BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Kelelahan Kerja
Kelelahan (fatigue) adalah suatu kondisi yang telah dikenal dalam kehidupan sehari-hari. Istilah kelelahan mengarah pada kondisi melemahnya
tenaga untuk melakukan suatu kegiatan, walaupun ini bukan satu-satunya gejala.
Secara umum, gejala kelelahan yang lebih dekat adalah pada pengertian kelelahan
fisik (physical fatigue) dan kelelahan mental (mental fatigue). Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kelelahan otot (muscular fatigue) dan kelelahan umum (general fatigue). Kelelahan otot ditunjukkan melalui gejela sakit nyeri yang luar biasa seperti ketegangan otot dan daerah sekitar sendi. Sebaliknya
kelelahan umum terlihat pada munculnya sejumlah keluhan yang berupa perasaan
lamban dan keengganan untuk melakukan aktivitas (Budiono, 2003).
Menurut Suma’mur (2009), kata lelah (fatigue) menunjukkan keadaan
tubuh fisik dan mental yang berbeda tetapi semuanya berakibat kepada penurunan
daya kerja dan berkurangnya ketahanan tubuh untuk bekerja. Terdapat dua jenis
kelelahan, yaitu kelelahan otot dan kelelahan kelelahan umum. Kelelahan otot
ditandai antara lain oleh tremor atau rasa nyeri yang terdapat pada otot. Kelelahan
umum ditunjukkan oleh hilangnya kemauan untuk bekerja yang penyebabnya
adalah keadaan persarafan sentral atau kondisi psikis-psikologis. Akar masalah
kelelahan umum adalah monotonnya pekerjaan, intensitas dan lamanya kerja
bersangkutan, keadaan lingkungan yang berbeda dari estimasi semula, tidak
jelasnya tanggung jawab, kekhawatiran yang mendalam dan konflik batin serta
kondisi sakit yang diderita oleh tenaga kerja. Pengaruh dari keadaan yang menjadi
sebab kelelahan tersebut seperti berkumpul dalam tubuh dan mengakibatkan
perasaan lelah. Perasaan lelah demikian yang berkadar tinggi dapat menyebabkan
seseorang tidak mampu lagi bekerja sehingga berhenti bekerja sebagaimana
halnya kelelahan fisiologis yang mengakibatkan tenaga yang bekerja fisik
menghentikan kegiatannya karena merasa lelah bahkan yang bersangkutan tertidur
karena kelelahan.
Menurut Soedirman dan Suma’mur (2014), kelelahan didefinisikan
sebagai suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi
pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya.
Kelelahan (kelesuan) adalah perasaan subjektif tetapi berbeda dengan
kelemahan dan memiliki sifat bertahap. Tidak seperti kelemahan, kelalahan dapat
diatasi dengan periode istirahat. Kelelahan dapat disebabkan secara fisik dan
mental. Kelelahan fisik atau kelelahan otot adalah ketidakmampuan fisik
sementara otot untuk tampil maksimal. Permulaan kelelahan otot selama aktivitas
fisik secara bertahap, dan bergantung pada tingkat kebugaran fisik individu dan
juga pada faktor-faktor lain seperti kurang tidur dan kesehatan secara keseluruhan.
Hal ini dapat diperbaiki dengan istirahat. Kelelahan mental adalah
ketidakmampuan sementara untuk mempertahankan kinerja kognitif yang optimal.
Permulaan kelelahan mental selama kegiatan kognitif yang optimal. Permulaan
kemampuan kognitif seseorang dan juga pada faktor-faktor lain seperti kurang
tidur dan kesehatan secara keseluruhan. Kelelahan mental juga telah terbukti
menurunkan kinerja fisik. Hal ini dapat bermanifestasi sebagai mengantuk, lesu,
atau diarahkan kelelahan perhatian (Kuswana, 2014).
Kelelahan kerja termasuk suatu kelompok gejala yang berhubungan
dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta peningkatan
kecemasan atau kebosanan. Kelelahan kerja ditandai oleh adanya perasaan lelah,
output menurun, dan kondisi fisiologis yang dihasilkan dari aktivitas yang berlebihan. Kelelahan akibat kerja juga sering kali diartikan sebagai menurunnya
performa kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus
melanjutkan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2008).
2.2 Jenis Kelelahan
Menurut Budiono (2003), kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu
kelelahan otot dan kelehan umum.
a. Gejala Kelelahan Otot
Gejala kelelahan otot dapat terlihat pada gejala yang tampak dari luar
(external signs). Ini dikarenakan kinerja otot berkurang dengan meningkatnya ketegangan otot sehingga stimulasi tidak lagi menghasilkan
respon tertentu. Fenomena berkurangnya kinerja otot setelah terjadinya
tekanan melalui fisik untuk suatu waktu tertentu disebut kelelahan otot
secara fisiologi dan gejala yang ditunjukkan tidak hanya berupa
Pada akhirnya kelelahan fisik ini dapat menyebabkan sejumlah hal yang
kurang menguntungkan seperti melemahnya kemampuan tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaannya dan meningkatnya kesalahan dalam
melakukan kegiatan kerja serta akibat fatalnya adalah terjadinya
kecelakaan kerja.
b. Kelelahan Umum
Gejala utama kelelahan umum adalah suatu perasaan letih yang luar biasa
dan terasa tidak biasa. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat
karena munculnya gejala kelelahan tersebut. Tidak adanya gairah untuk
bekerja baik secara fisik maupun psikis, semuanya terasa berat. Timbulnya
gejala kelelahan seperti ini dapat diatasi dengan menyediakan waktu
khusus untuk beristirahat dan bersikap lebih santai. Perasaan letih seperti
rasa haus, lapar, dan perasaan lainnya yang sejenis merupakan alat
pelindung alami sebagai indikator bahwa kondisi fisik dan psikis
seseorang sedang dalam keadaan menurun.
Disamping kelelahan yang murni merupakan kelelahan otot, kelelahan
secara umum dikelompokkan sebagai berikut.
a. Kelelahan penglihatan, yang muncul dari terlalu letihnya mata.
b. Kelelahan seluruh tubuh, sebagai akibat terlampau besarnya beban fisik
bagi seluruh organ tubuh.
c. Kelelahan mental, penyebabnya dipicu oleh pekerjaan yang bersifat mental
d. Kelelahan syaraf, disebabkan oleh terlalu tertekannya salah satu bagian
dari sistem psikomotorik.
e. Terlalu monontonnya pekerjaan dan suasana sekitarnya.
f. Kelelahan kronis, sebagai akibat terjadinya akumulasi efek kelelahan pada
jangka waktu yang panjang.
g. Kelelahan siklus hidup sebagai bagian dari irama hidup siang dan malam
serta pertukaran periode tidur.
2.3 Penyebab Kelelahan Kerja
Faktor yang mempengaruhi kelelahan yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Yang termasuk faktor internal antara lain adalah faktor somatis atau
faktor fisik, gizi, jenis kelamin, usia, pengetahuan dan gaya hidup. Faktor
eksternal adalah keadaan fisik lingkungan kerja antara lain adalah kebisingan,
suhu, pencahayaan, faktor kimia, faktor biologis, faktor ergonomi, kategori
pekerjaan, sifat pekerjaan, disiplin atau peraturan perusahaan, upah, hubungan
sosial dan posisi kerja atau kedudukan. Penyebab kelelahan dikelompokkan
menjadi lima kelompok, yaitu sebagai berikut.
a. Keadaan monoton.
b. Beban dan lamanya pekerjaan baik fisik maupun mental.
c. Keadaan lingkungan kerja, seperti cuaca kerja, penerangan dan kebisingan
di tempat kerja.
d. Keadaan kejiwaan seperti tanggung jawab, kekhawatiran atau konflik.
Menurut Grandjean (Tarwaka, dkk., 2004) menjelaskan faktor penyebab
terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, untuk mempertahankan
kesehatan dan efisiensi proses penyegaran harus dilakukan. Penyegaran terjadi
terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu berhenti
disela-sela kerja juga dapat memberikan penyegaran. Kelelahan yang disebabkan
oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis. Pada kerja otot statis, dengan
pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimal otot hanya dapat bekerja selama
1 menit, sedangkan pada pengerahan tenaga <20% kerja fisik dapat berlangsung
cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot statis sebesar 15-20% akan
menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan berlangsung sepanjang hari.
Kelelahan memiliki beragam penyebab yang berbeda, namun secara
umum kelelahan dapat dikelompokkan sebagai berikut.
a. Intensitas dan lamanya upaya fisik dan psikis.
b. Masalah lingkungan kerja (kebisingan dan penerangan).
c. Irama detak jantung.
d. Masalah-masalah fisik (tanggung jawab, kecemasan, dan konflik).
e. Nyeri dan penyakit lainnya.
f. Gizi atau nutrisi.
Untuk memelihara kesehatan dan efisiensi maka proses penyembuhan
seharusnya dapat menghilangkan kelelahan. Proses penyembuhan terjadi terutama
selama masa tidur malam hari tetapi waktu-waktu bebas siang hari dan setiap
masa jeda atau rehat juga dapat memberi kontribusi bagi istirahat psikis dan fisik
Konsep kelelahan merupakan hasil penelitian terhadap manusia, percobaan
pada hewan serta juga pengalaman yang luas dari para ahli. Konsep tersebut
menyatakan bahwa keadaan dan perasaan lelah adalah reaksi fungsional pusat
kesadaran yaitu otak (cortex cerebri) yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistis, yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi).
Sistem penghambat bekerja terhadap talamus yang mampu menurunkan
kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur.
Adapun sistem penggerak terdapat dalam formasio retikularis yang dapat
merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ
dalam tubuh ke arah kegiatan bekerja, berkelahi, melarikan diri dan lain-lain.
Maka berdasarkan konsep tersebut, keadaan seseorang pada suatu saat sangat
bergantung kepada hasil kerja antara dua sistem antagonis dimaksud. Apabila
sistem penghambat berada pada posisi lebih kuat daripada sistem penggerak,
seseorang berada dalam kondisi lelah. Sebaliknya, apabila sistem penggerak lebih
kuat dari sistem penghambat, maka seseorang berada dalam keadaan segar untuk
aktif dalam kegiatan termasuk bekerja. Konsep ini dapat dipakai untuk
menerangkan peristiwa-peristiwa yang sebelumnya tidak dapat dijelaskan.
Misalnya peristiwa seseorang yang lelah tiba-tiba kelelahannya hilang karena
terjadi suatu peristiwa yang tidak diduga atau terjadi tegangan emosi. Dalam hal
itu, sistem penggerak tiba-tiba terangsang dan dapat menghilangkan pengaruh
sistem penghambat. Demikian juga pada peristiwa monotomi, kelelahan terjadi
beban kerja tidak seberapa untuk menjadi penyebab timbulnya kelelahan
(Suma’mur, 2009).
Menurut Kuswana (2014), kelelahan dapat terjadi sebagai akibat dari
berbagai faktor yang mungkin berhubungan dengan pekerjaan, gaya hidup, atau
kombinasi keduanya. Faktor kerja terkait dapat mencakup hal-hal sebagai berikut.
a. Waktu kerja
b. Penjadwalan dan perencanaan (misalnya pola daftar, panjang dan waktu
shift)
c. Waktu istirahat yang tidak memadai
d. Lamanya waktu terjaga
e. Waktu pemulihan cukup antara shift
f. Insentif pembayaran yang dapat menyebabkan bekerja shift lagi
g. Kondisi lingkungan (misalnya iklim, cahaya, kebisingan, desain
workstation)
h. Jenis pekerjaan yang dilakukan (misalnya fisik maupun mental menuntut
kerja)
i. Tuntutan pekerjaan ditempatkan pada orang (misalnya jangka waktu,
tenggat waktu dan intensitas)
j. Budaya organisasi
k. Peran seseorang dalam organisasi
Faktor gaya hidup dapat meliputi hal-hal berikut ini.
a. Mutu tidur yang tidak memadai atau buruk akibat gangguan tidur
c. Tanggung jawab keluarga
d. Pekerjaan lain
e. Waktu tempuh (dapat dianggap waktu kerja dalam beberapa kasus)
f. Kesehatan dan kesejahteraan (misalnya gizi dan diet, olahraga, nyeri, dan
penyakit)
2.4 Gejala Kelelahan Kerja
Gambaran mengenai gejala kelelahan (fatigue symptoms) secara subjektif dan objektif antara lain sebagai berikut (Ramandhani, 2003).
a. Perasaan lesu, ngantuk, dan pusing.
b. Tidak atau kurang mampu berkonsentrasi.
c. Berkurangnya tingkat kewaspadaan.
d. Persepsi yang buruk dan lambat.
e. Tidak ada atau berkurangnya gairah untuk bekerja.
f. Menurunnya kinerja jasmani dan rohani.
Beberapa gejala ini dapat menyebabkan penurunan efisiensi dan efektivitas kerja
fisik dan mental. Sejumlah gejala tersebut manifestasinya timbul berupa keluhan
oleh tenaga kerja dan seringnya tenaga kerja tidak masuk kerja.
Beberapa bentuk kelelahan yang terjadi pada dunia kerja merupakan suatu
kondisi kronis ilmiah. Keadaan ini tidak hanya disebabkan oleh suatu sebab
tunggal seperti terlalu kerasnya beban kerja, namun juga oleh tekanan-tekanan
yang terakumulasi setiap harinya pada suatu masa yang panjang. Apabila keadaan
yang lebih tepat disebut kelelahan klinis atau kronis. Pada keadaan seperti ini,
gejalanya tidak hanya muncul selama periode stres atau sesaat setelah masa stres
tetapi cepat atau lambat akan sangat mengancam setiap saat. Perasaan lelah
kerapkali muncul ketika bangun di pagi hari, justru sebelum saatnya bekerja
misalnya berupa perasaan yang bersumber dari terganggungnya emosi. Sejumlah
orang kerapkali menunjukkan gejala-gejala seperti meningkatnya ketidakstabilan
jiwa, depresi, kelesuan umum seperti tidak bergairah kerja, dan meningkatnya
sejumlah penyakit fisik (Ramandhani, 2003).
Semua gejala tersebut terutama ditunjukkan dalam wujud keluhan
psikosomatis, dimana terjadi gangguan fungsional organ dalam tubuh atau
sirkulasi yang merupakan wujud eksternal akibat konflik psikologis dan
kesulitan-kesulitan lainnya. Bentuk umum dari gejala ini adalah sakit kepala, perasaan
pusing atau mabuk, sulit tidur, detak jantung yang tidak normal, keluar keringat
secara berlebihan (keringat dingin), kehilangan nafsu makan, dan masalah
pencernaan (nyeri lambung, diare, sembelit). Sama halnya dengan kelelahan
umum, munculnya tanda-tanda kelelahan psikosomatis berpengaruh juga pada
waktu-waktu absen dari pekerjaan. Hal ini menunjukkan bahwa penyebab
ketidakhadiran di tempat kerja karena yang bersangkutan membutuhkan waktu
istirahat yang lebih banyak. Tenaga kerja yang mempunyai masalah psikologis
dan kesulitan-kesulitan lainnya akan mudah untuk mengidap suatu bentuk
kelelahan kronis dan sulit melepaskan keterkaitannya dengan masalah kejiwaan.
Kenyataannya dalam kasus kelelahan kronis sebab dan akibatnya sangat sulit
terhadap pekerjaannya, terlalu mendesaknya pekerjaan atau suasana tempat kerja
yang tidak nyaman, atau sebaliknya tenaga kerja tersebut tidak mampu
menyesuaikan diri terhadap pekerjaan maupun terhadap suasana sekitarnya
(Ramandhani, 2003).
2.5 Penyakit Berhubungan dengan Kelelahan
Kelelahan berkepanjangan adalah yang dilaporkan sendiri, persisten
(konstan) kelelahan yang berlangsung setidaknya satu bulan. Kelelahan kronis
adalah kelelahan yang dilaporkan sendiri berlangsung setidaknya enam bulan
berturut-turut. Kelelahan kronis dapat berupa persisten atau kambuh. Kelelahan
kronis adalah gejala dari banyak penyakit dan kondisi. Menurut Kuswana (2014),
beberapa kategori utama penyakit yang berhubungan dengan kelelahan antara lain
sebagai berikut.
a. Penyakit autoimun seperti penyakit celiac, lupus, multiple sclerosis, myasthenia gravis, dan spondyloarthropathy.
b. Gangguan darah seperti anemia dan hemochromatosis.
c. Kanker dalam hal ini disebut kelelahan kanker.
d. Sindrom kelelahan kronis (CFS).
e. Penyalahgunaan narkoba termasuk penyalahgunaan alkohol.
f. Depresi dan gangguan mental lainnya yang menampilkan perasaan
depresi.
g. Gangguan makan yang dapat menghasilkan kelelahan karena gizi yang
h. Penyakit endokrin seperti diabetes melitus dan hipotiroidisme.
i. Fibromyalgia.
j. Penyakit jantung.
k. HIV.
l. Kesalahan metabolisme bawaan seperti fruktosa malabsorpsi.
m. Penyakit menular seperti infeksi mononucleosis.
n. Irritable Bowel Syndrome. o. Leukimia atau limfoma.
p. Kegagalan hati.
q. Penyakit Lyme.
r. Gangguan neurologis, seperti narkolepsi, penyakit parkinson, dan
sindrom pascagegar otak.
s. Trauma fisik dan kondisi nyeri penyebab lainnya seperti rheumatoid.
t. Kurang tidur atau gangguan tidur.
u. Stroke.
v. Uremia yang disebabkan oleh penyakit ginjal.
Kelelahan juga bisa sebagai efek samping dari obat tertentu misalnya
garam lithium, ciprofloxacin, beta blocker, yang dapat menyebabkan intoleransi
dan dalam pengobatan kanker khususnya kemoterapi dan radioterapi.
2.6 Mengatasi Kelelahan
Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai
kondisi pekerjaan dan lingkungan kerja di tempat kerja. Misalnya banyak hal
dapat dicapai dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, pengaturan cuti yang tepat, penyelenggaraan tempat
istirahat yang memperhatikan kesegaran fisik dan keharmonisan mental
psikologis, pemanfaatan masa libur dan peluang untuk rekreasi, dan lain-lain.
Penerapan ergonomi yang bertalian dengan perlengkapan dan peralatan kerja, cara
kerja serta pengelolaan lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan fisiologi dan
psikologi kerja merupakan upaya yang sangat membantu mencegah timbulnya
kelelahan. Demikian juga sangat besar peranan dari pengorganisasian proses
produksi yang tepat. Selain itu, upaya perlu ditujukan kepada pengendalian faktor
fisik seperti kebisingan, tekanan panas, ventilasi udara ruang kerja dan
penerangan serta pencahayaan di tempat kerja dengan menggunakan standar yang
bukan NAB melainkan standar yang lebih memberikan kesejukan bahkan
kenyamanan kepada faktor manusia dalam melakukan pekerjaannya (Suma’mur,
2009).
Menurut Ramandhani (2003), untuk mencegah dan mengatasi
memburuknya kondisi kerja akibat faktor kelelahan pada tenaga kerja, maka
disarankan hal-hal sebagai berikut.
1) Memperkenalkan perubahan pada rancangan produk (apabila perusahaan
menghasilkan produk barang).
2) Merubah metode kerja menjadi lebih efisien dan efektif.
3) Menerapkan penggunaan peralatan dan piranti kerja yang memenuhi
4) Menjadwalkan waktu istirahat yang cukup bagi seorang tenaga kerja.
5) Menciptakan suasana lingkungan kerja yang sehat, aman, dan nyaman bagi
tenaga kerja.
6) Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara periodik
untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan
solusi yang tepat.
7) Menerapkan sasaran produktivitas kerja berdasarkan pendekatan
manusiawi dan fleksibilitas yang tinggi.
2.7 Pengukuran Kelelahan
Menurut para ahli ergonomi, terdapat keterkaitan antara kelelahan dengan
tingkat stres, atau lebih tepatnya kelelahan dengan produktivitas kerja. Hal ini
ditunjukkan melalui reaksi tubuh terhadap jenis-jenis stres yang berbeda-beda.
Untuk itu perlu dilakukan pengukuran untuk mendapatkan solusi bagi
kecenderungan implikasi kelelahan yang diderita oleh tenaga kerja dan
pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan. Kesulitan terbesar dalam pengukuran
kelelahan adalah karena tidak adanya cara langsung yang dapat mengukur sumber
penyebab kelelahan itu sendiri. Tidak ada satupun ukuran yang mutlak dalam
pengukuran kelelahan. Menurut eksperimen yang pernah dilakukan, sejauh ini
pengukuran kelelahan hanya mampu mengukur beberapa manifestasi atau
indikator kelelahan saja. Namun demikian diantara sejumlah metode pengukuran
terhadap kelelahan, secara umum dikelompokkan sebagain berikut (Ramandhani,
1) Kualitas dan kuantitas kerja
2) Perekaman terhadap kelelahan menurut impresi subjektif
3) Electroencephalography (EEG)
4) Mengukur frekuensi subjektif kedipan mata
5) Pengujian psikomotorik
6) Pengujian mental
Menurut Suma’mur (2009), untuk mengetahui dan menilai kelelahan dapat
dilakukan pengukuran atau pengujian sebagai berikut.
1) Waktu reaksi (reaksi sederhana atas rangsang tunggal atau reaksi
kompleks yang memerlukan koordinasi)
2) Konsentrasi (pemeriksaan Bourdon Wiersma, uji KLT)
3) Uji fusi kelipan (flicker fusion test) 4) Elektroensefalogram (EEG)
Bentuk pengukuran dengan menggunakan metode-metode tersebut sering
dilakukan pada saat sebelum, selama, dan sesudah melakukan aktivitas suatu
pekerjaan dan sumber kelelahan dapat disimpulkan dari hasil pengujian tersebut.
Hasil dari suatu pengukuran mempunyai signifikasi yang sangat relatif, maka
hasilnya akan dibandingkan dengan kondisi tenaga kerja yang sehat, atau
setidaknya mereka berada pada kondisi yang tidak stres. Kondisi demikian
menyebabkan sampai saat ini tidak ada satupun cara pengukuran kelelahan yang
dianggap mutlak benar. Korelasi hasil pengukuran terhadap impresi perasaan
subjektif terlihat pada pelaksanaan pengukuran, yang menggunakan sekaligus
menjadi lebih akurat. Dengan demikian suatu pengukuran terhadap faktor fisik
didukung oleh perasaan subjektif sebelum pengujian kelelahan dilakukan dengan
tepat untuk menunjukkan suatu bentuk kelelahan tertentu (Ramandhani, 2003).
Sampai saat ini belum ada metode pengukuran kelelahan yang baku karena
kelelahan merupakan suatu perasaan subyektif yang sulit diukur dan diperlukan
pendekatan secara multidisiplin. Menurut Grandjean (dalam Santoso, 2013),
pengukuran kelelahan dapat dilakukan dengan berbagai cara sebagai berikut.
1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja
Pada metode kualitas dan kuantitas ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau
proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak
faktor yang harus dipertimbangkan seperti target produksi, faktor sosial,
dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat
menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah
merupakan causal factor. Kuantitas kerja dapat dilihat pada prestasi kerja yang dinyatakan dalam banyaknya produksi persatuan waktu. Sedangkan
kualitas kerja didapat dengan menilai kualitas pekerjaan seperti jumlah
yang ditolak, kesalahan, kerusakan material, dan sebagainya.
2) Perasaan kelelahan secara subjektif (Subjektive feelings of fatigue)
Subjective Self Rating Tes dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan kuesioner untuk mengukur tingkat kelelahan
10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan, meliputi perasaan berat di
kepala, lelah di seluruh badan, berat di kaki, menguap, pikiran kacau,
mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan kaku, berdiri
tidak stabil, ingin berbaring. Kemudian 10 pertanyaan tentang pelemahan
motivasi seperti susah berfikir, lelah untuk bicara, gugup, tidak
berkonsentrasi, sulit untuk memusatkan perhatian, mudah lupa,
kepercayaan diri berkurang, merasa cemas, sulit mengontrol sikap, tidak
tekun dalam pekerjaan. Dan 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan
fisik antara lain adalah sakit di kepala, kaku di bahu, nyeri di punggung,
sesak nafas, haus, suara serak, merasa pening, spasme di kelopak mata,
tremor pada anggota badan, merasa kurang sehat.
3) Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja (KAUPK2)
KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan Kerja) merupakan
parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja sebagai gejala
subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak menyenangkan.
Keluhan yang dialami pekerja setiap harinya membuat mereka mengalami
kelelahan kronis (Tarwaka dkk, 2004).
4) Pengukuran Gelombang Listrik pada Otak
Pengukuran gelombang listrik pada otak dilakukan dengan menggunakan
alat bantu berupa Electroencephalography (EEG) (Suma’mur, 2009). 5) Uji psiko-motor (psychomotor test)
Pada metode ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi,
timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau
dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala
lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya
pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada
proses faal syaraf dan otot.
6) Uji Hilangnya Kelipan
Evaluasi pada frekuensi flicker-fusion adalah suatu teknik untuk menggambarkan hasil yang realistis dan dapat diulang. Subjek (orang)
yang diteliti melihat pada sebuah sumber cahaya yang dinyalakan dengan
energi yang berfrekuensi rendah dan berkedip-kedip (flickering). Kemudian frekuensi berkedipnya dinaikkan sampai subjekya merasakan
bahwa cahaya yang berkedip tersebut sudah laksana garis lurus. Frekuensi
dimana cahaya yang berkedip dianggap sebagai garis lurus memberikan
kesan bahwa subjek yang diteliti berada pada kondisi lelah. Sedangkan
subjek yang lelah tidak mampu mendeteksi cahaya yang berkedip. Pada
saat istirahat fusing terjadi dengan 35 sampai 40 Hz (Nurmianto, 1998). Uji kelipan disamping untuk mengukur kelelahan kerja juga menunjukkan
Gambar 2.1 Alat Flicker FusionTest 7) Uji Mental
Pada metode ini, konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan
pekerjaan. Bourdon Wiersma test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian, dan konsentrasi. Hasil tes
akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat
kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya.
Tes ini lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau
pekerjaan yang lebih bersifat mental.
2.8 Pengertian Produktivitas
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik (barang atau jasa) dengan masukan yang sebenarnya atau dengan
kata lain diartikan sebagai ukuran efisiensi produktif, perbandingan antara hasil
input dan output (Sinungan, 2008). Input sering dibatasi dengan input tenaga kerja, sedangkan output diukur dalam kesatuan fisik bentuk dan nilai Greenberg
pada waktu tertentu dibagi dengan totalitas masukan selama periode tersebut.
Produktivitas juga diartikan sebagai berikut.
a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b. Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang
dinyatakan dalam satu-satuan (unit) umum. (Sinungan, 2008)
Produktivitas merupakan sikap mental yang selalu berusaha dan
mempunyai pandangan bahwa suatu kehidupan hari ini lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Secara teknis, produktivitas
merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai dan keseluruhan sumber daya
yang dipergunakan (Sunyoto, 2013). Produktivitas juga termasuk bagaimana
menghasilkan atau meningkatkan hasil barang dan jasa setinggi mungkin dengan
memanfaatkan sumber daya secara efisien. Oleh karena itu produktivitas sering
diartikan sebagai rasio antara keluaran dan masukan dalam satuan waktu tertentu.
Beberapa pengertian produktivitas yang lain antara lain sebagai berikut.
a. Dalam doktrin pada Konferensi Oslo 1984
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan
untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak
manusia dengan menggunakan sumber-sumber riil yang semakin sedikit
(M. Sinungan, 2008).
b. Menurut A. Blunchor dan E. Kapustin (dalam Sinugan, 2008),
produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif
diukur secara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang
efisiensi.
c. Produktivitas pada dasarnya akan berkaitan erat pengertiannya dengan
sistem produksi, yaitu sistem dimana terdapat faktor-faktor tenaga kerja
(direct atau indirect labor) dan modal atau kapital berupa mesin, peralatan kerja, bahan baku, bangunan pabrik dan lain-lain (Wignjosoebroto, 2008).
d. Menurut International Labour Organization (dalam Hasibuan, 2014), produktivitas adalah perbandingan secara ilmu hitung antara jumlah yang
dihasilkan dan jumlah setiap sumber yang dipergunakan selama proses
produksi berlangsung. Sumber-sumber itu dapat berupa tanah, bahan baku
dan bahan pembantu, pabrik, mesin-mesin, alat-alat serta tenaga kerja
manusia.
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai
produktivitas, maka dari itu produktivitas dikelompokkan menjadi tiga sebagai
berikut (Sinungan, 2008).
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah rasio
daripada apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada
c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
esensial yaitu investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset, manajemen, dan tenaga kerja.
Interaksi terpadu antara tiga faktor esensial produktivitas yaitu investasi,
manajemen dan tenaga kerja dijelaskan lebih rinci sebagai berikut.
a. Investasi
Komponen pokok dari investasi adalah modal karena modal merupakan
landasan gerak suatu usaha, namun modal saja tidak cukup dan harus
ditambah dengan komponen teknologi. Untuk berkembang menjadi bangsa
yang maju, diperlukan penguasaan teknologi terutama teknologi yang
dapat memberi dukungan kepada kemajuan pembangunan nasional.
b. Manajemen
Kelompok manajemen dalam organisasi bertugas pokok menggerakkan
orang lain untuk bekerja sedemikian rupa sehingga tujuan tercapai dengan
baik dan berdampak kepada produktivita yang baik.
c. Tenaga Kerja
Hal yang berkaitan dengan faktor tenaga kerja adalah motivasi
pengabdian, disiplin, etos kerja produktivitas dan hubungan industrial yang
harmonis dalam suasana keterbukaan.
Pengertian produktivitas dapat berbeda untuk setiap negara, tergantung
kepada potensi dan kelemahan yang ada, serta perbedaan aspirasi jangka pendek
pendidikan, jasa-jasa pelayanan dan sarana masyarakat, komunikasi serta
informasi.
2.9 Pengertian Produktivitas Kerja
Secara teknis produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang
dicapai dan keseluruhan sumber daya yang dipergunakan, sedangkan
produktivitas tenaga kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
pasar tenaga kerja per satuan waktu dan sebagai tolak ukur jika ekspansi dan
aktivitas dari sikap sumber yang digunakan selama produktivitas berlangsung
dengan membandingkan jumlah yang dihasilkan dengan setiap sumber yang
digunakan. Jadi produktivitas kerja adalah ukuran yang menunjukkan
pertimbangan antara input dan output yang dikeluarkan perusahaan serta peran tenaga kerja yang dimiliki per satuan waktu (Sunyoto, 2013).
Produktivitas kerja akan selalu dikaitkan dengan pengertian efektifitas dan
efisiensi kerja. Produktivitas sering didefinisikan dengan efisiensi dalam arti suatu
rasio antara keluaran (output) dan masukan (input). Rasio keluaran dan masukan ini dapat juga digunakan untuk menghampiri usaha yang dilakukan oleh manusia.
Sebagai ukuran efisiensi atau produktivitas kerja manusia, maka rasio tersebut
umumnya berbentuk keluaran yang dihasilkan oleh aktivitas kerja dibagi dengan
2.10 Faktor Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Faktor produktivitas manusia memiliki peran besar dalam menentukan
keberhasilan suatu perusahaan. Secara konseptual produktivitas manusia sering
disebut sikap mental yang selalu memiliki pandangan bahwa mutu kehidupan hari
ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Maka
produktivitas harus dapat ditingkatkan dengan berbagai faktor yang dapat
dipenuhi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi antara lain pendidikan dan
pelatihan keterampilan, gizi, nutrisi dan kesehatan, bakat atau bawaan motivasi,
kesempatan kerja, kesempatan manajemen dan kebijakan sarana pemerintah
(Wignjosoebroto, 2008).
2.11 Pengukuran Produktivitas
Pada tingkat sektoral dan nasional, produktivitas menunjukkan
kegunaannya dalam membantu mengevaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan
pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda unuk
menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu
sektor atau ekonomi, dan mengetahui pengaruh perdagangan internasional
terhadap perkembangan ekonomi. Indeks produktivitas juga bermanfaat dalam
menentukan perbandingan antara negara dan antara temporal seperti tingkat
pertumbuhan dan tingkat produktivitas. Pada tingkat perusahaan, pengukuran
produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa
dan pelaksanaan suatu sistem pengukuran, akan meninggikan kesadaran pegawai
dan minatnya pada tingkat dan rangkaian produktivitas. Kedua, diskusi tentang
gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode yang relatif kasar ataupun
dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun, ternyata memberi dasar bagi
penganalisa proses yang konstruktif atas produktif (Sinungan, 2008).
Secara umum, pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat
dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda sebagai berikut (Sinungan, 2008).
1) Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan
sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah
meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,
proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian
relatif.
3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang
terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan.
Untuk menyusun perbandingan-perbandingan ini diperlukan pertimbangan
tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran produktivitas. Paling
sedikit ada dua jenis tingkat perbandingan yang berbeda yaitu produktivitas total
dan produktivitas parsial (M. Sinungan, 2008).
Total produktivitas = Hasil total
Masukan total
Produktivitas parsial = Hasil parsial
Produktivitas perusahaan dapat dinyatakan sebagai berikut.
Produktivitas total = Hasil total
L+C+R+Q
L = Faktor masukan tenaga kerja
C = Faktor masukan modal
R = Masukan bahan mentah dan barang-barang yang dibeli
Q = Faktor masukan barang-barang dan jasa-jasa yang beraneka macam
Agar susunan daftar produktivitas dari waktu ke waktu sebanding, setiap
susunan daftar harus disesuaikan dengan nilai waktu dasar yang menggunakan
harga-harga paten. Oleh karena itu, melalui pengukuran produktivitas akan dapat
dihitung tenaga kerja, modal, serta faktor-faktor produktivitas lainnya.
2.12 Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Produktivitas tenaga kerja merupakan hal yang sangat menarik, karena
mengukur hasil-hasil tenaga kerja manusia dengan segala masalah-masalah yang
bervariasi khususnya pada kasus-kasus di negara-negara berkembang atau pada
semua organisasi selama periode antara perubahan-perubahan besar pada formasi
modal. Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut sistem pemasukan fisik
perorangan atau perjam kerja orang diterima secara luas. Dari sudut pandangan
atau pengawasan harian, pengukuran tersebut pada umumnya tidak memuaskan
karena adanya variasi dalam jumlah yang diperlukan untuk memproduksi satu unit
produk yang berbeda. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran waktu
tenaga kerja (jam, hari, atau tahun). Pengeluaran diubah dalam unit-unit pekerja
jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas
tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana sebagai
berikut.
hasil dalam jam-jam yang standar masukan dalam jam-jam waktu
Untuk mengukur produktivitas perusahaan dapat digunakan dua jenis ukuran jam
kerja manusia, yaitu jam kerja yang harus dibayar dan jam kerja yang harus
dipergunakan untuk bekerja. Jam kerja yang harus dibayar meliputi semua
jam-jam kerja yang harus dibayar ditambah dengan jam-jam-jam-jam yang tidak digunakan
untuk bekerja namun harus dibayar, liburan, cuti, libur karena sakit, tugas luar dan
sisa lainnya (Sinungan, 2008).
2.13 Pengaruh Produktivitas dengan Kelelahan Kerja
Terdapat keterkaitan yang erat antara kelelahan yang dialami oleh tenaga
kerja dengan kinerja perusahaan. Apabila tingkat produktivitas seorang tenaga
kerja terganggu yang disebabkan oleh faktor kelelahan fisik maupun psikis, maka
akibat yang ditimbulkannya akan dirasakan oleh perusahaan berupa penurunan
produktivitas perusahaan. Tenaga kerja sebagai aset investasi perusahaan perlu
dikelola dengan baik dan benar, antara lain dengan memperhatikan faktor-faktor
kemungkinan timbulnya kelelahan. Dengan peningkatan kinerja organisasi
melalui penanganan tata cara kerja yang ergonomis adalah salah satu cara untuk
meningkatkan produktivitas, khususnya apabila organisasi tersebut tidak memiliki
rancangan piranti kerja dan faktor-faktor fisik serta lingkungan kerja harus segera
dilakukan sehingga tercipta suasana lingkungan kerja yang aman, nyaman, sehat
dan kondusif.
2.14 Kerangka Konsep
Dari hasil tinjauan kepustakaan serta masalah penelitian yang telah
dirumuskan, maka dikembangkan suatu kerangka konsep. Kerangka konsep
penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang
lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010). Maka kerangka konsep
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 2.2 Kerangka Operasional Variabel Independen
Kelelahan Kerja
Variabel Dependen