BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif Paradigma Kajian
Paradigma atau paradigm (Inggris) atau paradigme (Perancis), istilah tersebut berasal dari bahasa latin, yakni para dan deigma. Secara etimologis, para berarti (di samping, di sebelah) dan deigma berarti (memperlihatkan, yang berarti model, contoh, arketipe, ideal). Deigma dalam bentuk kata kerja deiknymai berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan uraian tersebut, paradigma berarti di sisi model, di samping pola atau di sisi contoh. Paradigma juga bisa berarti sesuatu yang menampakkan pola, model atau contoh (Bagus dalam Pujileksono, 2015: 25).
Paradigma merupakan suatu kepercayaan atau prinsip dasar yang ada dalam
diri seseorang tentang pandangan dunia dan membentuk cara pandangnya
terhadap dunia. R. Bailey berpendapat bahwa paradigma merupakan jendela
mental (mental window) seseorang untuk melihat dunia (Wibowo, 2011: 27).
Dapat disimpulkan bahwa paradigma merupakan suatu pola, model, atau
cara berpikir seseorang terhadap sesuatu. Sedangkan paradigma penelitian
merupakan pola, model atau cara berpikir peneliti terhadap permasalahan yang
diteliti.
Paradigma penelitian merupakan perspektif penelitian yang digunakan oleh
peneliti tentang bagaimana peneliti: (a) melihat realitas (world views), (b) bagaimana mempelajari fenomena, (c) cara-cara yang digunakan dalam penelitian,
dan (d) cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan
(Pujileksono, 2015: 26).
Di dalam metode penelitian, terdapat beberapa jenis paradigma
(Pujileksono, 2015: 26), yaitu:
a. Menurut Neuman: paradigma positivistik, pos-positivistik, konstruktivistik dan kristis
b. Menurut Habermas: instrumental knowledge, hermenetic knowledge dan critical/emancipatory knowledge
d. Menurut Guba dan Lincoln: positivisme, post-positivisme, konstruktivisme dan kritis
Perbedaan antar paradigma penelitian bisa dilihat melalui empat dimensi
(Wibowo, 2013: 36), yaitu:
a. Epitemologis: yang antara lain menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti
b. Ontologis: berkaitan dengan asumsi mengenai objek atau realitas sosial yang diteliti
c. Metodologis: yang berisi asumsi-asumsi mengenai bagaimana cara memperoleh pengetahuan menganai suatu objek pengetahuan
d. Aksiologis: yang berkaitan dengan posisi value judgements, etika dan pilihan moral peneliti dalam suatu penelitian
2.1.1 Paradigma Konstruktivis
Paradigma dalam penelitian semiotika banyak mengacu pada paradigma konstruktivis. Paradigma konstruktivis berbasis pada pemikiran umum tentang teori-teori yang dihasilkan oleh peneliti dan teoritisi aliran konstruktivis. Little John mengatakan bahwa teori-teori aliran ini berlandaskan pada ide bahwa realitas bukanlah bentukan yang objektif, tetapi dikonstruksi melalui proses interaksi dalam kelompok, masyarakat dan budaya (Wibowo, 2011: 28).
Di dalam penelitian ini, paradigma yang digunakan peneliti adalah
paradigma konstruktivis. Hal ini dikarenakan di dalam penelitian semiotika yang
menjadi tujuan utama penelitian adalah untuk menganalisis tanda. Tanda
merupakan bagian dari komunikasi yang dikonstruks (dibentuk) untuk
menghasilkan makna tertentu. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Fiske dalam
bukunya Pengantar Ilmu Komunikasi (2012: 2):
“Saya berasumsi bahwa semua komunikasi melibatkan tanda dan kode. Tanda adalah objek atau tindakan yang mengacu pada sesuatu selain tanda itu sendiri; yang berarti, tanda tersebut dikonstruksi untuk memunculkan makna tertentu. Kode adalah sistem di mana tanda diorganisasi dan menentukan bagaimana tanda-tanda tersebut mungkin saling terkait satu sama lain.”
Paradigma konstruktivis memiliki karakteristik sebagai berikut (Pujileksono, 2015: 28):
b. Latar belakang yang mengonstruksi realita tersebut dilihat dalam bentuk konstruksi mental berdasarkan pengalaman sosial yang dialami oleh aktor sosial sehingga sifatnya lokal dan spesifik.
c. Penelitiannya mempertanyakan ‘mengapa’ (why)?
d. Realita berada di luar peneliti namun dapat memahami melalui interaksi dengan realita sebagai objek penelitian
e. Jarak antara peneliti dan objek penelitian tidak terlalu dekat, peneliti tidak terlibat namun berinteraksi dengan objek penelitian
f. Paradigma penelitian konstrukstivistik sifatnya kualitatif, peneliti memasukkan nilai-nilai pendapat ke dalam penelitiannya. Penelitian dengan paradigma ini sifatnya subjektif
g. Tujuan untuk memahami apa yang menjadi konstruksi suatu realita. Oleh karena itu peneliti harus dapat mengetahui faktor apa saja yang mendorong suatu realita dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor itu merekonstruksi realita tersebut
Berdasarkan karakteristik paradigma konstruktivisme di atas, maka peneliti
melihat realitas di dalam komedi situasi Kelas Internasional sebagai konstruksi
yang dibentuk oleh tim kreatif berdasarkan asal negara dan latar belakang budaya
para aktornya. Kemudian peneliti harus mengetahui faktor apa saja menyebabkan
suatu realita dapat terjadi dan menjelaskan bagaimana faktor-faktor tersebut
membentuk realita yang ada di dalam komedi situasi Kelas Internasional.
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi
Mulyana (2008: 46), kata komunikasi atau communcation dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Komunikator melakukan komunikasi kepada komunikan dengan tujuan untuk merubah pengetahuan, sikap dan perilaku dari komunikan sesuai dengan
yang diinginkan oleh komunikator. Apabila pesan yang disampaikan oleh
komunikator dapat disamakan maknanya oleh komunikan maka komunikasi
berlangsung secara efektif.
Ada banyak pengertian komunikasi menurut para ahli. Menurut catatan
yang dibuat oleh Dance dan Larson dalam Cangara (2010: 18) bahwa sampai
bukunya Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar menuliskan beberapa pengertian
komunikasi menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
a. Bernard Berelson dan Gary A. Steiner
Komunikasi: transmisi informas, gagasan, emosi, keterampilan, dan sebagainya, dengan menggunakan simbol-simbol, kata-kata, gambar, figur, grafik,dan sebagainya. Tindakan atau proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.
b. Theodore M. Newcomb
Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima. c. Carl I. Hovland
Komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikate).
d. Gerald R. Miller
Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang didasari untuk mempengaruhi perilaku penerima.
e. Everret M. Rogers
Komunikasi adalah proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.
f. Raymond S. Ross
Komunikasi (intensional) adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respons dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator.
g. Mary B. Cassata dan Molefi K. Asante
Komunikasi adalah transmisi informasi dengan tujuan mempengaruhi khalayak.
h. Harold D. Laswell
“Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” atau “Siapa mengatakan apa dengan saluran apa kepada siapa dengan pengaruh bagaimana?” (Mulyana, 2008: 69).
Berdasarkan definisi Laswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi
yang saling bergantung satu sama lain, yaitu:
a. Sumber
Sumber (source), (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), atau pembicara (speaker) adalah individu, kelompok atau organisasi yang mengirimkan pesan kepada individu, kelompok, organisasi atau
masyarakat dengan atau tanpa media dengan tujuan untuk mengubah perilaku,
b. Pesan (message)
Pesan (message) adalah apa yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan dapat berupa pesan verbal dan nonverbal. Pesan merupakan
seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,
gagasan. Simbol terpenting adalah kata-kata (bahasa), yang dapat
merepresentasikan objek (benda), gagasan dan perasaan, baik ucapan
(percakapan, wawancara, diskusi, ceramah) ataupun tulisan (surat, esai, artikel,
novel, puisi, famflet). Pesan juga dapat dirumuskan secara nonverbal, seperti
melalui tindakan atau isyarat anggota tubuh (acungan jempol, anggukan kepala,
senyuman, tatapan mata, dan sebagainya) juga melalui musik, lukisan, patung,
tarian dan sebagainya.
c. Saluran
Saluran atau sering disebut media, yakni alat atau sarana yang digunakan
komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Pada dasarnya
komunikasi manusia menggunakan dua saluran, yakni cahaya dan suara. Saluran
juga merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap-muka) atau lewat
media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio, televisi).
d. Penerima
Penerima (receiver), penyandi-balik (decoder), khalayak (audience), atau komunikan, yakni orang yang menerima pesan dari komunikator. Komunikan
merupakan orang yang memaknai pesan yang disampaikan oleh komunikator
sehingga perilaku, sikap, dan tindakan komunikan dapat berubah seseuai dengan
kehendak komunikator.
e. Efek
Efek merupakan yang terjadi pada komunikan setelah menerima dan
memaknai pesan yang disampaikan oleh komunikator dapat berupa penambahan
pengetahuan, terhibur, perubahan sikap, perubahan keyakinan, perubahan
perilaku, dan tindakan.
Selain kelima unsur komunikasi menurut Laswell tersebut ada juga unsur
komunikator setelah pesan yang disampaikan oleh komunikator direspon oleh
komunikan yang kemudian menjadikan proses komunikasi yang telah berlangsung
sebagai referensi ketika akan melakukan komunikasi lagi. Feedback akan menjadi acuan efektif atau tidaknya proses komunikasi. Dari beberapa pengertian
komunikasi menurut para ahli dan kelima unsur komunikasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pengertian komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan dari seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan) yang terdiri
dari individu, kelompok ataupun masyarakat melalui media dengan efek tertentu
sesuai dengan yang diharapkan oleh komunikator.
2.2.1.2 Ruang Lingkup Komunikasi
Ruang lingkup komunikasi meliputi: bentuk/tatanan, sifat, metode, teknik,
fungsi, tujuan, model/pola dan bidang (Effendi dalam Pujileksono, 2015: 85).
a. Bentuk Komunikasi
(1) Komunikasi Pribadi
Komunikasi pribadi terdiri atas komunikasi intrapribadi dan komunikasi
antarpribadi. Komunikasi Intrapribadi (Intrapersonal Communication) adalah proses komunikasi seseorang yang terjadi dengan dirinya sendiri.
Sedangkan Komunikasi Antarpribadi (Interpersonal Communication) adalah proses komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan
komunikan yang terdiri dari dua sampai tiga orang secara langsung/tatap
muka yang bersifat personal atau dekat.
(2) Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok terdiri atas komunikasi kelompok kecil dan
komunikasi kelompok besar. Komunikasi Kelompok Kecil adalah
komunikasi yang berlangsung secara tatap muka antara komunikan dan
komunikator yang jumlahnya tiga orang atau lebih, seperti diskusi panel,
forum, simposium. Sedangkan Komunikasi Kelompok Besar (Public Speaking) adalah komunikasi yang terjadi secara langsung antara komunikator dengan komunikan dengan jumlah yang banyak, seperti pidato,
retorika, .
Komunikasi Massa adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
berupa lembaga ditujukan kepada komunikan yang merupakan khalayak
dengan menggunakan media massa baik cetak seperti surat kabar, majalah,
buku maupun berupa elektronik seperti radio, televisi, dan film.
(4) Komunikasi Budaya (Cultural Communication)
Komunikasi Budaya adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan yang memiliki latar belakang budaya yang sama
(intrabudaya), budaya yang berbeda tetapi dalam kebangsaan yang sama
(antarbudaya), serta antara budaya dan bangsa yang berbeda (lintas budaya).
b. Sifat-sifat komunikasi
(1) Komunikasi Verbal
Komunikasi Verbal adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan di mana pesan yang disampaikan menggunakan
kata-kata, baik secara lisan ataupun tulisan.
(2) Komunikasi Nir-verbal/Non-verbal
Komunikasi Nir-verbal atau biasa disebut sebagai Komunikasi Non-verbal
adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan komunikan baik
secara sengaja maupun tidak sengaja yang ditunjukkan melalui bahasa
tubuh, ekspresi wajah, sentuhan, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi
ruang dan jarak pribadi.
(3) Komunikasi Tatap Muka
Komunikasi Tatap Muka adalah komunikasi yang berlangsung antara
komunikator dan komunikan yang terjadi secara tatap muka di mana pesan
disampaikan secara langsung tanpa perantara.
(4) Komunikasi Bermedia
Komunikasi Bermedia adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator
dengan komunikan di mana pesan disampaikan melalui media massa.
c. Fungsi komunikasi
(1) Menginformasikan (to inform)
Komunikasi yang terjadi ketika komunikator menyampaikan suatu
(2) Mendidik (to educate)
Komunikasi yang terjadi ketika komunikator menyampaikan pengetahuan
baru dan mengajarkannya kepada komunikan.
(3) Menghibur (to entertaint)
Komunikasi yang terjadi ketika pesan yang disampaikan oleh komunikator
ditujukan untuk menghibur komunikan.
(4) Mempengaruhi (to influence)
Komunikasi yang ditujukan oleh komunikator untuk mempengaruhi sikap
ataupun perilaku komunikan atas pesan yang disampaikan oleh
komunikator.
d. Tujuan komunikasi
(1) Mengubah sikap
(2) Mengubah opini
(3) Mengubah perilaku
(4) Mengubah masyarakat
e. Teknik komunikasi
(1) Komunikasi Informatif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator memberikan
informasi kepada komunikan agar komunikan mengetahui suatu hal tertentu.
(2) Komunikasi Persuasif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator mampu
mengajak/membujuk komunikan untuk melakukan suatu hal.
(3) Komunikasi Pervasif
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikan menyerapi pesan
yang disampaikan oleh komunikator dalam jangka waktu tertentu.
(4) Komunikasi Koersi
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana pesan yang disampaikan oleh
komunikator bersifat paksaan kepada komunikan.
Suatu cara dalam proses komunikasi di mana komunikator memberikan
perintah atau arahan kepada komunikan dan akan diberikan sanksi jika
perintah atau arahan tersebut dilanggar atau tidak dilakukan.
(6) Hubungan Manusiawi
Suatu cara dalam proses komunikasi yang dilakukan untuk menghilangkan
hambatan-hambatan komunikasi melalui komunikasi yang dilakukan secara
mendalam dan intens.
f. Metode komunikasi
(1) Jurnalisme (Jurnalisme Cetak dan Jurnalisme Elektronik)
(2) Hubungan Masyarakat (Public Relations) (3) Periklanan (Advertising)
(4) Propaganda
(5) Perang Urat Syaraf
(6) Perpustakaan
g. Model Komunikasi
Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss dalam buku Human Communication
(Bungin, 2006: 253) menjelaskan tiga model komunikasi:
(1) Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah (one-way view of communication) atau model komunikasi linier merupakan proses komunikasi di mana komunikator
mengirimkan pesan kepada komunikan dengan tujuan untuk mempersuasi
orang tersebut sehingga melakukan hal yang sesuai dengan kehendak oleh
komunikator.
(2) Komunikasi Dua Arah
Komunikasi dua arah atau model komunikasi interaksional merupakan
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan di mana
komunikator akan menerima feedback (umpan-balik) dari proses komunikasi yang berlangsung. Dalam komunikasi dua arah ini, tidak hanya
komunikan yang mendapatkan efek komunikasi, tetapi juga komunikator.
(3) Komunikasi Banyak Arah
(1) Komunikasi Sosial
(2) Komunikasi Organisasi
(3) Komunikasi Bisnis
(4) Komunikasi Politik
(5) Komunikasi Internasional
(6) Komunikasi Antarbudaya
(7) Komunikasi Tradisional
(8) Komunikasi Pembangunan
2.2.2 Budaya
2.2.2.2 Pengertian Budaya
Dalam Lubis (2012: 10), “kata ‘budaya’ berasal dari bahasa sansekerta
buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi, yang berarti budi atau akal. Kebudayaan itu sendiri diartikan sebagai ‘hal-hal yang berkaitan dengan
budi atau akal”.
Baran (2008: 9), “budaya adalah suatu tingkah laku yang dipelajari oleh
anggota suatu kelompok sosial”. Sedangkan Lonner dan Malpass mengemukakan
pengertian budaya, “merupakan pemprograman pikiran” atau “budaya merupakan
yang dibuat manusia dalam lingkungan”.
Porter dan Samovar (Mulyana, Rakhmat, 2005: 18) memberikan definisi
budaya secara formal, “budaya sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh
sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan
kelompok”.
Samovar, Porter, McDaniel (2010: 28) menjelaskan fungsi dasar dari budaya, yaitu bahwa budaya merupakan pandangan yang bertujuan untuk mempermudah hidup dengan mengajarkan orang-orang bagaimana cara beradaptasi dengan lingkungannya. Mereka juga mengungkapkan tentang karakteristik budaya yang diperoleh melaui studi perbandingan yang telah disimpulkan oleh para ahli, yaitu:
Salah satu karakter penting dari budaya adalah bahwa budaya itu perlu dipelajari. Proses pembelajaran suatu budaya yang total disebut sebagai enkulturasi. Budaya dapat dipelajari melalui pembelajaran formal maupun informal.
b. Budaya itu dibagikan
Dengan berbagi sejumlah persepsi dan tingkah laku, anggota dari suatu budaya dapat juga membagikan identitas budaya mereka.
c. Budaya itu diturunkan dari satu generasi ke generasi
Jika budaya itu ingin dipertahankan, harus dipastikan apakah pesan dan elemen penting budaya tersebut tidak hanya dibagikan, tetapi juga diturunkan pada generasi yang akan datang.
d. Budaya itu didasarkan pada simbol
Hubungan antara simbol dan budaya dalam pengertian yang dikemukakan oleh Macionis, “simbol merupakan segala sesuatu yang mengandung makna khusus yang diketahui oleh orang-orang yang menyebarkan budaya”. Simbol budaya dapat dilihat dalam bentuk gerakan, pakaian, objek, bendera, ikon keagamaan dan sebagainya.
e. Budaya itu dinamis
“Budaya merupakan proses penciptaan yang tidak pernah berakhir”, seperti yang dituliskan oleh Ethington.
f. Budaya itu sistem yang terintegrasi
Budaya berfungsi sebagai kesatuan yang terintegrasi.
Dari pengertian budaya di atas, dapat disimpulkan bahwa budaya
merupakan hasil pikiran manusia terhadap interaksinya dengan lingkungan sosial
dan alam. Hal ini dilakukan manusia karena manusia merupakan makhluk yang
mempunyai akal sehingga ketika berhadapan dengan lingkungannya, manusia
berpikir untuk bisa dapat bertahan hidup baik dalam memenuhi kebutuhan
pangan, papan dan sandang serta kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesama
manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa budaya merupakan cara
bagaimana manusia hidup.
Pada dasarnya budaya diajarkan oleh orangtua kepada anaknya semenjak
kecil dengan cara yang informal.
2.2.2.2 Pengertian Kebudayaan
Beberapa pengertian kebudayaan adalah sebagai berikut:
Pengertian kebudayaan didefinisikan juga oleh seorang Antropolog yang bernama E.B. Taylor dalam Surip (2011: 147), bahwa kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan-kemampuan dan kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Beliau juga menyatakan bahwa kebudayaan mencakup semua yang didapatkan dan dipelajari dari pola-pola perilaku normatif, artinya mencakup segala cara atau pola-pola berpikir, merasakan dan bertindak.
Liliweri (2001: 4) mengatakan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan simbol, pemaknaan, penggambaran (image), struktur aturan, kebiasaan, nilai, pemrosesan informasi dan pengalihan pola-pola konvensi pikiran, perkataan, dan perbuatan/tindakan yang dibagikan di antara para anggota suatu sistem sosial dan kelompok sosial dalam suatu masyarakat.
2.2.3 Komunikasi Lintas Budaya
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi Lintas Budaya
Pada dasarnya, sebutan komunikasi lintas budaya sering digunakan para ahli
menyebut makna komunikasi antarbudaya. Perbedaannya terletak pada wilayah
geografis (negara) atau dalam konteks rasial (bangsa) (Purwasito, 2003: 125).
Komunikasi lintas budaya merupakan komunikasi yang berlangsung di antara
pihak yang berbeda kebudayaan dan bangsa.
Beberapa pengertian komunikasi antarbudaya menurut para ahli yang dikutip oleh Ilya Sunarwinadi (Muylana, Rakhmat, 2005: 148) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Sitaram (1970)
“Komunikasi antarbudaya adalah seni untuk memahami dan saling pengertian antara khalayak yang berbeda kebudayaan (intercultural communication...the art of understanding and being understood by the audience of another culture)”.
b. Samovar dan Porter (1972)
“Komunikasi antarbudaya terjadi manakala bagian yang terlibat dalam kegiatan komunikasi tersebut membawa serta latar belakang budaya pengalaman yang berbeda yang mencerminkan nilai yang dianut oleh kelompoknya berupa pengalaman, pengetahuan, dan nilai (intercultural communication obtains whenever the parties to a communications act to bring with them different experiental backgrounds that reflect a long-standing deposit of group experience, knowledge and values)”.
c. Rich (1974)
“Komunikasi adalah antarbudaya ketika terjadi di antara orang-orang yang berbeda kebudayaan (communication is intercultural when accuring between peoples of different cultures)”.
“Komunikasi antarbudaya yang mana terjadi di bawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat-istiadat dan kebudayaan (intercultural communications which accurs underconditions of cultural difference-language, customs, and habits)”.
e. Sitaram dan Cogdell (1976)
“Komunikasi antarbudaya...interaksi antara para anggota kebudayaan yang berbeda (intercultural communications...interaction between members of differing cultures)”.
f. Carley H. Dood (1982)
“Komunikasi antarbudaya adalah pengiriman dan penerimaan pesan-pesan dalam konteks perbedaan kebudayaan yang menghasilkan efek-efek yang berbeda (intercultural communication is the sending and receiving of message within a context of cultural differences producing differential effects)”.
g. Young Yun Kim (1984)
“Komunikasi antarbudaya adalah suatu peristiwa komunikasi yang merujuk di mana orang-orang yang terlibat di dalamnya baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki latar belakang budaya yang berbeda (intercultural communication...refers to the communications phenomenon in which participant, different in cultural background, come into direct or indirect contact which one another)”.
Sedangkan Steward L. Tubbs dan Sylvia Moss mendefinisikan komunikasi
antarbudaya, yaitu komunikasi antarbudaya yang terjadi di antara orang-orang
yang memiliki budaya yang berbeda (ras, etnik, sosio ekonomis, atau gabungan
dari semua perbedaan ini) (Lubis, 2012: 12).
Komunikasi antarbudaya lebih menekankan aspek utama, yakni komunikasi antarpribadi di antara komunikator dan komunikan yang kebudayaannya berbeda. Komunikasi antarbudaya adalah kegiatan komunikasi antarpribadi yang dilangsungkan di antara para anggota kebudayaan yang berbeda. Namun, dalam banyak studi dan kepustakaan tentang komunikasi antarbudaya selalu dijelaskan seolah-olah yang dimaksudkan dengan antarbudaya adalah antarbangsa. Jadi, komunikasi antarbudaya merupakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh komunikator dan komunikan yang berbeda, bahkan dalam satu bangsa sekalipun (Liliweri, 2001:13).
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi antara komunikator dengan
komunikan yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda sehingga
pengetahuan, persepsi, perilaku, sikap, nilai dan norma yang dianut juga berbeda.
Dalam komunikasi terutama komunikasi lintas budaya, pesan verbal
maupun pesan nonverbal merupakan unsur komunikasi yang sangat penting. Hal
ini dikarenakan setiap komunikator dan komunikan yang melangsungkan proses
komunikasi memiliki budaya yang berbeda. Secara geografis para pelaku
komunikasi lintas budaya berasal dari negara yang berbeda sehingga pesan verbal
dan nonverbal yang disampaikan para pelaku komunikasi tampak jelas
perbedaannya.
a. Pesan Verbal
Pesan verbal adalah bentuk informasi yang disampaikan oleh komunikator
kepada komunikan berupa kata-kata baik secara lisan maupun tulisan. Mulyana
(2008: 260) mengatakan bahwa simbol atau pesan verbal adalah semua jenis
simbol yang menggunakan satu kata atau lebih.
Suatu sistem kode verbal disebut sebagai bahasa. Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas (Mulyana, 2008: 260). Bahasa merupakan suatu sarana penyampaian pesan oleh komunikator dalam mengungkapkan pikiran dan perasaan dengan tujuan-tujuan tertentu kepada komunikan. Hal ini seperti yang dikatakan dalam Mulyana (2008: 261), “Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan maksud kita.”
Namun, setiap orang memiliki latar belakang budaya dan pengalaman yang
berbeda-beda sehingga memiliki cara yang berbeda untuk menyatakan pikiran dan
perasaannya terutama bagi mereka yang berasal dari budaya dan negara yang
berbeda. Perbedaan bahasa di antara para pelaku komunikasi, terutama bagi
mereka yang berasal dari negara yang berbeda akan menyebabkan informasi yang
disampaikan oleh komunikator sulit dipahami oleh komunikan sehingga proses
komunikasi yang berlangsung tidak efektif. Akan mudah jika komunikasi terjadi
di antara para pelaku komunikasi yang berasal dari negara yang sama karena
menggunakan bahasa yang sama pula.
Bahasa sebagai sarana penyampaian pesan merupakan media bagi manusia
untuk berinteraksi. Bahasa juga memiliki beberapa fungsi lain, seperti
peristiwa. Namun, menurut Larry L. Barker bahasa memiliki tiga fungsi yang di antaranya adalah sebagai berikut.
(1) Penamaan (naming atau labeling)
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
(2) Interaksi
Barker menekankan berbagai gagasan dan emosi yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. (3) Transmisi
Melalui bahasa, informasi disampaikan kepada orang lain. Barker berpandangan, keistimewaan bahasa sebagai transmisi yang lintas waktu, yaitu dengan menghubungkan masa lalu, masa kini dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi.
b. Pesan Nonverbal
Pesan nonverbal adalah bentuk informasi yang disampaikan secara sengaja
ataupun tidak sengaja oleh komunikator kepada komunikan melalui bahasa tubuh,
ekspresi wajah, sentuhan, penampilan fisik, bau-bauan, orientasi ruang dan jarak
pribadi. Sama halnya dengan pesan verbal, pesan nonverbal juga memiliki
beberapa fungsi yang di antaranya adalah sebagai berikut.
Paul Ekman dalam Mulyana (2008: 349) mengatakan ada lima fungsi pesan
nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni sebagai
berikut.
(1) Emblem
Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya tidak sungguh-sungguh”.
(2) Ilustrator
Pandangan ke bawah dapat menunjukkan depresi atau kesedihan. (3) Regulator
Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka. Memalingkan wajah menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.
(4) Penyesuai
Kedipan mata yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan respons tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk mengurangi kecemasan.
(5) Affect Display
Pembesaran pupil mata (pupil dilation) menunjukkan peningkatan emosi. Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut, terkejut atau senang.
Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
(1) Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya menggelengkan kepala setelah ketika mengatakan “tidak”.
(2) Memperteguh, menekankan, atau melengkapi perilaku verbal. Misalnya melambaikan tangan ketika mengucapkan “Bye-bye”.
(3) Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal, misalnya menganggukkan kepala untuk menyatakan “iya”.
(4) Perilaku nonverbal dapat meregulasi perilaku verbal, misalnya seorang mahasiswa yang melihat jam tangan ketika menjelang kuliah berakhir, sehingga dosen segera menutup perjumpaan kuliahnya.
(5) Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal, misalnya seorang teman yang sedang marah kemudian ditanyai oleh temannya yang lain “apakah kamu baik-baik saja ?”, kemudian dia menjawab “ iya” tapi dengan mata yang sedikit terbelalak.
Beberapa jenis pesan nonverbal dalam Mulyana (2008: 353), di antaranya
adalah sebagai berikut.
(1) Bahasa Tubuh
Bahasa tubuh (body language) atau disebut juga sebagai kinesika (kinesics) merupakan suatu istilah yang diciptakan oleh Ray L. Birdwhistell yang
merupakan seorang ahli di bidang bahasa nonverbal (Mulyana, 2008: 353).
Bahasa tubuh (kinesika) terdiri dari:
(a) Isyarat tangan, seperti mengangkat tangan ke udara, menunjuk arah,
mengacungkan ibu jari, melambaikan tangan, tepuk tangan dan
sebagainya.
(b) Gerakan kepala, seperti menganggukkan kepala dan menggelengkan
kepala.
(c) Postur tubuh dan posisi kaki
Postur tubuh seperti cara duduk dan cara berjalan seperti tubuh
diteggakkan, membungkuk atau bersandar, berjalan secara cepat atau
lambat. Sedangakan posisi kaki dapat dilihat dari cara duduknya,
apakah kakinya bersilang ketika sedang duduk atau mengangkat satu
kaki dan diletakkan di kaki yang lain.
(d) Ekspresi wajah dan tatapan mata
Ekspresi wajah dapat berupa tersenyum, sedih, marah, terkejut, dan
tertawa. Sedangkan tatapan mata dapat dilihat dari pupil mata
seseorang apakah orang tersebut marah, senang, sedih, berbohong
(2) Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu bentuk pesan nonverbal yang sulit untuk
dimaknai karena sangat kompleks seperti yang dikatakan oleh Judee
Burgoon yang mengatakan bahwa sentuhan adalah perilaku nonverbal yang
paling provokatif, tetapi paling sedikit dipahami (Mulyana, 2008: 387).
Sentuhan dapat berupa berjabat tangan, merangkul, pelukan, pukulan, dan
sebagainya.
(3) Parabahasa
Parabahasa (paralanguage) atau disebut juga vokalika (vocalics) merujuk pada aspek-aspek selain mengucapkan kata, seperti kecepatan berbicara,
nada (tinggi rendah suara), intensitas suara (volume), intonasi, dan
sebagainya.
(4) Penampilan Fisik
Penampilan fisik mencakup busana (cara berpakaian) dan karakteristik fisik
seperti daya tarik, warna kulit, rambut, kumis, jenggot, dan lipstik
(Mulyana, 2008: 397).
(5) Bau-bauan
Bau-bauan yang menyenangkan (wewangian) seperti parfum, deodoran,
cologne yang digunakan seseorang biasanya memiliki pesan yang ingin disampaikan kepada orang lain, baik untuk memberi kesan bahwa yang
bersangkutan berasal dari kelas atas, ingin menunjukkan femininitas dan
maskulinitas seseorang.
(6) Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Orientasi ruang dan jarak pribadi biasa disebut dengan proksemika (proxemics) yang merupakan suatu istilah yang diciptakan oleh Edward T. Hall. Proksemika merupakan bidang studi yang menelaah persepsi manusia atas ruang (pribadi dan sosial), cara manusia menggunakan ruang dan pengaruh ruang terhadap komunikasi. Beberapa pakar lainnya memperluas konsep proksemika dengan memperhitungkan seluruh lingkungan fisik yang mungkin berpengaruh terhadap proses komunikasi, termasuk iklim (temperatur), pencahayaan dan kepadatan penduduk (Mulyana, 2008: 405).
Empat kategori wilayah yang digunakan manusia dalam perspektif Lyman
dan Scott dalam Mulyana (2008, 407) adalah sebagai berikut.
(b) Wilayah publik (public territory), yaitu tempat yang secara bebas dimasuki dan ditinggalkan oleh orang dari kalangan tertentu atau dengan syarat tertentu
(c) Wilayah rumah (home territory), yaitu wilayah publik yang bebas dimasuki dan digunakan oleh orang yang mengakui memilikinya. (d) Wilayah interaksional (interactional territory), yaitu tempat
pertemuan yang memungkinkan semua orang berkomunikasi secara informal.
Edward T. Hall dalam Mulyana (2008: 408) mengemukakan empat zona
spasial dalam interaksi sosial di Amerika Serikat, yaitu sebagai berikut.
(a) Zona intim (0 – 18 inci), yaitu zona interaksi dengan orang yang paling dekat
(b) Zona pribadi (18 inci – 4 kaki), yaitu zona interaksi dengan teman-teman dekat
(c) Zona sosial (4 – 10 kaki), yaitu zona interaksi yang digunakan untuk kegiatan bisnis
(d) Zona publik (lebih dari 10 kaki), yaitu zona yang digunakan ketika berhadapan dengan orang-orang yang tidak dikenal
(7) Konsep Waktu
Studi dan interpretasi atas waktu sebagai pesan disebut kronemika
(chronemics). Pola hidup manusia dalam waktu ditentukan oleh budayanya sehingga menunjukkan sebagian jati diri manusia (Mulyana, 2008: 416).
Edward T. Hall dalam Mulyana (2008: 416) membedakan konsep waktu
menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
(a) Waktu monokronik (M)
Penganut waktu mokronomik cenderung mempersepsi waktu sebagai sesuatu yang berharga sehingga selalu tepat waktu dan menepati jadwal serta disiplin. Waktu M dianut oleh orang-orang yang berasal dari Barat (Eropa Utara, Amerika Utara dan Australia) (Mulyana, 2008: 417).
(b) Waktu polikronik (P)
Penganut waktu polikronik cenderung mempersepsi waktu sebagai sesuatu yang dapat terulang kembali sehingga lebih santai. Waktu P dianut oleh orang-orang yang berasal dari budaya Timur, Eropa Selatan (Italia, Yunani, Spanyol, Portugal) dan Amerika Latin (Mulyana, 2008: 417).
(8) Diam
Diam merupakan salah satu bentuk pesan nonverbal yang sangat sulit untuk
dimaknai dan sering terjadi kesalahan persepsi dalam pemaknaanya. Hal ini
dkarenakan ada berbagai macam arti dari diam. Diam bisa berarti sesuatu
yang berarti orang yang diam dan tidak banyak bicara menunjukkan bahwa
orang tersebut baik dan tidak banya bicara. Banyak bicara dikatakan dalam
konteks membicarakan segala sesuatu yang dianggap tidak bermanfaat. Arti
lain dari diam, yaitu sedang sakit, marah, atau memang karena tidak
mendengar pembicaraan.
(9) Warna
Warna merupakan bentuk pesan nonverbal yang biasanya diterapkan dalam
busana, aksesoris, maupun barang-barang yang dimiliki oleh seseorang.
Warna merupakan salah satu sarana untuk menyampaikan suasana hati
seseorang. Dalam Mulyana (2008: 429) ada beberapa uraian suasana hati
yang diasosiasikan dengan warna, yaitu:
(a) Merah menggambarkan suasana hati menggairahkan, merangsang
(b) Biru menggambarkan suasana hati aman, nyaman
(c) Oranye menggambarkan suasana hati tertekan, terganggu, bingung
(d) Biru menggambarkan lembut, menenangkan
(e) Merah, coklat, biru ungu, dan hitam menggambarkan suasana hati
melindungi, mempertahankan
(f) Hitam dan coklat menggambarkan suasana hati sangat sedih, patah
hati, tidak bahagia, murung
(g) Biru dan hijau menggambarkan suasana hati kalem, damai, tenteram
(h) Ungu menggambarkan suasana yang berwibawa dan agung
(i) Kuning menggambarkan suasana hati menyenangkan, riang, gembira
(j) Merah, oranye dan hitam menggambarkan suasana hati menantang,
melawan, memusuhi
(k) Hitam menggambarkan suasana hati berkuasa, kuat dan bagus sekali
(10)Artefak
Artefak adalah benda apa saja yang dihasilkan oleh kecerdasan manusia. Benda-benda yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan dalam innteraksi manusia sering mengandung makna-makna tertentu. Benda-benda ini berupa rumah, kendaraan, perabot rumah tangga, dan benda-benda lain yang ada dalam lingkungan kita yang dapat diberi makna (Mulyana, 2008: 433).
Setiap orang yang berasal dari negara dan budaya yang berbeda memiliki
reaksi tertentu ketika dihadapkan dengan orang-orang yang berasal dari negara
dan budaya yang berbeda pula. Hal ini dikarenakan setiap negara dan budaya
memiliki ciri khas masing-masing dalam menyampaikan pesan nonverbalnya.
Tak jarang banyak orang yang beranggapan bahwa pesan nonverbal yang
disampaikan oleh orang lain memiliki makna yang sama dengan makna pesan
nonverbal yang dimilikinya, padahal belum tentu pesan tersebut sama
maknanya. Hal ini bisa terjadi dikarenakan minimnya pengetahuan seseorang
terhadap budaya lain.
2.2.3.2 Persepsi
Beberapa pengertian persepsi menurut para ahli (Mulyana, 2008: 180)
antara lain sebagai berikut:
a. Brian Fellows
Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi.
b. Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken
Persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita.
c. Philip Goodacre dan Jennifer Follers
Persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali rangsangan.
d. Joseph A. Devito
Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita.
Selain pengertian menurut para ahli di atas, Mulyana (2008: 179) mengartikan persepsi sebagai proses internal yang memungkinkan kita untuk memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti dari komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian balik (decoding) dalam proses komunikasi. Hal ini jelas tampak pada definisi John R. Wenburg dan William W. Wilmot: “Persepsi dapat didefinisikan sebagai cara organisme memberi makna”, Rudolph F. Verderber: “Persepsi adalah proses menafsirkan informasi indrawi”, dan J. Cohen: “Persepsi didefinisikan sebagai interpretasi bermakna atau sensasi sebagai representatif objek eksternal; persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang ada di luar sana”.
Persepsi adalah proses seseorang merespon stimulus yang ada di
lingkungannya sesuai dengan budaya di mana orang tersebut berasal.
indra penglihat, pencium, pendengar, pengecap, dan peraba yang kemudian
diproses di otak. Namun, setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam hal
merespon stimulus-stimulus tersebut sesuai dengan pengalaman dan latar
belakang budaya yang dimilikinya. Persepsi akan melahirkan perilaku. Perbedaan
persepsi menyebabkan setiap orang memliki perilaku yang berbeda-beda pula.
Mulyana (2008: 181) mengatakan bahwa persepsi meliputi penginderaan
(sensasi) melalui alat-alat indra kita (indra peraba, indra penglihat, indra
pencium, indra pengecap, dan indra pendengar), atensi, dan interpretasi. Sensasi
merujuk pada pesan yang dikirimkan ke otak melalui penglihatan, pendengaran,
sentuhan, penciuman, dan pengecapan. Atensi merupakan proses ketika seseorang
memperhatikan stimulus sebelum meresponnya. Proses yang terakhir adalah
interpretasi, yaitu ketika seseorang menafsirkan makna dari stimulus yang ada.
Hopper dan Whitehead, Jr. dalam Mulyana (2008: 184) membagi persepsi
manusia menjadi dua, yaitu persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan
persepsi terhadap manusia (lingkungan sosial). Perbedaan keduanya mencakup
hal-hal berikut.
a. Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang-lambang verbal dan non-verbal. b. Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi
terhadap manusia menanggapi sifat-sifat luar dan dalam (perasaan, motif, harapan dan sebagainya). Kebanyakan objek tidak mempersepsi manusia ketika manusia mempersepsi objek-objek itu. Akan tetapi seseorang mempersepsi orang yang mempersepsinya. Dengan kata lain persepsi terhadap manusia bersifat interaktif.
c. Objek tidak bereaksi, sedangkan manusia bereaksi. Dengan kata lain, objek bersifat statis, sedangkan manusia bersifat dinamis. Oleh karena itu, persepsi terhadap manusia dapat berubah dari waktu ke waktu, lebih cepat persepsi terhadap objek sehingga persepsi terhadap manusia lebih berisiko daripada persepsi terhadap objek.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diartikan pula bahwa persepsi
merupakan cara seseorang untuk merespon stimulus yang ada di lingkungannya,
baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan
segala sesuatu yang berasal dari alam ataupun hasil ciptaan manusia yang bersifat
udara, air, tanah, cuaca, suhu, tempat tinggal, kantor, tanaman, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan sosial merupakan lingkungan manusia
Persepsi terhadap objek (lingkungan fisik) berarti bahwa proses seseorang
merespon stimulus yang ada di lingkungannya yang berasal dari alam ataupun
benda mati sehingga objek-objek tersebut ketika dipersepsi oleh seseorang tidak
merespon balik. Persepsi sosial (Mulyana, 2008: 191) adalah proses menangkap
arti objek-objek sosial dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan
kita. Ketika seseorang mempersepsi orang lain maka orang yang dipersepsi akan
mempersepsi balik orang yang mempersepsinya. Hal ini dikatakan juga oleh R.D.
Laing dalam Mulyana (2008: 191), “Manusia selalu memikirkan orang lain dan
apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya, dan apa yang orang lain pikirkan
mengenai apa yang ia pikirkan mengenai orang lain itu, dan seterusnya”.
Dalam Mulyana dan Rakhmat (2005: 26) terdapat tiga unsur sosio-budaya
yang mempunyai pengaruh yang besar dan langsung terhadap makna-makna yang
dibangun dalam persepsi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut.
a. Sistem Kepercayaan, Nilai dan Sikap
Kepercayaan secara umum dapat dipandang sebagai
kemungkinan-kemungkinan subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa
memiliki karakteristik tertentu; Nilai-nilai adalah aspek evaluatif dari
sistem-sistem kepercayaan, nilai dan sikap. Aspek evaluatif ini meliputi kualitas-kualitas
seperti kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan, dan
kesenangan. Terdapat pula nilai-nilai yang cenderung menyerap budaya yang
dinamakan sebagai nilai-nilai budaya. Nilai budaya adalah seperangkat aturan
terorganisasikan untuk membuat pilihan-pilihan dan mengurangi konflik dalam
suatu masyarakat. Nilai-nilai ini akan menampakkan diri dalam perilaku para
anggota budaya yang dituntut oleh budaya tersebut yang disebut sebagai
nilai-nilai normatif. Melalui nilai-nilai normatif di suatu masyarakat, maka para anggota
masyarakat dituntut untuk mematuhinya dan apabila dilanggar maka akan ada
hukuman atau sanksi; Sikap merupakan suatu kecenderungan yang diperoleh
konteks budaya sehingga suatu budaya akan membentuk sikap seseorang, maka
melalui sikap tersebut akan melahirkan perilaku.
b. Pandangan Dunia (World View)
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal
seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-masalah filosofis
lainnya. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa pandangan dunia yang
menentukan peran dan posisi kita dalam alam semesta.
c. Organisasi Sosial
Organisasi sosial dalam konteks ini terbagi menjadi dua, yaitu organisasi
sosial yang bersifat informal (keluarga) dan yang bersifat formal (sekolah).
Keluarga merupakan organisasi sosial yang terjadi karena ada hubungan darah.
Keluarga terdiri dari Ayah, Ibu, Kakak, dan Adik. Interaksi sosial seseorang
pertama kali terjadi di dalam keluarga, di mana keluarga yang akan membentuk
sikap dan perilaku seseorang sesuai dengan budaya yang dimilikinya. Sedangkan
sekolah merupakan organisasi sosial yang bersifat formal di mana seseorang akan
dididik secara formal melalui ajaran-ajaran mengenai ilmu pengetahuan dengan
standar cara mengajar yang ditentukan oleh budaya di tempat sekolah tersebut
berada.
2.2.4 Media Massa
Media massa adalah alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan
pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen. Kelebihan media massa dibanding dengan jenis komunikasi lain adalah itu bisa
mengatasi hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan
pesan hampir seketika kepada waktu yang tidak terbatas (Nurudin, 2007: 9).
Vivian (2008: 35) menyatakan bahwa media massa adalah sarana yang
membawa pesan ke audien yang luas. Media-media ini adalah buku, majalah,
koran, musik, film, televisi, dan internet.
McQuail (2010: 4) mengartikan media massa sebagai alat untuk
berkomunikasi secara terbuka yang terorganisir dalam jarak jauh dan kepada
fonogram, film dan radio) berkembang dengan pesat hingga menjadi seperti
sekarang yang kita kenali bentuknya pada saat ini dengan perubahan utama pada
skala dan diversivitas, ditambah dengan munculnya televisi pada pertengahan
abad ke- 20.
2.2.4.1 Televisi
Media Massa terbagi menjadi media massa cetak seperti surat kabar,
majalah dan buku, serta media massa elektronik seperti radio, televisi, dan film.
Salah satu media yang paling banyak konsumennya saat ini adalah televisi.
Televisi merupakan media penyampai pesan yang ditampilkan dalam bentuk
audio-visual. Konsumen televisi berasal dari berbagai macam lapisan masyarakat
tergantung pada segmentasi pasar dari program televisi tersebut.
Namun, salah satu aspek yang penting dalam produksi televisi adalah teknik pengambilan gambar. Fachruddin dalam bukunya Dasar-Dasar Produksi Televisi (2012: 147) mengatakan bahwa prinsip pengambilan gambar pada kamera televisi adalah pastikan bahwa kamera seolah-olah mewakili mata penonton untuk melihat suatu adegan di lokasi peristiwa. Oleh sebab itu, persiapan yang harus dilakukan sebelum perekaman/taping adalah pastikan objek dalam keadaan:
a. Fokus (gambar harus tajam tidak blur) b. Irish (terang tampak alamiah)
c. Shot size (ukuran gambar) d. Komposisi gambar
e. Stabil, tidak goyang
f. Gerakan kamera jika diperlukan g. Continuity (kesinambungan gambar) h. Motivasi atau alasan yang kuat
Bahasa gambar yang muncul di produksi televisi harus dimaknai sama oleh seluruh kru televisi. Dalam bahasa visual, dasar-dasar pembingkaian gambar dikenal sebagai The Grammar of The Shot oleh Roy Thomson. Pemilihan gambar tidak dilakukan secara acak, tetapi merupakan pemilihan yang telah diperhitungkan segala kemungkinannya, keindahan dan ruang seni yang diciptakannya (Fachruddin, 2012: 148).
Desi K. Bognar dalam Fachruddin (2012: 148) mengatakan shoot adalah “the single continous take by camera in one set up” dengan kata lain “shoot merupakan bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang, yang hanya direkam dengan satu take saja”...
Beberapa aspek dalam pengambilan gambar televisi dalam Fachruddin
(2012: 148) adalah sebagai berikut:
a. Ukuran Gambar Televisi
Fachruddin (2012: 148) mengatakan ada sembilan ukuran gambar (shot size) televisi yang antara lain adalah sebagai berikut:
(1) Extreme Long Shot (ELS)
Ukuran gambar ELS merupakan pengambilan gambar suatu objek yang
sangat jauh sehingga tampak luas dan biasanya digunakan dengan tujuan
untuk menunjukkan keindahan alam.
(2) Very Long Shot (VLS)
Gambar-gambar opening scene atau bridging scene di mana pemirsa divisualkan adegan kolosal, kota metropolitan dan sebagainya (Fachruddin,
2012: 149).
(3) Long Shot (LS)
Ukuran gambar LS merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga kakinya.
(4) Medium Long Shot (MLS)
Ukuran gambar MLS merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga lutut.
(5) Medium Shot (MS)
Ukuran gambar MS merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga pinggul.
(6) Middle Close Up (MCU)
Ukuran gambar MCU merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya dari kepala hingga dada.
(7) Close Up (CU)
Ukuran gambar CU merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya meliputi seluruh wajah.
(8) Big Close Up (BCU)
Ukuran gambar BCU merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
hanya saja lebih tajam dengan tujuan untuk memperlihatkan raut wajah
yang lebih emosional.
(9) Extreme Close Up (ECU)
Ukuran gambar ECU merupakan pengambilan gambar yang jika objeknya
manusia maka ukurannya meliputi salah satu objek pada wajah yang
biasanya dilakukan untuk menciptkan situasi yang lebih dramatis.
b. Camera Angle (Sudut Kamera)
Camera angle (sudut kamera ) merupakan meletakkan lensa kamera pada sudut pandang pengambilan gambar yang tepat dan mempunyai motivasi tertentu
untuk membentuk kedalaman gambar/dimensi dan menentukan titik pandang
penonton dalam menyaksikan suatu adegan dan membangun kesan psikologis
gambar, seperti (Fachruddin, 2012: 151):
(1) High Angle (HA). High angle atau biasa disebut juga dengan bird angle merupakan pengambilan gambar di mana kamera diletakkan lebih tinggi
dari objek. Kesan psikologis yang ingin disampaikan adalah objek tampak
tertekan atau derajat penonton lebih tinggi dibandingkan objek.
(2) Eye Level (normal), yaitu pengambilan gambar dengan posisi kamera sejajar dengan mata objek. Kesan psikologis yang ingin disampaikan adalah
kesetaraan, kesejajaran atau sederajat.
(3) Low Angle (LA). Low angle atau biasa disebut juga dengan frog angle merupakan pengambilan gambar dengan posisi kamera diletakkan lebih
rendah dari objek. Kesan psikologis yang ingin disampaikan adalah
kewibawaan atau derajat objek lebih tinggi dibandingkan dengan penonton.
c. Komposisi
Komposisi gambar adalah pengaturan dari penempatan unsur-unsur gambar
ke dalam bingkai gambar (frame). Komposisi sangat erat kaitannya dengan seni, perasaan, dan ekspresi seseorang dengan cara memerhatikan faktor keseimbangan,
keindahan, ruang dan warna dari unsur-unsur gambar serta daya tarik tersendiri.
Unsur-unsur gambar (visual element) dalam komposisi merupakan apa yang dilihat oleh mata/lensa kamera, pada suatu kejadian/pemandangan yang berupa:
(3) Warna, cahaya (lighting) dan lain-lain (Fachruddin, 2012: 152)
Sedangkan framing (pembingkaian gambar) merupakan penempatan unsur-unsur gambar ke dalam frame yang bertujuan menempatkan objek pada komposisi yang baik, serta terpenuhinya unsur keseimbangan frame kiri dan kanan, atas dan bawah dalam pengelompokan.
(1) Trianggulasi
Penempatan objek dimana pusat perhatian diposisikan pada puncak segitiga
dan bagian lainnya pada sisi kanan dan kiri segitiga.
(2) The Rule of Thirds (The Golden Mean)
Penempatan unsur-unsur gambar dalam frame yang dibagi atas tiga bagian secara vertikal dan tiga bagian secara horizontal. Perpotongan garis vertikal
dan horizontal merupakan titik perhatian pemirsa dalam menyaksikan suatu
adegan. Interest point of object (pusat perhatian) ditempatkan pada titik-titik
perpotongan tersebut.
(3) Walking Room/Lead Room
Ruang yang menunjukkan arah jalan objek sampai tepi frame, ruang depan lebih luas dua kali dibandingkan ruang belakang (30-50%). Teknik
pengambilan gambar dengan memberikan sisa jarak ketika seseorang
bergerak ke arah tertentu.
(4) Looking Room/Nose Room
Jarak pandang objek ke depan dengan perbandingan dua bagian depan satu
bagian belakang (30-50%).
(5) Head Room
Ruang kosong yang berada di atas kepala objek.
(6) Areal Shot
Pengambilan gambar daratan dari udara dengan meletakkan posisi kamera
pada pesawat udara dengan tujuan untuk melihat suasana di daratan secara
menyeluruh.
(7) Over The Shoulder Shot (OSS)
Pengambilan gambar dengan posisi kamera berada di belakang bahu objek
(8) Establishing Shot (ES)
Pengambilan gambar yang menampilkan objek secara keseluruhan dengan
latar belakang tempat di mana objek tersebut berada.
(9) Point of View (POV)
Pengambilan gambar di mana kamera menjadi arah pandang objek secara
langsung.
(10) Canted Shot
Pengambilan gambar dengan kamera diposisikan miring ke kiri dan ke
kanan secara statis dengan tujuan untuk menampilkan kesan gambar yang
atraktif.
(11) Crazy Shot
Pengambilan gambar dengan kamera diposisikan ke kiri dan ke kanan
secara dinamis sehingga gambar yang ditampilkan lebih variatif.
(12) Subjective Shot dan Objective Shot
Subjective shot merupakan pengambilan gambar yang secara psikologis melibatkan penonton sebagai pelaku dalam scene tersebut, sedangkan
objective shot merupakan pengambilan gambar yang secara psikologis memberi kesan bahwa penonton sebagai pengamat saja.
(13) Type of Shot
Tipe pengambilan gambar dalam memproduksi program televisi akan
disesuaikan dengan format program yang telah ditetapkan sebelumnya
sehingga pesan akan sampai kepada penonton berjalan secara efektif. Tipe
pengambilan gambar yang menjadi dasar pembuatan program acara televisi
adalah sebagai berikut (Fachuddin, 2012: 156).
(a) Simple shot, yaitu proses pengambilan gambar menggunakan static shot atau tanpa ada pergerakan kamera dengan cara cut to cut. Contoh: pengambilan gambar pada penyiar berita televisi.
(b) Complex shot, yaitu proses pengambilan gambar yang bervariasi dengan kombinasi antara statis dengan pergerakan lensa, sehingga menghasilkan komposisi gambar yang indah. Contoh: program fashion show
(c) Developing shot, yaitu proses pengambilan gambar dengan menggunakan seluruh pergerakan kamera dengan berbagai angle. Contoh: program olahraga.
Pengambilan gambar beberapa objek dalam satu frame dengan mengabaikan shot size objek tersebut
d. Pergerakan Kamera
Pergerakan kamera dalam memproduksi program televisi akan menentukan
kualitas program tersebut. Kreatifitas dibutuhkan untuk membuat pergerakan
kamera yang bervariasi sehingga tidak monoton dan memberi kesan yang baik
untuk dilihat penonton. Beberapa contoh pergerakan kamera, yaitu:
(1) Crab/Truck
Pergerakan seluruh badan kamera ke kiri dan ke kanan secara horizontal
dengan menunjukkan keberadaan objek dan perubahan latar belakang
dengan tujuan untuk mempertahankan komposisi awal.
(2) Swing
Pergerakan seluruh badan kamera ke kiri dan ke kanan yang membentuk
oval dengan menunjukkan keberadaan objek dengan tujuan untuk
mempertahankan komposisi awal.
(3) Zoom In dan Zoom Out
Zoom in merupakan teknik pengambilan gambar suatu objek dengan pergerakan lensa kamera dari wide angle lens (gambar yang luas) menuju narrow angle lens (gambar yang lebih sempit) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperlihatkan objek secara keseluruhan. Sedangkan zoom out merupakan teknik pengambilan gambar suatu objek dengan pergerakan lensa kamera dari narrow angle lens (gambar yang sempit) menuju wide angle lens (gambar yang lebih luas) yang dilakukan dengan tujuan memperlihatkan objek secara detail.
(4) Pan Left dan Pan Right
Teknik pengambilan gambar dengan melakukan pergerakan camera head secara horizontal ke kiri (left) dan ke kanan (right) pada poros tripod sesuai kecepatan yang diinginkan.
Till up merupakan teknik pengambilan gambar dengan melakukan pergerakan kamera dari bawah ke atas dengan tujuan untuk menampilkan
ketinggian suatu objek. Sedangkan till down merupakan teknik pengambilan gambar dengan melakukan pergerakan kamera dari atas ke bawah dengan
tujuan untuk memperlihatkan keadaan objek yang berada bawah.
e. Posisi Kamera
Posisi kamera akan menentukan framing terhadap objek yang akan menghasilkan gambar yang baik untuk dilihat penonton. Ada beberapa posisi
kamera dalam pengambilan gambar, yaitu:
(1) Frontal position
Posisi kamera di depan objek yang akan menghasilkan gambar wajah secara
keseluruhan.
(2) Left side position
Posisi kamera di sebelah kiri objek dan akan menghasilkan gambar objek
dari sisi kanan.
(3) Right side position
Posisi kamera di sebelah kanan objek dan akan menghasilkan gambar objek
dari sisi kiri.
(4) Front middle left side
Posisi kamera di sebelah serong kiri depan objek sehingga menghasilkan
gambar objek dari sebelah kanan serong depan.
(5) Front middle right side
Posisi kamera di sebelah serong kanan depan objek sehingga menghasilkan
gambar objek dari sebelah kiri serong depan.
f. Continuity (Kesinambungan Gambar)
(1) One scene three shot continuity direction
Teknik kesinambungan gambar dengan satu scene yang terdiri dari tiga shot. (2) Three shot continuity action, two object one moment
Teknik kesinambungan gambar dengan tiga shot dalam satu scene, dengan menampilkan dua objek dalam satu moment.
(3) Three shot continuity direction
Teknik kesinambungan gambar dengan tiga shot yang diambil dari posisi kamera yang berbeda sehingga menampilkan emosional objek secara jelas.
(4) Three shot continuous direction scene
Teknik kesinambungan gambar dengan tiga shot dalam satu scene yang memfokuskan masing-masing objek dengan tujuan untuk memperjelas
interaksi antara objek.
g. Filming
Filming merupakan teknik pengambilan gambar yang dilakukan oleh camera person terhadap objek sesuai dengan yang diarahkan oleh sutradara. Beberapa teknik filming yang dilakukan oleh camera person adalah sebagai berikut (Fachruddin, 2012: 162).
(1) Subject on activity
(a) Merekam master shot wawancara pada subjek yang melakukan aktivitas secara utuh
(b) Merekam detail aktivitas (c) Merekam ekspresi (d) Merekam objek aktivitas (2) Subject on driving
(a) Merekam master shot wawancara pada subjek yang sedang mengemudi secara utuh
(b) Merekam detail aktivitas mengemudi (c) Merekam ekspresi
(d) Merekam objek aktivitas (e) Merekam travel-shot (3) Subject and host on walking
(a) Merekam master shot wawancara pada subjek yang sedang berjalan bersama host secara utuh: two shot ketika host berbicara dan one shot ketika subjek berbicara
(b) Merekam sekilas perjalanan pada titik tertentu
(c) Merekam ekspresi subjek ketika mendengar host bertanya (d) Merekam ekspresi host ketika mendengar subjek berbicara (4) Real time filming
(b) Camera person bergerak lebih cepat di titik-titik tertentu untuk mendapatkan detail aktivitas
(c) Camera person tetap memperhitungkan sumber cahaya, angle, komposisi, dan estetika
h. Cutting
Cutting merupakan teknik untuk menyambung potongan-potongan gambar untuk menjadi satu adegan yang utuh yang dibuat secara sistematis dan halus
sehingga tidak tampak seperti potongan-potongan gambar yang terpisah. Ada
beberapa jenis cutting dalam sinematografi, yaitu sebagai berikut. (1) Jump cut
Suatu pergantian shot yang dilakukan dengan cara diloncatkan dari satu shot ke shot lainnya yang berbeda waktunya sehingga terjadi kesinambungan waktunya terputus.
(2) Cut in, insert
Suatu pergantian shot yang dilakukan dengan cara menyisipkan satu shot pada shot utama dengan tujuan untuk menampilkan detail objek.
(3) Cut away, intercut, reaction shot
Suatu pergantian shot yang dilakukan dengan cara mengambil satu shot sebagai reaksi shot utama pada waktu yang sama.
(4) Cut on direction
Suatu pergantian shot di mana satu shot menampilkan objek yang bergerak ke suatu arah, kemudian shot lain mengikuti pergerakan arah shot yang pertama.
(5) Cut on movement
Suatu pergantian shot di mana objek bergerak ke arah yang sama pada latar belakang tempat yang berbeda.
(6) Cut rhime
Suatu pergantian shot dengan kejadian, ruang dan waktu yang sama namun dengan kejadian yang berbeda.
2.2.5 Semiotika
yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh
kebudayaan sebagai tanda (Wibowo, 2011: 5).
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala
yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan
tanda-tanda lain, pengirimannya, penerimaannya oleh mereka yang menggunakannya.
Menurut Preminger (2001), ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau
masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari
sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda
tersebut mempunyai arti (Kriyantono, 2006: 265).
Semiotika digunakan sebagai pendekatan untuk menganalisis media dengan
asumsi bahwa media itu sendiri dikomunikasikan melalui seperangkat tanda.
Tanda (sign) adalah kendaraan fisik yang mendasar bagi makna di dalam bahasa; tanda adalah “citra suara” apapun yang dapat didengar atau lihat dan biasanya
merujuk pada beberapa objek atau aspek realitas mengenai bagaimana ketika
ingin berkomunikasi yang dikenal dengan rujukan (referent). Di dalam komunikasi manusia, tanda digunakan untuk menjelaskan makna mengenai objek
di dalam dunia pengalaman dengan orang lain yang menafsirkan tanda yang
digunakan berdasarkan bahasa bersama atau pengetahuan terhadap sistem tanda
yang digunakan (misalnya komunikasi nonverbal) (McQuail, 2010: 85).
Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified). Penanda (signifier) adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Petanda
(signified) adalah gambaran mental, pikiran atau konsep. Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya,
suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda;
petanda atau yang ditandakan itu termasuk tanda sendiri dan demikian merupakan
suatu faktor linguistik (Sobur, 2004: 46).
2.2.1.1 Semiologi Barthes
Roland Barthes (1915-1980) merupakan seorang ahli semiotika yang
kepada semiotika teks. Barthes melontarkan konsep tentang denotasi dan konotasi
sebagai kunci dari analisisnya (Wibowo, 2011: 16).
a. Denotasi
Denotasi (denotation) dijelaskan Barthes sebagai “tatanan pertama pemaknaan” karena menggambarkan hubungan di dalam tanda antara penanda
(aspek fisik) dan petanda (konsep mental) (McQuail, 2010: 86). Ini juga disebut
sebagai makna paling nyata dari tanda (sign). Makna denotatif memiliki karakteristik yang universal dan objektif.
b. Konotasi
Konotasi (connotation) berkaitan dengan tatanan kedua dari pemaknaan, merujuk pada makna yang dihubungkan yang dapat diciptakan oleh objek yang
dilambangkan (McQuail, 2010: 86). Konotasi memiliki makna yang subjektif atau
paling tidak intersubjektif.
c. Mitos
Mitos (myth) adalah suatu wahana dimana suatu ideologi berwujud serta bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos dapat berangkai menjadi Mythology yang memainkan peranan penting dalam kesatuan – kesatuan budaya (Wibowo, 2011:
17).
Barthes menciptakan peta tentang bagaimana tanda bekerja:
1. Signifier (penanda)
2. Signified (petanda)
3. Denonative sign (tanda denotatif)
4. Connotative Signifier (Penanda Konotatif)
5. Connotative Signified (Petanda Konotatif)
6. Connotative sign (tanda konotatif)
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda denonatif (3) terdiri atas
penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi saat bersamaan, tanda denotatif adalah
juga tanda konotatif (4). Jadi, dalam konsep Barthes tanda konotatif tidak sekadar
memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif
yang melandasi keberadaannya (Sobur, 2004: 69).
Lima kode yang ditinjau Barthes adalah sebagai berikut (Sobur, 2004: 65). a. Kode hermeneutik
Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk mendapatkan “kebenaran” pada pertanyaan yang muncul dalam teks. Di dalam narasi ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya dalam cerita.
b. Kode semik
Kode semik atau kode konotatif ditemukan ketika dalam proses pembacaan, pembaca melihat bahwa konotasi kata atau frase tertentu dalam teks dapat dikelompokkan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita melihat kumpulan satuan konotasi, maka kita menemukan suatu tema dalam cerita.
c. Kode simbolik
Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural.
d. Kode proaretik
Kode proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggap sebagai perlengkapan utama teks yang bersifat naratif.
e. Kode gnomik