• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PEMBELAJARAN MUSISI OTODIDAK DI S

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PROSES PEMBELAJARAN MUSISI OTODIDAK DI S"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PROSES PEMBELAJARAN MUSISI OTODIDAK DI SULAWESI UTARA DAN EKSISTENSINYA DIANTARA MUSISI PENDIDIKAN FORMAL

(Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kajian Interdisiplin)

Dosen Pengampu : Prof. Dr. M. Jazuli, H.Hum Nama Mahasiswa : Isabella Christy Ruata

NIM : 0204513044

Kelas : Reguler

FAKULTAS PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN PENDIDIKAN SENI S2 UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1. Latarbelakang Masalah

Kata Otodidak berasal dari bahasa Yunani yaitu autodidaktos yang artinya belajar sendiri. Dengan kata lain otodidak adalah istilah bagi orang-orang yang belajar sendiri atau orang-orang yang tidak membutuhkan figur seorang pembimbing untuk mempelajari satu hal. Biasanya, seseorang yang disebut sebagai otodidak adalah orang-orang yang bergelut bergelut dalam bidang tertentu, seperti seni, sastra, arsitektur, kerajinan tangan dan bidang lain-lain yang berhubungan dengan praktek menciptakan suatu karya seni.

Apabila kita mengamati sekilas di sekitar kita banyak kita jumpai orang dapat bermain musik dengan cara belajar sendiri, atau otodidak. Musisi populer atau hiburan kebanyakan bisa bermain musik dengan cara belajar sendiri. Hal itu dikarenakan para musisi hiburan kebanyakan tidak berpendidikan musik secara formal, tetapi mereka belajar sendiri secara otodidak atau belajar dari lingkungannya. Proses belajar musik yang mereka lakukan menarik untuk diamati, karena diperkirakan mempunyai hal-hal khusus yang berkaitan dengan penguasaan materi-materi belajar musik tersebut.

Proses belajar musik secara umum meliputi penguasaan materi-materi teknik bermain instrumen musik, pengembangan musikalitas, dan penguasaan repertoar. Penguasaan materi-materi tersebut juga berlaku pada pembelajaran musik populer atau hiburan.

Dalam dunia pendidikan musik formal banyak dikenal metode-metode belajar, antara lain metode Suzuki untuk biola, metode Yamaha untuk keyboard, gitar, bass gitar, drum, dan lain-lain. Metode-metode itu telah dikenal luas karena sistematis dan materinya terstruktur dari tingkat pengenalan awal hingga tingkat mahir. Proses pembelajaran musik semua diatur dalam tingkat-tingkat keterampilan (grade) yang menunjukkan tingkat-tingkat kesulitan yang harus ditempuh sehingga skill atau tingkat keterampilannya dapat terukur dengan jelas.

(3)

rata-rata dengan orang yang menekuni bidang yang sama dengannya, melalui bimbingan dalam pendidikan formal.

Di jaman modern seperti sekarang ini, proses pembelajaran pendidikan formal atau dengan bimbingan merupakan hal yang sudah tidak asing lagi bagi sebagian besar masyarakat, karena proses pembelajaran tersebut sudah sangat jelas tertera pada masing-masing satuan pendidikan. Akan tetapi, jika berbicara mengenai proses pembelajaran otodidak atau belajar sendiri, masih sangat sedikit teori yang mendeskripsikan hal itu. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa penulis mengambil topik ini untuk dikaji lebih mendalam.

Mengapa hal ini perlu diangkat karena tidak dapat dipungkiri sejak jaman dulu sampai saat ini, sesungguhnya ilmu pengetahuan yang kita dapatkan khususnya ilmu pengetahuan tentang musik itu sendiri tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal, tapi juga dari hasil belajar sendiri atau secara otodidak. Oleh sebab itu, hal ini memang sangat perlu diangkat karena pada dasarnya semua musisi otodidakpun tidak terkecuali yang ada di Sulawesi Utara pasti memerlukan referensi atau setidaknya pedoman sebelum melangkah menjadi musisi yang memiliki pengetahuan dengan belajar sendiri. Untuk itulah penulis mengangkat topik tentang pembelajaran musisi autodidak di Sulawesi Utara ini berikut tentang eksistensi mereka diantara para musisi pendidikan formal dengan maksud dan tujuan untuk menambah referensi atau sumber pengetahuan tertulis bagi para musisi otodidak di Sulawesi Utara, dan juga penulisan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan terhadap masyarakat awam di Sulawesi Utara dan juga bagi masyarakat di Indonesia yang tentunya belum tahu tentang bagaimana proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara begitu juga dengan eksistensi mereka, karena kurangnya referensi, sumber, penelitian, penulisan atau bahkan buku yang membahas tentang proses pembelajaran musisi otodidak secara umum.

Berdasarkan latarbelakang diatas, penulis mengambil 2 fokus masalah, yaitu : 1) Bagaimana proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara ?

(4)

2. Perspektif dan Pendekatan Teoretik

Berdasarkan fokus masalah diatas, penulis mengambil 2 kata kunci yaitu pembelajaran dan eksistensi. Oleh karena itu penulis menggunakan beberapa perspektif ilmu dan pendekatan teoretik sebagai landasan yaitu, perspektif ilmu pendidikan dan perspektif ilmu sosial, serta menggunakan pendekatan teori pendidikan (teori belajar) dan teori psikologi (teori psikologi humanistik).

3. Sistematika Penulisan Bab I. Pendahuluan

Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, fokus masalah, perspektif dan pendekatan teori yang digunakan, serta sistematika penulisan.

Bab II. Pembahasan Bab III. Penutup

(5)

BAB II PEMBAHASAN

Sebelum membahas tentang topik penulisan tentang pembelajaran musisik otodidak di Sulawesi Utara dan eksistensi mereka diantara musisi dengan pendidikan formal seperti judual diatas, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu tentang pendekatan teori-teori yang menjadi landasan dalam penulisan ini, yaitu :

A. Pendekatan Teori

1. Teori Pendidikan (Teori Belajar)

Pengertian belajar yang seragam dan berlaku umum tidak mudah untuk di ketengahkan. Sepanjang sejarah perkembangannya, pengertian belajar yang dikemukakan oleh beberapa ahli pendidikan dan pisikologi ternyata bermacam ragam. Keragaman ini disebabkan oleh latar belakang dan pandangan mereka masing-masing. Seperti halnya pengertian belajar yang di kemukakan oleh Cagne bahwa belajar itu adalah “perubahan disposisi atau kemampuan seseorang yang di capai dengan usaha orang itu, dan perubahan itu bukan diperoleh secara langsung dari proses pertumbuhan dirinya secara langsung“ (Gagne, 1979: 3).

Dikatakan sebagai usaha di dalam perubahan tingkah laku, karena belajar itu sendiri merupakan bagian dari tingkah laku manusia. Hal ini mencerminkan adanya sikap dan perbuatan untuk belajar pada diri seseorang.

(6)

2. Teori Psikologi (Teori Psikologi Humanistik)

Abraham H. Maslow (selanjutnya ditulis Maslow) adalah tokoh yang menonjol dalam psikologi humanistik. Karyanya di bidang pemenuhan kebutuhan berpengaruh sekali terhadap upaya memahami motivasi manusia. Sebagian dari teorinya yang penting didasarkan atas asumsi bahwa dalam diri manusia terdapat dorongan positif untuk tumbuh dan kekuatan-kekuatan yang melawan atau menghalangi pertumbuhan (Rumini, dkk. 1993).

Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai dari kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah (makan, minum, tidur dan sex), kebutuhan keamanan (kesehatan dan terhindar dari bahaya dan bencana), kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih (dorongan untuk memiliki kawan dan berkeluarga), kebutuhan harga diri (dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain) dan kebutuhan aktualisasi diri yaitu untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada setiap orang (Abraham Maslow, 1992).

Seperti penjelasan diatas tentang Teori Psikologi Humanistik, Maslow menjelaskan tentang kebutuhan manusia yang sangat hirarki, yang didalamnya termasuk kebutuhan aktualisasi diri atau kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan kecenderungan tertentu. Kebutuhan ini sudah dipastikan sangat berhubungan dengan para musisi otodidak di Sulawesi Utara maupun yang ada di Indonesia, yaitu keinginan untuk mengembangkan potensi atau bakat mereka khususnya dalam bidang musik, karena pada dasarnya musisi otodidak adalah orang-orang yang cenderung berjuang sendiri, sehingga merekapun membutuhkan suatu proses pembelajaran untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang musik itu sendiri melalui diri mereka sendiri juga.

Inilah kedua teori yang akan digunakan sebagai landasan untuk membahas penulisan dengan topik proses pembelajaran musisi otodidak di sulawesi utara dan eksistensinya diantara musisi pendidikan formal.

(7)

1. Definisi Otodidak

Otodidak adalah proses bagi orang yang belajar dengan menggunakan cara-caranya sendiri. Oto (auto) berarti sendiri, didak (didaktik) berarti belajar. Istilah lain dari otodidak adalah self-taught atau mengajar diri sendiri. Dengan demikian makna otodidak adalah belajar sendiri tanpa bimbingan guru, atau dengan kata lain otodidak adalah orang yang selalu berproses untuk membangun potensi dalam diri dan orang yang mendapat keahlian dengan belajar sendiri (http://en.wikipedia.org).

Dalam perspektif belajar sendiri, bisa dipastikan segala daya upaya digunakan untuk dapat mengetahui hal yang ingin dipelajari. Dengan segala daya upaya inilah orang akan menggali atau mengeksplorasi segala kemungkinan dan potensi diri dalam rangka memecahkan persoalan atau masalah-masalah yang dihadapinya.

Kata Otodidak sering berkonotasi negatif, karena sering di nibatkan pada orang yang tak terdidik dan pendidikan tradisional, Namun itu bukanlah perbandingan yang benar. karena orang dapat dengan mudah memenuhi syarat untuk keahlian dalm bidang tertentu. Walaupun begitu kata otodidak dapat disalahgunakan.

Sesorang yang disebut otodidak karena bergelut dibidang tertentu, seperti seni, karya, arsitektur ataupun kerajinan tangan. Disamping itu, beberapa bidang bisa jadi sangat sempit sehingga pendidikan yang sesusngguhnya tidak ada, dimana sesorang mendiskusikan apakah pendidikan itu merupakan kemungkinan realistik.

Ilmu Pengetahuan dapat dipelajari melalui berbagai cara atau metode. Inti dari mempelajari ilmu pengetahuan adalah untuk mengetahui sesuatu yang belum jelas menjadi jelas. Inti dari belajar adalah mempelajari hal-hal yang buruk menjadi baik. Melatih yang belum dapat dikerjakan menjadi terampil. Sedangkan jalan yang paling banyak ditempuh untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan keterampilan adalah melalui pendidikan formal.

Dunia pendidikan formal telah mempunyai sistem pembelajaran yang terstruktur. Hal itu berarti bahwa untuk mempelajari ilmu pengetahuan seseorang diarahkan melalui suatu sistem pendidikan yang telah ditentukan. Pendidikan formal dibagi dalam beberapa jenjang ke-pendidikan atara lain pendidikan dasar, menengah, dan tingkat sarjana.

(8)

pendidikan non formal adalah belajar sendiri atau sering disebut otodidak, seperti kutipan dalam artikel berikut ini :

Autodidacticism (also autodidactism) is self-education or self-directed learning. An autodidact is a mostly self-taught person (also known as an automath), or someone who has an enthusiasm for self-education, and usually has a high degree of self-motivation. Occasionally, individuals have sought to excel in subjects from outside the mainstream of conventional education…

… Autodidacticism, it must be stressed, is a highly unusual pedagogic phenomenon whereby a subject will develop a skill without external stimulae… (http://oxfourdjournals.org).

Pernyataan di atas mempunyai makna bahwa otodidakisme atau faham otodidak adalah pendidikan bagi dirinya sendiri, atau belajar sendiri. Seorang otodidak adalah orang yang mempunyai antusiasme untuk belajar sendiri dan biasanya mempunyai motivasi yang tinggi, kadang-kadang harus mencari pokok persoalan melebihi subjek utamanya dalam pendidikan konvensional. Otodidak menekankan perwujudan pendidikan yang sangat tidak biasa, karena pembelajar harus mengembangkan ketrampilan tanpa dorongan dari luar.

Belajar secara otodidak berarti tanpa dorongan atau bimbingan dari luar, sehingga penguasaan dari hal-hal yang dipelajari harus dilakukan sendiri. Usaha penguasaan terhadap lagu baru misalnya akan dilakukan dengan mengerahkan segala daya upayanya untuk dapat menguasai lagu tersebut Belajar dari pengalaman merupakan salah satu kenyataan yang ada dalam proses belajar. Ketika manusia melakukan pekerjaan yang diulang-ulang dia akan mengalami pertumbuhan yang terus-menerus, berkembang lalu menjadi suatu kebiasaan. Dari kebiasaan-kebiasaannya manusia akan mendapatkan hal baru yang disebut pengalaman.

Ada dua macam pengalaman manusia, yakni pengalaman buruk dan pengalaman baik. Disengaja atau tidak manusia pada prinsipnya akan selalu memperbaiki pengalaman buruknya agar menjadi baik pada waktu yang akan datang.

(9)

Keterampilan bermain musik sering disebut skill, bagi musisi termasuk juga musisi yang belajar secara otodidak merupakan satu hal yang harus selalu dijaga dan terus ditingkatkan kualitasnya. H.C. Whitherington berpendapat bahwa keterampilan harus dibedakan dari kebiasaan, karena sekalipun keduanya kelihatan hampir sama tetapi mempunyai makna yang sangat berbeda. Whitherington secara lengkap berpendapat bahwa :

keterampilan menghendaki tingkat kesadaran serta perhatian yang lebih tinggi daripada kebiasaan. Kalaupun dalam melakukan suatu kebiasaan kita tidak memberikan perhatian kita sama sekali, kebiasaan itupun akan dapat terus berlangsung. Pada ketrampilan hal ini tidak dapat terjadi, ketrampilan terus menerus menghendaki adanya tingkat perhatian yang tinggi…

Untuk dapat mempertahankan tingkat keterampilan yang tinggi dibutuhkan latihan terus menerus, misalnya pada ketrampilan bermain piano atau biola; tetapi untuk mempertahankan kebiasaan kelihatannya tidak dibutuhkan usaha yang harus dilakukan dengan sadar (Whitherington 1999: 143-144).

Faktor utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam mempelajari ilmu pengetahuan dan ketrampilan adalah bakat. Bakat juga merupakan faktor utama bagi orang yang akan mempelajari mu-sik termasuk musisi hiburan. Tetapi bakat harus diikuti oleh faktor-faktor lain yang ditentukan oleh keadaan lingkungan seseorang, ke-sempatan, sarana dan pra sarana, dukungan dan dorongan orang tua, tempat tinggal dan sebagainya. Sebagian besar faktor tersebut diten-tukan oleh diri seseorang itu sendiri, seperti minat, keinginan berpres-tasi, dan keuletan dalam menghadapi rintangan yang mungkin timbul dalam berlatih dan sebagainya. Berikut ini adalah pernyataan S.C. Utami Munandar tentang bakat :

(10)

latihan dan pendidikan agar suatu tindakan dapat dilakukan di masa yang akan datang. Bakat dan kemampuan menentukan “prestasi” seseorang (Munandar, 1999: 17-18).

Pernyataan di atas menerangkan bahwa bakat adalah potensi yang sangat penting, tetapi bukan satu-satunya faktor yang dapat diandalkan seseorang untuk berprestasi dalam mempelajari sesuatu. Pernyataan tersebut juga berlaku dalam bidang seni, termasuk musik. Proses belajar musik menuntut minat yang tinggi dan perhatian khusus untuk menghadapi proses pembelajaran seperti latihan-latihan kepekaan terhadap unsur-unsur musik, penguasaan teknik bermain instrumen musik, dan penguasaan repertoar musik. Agar dapat belajar dan menguasai musik dengan baik seseorang harus mempunyai minat yang tinggi dan perhatian khusus terhadap musik.

Teori tentang minat dibahas oleh Whitherington dalam Psikologi Pendidikan yang menegaskan bahwa objek atau seseorang, suatu soal atau situasi tertentu yang mempunyai sangkut paut dengan dirinya, harus dipandang sebagai sambutan yang sadar, sebab jika tidak, tidak akan mempunyai arti sama sekali. Pernyataan Whitherington tersebut adalah sebagai berikut:

Minat adalah kesadaran seseorang, bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi mengandung sangkut paut dengan dirinya. Rupa-rupanya minat harus dipandang sebagai suatu sambutan yang sadar; kalau tidak demikian minat itu tidak mempunyai arti sama sekali. Oleh sebab itu pengetahuan atau informasi tentang seseorang atau suatu objek pasti harus ada terlebih dahulu daripada minat terhadap objek tadi… (Whitherington, 1999: 135).

Demikian jika dikaitkan dengan setiap orang yang sedang belajar musik, memiliki minat terhadap musik itu sendiri merupakan suatu keharusan agar proses pembelajaran berjalan dengan baik.

Orang yang belajar otodidak harus memahami bahwa proses pembelajarannya kemungkian berhadapan dengan rintangan dan masalah pada tahap awal; apa manfaat belajar, diejek orang lain karena belajar, ketidakpahaman pada apa yang dibaca, dan kesulitan memahami sesuatu.

(11)

terutama notasi balok. Beberapa kasus ada yang mampu membaca notasi angka, tetapi ada pula yang mampu menuliskan atau mencatat simbol-simbol akor tanpa bisa menuliskan melodinya. Kedua, oleh karena mereka hanya bisa menghafal lagu-lagu yang dimainkan, maka mereka tidak mampu mempelajari lagu secara cepat dibandingkan dengan musisi dengan pendidikan formal. Namun hal ini bukanlah menjadi sebuah penghalang bagi para musisi otodidak di Suawesi Utara untuk belajara karena pada dasarnya untuk mencapai suatu keberhasilan tergantung seberapa keras kemauan untuk belajar dari masing-masing individu, baik yang belajar secara otodidak maupun secara formal untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam bidang musik.

3. Proses pembelajaran Musisi Otodidak di Sulawesi Utara

Otodidak menurut wikipedia bahasa Inggris adalah “self-education or self-directed learning. An autodidact is a mostly self-taught person, as opposed to learning in a school setting or from a tutor.” Jadi otodidak bukan berarti tiba-tiba bisa sendiri tanpa belajar, melainkan belajar sendiri dan menentukan jalur pelajaran itu sendiri tanpa bantuan tutor dalam jangka waktu tertentu. Seorang musisi otodidak akan menghabiskan waktu berjam-jam membaca buku, menonton video tutorial, berlatih, dan berdiskusi dengan musisi lain untuk mendapat masukan dan inspirasi (http://en.wikipedia.org).

Pada umumnya musisi otodidak di Sulawesi Utara belajar dengan cara mendengarkan, mengingat-ingat atau menghafal, kemudian menirukan atau memainkan. Secara umum proses pembelajaran musik yang mereka lakukan adalah :

1) Mendengarkan dan memperhatikan

(12)

2) Memorizing (menghafal)

Pada umumnya para musisi otodidak ini mempunyai musikalitas yang tinggi melalui kemampuan mendengarkan dan mengandalkan memorizing atau menghafal, sehingga mereka dapat menghafal dengan cepat apa yang telah mereka pejari, diluar pengalaman yang mereka miliki.

3) Mempraktekkan/latihan

Proses mempraktekkan merupakan proses inti dimana para musisi otodidak ini akan mulai latihan mencoba semua yang telah mereka pelajari melalui dengan sabar dan perlahan-lahan sampai mereka mengerti, mampu dan mulai bisa melakukannya sendiri.

Pada intinya proses mereka belajar adalah :

Pada dasarnya, proses pembelajaran musisi ototidak juga merupakan bagian dari proses pembelajaran yang ada pada musisi dengan pendidikan formal, akan tetapi yang membedakan hanyalah pada proses dan langkah-langkah pembelajarannya saja. Jika pada musisi pendidikan formal terdapat proses pembelajarannya lebih terstruktur karena adanya bimbingan dan langkah-langkah proses pembelajarannya juga terdiri dari beberapa bagian, maka pada proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara, mereka dapat mengatur sendiri proses pembelajaran mereka dan hanya melakukan tiga proses pembelajaran saja yaitu mendengarkan dan memperhatikan, memorizing (menghafal) dan kemudian mempraktekkan atau melakukan latihan sendiri, akan tetapi proses pembelajaran mereka memang cenderung membutuhkan waktu yang lebih lama karena mereka hanya belajar sendiri dengan waktu yang diatur sendiri juga.

4. Eksistensi Musisi Otodidak di Sulawesi Utara

Mendengarkan Mempraktekkan/

latihan Memorizing

(13)

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia eksistensi adalah keberadaan, kehadiran yang mengandung unsur bertahan, sedangkan menurut Abidin Zainal (2007:16) eksistensi adalah suatu proses yang dinamis, suatu ‘menjadi’ atau ‘mengada’. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere, yang artinya keluar dari, ‘melampaui’ atau ‘mengatas’. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan mengalami perkembangan atau sebaliknya kemunduran, tergantung pada kemampuan dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Dalam penelitian ini, kata eksistensi merujuk pada keberadaan para musisi otodidak yang ada di Sulawesi Utara.

Eksistensi ini juga berkaitan dengan strategi dan cara para musisi otodidak dalam mempertahankan keberadaannya dalam dunia musik di Sulawesi Utara, diantara para musisi lain yang memiliki pengetahuan dan keterampilan musik melalui pendidikan formal.

Berdasarkan hasil penelitian, kebanyakan para musisi di Sulawesi Utara adalah musisi otodidak. Mereka belajar sendiri tanpa bimbingan dari orang lain seperti halnya musisi dengan pendidikan formal. Banyak hal yang membuat para musisi otodidak ini ingin mencari tahu sendiri bagaimana agar bisa memiliki pengetahuan dan keterampilan musik secara alami tanpa mengikuti pendidikan formal yang terstruktur. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dengan adanya pendidikan seni formal, juga dibarengi dengan kemajuan teknologi yang semakin canggih, satu per satu para musisi otodidak ini, dari yang masih muda hingga yang sudah berumur diatas 40 tahun pun mulai mengikuti pendidikan seni formal tersebut dengan maksud untuk menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bermusik dan agar ilmu musik yang telah mereka dapatkan secara otodidak dapat dibenahi menjadi lebih baik lagi, sehingga sampai saat ini jumlah musisi dengan pendidikan formal di Sulawesi Utara sudah lebih dominan daripada musisi otodidak yang ada. Beberapa ada yang mengikuti pendidikan Seni ataupun Seni Murni hingga jenjang S2.

(14)

mempertahankan eksistensi atau keberadaan mereka dalam dunia musik di Sulawesi Utara.

Kreatifitas adalah tiang dari musisi otodidak, dimana rasa ingin tahu adalah atapnya. Musisi otodidak tidak terpengaruh sama ilmu pasti dan bimbingan. Mereka juga tidak pernah mengenal istilah pakem dalam satu bidang ilmu. Kemampuannya dalam mengeksplorasi dan mengkombinasikan berbagai macam ilmu dalam satu bidang membuatnya terus bertahan menjadi orang otodidak di bidang ilmunya. Dengan salah satu ciri khas musisi otodidak yaitu keterbukaan terhadap segala segala sesuatu yang baru, inilah yang menjadi faktor utama para musisi otodidak di Sulawesi Utara dalam menghasilkan sebuah karya seni musik yang setara dan bahkan tidak sedikit yang melebihi karya dari musisi yang berpendidikan formal.

Hal inilah yang menjadi fondasi utama para musisi otodidak di Sulawesi Utara dalam mempertahankan eksistensi dan status sosial mereka di tengah pendidikan seni formal yang semakin berkembang.

(15)

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka kesimpulannya adalah :

1) Pada umumnya proses pembelajaran musisi otodidak di Sulawesi Utara adalah mendengarkan dan memperhatikan, memorizing (menghafal) dan kemudian mempraktekkan atau melakukan latihan sendiri.

(16)

Daftar Pustaka

Gagne, R, M. (1997). The Condition of Learning and Theory of Instruction. Rinehart and Winston, New York.

Maslow, Abraham. (1992). Psikologi Humanistik: The Third Force, The Psikology Of Abraham Maslow. Kanisius, Yogyakarta.

Munandar, S, C. Utami. (1999), Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Rumini, S. dkk. (1993). Psikologi Pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan UNY, Yogyakarta.

Whitherington, H.C. (1999), Psikologi Pendidikan, terjemahan M. Buchori. (1999), Rineka Cipta, Bandung.

Zainal, Abidin. (2007). Analisis Eksistensial. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Referensi website :

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan konsepsi siswa pada materi perpindahan kalor setelah diberikan remediasi dengan

hari Jumat, 1 April 2011 akan dilaksanakan hari Senin, 4 April 2011 ukul 15.15 WIB.. Demikian harap

task is necessary in teaching learning process used task based

SEJARAH INDONESIA MASA PERGERAKAN NASIONAL JURUSAN: PENDIDIKAN SEJARAH..

Teknik observasi digunakan dalam penelitian ini dengan maksud untuk mendapatkan informasi dan data secara langsung dari lokasi penelitian, yaitu untuk melihat secara

Untuk kekeruhan dan kandungan partikel tersuspensi, perairan dasar lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan dan Perairan Teluk Klabat Dalam Lebih tinggi daripada Perairan

Aplikasi ZPT mepiquat klorida 50 AS (PIX- 50 AS) konsentrasi 2-6 ml/l pada tanaman bawang merah asal TSS di dataran tinggi Lembang tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

Walaupun sastera Islam belum boleh dianggap sebagai satu fenomena, dewasa itu, perbincangan atau perdebatan mengenai peranan Islam di dalam sastera atau sebaliknya, telah pun