Makalah
Peer Teaching Calon Dosen Meeting Room, FTK - 15 Mei 2017
Disusun oleh: Sulanam, M.Pd.
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Posisi Auditing dalam Lembaga Pendidikan
1Sulanam2
Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
sulanam@uinsby.ac.id
Mendiskusikan posisi auditing bagi lembaga pendidikan, tentu tidak bisa
dilepaskan dari diskusi tentang mutu, penjaminan mutu, dan pengendalian mutu
pendidikan. Kenapa demikian? Audit erat kaitannya dengan kegiatan komparasi
antara standar yang ditetapkan dengan fakta yang terjadi di lapangan.
Standar-standar tersebut merupakan acuan yang harus dicapai oleh suatu lembaga
pendidikan. Biasanya pemerintah telah menentapkan sejumlah standar yang harus
dicapai, dan pada giliran berikutnya lembaga pendidikan dapat menetapkan
standar sesuai dan atau melampaui standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Lembaga pendidikan tidak diperkenankan menetapkan standar, kurang dari
standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah secara nasional.
Standar ini kemudian dikenal sebagai baku mutu pendidikan, yang
keberadaannya harus diikuti dan atau didetailkan lebih banyak lagi (secara
kuantitas) dan lebih dalam atau tinggi lagi (secara kualitas). Mutu standar ini
disusun sedemikian rupa dan dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan. Secara
internal lembaga pendidikan sebagai penyelenggara pendidikan diharapkan dapat
menterjemahkan secara baik dan melampaui dari apa yang telah ditetapkan secara
nasional oleh pemerintah. Ketetapan-ketetapan terstandar yang disusun oleh
1 Makalah ini merupakan bab dari rencana modul matakuliah Auditing pendidikan pada Program Studi Manajemen Pendidikan Islam, disusun sebagai bahan presentasi pada forum “Peer Teaching Calon Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Ampel Surabaya” pada 16 Mei 2017 di Ruang Rapat Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Sunan Ampel Surabaya.
penyelenggara pendidikan ini selanjutnya dijamin dengan cara menyusun
standar-standar mutu, dan dikendalikan dengan cara dikontrol secara ketat agar mutu
standar dapat dicapai.
Tulisan ini bertujuan memberi konteks posisi auditing bagi lembaga
pendidikan di Indonesia. Untuk memahami posisi auditing, perlu kiranya
disajikan terlebih dahulu pembahasan mengenai penjaminan mutu. Pembahasan
mengenai penjaminan mutu ini tidak lain bahwa auditing merupakan bagian tak
terpisahkan dari kegiatan penjaminan mutu. Audit merupakan bagian dari fungsi
penjaminan mutu.3 Audit merupakan hal yang penting karena digunakan untuk
mengkomparasikan fakta lapangan dengan standar yang ditetapkan. Selain itu,
hasil audit juga berguna sebagai laporan kepada pihak manajemen dalam
melakukan peningkatan mutu pendidikan.
A. Penjaminan dan Pengendalian Mutu Pendidikan
Seiring dengan perkembangan zaman, diskusi tentang mutu pendidikan
semakin intensif mengemuka. Hal ini dilandasi oleh semangat untuk
memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan, pengguna, ataupun
pemakai jasa pendidikan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung.
Bermutu adalah terpenuhinya kebutuhan pelanggan,4 tak terkecuali lembaga
pendidikan. Baik pendidikan dasar menengah maupun pendidikan tinggi,
memiliki tanggungjawab yang sama dalam memberikan layanan yang terbaik
bagi penggunanya (siswa, mahasiswa). Meski keberadaan lembaga pendidikan
yang notabene adalah penyedia layanan jasa non profit, tanggungjawab
terhadap mutu yang baik mutlak diperhatikan guna menghasilkan layanan
paripurna bagi penggunanya. Dalam diskursus kekinian lembaga pendidikan
kemudian menggunakan konsep manajemen mutu, yang telah lebih dahulu
digunakan oleh dunia perusahaan.
3 Ibid.
4 J.P. Russell, ed., The ASQ Auditing Handbook; Principles, Implementation, and Use, 3rd ed.
Dalam sistem manajemen mutu, terdapat dua aspek mutu yang saling
berkaitan yakni antara penjaminan mutu (quality assurance) dengan
pengendalian mutu (quality control).5 Penjaminan mutu atau biasa dikenal
dengan quality assurance berorientasi pada proses. Artinya, proses yang
berlangsung diharapkan sesuai dengan standar yang ditentukan, sehingga
diperoleh jaminan (perlindungan) bahwa pelanggan terhindar dari
kemungkinan terjadinya kerugian/cacat mengenai suatu produk atau
pelayanan/jasa (pendidikan).6 Sedangkan pengendalian mutu atau quality
control merupakan konsep yang berorientasi pada output. Pengendalian mutu
merupakan suatu sistem untuk mendeteksi terjadinya penyimpangan kualitas
unsur output dilihat dari standar yang ditetapkan. pengendalian mutu berfungsi
sebagai validasi (alat ukur yang tepat) untuk menetapkan rentang kemajuan
suatu lembaga dalam mencapai tingkat kematangan atau kemandiriannya.7
Pengendalian mutu merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memastikan
bahwa suatu output dapat memenuhi tujuan dan spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya yang diwujudkan dengan mengunakan pedoman atau
standar yang telah ditetapkan.8
Penjaminan mutu berfokus memastikan ketercapaian standar mutu,
memastikan bahwa syarat-syarat terjadinya sebuah kualitas unggul akan dapat
tercapai dengan baik.9 Sedangkan pengendalian mutu berfokus pada proses
pemenuhan standar mutu, berfokus pada pemenuhan syarat-syarat kualitas
yang baik.
5
Ibid., 3.
6 “Manajemen Mutu Terpadu Di Sekolah Dasar,” accessed May 3, 2017, http://file.upi.edu/Direk-
tori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/195908141985031-JOHAR_PERMANA/Manaj_Mutu_Terpadu.pdf.
7 Ibid.
8 Lukito Fauji, Made Sudarma, and M Achsin, “Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) Dalam Meningkatkan Kualitas Audit,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma 6, no. 1 (2015): 38–53.
B. Aspek Yuridis Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan di Indonesia
Dalam konteks perguruan tinggi, mutu perguruan tinggi dapat
dinyatakan sebagai kesesuaian antara penyelenggaraan perguruan tinggi
dengan Standar Nasional Pendidikan, maupun standar yang ditetapkan oleh
perguruan tinggi sendiri berdasarkan visi dan kebutuhan dari stakeholders.10
Pendidikan tinggi yang bermutu diharapkan dapat menghasilkan sumber daya
manusia yang memiliki daya saing tinggi, yang setara bahkan lebih baik dari
standar kualitas yang telah ditetapkan dan dapat berpartisipasi dalam
kehidupan bermasyarakat sesuai kemampuannya untuk mengembangkan
potensi diri sendiri dan menghasilkan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi
yang berguna bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Untuk urusan ini, pemerintah juga turut ambil bagian dalam
memberikan standar-standar yang tersistem sebagai payung penyelenggaraan
pendidikan yang bermutu. Beberapa payung hukum berkaitan dengan mutu,
peningkatan mutu, penjaminan mutu, dan pengendalian mutu pendidikan—
utamanya yang berkaitan dengan pendidikan tinggi—secara terurut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN)
Dalam Undang-undang ini disebutkan ayat-ayat yang berkaitan
dengan penjaminan mutu sebagai berikut:
a. Pasal 1 ayat 21 menyebutkan: Evaluasi pendidikan adalah kegiatan
pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu pendidikan terhadap
berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan
pendidikan
b. Pasal 4 ayat 6 menyebutkan: Pendidikan diselenggarakan dengan
memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta
dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.
c. Pasal 11 ayat 1 menyebutkan: Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin
terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara
tanpa diskriminasi
d. Pasal 35 ayat 3 menyebutkan: Pengembangan standar nasional
pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan
pengendalian mutu pendidikan
e. Pasal 50 ayat 2 menyebutkan: Pemerintah menentukan kebijakan
nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu
pendidikan nasional
f. Pasal 51 ayat 2 menyebutkan: Pengelolaan satuan pendidikan tinggi
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan
mutu, dan evaluasi yang transparan
g. Pasal 57 ayat 1 menyebutkan: Evaluasi dilakukan dalam rangka
pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk
akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan
2. Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
Dalam Undang-undang ini, penjaminan mutu secara spesifik dibahas
dalam bab III. Bab ini terdiri dari: bagian kesatu tentang sistem
penjaminan mutu yang berisi tiga pasal (51, 52, 53) dengan delapan ayat.
Bagian kedua tentang standar pendidikan tinggi yang berisi satu (54) pasal
dengan delapan ayat. Bagian ketiga tentang akreditasi yang berisi satu (55)
pasal dengan delapan ayat. Bagian keempat tentang pangkalan data
yang merupakan bagian terakhir dari bab ini menjelaskan tentang lembaga
layanan pendidikan tinggi berisi satu (57) pasal dengan empat ayat.
Secara spesifik kata pengendalian yang berhubungan dengan mutu
muncul sebanyak dua kali yakni:
a. Pasal 6 huruf (j) menyebutkan: pemberdayaan semua komponen
Masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan Pendidikan Tinggi
b. Pasal 52 ayat 2 menyebutkan: Penjaminan mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan,
evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar Pendidikan Tinggi.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi
Secara spesifik kata pengendalian yang berhubungan dengan mutu
dalam peraturan pemerintah ini sebut sebanyak:
a. Pasal 4 ayat 1 huruf (e) menyebutkan: Dalam melaksanakan tanggung
jawab di bidang pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
huruf (a), Menteri memiliki tugas dan wewenang mengatur mengenai
… (e) mutu pendidikan Tinggi
b. Pasal 6 ayat 1 menyebutkan: Dalam melaksanakan tanggung jawab di
bidang pengawasan, pemantauan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf c, Menteri memiliki tugas dan wewenang
meliputi: (a) menetapkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi; (b)
menyusun dan menetapkan sistem penjaminan mutu Pendidikan
Tinggi, yang terdiri atas: (1) sistem penjaminan mutu internal oleh
setiap Perguruan Tinggi; dan (2) sistem penjaminan mutu eksternal
Perguruan Tinggi dan/atau lembaga akreditasi mandiri; dan (c)
mengelola pangkalan data Pendidikan Tinggi.11
c. Pasal 13 ayat 1 menyebutkan: Pengaturan mengenai Program Studi
dan program Pendidikan Tinggi pada jenis pendidikan akademik dan
vokasi paling sedikit mencakup: (a) Standar Nasional Pendidikan
Tinggi; (b) tata cara pembukaan dan penutupan; dan (c) penjaminan
mutu.12
d. Pasal 23, 25 menyebutkan: penetapan norma, kebijakan operasional,
dan pelaksanaan organisasi bagi Otonomi pengelolaan pada PTN
(pasal 23) dan Otonomi pengelolaan pada PTN Badan Hukum (pasal
25) terdiri atas (antara lain) Sistem Penjaminan Mutu Internal.
e. Pasal 28 menyebutkan: Organisasi PTN dan PTS paling sedikit terdiri
atas unsur: (a) penyusun kebijakan; (b) pelaksana akademik; (c)
pengawas dan penjaminan mutu; (d) penunjang akademik atau sumber
belajar; dan (e) pelaksana administrasi atau tata usaha.
f. Pasal 29 ayat 3 menyebutkan: Unsur pengawas dan penjaminan mutu,
unsur penunjang akademik atau sumber belajar, dan unsur pelaksana
administrasi atau tata usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf c, huruf d, dan huruf e di dalam organisasi PTN, serta unsur lain
yang menjalankan fungsi komplementer ditetapkan dalam Peraturan
Menteri tentang Statuta masing-masing PTN
g. Pasal 30 ayat 6 meyebutkan: Unsur pengawas dan penjaminan mutu,
unsur penunjang akademik atau sumber belajar, dan unsur pelaksana
administrasi atau tata usaha, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
huruf c, huruf d, dan huruf e di dalam organisasi PTN Badan Hukum,
11 Dalam Pasal 6 ayat 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi sudah disebutkan secara jelas mengenai SPME, SPMI, dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi PD-DIKTI). Pasal ini menjadi dasar implementasi SPMI di Perguruan Tinggi dan SPME yang diterjemahkan melalui BAN-PT.
serta organ lain yang menjalankan fungsi komplementer ditetapkan
dalam Statuta masing-masing PTN Badan Hukum
h. Pasal 32 ayat 1 menyebutkan: Statuta Perguruan Tinggi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (10) dan Pasal 30 ayat (9) paling sedikit
memuat: (a) ketentuan umum; (b) identitas; (c) penyelenggaraan
Tridharma Perguruan Tinggi; (d) sistem pengelolaan; (e) sistem
penjaminan mutu internal; (f) bentuk dan tata cara penetapan
peraturan; (g) pendanaan dan kekayaan; (h) ketentuan peralihan; dan
(i) ketentuan penutup.
i. Pasal 33 ayat 1 huruf (c) menyebutkan: Akuntabilitas publik Perguruan
Tinggi diwujudkan melalui pemenuhan atas … (c) Standar Nasional
Pendidikan Tinggi melalui penerapan sistem penjaminan mutu
Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh Menteri
4. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44
tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi
Dalam peraturan ini mutu disebut dan dirumuskan sebagai berikut:
a. Pasal 3 ayat 2 huruf (e) dan (f) menyebutkan: standar nasional
pendidikan tinggi wajib (e) dijadikan dasar pengembangan dan
penyelenggaraan system penjaminan mutu internal; dan (f) dijadikan
dasar penetapan kriteria13 sistem penjaminan mutu eksternal melalui
akreditasi.
b. Pasal 39 ayat 1 menyebutkan: Pelaksana standar pengelolaan
dilakukan oleh Unit Pengelola program studi dan perguruan tinggi.
Sedangkan ayat 2 huruf (c) menyebutkan: Unit Pengelola program
13
studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib: … (c) melakukan
kegiatan sistemik yang menciptakan suasana akademik dan budaya
mutu yang baik . ayat 3 huruf (c) dan (e) menyebutkan: Perguruan
tinggi dalam melaksanakan standar pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib: … (c) menjaga dan meningkatkan mutu
pengelolaan program studi dalam melaksanakan program pembelajaran
secara berkelanjutan dengan sasaran yang sesuai dengan visi dan misi
perguruan tinggi; … (e) memiliki panduan perencanaan, pelaksanaan,
evaluasi, pengawasan, penjaminan mutu, dan pengembangan kegiatan
pembelajaran dan dosen; dan
c. Bab VI ketentuan peralihan pasal 66 huruf (a) menyebutkan: rumusan
pengetahuan dan keterampilan khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (3) yang belum dikaji dan ditetapkan oleh Menteri,
perguruan tinggi dapat menggunakan rumusan pengetahuan dan
keterampilan khusus yang disusun secara mandiri untuk proses
penjaminan mutu internal di perguruan tinggi dan proses penjaminan
mutu eksternal melalui akreditasi
5. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 62
tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi
Dalam peraturan ini,14 secara spesifik sudah dijelaskan mengenai
sistem penjaminan mutu, SPME, dan SPMI, dengan penjelasan sebagai
berikut:
a. Pasal 1 ayat 2 menyebutkan: Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Tinggi yang selanjutnya disingkat SPM Dikti adalah kegiatan sistemik
14 Direktorat Penjaminan Mutu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan
berkelanjutan.
b. Pasal 1 ayat 3 menyebutkan: Sistem Penjaminan Mutu Internal yang
selanjutnya disingkat SPMI, adalah kegiatan sistemik penjaminan
mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom
untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan
tinggi secara berencana dan berkelanjutan
c. Pasal 1 ayat 4 menyebutkan: Sistem Penjaminan Mutu Eksternal, yang
selanjutnya disingkat SPME, adalah kegiatan penilaian melalui
akreditasi untuk menentukan kelayakan dan tingkat pencapaian mutu
program studi dan perguruan tinggi.
d. Pasal 5 ayat 1 menyebutkan: SPMI memiliki siklus kegiatan yang
terdiri atas: (a) penetapan Standar Pendidikan Tinggi;15 (b)
pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi;16 (c) evaluasi pelaksanaan
Standar Pendidikan Tinggi;17 (d) pengendalian pelaksanaan Standar
Pendidikan Tinggi;18 dan (e) peningkatan19 Standar Pendidikan Tinggi
15 “Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk merumuskan dan menetapkan sendiri berbagai Standar Dikti (yang ditetapkan perguruan tinggi sendiri), yang secara kuantitatif lebih banyak dan/atau secara kualitatif lebih tinggi daripada SN Dikti”. Lihat Ibid., 34.
16
“Pelaksanaan isi Standar Dikti menjadi tugas dari setiap pihak yang mengelola perguruan tinggi, baik sebagai pejabat struktural, bukan pejabat struktural, dosen, tenaga kependidikan yang bukan dosen, dan juga mahasiswa, sesuai dengan isi masing-masing standar. Tidak benar jika pelaksanaan Standar Dikti atau dokumen SPMI secara keseluruhan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab Lembaga atau Kantor Penjaminan Mutu”. Lihat Ibid., 37.
17 “Dalam konteks pelaksanaan Standar Dikti, evaluasi dilakukan pertama-tama oleh pejabat struktural pada setiap unit kerja dalam suatu perguruan tinggi. Kemudian, untuk menjamin obyektivitas, evaluasi internal dilanjutkan dengan Audit Mutu Internal yang lazim dilakukan oleh para auditor internal yang dapat berada di bawah koordinasi Lembaga atau Kantor Penjaminan Mutu yang terdapat pada perguruan tinggi bersangkutan. Hasil dari audit internal ini jika buruk maka tentu diperlukan langkah atau tindakan perbaikan, jika baik maka praktik baik tersebut dapat dipertahankan dan ditingkatkan mutunya. Pada akhirnya, berdasarkan hasil audit internal ini perguruan tinggi tersebut dapat meminta pihak eksternal untuk melakukan akreditasi atau SPME”. Lihat Ibid., 39
18 “Pengendalian merupakan tindak lanjut atas hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi.
e. Pasal 5 ayat 2 menyebutkan: Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) huruf c dilakukan melalui audit20 mutu internal
f. Pasal 5 ayat 3 menyebutkan: SPMI diimplementasikan pada semua
bidang kegiatan perguruan tinggi, yaitu bidang: (a) akademik, meliputi
pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; dan (b)
non-akademik, antara lain sumber daya manusia, keuangan, sarana dan
prasarana.
6. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 32
tahun 2016 tentang Akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
Peraturan ini tidak secara spesifik dan langsung menyebutkan
Standar Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), namun demikian dalam
pasal-pasalnya disebutkan secara jelas bahwa akreditasi adalah system
penjaminan mutu eksternal:
a. Pasal 2 ayat 1 menyebutkan: Akreditasi merupakan Sistem Penjaminan
Mutu Eksternal sebagai bagian dari Sistem Penjaminan Mutu
Pendidikan Tinggi
b. Pasal 2 ayat 2 menyebutkan: Akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) bertujuan: (a) menentukan kelayakan Program Studi dan
Perguruan Tinggi berdasarkan kriteria yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi; dan (b) menjamin mutu Program Studi
dan Perguruan Tinggi secara eksternal baik bidang akademik maupun
atau Kantor Penjaminan Mutu, sebab unit ini tidak memiliki kewenangan eksekutorial. Jika hasil evaluasi atau audit internal yang dilakukan oleh unit ini menunjukkan perlu tindakan pengendalian, maka informasi itu harus disampaikan ke pimpinan unit yang dievaluasi atau diaudit dan kepada pimpinan perguruan tinggi untuk ditindaklanjuti”. Lihat Ibid., 40-41.
19 “Peningkatan Standar Dikti harus dilakukan karena terjadi perkembangan masyarakat, kemajuan
ilmu dan teknologi, serta peningkatan tuntutan kebutuhan pemangku kepentingan internal dan/atau eksternal perguruan tinggi”. Lihat Ibid., 41.
non akademik untuk melindungi kepentingan mahasiswa dan
masyarakat
7. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 61
tahun 2016 tentang Pangkalan Data Pendidikan Tinggi
Keterkaitan antara peraturan ini dengan SPME dan SPMI adalah
terletak pada basis data tunggal dan terintegrasi. Proses pemantauan dan
pengendalian mutu perguruan tinggi juga dapat dilakukan secara mudah,
mengingat data yang terintegrasi. Pada konsideran peraturan ini disebutkan
“dalam rangka menyelenggarakan dan mengelola sistem pendidikan
tinggi, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi perlu
mengembangkan dan mengelola sistem informasi pendidikan tinggi
nasional yang memuat basis data pendidikan tinggi yang berbasiskan
teknologi informasi dan komunikasi berupa Pangkalan Data Pendidikan
Tinggi”. Beberapa istilah kunci yang dapat dikemukakan dari peraturan ini
berkaitan dengan penjaminan mutu adalah:
a. Pasal 1 ayat 1 menyebutkan: Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, yang
selanjutnya disebut PDDikti adalah sistem yang menghimpun data
pendidikan tinggi dari seluruh perguruan tinggi yang terintegrasi
secara nasional.
b. Pasal 1 ayat 2 menyebutkan: Data Pendidikan Tinggi adalah kumpulan
fakta mengenai penyelenggaraan pendidikan tinggi yang dimanfaatkan
untuk pembangunan pendidikan tinggi.
c. Pasal 1 ayat 5 menyebutkan: Data Pokok Pendidikan Tinggi adalah
variabel minimal yang merepresentasikan sejumlah orang, unit
organisasi atau objek sebagai syarat untuk penyelenggaraan pendidikan
tinggi
d. Pasal 1 ayat 14 menyebutkan: PDDikti Feeder adalah perangkat lunak
yang ditempatkan di Perguruan Tinggi dan memiliki struktur basis data
pelaporan resmi penyelenggaraan pendidikan tinggi seluruh Perguruan
Tinggi
e. Pasal 2 huruf (a) menyebutkan: PDDikti bertujuan untuk (a)
mewujudkan basis data tunggal dalam perencanaan, pengaturan,
pembinaan, dan pengawasan pendidikan tinggi.
f. Pasal 2 huruf (d) menyebutkan: PDDikti bertujuan untuk (d)
menyediakan data, informasi penerapan, dan luaran sistem penjaminan
mutu internal yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi.
g. Pasal 2 huruf (e) menyebutkan: PDDikti bertujuan untuk (e)
menyediakan data, informasi penerapan, dan luaran sistem penjaminan
mutu eksternal atau akreditasi Program Studi dan Perguruan Tinggi
yang dilakukan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
dan/atau lembaga akreditasi mandiri.
C. Posisi Auditing dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Berdasarkan uraian diatas posisi penjaminan mutu pendidikan tinggi
sungguh strategis. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal-pasal diatas, utamanya
dalam pasal Pasal 5 ayat 1 disebutkan bahwa SPMI memiliki siklus kegiatan
yang terdiri atas: (a) penetapan Standar Pendidikan Tinggi; (b) pelaksanaan
Standar Pendidikan Tinggi; (c) evaluasi pelaksanaan Standar Pendidikan
Tinggi; (d) pengendalian pelaksanaan Standar Pendidikan Tinggi; dan (e)
peningkatan Standar Pendidikan Tinggi. Ayat selanjutnya menyebutkan
bahwa evaluasi dilakukan melalui audit mutu internal.
Dari ayat 2 pasal 5 tersebut, tapak jelas bahwa audit berada pada posisi
Gambar 1. Siklus Kegiatan SPMI21
Berbeda dengan teori penjaminan mutu diatas, audit pada gambar 1
digunakan untuk melakukan penjaminan mutu pada saat melakukan proses
evaluasi. Pada konsep penjaminan mutu disebutkan bahwa Audit merupakan
bagian dari fungsi penjaminan mutu.22 Audit digunakan untuk
mengkomparasikan fakta lapangan dengan standar yang ditetapkan. Hal ini
dapat dibenarkan karena salah satu cara melakukan penjaminan mutu adalah
dengan menetapkan seperangkat standar dan memastikan bahwa pada saat
pelaksanaan nantinya, sudah sesuai dengan standar-standar yan telah
ditetapkan. Untuk itu diperlukan evaluasi terhadap pelaksanaan
standar-standar tersebut. Jadi jelas bahwa penjaminan mutu dapat berjalan dengan baik
melalui serangkaian evaluasi. Dalam evaluasi salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah melalui audit.
Lalu dimana posisi pengendalian mutu? Pengendalian mutu secara
yuridis didefinisikan sebagai tindak lanjut atas hasil yang diperoleh dari
kegiatan evaluasi.23 Posisi pengendalian berada pada setelah evaluasi.
Evaluasi dilakukan melalui serangkaian proses audit mutu dan hasilnya
dilaporkan kepada pengambil kebijakan tingkat satuan pendidikan guna
ditindaklanjuti. Kenapa gugus, kantor, ataupun lembaga penjaminan mutu
21
Kemenristek Dikti Tim Pengembang SPMI, Bahan Presentasi Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu Internal (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2016).
22 Lihat footnote no 3.
pendidikan (SPMI) tidak dapat melakukan pengendalian mutu? Karena unit ini
bukanlah unit yang ditugasi sebagai penyelenggara standar pendidikan. Unit
ini hanya sebagai unit yang bertugas melakukan penjaminan mutu dengan cara
menetapkan standar mutu, manual mutu, dan evaluasi (termasuk di dalamnya
adalah audit mutu) terhadap standar mutu. Unit ini bukanlah lembaga
eksekutorial, bukan lembaga yang bertugas melaksanakan standar.
Kajian-kajian kebijakan diatas merupakan sistem logis yang disusun
oleh pemerintah dalam rangka memajukan pendidikan di Indonesia. Secara
umum ada dua jenis audit, yakni audit internal dan audit eksternal. Audit
internal berarti proses indentifikasi atau komparasi antara standar yang
ditetapkan dengan pelaksanaan nyata yang terjadi di organisasi. Audit internal
umumnya dipakai oleh pihak manajemen organisasi untuk melihat sejauhmana
pelaksanaan-pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan dapat dijalankan
dengan baik, juga untuk melihat secara dini faktor-faktor apa saja yang
berpotensi sebagai resiko dan dapat menghambat keberhasilan pelaksanaan
program suatu organisasi.
Audit internal merupakan satuan independen, penjamin mutu yang
obyektif, dan dan satuan aktifitas konsultatif yang bertujuan untuk menambah
nilai dan memperbaiki kinerja operasional suatu organisasi.24 Jenny
Goodwin-Stewart dan Pamela Kent menyebutkan bahwa audit internal dapat membantu
organisasi untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko, serta
mengubahnya menjadi bagian penting yang harus diperhatikan dalam
manajemen resiko suatu organisasi.25 Dalam konteks pendidikan, audit
internal dilakukan oleh Lembaga Penjaminan Mutu yang dibentuk oleh satuan
unit pendidikan. Jika di perguruan tinggi, tim audit internal berada di bawah
kendali lembaga pejaminan mutu (LPM).
24 Jenny Stewart and Nava Subramaniam, “Internal Audit Independence and Objectivity: Emerging Research Opportunities,” Managerial Auditing Journal January (2010).
Hasil-hasil yang dilakukan selama pelaksanaan audit internal digunakan
oleh pengambil kebijakan lembaga pendidikan untuk perbaikan dan
peningkatan mutu. Hasil ini juga dipakai oleh pengambil kebijakan sebagai
langkah awal untuk melakukan proses audit eksternal.
Audit eksternal merupakan audit yang dilakukan oleh pihak-pihak luar
di luar lembaga tersebut berada. Audit eksternal berupaya melakukan
penjaminan mutu secara terstandar berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang
umumnya dimiliki oleh asosiasi-asosiasi atau lembaga mutu. Dalam dunia
pendidikan audit eksternal (SPME) dilakukan melalui proses akreditasi baik
yang diselenggaraan oleh Negara berupa lembaga BAN-PT maupun LAM-PT
bagi perguruan tinggi dan oleh BAN-S/M bagi sekolah/madrasah.
Kesemua hal yang dilakukan melalui serangkaian proses audit ini
semata-mata adalah untuk penjaminan mutu pendidikan. Agar kualitas
pendidikan semakin baik dan sesuai dengan harapan stakeholder pendidikan.
Untuk itu, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang khusus mengatur
penjaminan mutu internal maupun penjaminan mutu eksternal. Berikut adalah
gambaran tentang hubungan antara SPMI, SPME dan SN Dikti.
Gambar 2. Keterhubungan SPMI, SPME, PDikti dengan SNDikti
Gambar diatas menjelaskan bahwa SPMI memiliki keterkaitan dan
hubungan dengan SPME, keduanya sebagai penjamin mutu pendidikan tinggi
mutu sehingga memiliki fungsi audit mutu bagi ketercapaian pelaksanaan
SNDikti.
Adapaun posisi PDDikti yang berada di bawah piramida terbalik
diandaikan sebagai unit pandkalan data secara nasional yang keberadaannya
menopang validitas audit mutu perguruan tinggi. Maknanya, PDDikti dapat
dijadikan rujukan bagi proses auditing secara internal dan secara eksternal
karena data-data yang ada didalamnya terintegrasi. Pada fakta lapangan,
auditor dapat memanfaatkan pangkalan data ini untuk kegiatan komparasi
auditing. Bagi pengambil kebijakan tingkat nasional, data yang ada di PDDikti
juga berguna sebagai akselerasi mutu pendidikan tinggi secara nasional.
Ketiganya, baik SPMI, SPME, maupun PDDIkti selanjutnya secara
sinergis memantau pendidikan tinggi dalam pencapaian standar nasional.
Lebih jelas lagi, gambaran mengenai keterkaitan SPMI, SPME, PDDikti
dengan SNDikti dalam menjamin mutu pendidikan sebagaimana tampak pada
gambar 3, berikut:
Gambar 3. Penjaminan Mutu dan keterkaitannya dengan SPMI, SPME, PDikti26
Jika melihat gambaran keterkaitan diatas, dapat dikatakan bahwa proses
penjaminan mutu pendidikan telah didesain secara baik. Auditing sebagai
salah satu fungsi evaluasi dan penjaminan mutu diharapkan dapat berperan
maksimal dalam rangka memberikan informasi yang akurat, apa adanya, dan
faktual. []
D. Daftar Pustaka
Ahmad, Intan. “Materi Annual Meeting BAN-PT; Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi,” 2016.
BAN-PT. Peraturan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Kebijakan Penyusunan Instrumen Akreditasi, 2017.
Direktorat Penjaminan Mutu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Jakarta: Direktorat Penjaminan Mutu, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2016.
Fauji, Lukito, Made Sudarma, and M Achsin. “Penerapan Sistem Pengendalian Mutu (SPM) Dalam Meningkatkan Kualitas Audit.” Jurnal Akuntansi Multiparadigma 6, no. 1 (2015): 38–53.
Goodwin-Stewart, Jenny, and Pamela Kent. “The Use of Internal Audit by Australian Companies.” Managerial Auditing Journal 21, no. 1 (2006): 81–101.
Putra, Apriansyah. “Sistem Audit Mutu Akademik Internal Berbasis Web Pada Universitas Sriwijaya.” In Prosising Seminar Nasional Ilmu Komputer, 2014.
Russell, J.P., ed. The ASQ Auditing Handbook; Principles, Implementation, and Use. 3rd ed. Wisconsin: ASQ Quality Press, 2005.
Stewart, Jenny, and Nava Subramaniam. “Internal Audit Independence and Objectivity: Emerging Research Opportunities.” Managerial Auditing Journal January (2010).
Tim Pengembang SPMI, Kemenristek Dikti. Bahan Presentasi Kebijakan Nasional Sistem Penjaminan Mutu Internal. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, 2016.
1
KURIKULUM KKNI
Rencana Pembelajaran Semester (RPS)
Mata Kuliah : Auditing Pendidikan
SKS : 3
Kode MK : -
Prasyarat : Pengantar Ilmu Manajemen; Filsafat Ilmu Manajemen Pendidikan Islam Program Studi : Manajemen Pendidikan Islam
Semester : 4 (empat)
Dosen : Sulanam, M.Pd
NIP. : 197911302014111003
E-mail : sulanam@uinsby.ac.id No. Hp. : 081 332 078 776
Capaian Pembelajaran Lulusan
A-01 Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius.
A-02 Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dalam menjalankan tugas berdasarkan agama, moral, dan etika.
A-03 Berkontribusi dalam peningkatan mutu kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan kemajuan peradaban berdasarkan Pancasila.
A-04 Berperan sebagai warga negara yang bangga dan cinta tanah air, memiliki nasionalisme serta rasa tanggungjawab pada negara dan bangsa.
A-08 Menginternalisasi nilai, norma, dan etika akademik
A-09 Menunjukkan sikap bertanggungjawab atas pekerjaan dibidang keahliannya secara mandiri
2
B-09 Mampu mendokumentasikan, menyimpan, mengamankan, dan menemukan kembali data untuk menjamin kesahihan dan mencegah plagiasi dan atau kecurangan kerja
B-11 Menguasai pengetahuan konseptual dan praktis tentang konsep, teori dan perkembangan bidang kepemimpinan, manajemen, supervisi, perencanaan dan auditing sistem pendidikan berbasis Islam untuk memecahkan masalah pada pada tingkat mikro dengan menggunakan pendekatan interdisiplin dan atau multidisiplin
B-12 Menguasai pengetahuan konseptual dan praktis tentang pengambilan keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data dalam bidang kebijakan,kepemimpinan, manajemen, supervisi dan auditing pendidikan berbasis Islam yang sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan Islam dan atau kebutuhan masyarakat.
B-14 Menguasai dasar-dasar auditing dalam lembaga pendididikan Islam
B-15 Mampu mengidentifikasi masalah manajerial dan fungsi organisasi pada level operasional, serta mengambil tindakan solutif yang tepat berdasarkan alternatif yang dikembangkan, dengan menerapkan prinsip- prinsip manajemen mutu pendidikan Islam yang berakar pada karakter satuan dan penyelenggaran pendidikan
B-16 Menguasai prosedur auditing di lembaga pendidikan Islam untuk mendukung kemampuan manajerial B-19 Menganalisis prosedur audit internal dan eksternal di lembaga pendidikan Islam
C-1 Memiliki kemampuan praktis dalam menerapkan teori, nilai-nilai, dan hasil-hasil riset yang terkait dengan kepemimpinan, manajemen, supervisi, perencanaan dan auditing pendidikan berbasis Islam melalui riset yang berimplikasi pada kebutuhan aktual pengelolaan sistem pendidikan nasional
C-2 Memiliki kemampuan praktis menerapkan model dasar, strategi, dan atau metode yang inovatif dan unggul dalam kepemimpinan, manajemen, supervisi, perencanaan dan auditing Pendidikan berbasis Islam
C-14 Mengoperasikan penjaminan mutu pada lembaga pendidikan Islam C-20 Mengevaluasi progam penyelenggaraan pendidikan
Kemampuan Akhir Mata Kuliah
3 Ke-1 Mampu memahami
posisi matakuliah auditing dalam keseluruhan matakuliah-matakuliah di Prodi MPI
Memiliki pemahaman tentang posisi matakuliah auditing bagi mahasiswa MPI
Memiliki pemahaman tentang alur dan proses perkuliahan auditing
3x50” Dosen memperkenalkan diri, dilanjutkan dengan
penjelasan konteks
matakuliah bagi mahasiswa MPI dan bagi lembaga pendidikan secara umum. Dilanjutkan dengan kontrak belajar, pembagian tugas dan tanggungjawab, serta penilaian dan tagihan matakuliah.
Tugas 20%
Ke-2 Mampu memahami pentingnya Auditing hokum auditing bidang pendidikan
Memahami sejarah kebijakan auditing bidang pendidikan di Indonesia
Pendahuluan:
Mengapa auditing bidang pendidikan?
3x50” Perkuliahan dilanjutkan dengan brainstorming tentang konsep auditing bidang pendidikan.
Mahasiswa mengidentifikasi produk hokum terkait kebijakan auditing di Indonesia. Di akhir perkuliahan mahasiswa auditing secara umum dan
Apa itu
3x50” Mahasiswa secara
berkelompok mendiskusikan pengertian, tujuan, manfaat dan sasaran auditing.
4
dipresentasikan ke kelompok lainnya. Dosen memberi penguatan dilanjutkan dengan simpulan perkuliahan
Ke-4 Mampu
mempresentasikan posisi auditing bagi lembaga pendidikan
Menjelaskan posisi mutu dan hubungannya dengan audit bagi lembaga pendidikan
Menjelaskan aspek yuridis penjaminan mutu di indonesia
Menjelaskan posisi auditing dalam system penjaminan mutu
3x50” Dosen memandu brainstorming tentang tuntutan lembaga pendidikan yang bermutu. Dosen mempersilahkan mahasiswa membaca buku/artikel/aturan yang telah dipersiapkan tentang penjaminan mutu (SPME-SPMI). Mahasiswa dipersilahkan mengutarakan pendapat terkait mutu, SPME-SPMI. Sebagai penguatan awal, mahasiswa mempresentasikan makalah terkait posisi auditing bagi lembaga pendidikan. Setelah proses reading book dan presentasi kelas, mahasiswa dibagi ke beberapa kelompok untuk melakukan identifikasi posisi auditing dalam SPME-SPMI. Di akhir, dosen memberi simpulan tentang posisi auditing, SPME dan SPMI.
Menjelaskan audit produk, audit proses, dan audit
5 Menjelaskan audit internal
dan audit eksternal Menjelaskan audit
berkelompok menyusun peta ide masing-masing jenis audit. Mahasiswa mengemukakan hasil susunan peta ide jenis audit. Dosen membagi mahasiswa ke beberapa kelompok untuk memecahkan kasus audit. Mahasiswa mendiskusikan kasus-kasus audit. Dosen memberi simpulan akhir perkuliahan standar mutu pendidikan Mendemonstrasikan proses audit mutu pendidikan
3x50” Melalui presentasi kelas, mahasiswa melakukan identifikasi standar mutu pendidikan. Selanjutnya, secara berkelompok, mahasiswa merumuskan sasaran audit mutu berdasarkan standar mutu yang telah dibahas. Masing-masing kelompok
mempresentasikan sasaran audit mutu pendidikan. Dosen memberi penguatan di akhir perkuliahan.
Tugas 20% standar kinerja lembaga pendidikan
Mendemonstrasikan proses audit kinerja pendidik dan tenaga kependidikan
3x50” Melalui presentasi kelas, mahasiswa melakukan identifikasi standar kinerja lembaga pendidikan. Selanjutnya, secara berkelompok, mahasiswa merumuskan sasaran audit kinerja, audit keuangan, dan audit tujuan khusus
6 Mendemonstrasikan
proses audit tujuan khusus di lembaga pendidikan (audit barang, audit kegiatan) dan sasaran audit kinerja lembaga pendidikan. Dosen memberi penguatan di akhir perkuliahan.
Ke-8 Mampu mengenali pelaku auditing dan memahami peran,
Menjelaskan peran, tugas, dan tanggungjawab
3x50” Mahasiswa melakukan presentasi kelas tentang auditor. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang peran dan tanggungjawab auditor
Tugas 20%
Ke-9 3x50” Ujian Tengah Semester
(UTS)
Tes tulis
30%
Ke-10 Mampu mengenali pelaku auditing
Menjelaskan peran, tugas, dan tanggungjawab
3x50” Mahasiswa melakukan presentasi kelas tentang auditor internal. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang peran dan tanggungjawab auditor internal
Tugas 20%
Ke-11 Mampu mengenali pelaku auditing
Menjelaskan peran, tugas, dan tanggungjawab
3x50” Mahasiswa melakukan presentasi kelas tentang auditor eksternal.
Selanjutnya dilakukan diskusi tentang peran dan
tanggungjawab auditor eksternal
7 auditor
eksternal Ke-12 Mampu berpikir
kritis terhadap profesi auditor
Mengkritisi profesi auditor Profesi auditor:
3x50” Mahasiswa melakukan presentasi kelas tentang profesi auditor. Selanjutnya dilakukan diskusi tentang kriteria auditor professional, asosiasi-asosiasi auditor, dan kode etik auditor. Dosen membagi tiga kelompok, dengan tema kriteria auditor professional, asosiasi auditor dank ode etik auditor.
Tugas 20%
Ke-13 Mampu
merencanakan dan menyiapkan berkas, bahan, maupun alat untuk proses audit
Memiliki kemampuan merencanakan proses audit
Memiliki kemampuan memilih dan menyiapkan bahan pendukung audit
Merencanakan
3x50” Mahasiswa mendiskusikan dan mengidentifikasi kebutuhan persiapan audit. Mahasiswa
mendemonstrasikan hasil-hasil persiapan audit.
Perfor-mance
8
Demonstrasi dan mengidentifikasi kebutuhan pelaksanaan audit. Mahasiswa dibagi menjadi enam kelompok untuk membuat simulasi tentang (1) Pertemuan awal; (2) Pengumpulan data; (3) Menyusun kertas kerja; (4) Mengklasifikasi hasil observasi; (5) Pengelolaan proses audit; dan (6) Pertemuan akhir. Masing-masing kelompok mendemonstrasikan hasil diskusi dan simulasi.
mance
Ke-15 Mampu menyusun laporan hasil audit dan tindaklanjut
Menyusun laporan hasil audit
3x50” Mahasiswa mendiskusikan dan mengidentifikasi kebutuhan laporan audit. Mahasiswa dibagi menjadi empat kelompok untuk membuat simulasi tentang (1) laporan hasil audit; (2) rekomendasi hasil audit; (3) tindaklanjut perbaikan; dan (4) tindaklanjut pencegahan. Mahasiswa
mendemonstrasikan cara menyampaikan hasil audit dan tindaklanjut hasil audit.
Perfor-mance
20%
Ke-16 3x50” Ujian Akhir Semester (UAS) Tes
tulis
9
Cleveland, Frederick A. “The Relation of Auditing to Public Control.” The Annals of the American Academy of Political and Social Science 26, no. November (1905): 53–68.
Coleman, Lance B. Advanced Quality Auditing. Milwauke, Wisconsin: ASQ Quality Press, 2015.
Collins, Charles Wallace. “The Problem of an Independent National Audit Author.” Journal of Political Economy 28, no. 1 (1920): 37–45. http://www.jstor.org/stable/1820529.
Dekker, Pieter J, and Frans L Leeuw. “Program Evaluation And Effectiveness Auditing: Definitions, Models, and Practice.” Impact Assesment 7, no. 2-3 (1989): 113–133.
Dicksee, Lawrence R. Auditing; A Practical Manual for Auditors. 9th ed. London: Gee & Co., 1912.
Editor, Guest, and Garry D Carnegie. “Accounting , Auditing & Accountability.” Accounting, Auditing, & Accountability Journal 25, no. 2 (2012).
Guida, Joseph F. “A Practical Look at Environmental Audits.” Journal of the Air Pollution Control Association 32, no. 5 (1982).
Hargie, Owen, and Dennis Tourish, eds. Auditing Organizational Communication. London and New York: Routledge, 2009.
Johnstone, Karla M., Audrey A. Gramling, and Larry E. Rittenberg. Auditing: A Risk-Based Approach to Conducting a Quality Audit. South-Western: Cencage Learning, 2014.
Kush, Brian D. Auditing Leadership; The Professional and Leadership Skills You Need. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2009.
Maclntyre, Stephen T. “Environmental Auditing — A Timely and Effective Tool.” Journal of the Air Pollution Control Association 33, no. 9 (1983).
McArthur, David L., ed. Alternative Approaches to the Assesment of Achievement. Massachussetts: Kluwer Academic Publisher, 1987.
Moreland, Neil, and Rod Horsburgh. “Auditing : A Tool for Institutional Development.” The Vocational Aspect of Education 44, no. 1 (1992).
Müller, Katja, Hato Schmeiser, and Joel Wagner. “The Impact of Auditing Strategies on Insurers’ Profitability.” The Journal of Risk Finance 17, no. 1 (2016).
Pickett, K H Spencer. Auditing the Risk Management Process. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., 2005.
———. The Essential Handbook of Internal Auditing. West Sussex: John Wiley & Sons, Ltd., 2005.
Publik, Tim Penyusun Modul Program Pendidikan Non Gelar Auditor Sektor. Dasar-Dasar Audit Internal Sektor Publik. 1st ed. Tangerang: Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, 2007.
10
Vinten, Gerald. “Auditing Standards and Perceptions.” Managerial Auditing Journal 20, no. 1 (2005).
Surabaya, 3 Mei 2017
Ketua Program Studi, Dosen Pengampu,
Ali Mustofa, M.Pd Sulanam, M.Pd
1
Audit Pendidikan (Permenristekdikti No 62 tahun 2016 tentang Sistem
Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Pasal 5 ayat 3): 1. Akademik
a. Mutu (Pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat) 2. Non Akademik
a. Kinerja (sumberdaya manusia) b. Keuangan
c. Tujuan khusus (Sarana prasarana, program/kegiatan khusus)
Bagian Kesatu: Apa itu Auditing?
Bab 1: Pendahuluan
Mengapa Auditing Pendidikan?
Landasan Hukum Auditing Pendidikan Kebijakan Auditing Pendidikan di Indonesia
Bab 2: Apa itu Auditing?
Pengertian Audit Tujuan Audit Manfaat Audit Sasaran Audit
Bab 3: Posisi Auditing bagi Lembaga Pendidikan
Penjaminan dan Pengendalian Mutu Pendidikan Aspek Yuridis Penjaminan Mutu Pendidikan
Posisi Auditing dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
AUDITING
Apa
itu Audit?Siapa
yang MelakukanAudit?
Bagaimana
Cara melakukan2
Bab 5: Auditing Bidang Pendidikan; Audit Mutu
Standar Mutu Pendidikan Audit Mutu Pendidikan
Bab 6: Auditing Bidang Pendidikan; Audit Kinerja
Standar Kinerja (Tupoksi, Urjab, SOP, dan Standar Biaya) Audit Kinerja Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Audit Keuangan
Audit Tujuan Khusus (Barang, inventaris, aset, program, kegiatan)
Bagian Kedua: Siapa yang Melakukan Audit?
Bab 7: Mengenal Auditor
Siapa yang disebut Auditor?
Apa Peran dan Tanggungjawab Auditor?
Bab 8: Auditor Internal
Siapa Auditor Internal?
Apa Peran dan Tanggungjawab Auditor Internal
Bab 9: Auditor Eksternal
Siapa Auditor Eksternal?
Apa Peran dan Tanggungjawab Auditor Eksternal?
Bab 10: Profesi Auditor
3 Bahan pendukung bagi auditor Alat-alat audit
Strategi audit
Mengkomunikasikan dan mendistribusikan rencana audit
Bab 12: Pelaksanaan Audit
Pertemuan awal Pengumpulan data Menyusun kertas kerja
Mengklasifikasi hasil observasi Pengelolaan proses audit Pertemuan akhir
Bab 13: Laporan Hasil Audit dan Tindaklanjut
Penyusunan Laporan
10. Padahal Sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu),
11. yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), 12. mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. An-Naml: 20-21
20. dan Dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa aku tidak melihat hud-hud, Apakah Dia Termasuk yang tidak hadir.
21. sungguh aku benar akan mengazabnya dengan azab yang keras atau benar-benar menyembelihnya kecuali jika benar-benar-benar-benar Dia datang kepadaku dengan alasan yang terang".
QS. Al-Zalzalah: 7-8
7. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya.
6. Hai manusia, Sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya.[1565]
7. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, 8. Maka Dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,
9. dan Dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.
[1565] Maksudnya: manusia di dunia ini baik disadarinya atau tidak adalah dalam perjalanan kepada Tuhannya. dan tidak dapat tidak Dia akan menemui Tuhannya untuk menerima pembalasan-Nya dari perbuatannya yang buruk maupun yang baik.
QS. Al-Baqarah: 282
282. Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah[179] tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang-orang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
[179] Bermuamalah ialah seperti berjual beli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.
The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI) is an Islamic international autonomous non-for-profit corporate body that