1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani (daging, ikan, susu). dan nabati (tahu, tempe). Dari segi nutrisi, protein hewani memiliki komposisi protein yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati,namun di Indonesia konsumsi protein hewani masih tergolong rendah, hal ini diakibatkan karena tingginya harga protein hewani.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan protein masyarakat yaitu dengan meningkatkan konsumsi terhadap protein nabati, misalnya kedelai. Kedelai merupakan sumber protein nabati yang memiliki daya cerna tinggi dan harga yang relatif murah dibandingkan dengan harga protein hewani.Di Indonesia kebutuhan kedelai mencapai 3 juta ton pertahun, dimana 800 ribu ton pertahun merupakan hasil produksi dalam negeri dan hampir 60% merupakan impor dari luar. Dari segi proteinnya, kedelai mengandung sekitar 35% protein, bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya mencapai 35-40%.
Kedelai memiliki asam amino pembatas yaitu metionindan sistin, sedangkan kandungan lisin dan treoninnya sangat tinggi. Hal tersebut sangat menguntungkankarena pada umumnya bahan pangan bijian sangat miskin akan lisin. Kedelai mengandung lemak sekitar 18 -20 %, 85 % di antaranya merupakan asam lemak tidak jenuh. Lemak kedelai mengandung asam lemakesensial yang cukup, yaitu asam linoleat (Omega 6) serta linolenat (Omega 3), dan salah satu
2
produk olah kedelai yang dapat memenuhi kebutuhan protein diantaranya yaitu tahu.
Tahu memiliki nilai gizi yang tinggi dan harga yang relatif murah. Di Indonesia tahu memiliki tempat tersendiri untuk masalah pangan, dimana tahu merupakan salah satu pangan yang disukai oleh masyarakat Indonesia.Sebagai hasil olahan kacang kedelai, tahu merupakan makanan andalanyang mengandung protein hampir sama dengan protein daging,dapat digunakan untuk perbaikan gizi, mempunyai komposisi asam amino lengkap dan diyakini memiliki daya cerna tinggi. Kandungan gizi dalam tahu, sedikit lebih rendah dibandingkan telur, daging dan ikan,namun dengan harga yang relatif murah, masyarakat cenderung lebih memilih tahu sebagai bahan makanan pengganti protein hewani dalam memenuhi kebutuhan gizinya.
Tingginya tingkat konsumsi tahu di masyarakat ditandai dengan banyaknya bermunculan industri tahu khususnya industri menengah dan skala rumah tangga,namun terdapat salah satu kendala dalam hal produksi tahu jika dilihat dari masa simpannya yang relatif singkat yaitu sekitar 1-2 hari. Tahu mudah mengalami kerusakan karena kandungan protein dan airnya yang relatif tinggi, sehinggga diperlukan penanganan yang lebih baik.
Rendahnya masa simpan tahu tersebut mengakibatkan tahu tidak dapat didistribusikan ke tempat yang berjarak jauh, dan produksinya pun harus dilakukan tiap hari untuk menghindari kebusukan. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu usaha pengawetan untuk mengatasi masalah tersebut, sehingga tahu yang dihasilkan memiliki masa simpan yang lebih lama. Salah satu pengawet alami yang diharapkan dapat meningkatkan masa simpan tahu adalah kitosan.
3
Kitosan adalah turunan kitin yang hanya dibedakan oleh gugus radikal CH3 CO- pada struktur polimernya. Kitosan merupakan senyawa kimia yang berasal dari bahan hayati kitin, suatu senyawa organik yang melimpah di alam ini setelah selulosa. Kitin dapat diperoleh dari kerangka hewan invertebrata dari kelompok Arthopoda sp, Molusca sp, Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp, dan beberapa dari kelompok jamur, dan juga banyak ditemukan pada bagian insang, trachea, dan dinding usus ikan serta banyak terdapat pada kulit cumi-cumi. Sumber utaman kitosan adalah cangkang Crustaceae sp, yaitu udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya, terutama yangberasal dari laut.
Kitosan adalah senyawa organik turunan kitin, yang dewasa ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, antara lain membersihkan dan menjernihkan air, immobilasi enzim sel bakteri, dan pengawet bahan makanan. Kitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal antara produk dan lingkungannya.
Salah satu mekanisme yang mungkin terjadi dalam pengawetan makanan yaitu senyawa kitosan memilikikemampuan untuk berinteraksi dengan senyawa pada permukaan sel bakteri kemudian teradsorbsi membentuksejenis layer (lapisan) yang dapat menghambat saluran transportasi sel sehingga sel mengalami kekurangan substansiuntuk berkembang dan mengakibatkan matinya sel. Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjaudari segi kimiawi juga aman karena dalam prosesnya kitosan cukup dilarutkan dengan asam asetat encer (2%)hingga membentuk larutan kitosan homogen yang relatif lebih aman.
4
Perkembangan penggunaan kitosan meningkat sejak tahun 1940-an terlebih dengan makin diperlukannya bahan alami oleh berbagai industri sekitar tahun 1970-an. Penggunaan kitosan terutama aplikasi dibidang farmasi, kesehatan, industri membran, biokimia, bioteknologi, pangan, pengolahan limbah, kosmetik, industri perkayuan, polimer, dan industri kertas.
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mempertahankan mutu tahu dengan menggunakan pengawet alami yaitu kitosan. Hal-hal tersebutlah yang mendorong penulis memilih judul “Pengaruh Konsentrasi Larutan Kitosan Jeruk Nipis dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tahu Segar”.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi larutan kitosan jeruk nipis serta lama penyimpanan terhadap mutu tahu segar.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumber informasi kepada masyarakat dalam meningkatkan daya simpa tahu segar.
2. Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.. Hipotesis Penelitian
Ada pengaruh larutan kitosan jeruk nipis dan lama penyimpanan serta interaksinya terhadap mutu tahu segar.