• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT.PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

PT. PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam bidang penyediaan energi listrik di Indonesia. Pada awalnya PT. PLN ditetapkan sebagai pemegang usaha ketenagalistrikan, namun sejak tahun 1992 pemerintah memberikan kesempatan pada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga listrik. Oleh karena itu, bulan Juni 1994 PLN dialihkan dari perusahaan umum menjadi perusahaan perseroan (Persero).

PT. PLN (Persero) yang diberi kuasa Ketenagalistrikan oleh Pemerintah, sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan, memiliki tugas utama untuk melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik bagi sebesar-besarnya untuk kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan Nasional Indonesia seperti tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya untuk ikut memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

(2)

Undang-undang No. 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan yang disahkan oleh Presiden Republik Indonesia Tahun 2009, serta di dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052 merupakan salah satu peraturan pokok tentang Ketenagalistrikan di negeri ini,1 dan sebelum berlakunya Undang-undang tersebut, peraturan tentang Ketenagalistrikan tertuang dalam Undang-undang Nomor 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan.

Diterbitkannya Undang-Undang tersebut, PLN sebagai salah satu ujung tombak pelayanan di bidang jasa ketenagalistrikan dari waktu ke waktu, seharusnya PLN melakukan peningkatan pelayanan masyarakat (konsumen). Kepedulian tersebut seharusnya tidak hanya terbatas pada pelayanan di bidang bisnis utama PT. PLN (Persero), yaitu pengadaan listrik dengan kualitas yang baik dengan segala indikator sesuai harapan pelanggan pada umumnya, tetapi juga kepada peningkatan administrasi pelayanan pelanggan.

Peningkatan pelayanan dibidang administrasi kepada pelanggan antaranya yaitu tentang Perjanjian Jual beli Tenaga Listrik antara PT PLN (PERSERO) dengan Pelanggannya, karena pada saat seorang calon pelanggan yang akan mengajukan sambungan listrik rumahnya dan si calon pelanggan tersebut telah menyetujui syarat-syarat yang ditentukan oleh PT PLN (PERSERO), kondisi seperti ini seharusnya ditindak lanjuti dengan suatu perjanjian, yaitu perjanjian jual beli tenaga listrik

(3)

dengan tujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pelanggan (konsumen) dengan PT PLN (PERSERO), karena di dalam Perjanjian tersebut akan diatur secara jelas hak dan kewajiban antara pelanggan dengan PT PLN (PERSERO), di samping itu juga berpedoman kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang pada hakekatnya bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan kepada pelanggan, serta keterbukaan informasi sekaligus menumbuhkan kesadaran PLN sebagai pelaku usaha (produsen), mengenai pentingnya perlindungan konsumen sebagai perwujudan kepedulian PLN kepada pelanggan (konsumen).

Hak dan perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang menarik untuk dibahas, karena perlindungan konsumen sampai sekarang ini masih banyak kasus yang timbul, banyak yang masih tidak terselesaikan dengan baik. Tindakan pelaku usaha dalam hal ini banyak menyebabkan kerugian bagi pihak konsumen, masalah hak dan perlindungan konsumen maka kita harapkan dapat lebih memahami apa sebenarnya yang dikatakan dengan perlindungan konsumen. Pihak konsumen selama ini masih ada yang tidak mengerti apa saja yang menjadi hak mereka dan kewajiban yang harus mereka dapatkan pada suatu pelaku usaha yang menjual jasa ataupun bentuk pelayanan lainnya.

(4)

pemerintah, yang dalam hal ini sebagai pemberi pelayan terhadap publik, dikarenakan cita-cita hukum dan asas-asas hukum merupakan bagian penting budaya hukum karena menyangkut ide, pemikiran, gagasan bahkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai yang akan mempengaruhi komponen-komponen sistem hukum lainnya baik struktur maupun substansi hukumnya yang akan pula mempengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat.2

Kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan/ atau jasa baginya, dan menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab. Dalam hal itu hakekat hukum itu sendiri adalah untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam perhubungan antara anggota masyarakat.3

Tujuan yang ingin dicapai perlindungan konsumen umumnya dapat dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu:

1. Memberdayakan konsumen dalam memilih, menentukan barang/atau jasa kebutuhannya, dan menuntut hak-haknya.

2. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang memuat unsur-unsur kepastian hukum, keterbukaan informasi, dan akses untuk mendapatkan informasi itu.

2Alvi Syahrin,Beberapa Masalah Hukum, (PT. Softmedia, Medan, 2009), hal. 10

(5)

3. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab.4

Banyak konsumen atau pelanggan yang merasa dirugikan akibat tidak jelasnya perlindungan terhadap mereka, salah satu penyebab dikarenakan oleh lemahnya hukum dan perlindungan terhadap konsumen, selain itu juga pihak konsumen yang merasa dirugikan dengan pemadaman listrik namun tidak pernah melapor kepada pihak yang berwenang terhadap kerugian yang telah dideritanya.

Setiap orang baik secara individu maupun berkelompok pada suatu saat nanti pasti menjadi konsumen dari suatu produk barang atau jasa tertentu. Namun demikian, hubungan perdata antara pelaku usaha dan konsumen tidak selamanya akan berlangsung harmonis dan saling menguntungkan. Karena konsumen sebagai pihak yang dilayani, biasanya berada di posisi lemah, maka pelaku usaha sebagai salah satu badan usaha pelayanan jasa berpotensi atau berpeluang besar untuk wanprestasi atau merugikan konsumennya dengan mudah.

Dengan kemajuan teknologi dan ilmu, telah ditemukan suatu sistem ketenagalistrikan yang berperan penting bagi perkembangan hidup dan kehidupan masyarakat berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Menanggapi perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah Indonesia telah menerbitkan sejumlah peraturan perundang-undangan untuk memberi rambu-rambu hukum secara tertulis kepada perorangan atau lembaga yang

(6)

berkepentingan dengan perlindungan konsumen tersebut, berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 59 tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat dan Keputusan Presiden Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Tenaga listrik kini merupakan landasan bagi kehidupan modern, dan tersedianya dalam jumlah dan mutu yang cukup menjadi syarat bagi suatu masyarakat yang memiliki kehidupan yang lebih baik dan perkembangan industry yang maju. Dengan adanya energi listrik dalam keberadaannya untuk mewujudkan suatu pembangunan energi adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi energi listrik adalah daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses kegiatan meliputi energi listrik, mekanik dan panas.

Keberadaaan energi listrik sebagai sarana penerangan bagi masyarakat, dan berfungsi menjadi salah satu indikator untuk dapat dilaksanakannya pembangunan. Banyak aktivitas masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya didalam meningkatkan kesejahteraan mempergunakan energi listrik.

(7)

mempengaruhi produksi barang maupun jasa. Hal lainnya yang tak kalah penting sehubungan dengan fungsi listrik ini adalah adanya kemajuan teknologi komunikasi maupu informatika yang turut memperluas ruang gerak arus tranportasi barang maupun jasa.

Dengan demikian dapat dilihat, bahwa energi listrik diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengingat arti penting listrik dalam kehidupan masyarakat dan pengusaha, maka penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Negara yang pelaksanaannya dilakukan oleh PT. PLN yang melaksanakan usaha penyediaan tenaga listrik dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan di Indonesia.

Bahwa Pembangunan sektor ketenagalistrikan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa guna mewujudkan tujuan pembangunan nasional, yaitu menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Tenaga listrik, sebagai salah satu hasil pemanfaatan kekayaan alam, mempunyai peranan penting bagi negara dalam mewujudkan pencapaian tujuan pembangunan nasional.5

Pasokan listrik yang mencukupi, harga yang terjangkau adalah harapan seluruh konsumen pelanggan listrik di Indonesia, namun kenyataannya seringkali konsumen menemui kenyataan bahwa arus listrik terpaksa naik dengan berbagai

(8)

alasan dan seringnya pemadaman arus listrik bergilir dengan berbagai alasan pula. PT PLN (Persero) mengklaim selama 2011 lalu, pelanggan listrik di Indonesia rata-rata hanya mengalami pemadaman sekira lima kali dalam setahun. Angka ini berangsur-angsur terus turun selama beberapa tahun terakhir.6 Selain seringnya pemadaman listrik yang dirasakan oleh masyarakat sebagai konsumen adalah pembayaran rekening listrik yang tidak sesuai dengan pemakaian konsumen, dan sering sekali konsumen terpaksa membayar harga yang telah ditentukan dalam tagihan rekening listrik walaupun kenyataanya pemakaian listrik oleh konsumen tidak sebesar yang tercantum dalam tagihan tersebut.

Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, konsumen mendapat perlindungan secara hukum. Sejak dikeluarkanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, sedikit banyak telah membuat lega masyarakat yang notabene adalah konsumen. Namun sebagaimana perlindungan terhadap hak-hak konsumen ketenagalistrikan. Masyarakat Indonesia sebagai penerima jasa layanan publik sering mengalami kesulitan akibat ketiadaan standar pelayanan yang jelas. Masyarakat atau konsumen akan mudah secara sepihak dijatuhi sanksi jika yang bersangkutan terlambat membayar kewajibannya, tetapi sebaliknya sanksi yang sama tidak dapat diarahkan kepada pejabat tata usaha Negara

(9)

yang terlambat merealisasikan pelayananya kepada masyarakat. Ketimpangan ini dapat terjadi di semua sektor kehidupan.7

Termasuk juga yang terjadi pada pelayanan publik yang diberikan oleh PT. PLN, hal-hal yang masih mewarnai masalah kelistrikan yang dialami oleh masyarakat atau konsumen dapat ditemukan antara lain:

a) Kesalahan pencatatan tagihan rekening listrik; b) Pemadaman listrik tanpa pemberitahuan; c) Biaya penyambungan baru;

d) Voltage listrik naik turun (berakibat rusaknya alat-alat elektronik/rumah tangga);

e) Pembongkaran KWH meter/ alat pembatas dan pengukur (dengan alasan menunggak rekening listrik beberapa bulan, padahal baru beberapa hari menyalah, segel tidak ada);

f) Pembayaran rekening dikaitkkan dengan pembayaran punggutan/retribusi; g) Pemasangan jaringan baru tanpa memakai KWH meter.8

Asas dan tujuan yang dianut Undang-undang tentang ketenagalistrikan, bahwa pembangunan ketenagalistrikan (PT. PLN) bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan

7

Shidarta,Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Edisi Revisi,Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006), Hal 173

(10)

merata serta mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan,9 telah mencerminkan adanya kewajiban memberikan perlindungan terhadap konsumen listrik. Pelanggaran terhadap ini tentu ada konsekuensi hukumnya, kecuali terbukti adanya keadaan mendesak diluar kemampuan manusia (force majeur) seperti bencana alam atau gempa bumi yang tidak dapat dihindarkan.

Konsekuensi hukumnya tidak hanya sekedar permintaan maaf, melainkan kalau perlu pemberian ganti rugi kepada para pelanggan/ konsumen akibat padamnya listrik. Konskuensi ini wajar, mengingat bila konsumen di duga merugikan PT. PLN, padahal belum tentu terbukti kebenaranya menurut hukum, konsumen terpaksa membayar dugaan kerugian tersebut karena kepentingan agar listrik konsumen tidak diputus. Terhentinya penyediaan tenaga listrik dalam batas-batas tertentu ternyata dilindungi oleh Undang-undang melalui standar mutu dan keandalan. Artinya harus ada penetapan standar jumlah dan lama terhentinya penyediaan tenaga listrik karena gangguan. Bila PT. PLN melanggar standar ini terbuka peluang kecil untuk mengajukan gugatan ganti rugi.10

Lain halnya dengan penghentian listrik untuk sementara, tidak memberikan hak bagi konsumen/pelanggan untuk menuntut ganti kerugian, asal dipenuhi salah satu atau lebih persyaratan sebagai berikut :

9

Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 Tentang Ketenagalistrikan Jo. Pasal 41 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 2012 Tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik.

(11)

1. Diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;

2. Terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan yang bukan karena kelalaian pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik;

3. Terjadi keadaan yang secara teknis berpotensi membahayakan keselamatan umum; dan/ atau

4. Untuk kepentingan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.11

Ternyata dimensi hukum padamnya aliran listrik tidak mengembirakan bagi pelanggan/ konsumen listrik terutama konsumen rumah tangga. Karena sampai sekarang, Hak konsumen listrik untuk mendapatkan ganti kerugian dari PT. PLN masih belum terealisasi berdasarkan Undang-undang ketenagalistrikan.

Namun demikian masih dijumpai peluang yang sangat kecil untuk mengajukan gugatan ganti rugi kepada PT. PLN atas dasar perbuatan melawan hukum sesuai dengan ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata jo Pasal 23 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 dimana konsumen/ pelanggan dihadapkan pada beban pembuktian yang berat karena harus membuktikan dengan unsur-unsur yaitu:

1. Perbuatan melawan hukum; 2. Kesalahan/ kelalaian tergugat;

(12)

3. Kerugian yang dialami pelanggan/ konsumen;

4. Hubungan kausal antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian yang dialami konsumen.12

Dengan keluarnya UUPK, maka membuka peluang untuk konsumen listrik dalam menuntut hak mereka terhadap kerugian yang ditimbulkan dari kelalaian PT. PLN. Bahwa energi listrik merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat. Seiring meningkatnya pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat membuat kebutuhan energi listrik juga terus meningkat. Sumber daya dan bahan baku untuk menghasilkan energi listrik juga terus meningkat, tetapi sumber daya dan bahan baku untuk menghasilkan energi listrik semakin menipis, hal itu membuat harga bahan baku menjadi naik. Kenaikan itu membuat pemerintah juga harus menaikkan harga listrik jika tidak ingin mengalami defisit. Kesulitan yang dialami masyarakat membuat mereka melakukan segala hal untuk mendapatkan sesuatu tanpa mereka harus mengeluarkan uang, termasuk mendapatkan listrik secara cuma-cuma. Banyak media online maupun cetak yang memberitakan tentang kasus pelanggaran hukum arus listrik. Sebenarnya yang mereka lakukan itu merugikan banyak pihak. Termasuk pelakunya sendiri. .

Ketertiban dalam masyarakat diciptakan bersama-sama oleh berbagai lembaga secara bersama-sama, seperti hukum dan tradisi dan dalam masyarakat juga dijumpai berbagai macam norma yang masing-masing memberikan sahamnya dalam

(13)

menciptakan ketertiban itu.13 Hukum menjadi aspek dari kebudayaan seperti halnya dengan agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan yang masing-masing menjadi anasir kebudayaan kita.14 Dikarenakan kehidupan bermasyarakat itu sering terdapat adanya penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan hidup masyarakat terutama yang dikenal dengan nama norma hukum.

Penyimpangan norma hukum di masyarakat disebut dengan kejahatan. Sebagai salah satu bentuk penyimpangan dari norma pergaulan hidup. Kejahatan merupakan masalah sosial yaitu masalah yang timbul ditengah-tengah masyarakat dimana perilaku dan korbannya adalah anggota masyarakat juga. Kejahatan yang merupakan suatu bentuk dari timbulnya gejala sosial itu tidak berdiri sendiri, melainkan ada hubungan dengan berbagai perkembangan baik kehidupan sosial ekonomi, hukum, maupun tekhnologi.

Dari keadaan inilah yang menarik perhatian dan mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul “Tinjauan Hukum Terhadap Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik Antara PT. PLN (PERSERO) Dengan Pelanggan.“

B. Perumusan Masalah

Dalam menentukan identifikasi masalah maka perlu dipertanyakan apakah yang menjadi masalah dalam penelitian yang akan dikaji lebih lanjut untuk menemukan suatu pemecahan masalah yang telah diidentifikasi tersebut.15 Berdasarkan latar belakang tersebut dia atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

13Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal. 13 14

Utrecht/ Saleh Djindang, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Ictiar Baru, 1989), hal. 3

(14)

1. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara hukum dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan Pelanggan ?

2. Apakah upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN terhadap pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli arus listrik ?

3. Apakah kendala-kendala yang dihadapi PT. PLN dalam menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan ?

C. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan rumusan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik terhadap para pihak yang dilakukan pelaksanaan perjanjian jual beli tenaga listrik antara hukum dalam hal perjanjian jual beli tenaga listrik antara PT. PLN (Persero) dengan Pelanggan.

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dan sanksi yang diberikan PT. PLN (Persero) terhadap Pelanggan yang melakukan pelanggaran perjanjian jual beli arus listrik.

3. Untuk mengetahui kendala-kendala atau hambatan yang dihadapi PT. PLN (Persero) dalam menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh planggan.

D. Manfaat Penelitian

(15)

1. Secara teoritis untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum, terutama perlindungan hukum perjanjian jual beli tenaga listrik terhadap PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.

2. Secara praktis, diharapkan dapat menjadi tambahan bahan dalam mengembangkan kajian ilmu hukum, serta dapat menjadi masukan kepada pelanggan listrik sehingga dapat mengantisipasi implikasi tindakan perbuatan melawan hukum dalam memenuhi hak dan kewajiban konsumen Pembangkit Listrik Negara.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai perlindungan hukum ini sebelumnya udah pernah dilakukan di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yaitu:

1. Nurhalimah Tusa’diyah, 017005058 dengan Judul Peningkatan Pelayanan Podusen dalam Rangka Perlindungan Konsumen (Studi Mengenai Pelayanan PT. PLN (Persero) Sumatera Utara

2. Binsar Hutabarat, 097005083, dengan judul Perubahan Status Perusahaan Listrik Negara dari Perum menjadi Perseroan dalam kaitannya dengan Public Service Obligation(PSO).

(16)

perumusan masalah yang sama, walaupun ada topik penelitian tentang hak dan perlindungan hukum perjanjian namun jelas berbeda. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara lmiah dan terbuka terhadap masukan serta saran-saran yang membangun dalam penulisan penelitian ini.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi.16 Dan suatu teori harus diuji menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.17 Teori diperlukan untuk mengembangkan suatu bidang suatu kajian hukum tertentu. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuan dalam penerapan aturan hukum. Didalam teori ini mempunyai pandangan bahwa hukum bukan hanya merupakan kumpulan norma-norma abstrak atau suatu tertib hukum tetapi juga merupakan suatu proses untuk mengadakan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang saling bertentang dan menjamin pemuasan kebutuhan maksimal dengan pengorbanan yang minimal.18

Sebagai tolak ukur untuk menganalisa permasalahan yang akan diteliti suatu teori atau kerangka teori harus mempunyai kegunaan paling sedikit mencakup hal-hal sebagai berikut:

16

J J M M. Wuisman, Penelitian Ilmu Sosial, Jilid I, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996), hal. 203

17Ibid, hal 16

(17)

1) Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

2) Teori sangat berguna di dalam mengembangkan konsep-konsep.

3) Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang telah diteliti.

4) Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin factor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5) Teori memberikan petunjuk-petumjuk terhadap kekurangan pada pengetahuan penelitian.19

Dengan kata lain kerangka teori adalah kerangka berfikir atau butir-butir pendapat, teori, thesis, mengenai kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis dalam penelitian.20 demikian sesuai dengan penelitian ini maka sifat penelitian adalah deskriptif analisis.21

Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, bahwa selain tergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi sosial juga sangat ditentukan oleh teori. Deskriptif maksudnya penelitian ini pada umumnya bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran secara sistematis, faktual dan akurat.22 Tentang aspek Perlindungan Hukum terhadap hak-hak konsumen Listrik ditinjau dari Undang-19J. Satrio,Hukum Perikatan, Perikatan Pada Umumnya, (Bandung: Alumni 1983), hal 254 20 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu hukum dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80

21

Soerjono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1982) hal 50

(18)

undang Nomor 30 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dan sanksi yang diterapkan oleh PLN (PERSERO) apabila adanya terjadinya pelanggaran yang dilakukan Konsumen atau Pelanggan terhadap pelanggaran hukum arus listrik.

Menurut Sultan Remy Sjahdeini, Mengartikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang hampir seluruh klausula-klausulanya dibakukan oleh pemakaianya dan pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang dilakukan hanya beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang spesifik dari obyek yang dijanjikan.23

Tujuan dibuatnya perjanjian standar untuk memberikan kemudahaan (kepraktisan) bagi para pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu, bertolak dari tujuan itu, Mariam darus Badruzzaman lalu mendifenisikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.24

Dalam ilmu hukum kita mengenal dua macam subyek hukum yaitu subyek hukum pribadi (orang-perorangan) dan subyek hukum berupa badan hukum. Terdapat masing-masing subyek hukum berlaku ketentuan hukum yang berbeda satu dengan yang lainya, meskipun dalam hal tersebut keduanya dapat diterapkan suatu aturan

23 Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan berkontrak dan Perlindungan Yang seimbang Bagi

Para Pihak Dalam perjanjian Kredit Bank di Indonesia,(Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1995), hal 66

24 Mariam Darus Badruzzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari perjanjian

(19)

yang berlaku umum, bahwa dalam Undang-undang perseroan terbatas dengan secara tegas dinyatakan bahwa perseroan adalah badan hukum.25 Ini berarti perseroan tersebut memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah yang diberikan oleh hukum.26

Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan menyelesaikan sengketa.27

Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah dan tindak pemerintah sebagai titik sentralnya, sehingga lahirnya konsep ini dari 25 Lihat Pasal 1, ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, Tentang Perseroan

Terbatas

26

Purwanto, Agus J. 2002,Transformasi Demokrasi dan Perbaikan Pelayanan Publik, (Jakarta, Universitas Terbuka), hal. 2

(20)

perkembangan hukum administrasi negara-negara barat. Dengan tindakan pemerintah sebagai titik sentral, dibedakan dua macam perlindungan hukum, yaitu:28

a. Perlindungan Hukum Preventif.

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.

Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dangan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada dekresi. Di Indonesia belum ada pengaturan secara khusus mengenai sarana perlindungan hukum preventif.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Peradilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk katagori perlindungan hukum ini.

Pada hukum Represif, tujuan hukum adalah ketertiban dan dasar keabsahannya adalah pengamatan masyarakat. Aturan-aturannya bersifat terperinci namun kurang mengikat pembuat aturan, sertingkali terjadi diskresi.29

28Ibid,hal. 206

(21)

Salah satu asas yang dikenal dan dianut dalam hukum perjanjian di Indonesia ialah asas kebebasan berkontrak. Asas ini dapat disimpulkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.30 Sebenarnya yang dimaksudkan oleh pasal tersebut tidak lain dari pernyataan bahwa setiap perjanjian mengikat kedua belah pihak.

Eksistensi hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan seluruh anggota masyarakat. Pengaturan kepentingan-kepentingan ini seharusnya didasarkan pada keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi kepentingan masyarakat. Tatanan yang diciptakan hukum baru menjadi kenyataan manakala subyek hukum diberi hak dan kewajiban. Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa hak dan kewajiban bukanlah merupakan kumpulan kaidah atau peraturan, melainkan perimbangan kekuasaan dalam bentuk hak individual di satu pihak yang tercermin dalam kewajiban pada pihak lawan, hak dan kewajiban inlah yang diberikan oleh hukum.31

Perlindungan hukum menurut pendapat Phillipus Hadjon ada dua bentuk perlindungan hukum bagi rakyat yaitu: Pertama, perlindungan hukum Preventif artinya rakyat diberi kesempatan mengajukan pendapatnya sebelum keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Kedua, perlindungan hukum represif yang bertujuan

30Lihat pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(22)

menyelesaikan sengketa. Konsep awal perlindungan hukum sangat terkait dengan pemerintah.

Dan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa orang leluasa membuat perjanjian apa saja asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan. Dan dari perkembangan tersebut dan dalam praktek dewasa ini, perjanjian seringkali dilakukan dalam bentuk perjanjian baku (standard contract), dimana sifatnya membatasi asas kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang-undang atau setidak-tidaknya diawasi pemerintah.

Bahwa dalam penelitian ini dipakai teori keadilan oleh Radburch yang menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas untuk mengemban nilai keadilan bagi kehidupan konkrit manusia, dengan demikian keadilan sebagai suatu nilai memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif. Normatif berarti keadilan sebagai landasan moral hukum sekaligus sebagai parameter bagi hukum positif, konstitutif bermakna keadilan harus menjadi unsur yang mutlak bagi hukum.32

Berdasarkan keterangan di atas dapatlah dilihat bahwa hubungan teori keadilan yang diterangkan di atas sesuai dengan perjanjian jual beli tenaga listrik yang dilakukan antara PT. PLN (PERSERO) dengan Pelanggan.

2. Konsepsi

Konsepsi berasal dari bahasa Latin, concepto yang memiliki arti sebagai sesuatu kegiatan atau proses berfikir, daya berfikir khususnya penalaran dan

(23)

pertimbangan.33 Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit,yang disebut juga denganOperational definition.34

Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Oleh karena itu untuk menjawab permasalah dalam penelitian ini harus definisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, atau peranan konsep dalam penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dengan observasi, antara abstrasi dan realitas.35 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus.36

Pemaknaan konsep terhadap istilah yang digunakan, terutama dalam judul penelitian, bukanlah untuk pengertian mengkonsumsikanya semata-mata kepada pihak lain, sehingga tidak menimbulkan salah penafsiran, tetapi juga demi menuntun peneliti sendiri di dalam menangani rangkaian proses penelitian yang bersangkutan.37

Konsepsi yang digunakan dalam judul adalah: 1. Tinjauan Hukum adalah meninjau secara yuridis.

33 Komaruddin, dan Yooke Tjuparmah Komarrudin, Kamus Istilah karya tulis Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), Hal. 122

34Op-Cit,1995,hal 10 35

Soejono Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum,(Jakarta: UI Press, 1996), hal 63 36 Sumadi Suryabrata,Metodologi Penelitian,( Yogyakarta: Liberty, 2003) hal 3

(24)

2. Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.38

Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa persetujuan adalah: “Suatu pengertian, yang dalam Undang-Undang Hindia Belanda dulu dinamakan

Overeenkomsten yaitu kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak”.39

Menurut Subekti suatu perjanjian adalah “Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”40 Abdulkadir Muhammad dalam Subekti mengatakan bahwa perjanjian adalah: ”Suatu persetujuan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan sesuatu dalam lapangan harta kekayaan.”41 3. Jual Beli merupakan perjanjian timbal balik di mana pihak yang satu (penjual)

berjanji untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang, sedang pihak yang lain (si pembeli) berjanji untuk membayar harga barang yang diterimanya

4. Tenaga Listrik Tenaga listrik adalah suatu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk segala macam keperluan, tetapi tidak meliputi listrik yang dipakai untuk komunikasi, elektronika, atau isyarat.42

38 Lihat Pasal 1313 KUHPerdata 39

Wirjono Prodjodikoro.Azas-azas Hukum Perjanjian.(Jakarta: Mandar Maju, 2000) hal. 11 40

Subekti. Aneka Hukum Perjanjian. (Bandung: Pradnya Paramit, 1995) hal. 1 41Ibid. hal. 78

(25)

5. Pelanggan (konsumen) aalah Konsumen adalah setiap orang atau badan yang membeli tenaga listrik dari pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik.43

G. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analisis yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma adalah hukum positif. Penelitian norma-normative analisis menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute approach) yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan dengan tema sentral penelitian tentang perjanjian jual beli tenaga listrik antara PLN dan Pelanggan.

2. Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penyusuanan tesis ini adalah dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri atas:

a. Bahan Hukum Primer, antara lain peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jabatan notaris yaitu adalah KUH Perdata, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 Tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Undang-undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan Undang-Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

b. Bahan Hukum Sekunder berupa buku yang berkaitan dengan kode etik Notaris.

(26)

c. Bahan Hukum Tertier atau bahan hukum penunjang yang mencakup bahan yang memberi petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer, sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, majalah, dan jurnal ilmiah, serta bahan-bahan diluar bidang hukum yang relevan dan dapat dipergunakan untuk melengkapi data yang diperlukan dalam penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan hasil yang obyektif dan dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya, maka pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cara:

a) Studi kepustakaan (library research) dilakukan untuk mendapatkan data-data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah dan bahan-bahan hukum lainya yang terkaitan masalah penelitian ini.

b) Studi lapangan (field research) dilakukan untuk mendapatkan data-data primer dengan cara melakukan wawancara kepada pihak yang berkaitan dengan permasalahan ini.

(27)

Untuk menguatkan data sekunder dari penelitian kepustakaan, maka dalam penelitian lapangan ini juga menggunakan metode wawancara yang akan diadakan dengan beberapa informan, seperti : Pejabat PT. PLN selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan. Responden/informan ditentukan secarapurposive sampling,44yaitu penarikan sample dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu.45

Untuk menguatkan data sekunder melalui metode wawancara di lapangan, metode wawancara dipergunakan untuk memperoleh informasi tentang hal-hal yang tidak dapat diperoleh lewat pengamatan.46 Teknik wawancara yang dilakukan adalah melalui wawancara terstruktural (guided interview).

4. Analisa Data

Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengolahan data dan analisa data. Analisa data pada penelitian hukum lajim dikerjakan melalui pendekatan kuantatif dan/atau pendekatan kualitatif.47Pada penelitian terhadap permasalahan ini, maka digunakan metode analisis normative-kualitatif. Normatif, karena penelitian bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai hukum positif.

44P.Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal. 33, menyebutkan bahwa cara purposive sample diambil berdasarkan pertimbangan subyektif peneliti, dimana persyaratan yang dibuat sebagai criteria harus dipenuhi sebagai sample

45

Ronny Hanitijo Soemitro, hal 51. purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan tertentu, haruslah dipenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Harus didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri-ciri utama populasi.

b) Subyek yang diambil sebagai sample harus benar-benar merupakan subyek yang paling banyak mengandung ciri-ciri populasi.

c) Penentuan karakteristik populasi yang ditentukan dengan teliti dalam studi pendahuluan. 46

(28)

Referensi

Dokumen terkait

Pendeta Hindu (Siwa, Budha, dan Bhujangga Waisnawa) di Bali, seperti yang sudah diketahui oleh masyarakat umum di Bali bahwa setiap be- liau akan muput atau memimpin sebuah upaca-

Secara keseluruhan, dapatan kajian menunjukkan teknik yang digunakan dalam proses pengajaran dan pembelajaran (P&P) kelas pengajian al-Qur’an di kalangan Saudara Baru

[r]

Model Balck Box Tyler dibagun atas dua dasar, yaitu evaluasi yang ditujukan pada tingkah laku peserta didik dan evaluasi yang harus dilakukan pada.. tingkah laku awal

Kinerja pada umumnya adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing

Indosat Tbk saat ini kurang terarah pada karyawan yang tepat, kebanyakan karyawan yang dipilih merupakan karyawan yang memiliki relasi dengan petinggi di kantor cabang

Membandingkan pengaruh variasi kecepatan pengadukan dan suhu pada pencampuran biodiesel dan minyak solar (B30) dengan penambahan n- butanol sebagai aditif

Perumusan tujuan ditujukan untuk menggambarkan ukuran-ukuran terlaksananya misi dan tercapainya visi. Tujuan besar Direktorat PAUD pada tahun 2020-2024 adalah: “Melakukan