• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pelaksanaan Klhs Tata Ruang Dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tinjauan Pelaksanaan Klhs Tata Ruang Dan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PELAKSANAAN KLHS, TATA RUANG DAN AMDAL

SEBAGAI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN HUKUM LINGKUNGAN

DAN INSTRUMEN PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN HIDUP

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Kebijakan Hukum Lingkungan

Program Studi Magister Ilmu Lingkungan

Oleh :

ZUMRODI

250120150017

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

(2)

Kebijakan hukum lingkungan dan penerapan instrumen pelestarian fungsi lingkungan hidup tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk mengurangi dampak pemanfaatan sumber daya alam, yang merupakan penggerak utama pembangunan demi peningkatan kesejahteraan. Istilah sumber daya (resource) mulai populer di Indonesia sejak dekade 1980-an. Hal ini tercermin dari penggunaan istilah tersebut pada peraturan perundang-undangan yang terbit sebelum tahun 1980-an. Pada kurun waktu tersebut, istilah sumber daya lebih merujuk kepada kekayaan atau sumber (alam). Pada peraturan setelah dekade 1980-an, istilah sumber daya menjadi lebih umum digunakan untuk merujuk kepada berbagai konotasi seperti sumber daya manusia, sumber daya alam (natural) dan sumber daya buatan (artificial).

Pada dasarnya istilah sumber daya merujuk kepada sesuatu yang memiliki nilai ekonomi atau dapat memenuhi kebutuhan manusia atau input-input yang bersifat langka yang dapat menghasilkan kegunaan atau manfaat (utility) dalam bentuk barang maupun jasa, baik melalui proses produksi atau tidak. Secara etimologis istilah sumber daya dapat merujuk kepada pengertian : 1) kemampuan untuk memenuhi atau menangani sesuatu yang tekait dengan kegunaan (usefulness); (2) sumber persediaan, penunjang dan pembantu yang dipakai untuk mencapai tujuan; (3) sarana yang dihasilkan oleh kemampuan atau pikiran seseorang yang dihasilkan melalui proses produksi untuk mencapai kepuasan; dan (4) utilitas dikonsumsi baik secara langsung (barang, jasa) maupun tidak langsung (jasa lingkungan, pemandangan, jasa ekosistem). Dengan demikian, pengertian sumber daya alam adalah sangat luas yang mencakup sumber daya alam (SDA), manusia (SDM), modal maupun buatan.

SDA saling tergantung antara satu dengan lainnya, baik bersifat langsung maupun tidak langsung. Pengembangan suatu SDA akan memberikan pengaruh pada SDA yang lain, misal pengembangan sumber-sumber minyak lepas pantai akan mempengaruhi sumber daya ikan dan ekosistem di sekitarnya. Contoh lain adalah erosi tanah yang disebabkan oleh penggundulan hutan atau penggalian batubara tanpa perancanaan akan menurunkan potensi produksi listrik tenaga air dari suatu cekungan sungai. Sifat saling ketergantungan antar SDA merupakan aspek utama yang melandasi konsep pengelolaan SDA secara berkelanjutan yang menuntut perlakuan dan cara pandang berbeda sesuai dengan karakteristiknya. SDA yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources) atau ‘sumber daya stock” bersifat exhaustible seperti logam, minyak bumi, gas dan mineral merupakan sumber daya dengan sulai terbatas. Pemanfaatan sumber daya ini melalui eksploitasi akan menurunkan cadangan dan ketersediaanya.

(3)

maupu non biologi. SDA jenis ini terbagi dalam dua jenis, yaitu SDA yang benar benar dengan suplai tidak terbatas (infinite) dan SDA yang dapat diperbaharui (hutan, ikan, air) sepanjang laju pemanfaatnnya tidak melampaui titik kritis. Setiap pemanfaatan SDA baik melalui proses produksi maupun konsumsi selelalu menghasilkan limbah (waste). Sebagian limbah dapat menjadi sumber daya bagi proses produksi atau konsumsi yang kain atau kembali ke lingkungan alam. Namun juga terdapat limbah yang memerlukan upaya pendaur ulangan menjadi residu yang dapat diproses secara alam.

Untuk mengurangi dampak negatif dan resiko pemanfaatan sumber daya alam diperlukan berbagai instrumen demi menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupnya. Sebagian instumen tersebut sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang dapat berupa : Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Tata ruang; Baku mutu lingkungan; Kriteria baku kerusakan lingkungan; Amdal dan Izin lingkungan. Secara mendasar, keberadaan sumber daya alam yang bersifat melekat dengan posisi/lokasi diatas permukaan bumi menjadikan inventarisasi, pemanfaatan dan evaluasi SDA memerlukan pendekatan geografik (tata ruang) melalui pendekatan dan analisis spasial.

II. Kebijakan dan Permasalahan Penataan Ruang

Kebijakan penataan ruang wilayah nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang merupakan amanat Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, meliputi Kebijakan Pengembangan Struktur Ruang dan Kebijakan Pengembangan Pola Ruang. Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi : (1) Peningkatan akses pelayanan perkotaan dan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah yang merata dan hierarki; dan (2) Peningkatan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di seluruh wilayah nasional.

(4)

melestarikan keunikan bentang alam, dan melestarikan warisan budaya nasional; (b) peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara (c) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan oerekenomian nasional yang produktif, efisien, dan mampu berdaya saing dalam perekonomian internasional; (d) pemanfaatan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (e) pelestarian dan peningkatan sosial dan budaya bangsa; (f) pelestarian dan peningkatan nilai kawasan lindung yang ditetapkan sebagai warisan dunia, cagar biosfer, dan ramsar, dan (g) pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan.

Pelaksananaan undang-undang penataan ruang yang mulai dilakukan semenjak tahun 2007 bukan tanpa kendala. Selain masih terbatasnya peraturan-peraturan pelaksana dibawahnya, kedalaman materi undang-undang tersebut juga belum memuaskan bagi banyak pihak. Salah satu permasalahan yang muncul adalah hingga saat ini belum tersedia kajian mendalam untuk analisis daya dukung dan daya tampung lingkunga hidup sebagaimana diamanatkan pasal 19, 22 dan 25 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Sementara itu dalam pasal 5 ayat 2 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa kegiatan pertambangan hanya dapat dilakukan di dalam kawasan budidaya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pelayanan publik untuk melayani kegiatan di kawasan lindung, salah atunya adalah pelaksanakan kajian AMDAL pertambangan di kawasan lindung tidak dapat direalisasikan. Konflik ruang dan Undang Undang muncul terkait dengan pasal tersebut yang membawa implikasi serius berkaitan dengan investasi dan kegiatan ekonomi secara luas. Misalnya untuk proses AMDAL tidak dapat ditindaklanjuti karena terkena pasal 5 ayat 2 tersebut. Begitu masuk di kawasan hutan lindung, AMDAL tidak dapat diproses karena akan melanggar peraturan perundang undangan.

(5)

III. Evaluasi Pengaruh Lingkungan Hidup Penataan Ruang Melalui KLHS

Sesuai dengan Penjelasan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa penggunaan sumber daya alam harus dilakukan secara serasi, selaras dan seimbang dengan fungsi lingkungan hidup. Sebagai konsekuensinya, kebijakan, rencana atau program pembangungan harus dijiwai dengan kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam rangka mewujudkan hal ini, undang undang tersebut mengamanatkan dilaksanakannya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) demi menjamin prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam setiap kebijakan, rencana dan progrma yang dilaksanakan pemerintah.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis merupakan proses sistematis untuk mengevaluasi pengaruh lingkungan hidup dan menjamin diintegrasikannya prinsip prinsip pembanguna berkelanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Secara umum KLHS berfungsi untuk menelaah efek dan/atau dampak lingkungan sekaligus mendorong pemenuhan tujuan keberlanjutan pembangungan dan pengelolaan sumber daya dari suatu kebijakan rencana dan program pembangunan. Kaidah terpenting KLHS dalam perencanaan tata ruang adalah pelaksanaan yang bersifat partisipatif dan sedapat mungkin didasarkan pada keinginan sendiri untuk memperbaiki mutu KRP tata ruang (self assesment) agar keseluruhan proses bersifat lebih efisien dan efektif.

Asas asas sebagai hasil penjabaran prinsip keberlanjutan yang mendasari KLHS bagi penataan ruang adalah keterkaitan (interdependency), keseimbangan (equillibruim) dan keadailan (justice). Keterkaitan menekankan pertimbangan keterkaitan anatara suatu komponen dengan komponen lainnya antara satu unsur dengan unsur yang lain, antara satu variabel biofisik dengan variable biologi, atau keterkaitan antara lokal dan global, keterkaitan antar sektor, antar daerah dan lainnya. Keseimbangan menekankan aplikasi keseimbangan antar aspek, kepentingan, maupun interaksi antara mahluk hidup dan ruang hidupnya, seperti diantaranya adalah keseimbangan laju pembangungan dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, keseimbangan pemanfaatan dengan perlindungan dan pemulihan cadangan sumber daya alam, keseimbangan antara pemanfaatan ruang dengan pengelolaan dampaknya. Keadilan dalam hal ini untuk menekankan agar dapat dihasilkan kebijakan, rencana dan program yang mengakibatkan pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber sumber alam, modal dan infrastruktur atau pengetahuan dan informasi kepada sekelompok orang tertentu.

(6)

(empat) model pendekatan KLHS untuk penataan ruang. Empat pendekatan tersebut adalah : (1) KLHS dengan kerangka dasar AMDAL (EIA Mainframe); (2) KLHS sebagai kajian penialain keberlanjutan lingkungan (Environmental Appraisal); (3) KLHS sebagai kajian terpadu/penilaian keberlanjutan (Integrated Assesment/Sustainability Apprasial); dan (4) KLHS sebagai pendekatan pengelolaan Berkelnjutan sumber daya alam (Sustainable Natural Resources Mangement) atau pengelolaan berkelanjutan sumber daya (Sustainable Resources Manajement).

Proses KLHS pada prinsipnya harus dilakukan terintegrasi dengan perencanaan tata ruang. Beragam kondisi mempengaruhi proses perencanaan tata ruang, dimana hal ini menyebabkan integrasi tersebut dilaksanakan dalam dua cara yaitu : (1) Penyusunan dokumen KLHS untuk menjadi masukan RTRW dan KRP tata ruang; dan (2) Melebur proses KLHS dengan proses penyusunan RT RW atau KRP tata ruang . Proses kegiatan penyusunan dokumen dilakukan dengan berinteraksi langsung dengan proses penyusunan KRP tata ruang. Intergrasi tersebut berlangsung menurut langkah-langkah : (1) Pelingkupan; (2) Penilaian atau telaah/analisis teknis; (3) Penetapan alternatif; (4) Formulasi pelaksanaan dan pengambilan keputusan tentang pilihan muatan materi bagi KRP tata ruang; dan terakhir (5) Pemantauan dan tindak lanjut.

IV. Implementasi Amdal Dan Izin Lingkungan Sebagai Instrumen Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup

Sesuai dengan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal. Hal ini secara tegas disebutkan dalam pasal 22 undang-undang tersebut. Lebih lanjut dalam penjelasan undang undang ini disebutkan bahwa upaya pengendalian dampak secara dini harus terus dilakukan menyadari akan potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi pemanfaatan sumber daya alam melalui pembangunan. Amdal merupakan salah satu perangkat preeemtif pengelolaan lingkungan hidup yang keberadaannya terus diperkuat melalui peningkatan akuntabilitas dalam pelaksanaannya dengan mensyaratkan lisensi bagi penilai amdal dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen amdal serta memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar. Lebih lanjut amdal menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum memperoleh izin usaha.

(7)

dilakukanan. Menurut undang-undang, tidaklah benar untuk mempergunakan amdal untuk kegiatan atau proyek yang sedang beroperasi atau bahkan sudah selasai dilakukan. Dalam hal ini kajian dampak penting bagi kegiatan tersebut diakomodir melalui penyusunan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Amdal merupakan salah satu alat pengambilan keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin di timbulkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan. Secara keseluruhan proses, amdal meliputi empat komponen yaitu : 1) Kerangka Acuan Amdal (KA Amdal) yang merupakan lingkup analisis dampak sebagai hasil proses pelingkupan; 2) Analisis Dampak Lingkungan (Andal), yang merupakan telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan; 3) Rencana Pengelolaan Lingkungan (RPL), merupakan dokumen yang memuat upaya penanganan dampak penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan; dan 4) Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL), merupakan dokumen yang memuat upaya pemantauan komponen lingkungan yang terkena dampak penting akibat rencana usaha dan/atau kegiatan.

Dari keseluruhan proses tersebut, langkah pertama menjadi kunci dengan adanya dokumen kriteria yang merupakan hasil kajian ilmiah mendalam subyek terkait dengan didukung pula dengan dilakukannnya kajian publik. Dokumen ini memuat studi-studi terbaru mengenai lingkungan hidup dengan didukung komentar dan kajian publik. Sebagai sebuah dokumen ilmiah, pelibatan masyarakat dalam penyusunan amdal merupakan pilihan yang sangat penting. Proses penyusunan dokumen ini melibatkan seluruh aspek pemangku kepentingan yang antara lain meliputi perwakilan masyarakat, kelompok ilmiah, tokoh masyarakat, tokoh adat, lembaga swadaya masyarakat dan juga unsur unsur teknis pemerintahan.

Seiring bergulirnya era otonomi daerah, peran Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan amdal menjadi semakin penting dan dominan. Berbagai ketentuan telah mengatur dengan jelas pembagian kewengangan antara Pemerintah (pusat), Pemerintah daerah propinsi dan pemerintah kabupaten/kota, misalnya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah. Akan tetapi arus besar desentralisasi melalui otonomi daerah ini pada kenyataannya tidak dibarengi dengan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia yang memadai, sehingga pelaksanaan amdal sebagai sebuah instumen pengendalian fungsi lingkungan hidup di daerah seperti kedodoran. Untuk itu diperlukan dukungan dan pembinaan yang lebih besar dari Pemerintah pusat untuk mengejar gap yang ada.

(8)

1. Untuk mengurangi dampak negatif dan resiko pemanfaatan sumber daya alam diperlukan berbagai instrumen seperti KLHS, Tata ruang, dan Amdal/ijin lingkungan demi menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidupnya.

2. Kebijakan, rencana atau program pembangungan harus dijiwai dengan kewajiban melakukan pelestarian lingkungan hidup dan mewujudkan tujuan pembangunan berkelanjutan, demi mewujudkan hal ini, undang undang tersebut mengamanatkan dilaksanakannya Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) demi menjamin prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam setiap kebijakan, rencana dan progrma yang dilaksanakan pemerintah

3. Keberadaan sumber daya alam yang bersifat melekat dengan posisi/lokasi diatas permukaan bumi menjadikan inventarisasi, pemanfaatan dan evaluasi SDA memerlukan pendekatan tata ruang (geografik) melalui pendekatan dan analisis spasial.

4. Amdal merupakan perangkat preeemtif pengelolaan lingkungan hidup bagi setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

Daftar pusataka :

Asdak, Chay, 2014, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Jalan Menuju Pembangunan Berkelanjutan, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta.

Kemen LH, 2009, Kajian Kritis Undang Undang Terkait Penataan Ruang dan Sumber Daya Alam, Laporan Akhir, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kemen LH-ESP2-DANIDA, Jakarta.

Kemen LH, 2008, Pertimbangan Pertimbangan Dalam Penerapan Kajian Lingkungan Hidup Strategis Untuk Kebijakan, Rencana dan Program Penataan Ruang, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kemen LH-ESP2-DANIDA, Jakarta

Kemen LH, 2008, Review Terhadap Rancangan Peraturan Presiden tentang Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera Melalui Aplikasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis, Laporan Akhir, Deputi Bidang Tata Lingkungan Kemen LH-ESP2-DANIDA, Jakarta.

Silalahi, Daud, Prof. Dr. M, 2011, AMDAL Dalam Sistem Hukum Lingkungan di Indonesia, SH, PT Suara Harapan Bangsa, Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

(6) Penyediaan akomodasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf f, merupakan usaha yang menyediakan pelayanan penginapan yang dapat dilengkapi dengan

Narasumber berikutnya mengatakan bahwa sudah terlihat kegiatan Front Pembela Islam FPI di Banda Aceh salah satunya soal Palestina, soal kecaman terhadap Donal trump dan soal LGBT

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei melalui kuesioner.Pada penelitian tingkat pengetahuan ini peneliti menemukan hasil dimana

Prosedur pelaksanaan teknik tersebut adalah setelah data terkumpul maka data direduksi, artinya proses berpikir sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh tentang proses perkembangan masyarakat Sangihe di kelurahan Pintukota, dan pola hidup Masyarakat Sangihe baik

Peningkatan prestasi ini terlihat dengan keaktifan siswa selama proses belajar mengajar misalnya mereka mampu dan bisa bila disuruh untuk menjabarkan kembali hasil

25 Dalam menganalisis kinerja keuangan, peneliti menggunakan Standar Pedoman Penilaian Koperasi yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan

Madiun memberi ijin kepada Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon oleh karena rumah tangga Pemohon dan Termohon sejak tahun 2006 telah tidak harmonis sering