• Tidak ada hasil yang ditemukan

MULTIKULTURAL DAN KEARIFAN LOKAL SEBUAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MULTIKULTURAL DAN KEARIFAN LOKAL SEBUAH"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MULTIKULTURAL DAN KEARIFAN LOKAL,

SEBUAH PENDEKATAN PEMBELAJARAN SENI BUDAYA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Dipresentasikan Pada Seminar Nasional Dalam Rangka Peringatan Hari Ulang Tahun Jurusan Seni Rupa FBS Universitas Negeri Padang, 17 November 2014

Di Gedung Nasional Kerinci Sungaipenuh

Zariul Antosa, Drs., M.Sn

Dosen JIP Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau

zariulantosa@ lecturer.unri.ac.id

Abstrak

Kep-Men No. 70 tahun 2013 menjadi awal dijalankan Kurikulum 2013, mengacu pada tujuan untuk meningkatkan rasa ingin tahu siswa dan mendorong siswa untuk aktif dan bernalar. Kurikulum didesain sedemikian rupa sehingga siswa dalam pembelajaran tidak hanya menjadi obyek namun bisa menjadi subyek serta berperan aktif dalam mengembangkan wawasan pembelajaran. Secara teknis kurikulum 2013 telah dilengkapi dengan perangkat seperti buku materi dan silabus, serta buku guru yang berisi alternatif pendekatan (pedagogi) yang hendak digunakan dalam mengembangkan pembelajaran. Persoalan yang luput dari pertimbangan pembuat kebijakan adalah kreatifitas guru yang terabaikan. Guru yang seharusnya memformulasi sendiri proses pembelajaran berdasarkan karakteristik sekolah dan siswanya jadi terabaikan karena semua sudah disediakan. Pemikiran tentang kemudahan bagi guru malah menjadi bumerang dalam pencapaian pembelajaran. Penyajian materi yang tidak mengakomidir gejala yang menasional memungkinkan terjadinya pendangkalan terhadap materi pembelajaran, terutama sekali pada pembelajaran seni budaya. Pembelajaran seni budaya selain bertujuan untuk konservasi budaya juga meningkatkan pemahaman siswa terhadap budaya itu sendiri apalagi pada saat ini penduduk pada setiap daerah sudah semakin heterogen. Untuk itu dibutuhkan pembelajaran yang berbasisis multikultur. paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan budaya. Lembaga pendidikan harus mau dan mampu menanamkan sikap pada siswa untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern pada Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui semangat multikulturalisme, sekolah akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai.Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiatif, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi

(2)

A. Pendahuluan

Pendidikan nasional kita masih menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan itu memang tidak akan pernah selesai, karena substansi yang ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran selalu berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya masyarakat. Ketercapaian tujuan pendidikan nasional berawal dari ketercapaian hasil belajar. Faktor yang mempengaruhi hasil belajar diantaranya adalah kurikulum, kemampuan guru, aktifitas siswa, serta unsur sarana prasarana.

Persoalan lain yang menonjol pada pendidikan kita saat ini adalah adanya kurikulum yang silih berganti dan membebani guru untuk mengembangkan kegiatan pembelajaran dan pengembangan yang betul-betul dapat diimplementasikan sesuai dengan perubahan yang diinginkan oleh kurikulum itu sendiri.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pada hakikatnya perubahan kurikulum merupakan usaha penyempurnaan dalam mencapai tujuan dan perbaikan sistem pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan karena masih terlihatnya kelemahan-kelemahan pada kurikulum sebelumnya yang dianggap belum sesuai dengan harapan yang diinginkan sehingga perlu adanya revitalisasi kurikulum. Usaha tersebut menjadi pilihan yang harus dilakukan dalam usaha menciptakan generasi masa depan yang unggul, mampu bersaing di dunia internasional, mampu berkompetisi dengan percepatan pengetahuan itu sendiri, kreatif, inovatif dan berkarakter.

Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan budaya. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan yang semakin gencar menuntut Indonesia untuk dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang mungkin akan menimpa dunia pendidikan kita, pemahaman yang menyeluruh dan ketegasan kurikulum serta implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju di dunia.

(3)

berganti membuat guru tidak mampu mengelola pembelajaran secara efektif, karena pemahaman yang menyeluruh terhadap kurikulum tidak dapat dilakukan melalui kajian teori saja tetapi harus dimplementasikan dalam susasana nyata.

Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, KBK dan KTSP yang persiapan dan pelaksanaannya tidak diiringi oleh sosialisasi, cenderung kurang memadai dan menyisakan masalah serta trauma pada guru. Implemantasi kurikulum 2013 dilakukan melalui sosialisasi yang terstruktur dari tingkat nasional sampai ketingkat daerah. Diawali dengan sosialisasi kepada LPTK dilanjutkan dengan pelatihan nara sumber yang dikembangkan secara bertahap dari tingkat nasional sampai tingkat kecamatan yang akhirnya berujung kepada pelatihan guru-guru. Pelatihan juga dikembangkan bertahap mulai dari pemahaman substansi kurikulum 2013, pengembangan pembelajaran, penilaian serta tata kelola pengisian laporan hasil belajar. Mencermati hal ini optimis rasanya implemetasi kurikulum 2013 akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan kenyataan yang kita lihat saat ini masih banyak guru yang mengalami kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran. Dari informasi yang didapatkan dari peserta PLPG dan guru-guru yang telah mengikuti pelatihan kurikulum 2013 terjadi beberapa miskonsepsi dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Pemahaman sepihak terhadap kurikulum 2013 akan berdampak terhadap ketidak efektifan pencapaian tujuan pembelajaran. Permasalah tersebut diantaranya adalah kurangnya pemahaman terhadap substansi kurikulum 2013, penerapan pendekatan (saintifik) dalam pembelajaran, penggunaan strategi pembelajaran yang mendorong aktivitas siswa dan penilaian autentik. Untuk itu peran aktif guru yang menyangkut keseluruhan aspek pembelajaran termasuk pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran sangat diperlukan. Guru tidak hanya dituntut memahami materi yang akan diajarkan, tetapi hendaknya memahami semua karakteristik yang terkandung di dalamnya sehingga guru dapat dengan mudah menerapkan paradigma-paradigma baru dalam proses pembelajaran. Guru diharapkan mampu merubah paradigma menyampaikan pelajaran sebanyak-banyaknya dengan paradigma baru yang menekankan pada upaya membantu siswa agar lebih mampu mengerti, memahami, atau menguasai konsep untuk memecahkan suatu persoalan sesuai dengan harapan kurikulum.

(4)

kurikulum yang sedang disusun. Ditilik dari masa reformasi, sudah terjadi tiga kali kurikulum ditelaah dan dikembangkan dalam skala nasional. Setelah rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi 2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 dan sekarang kurikulum 2013. Melihat hal ini ada permaslahan yang perlu dicermati bersama antara penyedia kurikulum dan stakeholdernya. Agar reformasi dan cita-cita kurikulum 2013 dapat diimplementasikan dengan baik, (walalupun Mendikbud Anis Baswedan sudah mewacanakan untuk mengevaluasi kurikulum yang baru seumur jagung ini), ada beberapa pemikiran yang mungkin dapat kita cermati bersama.

1. Apa perbedaan kurikulum KTSP dengan kurikulum 2013

2. Bagaimana pelaksanaan kurikulum 2013 dalam pembelajaran seni budaya

3. Penerapan pendekatan multikultural dan kearifan lokal sebagai satu alternatif dalam pembelajaran seni budaya.

B. KAJIAN TEORI

1. Pembelajaran Seni Budaya

Kurikulum 2013 dirancang untuk memperkuat kompetensi siswa dari sisi sikap, pengetahuan dan keterampilan secara utuh. Keutuhan tersebut menjadi dasar penting dalam perumusan kompetensi dasar mata pelajaran, sehingga kompetensi dasar tiap mata pelajaran harus mencerminkan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Semua mata pelajaran dirancang mengikuti rumusan tersebut.

(5)

secara terintegrasi dengan materi ajar atau diajarkan secara terpisah, jika diperlukan. Muatan lokal merupakan bahan kajian yang berisi potensi dan keunikan budaya lokal untuk membentuk pemahaman dan sikap apresiatif siswa terhadap potensi daerahnya. Muatan lokal membentuk pemahaman yang bermanfaat untuk memberikan bekal sikap, pengetahuan, dan keterampilan kepada siswa:

a. Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budayanya;

b. Memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan serta sikap apresiatif terhadap budaya daerah yang berguna bagi dirinya dan masyarakat.

c. Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai budaya yang berlaku di daerah, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunan budaya nasional. Pembelajaran Seni Budaya dilaksanakan secara terpadu dan utuh yang diwujudkan dalam proses pembelajaran. Secara konseptual pembelajaran seni budaya bersifat (1)

multilingual, yakni pengembangan kemampuan siswa mengekspresikan diri secara kreatif dengan berbagai cara dan media, dengan pemanfaatan bahasa rupa, bahasa kata, bahasa bunyi, bahasa gerak, bahasa peran, dan kemungkinan berbagai perpaduan di antaranya. (2) multidimensional, yakni pengembangan beragam kompetensi siswa tentang konsep seni, termasuk pengetahuan, pemahaman, analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi dengan cara memadukan secara harmonis unsur estetika, logika, dan etika. (3) multikultural, yakni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan siswa mengapresiasi beragam budaya nusantara dan mancanegara. Sikap ini diperlukan untuk membentuk kesadaran siswa akan beragamnya nilai budaya yang hidup di tengah masyarakat. (4) multikecerdasan, yakni peran seni membentuk pribadi yang harnonis sesuai dengan perkembangan psikologis siswa, termasuk kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual-spasial, verbal-linguistik, musikal, matematik-logik, jasmani-kinestetis, dan lain sebagainya. Secara umum pembelajaran Seni Budaya bertujuan untuk menumbuhkembangkan kepekaan rasa estetik dan artistik, sikap kritis, apresiatif, dan kreatif pada siswa.

(6)

a. menumbuhkembangkan sikap toleransi, b. menciptakan demokrasi yang beradab,

c. menumbuhkan hidup rukun dalam masyarakat majemuk, d. mengembangkan kepekaan rasa dan keterampilan

e. menerapkan teknologi dalam berkreasi

f. menumbuhkan rasa cinta budaya dan menghargai warisan budaya Indonesia g. membuat pergelaran dan pameran karya seni.

2. Kurikulum

Menurut UU Sisdiknas Pasal 1 ayat 19 dikatakan bahwa kurikulum adalah Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum merupakan sebuah sistem, memiliki sejumlah komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk mencapai tujuan. Hal itu memberikan gambaran bahwa pendekatan sistem dalam pengembangan kurikulum merupakan bentuk berputar dan dinamis dimana empat komponen dari suatu model saling berhubungan yaitu komponen tujuan, materi, evaluasi, dan metode. Kurikulum sebagai rencana untuk pengalaman yang dihadapi siswa di sekolah maka guru harus menyusun mata pelajaran, pengalaman belajar, program belajar, dan hasil apa saja yang diharapkan dapat jelas terlihat. Oleh karena itu kurikulum berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, menjamin adanya pemeliharaan keseimbangan selama proses pendidikan, dan pemenuh kebutuhan stakeholder.

(7)

Organisasi kurikulum sebagai struktur program kurikulum berupa kerangka umum program pembelajaran yang akan disampaikan kepada siswa. Nasution (1989:80) menyebutkan terdapat dua bentuk kurikulum, yakni: (1) Subject Curriculum (lebih menekankan pada pembentukan intelektual); dan (2) Integrated Curriculum (lebih menekankan pada pembentukan intelektual dan kepribadian);. Subject Curriculum

terbagi dalam 3 bentuk yaitu: Separated Curriculum (mata pelajaran terpisah dan tidak terkait satu dengan lain), Correlated Curriculum (mata pelajaran terkait satu lain dengan lain tetapi tetap ada karakteristik mata pelajaran), dan Broad-field Curriculum

(beberapa mata pelajaran yang sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dikorelasikan dalam satu bidang pengajaran). Sedangkan Integrated Curriculum terbagi dalam 3 bentuk yaitu: Core Curriculum (meniadakan batasan mata pelajaran dan menyajikan pelajaran dalam bentuk unit secara keseluruhan), Social Curriculum (pelajaran didasarkan pada akivitas dalam masyarakat dan kebudayaannya), dan Activity Curriculum (pengalaman langsung dan minat lebih diutamakan dalam proses belajar).

3. PERBEDAN KURIKULUM KTSP DENGAN KURIKULUM 2013 a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

(8)

pendidikan dasar dan menengah, pengembangan stuktur kurikulum dilakukan dengan mengatur alokasi waktu tatap muka seluruh pelajaran, memanfaatkan waktu 4 jam tambahan untuk pelajaran baru, mencantumkan jenis mata pelajaran muatan lokal. KTSP menuntut guru, kepala sekolah, pengawas, dan jajaran terkait untuk mengembangkan kurikulum sesuai kondisi sekolah. Implementasi KTSP akan bermuara pada pelaksanaan pembelajaran sebagai muara dari Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD). Guru harus dapat menjabarkan dalam Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru juga harus dapat menjelaskan Standar Kompetensi Minimal (SKM) yang harus dicapai oleh siswa dan cara belajar untuk mencapai kompetensi tersebut. Untuk mencapai pesat , lonjakan usia produktif , dan perdagangan pasar bebas 2015 maka disusun kurikulum 2013. Menciptakan manusia yang mandiri, mampu memecahkan masalah, mempunyai kepribadian yang kuat, inovatif dan kreatif dan menguasai teknologi.

b. Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 merupakan penyempurnaan dari kurikulm KTSP yang dilaksanakan dengan dengan Landasan Undang-undang pemerintah tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta peraturan pemerintah No 32/2013 tentang SNP. Dalam implementasinya pada pendidikan dasar dan menengah mengacu pada Permendikbud no. 64 tahun 2013 tentang Standar isi; Permendikbud no.54 tahun 2013 tentang standar kelulusan. Sesuai dengan kompetensi yang dikembangkan dalam KTSP 2006, kurikulum 2013 juga mengembangkan kompetensi yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan dengan tujuan untuk mengantisipasi perkembangan teknologi yang makin meningkat.

Dalam usaha memudahkan mencapai tujuan pendidikan kurikulum 2013 menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach) saintifik. Pendekatan saintifik digunakan sebagai jembatan untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa melalui proses belajar yang memenuhi kriteria ilmiah. Ada 7 kriteria dalam pendekatan

(9)

menyimpang dari alur berpikir logis. (4) Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran. (5) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan,kesamaan, dan tautan satu sama lain dari materi pembelajaran. (6) Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon materi pembelajaran. (7) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggungjawabkan.

Proses pembelajaran ilmiah (scientific) merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang semula terfokus pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi pada kurikulum 2013 dilengkapi dengan serangkaian aktifitas saintis yang meliputi aktivitas mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan, menginovasi dan mencipta. Namun, beberapa proses pembelajaran yang harus ada dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific sama, yaitu menekankan bahwa belajar berorientasi kepada proses dan tidak harus terjadi di ruang kelas, tetapi juga dapat dilakukan di lingkungan sekolah dan di masyarakat. Selain itu, dalam kegiatan belajar guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika siswa mengalami kesulitan, serta guru bukan satu-satunya sumber belajar. Sikap tidak hanya diajarkan secara verbal, tetapi melalui contoh dan keteladanan.

(10)

kontekstual, baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis proyek dengan menerapkan strategi PJBL (project based learning). Selanjutnya untuk mendorong siswa mampu menganalisis permasalahan-permasalahan budaya dilakukan dengan pendekatan PBL (problem Based learning). Rincian gradasi sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai berikut

Sikap Pengetahuan Keterampilan

Menerima Mengingat Mengamati

Menjalankan Memahami Menanya Menghargai Menerapkan Mencoba Menghayati, Menganalisis Menalar Mengamalka

n Mengevaluasi Mencipta

Menyaji

Kerangka kurikulum 2013 disusun berdasarkan kompetensi yang dinyatakan dalam bentuk Kompetensi Inti (KI) dan dirinci lebih lanjut dalam Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran. Kompetensi Inti (KI) merupakan gambaran secara kategorikal mengenai kompetensi dalam aspek sikap, pengetahuan, dan ketrampilan (kognitif dan psikomotor) yang harus dipelajari siswa untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi Dasar (KD) merupakan kompetensi yang dipelajari siswa untuk suatu tema untuk SD/MI. Kompetensi Inti menjadi unsur organisatoris (organizing elements) Kompetensi Dasar yaitu semua KD mata pelajaran dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi dalam Kompetensi Inti. Kompetensi Dasar yang dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat (reinforced) dan memperkaya (enriched) antar mata pelajaran dan jenjang pendidikan.

4. Pendekatan Multikultural dan Kearifan Lokal

a. Pendekatan multikultural,

(11)

truth, but one that is constructed by all who seek to understand art" (Neperud). Tidak mengherankan bila persoalan pluralisme sosial dan keragaman budaya menjadi fokus utama wacana pendidikan seni dengan pendekatan mulikultural. Sebenarnya cikal bakal pendekatan pendidikan multikultural telah digunakan dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru pada umumnya. Hal ini dapat kita lihat dari adanya kebiasaan guru untuk membelajarkan siswa tentang pembelajaran seni budaya dengan menggunakan benda-benda kerajinan sebagai media dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukannya (Hamblen). Namun demikian, pembelajaran yang mereka lakukan masih masih menempatkan benda tersebut dalam posisi terabaikan belum sampai pada tataran pemaknaan. Hal ini disebabkan media tersebut hanya difungsikan sebagai peragaan saja tanpa ada pembahasan tentang pemaknaan benda tersebut baik psikis maupun praktis. Meskipun dalam pendekatan pendidikan seni multikultural menolak dominasi pemikiran seni rupa barat namun pendekatan ini tidaklah dalam artian menyingkirkan seni rupa barat sama sekali. Menurut pendukung pendekatan ini, pendekatan pendidikan seni multikultural bertujuan untuk meluaskan cakupan pendidikan seni sesuai dengan akar budaya masyarakat dan bukan mempersempitnya. Dengan cakupan yang luas itu, maka berbagai nilai-nilai artistik budaya tradisional serta estetikanya terakomodasi (Delacruz). Karena itulah, pendekatan multikultural menggunakan berbagai bentuk teori dan praktik dengan menekankan sesuai dengan konteks sosial dan budaya setempat (Efland, Change). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendekatan multikultural dalam pendidikan seni diimplementasikan dengan menggunakan pendekatan eklektik dalam pengembangan pembelajaran. Berkait dengan hal itu Dr. Junaidi S.S., M. Hum, dalam artikelnya tentang budaya melayu mengatakan bahwa multikulturalisme memberikan peluang bagi kebangkitan etnik dan budaya lokal Indonesia. Dua pilar yang mendukung pemahaman ini adalah pendidikan budaya dan komunikasi antar budaya. Pendekatan Multikultural yang telah diuraikan di atas merupakan tiga pendekatan utama yang mempengaruhi secara berarti pemikiran dan praktik pendidikan seni rupa dewasa ini.

Pelaksanaan Pendekatan Multikultural

(12)

kurikulum. Wasson, Stuhr, dan Petrovich-Mwaniki, misalnya, menawarkan enam pernyataan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam merancang, mengimplementasikan dan menilai kurikulum Pendekatan Multikultural sebagai berikut:

1) We advocate a socioanthropological basic for studying the aesthetic production and experience of cultures, which means focusing on knowledgeof the makers of art, as well as the sociocultural context in which art is produced. 2) We acknowledge teaching as cultural and social intervention and therefore, in any teaching endeavor, it is imperative that teachers not only confront, but also consistently be aware of their own cultural and social biases.

3) We support a student/ communitycentered educational process in which the teacher must access and utilize the students' sociocultural values and beliefs and those of the cultures of the community, when planning art curricula.

4) we support anthropologically based methods for identifying these sociocultural groups and their accompanying values and practices which influence aesthetic production.

5) We advocate the identification and discriminating use of culturally responsive pedagogy that more dramatically represents the sociocultural and ethnic diversity existing in the classroom, in the community and the nation.

6) We want to focus on the dynamic complexity of the factors that affect all human interaction: physical and mental ability class, gender, age, politic, religion, and ethnicity. Weseek a more democratic approach whereby the disenfranchised are also given a voice in the art education process, and the disenfranchised, as well as franchised, are sensitized to the taken-for-granted assumptions implicit in the dominant ideology (234-235).

(13)

yang dianut siswa, dan diakhiri dengan membuat keputusan reflektif serta mengambil langkah nyata sesuai keputusan. langkah kelima adalah guru melaksanakan evaluasi yang berkaitan dengan proses berkarya dan penciptaan produk.

b. Kearifan lokal,

Kearifan lokal berasal dari bahasa Inggris local wisdom. Local wisdom terdiri dari dua kata: wisdom (kearifan) dan local (lokal). Dalam Kamus Indonesia Inggris John M. Echols dan Hassan Syadily, local berarti setempat, sedangkan wisdom berarti kearifan atau mungkin banyak persamaannya dengan kebijaksanaan. Secara umum maka local wisdom dapat juga diartikan sebagai kearifan setempat atau gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya. Selanjutnya Ayatrohaedi menyamakan kearifan lokal itu dalam disiplin ilmu antropologi dikenal dengan istilah dengan Local Genius (lihat Ayatrohaedi, 1986). Local genius ini pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales dalam tulisan-tulisannya tentang antropologi. Haryati Soebadio mengatakan bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri (Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah berpotensi sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:

1) mampu bertahan terhadap budaya luar

2) memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar

3) mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli

4) mempunyai kemampuan mengendalikan

5) mampu memberi arah pada perkembangan budaya.

I Ketut Gobyah dalam “Berpijak pada Kearifan Lokal” dalam http://www. balipos.co.id, didownload 17/9/2013, mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius) adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah.

(14)

budaya masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. S. Swarsi Geriya dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam Iun, http://www.balipos.co.id mengatak an bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu yang lama dan bahkan melembaga. Kearifan adat dipahami sebagai segala sesuatu yang didasari pengetahuan dan diakui akal serta dianggap baik oleh ketentuan agama. Adat kebiasaan pada dasarnya teruji secara alamiah dan niscaya bernilai baik, karena kebiasaan tersebut merupakan tindakan sosial yang berulang-ulang dan mengalami penguatan (reinforcement). Apabila suatu tindakan tidak dianggap baik oleh masyarakat maka ia tidak akan mengalami penguatan secara terus-menerus. Bila demikian maka ia tidak tumbuh secara alamiah tetapi dipaksakan. Fungsi Kearifan Lokal Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali” dalam http://www.balipos.co.id , bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam. Beberapa fungsi dan makna kearifan lokal, yaitu:

1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam. 2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia,

3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan. 4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan. 5) Bermakna sosial etika dan moral.

6) Bermakna politik.

PEMBAHASAN

(15)

keterampilan kognitif dan psikomotorik yang bersifat developmental yang dapat dilatih (trainable). Untuk kompetensi sikap, konten developmental dikembangkan melalui proses pendidikan yang tidak langsung (indirect teaching) atau dilakukan melalui keteladanan (pencontohan). Untuk itu sesuai dengan filsafat perenialisme pembelajaran akan lebih mudah dipahami jika sesuatu itu merupakan bagian dari diri orang tersebut. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural. Solusi yang ditawarkan kaum perenialis adalah jalan mundur ke belakang dengan mengunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh , kuat pada zaman kuno dan pertengahan . Peradaban- kuno (yunani purba) dan abad pertengahaan sebagai dasar budaya bangsa- bangsa di dunia dari masa ke masa dari abad ke abad (sa’dullah, 2009: 151). Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan pandangan perenialisme, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengerahkan pusat perhatiannya pada kebudayaan yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Perenialisme tidak melihat jalan yang meyakinkan selain, kembali pada prinsip-prinsip yang telah sedemikian rupa yang membentuk suatu sikap kebiasaan, bahwa kepribadian manusia yaitu kebudayaan dahulu. Melihat kepada hal di atas maka prinsip-prinsip mendasar yang dimaksud dapat berupa nilai-nilai budaya tradisi yang sudah menjadi kearifan lokal masyarakat. Dimana kebenaran dalam kearifan lokal sudah diakui secara konvensi oleh masyarakat. Tinggal lagi bagaiman generasi penerus dapat memaknai kearifan lokal tersebut sebagai serangkaian ilmu pengetahuan yang teruji secara empiris.

(16)

aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan psikomotor) yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills.

KI berfungsi sebagai unsur pengorganisir (organising element) Kompetensi Dasar. Sebagai unsur pengorganisir, KI merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal KD. Organisasi vertikal KD adalah keterkaitan antara konten KD satu dengan jenjang pendidikan ke jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar menjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara konten KD satu mata pelajaran dengan konten KD dari mata pelajaran yang berbeda sehingga terjadi proses sinergi antar mata pelajaran. Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap religius (KI,1), sikap sosial (KI, 2), pengetahuan (KI, 3), dan keterampilan (KI, 4). Ke-4 kelompok itu menjadi acuan bagi KD dan dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap religius dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (KI, 3) dan keterampilan (KI, 4).

Merujuk pada kurikulum 2013 dan tuntutan kompetensi yang diharapakan maka penulis memandang perlu untuk memilih satu pendekatan pembelajaran yang dapat menghela aktivitas pembelajaran yang. Penulis melihat implementasi kurikulum 2013 akan lebih mudah diterapkan dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menunjang konsep berfikir filsafat perenialisme yang berbasis budaya (kearifan lokal). Untuk itu pendekatan multikultural layak menjadi pilihan KD. Pemikiran perenialisme tentang budaya luhur yang dianut oleh masyarakat setempat merupakan sebuah kecerdasan (kearifan lokal) yang sudah teruji yang dapat dijadikan sebuah identitas budaya masyarakat. Pembelajaran dengan pendekatan multikultur pada hakikatnya menggunakan nilai-nilai budaya lokal sebagai titik pangkal dalam melaksanakan pembelajaran. Sesuai dengan tahapan pelaksanaan pendekatan multikultur, pembelajaran diawali dengan menganalisis fenomena budaya yang terdapat dalam masyarakat. Aktivitas ini pada hakikatnya merupakan implementasi dari aktivitas

(17)

banyak yang dapat dikembangkan dari nilai-nilai budaya masyarakat. Melalui aktivitas mengamati dan menganalisa, siswa akan membangun sendiri pemahamannya terhadap fenomena tersebut tanpa harus dinterfensi oleh guru. Hal ini menjadi penting karena melalui aktifitas mengamati, pemikiran-pemikiran yang masih transenden pada siswa terhadap fenomena budaya akan memicu berkembangnya pemahaman terhadap budaya tersebut. Aktivitas tanya jawab antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa merupakan aktivitas analisis situasi tentang “apa dan mengapa”. Melalui aktivitas siswa yang memiliki pengatahuan lebih terhadap terhadap fenomena (siswa dg kultur setempat) akan menjadi sumber belajar bagi siswa lainnya dari kultur yang berbeda. Aktifitas ini juga menjadi motor dalam pengembangan konsep. Selanjutnya guru bersama siswa mengambil stuasi tertentu dari hasil pengamatan untuk dikerucutkan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Kemudian siswa didorong untuk

(18)
(19)

DAFTAR BACAAN

Adeney, Bernard T., 1995, Etika Sosial Lintas Budaya, Kanisius, Yogyakarta.

Ayatrohaedi, 1986, Kepribadian Budaya Bangsa (local Genius), Pustaka Jaya, Jakarta. Edi Sedyawati, 2008. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 2 Dialog Budaya Nasional dan

Etnik, Peranan Industri Budaya dan Media Massa, Warisan Budaya dan Pelestarian Dinamis. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Blum, Lawrence A.. 2001. “Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas Antar-Ras” Tiga Nilai yang Bersifat Mendidik bagi Sebuah Masyarakat Multikultural”, dalam L.

May, S. Collins-Chobanian, dan K. Wong, editor, Etika Terapan I: Sebuah Pendekatan Multikultural. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Sofyan Salam, 2001. Pendekatan Ekspresi-Diri, Disiplin, Dan Multikultural Dalam Pendidikan Seni Rupa. dipublikasikan pada Jurnal Seni Rupa dan Desain Vol.1 No.3 Agustus 2001

Delacruz, Elizabeth Manley, "Multiculturalism and Art Education: Myths, Misconceptions, Misdirections." Art Education (1995) 57-61.

Mulyasa,E. (2011). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: Rosda Karya

Mulyasa,E. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Rosda Karya

Peraturan Pemerintah 19/2006 tentang Standar Nasional Pendidikan. Erlangga Peraturan Pemerintah 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Erlangga

Nasional.sindonews.com/ read/2014/03/04/15/ 840884/kemendikbudsebut-un-akan dilakukan-secara online diakses pada 7 Maret 2013

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan http://pohonbodhi.blogspot. com/2010/09/you-areeither-with-me-oragainst-me.html diakses pada 6 Maret 2013

Zhaou, Z. N. (2005). Four “Pillars of learning” for the reorientation and reorganinization of curriculum: Reflections and Discussions. Geneva : International Bureae of Education (IBE). Dari situs http:// www.ibe.unesco. org/ cops/Competencies/ PillarsLearningZhou.pdf diakses pada 13 Juni 2014.

http://andiplampang.wordpress.com/2010/12/09/metode-dan-pendekatan-pendidikan-multikultural/ [1 April 2012].

Referensi

Dokumen terkait

Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg

Telah dilakukan penggantian sebagian elemen bakar RSG-GAS dari jenis oksida menjadi silisida, untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap konsentrasi radioaktivitas sistem

dipergunakan tidak hanya dalam satu kegiatan tertentu saja, item data bisa sama tetapi format penyajian yang berbeda sehingga peranan Sistem Informasi Akademik

Ukuran perusahaan merupakan variabel yang paling berpengaruh dominan dalam pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan karena berdasarkan teori agensi yang

Berdasarkan fenomena-fenomena serta hasil penelitian yang telah peneliti sebutkan, maka penelitian ini nantinya akan dilakukan pada komunitas Warriors Ketofastosis

Dapat disimpulkan bahwa desentralisasi dan sistem akuntansi manajemen baik digunakan dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kinerja pada perusahaan.. Kata

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui makan pesan non verbal yang terkandung dalam iklan class mild versi “ Macet” di media televisi tersebut

Untuk para investor baru yang hendak memulai penenaman saham disuatu perusahaan Perbankan alangkah lebih baiknya untuk menjadikan saham Bank BCA sebagai pilihan pertama berinvestasi