• Tidak ada hasil yang ditemukan

Harga Pokok Produk Bersama docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Harga Pokok Produk Bersama docx"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS 7 AKUNTANSI BIAYA

HARGA POKOK

PRODUK

BERSAMA

OLEH:

A.SULOLIPU

(02220130012)

FAKULTAS EKONOMI

(2)

2014/2015

HARGA POKOK PRODUK BERSAMA

Berkembangnya industri akan selalu memunculkan produk-produk baru. Perusahaan akan selalu berusaha menciptakan produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Akibatnya suatu perusahaan tidak hanya memproduksi satu produk tetapi beragam produk untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Hal ini menjadikan masalah baru bagi perusahaan dalam perhitungan akuntansinya. Bersumber dari masalah inilah kalkulasi produk bersama dan produk sampingan menjadi penting untuk dibahas.

A. KONSEP PRODUK BERSAMA DAN PRODUK SAMPINGAN

Sebelum membahas produk bersama dan produk sampingan maka harus membahas biaya bersama terlebih dahulu karena pembagian produk menjadi produk bersama dan produk sampingan bersumber dari biaya bersama.

Biaya bersama dapat diartikan sebagai biaya overhead bersama yang harus dialokasikan ke berbagai departemen, baik dalam perusahaan yang kegiatan produksinya berdasarkan pesanan ataupun secara massa.

Biaya Produk bersama juga bisa diartikan sebagai biaya yang dikeluarkan sejak saat mula-mula bahan baku diolah sampai dengan saat berbagai macam produk dapat dipisahkan identitasnya. Biaya produk bersama ini terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik.

Biaya produk bersama muncul dari produksi secara simultan atas berbagai produk dalam proses yang sama. Ketika dua atau tiga produk di produksi dari sumber daya yang sama maka akan terbentuk biaya gabungan. Biaya gabungan terjadi sebelum titik pisah (split-off). Titik pisah adalah saat dihasilkannya dua atau lebih produk bersama, dimana pada saat itu produk bersama bisa langsung dijual atau diproses lebih lanjut.

Biaya bersama digunakan untuk memproduksi berbagai produk, yaitu: 1. Produk bersama (joint-product)

(3)

sampai pada titik pisah. Nilai jual dari masing-masing produk bersama relatif sama sehingga tidak ada produk yang dianggap sebagi produk utama dan produk sampingan.

Contoh: Pabrik penyulingan minyak mentah (crude oil) menghasikan minyak siap dikonsumsi berupa minyak gasolin, karosine, minyak diesel (solar), minyak bakar, minyak tanah, dll.

2. Produk Sampingan (by-product)

Istilah produk sampingan digunakan untuk suatu produk yang bernilai total relatif kecil dan diproduksi secara berbarengan dengan produk yang bernilai lebih besar. Produk yang nilainya lebih besar biasa disebut dengan produk utama. Produk sampingan juga bisa diartikan sebagai produk yang bukan tujuan utama operasi perusahaan tetapi tidak dapat dihindarkan terjadinya dalam proses pengolahan produk disebabkan sifat bahan yang diolah atau karena sifat pengolahan produk, kuantitas dan nilai produk sampingan relatif kecil dibandingkan dengan nilai keseluruhan produk.

Pembedaan produk utama dan produk sampingan terletak pada nilai jualnya. Jika nilai jual salah satu produk relatif lebih kecil dari yang lainnya maka dikategorikan sebagai produk sampingan, sedangkan apabila produk-produk yang dihasilkan relatif sama maka dikategorikan sebagai produk bersama.

Contoh: pada pabrik penggergajian kayu, kayu lapis dan papan kayu merupakan produk utama, sedangkan serbuk gergaji dan kayu bakar merupakan produk sampingan.

3. Produk sekutu (coproduct)

Produk sekutu dapat didefinisikn sebagai beberapa macam produk yang dihasilkan dalam waktu yang sama, tetapi tidak berasal dari proses pengolahan yang sama atau tidak dari bahan baku yang sama.

Contoh : Pabrik penggergajian dapat menghasilkan papan kayu dan kayu lapis dari berbagai jenis kayu log (kayu gelonggongan) yang diproses sehingga macam produk yang dihasilkan dapat berupa papan kayu jati, kayu meranti, kayu kanfer, begitu pula dapat dihasilkan kayu lapis jati,meranti atau kanfer.

Produk bersama dan produk sekutu memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Produk bersama dan produk sekutu merupakan tujuan utama kegiatan produksi. b. Dengan mengolah produk bersama, produsen tidak dapat menghindarkan diri untuk

menghasilkan semua jenis produk bersama, jika ingin memproduksi salah satu diantara prduk bersama tersebut.

(4)

d. Setiap produk mempunyai hubungan fisik yang sangat erat dalam proses produksi. Apabila terjadi peningkatan kualitas untuk satu unit jenis produk yang dihasilkan, maka kualitas yang lain akan bertambah secara proporsional.

e. Dalam produk bersama dikenal istilah Split-Off Point adalah saat dimana produk-produk tersebut dapat diidentifikasi atau dipisah ke masing-masing produk-produk secara individual.

f. Setelah Split-Off Point (titik pisah) tersebut dapat dijual pada titik pisah (secara langsung) dan dapat juga dijual setelah pisah (setelah proses lebih lanjut) untuk mendapatkan produk yang lebih menguntungkan. Biaya yang dikeluarkan untuk memproses produk lebih lanjut disebut biaya proses lanjutan atau biaya setelah titik pisah (severable cost)

Produk sampingan dapat digolongkan sesuai dengan dapat tidaknya produk tersebut dijual pada saat terpisah dari produk utama.

a. Produksi sampingan yang dapat dijual setelah terpisah dari produk utama, tanpa memerlukan pengolahan lebih lanjut.

b. Produk sampingan yang memerlukan proses pengolahan lebih lanjut setelah terpisah dari produk utama.

B. AKUNTANSI PRODUK BERSAMA

Perusahaan yang menghasilkan produk bersama pada umumnya menghadapi masalah pemasaran berbagai macam produknya, karena masing-masing produk mempunyai masalah pemasaran dan harga jual yang berbeda. Manajemen biasanya ingin mengetahui kontribusi masing-masing produk pada pendapatan perusahan. Oleh karena itu, perlu diketahui secara teliti biaya yang dibebankan pada masing-masing produk sebagai dasar perhitungan harga pokok setiap produk.

Alokasi Biaya merupakan pembebanan biaya secara proposional dari biaya tidak langsung atau biaya bersama ke objek biaya. Biaya bersama sulit diperhitungkan kepada masing-masing produk, oleh karena itu untuk memudahkan dalam perhitungan diperlukan alokasi biaya.

Manfaat menghitung alokasi biaya dalam produk bersama adalah:

1. Menghitung harga pokok dan menentukan nilai persediaan untuk tujuan pelaporan keuangan internal dan eksternal.

2. Menilai persediaan untuk tujuan asuransi.

(5)

4. Biaya bahan yang hancur.

5. Menetukan biaya departemen atau divisi untuk tujuan pengukuran kinerja eksekutif. 6. Pengaturan tarif karena adanya sebagian produk atau jasa yang diproduksi dikenakan

peraturan harga.

7. Mengetahui besarnya kontribusi masing-masing produk bersama terhadap total pendapatan perusahaan.

8. Mengetahui seluruh biaya produksi yang dibebankan ke masing-masing produk bersama.

Biaya produk bersama dialokasikan ke setiap produk bersama menggunakan metode nilai pasar, rata-rata biaya per satuan, rata-rata tertimbang dan unit kuantitatif.

a) Metode Nilai Pasar / Nilai Jual Relatif

Metode ini adalah metode yang sangat populer karena dengan argumennya bahwa harga produk merupakan manifestasi dari biaya produksinya. Metode ini mengasumsikan bahwa setiap produk yang dihasilkan dalam proses produksi bersama memilki nilai jual atau nilai pasar yang berbeda. Perbedaan nilai pasar disebabkan tingkat pemakaian biaya yang berbeda.

Metode ini berpendapat bahwa jika salah satu produk terjual lebih tinggi daripada yang lainnya, hal itu terjadi karena biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya juga lebih tinggi dibandingkan produk lain. Jadi dalam metode ini kelangkaan tidak mempunyai pengaruh dalam menentukan harga jual. Karena asumsi itulah, cara yang logis untuk mengalokasikan biaya bersama adalah berdasarkan pada nilai jual relatif masing-masing produk bersama.

Terdapat dua metode dalam metode nilai jual relatif, yaitu: 1. Metode nilai pasar saat split-off point

Metode ini digunakan ketika setelah split-off point tidak ada proses produksi lanjutan dan harga jual sudah diketahui pada saat itu. Biaya bersama (joint cost) dialokasikan ke masing-masing produk sesuai dengan perbandingan nilai jualnya terhadap nilai jual keseluruhan produk bersama.

Contoh :

(6)

Produk Jumlah unit Harga unit

Nilai jual Rasio Alokasi HPP/ unit Alfa 5.000 1000 5.000.000 22,62% 4.524.000 904,8

Beta 10.000 800 8.000.000 36,20% 7.240.000 724

Gamma 7.000 1300 9.100.000 41,18% 8.236.000 1.176,5

Jumlah 22.100.000 100% 20.000.000 2. Metode nilai jual hipotesis

Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada saat titik pisah, maka harga tidak dapat diketahui pada saat titik pisah. Produk tersebut memerlukan proses tambahan sehingga harga jual tidak dapat dikethui sebelum dijual (setelah titk pisah). Dasar yang dapat digunakan dalam mengalokasikan biaya bersama adalah harga pasar hipotesis.

Harga pasar hipotesis adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lanjutan setelah pemisahan.

Contoh :

Dengan menggunakan data perusahaan PT. ABC pada contoh soal metode nilai pasar, diketahui biaya proses lanjutan masing-masing produk adalah sebagai berikut:

Keterangan Produk Alfa Produk Beta Produk Gamma

Unit Produksi 5.000 10.000 7.000 Harga Jual/unit Rp1.000 Rp800 Rp1.300 Biaya Proses lanjutan/unit Rp400 Rp300 Rp500

(7)

Alfa 1.000 400 600 5.000 3.000.000 22,06 %

4.412.000 882,4

Beta 800 300 500 10.000 5.000.000 36,76 %

7.352.000 735,2

Gamma 1.300 500 800 7.000 5.600.000 41,18 %

8.236.000 1.176,6

13.600.000 100% 20.000.000

*(Harga jual – biaya tambahan) **(rasio x 20.000.000)

b) Metode rata-rata biaya per satuan

Metode ini berupaya untuk mendistribusikan total biaya produksi gabungan ke berbagai produk atas dasar biaya per unit. Metode ini digunakan jika dari satu proses produksi bersama dihasilkan beberapa produk yang bisa diukur dalam satuan yang sama meskipun dalam kualitas yang berbeda-beda. Perusahaan yang menggunakan metode ini berpendapat bahwa semua produk yang dikerjakan dengan proses yang sama harus menerima bagian yang sebanding dengan total biaya gabungan berdasarkan unit yang diprosuksi. Penentuan biaya untuk setiap produk dihitung sesuai dengan proporsi kuantitas masing-masing produk yang dihasilkan.

Contoh :

Suatu perusahaan menghabiskan biaya Rp 2.000.000 untuk memproduksi 1000 liter produk dari minyak mentah. Rata-rata biaya produksi per unit adalah Rp 2.000 (Rp 2.000.000/1000)

Produk Kuantitas Rata-rata biaya per satuan

Alokasi biaya bersama

Bensin 350 Rp 2.000 Rp 700.000 Pelumas 250 Rp 2.000 Rp 500.000 Minyak

Tanah

300 Rp 2.000 Rp 600.000

(8)

c) Metode rata-rata tertimbang

Pada banyak industri, metode-metode yang telah dibahas diatas tidak dapat memberika solusi yang memuaskan dalam mengalokasikan biaya bersama karena tidak mempertimbangkan segi kualitas dari suatu produk. Sehingga mucullah metode yang menggunakan bobot sebagai presentasi dari ukuran besarnya unit, kesulitan pembuatan, waktu yang dibutuhkan dan sebagainya sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya bersama. Penentuan alokasi biaya bersama pada setiap produk didasarkan atas perkalian jumlah unit produk dengan angka penimbang, dan hasilnya digunakan sebagai dasar untuk alokasi.

Contoh :

Dari soal pada metode kedua (metode rata-rata biaya per satuan), diketahui bobot untuk bensin 4, pelumas 2, minyak tanah 3 dan solar 1. Alokasi biaya bersamanya sebagai berikut :

Bensin 350 4 1400 Rp 965.517 Pelumas 250 2 500 Rp344.826 Minyak

tanah

300 3 900 Rp620.689

Solar 100 1 100 Rp. 68.966 Total 1000 2.900 Rp 2.000.000

d) Metode unit kuantitatif / satuan fisik

Metode kuantitatif berupaya mendistribusikan total biaya gabungan berdasarkan satuan ukuran tertentu seperti kilogram, ton, liter, meter dan sebagainya. Jika produk bersama mempunyai ukuran yang berbeda maka harus ditentukan koefisien ekuivalesinya yang digunakan untuk mengubah satuan yang berbeda kedalam satuan yang sama. Metode ini beranggapan bahwa setiap produk dapat diidentifikasi sesuai dengan tingkat pemanfaatan bahan baku dalam ukuran satuan yang sama.

Contoh :

Berikut adalah data produk yang dihasilkan dari satu ton batu bara yang menghabiskan biaya sebesar Rp 1.000.000 :

Produk Kuantitas (pon)

Presentase (%) Alokasi Biaya Bersama

(9)

Jumlah 2.000 100% Rp 1.000.000

C. PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUK SAMPINGAN

Setelah mempelajari konsep dan cara perhitungan harga pokok produk gabungan, maka tidak lengkap jika tidak membahas harga pokok produk sampingan. Hal ini dapat dimengerti karena keduanya mempunyai hubungan yang erat. Dalam produk sampingan, yang menjadikan permasalahan adalah bagaimana memperlakukan pendapatan penjualan produk sampingan tersebut.

Pengakuan adanya produk sampingan ini menyangkut perlakuan terhadap harga pokok produk sampingan, biaya untuk memproses produk sampingan, dan hasil penjualan produk sampingan. Alokasi biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan pada umumnya dianggap tidak perlu, karena nilai produk sampingan relatif rendah bila dibandingkan dengan produk utama. Tetapi dalam kenyataannya ada beberapa metode yang mengalokasikan biaya bersama kepada produk utama dan produk sampingan. Metode-metode akuntansi yang dapat diterima untuk menetapkan biaya produk sampingan dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Metode Tanpa Harga Pokok (Non-Cost Methods)

Dalam metode ini, Harga pokok produk sampingan atau persediannya tidak diperhitungkan, tetapi memperlakukan pendapatan penjualan prduk sampingan sebagai pendapatan atau pengurang biaya prduksi produk utama. Dalam rangka perhitungan biaya persediaan, suatu nilai yang berdiri sendiri dapat dibebankan ke produk sampingan.

Metode tanpa harga pokok adalah suatu metode dalam perhitungan produk sampingan tidak memperoleh alokasi biaya bersama dari pengolahan produk sebelum dipisah.

Metode tanpa harga pokok dibagi menjadi 2 macam:

1. Produk sampingan dapat langsung dijual pada saat saat titik pisah (split-off point) atau

pengakuan atas pendapatan kotor.

Metode ini memperlakukan penjualan produk sampingan berdasarkan penjualan kotor. Hal ini dilakukan karena biaya persediaan final dari produk utama dianggap terlalu tinggi sehingga menanggung biaya yang seharusnya dibebankan pada produk sampingan. Dalam metode ini penjualan atau pendapatan produk sampingan dalam laporan laba rugi dapat dikategorikan sebagai berikut :

a) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha.

(10)

dikurangi dengan returnya, dicatat dalam rekening “Pendapatan Penjualan Produk Sampingan” dan pada akhir periode akuntansi ditutup ke rekening Rugi-Laba. Rekening pendapatan penjualan produk sampingan dicantumkan dalam laporan Laba-Rugi pada kelompok penghasilan di luar usaha (other income).

Metode ini tidak mencoba untuk menentukan harga pokok sampingan. Metode ini cocok bila digunakan pada perusahaan yang:

- Nilai produk sampingnya tidak begitu penting atau tidak dapat ditentukan.

- Penggunaan metode yang lebih teliti tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh.

- Pemisahan produk sampingan dari produk utama tidak begitu jelas dan pembebanan harga

pokok produk sampingan pada produk utama tidak mengakibatkan perbedaan yang mencolok pada harga pokok produk utama.

Terdapat beberapa kekurangan pada metode pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai penghasilan diluar usaha, yaitu:

- Apabila pada akhir periode akuntansi terdapat persediaan pokok sampingan, maka timbul

masalah penilaian persediaan untuk tujuan pembuatan neraca perusahaan. Pada umumnya persediaan akhir produk sampingan tidak diadakan penilaian sehingga mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama lebih besar.

- Dapat mengakibatkan perbandingan pendapatan dan biaya yang kurang tepat karena

perbedaan periode akuntansi. Pada saat produk sampingan selesai diproduksi tidak ada pencatatan jurnal, pencatatan dilakukan ketika produk dijual. Apabila produksi dan penjualannya tidak dalam satu periode maka perhitungan pendapatan dan biaya menjadi kurang tepat.

- Tidak adanya pengawasan dari terhadap persediaaan produk sampingan mengakibatkan

rawan terjadi penggelapan.

- Dapat mengaburkan gambaran menyeluruh tentang hasil usaha perusahaan.

Contoh : Diketahui data dari kegiatan operasional perusahaan “ABC” sebagai berikut:

Unit Produksi Produk Utama 16.200 unit Unit Penjualan Produk Utama 13.500 unit Unit Persediaan Awal Produk Utama 500 unit Harga Jual per Unit Rp750

(11)

Laporan laba-rugi sebagai berikut:

Penjualan produk utama Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +

Tersedia dijual Rp 8.350.000 Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000

-Rp 6.750.000-Laba Kotor Rp 3.375.000 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-Laba operasi Rp 450.000 Pendapatan lain-lain :

Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000 +

Laba sebelum pajak Rp 1.050.000

Pendapatan penjualan produk sampingan dijadikan sebagai pendapatan lain-lain sehingga akan menambah laba operasi secara langsung.

b) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai tambahan pendapatan penjualan

produk utama.

Metode ini merupakan variasi dari metode pertama. Semua biaya produksi dikurangkan dari pendapatan penjualan semua produk (baik utama maupun sampingan) untuk mendapatkan laba bruto. Dalam metode ini tidak ada alokasi biaya bersama seperti dalam metode pertama.

Dengan menggunakan data perusahaan “ABC”, maka laporan laba-rugi menggunakan metode ini akan tampak sebagai berikut:

Penjualan Rp 10.125.000

Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.0 00+

Penjualan bersih Rp 10.725.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 +

(12)

-Rp

6.750.000-Laba Kotor Rp 3.975.000

Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000-Laba operasi Rp 1.050.000

Dari laporan laba rugi diatas, ditampilkan Rp600.000 dari penjualan produk sampingan sebagai tambahan penjualan produk utama. Akibatnya total pendapatan menjadi Rp 10.725.000,00. Sedangkan angka lainnya tetap sama.

c) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang harga pokok penjualan.

Dari data perusahaan “ABC”, jika dibuat laporan laba-rugi dengan metode in maka akan menjadi:

Penjualan Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500xRp 500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x Rp 500) Rp 8.100.000 + Tersedia dijual Rp 8.350.000 Persediaan akhir (3.200 x Rp 500) Rp 1.600.000 -Harga pokok penjualan Rp 6.750.000

Pendapatan penjualan produk sampingan Rp 600.000

-Rp 6.150.000 -Laba Kotor Rp 3.975.000 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 - Laba operasi Rp 1.050.000

Dalam kasus ini, hasil penjualan produk sampingan sebesar Rp600.000 dikurangkan pada harga pokok penjualan sehingga HPP menjadi Rp6.150.000 (HPP sebelum dikurangkan sebesar Rp 6.750.000).

d) Pendapatan penjualan produk sampingan dicatat sebagai pengurang total biaya produksi.

(13)

1.600.000,00 menjadi Rp1.485.024,00

Laporan laba rugi akan tampak sebagai berikut :

Penjualan Rp 10.125.000 Harga Pokok Penjualan :

Persediaan awal (500x500) Rp 250.000 Total biaya produksi (16.200 x 500) Rp 8.100.000

Pendapatan penjualan PS Rp 600.000

Rp 7.500.000 + Tersedia dijual Rp 7.750.000 Persediaan akhir (3.200 x 464,07) Rp 1.485.024

-Rp 6.264.976 -Laba Kotor Rp 3.860.024 Beban pemasaran dan administrasi Rp 2.925.000 -Laba operasi Rp 935.024

2. Produk sampingan memerlukan proses lanjutan setelah dipisah dari produk utama atau

pengakuan atas pendapatan bersih.

Dalam metode ini disadari kebutuhan untuk membebankan sebagian biaya ke produksi sampingan. Tetapi bukan berarti mengalokasikan biaya produk utama ke produk sampingan. Biaya pemrosesan dan pemasaran produk sampingan setelah pemisahan dicatat dalam perkiraan yang berbeda dengan produk utama. Angka-angka yang ada tetap akan diperhitungkan didalam laporan laba-rugi sesuai dengan metode yang ada pada metode pertama.

Ayat jurnal dalam metode ini juga terdiri atas pembebanan biaya setelah pemisahan (proses lanjutan) terhadap hasil penjualan produk sampingan. Beban pemasaran dan administrasi juga dialokasikan kedalam produk sampingan sesuai tarif yang telah direncanakan sebelumnya.

Dalam metode ini hasil penjualan bersih produk sampingan dapat dihitung, yaitu :

Penjualan/pendapatan produk sampingan Rp xxxxxx Biaya proses lanjutan produk sampingan Rp xxxxxx

Biaya pemasaran dan biaya administrasi Rp xxxxxx + Rp xxxxxx + Penjualan/ Pendapatan Bersih Produk Sampingan Rp xxxxxx

(14)

perhitungan laporan laba-rugi.

Seperti metode pertama, dalam menghitung harga pokok produk sampingan metode kedua juga bisa dilkaukan dengan metode-metode yang ada pada metode pertama, yaitu:

1. Diperlakukan sebagai penghasilan diluar usaha atau pendapatan lain-lain.

2. Diperlakukan sebagai penambah penjualan atau pendapatan produk utama.

3. Diperlakukan sebagai pengurang harga pokok penjualan.

4. Diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi.

b. Metode-Metode Harga Pokok (Cost Methods)

Dalam metode ini pengalokasian biaya produk sampingan hampir sama dengan produk bersama yaitu sebagian biaya bersama dialokasikan kepada produk sampingan dan menentukan harga pokok persediaan produk sampingan dengan biaya yang dialokasikan tersebut. Ada dua metode yang berdasarkan dpada metode harga pokok, yaitu:

1. Metode biaya pengganti

Metode biaya pengganti biasanya digunakan pada perusahaan yang produk sampingannya digunakan sendiri, sehingga tidak perlu membeli bahan dari pemasok luar. Harga pokok yang diperhitungkan adalah sebesar harga beli atau biaya pengganti (replacement cost) yang berlaku di pasar. Harga pokok ini kemudian dikreditkan pada rekening Barang Dalam Proses-Biaya Bahan Baku (BDP-BBB), sehingga mengurangi biaya produksi produk utama. Pengurangan biaya produksi produk utama ini akan mengakibatkan harga pokok persediaan produk utama menjadi lebih rendah.

Contoh:

Misalkan diketahui data sebagai berikut :

Jumlah biaya produksi untuk 10.000kg produk utama 700.000 Pendapatan penjualan (9000 x 120) 1.080.000 Biaya pengganti produk sampingan yang digunakan dalam pengolahan produk

utama

50.000

Biaya pemasaran dan administrasi&umum 100.000 Persediaan akhir produk 1000kg

Laporan laba rugi :

Pendapatan penjualan produk utama Rp 1.080.000 HPP:

Biaya produksi Rp 700.000 Dikurangi: biaya pengganti produk smpingan Rp 50.000

-Rp 650.000 Dikurangi: Persediaan akhir (1000kg x Rp65)* Rp

65.000-Rp

(15)

585.000-Laba bruto Rp 495.000 Biaya pemasaran dan admnstrasi&umum Rp 100.000-Laba bersih sebelum PPh Rp 395.000

*Rp650.000 : 10.000kg = Rp65

2. Metode pasar

Metode pasar juga disebut dengan metode pembatalan biaya (reversal cost methods). Metode ini sebenarnya hampir sama dengan metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi. Tetapi ada seedikit perbedaan yaitu kalau pada metode pertama (metode tanpa harga pokok-pendapatan produk sampingan mengurangi biaya produksi) yang dikurangkan dari total biaya produksi adalah pendapatan penjualan sesungguhnya produk sampingan, sedangkan pada metode nilai pasar yang dikurangkan adalah taksiran nilai pasar produk sampingan. Metode ini berusaha untuk menaksir biaya produk sampingan berdasarkan nilai pasarnya.

Contoh :

Referensi

Dokumen terkait

(3) faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan metode Kibar di TK Al- qur’an Plus Kibar Yogyakarta meliputi faktor pendukung dan penghambat. Faktor pendukungnya meliputi;

Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi itu bersifat Irreversible Artinya, dalam komunikasi sekali kita mengirimkan pesan, kita

Subjek yang memiliki penerimaan diri dengan kecemasan menghadapi dunia kerja tinggi memiliki kecemasan yang kategori tinggi, pada tunadaksa di UPT Rehabilitasi Sosial Cacat

Dengan harga non subsidi, maka biaya untuk mengeringkan daun tembakau virginia dengan menggunakan batubara 15,74 persen lebih murah dibanding minyak tanah dan

Analisis inferensial digunakan untuk menguji hipotesis, dilakukan secara bivariat untuk mengetahui hubungan antar variable dengan menggunakan tabulasi silang 2x2

Penentuan aktivitas enzimdan berat molekul protein kasar dari bakteri asal pantai papuma jember dilakukan dengan cara analisis zimografi.Analisis zimografi merupakan

Pada penelitian ini, peneliti menggabungkan faktor kondisional yang terdiri dari: desentralisasi dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating yang