BAB II
DASAR TEORI
2.1 Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX)
Worldwide Interoperability for Microwave Access atau WiMAX adalah
teknologi berdasarkan pada standar Wireless Metropolitan Area Network
(WMAN) yang dikembangkan oleh IEEE 802.16 group dan diadopsi baik
oleh Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) maupun oleh
European Telecommunications Standard Institute-High Performance
Metropolitan Area Network (ETSI HiperMAN). Teknologi WiMAX dikenal
sebagai teknologi IEEE 802.16x. Dapat dikatakan bahwa WiMAX merupakan
nama yang dipakai untuk semua produk IEEE 802.16 [1].
Tahun 1998, IEEE membentuk grup IEEE 802.16 yang bertujuan mengembangkan standar antar-muka untuk jaringan pita lebar nirkabel atau Broadband Wireless Access (BWA). Fokus awal grup ini adalah pengembangan
sistem point-to-multipoint Line of Sight (LOS) pita lebar nirkabel yang beroperasi pada frekuensi 10 – 66 GHz.WiMAX merupakan evolusi dari teknologi BWA sebelumnya dengan fitur-fitur yang lebih canggih [1].
Gambar 2.1 Implementasi Teknologi WiMAX [2]
Teknologi WiMAX juga menyediakan berbagai keuntungan bila
dibandingkan dengan teknologi DSL, yakni kemampuan untuk menjangkau
daerah pelanggan hingga radius 30 mil, bekerja pada kondisi Non-Line of Sight
(NLOS) dengan kecepatan laju data hingga mencapai 75Mbps (tergantung
spesifikasi yang digunakan). Kemampuan ini membuat WiMAX menjadi
teknologi yang sangat berkembang di seluruh dunia [2].
2.2 Perkembangan WIMAX
WiMAX telah melalui beberapa tahapan pengembangan dan standarisasi.
Standar awal WiMAX yaitu 802.16 kemudian berkembang menjadi standar
802.16a, 802.16-2004, dan 802.16e-2005 [2].
2.2.1 Standar 802.16
time division multiplexing (TDM). Konsep pada lapis MAC banyak diadopsi dari
standar teknologi yang digunakan pada modem Data Over Cable Service Interface Specification (DOCSIS). Teknologi ini digunakan pada kondisi LOS
untuk pelanggan yang sifatnya tetap (fixed) dan bekerja pada frekuensi 10-66 GHz [2].
2.2.2 Standar 802.16a
Diperkenalkan pada tahun 2003, merupakan amandemen dari standar 802.16 dan ditujukan untuk pelanggan bersifat tetap. Standar ini mendukung kondisi NLOS dan bekerja pada frekuensi 2-11 GHz dengan menggunakan orthogonal frequency division multiplexing (OFDM) pada lapis fisiknya [2].
2.2.3. Standar 802.16-2004
Perkembangan berikutnya menghasilkan standar baru pada tahun 2004.
Standar ini memiliki semua standar yang terdapat pada 802.16 dan 802.16a
dengan berbagai tambahan pada protokol lapisnya. Salah satunya ialah
kemampuan untuk mendukung penggunaan orthogonal frequency division
multiple access (OFDMA). Standar ini menjadi basis bagi sistem WiMAX untuk
jaringan pita lebar tetap (fixed broadband wireless), sehingga sering disebut
sebagai fixed WiMAX [2].
2.2.4. Standar 802.16e-2005
Pada bulan Desember 2005, grup IEEE menyelesaikan dan menyetujui
standar IEEE 802.16e-2005 yang merupakan amandemen terhadap standar
802.16-2004. Standar ini menambahkan dukungan terhadap mobilitas dan
menjadi basis bagi sistem WiMAX untuk melayani pelanggan yang bersifat
mobile WiMAX. Adapun perbandingan standar IEEE 802.16 dapat dilihat pada
Tabel 2.1 [2].
Tabel 2.1 Perbandingan Standar IEEE 802.16
2.3. Fitur Penting WiMAX
WiMAX adalah solusi untuk jaringan pita lebar nirkabel yang
menawarkan banyak fitur penting dengan fleksibilitas pada pilihan layanan.
Beberapa fitur penting yang ditawarkan WiMAX secara umum adalah :
1. Lapis fisik pada WiMAX yang berdasarkan pada orthogonal
frequency division multiplexing (OFDM) memungkinkan WiMAX
mempunyai ketahanan yang baik terhadap multipath dan dapat
beroperasi pada kondisi NLOS.
2. WiMAX menawarkan laju data yang sangat tinggi. Laju data dapat
Dibawah kondisi sinyal yang sangat baik, laju data yang lebih cepat
bahkan dapat dicapai dengan menggunakan teknik multiple antenna
dan spatial multiplexing.
3. WiMAX mempunyai arsitektur lapis fisik scalable yang
memungkinkan laju data dapat diatur dengan mudah sesuai dengan
lebar pita yang tersedia. Skalabilitas ini hanya didukung pada mode
OFDMA.
4. WiMAX mempunyai teknologi modulasi dan pengkodean adaptif
yang mendukung sejumlah skema modulasi dan pengkodean forward
error correction (FEC) yang memungkinkan skema tersebut
berubah-ubah sesuai dengan kondisi kanal. Teknik ini merupakan
mekanisme efektif untuk memaksimalkan throughput pada kanal
yang berubah menurut waktu.
5. Mendukung automatic repeat request (ARQ) pada lapis link. Hybrid
-ARQ juga didukung (opsional) dimana merupakan gabungan efektif
dari FEC dan ARQ.
6. WiMAX telah mendukung time division duplexing (TDD), frequency
division duplexing (FDD), dan half-duplex FDD yang
memungkinkan implementasi sistem berbiaya rendah. TDD
menjadi pilihan utama karena keuntungannya, yakni fleksibilitas
dalam memilih rasio laju data uplink-downlink dan desain
transceiver yang lebih tidak rumit.
7. Penggunaan orthogonal frequency division multiple access (OFDMA)
meningkatkan kapasitas sistem secara signifikan.
8. WiMAX memungkinkan penggunaan teknik multiple antenna seperti
beamforming, space-time coding, dan spatial multiplexing. Teknik
ini meningkatkan efesiensi spektrum dan kapasitas sistem.
9. Mendukung Quality of Service (QoS), dimana sistem WiMAX
memberikan dukungan terhadap laju bit konstan dan variabel, laju
trafik real-time dan non real-time, juga trafik data best-effort.
10. WiMAX mendukung enkripsi yang kuat, menggunakan Advanced
Encryption Standard (AES), dan mempunyai protokol keamanan
yang canggih.
2.4. Lapis Fisik
Fungsi lapis fisik adalah membangun koneksi fisik antara pemancar dan penerima, dan biasanya melalui dua jalur komunikasi (uplink dan downlink). WiMAX merupakan teknologi digital sehingga lapis fisik bertanggung jawab dalam pentransmisian urutan bit. Lapis ini juga menentukan jenis sinyal yang digunakan, jenis modulasi dan demodulasi, daya transmisi, dan juga karakteristik fisik lainnya [2].
2.5. Struktur Layer
Karakteristik standar 802.16 ditentukan oleh spesifikasi teknis dari Physical
(PHY) Layer dan Medium Access Control (MAC) Layer. Perbedaan
karakteristik kedua layer membedakan varian-variannya. Pada Gambar 2.2
ditunjukkan lingkup dari standar yang meliputi PHY dan MAC. Sedangkan
Network Management System (NMS) dan Management Plane dapat
berbeda-beda mengikuti strategi desain dari masing-masing manufaktur atau vendor
pembuatnya [2].
Physical layer menjalankan fungsi mengalirkan data di level fisik. MAC Layer berfungsi sebagai penterjemah protokol-protokol yang ada di atasnya seperti ATM dan IP. MAC layer dibagi lagi menjadi tiga sub-layer : Service Specific Convergence Sublayer (SS-CS), MAC Common Part
Sublayer, dan Security Sublayer [2].
Physical Layer
2.5.1. Phy Layer
Pada standar WiMAX, fungsi-fungsi penting yang di atur pada PHY adalah: OFDM, Duplex Sistem, Adaptive Modulation, Variable Error Correction, dan Adaptive Antenna System (AAS). Semua fungsi-fungsi ini
secara bersama-sama memberikan keunggulan yang cukup berarti dibandingkan dengan BWA yang ada sebelumnya [2].
Dengan teknologi OFDM memungkinkan komunikasi berlangsung dalam kondisi multipath LOS dan NLOS antara Base Station (BS) dan Subscriber Station (SS). Metode OFDM yang digunakan untuk WiMAX adalah
Fast Fourier Transfer (FFT) 256 . Fitur PHY untuk sistem duplex pada
standar WiMAX bisa diterapkan pada Frequency Division Duplexing (FDD), Time Division Duplexing (TDD) atau keduanya TDD dan FDD. Fitur ini
memberikan kemudahan pengaturan spektrum frekuensi yang akan digunakan oleh para operator agar didapatkan efisiensi spektrum yang optimal. Hal ini juga sejalan dengan penggunaan kanal (kanalisasi) yang diperbolehkan, yaitu dari 1.7 MHz sampai dengan 20 MHz [2].
Varian PHY yang diadopsi dari standar 802.16 adalah WirelessMAN-OFDM dan WirelessMAN-WirelessMAN-OFDMA untuk licensed frequency serta Wireless HUMAN untuk frekuensi Unlicensed National Information Infrastructure (UNII) dan frekuensi unlicensed lainnya [2].
2.5.2. Lapis MAC
Tugas utama lapis Medium Access Control (MAC) adalah memberikan
antar muka antara lapis transport yang lebih tinggi dengan lapis fisik. Lapis MAC
unit (MSDU) dan mengatur paket ini menjadi MAC protocol data unit (MPDU)
untuk transmisi melalui udara. Untuk transmisi yang diterima, lapis MAC
melakukan hal yang sebaliknya.
Beberapa fungsi penting dari lapis MAC adalah [2] :
1. Memilih profil burst dan level daya yang sesuai untuk transmisi MAC PDU.
2. Retransmisi MAC PDU yang rusak ketika automatic repeat request (ARQ)
digunakan.
3. Mengatur kualitas pelayanan (QoS) dan skema prioritas untuk MAC PDU.
4. Mengatur fungsi keamanan.
5. Mengatur operasi penghematan daya.
Gambar 2.3 Struktur lapis MAC WiMAX [2]
2.6. Bit Error Rate (BER)
diterima. Berikut adalah salah satu grafik perhitungan nilai Bit Error Rate (BER) terhadap nilai Signal Noise Ratio (SNR) pada modulasi adaptif dapat dilihat pada Gambar 2.4 [2].
Gambar 2.4 Grafik BER terhadap SNR pada modulasi adaptif[2]
Pada sistem WiMAX, besarnya nilai BER (Pb) untuk masing-masing teknik modulasi dijelaskan dalam persamaan berikut [2]:
1. BPSK Pb = Ps = Q��2Eb
N0� (2.1)
2. QPSK Pb =1
2 = erfc ��
Eb
N0� (2.2)
Keterangan :
Pb = BER pada saat transmisi (tanpa satuan)
0
/N
Eb = Rasio energi bit terhadap noise sistem (dB) yang dihitung dengan Persamaan 2.3 :
BR BW SNR
N
dimana, Bsistem adalah bandwith pada sistem (Hz), Rmerupakan laju data total (bps), dan SNRsistemadalah Signal to Noise Ratio Sistem (dB) yang dihitung dengan Persamaan 2.4.
SNRsistem=(1−αCP)SNR (2.4) Dengan, αCP adalah faktor cyclic prefix.
2.7 Adaptive Modulation
Modulasi adaptif memungkinkan sistem WiMAX untuk menyesuaikan
skema modulasi sinyal tergantung pada signal noise rasio (SNR). Skema
modulasi digunakan ketika radio link dalam kualitas tinggi. Ini akan memberikan
kemampuan lebih untuk sistem. Selama sinyal tinggi, maka sistem WiMAX
dapat mentransfer ke modulasi skema yang lebih rendah untuk mempertahankan
kualitas koneksi. Fitur ini memungkinkan sistem untuk mengatasi waktu
kepudaran. Fitur utama modulasi adaptif adalah bahwa hal itu memungkinkan
untuk mengirimkan data pada tingkat tinggi selama kondisi terbaik
dibandingkan dengan tetap memiliki skema yang selalu transmit data rendah
untuk kondisi buruk [2].
Teknik modulasi adaptif memungkinkan WiMAX mengatur pola sinyal modulasi untuk meningkatkan dan mendapatkan pola modulasi dengan kualitas yang terbaik, pengaturan pola modulasi ini bergantung pada kondisi signal to noise ratio (SNR) [2].
Gambar 2.6 Diagram Blok Teknik Modulasi Adaptif pada jaringan Wimax[2]
Gambar 2.6 menerangkan bahwa subscriber mencoba mengunduh data melalui kanal downlink dengan nilai SNR yang bervariasi bergantung dari kondisi kanal itu sendiri. Dan BTS memiliki tujuan yaitu mentransmisikan data dengan kecepatan tinggi menuju penerima. Oleh karena itu, perubahan pola modulasi secara otomatis yang dilakukan oleh AMC Controller pada BTS diperlukan agar penerima mendapatkan modulasi yang tepat sehingga komunikasi berjalan dengan baik [8].
2.7.1. Binary Phase Shift Keying (BPSK)
Binary Phase Shift Keying atau BPSK adalah salah satu teknik modulasi
sinyal dengan konversi sinyal digital “0” atau “1” menjadi suatu simbol
berupa sinyal kontinyu yang mempunyai dua fase yang berbeda. Untuk bit “1”
mempunyai pergeseran fase 0° dan untuk bit “0” mempunyai pergeseran fase
180°. Jadi pada modulasi BPSK, informasi yang dibawa akan mengubah fase
Gambar 2.7 Diagram Konstelasi BPSK[3]
Pada BPSK, phasa dari frekuensi pembawa diubah-ubah antara dua nilai
yang menyatakan keadaan biner 1 dan 0, dalam hal ini phasa dari frekuensi
pembawa yang satu dengan yang lain berbeda sebesar π radian atau 180°,
sehingga dalam hal ini pensinyalan pada BPSK kadang-kadang disebut juga
dengan Phasa Reversal Keying (PRK). Persamaan bentuk gelombang BPSK
adalah [3]:
�1(�) =−������� (2.4)
�2(�) =������� (2.5) Atau yang lebih umum dinyatakan dalam rumus :
�(�) =����(���+��) (2.6) Dimana :
A = Amplitudo sinyal
ωc = Frekuensi pembawa
θc = Sudut fasa pembawa
Persamaan (2.4) berlaku apabila θc = π, sedangkan persamaan (2.5)
berlaku apabila θc = 0. Sinyal ini dipergunakan untuk menyampaikan digit biner
−����� �����
������ 0 ������ 1
Gambar 2.8 Digram Sinyal BPSK[3]
Sinyal BPSK disebut juga sinyal antipodal , karena S1(t) = -S2(t). Blok
diagram pembangkitan sinyal BPSK dapat dilihat pada Gambar 2.9. Dari
Gambar 2.9 sakelar on, apabila berlogika1. Pada modulator terdiri atas sebuah
oscilator dan sebuah rangkaian penggeser phasa (π). Apabila dikirim digit biner
1 pada masukan, maka sakelar tanda akan on (sakelar spasi off), dengan
demikian sinyal yang dikirim adalah A cos ωct, sedangkan apabila dikirim digit
biner 0 pada masukan, dengan adanya rangkaian pembalik maka sakelar spasi
akan on (sakelar tanda off), dengan demikian sinyal yang dikirim digeser
fasanya sebesar π (180º), yaitu A cos (ωct + π) [3].
Gambar 2.9 Pembangkit Sinyal BPSK[3]
Sebagai contoh untuk sinyal BPSK dengan masukan 1010101
digambarkan pada Gambar 2.10 dan spektrum sinyal BPSK secara umum
Gambar 2.10 Keluaran Sinyal BPSK[3]
Gambar 2.11 Spektrum Sinyal BPSK[3]
Pada modulasi digital, pada umumnya cara pendemodulasian atau sering
disebut dengan pendektesian sinyal, dibagi menjdi dua macam Penemuan
sinkron atau coherent Penemuan selubung (detector envelope) atau
non-coherent Pada metode yang pertama, hanya mengalikan sinyal yang datang
dengan frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara lokal dipenerima dan
kemudian dilakukan pemfilteran pada sinyal hasil perkalian tadi. Pada penemuan
sinkron ini bukan saja frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara lokal pada
penerima yang harus pada frekuensi yang sama, tetapi juga disinkronkan dalam
fasa. Sedangkan pada metode yang kedua digunakan untuk menghindari
persoalan – persoalan pengaturan frekuensi dan phasa dalam penemuan sinkron.
dua yaitu : Coherent Phasa Shift Keying (CPSK) dan Differential Phasa Shift
Keying (DPSK) [3].
1. Demodulasi dengan CPSK
Untuk metode ini pendemodulasiannya menggunakan metode
pendeteksian koheren (Coherent Detection), yaitu mengalikan sinyal yang
datang (sinyal informasi) dengan frekuensi pembawa yang dibangkitkan secara
lokal pada penerima. Oscilator lokal pada penerima memerlukan sumber
gelombang yang akurat didalam frekuensi dan fasa.[3]
2. Demodulasi dengan DPSK
Pendeteksian pada DPSK tidak bisa secara non-koheren, karena pesan
informasi selalu dalam bentuk fasa, sehingga transmisi data terhindar dari
transmisi tak sinkron [3].
2.7.2. Quadrature Phase Shift Keying (QPSK)
Quadrature Phase Shift Keying ( Q P S K ) adalah bentuk lain dari
modulasi digital selubung konstan termodulasi sudut. QPSK adalah teknik
pengkodean M-ary dimana M = 4 (karenanya dinamakan quaternary yang berarti
4). M-ary adalah suatu bentuk turunan dari kata binary. M berarti digit yang
mewakili banyaknya kondisi yang mungkin. Dalam QPSK ada empat fasa
keluaran yang berbeda, maka harus ada empat kondisi masukan yang berbeda.
Karena masukan digital ke modulator QPSK adalah sinyal biner, maka untuk
menghasilkan empat kondisi masukan yang berbeda harus dipakai bit masukan
lebih dari satu bit tunggal. Pada modulasi QPSK nilai Bm atau Jumlah Bit tiap
dan 11. Karena itu dalam QPSK data masukan biner dikelompokkan dalam
kelompok yang terdiri dari dua bit yang disebut dibit. Setiap kode dibit
membangkitkan salah satu dari fase keluaran yang mungkin. Oleh karena itu
setiap dibit (dua bit) masuk ke dalam modulator, terjadi satu perubahan
keluaran, sehingga kecepatan perubahan keluaran adalah setengah kecepatan bit
masukan [3].
Gambar 2.12 Diagram Konstelasi QPSK[3]
Modulasi Quadrature Phase Shift Keying (QPSK) memiliki empat simbol
yang mempunyai amplitude sama dengan fase yang berlainan. Keempat simbol
tersebut dibentuk dari grup dua bit input, sehingga diperoleh empat kondisi yang
mungkin, yaitu 00, 01, 10 dan 11. Setiap bit menghasilkan satu dari empat fase
yang mungkin, sehingga rate keluarannya adalah setengah dari rate input.
Keempat fase yang mungkin pada modulasi QPSK ditunjukkan pada gambar di
bawah. [3]
Dibit
disimbolkan pada perbedaan fasa sebesar 90o. Sinyal QPSK dipresentasikan dalam persamaan matematis adalah [3] :
SQPSK = ; untuk binary 00 (2.6)
; untuk binary 01 (2.7)
; untuk binary 10 (2.8)
; untuk binary 11 (2.9)
Gambar 2.13 Sinyal QPSK[3]
Dari Gambar 2.13 diatas terlihat bahwa jika masukan biner adalah 10 maka keluaran merupakan sinyal sinus dari frekuensi pembawa yang telah digeser sebesar +135o, dan juga untuk kombinasi lainnya dari masukan biner akan menghasilkan pergeseran fasa yang berbeda [3].
2.8 Kode Konvolusi
Kode konvolusi merupakan kode non-blok dan lebih tepat untuk disebut dengan kode sekuensial. Karena sifatnya yang non-blok, kode ini sesuai untuk informasi yang panjang frame-nya tidak tentu (tidak terdefinisi). Nama kode konvolusi diambil dengan pertimbangan bahwa proses pengkodean dapat
dianalogikan sebagai proses konvolusi dan dekoder akan melakukan proses dekonvolusi. Untuk merealisasikan fungsi konvolusi, sebagai konvolutor sering digunakan rangkaian “shift register” linear yang inputnya akan tergantung pada deretan sinyal input. Dari Gambar 2.14, ditunjukkan bahwa operasi dari encoder konvolusi sangat bergantung pada panjang bit yang mengubah output pada setiap periode (information frame), panjang register yang digunakan sebagai buffer (constrain length) dan rangkaian logika yang menentukan operasi pengkodeannya.
Output proses tersebut adalah frame atau simbol yang telah dikodekan. Salah satu
cara analisis sinyal pada kode konvolusi adalah menggunakan diagram pohon (tree diagram) dimana akhirnya dekoder harus bisa melakukan pencarian untuk
menemukan sinyal yang mempunyai pola runtutan yang melalui cabang yang seharusnya. Salah satu contoh pengkodean dengan cara itu adalah Viterbi [4]. 1. Parameterisasi
Agar mampu bekerja dengan kode konvolusi, maka diperlukan pemahaman tentang beberapa definisi dasar yang nantinya merupakan kunci pengembangan kode tersebut [4] :
a. Sebuah kode tree(no,ko) adalah pemetaan dari elemen-elemen semi-finite
(tidak terbatas) GF(q) kepada dirinya sendiri, sedemikian hingga untuk tiap N,
bila dua deret semi-finite cocok dengan komponen Nko, maka peta dari deret
tersebut juga akan cocok dengan komponen Nno. no= output frameword dan
ko=input frame.
b. Nk disebut dengan constrain length boleh terbatas dan boleh tidak terbatas.
c. Kode mempunyai sifat time invariant, jika fungsinya tidak berubah karena
d. Kode mempunyai sifat linear jika fungsi dari dua sequence merupakan
pemjumlahan dari fungsi masing-masing sequence.
e. Kode disebut systematic jika kode tersebut setiap frame informasinya terlihat
tidak berubah sepanjang simbol pertama (ko) dari frame codeword (output)
yang dihasilkannya.
2. Struktur Kode Konvolusi
Struktur kode konvolusi (n,k,m), dimana n adalah output encoder, k adalah input dan m adalah memori. Jadi struktur kode konvolusi (n,k,m) dapat diimplementasikan dalam bentuk encoder dengan k jumlah masukan, n keluaran rangkaian sequensial linier dengan panjang memori m. Dimana n dan k adalah bilangan bulat kecil dengan k < n, sementara m harus dibuat besar untuk mencapai probability error yang rendah. Pada kondisi k = 1, deretan informasinya tidak
diproses secara blok-blok melainkan dapat diproses secara kontinyu [4]. 3. R a t e
Dalam kode konvolusi dikenal dengan istilah rate, untuk menunjukkan lajunya kode dan mempunyai persamaan seperti berikut [5] :
R = k / n bit informasi per kanal bit (2.10) Dimana : k adalah jumlah bit yang masuk tiap satuan waktu
n adalah jumlah keluaran
Gambar 2.14 Encoder Kode Konvolusi Rate ½ [5]
Pada Gambar 2.14, tampak bahwa Pj = Uj +Uj-1 , Jika dimisalkan dari sumber diberikan sederetan informasi U1=1, U2=1, U3=0, U4=1 sehingga dapat disusun (1101), maka akan menghasilkan deretan paritas P1=1, P2=0, P3=1, P4=1 atau dapat disusun (1011). Jadi Codeword yang dihasilkan oleh encoder tersebut adalah 11 10 01 1 [5].
4. Bit Rate
Bitrate merupakan suatu ukuran kecepatan transfer suatu data dari suatu
tempat ke tempat yang lain yang diukur dengan waktu seperti Kilobit per second (Kbps), Megabit per Second (Mbps), dan seterusnya. Pada modulasi adaptif, untuk
mencari nilai Bitrate digunakan persamaan sebagai berikut [6].
��= �������� ��
�� (2.11) Dimana :
BR = Bit Rate ( Mbps)
Bm = Jumlah Bit Tiap Modulasi Ct = Code Rate