• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Mikroorganisme pada Kuku Anak SDN 060922 JL. Kemuning KEL. TJ. Rejo KEC. Sunggal Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Mikroorganisme pada Kuku Anak SDN 060922 JL. Kemuning KEL. TJ. Rejo KEC. Sunggal Tahun 2014"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Kuku

Kuku sebagai tambahan dari kulit, merupakan lempeng tanduk yang bertugas melindungi ujung-ujung jari tangan dan kaki (Tresna, 2010). Selain itu,  sepanjang evolusi manusia, kuku berfungsi untuk menggaruk dan pertahanan, serta untuk fungsi tangan optimal. Tanpa kuku, sensitifitas jari dapat berkurang sebanyak 50%, dan kemampuan memegang sulit, karena tidak ada tekanan kuku terhadap jari (Wegener dan Johnson, 2010).

Struktur kuku yang terdapat dalam Syaifuddin (2009) dasar kuku mengandung lapisan-lapisan epidermis dan dermis, di bawahnya mempunyai rabung memanjang. Di sini terdapat kelenjar keringat dan folikel. Sel-selnya banyak mengandung fibril sitoplasma yang hilang pada tahap akhir setelah sel menjadi homogen (berstruktur sama) lalu menjadi zat tanduk, dan menyatu dengan lempeng kuku. Pada lapisan dalam matriks kuku mengandung melanosit sehingga lempeng kuku mungkin berpigmen pada ras hitam. Lempeng kuku terdiri atas sisik epidermis yang menyatu erat dan tidak mengelupas, badan kuku berwarna bening sehingga kelihatan kemerahan karena ada pembuluh kapiler darah di dalam dasar kuku. Sel-sel stratum korneum meluas dari dinding kuku ke permukaan lempeng kuku sebagai epikondrium atau kutikula.

Di dalam Junqueira dan Carneiro (2007) juga disebutkan bahwa lempeng kuku yang hampir transparan dan epitel tipis dari dasar kuku merupakan “jendela petunjuk” yang berguna untuk mengetahui jumlah oksigen dalam darah dengan melihat warna darah dalam pembuluh dermis.

(2)

Menurut Baran, Dawber, Haneke, Toste, dan Bristow (2003) anatomi mikroskopis kuku adalah sebagai berikut:

1. Lipatan Kuku (Nail Fold)

Lipatan kuku proksimal mirip dengan struktur kulit tetapi biasanya tidak memiliki kelenjar sebasea. Dari area distal sampai proksimal lipatan kuku, kutikula menggambarkan atau mencerminkan permukaan lempeng kuku. kutikula terdiri dari modifikasi stratum korneum dan berfungsi untuk melindungi struktur di dasar kuku, khususnya matriks germinativum dari lingkungan tidak baik seperti iritasi, alergi, serta bakteri dan jamur patogen.

2. Matriks Kuku (Nail Matrix)

Proksimal (dorsal) dan distal (intermediet) matriks kuku menghasilkan bagian yang penting bagi kuku. seperti halnya epidermis kulit, matriks memiliki lapisan pemisah basal yang menghasilkan keratinosit. Keratinosit inilah yang mengeras lalu mati, serta memberikan kontribusi pada lempeng kuku. Matriks kuku juga mengandung melanosit yang menyebabkan pigmentasi pada keratinosit. Dalam keadaan normal, pigmen tidak terlihat pada orang berkulit putih. Tetapi pada kebanyakan orang yang berkulit hitam menunjukkan melanogenesis yang tidak sempurna.

3. Palung Kuku (Nail Bed)

Palung kuku terdiri dari epidermis dan bagian dermis yang mendasari penutupan periosteum falang distal. Terdapat pembuluh darah, limfatik, dan sel-sel lemak.

4. Lempeng atau Badan Kuku (Nail Plate)

(3)

tembaga, mangan, seng, dan besi. Konsentrasi kalsium pada kuku 10 kali lipat dari pada rambut. Kalsium tidak secara signifikan berkontribusi untuk membuat kuku menjadi keras. Kekerasan kuku terutama dikarenakan adanya protein belerang yang padat dari matriks. Kelengkungan normal kuku berkaitan dengan bentuk tulang falang yang mendasari lempeng kuku, yang secara langsung diikat oleh jaringan ikat antara epitel subungual dan periosteum.

Adapun bagian-bagian kuku menurut Tresna (2010) yaitu sebagai berikut: 1. Badan kuku atau lempeng kuku (nail plate) yaitu bagian yang kelihatan

dari kuku yang berada di atas palung kuku mulai dari atas batas akar sampai tepi ujung lepas.

2. Akar kuku (free edge) yaitu akar kuku berada pada dasar kuku dan tersembunyi dibawah kulit, akar kuku berasal dari jaringan yang tumbuh yaitu matriks atau kandungan kuku.

3. Ujung lepas yaitu merupakan bagian yang berbatasan dengan badan kuku dan ujung jari.

Selain itu Tresna (2010) juga menjelaskan jaringan-jaringan yang berbatasan dengan kuku, yaitu :

1. Palung Kuku

Bagian dari kulit tempat kuku berada. Palung kuku banyak terdapat pembuluh darah yang menyediakan makanan untuk pertumbuhan yang terus-menerus bagi kuku. Palung kuku juga terdapat urat syaraf.

2. Kandungan kuku

Bagian palung kuku yang berada di bawah akar kuku dan banyak terdapat urat syaraf, getah bening, dan pembuluh darah. Bulan sabit (lanula) kelihatan keputih-putihan, yang berada di dasar (bawah) badan kuku. Warna pucat pada lanula disebabkan pemberian darah berkurang di sekitar perkandungan kuku.

(4)

4. Eponychium yaitu sambungan dari cusificle, yaitu badan kuku yang menutupi lanula.

5. Hyponichium yaitu bagian dari epidermis yang berada di bawah ujung

lepas.

6. Mantel atau penutup kuku yaitu lipatan yang berada di kulit dan tempat akar kuku.

7. Dinding kuku yaitu lipatan-lipatan kecil kulit yang menutupi pinggir-pinggir kuku.

8. Alur kuku yaitu lipatan yang dalam di kedua samping badan kuku.

Gambar 2.1. Anatomi Kuku

Sumber: Baran, Dawber, Haneke, Toste dan Bristow, 2003

2.2. Pertumbuhan Kuku

(5)

dibandingkan pada musim dingin. Kuku anak-anak tumbuh lebih cepat daripada orang dewasa. Kuku jari tengah tumbuh paling cepat sedangkan kuku jari jempol tumbuhnya paling lambat. Walaupun kuku jari kaki tumbuhnya lebih lambat daripada kuku jari tangan, namun lebih tebal dan lebih keras. Adapun menurut Rao et al. pertumbuhan kuku berkurang sekitar 0,5% pertahun antara usia 20 tahun sampai 100 tahun.

Untuk proses pertumbuhan kuku menurut Junqueira dan Carneiro (2007) dimulai dari epitel lempeng kuku yang timbul dari matriks kuku. Ujung proksimal matriks meluas ke dalam akar kuku. Sel-sel matriks membelah, bergeser ke distal, dan akhirnya mengalami kornifikasi yang membentuk bagian proksimal lempeng kuku. Lempeng kuku kemudian bergeser ke depan di atas dasar kuku. Ujung distal lempeng menjadi bebas dari dasar kuku.

2.3. Histologi Kuku

Kuku adalah lempeng sel epitel berkeratin pada permukaan dorsal setiap falang distal. Bagian proksimal kuku yang tersembunyi dalam alur kuku adalah akar kuku. Stratum korneum epitel kuku membentuk eponikium atau kutikula. Lempeng kuku yang sesuai dengan stratum korneum kulit, terletak di dasar epidermis yang disebut dasar kuku. Hanya stratum basal dan stratum spinosum yang terdapat dalam dasar kuku (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Kutikula terdiri dari stratum korneum yang dimodifikasi dan untuk melindungi struktur dasar kuku, khususnya matriks germinativum, dari lingkungan yang buruk seperti iritasi, alergen, bakteri patogen dan jamur patogen (Baran, Dawber, Haneke, Tosti, dan Bristow, 2003).

2.4. Flora Normal Kuku

(6)

2.4.1. Staphylococcus sp.

ORDO : Eubacteriales FAMILI : Micrococcaceae GENUS : Staphylococcus

Untuk spesies, bakteri ini memiliki sedikitnya 30 spesies, tetapi yang akan dibahas hanya Staphylococcus aureus dan Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus sp. merupakan gram positif berbentuk bulat biasanya tersusun

dalam bentuk kluster yang tidak teratur seperti anggur, berdiameter 1 µm, bersifat nonmotil dan tidak membentuk spora. Dibawah pengaruh obat seperti penisilin, bakteri ini mengalami lisis. Staphylococcus sp. hidup bebas di lingkungan dan membentuk kumpulan yang teratur terdiri atas empat atau delapan kokus (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Staphylococcus sp. tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi

(7)

Tabel 2.1. Perbedaan sifat dari Spesies Staphylococcus sp. Staphylococcus

aureus

Staphylococcus

epidermidis

Warna koloni Kuning-putih Putih

Hemolisis (agar darah) + ±

Pertumbuhan (anaerob) + +

Koagulase + -

Peragian glukosa + +

Peragian manitol + -

Endonuklease termo-resisten + -

Protein A + -

Novobiosin S S

Asam teikhoat

- Ribitol-N-asetilglukosamin + -

- Gliserol-glukosa - +

- Gliserol-N-asetilglukosamin - -

Sumber: Syahrurachman et al., 1994

Asam teikhoat merupakan polimer gliserol atau ribitol fosfat, diikat ke peptidoglikandan dapat menjadi antigenik. Antobodi asam anti teikhoat ini yang dapat dideteksi melalui difusi gel yang dapat ditemui pada pasien endokarditis aktif yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus. Antibodi terhadap asam teikhoat ini dapat dideteksi pada infeksi yang sudah lama (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Protein A merupakan komponen dinding sel pada kebanyakan Staphylococcus aureus dan telah menjadi reagen yang penting dalam imunologi

dan teknologi laboratorium diagnostik. Sebagai contoh, protein A yang dilekati oleh molekul IgG terhadap antigen bakteri spesifik akan mengaglutinasi bakteri yang mempunyai antigen tersebut (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

(8)

mengahasilkan berbagai toksin dan enzim ekstraseluler. Toksin dan enzim tersebut adalah sebagai berikut:

 Katalase berfungsi mengubah hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Tes katalase juga dapat dilakukan untuk membedakan Staphylococcus sp. positif dari Streptococcus sp. negatif.

 Koagulase dihasilkan oleh Staphylococcus aureus. Koagulase merupakan protein yang menyerupai enzim yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan oksalat atau sitrat dengan adanya suatu faktor yang ada pada serum. Produksi koagulase dapat sinonim dengan invasi potensial patogenik.

 Enzim lain yang dihasilkan oleh Staphylococcus sp. yaitu hyaluronidase atau faktor penyebaran, stafilokinase yang bekerja sebagai fibrinolisis tetapi lebih lambat daripada streptokinase, lalu yang lainnya proteinase, lipase, dan beta-laktamase.

 Eksotoksin meliputi alfatoksin (hemolisin) dan beta toksin. Alfatoksin (hemolisin) merupakan protein heterogen, toksin ini dapat melisiskan eritrosit dan merusak platelet serta mempunyai aksi yang sangat kuat terhadap otot polos vaskular. Toksin ini juga dimungkinkan sama dengan faktor letal dan faktor dermonekrotik dari eksoktoksin. Selanjutnya beta toksin dapat menurunkan kadar sfingomyelin dan toksik pada beberapa jenis sel, termasuk sel darah merah manusia.

 Lekosidin merupakan toksin Staphylococcus aureus yang dapat membunuh sel darah putih binatang.

 Toksin eksofaliatif juga merupakan toksin Staphylococcus aureus.

 Toksin sindroma syok toksik (toxic shock syndrome toxin) secara struktural sama dengan enterotoksin B dan C. Toksin ini menyebabkan demam syok, yang dapat mengenai banyak sistem, termasuk ruam kulit deskuamatif. Pada Staphylococcus aureus yang diisolasi ditemukan sekitar 20% gen Toxic Shock Syndrome Toxin-1 (TSST-1).

(9)

makanan yang mengandung protein dan karbohidrat. Ingesti 25 mg enterotoksin B dapat menyebabkan muntah dan diare. Muntah disebabkan oleh pengaruh emetik enterotoksin yang dapat merangsang pusat muntah di sistem saraf pusat setelah terjadi aksi toksin pada reseptor saraf di usus halus. Hal ini juga sama seperti yang disampaikan oleh Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003) dalam bukunya, yaitu Staphylococcus sp. dapat menyebabkan keracunan makanan akibat

menelan makanan yang telah terkontaminasi dengan enterotoksin bakteri ini. Enterotoksin ini adalah protein dengan berat molekul 35.000 Da dan tahan terhadap pemanasan/pendidihan selama 30 menit.

Keracunan makanan oleh Staphylococcus sp. ini ditandai dengan periode inkubasi yang pendek (1-8 jam) dengan mual yang hebat, muntah, diare, tetapi tidak demam, dan cepat sembuh (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Gambar 2.2. Struktur antigen Staphylococcus sp. Sumber: Brooks, Butel, dan Morse, 2005

(10)

 Kontak langsung dengan peradangan pada kulit dan kuku seseorang. Penularan bisa terjadi apabila kulit yang meradang tersebut tidak intak, misalnya lesi.

 Penularan melalui udara (airborne).

a. Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus epidermidis merupakan penduduk paling banyak di kulit

dan pada beberapa tempat dapat menjadi flora aerobik residen lebih dari 90% (Baron S, 1996). Untuk koloni bakteri ini biasanya berwarna abu-abu hingga putih terutama pada isolasi primer, beberapa koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang diperpanjang dan tidak ada pigmen yang dihasilkan secara anaerobik atau pada media cair (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Bakteri ini tidak memproduksi koagulase dan cenderung menjadi non hemolitik sehingga jarang menyebabkan supuratif tapi dapat menginfeksi prostesa di bidang ortopedi atau kardiovaskular atau juga dapat menyebabkan penyakit pada orang dengan daya tahan tubuh menurun (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

b. Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus adalah gram positif, kokus koagulase positif pada

famili Staphylococcaceae (The Center for Food Security & Public Health and Institute for International Cooperation in Animal Biologics, 2014) dan

berdiameter 1-1,3 µm serta menghasilkan enterotoksin (Food Doctors, 2008).  Bakteri ini membentuk koloni abu-abu sampai kuning emas (Brooks, Butel, dan Morse, 2005). Organisme ini dapat tumbuh dengan dan atau tanpa oksigen (anaerobik fakultatif) dan bersifat oksidase negatif (Food Doctors, 2008). Bakteri ini oportunistik patogen sering pembawa asimtomatis pada tubuh manusia (The Center for Food Security & Public Health and Institute for International

Cooperation in Animal Biologics, 2014).

Staphylococcus aureus dapat dibedakan dari Staphylococcus epidermidis,

(11)

juga menyebabkan sejumlah penyakit lain, seperti luka infeksi dan keracunan darah (sepsis), toxic shock, dan lain-lain. Staphylococcus sp. ini dapat mengkontaminasi makanan melalui kontak dengan tangan yang terkontaminasi, bahan-bahan dan permukaan-permukaan, dan bisa juga melalui udara, contohnya seperti batuk (Food Doctors, 2008).

Rantai Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) telah memiliki gen yang membuat mereka resisten terhadap semua antibiotik beta laktam (The Center for Food Security & Public Health  and Institute for International Cooperation in Animal Biologics, 2014).

Tabel 2.2. Batas pertumbuhan Staphylococcus aureus

No. PARAMETER NILAI LAPORAN

1. Temperatur

Minimum temperature 8°C

Optimum temperature 35°C-37°C

Maksimum temperature 45°C

2. Water activity (aw)

Minimum aw 0,86-0,84

3. pH

Minimum pH 4,5

Optimum pH 7,0-7,5

Maksimum pH 9,3

Sumber: Food Doctors, 2008

(12)

Gambar 2.3. Staphylococcus aureus pada mikroskop elektron Sumber: Food Doctors, 2008

Penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri ini dapat berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pascaoperasi infeksi Staphylococcus sp. atau infeksi yang menyertai trauma (osteomielitis kronik setelah patah tulang terbuka, meningitis yang menyertai patah tulang tengkorak). Sedangkan jika bakteri ini menyebar dan terjadi bakterimia maka bisa terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenus akut meningitis atau infeksi paru-paru (Brooks, Butel, dan Morse, 2005).

Selain itu menurut Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003) bentuk klinis lainnya yang tergantung dari bagian tubuh yang terkena infeksi yaitu:

 Kulit: furunkel, karbunkel, impetigo, scalded skin syndrome, dan lain-lain.

 Kuku: paronikia  Tulang: osteomielitis

 Sistem pernapasan: tonsillitis, bronkhitis, dan pneumonitis.  Otak: meningitis dan ensefalomielitis

(13)

2.4.2. Micrococcus sp.

FAMILI : Micrococcaceae GENUS : Micrococcus

Micrococcus sp. tidak sebanyak Staphylococcus sp. dan Diphtheroid sp..

Bagaimanapun frekuensi Micrococcus sp. ada pada kulit normal. Micococcus luteus adalah spesies predominan, biasanya jumlahnya 20 sampai 80 persen dari

isolasi Micrococcus sp. kulit (Baron S, 1996). Adapun menurut Holt et al. (1994); Buchanan dan Gibbons (1974) dalam Thoyib, Setyaningsih, dan Suranto (2007), bentuk dari Micrococcus sp. adalah bulat, ukurannya 0,5-2,0 µm, koloninya berwarna kuning atau merah. Bakteri ini merupakan bakteri aerob, katalase positif, ada juga negatif, dan suhu untuk pertumbuhannya 25-37°C.

Menurut Holt et al. (1994); Buchanan dan Gibbons (1974) dalam Thoyib, Setyaningsih, dan Suranto (2007), Micrococcus luteus adalah bakteri gram positif, ukurannya 2-3 mm, nonmotil, tidak membentuk asam dari glukosa, xilosa, dan laktosa. Bakteri ini dapat menghidrolisis gelatin, uji oksidase positif, tumbuh pada suhu 37°C, koloninya berbentuk bundar, tepian berombak, dan warna kuning.

2.4.3. Diphtheroid sp. (Coryneform)

Bakteri ini adalah bakteri gram-positif dan berbentuk batang (Kosuge, Teare, dan MacDowell, 2010). Menurut Brooks, Butel, dan Morse (2005) bakteri ini tumbuh secara aerob pada media laboratorium biasa dan bisa tumbuh lebih mudah pada medium serum Loeffler. Selain itu bakteri ini nonmotil dan tidak berkapsul (Zakikhany dan Efstratiou, 2012). Untuk ukurannya menurut Syahrurachman et al. (1994) 1,5- 5um x 0,5-1 um dan biasanya salah satu ujungnya menggembung sehingga berbentuk gada, tidak berspora, dan tidak tahan asam. Dalam preparat sering tampak membentuk susunan huruf-huruf V, L, Y, tulisan cina atau anyaman pagar (palisade). Granula metakhromatik Babes-Ernst dapat dilihat dengan pewarnaan Neisser atau biru metilen Loeffler. Namun pemeriksaan granula metakhromatik ini tidak spesifik.

(14)

sampai hitam. Selain itu menurut Brooks, Butel, dan Morse (2005) pada media agar darah, koloni bakteri ini kecil, granuler, dan berwarna abu-abu dengan tepi yang tidak teratur serta ditemukan adanya zona hemolisis yang sempit.

Bakteri ini menghasilkan eksotoksin sehingga menyebabkan difteria pada manusia. Sejumlah kecil toksin yang diabsorbsi dari infeksi kulit dapat memicu timbulnya antibodi antitoksin dan bakteri ini tidak harus bersifat toksigenik untuk menimbulkan infeksi lokal Brooks, Butel, dan Morse (2005).

2.4.4. Streptococcus sp.

FAMILI : Streptococcaceae GENUS : Streptococcus

Streptococcus sp. merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat,

mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama pertumbuhannya dan membelah diri dengan arah memanjang pada sumbu dari rangkaian tersebut. Pada umur biakan tertentu dan bila bakteri ini mati, mereka akan kehilangan sifat gram-positif dan kemudian berubah menjadi gram negatif, hal ini dapat terjadi setelah dilakukan inkubasi selama semalam (Brooks, Butel, dan Morse, 2005). Pada agar darah spesies ini menunjukkan derajat yang bervariasi untuk hemolisis, hemolisis diproduksi oleh koloni pada agar darah (Public Health England, 2014). Selain itu bakteri ini dieramkan 18-24 jam pada agar darah, koloninya tampak kecil-kecil dengan ukuran kurang dari 1mm, bentuk koloninya bulat seperti bintik-bintik kecil, dan warnanya bening sampai opaque (Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003).

Streptococcus sp. adalah anaerobik fakultatif dan tidak menghasilkan

katalase (Public Health England, 2014). Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang heterogen sehingga begitu banyak klasifikasinya, tapi menurut Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003) klasifikasi bakteri ini dapat dibedakan berdasarkan tipe hemolisis pada agar darah, yaitu:

(15)

a. Streptococcus viridans (Streptococcus hemolitik-alfa)

Bakteri ini merupakan flora normal pada saluran pernafasan atas dan berperan penting untuk menjaga kesehatan membran mukosa disana (Brooks, Butel, dan Morse, 2005). Menurut Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003) koloni bakteri ini pada agar darah terlihat zona hemolisis yang sempit, artinya sel darah merah pada inner zone dari agar darah tidak terjadi hemolisis, sedangkan pada outer zone terjadi hemolisis komplit. Sering terdapat warna kehijauan pada daerah sekitar koloni karena adanya pembentukan unidentified reductants of haemoglobin.

b. Streptococcus pyogenes (Streptococcus Beta Hemolitycus Group A)

Menurut Syahrurachman et al. (1994) bakteri ini berdiameter 0,5-1 µm, tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan 37°C, dan pertumbuhannya cepat berkurang pada 40°C. Pembenihannya pada agar darah, tumbuh dalam beberapa jam atau hari. Selain itu menurut Dzen, Roekistiningsih, Santoso, dan Winarsih (2003) bakteri ini menyebabkan zona hemolisis yang luas dan terang di sekitar koloninya pada agar darah, itu disebabkan karena adanya streptolisin yang dihasilkan bakteri ini sendiri. Selain itu penyakit yang dapat disebabkan oleh bakteri ini menurut Syahrurachman et al. (1994) adalah:

 Erisipelas

 Sepsis puerpuralis  Sepsis

 Radang tenggorok  Impetigo

 Endokarditis bakterialis

c. Streptococcus hemolitik-gama (Non-hemolytic Streptococcus)

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Kuku
Tabel 2.1. Perbedaan sifat dari Spesies Staphylococcus sp.
Gambar 2.2. Struktur antigen Staphylococcus sp.
Tabel 2.2. Batas pertumbuhan Staphylococcus aureus
+2

Referensi

Dokumen terkait