• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi t (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah Tafsir Ayat dan Hadist Ekonomi t (1)"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

ETIKA BISNIS

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas Tafsir Ayat dan Hadis Ekonomi

Dosen Pengampu: Dede Rodin, M.Ag.

Disusun Oleh:

Prima Utama Renaldi (1605036077)

Elga Puji Rahayu (1605036078)

Isna Asyaro (1605036079)

S1 PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

(2)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika bisnis yaitu perilaku yang mencerminkan akhlak (etika) seseorang. Atau dengan kata lain, perilaku yang berealisasi dengan etika. Apabila seseorang taat pada etika, berkecenderungan akan menghasilkan perilaku yang baik dalam setiap aktifitas atau tindakannya, tanpa terkecuali dalam aktifitas berbisnis.

Bisnis merupakan kegiatan bermuamalah yang pertama kali menanggalkan etika. Bisnis yang sehat adalah bisnis berdasarkan etika.

Tidak heran jika Islam yang bersumber dari Al-Qur’anْdanْSunnahْNabiْ

memberi tuntutan menyeluruh sekaligus petunjuk-petunjuknya terkait dengan interaksi dan etika dalam bidang bisnis.

Salah satu karakteristik ajaran Islam adalah mengajarkan umatnya untuk melakukan praktik ekonomi berdasarkan norma, akhlak, dan etika Islam. Betapapun peredaran perekonomian lancar dengan laju ekonomi tinggi dan tingkat inflasi rendah, tetapi jika tidak diimbangi dengan nilai-nilai luhur itu, maka pada kondisi tertentu akan membawa malapetaka bagi kehidupan manusia. Karenanya, etika bisnis sangat penting untuk dikemukakan, terutama di era globalisasi yang seringkali mengenyamping-kan nilai-nilai akhlak, moral, dan etika.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian etika bisnis?

(3)

2

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Bisnis

Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, dan watak kesusilaan. Istilah etika telah dipakai Aristoteles (fisul Yunani), untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi etika bisnis berarti prinsip, norma, dan standar perilaku yang mengatur individu maupun kelompok yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah. Etika bisnis (business ethic) berusaha untuk melarang perilaku bisnis, manajer perusahaan, dan pekerja yang seharusnya tidak dilakukan.

Terminologi lain yang dekat dengan pengertian etika adalah moral.

Term ini berasal dari bahasa Latin, mos (bentuk jamaknya mores) yang

berarti adat istiadat atau kebiasaan. Walaupun terminologi ini berasal dari dua bahasa yang berbeda, kedua-duanya memiliki titik temu yaitu adat kebiasaan yang baik yang harus dijunjung tinggi oleh individu atau masyarakat. Oleh karena itu, individu atau masyarakat yang tidak menjunjung tinggi nilai tersebut dapat dikatakan tidak beretika atau tidak

bermoral.1

Menurut Ibnu Maskawih, akhlak merupakan bentuk jamak dari khuluq yang berarti keadaan jiwa yang mengajak seseorang melakukan perbuatan-perbuatan tanpa memikirkan dan memperhitungkan sebelumnya yang dapat dijadikan fitrah manusia ataupun hasil dari latihan-latihan yang telah dilakukan, hingga menjadikan sifat diri yang dapat melahirkan khuluq yang baik.

1 Dede Rodin, TAFSIR AYAT EKONOMIi, (Semarang: CV. Karya Abadi Cilik Jaya, 2015),

(4)

3

O.P Simorangkir menyatakan bahwa etika atau etik adalah pan-dangan manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Menurut Sidi Gazalba, etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan

oleh akal. Sementara itu, al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulum al-Din

menjelaskan pengertian khuluq (etika) adalah suatu sifat yang tetap dalam

jiwa, yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak membuntukan pikiran.

Adapun bisnis adalah semua aktifitas yang melibatkan penyediaan barang dan jasa yang diperlukan dan diinginkan oleh orang lain. Bisnis

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha komersil di

dunia perdagangan dan bidang usaha.

Steiner mengatakan bahwa bisnis adalah pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Menurut J.S Nimpoena pengertian bisnis dalam arti sempit tidak lain dari fiksi. Adapun dalam arti luas bisnis merupakan usaha yang terkait erat dengan dunia ekonomi dan juga politik. Hughes dan Kapoor menyatakan bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk menghasilkan dan menjual barang dan jasa guna mendapatkan keuntungan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Berdasarkan pengertian etika dan bisnis diatas, dapat disimpulkan bahwa etika bisnis adalah seperangkat aturan moral yang berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, bohong dan jujur. Etika ini dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas bisnis yakni menjalankan pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling

menguntungkan untuk memperoleh keuntungan.2

Sementara dalam syariat Islam, terminologi yang paling dekat dengan etika adalah akhlak. Dalam Islam akhlak berasal dari bahasa Arab, akhlaq (bentuk jamak dari khuluq), yang berarti usaha manusia untuk

2 Idri, HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta: KENCANA, 2015),

(5)

4

membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, mulia, dan utama. Istilah

akhlak sendiri berasal dari kata dasar khalq, yang berarti menciptakan.

Dengan demikian seseorang dikatakan berakhlak atau bermoral yang baik, karena ia membiasakan diri dengan adat istiadat yang baik, yang

seakan-akan ia dilahirkan dan diciptseakan-akan dalam keadaan demikian.3

B. Etika Bisnis dalam Perspektif Hadis Nabi

Konsep etika bisnis dilatarbelakangi oleh ajaran Islam, Nabi Muhammad diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak, sebagaimana

sabdanya yang diriwayatkan oleh Malik ibn Anas dalam kitabnya

al-Muwaththa’ berikut:

ْ نَع

ْ

َْي حَي

ْ

ْ يِث ي لا

ْ

ْ نَع

ْ

ْ كِل َم

ْ

ْ هَنَا

ْ

ْ َق

ْ

ْ هَغَ َب

ْ

َْ َا

ْ

َْ س َ

ْ

ِْه لا

ْ

َص

ْ

ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

َْم َس َ

ْ

َْ َق

ْ:

ْ ت ثِع ب

ْ

َْمِ َت ِِ

ْ

َْن س ح

ْ

ِْ َا خَ ِا

ْ(

ْ ا َ َ

ْ

ْ كِل َم

ْ

ْ ن ب

ْ

ْ سَنَا

)

“Dari Yahya al-Laitsy dari Malik bahwasannya telah sampai kepadanya (berita) bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku diutus

untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Malik ibn Anas)

Sebaliknya, orang yang melanggar etika atau akhlak mulia akan mendapatkan kerugian baik di dunia maupun di akhirat, misalnya orang suka zalim kepada orang lain atau orang yang kikir, tidak mau bersedekah karena khawatir hartanya habis. Rasulullah pernah memperingatkan agar umat Islam menjauhi dua perangai negatif tersebut, sebagaimana dalam sabdanya:

ْ نَع

ْ

ِْرِب َج

ْ

ِْن ب

ْ

ِْه لاِ َع

ْ

ْ َأ

ْ

َْ سَ

ْ

ِْه لا

ْ

َص

ْ

ْ ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

َْم َس َ

ْ

َْ َق

ْ

ا قتَا

ْ

َْم لا

ْ

ْ ِ َف

ْ

َْم لا

ْ

ْ َ

ْ

َْ َي

ْ

ِْ َم َيِق لا

ْ

ا قتا َ

ْ

ْح لا

ْ

َْكَ هَأ

ْ

ْ نَم

ْ

َْ َك

ْ

ْ م َ َق

ْ

ْ م َ َ َح

ْ

َ َع

ْ

ْ َأ

ْ

ا َ َس

ْ

ْ م هَء َمِ

ْ

ا َحَ سا َ

ْ

ْ م َم ِ َحَم

ْ

3 Dede Rodin, TAFSIR AYAT EKONOMIi, (Semarang: CV. Karya Abadi Cilik Jaya, 2015),

(6)

5

“Dari Jabir bin Abdullah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,

“Takutlah kalian pada kezaliman karena sesungguhnya kezaliman

itu merupakan kegelapan pada hari kiamat dan takutlah pada sikap kikir karena sesungguhnya sikap kikir itu telah membinasakan orang-orang sebelum kalian yang menyebabkan mereka menumpahkan darah (saling bunuh) dan mengharamkan sesuatu yang diharamkan bagi mereka.”ْ)HR.ْMuslim(4

Disamping kedua hadits di atas, Rasulullah banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis. Petunjuk-petunjuk Rasulullah tentang etika bisnis antara lain:

Pertama, prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam ajaran Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat menganjurkan kejujuran dalam segala bentuk aktifitas bisnis. Menurut Nabi, kejujuran akan membawa kepada kebajikan dan kebajikan akan membawa pada surge. Demikian pula sebaliknya, kebohongan akan membawa pelakunya pada keburukan dan akhirnya ke neraka. Rasulullah bersabda:

ِْنَع

ْ

ِْن با

ْ

ْ ع سَم

ْ

َْي ِضَ

ْ

ْ ه لا

ْ

ْ ه َع

ْ

ِْنَع

ْ

ِْي لا

ْ

ص

ْ

ْ ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

َْمَ َس َ

ْ

َْ َق

ْ:

ْ َ

ْ

ِْ صلا

ْ

َْْ

ِْ َي

ْ ْ

َلِ

ْ

ِْ رِ لا

ْ

ْ ِ َ

ْ

رِ لا

ْ

ِْ َي

ْ

ْ

يَلِ

ْ

ِْ َج لا

ْ

ْ ِ

ْ

َْل جرلا

ْ

ْ صَيَل

ْ

َح

ْ

َْب َي

ْ

َْ ِع

ْ

ِْه لا

ْ

ًق يِ ِص

ْ.

ْ ِ َ

ْ

َْ ِ َ لا

ْ

ْ ِ َي

َْلِ

ْ

ِْ ج لا

ْ

ْ ِ َ

ْ

َْ ج لا

ْ

ِ َي

َْلِ

ْ

ِْ لا

ْ

ْ َ

ْ

َْل جرلا

ْ

ْ ِ َيَل

ْ

َح

ْ

َْبَ ي

ْ

َْ ِع

ْ

ه لا

ْ

ًبا َك

ْ(

ْ قَ م

ْ

ِْه يَ َع

)

“Dari Ibn Mas’ud r.a., dari Nabi SAW ia bersabda, “Sesungguhnya

kejujuran akan membawa kebajikan dan kebajikan akan membawa pada surga dan sesungguhnya seseorang benar-benar jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur. Sesungguhnya kebohongan membawa keburukan dan keburukan itu membawa pada neraka dan sesungguhnya sesorang benar-benar

4 Idri, HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, (Jakarta: KENCANA, 2015),

(7)

6

dusta sehingga dicatat oleh Allah sebagai pendusta.” (Riwayat

al-Bukhari dan Muslim).5

Rasulullah melarang segala bentuk aktifitas bisnis yang dilakukan dengan penipuan, karena penipuan dapat merugikan orang lain dan melanggar hak asasi dalam bisnis yaitu suka sama suka. Orang yang tertipu jelas tidak akan suka karena haknya akan dikurangi atau dilanggar. Bisnis yang mengandung penipuan misalnya jual beli sesuatu yang tidak diketahui hasilnya, atau tidak bisa diserah terimakan, atau tidak diketahui hakikat dan kadarnya, seperti jual beli burung yang masih terbang di angkasa, jual beli binatang yang masih dalam kandungan induknya, dan sebagainya. Nabi bersabda:

ْ نَع

ْ

ِبَأ

ْ

َْ َر ي َر ه

ْ

َْ َق

ْ

َ َن

ْ

ْ سَ

ْ

ِْه لا

ْ

َ َص

ْ

ْ ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

َْمَ َس َ

ْ

ْ نَع

ْ

ِْع يَب

ْ

ِْ َصَح لا

ْ

ْ نَع َ

ْ

ِْع يَب

ْ

ِْ َرَغ لا

ْ(

ا

ْ

م سم

)

“Dari Abu Hurayrah r.a., katanya, “Rasulullah SAW melarang jual

beli dengan cara melempar dan jual beli yang mengandung

penipuan.” (HR. Muslim).

Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Ia melarang para pedagang meletakkan barang busuk disebelah bawah dan barang baru dibagian atas.

Dasar setiap usaha untuk menjadi orang kuat secara modal adalah kejujuran. Kejujuran merupakan kualitas dasar kepribadian moral. Tanpa kejujuran,seseorang tidak dapat maju selangkah pun karena ia belum berani menjadi diri sendiri. Tidak jujur berarti tidak seia-sekata dan itu berarti bahwa ia belum sanggup mengambil sikap yang lurus. Orang tidak lurus tidak mengambil dirinya sendiri sebagai titik tolak, melainkan apa yang diperkirakan diharapkan oleh orang lain. Tanpa kejujuran, keutamaan moral lainya kehilangan nilainya.

(8)

7

Dalam ajaran islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat menganjurkan kejujuran dalam segala bentuk aktivitas bisnis. Menurut Nabi, kejujuran akan membawa kepada kebajikan dan kebajikan akan membawa ke surga. Demikian pula sebaliknya, kebohongan akan membawa pelakunya pada keburukan dan akhirnya membawanya ke neraka. Rasulullah melarang segala bentuk aktivitas binis yang dilakukan dengan penipuan karena penipuan dapat merugikan orang lain dan melanggar hak asasi dalam bisnis yaitu suka sama suka.

Sifat menipu sangat dikecam oleh Nabi. Bahkan Nabi Muhammad mengancam seseorang jika menipu dianggap bukan dari golonga Nabi, sebagaimana sabdanya:

) مِ س مْ ا َ َ (ْ ِ ِمْ َس ىَ َفْشَغْ نَم

“Barang siapa yang menipu, maka tidak termasuk dalam

golonganku.”(HR. Muslim)

Menurut Yusuf al-Qardhawi,ْ perkataanْ “tidak termasuk dalam

golonganku”ْ menunjukanْ bahwaْ menipuْ )curang(ْ adalahْ dosaْ besarْ sehingga Nabi tidak mengakui orang yang melakukan penipuan sebagai bagian dari umatnya. Jika hanya termasuk dalam dosa kecil, ia bisa dihapuskan dalam sholat lima waktu. Hadis ini mencakup seluruh sifat curang, seperti curang dalam sewa-menyewa, syirkah, dan dalam berbisnis.

Menurut Ulama salaf, memberitahukan cacat barang yang dijual kepada calon pembeli perlu dilakukan karena hal itu merupakan kejujuran. Misalnya, jika menjual barang, Jabir bin Abd. Allah memperlihatkan cacat

barang itu kepada calon pembeli lalu berkata, “Jikaْkamuْmau,ْambillah,ْ

(9)

8

Jabirْberkataْ“ْAku telah berbaiat kepada Rasulullah untuk berlaku jujur

kepada setiap Muslim.6

Imam Al-Ghazali mengomentari peristiwa ini sebagai berikut,

“Merekaْtelahْmemahamiْartiْkejujuran,ْyaituْtidakْrelaْterhadapْapaْyangْ

menimpa temannya kecuali yang ia rela jika hal itu menimpa dirinya sendiri.7

Kedua, adalah amanah dan professional dalam bisnis. Disamping jujur, sikap amanah juga sangat dianjurkan dalam aktifitas bisnis. Kejujuran dan amanah mempunyai hubungan yang sangat erat karena orang yang selalu jujur pastilah amanah (terpercaya). Allah memerintahkan agar umat Islam menunaikan amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan jika memutuskan perkara agar dilakukan secara adil, sebagaimana firman-Nya:

ْ َ

ْ

َْه لا

ْ

ْ م ك ر م أَي

ْ

ْ َأ

ْ

ْ َ ت

ْ

اْ

ِْ َن َمَ ِا

َْلِ

ْ

َ ِ هَأ

ْ

اَ ِ َ

ْ

ْ م َ َح

ْ

َْن يَب

ْ

ْ ِس لا

ْ

ْ َأ

ْ

ا حَت

ْ

ِْ ِع ل ِب

ْ.

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menunaikan

amanat kepada orang yang berhak menerimanya dan apabila kalian memutuskan hokum diantara manusia maka putuskanlah yang

adil.” (QS. Alan-Nisa; 58).8

Menurut Islam, segala aktivitas bisnis hendaklah dilakukan dengan penuh tanggung jawab. Tanggung jawab muncul karena manusia adalah makhluk mukalaf, yaitu makhluk yang diberi beban hukum berbeda dengan makhluk lain seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena taklif itulah, manusia harus mempertanggung jawabkan segala aktivitasnya dan karena itu pula manusia oleh Rasulullah disebut sebagai pemimpin. Setiap manusia Muslim yang dewasa, akil, dan baligh serta mumayyiz (dapat membedakan

(10)

9

yang baik dan yang buruk) adalah pemimpin dan mempertanggung jawabkan kepemimpinannya itu.

Tanggung jawab sangat erat dengan pelaksanaan amanat karena orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan amanat yang dinerikan kepadanya dengan sebaik mungkin. Amanat dapat diartikan dengan mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya, tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak mengurangi hak orang lain, baik berupa harga atau upah. Islam sangat menganjurkan agar umatnya menunaikan amanat dengan sebaik-baiknya. Rasulullah memerintahkan agar umat islam menunaikan amanat dan tidak berkhianat meskipun kepada orang yang pernah menghianatinya. Kalau ada rekan bisnis yang pernah menghianati kita dan memberikan amanat, maka kita wajib menunaikan amanat itu dan tidak membalas penghianatan yang pernah dilakukanya, sebagaimana dijelaskan dalam sabdanya:

ْ نَع

َْْأ

ِْب

ْ

َْ َر ى َر ه

َْق

ْ

َْْ

َق

ْ

ْ

ْ س َ

ْ

ِْه لا

ْ

َص

ْا

ْ

ْ ه ل

ْ

ِْه ىَ َع

ْ

َْْ

َْم َس

ْ

ْ:

ِْ َا

ْ

َِْ ا

ْ

َْم

ْ

ََْن

ِْْأ

ْ

يَل

ْ

ْ نَم

َْْا

ْ

َْكَ َ َت ء

ْ

َْل َ

ْ

ْ ن َت

ْ

ْ نَم

ْ

َخ

ْ

َْكَن

ْ

“Dari Abu Hurayrah katanya, Rasulullah SAW bersabda, “Tunaikan amanat kepada orang yang telah memberikan amanat padamu dan jangan menghianati orang yang menghianatimu”.

(HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi).

(11)

10

pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli, baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun tidak. Orang yang menaikkan harga, padahal tidak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah, sebagaimana sabda-Nya:

ِْنَع

ْ

ِْن با

ْ

َْرَ ع

ْ

ْ َأ

ْ

َْ س َ

ْ

ْ ه لا

ْ

ي ص

ْ

ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

م س

ْ

َ َن

ْ

ِْنَع

ْ

ْ ِس ج لا

ْ(

ق م

ْ

هي ع

)

“Dari Ibn ‘Umar bahwasannya Rasulullah SAW melarang jual beli najasyi”. (HR. al-Bukhori dan Muslim).

Keempat, tidak menjelek-jelekkan bisnis orang lain agar orang membeli kapadanya. Seorang pembinis tidak diperbolehkan mencari-cari kejelekan barang dagangan orang lain, tidak boleh buruk sangka, memata-matai dan mendengki, iri hati, dan bermusuhan dengan pembisnis yang lain. Rasulullah bersabda:

ْ نَع

ْ

يب

ْ

ريره

ْأ

ْ

س

ْ

ه لا

ْ

ص

ْ

ه لا

ْ

هي ع

ْ

م س

ْق

ْ:

ْ م ك يِ

ْ

ْن لا َ

َْْف

ْ ِْ

ْن لا

ْ

ْ َ كَأ

ْ

ِْ َح لا

ِْْ

َْل َ

ْ

ا سسَحَت

ْ

َْل َ

ْ

ا سسَجَت

ْ

َْل َ

ْ

ا سَ َ َت

ْ

َْل َ

ْ

ا َس َحَت

ْ

َْل َ

ْ

ا َغ َ َت

ْ

َْل َ

ْ

ا رَباَ َت

ْ

ا ن ك َ

ْ

َْ َ ِع

ْ

ِْه لا

ْ

ًنا َ خِ

ْ(

ا

ْ

م سم

ْ.)

“Dari Abu Hurayrah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,

“Jauhilah prasangka karena sesungguhnya prasangka itu

pembicaran yang paling dusta, jangan saling memata-matai, jangan saling mendengki, jangan saling iri, dengan saling membenci, jangan saling bermusuhan, dan jadilah hamba-hamba Allah yang

bersaudara.” (HR. Muslim).9

Kelima, tidak melakukan penimbunan (ihtikar). Ihtikar adalah menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besarpun diperoleh.

(12)

11

Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu. Rasulullah melarang umat Islam menimbun barang dan tidak mendistribusikannya ke pasar. Penimbunan barang biasanya dilakukan dengan tujuan untuk dijual ketika barang sudah sedikit atau langka sehingga harganya mahal. Penimbunan termasuk aktifitas bisnis yang mengandung kezaliman dan karenanya berdosa. Rasulullah bersabda:

ْ نَع

ْ

ْ رَ عَم

ْ

َْلَق

ْ

س َ

ْ

ِْه لا

ْ

ئ َص

ْ

ْ ه لا

ْ

ِْه يَ َع

ْ

م َس َ

ْ:

ِْنَم

ْ

َْرَ َ حا

ْ

َْ َف

ْ

َخ

ْ

ْ ئِ

ْ

(

ْ ا َ َ

ْ

ْ مِ س م

.)

“Dari Ma’mar ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang menimbun barang, maka ia bersalah (berdosa).” (HR. Muslim).

Keenam, membayar upah kepada pekerja atau karyawan sesegera mungkin. Rasulullah mengharuskan agar upah segera dibayar setelah pekerjaan selesai. Orang yang bekerja tentu mengharapkan agar segera dibayar dan tidak ditunda-tunda. Penundaan pembayaran termasuk kategori kezaliman yang sangat dilarang dalam Islam. Karena itu, menurut Rasulullah seseorang seharusnya membayar gaji orang yang bekerja sesegera mungkin sebelum keringatnya kering, sebagaimana sabdanya:

ْ نَع

ْ

ِْه لاِ َع

ْ

َْن ب

ْ

َْلَق َرَ ع

ْ

َْلَق

ْ

ْ س َ

ْ

ِْه لا

ْ

َص

ْ

ْ ه لا

ْ

ِْه ىَ َع

ْ

َْم َس َ

َْْأ

ا ع

ْ

ْ َر جَأ َرَي ِجَِا

ْ

َْل َق

ْ

ْ َأ

ْ

ْف ِجَى

ْ

ْ ه ق َرَع

ْ(

ْ ا َ َ

ْ

َْنبا

َْم

ْ

َْهَج

)

“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar katanya: Rasulullah SAW bersabda, “Berikanlah upah pada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR.

Ibn Majah).10

(13)

12

Ketujuh, tidak diperbolehkannya berdagang di Masjid. Disekitar masjid, di halaman masjid sekarang banyak para pedagang. Bahkan ada lingkungan masjid yang sudah memiliki unit bisnis yang menjual berbagai buku agama, kaset pengajian, busana muslim, makanan, minuman, dan sebagainya. Mengenai ini tidak ada larangan sepanjang berpedoman pada

etika dan tidak mengganggu suasana khusyu’ْ pelaksanaanْ ibadah.ْ

Kemudian para pedagang harus selalu menjaga kebersihan, kerapihan, ketentraman sekitar masjid, dan pedagangnya sendiri harus ikut melaksanakan kegiatan bersama jamaah lainnya.

Yang ada larangan untuk berjual beli di dalam masjid seperti diriwayatkan hadits berikut:

َْأَ اَ ِا

ْ م ي

ْ

ْ نَم

ْ

ْ ع ىِ َي

َْْا

ْ

ْ ْ

ْ َ َى

ِْْف

ْ

ْ هَلا َ ل قَفِ ِج سَ لا

ْ

ْ:

َْحَب َال

ْ

ْ ه لا

ْ

َْكَت َ َجِت

ْ(

ا

ْ

س لا

ْث

ْ

مر لا

)

“Apabila kalian melihat orang berjual beli di dalam masjid, maka

katakanlah kepadanya mudah-mudahan Allah tidak akan memberikan kentungan perdaganganmu itu”. (HR. Nasai dan Tirmidzi)

Kemudian, Amr bin Syuaib dari ayahnya, dari kakeknya berkata:

َنَ

ْ

ْ س َ

ْ

ِْه لا

ْ

ْ

ْ

ِْنَع

ْ

ِْع ىَ لا

ْ

ِْ فِءاَرِ لا َ

ْ

ِْج سَ لا

ِْ

(ْ.

ا

ْ

ا

ح

س لا ا با

ْ

ْ

مر لا

ْ

ْ

نبا

ْم

ْ

هج

)

“Rasulullah SAW telah melarang berjual beli di dalam Masjid.”

(HR. Akhmad, Abu Daud, Nasai, Tirmidzi, dan Ibnu Majah).11

11 Buchari Alma, AJARAN ISLAM DALAM BISNIS, (Bandung: CV ALFABETA, 1994), hlm.

(14)

13

Kedelapan, tidak diperbolehkannya menyembunyikan barang cacad. Praktik lain yang sering dilakukan para pedagang ialah menyembunyikan cacad atau kekurangan barang yang ia jual.

ْل ِحَتَل

ْ

ْ َا َحَ ِل

ْ

َْعىَ َي

ْ

ْلِااًء َش

َْنيَب

َْم

ْ

ِْهيِف

) حاْ ا (ْ.

“Tidak halal bagi seseorang menjual sesuatu, melainkan hendaklah

dia menerangkan kekurangan (cacad) yang ada pada barang itu.”

(HR. Ahmad).12

(15)

14

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Etika bisnis adalah seperangkat aturan normal yang berkaitan dengan baik dan buruk, benar dan salah, bohong dan jujur. Etika ini dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku manusia dalam menjalankan aktivitas bisnis yakni menjalankan pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan untuk memperoleh keuntungan.

Rasulullah banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis. Petunjuk-petunjuk Rasulullah tentang etika bisnis antara lain : prinsip esensial yaitu kejujuran, amanah, tidak pura-pura menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut, tidak menjelek-jelekkan bisnis orang lain agar orang lain membeli kepadanya, tidak melakukan penimbunan (ikhtikar) , membayar upah kepada karyawan atau pekerja secara segera mungkin, tidak diperbolehkannya berdagang di masjid, dan tidak diperbolehkan barang yang cacat.

(16)

15

DAFTAR PUSTAKA

Rodin, Dede, TAFSIR AYAT EKONOMIi, Semarang: CV. Karya Abadi Cilik Jaya, 2015.

Idri, HADIS EKONOMI Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi, Jakarta: KENCANA, 2015, Cet. 2.

Referensi

Dokumen terkait