai kecenderungan baru yang tengah melanda dunia ini tentunya membawa pula konsekwensi-konsekwensi baru bagi tata interaksi global.9
Dalam dinamika ilmu yang terus tumbuh dan berkembang, kajian HI mempu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internasional. Studi HI merupakan studi yang interdisipliner atau multidimensional. Maksudnya, kajian HI tidak terpaku hanya pada satu teori saja dalam pengkajiannya, namun juga dipengaruhi oleh disiplin-disiplin ilmu lainnya.10 Sifat interdisipliner yang melekat pada
ilmu HI tidak jarang menjadi sisi negatif dari disiplin ilmu ini. Akan tetapi, interdisipliner ini telah menjadi ciri khas tersendiri bagi disiplin ilmu HI. Ilmu HI berusaha untuk melampaui hal-hal yang bersifat ”fana” dalam pengkajiannya dengan memberikan rasionalisasi dan analisis yang mendalam pada setiap peristiwa, struktur, proses dan aktor untuk menawarkan penjelasan, interpretasi dan analisis normatif.11 Isu-isu yang menjadi
topik kajian dalam HI juga mengalami perkembangan, seperti gender, migrasi internasional, terorisme, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan beberapa isu dalam konteks kekinian lainnya.12
9 Yanyan Mochamad Yani, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia, diperoleh dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/dinamika_hubungan_internasional_dan_indonesia.p df diakses pada 12 Februari 2014.
10 Philip Darby, (2008), “A Disabling Dicipline?” dalam Reus Smit, Cristian dan Snidal Duncan (ed.), Oxford: Oxford University Press, hal. 94-108.
11 Richard Devetak,“An Introduction to International Relations: The Origins and Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press, 2007, hal 3.
Penjelasan di atas semakin mempertegas bahwa ilmu HI senantiasa mengalami dinamika sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi dalam lingkungan internasional. Sifat interdisipliner atau multidimensional yang menjadi ciri khas ilmu HI membuat objek kajiannya jauh dari kata statis. Objek kajian terus mengalami perkembangan, sehingga tidak menampik masuknya isu-isu baru dalam ranah kajian. Isu-isu baru yang dapat diterima sebagai objek kajian HI tentunya tidak terlepas dari nilai esensial dan normatif ilmu HI sebagai bagian dari ilmu sosial. Realita ini dapat menjadi petunjuk untuk memahami masuknya isu baru seperti lingkungan hidup sebagai objek kajian dalam ilmu HI.
C. Lingkungan Hidup : Urgensi bagi Kehidupan Global dan Kehadirannya sebagai Objek Kajian HI
a. Urgensi eksistensi lingkungan hidup bagi kehidupan global
Berbicara mengenai lingkungan hidup berarti berbicara tentang kehidupan manusia. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan. Manusia dapat mempengaruhi lingkungan, demikian sebaliknya lingkungan mempengaruhi kehidupan manusia. Keduanya saling ketergantungan. Perubahan lingkungan akan mempengaruhi langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan manusia.13
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dari definisi tersebut, secara garis besar terdapat tiga komponen penting, yaitu komponen fisik (abiotik), komponen hayati (biotik), dan komponen budaya.14 Lingkungan hidup terdiri
dari lingkungan fisik, lingkungan hayati, lingkungan sosial. Lingkungan hidup merupakan tempat berinteraksinya makhluk hidup yang membentuk sistem jaringan kehidupan. Lingkungan hidup merupakan wahana bagi keberlanjutan kehidupan. Selain itu arti pentingnya lingkungan hidup merupakan tempat tinggal atau habitus semua makhluk hidup dari mulai tingkat rendah sampai ke tingkat yang tinggi. Masing-masing
13 Ignasius Suban Angin, “Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Sumberdaya Alam”, diperoleh dari
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Kajian%20IPS%20SD/BAC/ Kajian_IPS_8_0.pdf diakses tanggal 19 Februari 2014.
spesies membentuk suatu kelompok. Tingkatan kelompok makhluk hidup yang hidup pada suatu wilayah, yaitu populasi, komunitas, ekosistem, biosfer.15 Dengan demikian,
lingkungan memiliki arti penting yang sangat besar bagi kehidupan manusia di lingkungan global.
Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga sistem itu dapat berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh anggota ekosistem. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadinya dewasa ini sesungguhnya berakar dari perilaku yang salah dari manusia dalam menyikapi dan mengelola lingkungan dan sumber dayanya. Kerusakan alam dan lingkungan juga berdampak bagi lahirnya peradaban manusia yang rendah, dimana menempatkan alam dan lingkungan sebagai subordinat dari manusia.16
Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan lingkungan fisik manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan materilnya, dengan lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan lingkungan sosial manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya. Lingkungan hidup menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia. Begitupun sebaliknya, kehidupan manusia sangat tergantung pada tersedianya sumber daya alam yang memadai dalam lingkungan hidup. Manusia dan lingkungan hidup selalu terjadi interaksi timbal balik, manusia mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya manusia dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup memegang peranan penting dalam kebudayaan manusia, mulai dari manusia primitif sampai pada yang modern.17 Oleh karena itu pelestarian lingkungan hidup memiliki urgensi yang
tinggi dalam menopang keberlangsungan kehidupan global.
b. Lingkungan hidup sebagai ojek kajian dalam HI Kontemporer
15 Suwelo, Ismu Sutanto dan Yuliadi Suparmo, (2006), “Suaka Margasatwa Muara Angke Sebagai Lahan Basah Tersisa di Jakarta Perlu Diselamatkan, dalam Warta Konservasi Lahan Basah, Edisi 3 (14), hal. 4-6. 16 Muhjiddin Mawardi, dkk., (2011), “Akhlaq Lingkungan Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan”, Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hal. 24-25.
Saat ini, bumi sebenarnya sedang mengalami sakit kronis di beberapa “bagian” tubuhnya sehingga daya sangga bumi terhadap kehidupan mengalami gangguan dan penurunan. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di beberapa belahan bumi merupakan penyakit yang bisa mengancam kehidupan makhluk yang tinggal di dalamnya,
termasuk manusia. Indikator terjadinya kerusakan lingkungan terutama yang berkaitan dengan sumberdaya lahan, air, udara dan atmosfer sudah cukup nyata dan dirasakan oleh penduduk bumi. Banjir yang semakin besar dan meluas, erosi dan pencemaran air sungai dan danau, tanah longsor, kelangkaan air yang berakibat kelaparan di beberapa daerah dan negara di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin, merupakan realitas yang sudah, sedang dan akan dirasakan oleh penduduk bumi. Polusi air dan udara, perubahan iklim yang mengakibatkan terjadinya musim hujan dan kemarau yang menyimpang, mencairnya salju di wilayah kutub utara dan selatan yang mengakibatkan naiknya permukaan air laut hingga menenggelamkan beberapa wilayah pantai dan pulau, kerusakan dan kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, ledakan hama dan penyakit, serta krisis pangan dan energi merupakan kejadian yang terkait erat dengan kerusakan lingkungan hidup.18
Kejadian seperti itu adalah masalah besar bagi lingkungan global, karena kerusakan lingkungan hidup merupakan masalah seluruh penghuni bumi ini. Kondisi lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan menyita perhatian berbagai kalangan. Lingkungan hidup lantas menjadi topik perbincangan terkait upaya pemecahan masalah serta upaya-upaya pelestarian yang sebaiknya dilakukan. Solusi terhadap persoalan lingkungan hidup tentunya bukanlah perkara yang mudah karena harus melibatkan berbagai aspek secara komprehensif, agar usaha yang dilakukan memperoleh hasil yang baik. Meluasnya isu lingkugan hidup ini, juga menjadi perhatian penting dalam kalangan akademisi ilmu HI.
Munculnya permasalahan lingkungan sebagai masalah politik global dan menjadi topik perbincangan dalam ilmu HI dapat ditelusuri dari pergeseran diskursif ’batas-batas pertumbuhan’ pada awal tahun 1970 terkait persoalan pembangunan berkelanjutan di
tahun 1980. Pasca Perang Dingin dunia mulai menyoroti tantangan lingkungan hidup dan memperkenalkan wacana keadilan lingkungan hidup dan keamanan ekologi. Akan tetapi, pada saat itu pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang politik lingkungan tidak sepenuhnya mendapat tanggapan atau dengan kata lain diabaikan oleh tiga aliran HI yang telah ada sebelumnya, yakni realisme, liberalisme, dan teori kritis. Sugguhpun demikian, kejadian seperti itu memberikan makna tersendiri bagi perkembangan ilmu HI, karena turut menjadi pemicu yang memunculkan tantangan tersendiri bagi perkembangan ilmu HI secara kontemporer.19
Studi politik lingkungan global telah muncul dalam kajian HI yang kontemporer sebagai orientasi masalah dari sifat ilmu HI yang interdisipliner (multidimensional). Dengan masuknya isu lingkungan dalam bentuk politik lingkungan global, bidang kajian berupaya untuk memahami: (a) bagaimana dan mengapa masalah ekologi global yang muncul dan bertahan, (b) bagaimana risiko ekologi didistribusikan melalui ruang dan waktu, dan (c) bagaimana komunitas global (meliputi negara dan aktor non-negara) harus merespon. Tidak hanya itu, masuknya politik lingkungan global dalam kajian HI juga menjadi sinyal tantangan politik besar yang dihadapi internasional dan upaya kolektif transnasional untuk melindungi ekosistem bumi dan iklim di dunia.20
Terkuaknya isu lingkungan hidup akibat munculnya persoalan-persoalan lingkungan yang telah dirasakan oleh manusia di lingkungan global ternyata tidak hanya mempertegas urgensi kelestarian lingkungan hidup bagi kehidupan manusia. Lebih dari itu, isu lingkungan hidup mendapat sorotan sehingga menjadi topik perbincangan yang penting terkait solusi permasalahan dan upaya pelestarian yang harus dilakukan. Persoalan lingkungan hidup bukanlah persoalan yang parsial, sehingga butuh pengkajian yang komprehensif. Oleh karena itu, masuknya isu lingkungan hidup sebagai topik kajian dalam ilmu HI tentunya diharapkan dapat memberikan peran ataupun kontribusi penting dalam upaya pelestarian lingkungan hidup secara global.
19 Richard Devetak,(2007), “An Introduction to International Relations: The Origins and Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press, hal 365.
D. Peran Kajian Hubungan Internasional terhadap Upaya Pelestarian Lingkungan Hidup
a. Mendorong munculnya kerjasama internasional untuk upaya pelestarian lingkungan hidup
Kerjasama internasional merupakan salah satu bagian terpenting dalam kajian HI. Bahkan sebelum berkembangnya isu-isu kontemporer, kerjasama internasional sudah menjadi kajian yang pokok. Kerjasama Internasional dapat berlangsung dalam ruang lingkup yang berbeda, baik pada skala global, inter-regional, regional, maupun bilateral. Kalau ditinjau dari banyaknya pihak yang terlibat, dapat dilihat dari segi penggolongannya, seperti kerjasama bilateral, trilateral, atau multilateral.21 Kerjasama
pada sistem internasional dapat diklasifikasikan berdasarkan isu-isu global yang ada, seperti transformasi isu internasional, keamanan, perdagangan, ekonomi, lingkungan hidup, serta masih banyak isu lainnya.22 Kerjasama internasional berupa transaksi dan
interaksi antar negara-bangsa dalam sistem internasional yang berlangsung secara rutin untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga dapat memuaskan dua atau lebih pihak-pihak yang berkolaborasi itu. Kerjasama internasional dapat dilakukan sebagai upaya untuk mencari solusi terhadap persoalan yang terjadi di dunia baik yang bersifat transnasional, internasional, ataupun global.23
Penjelasan di atas memunculkan pemahaman bahwa kerjasama internasional dapat ditempuh sebagai salah satu upaya mencari jalan keluar terhadap persoalan yang terjadi di lingkungan global. Kerjasama internasional bersifat spesifik pada isu-isu tertentu, dimana tujuannya tentu saja agar pembahasan dan solusi yang dihasilkan lebih spesifik dan terarah serta terorientasi dengan jelas. Dengan melakukan kerjasama internasional, persoalan-persoalan yang dihadapi dapat dipecahkan secara bersama
21 Teuku May Rudy, (2002), Studi Strategi dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca PerangDingin (Bandung: Refika), hal. 73.
22 Deplu RI, (2002), Kepentingan Ekonomi dan Politik Indonesia dalam Kerjasama ASEAN+3, Jakarta: Deplu-Unair, hal. 15.
diantara masing-masig pihak yang bekerjasama. Semakin efektif kerjasama yang dilakukan, semakin positif pula bagi upaya penyelesaian persoalan.
Terkait upaya pelestarian lingkungan hidup, melakukan kerjasama internasional merupakan salah satu alternatif solusi yang efektif. Hingga saat ini sudah terdapat beberapa bentuk kerjasama internasional terkait persoalan lingkungan hidup. Menurut Sutrisno (2005) pada tahun 1940 sampai 1972 tercatat hampir 60 perjanjian internasional yang berisi komponen lingkungan hidup yang dianggap penting bagi kehidupan manusia. Organisasi internasional di bawah PBB berperan aktif dalam mengangkat isu lingkungan seperti WHO, WMO, ICAO, IAEA, FAO, UNESCO, OECD, IMO, ILO, dan lain-lain. Tahun 1968 dan 1969 PBB mengesahkan revolusi guna menyelenggarakan The United Nations Conference of Human Environment. Konferensinya itu baru terwujud pada tahun 1972 yang diselenggarakan di Stockholm.24
Pada periode 1972-1992 atau setelah konferensi Stockholm, PBB membentuk United Nation Environment Programme(UNEP) dan Dana Lingkungan Internasional (Environment Fund). Pada periode ini dilakukan kerjasama internasional untuk penanganan masalah-masalah lingkungan yang konvensional. Beberapa konvensi yang dihasilkan pada periode ini diantaranya konvensi Vienna (1985), Protokol Montreal (1987), Konvensi Biodiversity (1992), dan dibetuk pula Komisi Lingkungan dan Pembangunan (WCDE) yang melakukan pendekatan integral dalam menanggapi permasalahan lingkungan hidup yang kemudian berkembang menjadi konsep pembangunan berkelanjutan.25
Pada periode 1992 hingga saat ini, terjadi berbagai kemajuan dalam kerjasama internasional di bidang lingkungan hidup. Kesadaran-kesadaran tentang pentingnya kesinambungan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan semakin tinggi. Pada tahun 1992 berlangsung United Nation Conference on Envinronment and Development (UNCED) yang menghasilkan Deklarasi Rio dan Agenda 21. Pada periode ini dibentuk pula Komisi Pembangunan Berkelanjuran di bawah ECOSOC. Para tahun 2002 telah diselenggarakan pula KTT Pembangunan Berkelanjutan di di Johannesburg, Afrika Selatan. Pada tahun 1997 PBB mengadakan Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), UNFCCC selanjutnya menjadi kerjasama yang penting
dalam permasalahan lingkungan hidup karena menghasilkan Protokol Kyoto yang merupakan langkah nyata perbaikan iklim dunia melalui persetujuan pengurangan emisi oleh negara-negara industri maju di dunia.26 Pada tahun 2007 UNFCCC mengadakan
pertemuan di Bali. Selanjutnya pada tahun 2012 UNFCCC mengadakan pertemuan di Doha.
Terselenggaranya beberapa bentuk kerjasama internasional seperti yang disebutkan di atas, tidak terlepas dari peran ataupun kontribusi ilmu HI. Ilmu HI yang mengkaji mengenai kerjasama internasional diterapkan oleh pelaku HI baik negara maupun non-negara. Penerapan ilmu ini menjadi dorongan tersendiri bagi terselenggaranya kerjasama tersebut. Melalui kerjasma internasional yang dilakukan, upaya pelestarian lingkungan diharapkan dapat berlangsung lebih efektif dan memberikan hasil nyata demi penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup di tingkat global.
b. Mendorong konstruksi regulasi pemerintah di suatu negara
Perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan lingkungan tidak terlepas dari sorotan kajian ilmu HI. Di sisi lain, perkembangan ilmu HI juga bisa disebut sebagai bagian dari pendorong munculnya kerjasama internasional untuk upaya pelestarian lingkungan hidup. Akan tetapi kerjasama internasional terjadi pada tatanan sistem internasional yang sangat luas, sehingga sulit untuk menjangkau wilayah-wilayah kecil dalam suatu negara. Oleh karena itu, efektifitas kerjasama internasional dalam upaya pelestarian lingkungan hidup juga membutuhkan peran aktif dari pemerintah di suatu negara.
Kerjasama internasional yang telah menyepakati suatu aturan bersama – sebut saja terkait lingkungan hidup – memiliki kekuatan yang bisa ”memaksa” suatu negara untuk berbuat searah dengan apa yang disepakati bersama dalam kerjasama internasional. Hal itu terjadi karena secara mendasar tidak ada negara di dunia ini yang bisa melepaskan diri dari aturan yang berlaku dalam sistem internasional. Sehingga, kerjasama internasional akan semakin efektif apabila didorong oleh tindakan pemerintah suatu negara. Tindakan itu dapat ditunjukkan dalam bentuk upaya memformulasi aturan maupun regulasi yang bermuara pada tujuan pelestarian lingkungan hidup.
Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum yang diumumkan oleh otoritas pemerintah. Pelanggaran terhadap regulasi biasanya berkenaan dengan pemberian sanksi (seperti denda). Regulasi diamanatkan oleh upaya negara untuk menghasilkan hasil yang tidak mungkin sebaliknya terjadi, memproduksi atau mencegah hasil di tempat yang berbeda dengan apa yang dinyatakan mungkin terjadi, atau memproduksi atau mencegah hasil dalam rentang waktu yang berbeda daripada yang akan terjadi. Dengan cara ini, regulasi dapat dilihat sebagai artefak laporan pelaksanaan kebijakan.27
Dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, melalui regulasi, pemerintah dapat melakukan hal-hal berikut: (1) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup; (2) Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam termasuk sumber daya genetika; (3) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika; (4) Mengendalikan kegiatan yang mempunyai dampak sosial; (5) Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.28
Regulasi merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk memecahkan suatu permasalahan melalui aturan yang legal. Dalam keterkaitannya dengan persoalan lingkungan hidup, pemerintah dapat berperan sebagi regulator yang membuat berbagai regulasi terkait upaya-upaya yang harus dilakukan untuk tujuan pelestarian lingkungan hidup. Pemerintah memiliki kekuatan untuk memaksakan pelaksanaan regulasi karena memiliki power dan kekuatan hukum. Pemerintah juga memiliki hak untuk memantau apakah regulasi yang diberlakukan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup sudah berjalan sesuai dengan yang seharusnya.
27 Diperoleh dari www.wikipedia.com
28 August P. Silaen,(2008), “Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum
Munculnya aksi yang agresif dari pemerintah suatu negara terkait persoalan yang terjadi di lingkungan global tidaklah suatu hal yang serta merta. Terdapat berbagai persoalan di masing-masing negara dengan karakteristik berbeda-beda yang menyulitkan proses konstruksi formulasi dan implementasi regulasi yang dimaksud. Disinilah kajian HI bisa memainkan peranan. Sebagai pelaku dalam hubungan internasional, negara dan penyelenggara negara seperti pemerintah dan para diplomat tentunya akan berusaha untuk menyesuaikan diri dengan trend yang berlangsung di lingkungan global. Pelaku hubungan internasional yang dimaksud, tentunya akan termotivasi untuk berbuat sesuai dengan tuntutan tingkat global, mengingat pemahamannya terhadap kajian HI. Dengan demikian, kajian HI berperan dalam mendorong para pembuat kebijakan di tingkat negara untuk mengkonstruksi formula regulasi yang bertujuan untuk memelihara kelestarian lingkungan hidup.
c. Menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar menjadi pergerakan yang transnasional
Kerjasama internasional dan regulasi yang mengikat tidak akan berhasil efektif tanpa adanya partisipasi dari masyarakat dalam suatu negara. Upaya pelestarian lingkungan hidup tidaklah kebijakan yang hanya membutuhkan aturan-aturan dan kerangka kerja yang normatif. Lebih dari itu dan yang terpenting adalah aksi praktis yang terwujud dari partisipasi masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang mendiami lingkungan tertentu.
Partisipasi merupakan proses dimana pihak-pihak yang terlibat mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan, keputusan dan sumber-sumber yang mempengaruhi mereka. Partisipasi memiliki sisi yang berbeda, bermula dari pemberian informasi dan metode konsultasi sampai dengan mekanisme untuk berkolaborasi dan pemberdayaan yang memberi peluang bagi stakeholder untuk lebih memiliki pengaruh dan kendali.29 Partisipasi merupakan suatu konsep yang merujuk pada keikutsertaan
seseorang dalam berbagai aktivitas pembangunan. Keikutsertaan ini sudah barang tentu didasari oleh motif-motif dan keyakinan akan nilai-nilai tertentu yang dihayati seseorang.30
29 Jennifer-Mc Cracken-Deepa dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 43-47.
Partisipasi juga berarti turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut.31 Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat,
baik secara perorangan, kelompok atau kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun diluar lingkungan masyarakat atas dasar rasa kesadaran dan tanggungjawab. 32 Secara konseptual partisipasi masyarakat
merupakan alat dan tujuan pembangunan masyarakat, dengan demikian ia berfungsi sebagai penggerak dan pengarah proses perubahan sosial.33
Penjelasan-penjelasan tentang partisipasi di atas semakin mempertegas besarnya peranan masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi negara, bahkan dunia. Pada kajian HI kontemporer dimana aktor non-negara sangat dipertimbangkan, pergerakan sekelompok individu ataupun masyarakat dapat berpengaruh secara transnasional. Jika upaya pelestarian lingkungan hidup sudah terhimpun secara luas dalam masyarakat dan menjadi pergerakan yang transnasional, maka bukan mustahil jika upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi perkara yang mudah dilaksanakan.
Di titik inilah kajian HI berperan. Kajian HI berperan dalam mengembangkan pemikiran-pemikiran tentang gerakan-gerakan yang bersifat transnasional. Selanjutnya menjadikan pelestarian lingkungan hidup sebagai isu dan pergerakan transnasional, dan pada akhirnya menghimpun partisipasi masyarakat melalui pengembangan-pengembangan tindakan terkait upaya pelestarian lingkungan hidup. Pada tahap selanjutnya, menjadikan pelestarian lingkungan hidup sebagai gerakan bersama secara transnasional. Pelestarian lingkungan hidup tidak boleh lagi terkungkung sebagai aksi yang bermuatan politik. Lebih dari itu, gerakan tersebut harus tertanam sebagai bentuk kebutuhan, dan bahkan termaktub menjadi ”ideologi” dalam masyarakat. Jika sudah
31 Sutarto dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”.
32 Soelaiman dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”.
begini, terwujudnya lingkungan hidup yang lestari di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lagi menjadi logika yang utopis.
d. Menstimulasi implementasi CSR
Tindakan destruktif yang berakibat pada kerusakan lingkungan hidup saat ini erat kaitannya dengan aktivitas perusahaan multinasional (MNC) yang melakukan eksploitasi secara masif. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dunia usaha terutama lewat cara kerja MNC dalam mengolah sumber daya alam selama ini dituduh sebagai pelaku yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu MNC harus dipahamkan akan tangung jawabnya terhadap lingkungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk membayar kompensasi jasa lingkungan yang nantinya dapat digunakan untuk membiayai pemulihan lingkungan yang rusak atau tercemar. Di negara-negara maju yang memiliki banyak MNC, biaya konpensasi lingkungan jauh-jauh hari sudah dianggarkan dalam rencara pembiayaan dan pengeluaran perusahaan. Namun di negara-negara miskin dan berkembang, kompensasi tersebut sering menjadi sesuatu yang seringkali diabaikan. Dengan demikian, MNC juga menjadi salah satu faktor yang mendorong lahirnya terminologi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR). 34
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. CSR memiliki tiga komponen penting, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam
Brundtland Report (1987). Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Dalam perkembangan selanjutnya 3P ini menjadi patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial yang dikenal dengan CSR.35
Banyak istilah tentang tanggungjawab perusahaan, dalam perudang-undangan menggunakan tanggungjawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility
34 T. Romi Marnelly, (2012) “Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teori dan Prakteknya di Indonesia”, dalam Jurnal Aplikasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, hal. 54.
atau kadangkala orang menyebut juga dengan business social responsibility atau
corporate citizenship atau corporate responsibility atau business citizenship. Istilah-istilah diatas sama artinya dan sering digunakan untuk merujuk pengertian CSR. CSR merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat yang bersifat aktif dan dinamis.36
Munculnya upaya pengarusutamaan peran CSR terkait persoalan pembangunan dan perbaikan lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari objek kajian HI. Hubungan yang erat ini sekaligus dapat menjadi entry point bagi peranan kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Dengan munculnya perhatian penstudi HI terhadap CSR, pemerintah negara tempat MNC beroperasi, segenap stakeholder di berbagai level pada sebuah negara, dan masyarakat luas akan memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya CSR bagi penjagaan lingkungan hidup. Dengan kesadaran tersebut, para pihak yang terkait akan berupaya mendorong implementasi CSR tersebut. Terciptanya kesadaran seperti ini tidak dapat dipisahkan dari peran kajian HI sebagai stimulator implementasi CSR. Dimana, dengan implementasi tersebut upaya pelestarian lingkungan hidup diharapkan berjalan lebih optimal.
E. Penutup
Ilmu HI yang berkembang dengan sifat dinamis dan interdisiplinernya di satu sisi memang dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sungguhpun demikian, anggapan seperti itu ternyata tidaklah selamanya benar. Sifat itu memiliki nilai tambah tersendiri dan telah memicu terbukanya peluang bagi masuknya berbagai isu baru dalam kajian HI yang sangat penting untuk dibahas. Kondisi ini juga lah yang turut menjadi penyebab berkembangnya isu HI yang kontemporer.
Masuknya lingkungan hidup dalam kajian HI di tengah kebimbangan dunia terhadap kondisi lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan, memberikan kontribusi positif bagi upaya pelestarian lingkungan itu sendiri. Kajian HI ternyata bisa
memainkan peran dan memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup. Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa peranan kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup sangatlah komprehensif. Di level sistem internasional, peran kajian HI dapat mendorong munculnya kerjasama internasional di tingkat global. Pada level negara, kajian HI berperan mendorong konstruksi regulasi pemerintah suatu negara. Di level yang lebih rendah, yaitu kelompok masyarakat, kajian HI dapat berperan untuk menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar pelestarian lingkungan hidup menjadi pergerakan yang transnasional. Selanjutnya terhadap MNC-MNC yang memberikan sumbangan besar terhadap kerusakan lingkungan, kajian HI dapat berperan dalam menstimulasi implementasi CSR. Dengan demikian, masuknya lingkungan hidup sebagai objek kajian HI memberikan peranan yang penting dan signifikan bagi upaya pelestarian lingkungan hidup di lingkungan global.
Daftar Referensi
Darby, Philip, (2008), “A Disabling Dicipline?” dalam Reus Smit, Cristian dan Snidal Duncan (ed.), Oxford: Oxford University Press.
Devetak, Richard,“An Introduction to International Relations: The Origins and Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press, 2007.
Holsti, K.J., “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis”, (terj. Wawan Juanda), Bandung: Bina Cipta, 1992.
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, (2005), “Pengantar Studi Hubungan Internasional”, terj. Dadan Suryadiputra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schmitz, Hans Peter, (2005), “Contemporary Issues in International Relations: Transnational Politics”, International Social Science Journal, Vol. 57 (186).
Suwelo, Ismu, Sutanto dan Yuliadi Suparmo, (2006), “Suaka Margasatwa Muara Angke Sebagai Lahan Basah Tersisa di Jakarta Perlu Diselamatkan, dalam Warta Konservasi Lahan Basah, Edisi 3 (14).
Mawardi, Muhjiddin, dkk., (2011), “Akhlaq Lingkungan Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan”, Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dahuri, Rokhmin, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu., (2001), “Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu”, Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Devetak, Richard,(2007), “An Introduction to International Relations: The Origins and Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press.
Rudy, Teuku, May, (2002), Studi Strategi dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca PerangDingin (Bandung: Refika).
---., (2003), “Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma”, Bandung: PT Refika Aditama.
Deplu RI, (2002), Kepentingan Ekonomi dan Politik Indonesia dalam Kerjasama ASEAN+3, Jakarta: Deplu-Unair.
Stanislawski, Bartosz, H., and Margaret G. Hermann, (2004), Transnational Organized Crime, Terrorism, and WMD (Maryland: CIDCM University of Maryland.
Silaen, August, P.,(2008), “Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum Lingkungan”, dalam Jurnal Visi, Volume 16, Nomor 3.
Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.
Marnelly, T., Romi, (2012) “Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teori dan Prakteknya di Indonesia”, dalam Jurnal Aplikasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Yani, Yanyan, Mochamad, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia, diperoleh dari