• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Psikologi dalam Kriminologi dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Psikologi dalam Kriminologi dalam"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PSIKOLOGI DALAM KRIMINOLOGI

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kriminologi

Disusun oleh:

Angela

190110140050

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

(2)

I. Pendahuluan

Istilah kriminalitas tidak terdengar asing lagi, khususnya bagi masyarakat Indonesia. Semakin meningkatnya praktik kriminalitas, ditambah dengan semakin maraknya pemberitaan terhadap kasus-kasus kriminal, baik melalui media elektronik hingga persepsi-persepsi dari kalangan masyarakat menjadikannya sebagai suatu topik yang seakan-akan tidak pernah habis dan bosan untuk dibahas, begitu pula dengan para pelaku kriminalitas justru semakin bertambah dengan berbagai macam pola dan model kejahatan yang dilakukan.

Kriminalitas merupakan salah satu bentuk penyakit sosial yang memang sulit untuk diatasi karena tindak kriminal dapat terjadi kapan pun, pada siapa pun dengan usia yang tidak tertentu pula. Terkadang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar hingga karena dipaksa oleh suatu situasi dan kondisi tertentu.

Oleh karena itu, sangat penting untuk mempelajari lebih dalam lagi tentang hakekat kriminalitas melalui kriminologi demi menciptakan suatu pemahaman dan analisis terhadap masalah tersebut sekaligus sebagai bentuk usaha antisipasi dan partisipasi dalam mengendalikan kriminalitas dengan segala praktik-praktiknya. Dengan esai ini penulis menyajikan contoh kasus beserta sedikit analisisnya menggunakan salah satu teori dalam kriminologi, yaitu viktimologi, disertai dengan peran psikologi dalam kriminologi.

II. Kajian Teoretis a. Kriminalitas

(3)

sifat, penyebab, pengendalian, konsekuensi, serta pencegahan kriminalitas melalui pendekatan ilmiah.

b. Victimology

Istilah victimology pada awalnya dikemukakan oleh Mendelsohn (1974) dan von Hentig (1948). Viktimologi berfokus pada hubungan antara korban dengan pelaku, yang sekiranya dapat membantu menjelaskan perbuatan jahat yang telah dilakukan oleh pelaku terhadap korban. Walklate dan Mawby mengemukakan bahwa terdapat tiga kategori victimology, yaitu positivist victimology, radical victimology, dan critical victimology.

c. Positivist Victimology

Miers (1989) mengartikan arti dari positivist victimology sebagai identifikasi akan faktor-faktor yang berkontribusi pada pola yang beraturan, berfokus pada kriminalitas yang bersifat interpersonal, dan pengidentifikasian akan korban yang bisa saja berkontribusi pada kejadian yang terjadi pada dirinya sendiri.

Miers menyebutkan tiga fitur dalam positivist victimology:

 Bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menghasilkan pola-pola viktimisasi, terutama yang membuat individu maupun kelompok tertentu menjadi lebih mungkin untuk menjadi korban

 Berfokus pada interpersonal crimes of violence

 Bertujuan untuk mengidentifikasi korban-korban yang telah berkontribusi terhadap viktimisasi mereka sendiri

d. Radical Victimology

(4)

negara dan hukum dalam menghasilkan viktimisasi. Persamaan ini menghubungkan viktimologi dengan pertanyaan mengenai hak asasi manusia. Viktimologi yang meliputi hak asasi manusia tidak akan mengalihkan perhatian dari korban kejahatan dan haknya, namun juga akan menyelidiki hubungan tak terhindarkan dari hak asasi manusia yang lebih universal.

e. Critical Victimology

Walklate (1990) dan Mawby dan Walklate (1994) menjelaskan critical victimology dimulai dari kebutuhan untuk memahami apa yang membentuk hal yang “sebenarnya”. Dipengaruhi oleh Bhaskar (1978) dan Giddens (1984), bentuk victimology ini berfokus pada kebutuhan akan sebuah empirically informed policy agenda, yakni kebijakan yang menaruh perhatian yang sama pada apa yang “terjadi di belakang” dengan apa yang dapat kita lihat secara kasat mata. Artinya, kita perlu memerhatikan proses-proses yang berkontribusi terhadap pembentukan everyday life seseorang, misalnya rutinitas atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan individu sehari-hari untuk bertahan hidup.

Mawby dan Walklate juga berpendapat bahwa dalam konteks criminal victimization diatas, tiga konsep utama yang berhubungan dengan kebijakan perlu diperhatikan, yakni rights (hak-hak), citizenship (kewarganegaraan) dan the state. Ketiga konsep ini juga sangat berhubungan dengan versi lain victimology sehingga kita perlu mempertimbangkan sifat hubungan antara ketiganya. Berdasarkan analisis yang dilakukan oleh Barbelet (1988), hubungan antara citizen (warga) dengan the state adalah bahwa the state secara mutlakmengizinkan ataupun menolak hak-hak yang dimiliki warga.

(5)

yang tidak kita “lihat” adalah dengan memahami pula cara-cara the state terkadang beroperasi demi kepentingan warganya, namun selalu mendahulukan self-maintenance-nya sendiri. Suatu fenomena yang belum cukup disoroti adalah bahwa gagasan “the victim” mencakupi “all of us”, hal ini bermanfaat bagi the state secara ideologi terutama ketika mereka tidak stabil atau aman secara ekonomis.

Young (1996) mengamati bahwa victimization telah disamakan dengan citizenship. Jika semua orang adalah korban, berarti semua orang mempunyai peran dalam menaklukkan kriminalitas. Dalam kata lain, semua orang mempunyai kewajiban: “it is part of the offices of citizen to minimize the risk of becoming a victim” [ CITATION Wal03 \l 1033 ]. Warga sendiri mempunyai tugas untuk meminimalisir risiko menjadi seorang korban.

III. Lampiran Berita/Contoh Kasus

Surni Puri dan Ahsi Avei tertunduk lesu di hadapan kamera wartawan kemarin (28/11). Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor (Polres) Bogor menetapkan pasangan suami istri itu sebagai tersangka. Mereka dituduh menganiaya anak sendiri, Yeol Ghi Nichiardo, 3, hingga meregang nyawa.

"Dari hasil penyidikan, terungkap ada kekerasan yang dilakukan oleh orang tua korban," ujar Kapolres Bogor AKBP Andi Moch. Dicky. Dicky menjelaskan, pasutri itu menganiaya anak kandungnya sejak dua bulan lalu. Terakhir, pada 22 November 2016, korban harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka serius. Dijelaskan, pasangan sadis itu tega menganiaya buah hati sendiri lantaran kesal dengan tekanan ekonomi. Kehidupan yang serba kekurangan membuat mereka tega melampiaskan kemarahan kepada putra semata wayang.

(6)

dipastikan, itu suara yang keluar dari mulut Yeol Ghi Nichiardo. Sebab, hanya Yeol anak pasangan yang mengontrak sebuah rumah petak di Kampung Momonot RT 02, RW 11, Desa Tlajung Udik, Kecamatan Gunungputri, itu.

"Para saksi tidak mengetahui bahwa tangisan itu adalah hasil penyiksaan. Karena korban memang jarang terlihat keluar dari rumah," papar Dicky. Namun, lama-lama tetangga curiga dengan pasangan tersebut. Apalagi, mereka melihat si balita pada Rabu lalu (23/11) dilarikan ke RS Sentra Medika, Cibinong, dalam keadaan pingsan. Mereka kemudian melaporkan hal itu ke Polsek Cibinong.

Laporan tentang bocah laki-laki yang mengalami luka tidak wajar tersebut ditindaklanjuti. Unit PPA Polres Bogor mengecek ke rumah sakit. Akhirnya, diketahui si kecil itu menjadi korban penganiayaan. Ada luka berat gara-gara benturan dan luka akibat benda tumpul. Selain itu, ada bekas luka karena cubitan di punggung, kepala, dan paha si balita. "Akibat luka yang cukup parah, korban tidak bisa diselamatkan meski sudah mendapatkan penanganan medis. Korban cuma bertahan satu hari di rumah sakit, kemudian meninggal dunia," tutur Dicky.

Tanpa buang waktu, Unit PPA Polres Bogor menangkap kedua orang tua Yeol, lalu menjebloskan mereka ke dalam tahanan. Atas perbuatan itu, pasangan suami istri tersebut dijerat pasal 80 ayat 2 dan 3 UU No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan atau pasal 44 ayat 3 dan 4 UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga serta pasal 64 KUHP. "Ancaman hukumannya 15 tahun penjara," tegas Kapolres. (Sumber: JawaPos.com)

IV. Pembahasan

(7)

seperti yang tertuang dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Seperti yang dapat dilihat dari kasus di atas, perilaku kekerasan yang dilakukan sepasang suami istri dengan inisial SP dan AA terhadap korban berinisial YGN yang adalah anaknya sendiri, merupakan bentuk kekerasan dalam rumah tangga, jenis kekerasan fisik karena korban YGN mengalami luka berat di sekujur tubuhnya akibat luka-luka benturan, dipukul dengan benda tumpul, dicubit, hingga pada akhirnya korban meregang nyawa karena luka-luka yang dideritanya fatal. Dalam esai ini, penulis akan menganalisis kasus secara singkat menurut pandangan positivist victimology.

(8)

V. Peran Psikologi dalam Kriminologi

Bidang ilmu psikologi dapat berkontribusi banyak terhadap kriminologi dalam membantu kriminolog, polisi, maupun investigator lain untuk mempelajari dan memahami kriminalitas. Trauma dari viktimisasi merupakan suatu reaksi yang langsung setelah terjadinya kejahatan. Korban kejahatan menderita trauma fisik dan psikologis yang tidak ringan. Yang dapat dilakukan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam psikologi adalah membantu korban-korban kejahatan menghadapi trauma yang mereka alami setelah kejadian. Bantuan tersebut dapat berupa social support, konseling, misalnya dengan hanya menjadi teman bicara korban, bertanya apakah mereka merasa aman, meyakinkan korban bahwa mereka aman, maupun meyakinkannya bahwa mereka tidak bersalah, mereka tidak membawa kejahatan datang pada diri sendiri.

Selain itu, dalam disiplin ilmu psikologi forensik, seorang psikolog forensik dapat berperan bagi kriminologi dengan membantu dalam criminal profiling dan victim profiling, untuk membangun suatu profil pelaku yang mungkin dan korban-korban seperti apa yang diincar. Peran psikolog forensik sebenarnya lebih besar dalam proses hukum, misalnya dalam menilai apakah seorang terdakwa ataupun korban fit secara mental untuk menjalani proses hukum (untuk bersaksi di depan hakim, dan sebagainya), atau dalam memberikan expert testimony sebagai wakil terdakwa ataupun korban. Selain itu, psikolog forensik juga dapat berperan dalam memberikan offender treatment programs bagi para pelaku sebagai bentuk rehabillitasi.

(9)

biasanya diincar oleh perampok atau pencopet, gaya jalan atau pakaian seperti apa yang dapat memicu pemerkosa untuk bertindak, bagaimana para pelaku menandakan rumah yang mana yang akan dimaling, sehingga masyarakat dapat lebih aware dan mereka dapat mengantisipasi bahkan mencegah kejahatan untuk terjadi.

Daftar Pustaka

Deflem, Mathieu, ed. (2006). Sociological Theory and Criminological Research: Views from Europe and the United States. Elsevier. p. 279.

Jawapos.com. (2016). Bocah 3 Tahun Itu Akhirnya Tewas di Tangan Ayah-Ibu Kandungnya. Retrieved June 12, 2017, from Jawapos.com: http://www.jawapos.com/read/2016/11/29/67453/bocah-3-tahun-itu-akhirnya-tewas-di-tangan-ayah-ibu-kandungnya/1

Kartono, K. (2003). Patalogi Sosial Jilid I, Cet. VIII. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Universitas Sam Ratulangi. (n.d.). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Retrieved June 12, 2017, from http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_23_04.htm Walklate, S. (2003). Understanding criminology: Current theoretical debates (2nd

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa langkah pembelajaran dengan menerapkan strategi REACT dalam model pembelajaran Think Pair Share (TPS) yang dapat meningkatkan keaktifan

Segala puji dan syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “ Analisis Kadar Logam Merkuri

Mashlahah -0.012, nilai t hitung sebesar -2.045 dengan nilai signifikan 0.043, sehingga dapat diartikan terdapat pengaruh yang signifikan antara Store Atmophere dan

Masalah yang terdapat pada siswa kelas IV MI Miftahul Huda Soga Desa Tenajar Kidul Kecamatan Kertasemaya Kabupaten Indramayu adalah rendahnya hasil belajar siswa pada mata

bentuk dokumen elektronik, bila salah satu pihak melanggar kesepakatan tersebut atau wanprestasi dari salah satu pihak, maka pihak yang dirugikan dapat mengugat ke

menerima , kata nerima pada kalimat tersebut adalah kata tidak baku, namun dalam kaidah nonformal kata tersebut disyahkan, tapi karena di dalam penelitian ini

Berdasarkan hasil dan perhitungan eksisting diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan model terminal design concept yang optimum sebagai alternatif dalam perencanaan pengembangan

Pada hemat penulis, keteladanan, bermain, bercerita, pujian, hukuman dan sebagainya merupakan metode atau cara yang dilakukan dalam melaksanakan model tertentu yang digunakan