BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kepercayaan Diri
2.1.1 Teori Kepercayaan Diri
Percaya diri adalah keyakinan pada kemampuan dan penilaian diri
sendiri dalam melakukan tugas. Hal ini termasuk kepercayaan atas
kemampuannya menghadapi lingkungan yang semakin menantang dan
kepercayaan atas keputusan atau pendapatnya. Sedangkan kepercayaan
diri adalah sikap positif seseorang individu yang memampukan dirinya
untuk mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya. Hal ini bukan berarti
individu tersebut mampu dan kompeten melakukan segala sesuatu seorang
diri. Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya menunjuk pada
adanya beberapa aspek dari kehidupan individu tersebut dimana ia merasa
memiliki kompetensi, yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena
didukung pengalaman, potensi aktual, prestasi serta harapan yang realistik
terhadap diri sendiri.
Menurut Lauster (1978) menyatakan bahwa individu yang
memiliki kepercayaan diri yang tinggi akan menjadi pribadi yang
optimis. Orang yang percaya diri akan mampu menghargai orang lain
karena percaya bahwa orang lain juga mempunyai kemampuan seperti
kesulitan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain, kurang
bertanggung jawab, selalu membandingkan dirinya dan pesimis.
Menurut Angelis (2005) kepercayaan diri merupakan keyakinan
dalam jiwa manusia bahwa tantangan hidup apapun harus dihadapi
dengan berbuat sesuatu. Percaya diri itu lahir dari kesadaran bahwa jika
memutuskan untuk melakukan sesuatu, sesuatu itu pula yang harus
dilakukan. Percaya diri itu datang dari kesadaran seseorang individu
bahwa individu tersebut memiliki tekat untuk melakukan apapun yang
harus dikerjakan, sampai tujuan tercapai. Sedangkan menurut Rahmat
(2000) kepercayaan diri dapat diartikan sebagai suatu kepercayaan
terhadap diri sendiri yang dimiliki oleh setiap orang dalam kehidupannya
serta bagaimana orang tersebut memandang dirinya secara utuh dengan
mengacu pada konsep diri.
Berdasarkan beberapan teori diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa kepercayaan diri adalah kesadaran diri akan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki, sehingga kesadaran tersebut membuatnya
merasa yakin atas kemampuan yang dimiliknya dan mampu mengambil
keputusan sendiri tanpa bergantung dengan orang lain.
2.1.2 Karakteristik Seseorang Yang Mempunyai Kepercayaan Diri
Menurut Lauster (1978) tentang ciri-ciri seseorang yang
a) Keyakinan akan kemampuan diri
yaitu sikap positif tentang dirinya bahwa mengerti sungguh-sungguh
akan apa yang dilakukannya.
b) Optimis
yaitu sikap seseorang yang selalu berpandangan baik dalam
menghadapi segala hal tentang diri, harapan dan kemenangan.
c) Obyektif
yaitu orang yang percaya diri memandang permasalahan atau segala
sesuatu sesuai dengan kebenaran semestinya, bukan menurut
kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri
d) Bertanggung jawab
yaitu kesediaan seseorang untuk menanggung segala sesuatu yang
telah menjadi konsekuensinya.
e) Rasional dan realistis
yaitu analisa terhadap suatu masalah, suatu hal, suatu kejadian
dengan menggunakan pemikiran yang diterima oleh akal dan sesuai
dengan kenyataan.
Menurut Lauster (1978) seseorang yang mempunyai kepercayaan
diri positif dapat digambarkan dari empat aspek:
a) Cinta diri
Orang yang percaya diri, mencintai diri sendiri dan cinta ini
bukanlah sesuatu yang dirahasiakan bagi orang lain. Cinta diri
b) Pemahaman diri
Orang yang percaya diri tidak hanya merenungi, memikirkan
perasaan dan perilaku diri sendiri. Orang yang percaya diri selalu
berusaha ingin tahu bagaimana pendapat orang lain tentang dirinya
sendiri, percaya akan kompetisi atau kemampuan diri sehingga tidak
membutuhkan pujian, pengakukan, penerimaan atau rasa hormat
orang lain, berani menerima dan mengahadapi penolakan orang lain
yaitu berani menjadi diri sendiri.
c) Tujuan hidup yang jelas
Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya, disebabkan
mempunyai pikiran yang jelas mengapa melakukan tindakan tertentu
dan mengetahui hasil apa yang dapat diharapkannya, tidak terdorong
untuk menunjukkan sikap konformis dan diterima oleh orang lain
atau kelompok, memiliki harapan yang realistis terhadap diri sendiri
sehingga ketika harapan tersebut tidak terwujud seseorang tetap
mampu melihat sisi positif dari dirinya dan situasi yang terjadi.
d) Berfikir positif
Orang yang percaya diri biasanya menyenangkan, karena mampu
melihat kehidupan dari sisi yang cerah serta mencari pengalaman
dan hasil yang bagus, mempunyai pengendalian diri yang baik,
memiliki internal locus of control (memandang keberhasilan atau kegagalan, dari usaha diri sendiri dan tidak mudah menyerah pada
bantuan dari orang lain), mempunyai cara pandang terhadap diri
sendiri.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti menekannkan bahwa ciri-
ciri seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yaitu seperti keyakinan,
optimis, obyektif, bertanggung jawab, rasional dan realitas.
2.1.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri (Angelis,
2003) sebagai berikut:
a) Kemampuan pribadi
Rasa percaya diri timbul pada saat seseorang mengerjakan sesuatu
yang memang mampu dilakukan.
b) Keberhasilan seseorang
Keberhasilan seseorang ketika mandapatkan apa yang selama ini
diharapkan dan cita-citakan akan memperkuat timbulnya rasa percaya
diri.
c) Keinginan
Ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang tersebut akan
belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk mendapatkannya.
d) Tekat yang kuat
Rasa percaya diri yang datang ketika seseorang memiliki tekat yang
Dari uraian faktor-faktor kepercayaan diri diatas disimpulkan bahwa
adanya kemampuan pribadi, keberhasilan, keinginan dan tekat yang kuat
yang dimiliki individu untuk belajar dari pengalaman.
2.1.4 Memupuk Rasa Percaya Diri
Menumbuhkan rasa percaya diri harus dimulai dari dalam individu.
Hal ini sangat penting mengingat bahwa hanya individu yang
bersangkutan yang dapat mengatasi rasa percaya diri yang sedang
dialaminya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan jika individu
mengalami kritis kepercayaan diri. Hakim (2004) mengemukakan
sikap-sikap hidup positif yang mutlak harus dimiliki dan dikembangkan oleh
mereka yang ingin membangun rasa percaya diri, yaitu:
a) Bangkitkan kemauan yang keras
b) Biasakan untuk memberanikan diri
c) Membiasakan untuk selalu berinisiatif
d) Selalu bersikap mandiri
e) Mau belajar dari kegagalan
f) Tidak mudah menyerah
g) Membangun pendirian yang kuat
h) Bersikap kritis dan objektif
i) Pandai membaca situasi
j) Pandai menempatkan diri
2.2
Kematangan Emosi2.2.1 Teori Kematangan Emosi
Hurlock (2004) Kematangan emosi dapat dimengerti dengan
mengetahui pengertian emosi dan kematangan, kemudian diakhiri dengan
penjelasan kematangan emosi sebagai satu kesatuan. Istilah kematangan
menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari pertumbuhan dan
perkembangan.
Walgito (2004) mengatakan bahwa, kematangan emosi merupakan
kemampuan untuk menyelesaikan masalah secara obyektif pada seseorang
yang dipengaruhi oleh kematangan emosi yang dimiliki. Seseorang yang
memiliki kematangan emosi yang baik, akan mampu menerima keadaan,
baik diri sendiri maupun orang lain, tidak impulsif, dapat mengontrol dan
mengekspresikan emosi secara baik, bersikap sabar serta memiliki
tanggung jawab yang baik.
Berdasarkan beberapan teori diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kematangan emosi adalah kondisi dimana individu mampu unuk
mengontrol atau mengendalikan emosinya sehingga dapat menguasai
emosinya dengan baik.
2.2.2 Ciri-ciri Individu Yang Telah Matang Emosinya
Hurlock (2004) mengungkapkan tentang individu yang memiliki
a) Adanya kontrol sosial
Individu yang masak emosinya akan berusaha untuk mengontrol dan
mengendalikan emosi sehingga tingkah lakunya dapat diterima oleh
masyarakat.
b) Self-knowledge
Yang matang emosinya akan mempelajari kontrol yang diperlukan
untuk memuaskan kebutuhannya.
c) Penggunaan mental-kritis
Individu yang matang emosinya akan menilai secara kritis sebelum
merespon emosinya.
Dapat disimpulkan ciri-ciri individu yang telah mencapai
kematangan emosinya adalah individu yang dapat mengontrol emosinya
dengan baik, mempelajari kontrol emosi dengan baik sehingga kontrol
emosinya dapat disetujui secara sosial.
2.2.3 Aspek-aspek Kematangan Emosi
Menurut Walgito (1984) aspek-aspek kematangan emosi terdiri dari :
a) Dapat menerima baik keadaan dirinya maupun keadaan orang lain
seperti apa adanya sesuai dengan keadaan objektif.
b) Pada umumnya tidak bersifat implusif. Individu akan merespon
stimulus dengan berfikir baik, dapat mengatur pikirannya untuk
c) Dapat mengontrol emosi dan dapat mengontrol ekspresi dengan baik
walaupun individu dalam keadaan marah tetapi kemarahan itu tidak
ditampakkan keluar dan individu dapat mengatur kapan kemarahan itu
dapat dimanifestasikan.
d) Dapat berfikir secara objektif sehingga individu yang telah matang
emosinya akan bersifat sabar, penuh pengertian dan mempunyai
toleransi yang baik.
e) Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, tidak
mudah mengalami tekanan menghadapi masalahnya dengan penuh
pengertian.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
kematangan emosi antara lain : penerimaan diri, tidak implusif,
pengontrolan emosi, berfikir objektif dan mempunyai tanggung jawab.
2.2.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kematangan Emosi
Menurut Hurlock (2004), faktor yang dapat mempengaruhi
kematangan emosi pada individu antara lain:
a) Usia
Semakin bertambah usia individu, diharapkan emosinya akan lebih
matang dan individu akan lebih dapat menguasai dan mengendalikan
emosinya. Individu semakin baik dalam kemampuan memandang
suatu maslah, menyalurkan dan mengontrol emosinya secara lebih
b) Perubahan Fisik
Perubahan fisik dan kelenjar pada diri individu akan menyebabkan
terjadinya perubahan pada kematangan emosi. Sesuai dengan
anggapan bahwa remaja adalah periode badai dan tekanan, emosi
remaja meningkat akibat perubahan fisik dan kelenjar.
2.3 Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri adalah suatu keyakinan diri akan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki sehingga kesadaran tersebut membuatnya
merasa yakin atas kemampuan yang dimiliknya dan mampu mengambil
keputusan sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Patriani (2006)
menyatakan bahwa remaja memiliki permasalahan hidup yang sangat
kompleks diantaranya permasalahan keluarga, permasalahan seputar
interaksi sosial, dan pada akhirnya terjerumus kedalam perilaku
menyimpang seperti tawuran, narkoba, serta seks bebas. Hal ini
disebabkan karena remaja memiliki rasa kurang percaya diri untuk
memulai proses interaksi sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Hakim (2005), ada beberapa sumber yang menyebabkan
rasa tidak percaya diri bagi siswa remaja antara lain: cacat atau kelainan
pada bentuk fisik, status sosial, sering gagal dan kalah bersaing,
pendidikan keluarga yang kurang baik, sering menghindar, mudah
menyerah dan putus asa, dan tidak bisa menarik simpati orang lain. Lalu
tidak percaya dipengarungi oleh lingkungan, keluarga, kematangan emosi,
pengalaman masa lalu, dan penerimaan diri. Lebih jelas lagi, Goleman
(dalam Cakradhita, 2007) menambahkan bahwa perasaan tidak percaya
diri juga disebabkan oleh kurangnya penanaman niai-nilai kecerdasan
emosional seperti dalam hal pengelolaan emosi.
2.4 Penelitian Yang Relevan
Berdasarkan pada penelitian hubungan antara kematangan emosi
dengan kepercaayan diri pada siswa SMA Kanisius Bhakti Awam
Ambarawa. Hasil penelitian dari Esti Prabawani (2013) menunjukan
penelitian ini diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan antara
kepercayaan diri dengan kematangan emosi siswa SMA Kanisius Bhakti
Awam Ambarawa dengan arah hubungan yang positif signifikan dengan
skor koefisien korelasi r = 0,197 (sangat rendah) dan signifikansi p =
0,014. Maka disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan diri
maka semakin tinggi pula kematangan emosi siswa SMA Kanisius Bhakti
Awam Ambarawa.
Lalu Hasil penelitian dari Utomo (2007) tentang korelasi antara
Kematangan Emosi dan Kepercayaan Diri dengan Penyesuaian Diri pada
remaja awal di SMK PGRI 3 Kediri terdapat 60 siswa kelas X jurusan
Akuntansi dan Penjualan. Dengan hasil menunjukkan adanya hubungan
yang positif dan signifikan antara kematangan emosi dan kepercayaan diri
2.5 Hipotesis
Berdasarkan Latar belakang dan Landasan Teori diatas, Hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
“ Ada hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan