• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Perlakuan Leaching Pada Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Dari Ampas Tebu Dengan Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat Mekanik Film

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Perlakuan Leaching Pada Film Lateks Karet Alam Berpengisi Selulosa Mikrokristal Dari Ampas Tebu Dengan Penyerasi Alkanolamida Terhadap Sifat Mekanik Film"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LATEKS KARET ALAM

Indonesia memproduksi lateks pekat hanya 3,6% dari total produksi karet alam yang dihasilkan. Lateks adalah cairan getah yang didapat dari bidang sadap pohon karet. Pada umumnya berwarna putih seperti susu dan belum mengalami penggumpalan dengan atau tanpa penambahan bahan pemantap (zat anti penggumpal). Lateks ini dapat diperoleh dengan cara menyadap antara kambium dan kulit pohon. Komposisi kimia lateks segar secara garis besar adalah 25 - 40% karet dan 60 - 75% merupakan bahan bukan karet. Kandungan bukan karet ini selain air adalah protein (globulin dan havein), karbohidrat (sukrosa, glukosa, galaktosa dan fruktosa), lipida (gliserida, sterol, dan fosfolipida). Komposisi ini bervariasi tergantung pada jenis tanaman, umur tanaman, musim, sistem deres, dan penggunaan stimulant [10].

Getah lateks karet alam dari Hevea brasiliensis dalam satu kali penyadapan dapat diperoleh sekitar 200-400 ml, yang mengandung berbagai komponen non karet, baik organik maupun inorganik pada penambahan karet. Umumnya, komposisi dari lateks karet alam meliputi karet (30 - 40%), resin (1 - 2,0%), protein (2 - 2,5 %), gula (11,5%), abu/ash (0,7-0,9%), dan air (55-60 %). Komponen utama dari karet alam adalah polimer polyisoprene yang dirumuskan dengan CH2-C=CH(CH3)-CH2

Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [11]

2.2 PEMBUATAN SENYAWA LATEKS KARET ALAM

Campuran lateks karet alam dengan bahan kimia karet disebut senyawa (compound) lateks karet alam. Bahan kimia karet terdiri atas bahan kimia pokok dan bahan kimia tambahan. Bahan kimia pokok yaitu bahan vulkanisasi, pencepat reaksi,

C C

CH2

CH3 H

(2)

pengaktif, penstabil, antioksidan, dan pengisi. Sedangkan bahan kimia tambahan adalah bahan penyerasi antara pengisi dengan lateks karet alam.

2.2.1 BAHAN VULKANISASI

Vulkanisasi adalah proses pembentukan ikatan silang kimia dari rantai molekul yang berdiri sendiri, yang dapat meningkatkan elastisitas dan menurunkan plastisitas. Proses vulkanisasi secara konvensional menggunakan belerang pertama kali ditemukan oleh Charles Goodyear tahun 1839, untuk proses vulkanisasi ini sering dipakai senyawa belerang (sulfur) sebagai pengikat polimer karet tersebut. Pada proses vulkanisasi konvensional yang menggunakan belerang ini, dibutuhkan 3 sampai 4 macam bahan kimia yaitu bahan pemvulkanisasi yaitu belerang, bahan pemercepat berupa senyawa karbamat, bahan penggiat, dan bahan pemantap yaitu KOH lalu dipanaskan pada suhu 40-50 °C selama 2-3 hari, pemanasan kedua 70 °C selama 2 jam, dan pemanasan akhir 100 °C selama 1 jam [11].

2.2.2 BAHAN PENCEPAT REAKSI (ACCELERATOR)

Bahan penggiat ditambahkan ke dalam sistem vulkanisasi untuk meningkatkan kecepatan proses vulkanisasi yang berjalan lambat bila hanya menggunakan belerang. Dalam sistim vulkanisasi dengan bahan pencepat, bahan ini berfungsi sebagai pengaktif kerja bahan pencepat karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan pengaktif. Bahan penggiat yang umum digunakan dalam sistem vulkanisasi karet alam menggunakan belerang adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat [12].

(3)

2.2.3 BAHAN PENGAKTIF (ACTIVATOR)

Sebagian besar bahan pencepat vulkanisasi (accelerators) membutuhkan bahan pengaktif pencepat atau disebut juga penggiat vulkanisasi (activators accelerators) untuk bisa mempercepat proses vulkanisasi secara maksimal. Bahan ini dipakai untuk lebih mengaktifkan bahan pencepat vulkanisasi karena pada umumnya bahan pencepat organik tidak akan berfungsi secara efisien tanpa adanya bahan penggiat. Bahan penggiat yang umum digunakan adalah Zink Oxide, senyawa lain yang bisa digunakan sebagai activators accelerators adalah asam stearat [68].

2.2.4 BAHAN PENSTABIL (STABILIZER)

Pencampuran dispersi lateks harus dilakukan hati – hati, karena lateks sangat mudah menggumpal. Bahan pemantap ini berguna mencegah pengentalan atau penggumpalan lateks terlalu cepat. Selain itu, penambahan bahan pemantap akan melindungi lateks dari tegangan terhadap beberapa campuran dan berfungsi sebagai bahan pendispersi. Contoh bahan pemantap yang paling umum digunakan adalah

Kalium Hidroxide (KOH). Kalium Hidroxide (KOH) selain berfungsi sebagai pengawet yang dapat mencegah pembiakan bakteri, dan dapat juga menjaga kestabilan koloid lateks dengan menghindarkan berlakunya fenomena pemekatan ZnO yang digunakan sebagai pengaktif. Selain daripada itu dapat juga meningkatkan kemampuan partikel lateks dan kemudian meningkatkan kestabilan lateks tersebut [68].

2.2.5 BAHAN ANTIOKSIDAN (ANTIOXIDANT)

(4)

lateks akan memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan, dan mempunyai sifat lentur [68].

2.2.6 BAHAN PENGISI (F ILLER)

Bahan pengisi ditambahkan ke dalam kompon karet dalam jumlah besar bertujuan dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik dan memperbaiki karakteristik pengolahan. Bahan pengisi dibagi atas dua golongan, yaitu golongan bahan pengisi tidak aktif dan golongan bahan pengisi aktif atau bahan penguat. Bahan pengisi aktif akan meningkatkan kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikis, dan tegangan putus pada produk karetnya. Penambahan pengisi tidak aktif hanya akan meningkatkan kekerasan dan kekakuan barang jadi karet, sedangkan kekuatan dan sifat lainnya akan berkurang [12].

2.2.7 BAHAN PENYERASI (COMPATIBILIZER)

Pengolahan kimia dilakukan dengan merubah permukaan pengisi atau matriks dengan menggunakan bahan kimia tertentu. Umumnya perubahan permukaan pengisi dilakukan dengan penambahan bahan penggandeng sedangkan perubahan matriks dilakukan dengan menggunakan bahan penyerasi. Bahan penggandeng atau bahan penyerasi yang digunakan harus serasi atau dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa kimia yang terdapat pada permukaan pengisi atau matriks.

Bahan penyerasi adalah bahan kimia yang mempunyai satu segmen kimia untuk menyambungkan satu polimer dan segmen kimia yang kedua dengan polimer yang lain dengan cara membentuk ikatan kovalen antara dua fasa. Penggunaan bahan penyerasi akan mengurangi kedua fasa polimer terpisah dengan cara meningkatkan pelekatan antar muka antara kedua fasa. Umumnya bahan penyerasi merupakan kopolimer blok atau cangkok yang terdiri dari segmen berlainan dengan cara kimia akan serasi dengan fasa matriks polimer yang digunakan [13].

Secara umum fungsi bahan penyerasi adalah untuk [14] :

a. Mengurangi tegangan antar muka peleburan polimer dengan memberikan pengemulsian dan seterusnya menyebarkan satu fasa ke dalam fasa yang lain b. Menambah pelekatan antar muka

(5)

2.3 AMPAS TEBU

Ampas tebu (baga sse) merupakan sisa bagian batang tebu dalam proses ekstraksi tebu yang memiliki kadar air berkisar 46 – 52%, kadar serat 43 – 52% dan padatan terlarut sekitar 2 – 6%. Komposisi kimia ampas tebu meliputi zat arang atau karbon (C) 23,7%, hidrogen (H) 2%, oksigen (O) 20%, air (H2O) 50% dan gula 3%. Pada prinsipnya serat ampas tebu terdiri dari selulosa, pentosan, dan lignin. Komposisi ketiga komponen bisa bervariasi pada varitas tebu yang berbeda.

Ampas tebu (bagasse) adalah salah satu sumber biomassa dari penggilingan gula yang pemanfaatannya sebagian besar hanya sebagai bahan bakar padahal jumlah produksi tiap tahunnya cukup melimpah, mudah didapatkan, dan harganya murah. Saat ini, ampas tebu digunakan baik sebagai bahan baku untuk pembuatan kertas atau sebagai sumber pakan ternak yang potensial. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih cukup rendah. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengembangan teknologi sehingga terjadi pengembangan pemanfaatan limbah biomassa terutama dalam bidang pertanian. [16]

Dibawah ini adalah data mengenai karakteristik khas material ampas tebu. Beberapa karakteristik tersebut adalah sebagai berikut [15] :

1. Bersifat tidak keras dan tidak fleksibel

(6)

2. Ketebalan yang tidak merata

Ampas tebu memiliki ketebalan yang tidak merata berdasarkan bagian gabus yang dimiliki. Pada proses eksperimen roll, ketebalan ampas tebu berhasil direduksi hingga menjadi relatif sama dengan ketebalan 3 mm.

3. Warna putih gading yang khas

Ampas tebu yang sudah dikerik kulitnya memiliki warna putih gading setelah kering. Warna tersebut hanya didapat pada pengeringan dengan sinar matahari. Warna yang khas memberikan nilai estetika sendiri bagi produk dengan material ampas tebu.

4. Bersifat menyerap kelembapan

Berdasarkan penelitian yang telah ada, ampas tebu memiliki kandungan gabus tebal yang bersifat menyerap uap air. Begitu juga dengan eksperimen menggunakan buah pisang dan tomat yang berada didalam kotak berisi ampas tebu membutuhkan waktu lebih lama dalam pematangan.

5. Empuk dan bouncy

Ampas tebu memiliki gabus tebal yang memiliki pori pori besar. Sifat ini mengakibatkan gabus ampas tebu bersifat empuk dan bouncy, bila ditekan kembali seperti semula.

2.4 SELULOSA

(7)

Gambar 2.2 Struktur Selulosa [18]

Selulosa merupakan polimer yang relatif stabil dikarenakan adanya ikatan hidrogen. Selulosa tidak larut dalam pelarut air dan tidak memiliki titik leleh. Serat selulosa juga memiliki fleksibilitas dan elastisitas yang baik sehingga dapat mempertahankan aspect ratio (perbandingan panjang terhadap diameter (P/d)) yang tinggi selama proses produksi [17].

Bagian mikrofibril yang banyak mengandung jembatan hidrogen antar molekul selulosa bersifat sangat kuat dan tidak dapat ditembus dengan air. Bagian ini disebut sebagai bagian berkristal dari selulosa, sedangkan bagian lainnya yang sedikit atau sama sekali tidak mengandung jembatan hidrogen disebut bagian amorf. Menurut Tsao (1978) perbandingan bagian kristal dan bagian amorf adalah 85 persen dan 15 persen. Struktur berkristal dari selulosa merupakan hambatan utama dalam proses hidrolisis.

Menurut Sjostrom (1981), selulosa dapat dibedakan berdasarkan derajat polimerisasi (DP) dan kelarutan dalam senyawa natrium hidroksida (NaOH) 17,5% yaitu [19]:

1. Selulosa α (Alpha cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP (derajat polimerisasi) 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.

2. Selulosa (Betha cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP 15-90, dapat mengendap bila dinetralkan.

(8)

Selulosa terdiri dari dua bagian yaitu amorf dan kristal. Selulosa dapat ditemukan dalam bentuk mikrofibril kristalin selulosa I, II, III, dan IV. Fraksikristal dinyatakan dalam persentase sebagai indeks kristalinitas. Penentuan struktur selulosa bisa dilakukan dengan difraksi X-Ray, NMR, dan FTIR [20; 21].

Selulosa I merupakan bentuk asli selulosa yang terdiri dari dua Kristal allomorf, yaitu Iα dan I . Berdasarkan pengujian difraksi elektron selulosa Iα memiliki satu unit sel triklinik, sedangkan selulosa I memiliki dua unit sel monoklinik, keduanya tersusun dalam satu susunan rantai paralel, dengan rasio berbeda dalam satu serat, tergantung pada asalnya. Selulosa Iα banyak terdapat pada selulosa bakteri dan valonia, sedangkan I pada selulosa kapas atau kayu [20].

Selain selulosa I, terdapat selulosa II yang terbentuk dengan pengendapan selulosa dari larutan ke dalam medium air pada suhu kamar atau sedikit lebih tinggi dari suhu kamar pada proses pemintalan serat selulosa buatan manusia secara teknis. Selulosa II ini juga diperoleh dari proses merserisasi kapas, yang terjadi melalui pembentukan natrium selulosa melalui interaksi polimer dengan cairan natrium hidroksida dan peruraian dengan netralisasi atau penghilangan natrium hidroksida. Proses transformasi dari selulosa I menjadi selulosa II biasanya irreversible, walaupun ada yang menyatakan bahwa natrium selulosa dapat diretransformasi sebagian menjadi selulosa I. Sistem ikatan hidrogen selulosa II lebih rumit daripada selulosa I dan menghasilkan densitas tautan silang intermolekul yang lebih tinggi [17; 20].

2.5 SELULOSA MIKROKRISTAL

Microcrystalline cellulose (MCC) merupakan turunan selulosa yang diperoleh dengan cara memperlakuan pada alfa-selulosa yang dikandung oleh tumbuhan berserat dengan menggunakan larutan asam. Di bidang farmasi, MCC digunakan sebagai bahan eksipien dalam formulasi pembuatan tablet, pengikat agar bahan – bahan dalam tablet tetap menyatu [22].

(9)

bahan baku semakin besar. Beberapa bahan yang mengandung selulosa dan dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan MCC tercantum pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Daftar Biomassa dan Kandungannya [22] Biomassa (Lignoselulosa) Selulosa (% berat)

Kayu lunak 40 – 45

Pelapah sawit 37 – 45

Tandan kosong sawit 36 – 42

Ampas tebu 32 – 44

Jerami padi 28 – 36

Pada penelitian ini, menggunakan ampas tebu sebagai bahan baku untuk mendapatkan Microcrystalline cellulose (MCC) dimana ampas tebu sendiri mengandung 32 – 44% (% berat).

Dalam proses produksi gula, dari setiap tebu yang diproses dihasilkan ampas tebu. Limbah pabrik gula berupa ampas tebu dapat mengganggu lingkungan apabila tidak dimanfaatkan. Selama ini pemanfaatan ampas tebu hanya terbatas untuk makan ternak, bahan baku pembuatan pupuk, pulp, dan untuk bahan bakar boiler di pabrik gula. Nilai ekonomi yang diperoleh dari pemanfaatan tersebut masih cukup rendah [69].

Selulosa dapat dibuat menjadi selulosa mikrokristal, yaitu dengan melarutkan selulosa dalam larutan alkali kuat maka akan diperoleh selulosa yang hampir murni yang dikenal dengan alfa-selulosa dan dengan merendam alfa-selulosa dengan asam, kemudian dihaluskan secara mekanik akan didapat selulosa mikrokristal [69].

Terdapat beberapa proses yang dapat digunakan untuk memproduksi selulosa mikrokristal yaitu [22] :

1. Proses hidrolisis asam

(10)

2. Proses kontak uap

MCC diproduksi dengan cara mengkontakkan selulosa dengan steam

bertekanan pada temperature antara 180 oC sampai 350 oC selama waktu yang cukup untuk mecapai kondisi LODP (leveling offdegree of polymerization). Proses pengontakkan bertujuan untuk menghidrolisis selulosa dan menghilangkan lignin dan hemiselulosa. Uap jenuh secara terus menerus diumpankan ke dalam reaktor sampai mencapai tekanan 430 psig. Tekanan di dalam reaktor antara 390 psig (2,689 Pa) sampai 430 psig (2,965 Pa). Kelebihan dari proses ini adalah tidak membutuhkan larutan asam. MCC yang diproduksi dengan proseskontak berbentuk koloid.

3. Proses hidrolisis gas

Proses hidrolisis gas merupakan proses hidrolisis dengan menggunakan gas. Selulosa dihidrolisis sebagian di dalam reaktor bertekanan menggunakan air dan menjaga suhu reaktor pada suhu reaksi, 100 DP (degree of polymerization). Kemudian, menginjeksikan gas oksigen atau karbon dioksida dengan menjaga tekanan antara 0,1 sampai 60 bar pada 20oC. Rasio antara selulosa dan air dalamreaktor yaitu 1:8 sampai 1:20 (V/V). Kelebihan dari proses ini yaitu dapat menghasilkan yield di atas 95%. Proses ini dikategorikan ramahlingkungan karena air limbah yang dihasilkan tidak lagi mengandung garam inorganik. Namun proses ini hanya sesuai untuk bahan bakuselulosa murni.

4. Proses ekstruksi reaktif

Pembuatan MCC dari material yang mengandung lignin, hemiselulosa, dan selulosa, dengan menggunakan proses ekstruksi reaktif. Ekstruksi tahap pertama melibatkan natrium hidroksida (NaOH) yang dilakukan pada rentang temperatur 140 oC sampai 170 oC untuk menghilangkan senyawa kompleks

lignocellulosic. Kemudian, tahap kedua yaitu dengan melibatkan larutan asam yang dilakukan pada suhu 140 oC. Selulosa dan larutan asam direaksikan dalam screw conveyor. Screw conveyor terdiri atas screw dan

(11)

memproduksi MCC dengan waktu reaksi lebih cepat dan dengan efisiensi yang baik. Dilihat dari segi produk MCC, partikel MCC yang dihasilkan kecil sehingga tidak membutuhkan perlakuan tambahan untuk memperkecil partikel.

5. Proses enzim

Pada proses ini, hidrolisis ini dilakukan dengan menggunkan enzim sebagai katalis. Enzim yang digunakan dihasilkan dari mikroba seperti enzim a-amylase yang dipakai untuk hidrolisis pati menjadi glukosa dan maltosa (Groggins, 1958). Dalam hidrolisis selulosa, mikrobia yang digunakan dapat berupa Trichoderma viride. Mikrobia tersebut akan menghasilkan enzim

endo-celullase yang dapat memutus bagian amorf a-cellulose secara selektif. Kondisi operasi yang disarankan dalam proses ini adalah 50-60 oC dan pH 2.5-3. Proses inimemiliki beberapa kelebihan yaitu, hidrolisis dengan enzim lebih bersihdan prosesnya lebih selektif, bekerja pada tekanan dan temperatur yang sedang. Namun, proses hidrolisis dengan menggunakan enzim terjadi secara lambat dengan waktu reaksi sekitar 24 sampai 48 jam. Ditinjau dari waktu reaksi, proses ini tidak cocok untuk aplikasi secara komersial.

Metode yang digunakan untuk pembuatan selulosa mikrokristal pada penelitian ini adalah proses hidrolisis asam. Metode ini dilakukan dengan cara menghidrolisis secara terkontrol alfa selulosa dari tumbuhan berserat dengan larutan mineral encer. Waktu yang diperlukan untuk pembuatan selulosa mikrokristal menggunakan metode ini lebih singkat dibandingkan dengan proses pembuatan selulosa mikrokristal lainnya.

(12)

2.6 RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin)

Minyak sawit memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan minyak nabati lainnya. Komposisinya terdiri dari asam lemak jenuh ± 50%, MUFA (monounsaturated fatty acid) ± 40%, serta asam lemak tak jenuh ganda yang relatif sangat sedikit (± 10%).

Minyak sawit juga dapat difraksinasikan menjadi 2 bagian, yakni fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Karakteristik yang berbeda pada fraksi-fraksi tersebut menyebabkan aplikasinya sangat luas untuk produk-produk pangan maupun non pangan. Proses pemisahan asam lemak yaitu stearin dan olein dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: mechanical pressing, solvent crystalization dan hydrophilization. Metode machanical pressing merupakan cara yang paling sederhana dan masih dilakukan di banyak negara. Pada metode ini asam lemak di didihkan pada sebuah bejana dan kemudian didinginkan. Setelah itu bahan tersebut akan terbentuk menjadi dua fasa yaitu kristal padat dan cairan [35].

Fatty acid Asam Stearat + Asam Oleat

(Stearin) (Olein)

2.7 ALKANOLAMIDA

Amida adalah turunan asam karboksilat yang paling tidak reaktif, karena itu

golongan senyawa ini banyak terdapat di alam. Amida yang terpenting adalah protein. Amida dapat bereaksi dengan asam dan reaksi ini tidak membentuk garam karena amida merupakan basa yang sangat lemah. Selain itu senyawa amida merupakan nukleofilik yang lemah dan bereaksi sangat lambat dengan alkil halida. Amida asam lemak pada industri oleokimia dapat dibuat dengan mereaksikan amina dengan trigliserida, asam lemak atau metil ester asam lemak. Senyawa amina yang digunakan dalam reaksi amidasi sangat bervariasi seperti etanolamina dan dietanolamina, yang dibuat dengan mereaksikan amonia dengan etilen oksida.

Alkanolamina seperti etanolamina, jika direaksikan dengan asam lemak akan membentuk suatu alkanolamida dan melepaskan air. Alkanolamida merupakan kelompok surfaktan nonionik yang berkembang dengan pesat.

(13)

Surfaktan alkanolamida tidak bermuatan atau tidak terjadi ionisasi daripada molekul. Disamping itu alkanolamida dapat digunakan pada rentang pH yang luas, biodegradabel, lembut dan bersifat noniritasi, baik untuk kulit maupun mata. Surfaktan ini juga menghasilkan reduksi tegangan permukaan yang besar, toksisitas yang rendah dan pembusaan yang bagus serta stabil. Surfaktan alkanolamida juga sangat kompatibel dengan ketiga jenis surfaktan lainnya yaitu surfaktan anionik, kationik dan amfoterik. Sebagaimana surfaktan nonionik lainnya, alkanolamida menunjukkan performa yang baik seperti kelarutan yang tinggi, stabil terhadap berbagai enzim dan media yang alkali. Karena sifat-sifatnya tersebut maka surfaktan ini dapat digunakan sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetika danaplikasi industri serta dapat digunakan pada rentang penggunaan surfaktan anionik [23].

Dalam penelitian ini, sumber trigliserida yang digunakan adalah asam palmitat dari turunan minyak kelapa sawit yaitu RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin). RBDPS (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin) dipilih sebagai sumber trigliserida karena memiliki sifat kemurnian yang tinggi serta harga yang relatif lebih terjangkau.

2.8 METODE PENCELUPAN BERKOAGULAN

Terdapat dua metode pencelupan yang umumnya digunakan dalam produksi sarung tangan yaitu metode pencelupan langsung dan metode pencelupan berkoagulan. Metode kedua adalah metode yang sangat sering digunakan dalam industri [24].

Metode pencelupan merupakan metode yang paling banyak digunakan dalam pembuatan produk lateks seperti sarung tangan, balon, kondom, dan lain-lain. Metode pencelupan adalah proses dimana cetakan berlapis koagulan dicelupkan ke dalam lateks karet alam dalam beberapa kali pecelupan [25].

(14)

Pada tangki koagulan, cetakan dicelupkan selama 16 detik agar terbentuk lapisan tipis dan seragam pada permukaan cetakan. Hal ini dapat diperoleh dengan perendaman perlahan dan penarikan cetakan diikuti dengan manipulasi mekanik dan evaporasi koagulan secara cepat. Cetakan yang sudah dilapisi dikeringkan dalam oven dan dicelupkan pada tangki lateks.

Formulasi koagulan merupakan campuran dari garam kalsium, air atau alkohol, agen pembasah dan agen anti-lekat. Tangki umumnya dilengkapi dengan pengaduk untuk mencegah terjadinya pengendapan bahan kimia. Sebuah saringan juga digunakan untuk menahan gelembung-gelembung udara dan bekas koagulum yang mungkin terbentuk [24].

2.9 PROSES PENCUCIAN (LEACHING)

Lateks terdiri atas partikel karet dan bahan bukan karet yang terdispersi dalam air. Bahan bukan karet meliputi karbohidrat, asam nukleat, karotenoid, senyawa nitrogen atau protein, dan ion-ion organik, jumlahnya relatif kecil sebagian larut dalam air dan sisanya terdapat pada permukaan partikel karet yang berdiameter tidak lebih dari 3 mm. Walaupun jumlahnya sedikit, peranan bahan bukan karet sangat penting dalam mengendalikan sifat karet dan lateks.

Keberadaan protein dalam partikel karet sudah lama diketahui dimana 50% protein dalam lateks terdapat pada serum C, sisanya terdapat pada permukaan partikel karet dan fraksi dasar. Dewasa ini telah diketahui bahwa beberapa jenis protein dapat menimbulkan reaksi alergi. Protein tersebut bersifat tahan panas hingga 120 oC, larut air, dan mempunyai kisaran BM 5-200 kD kasus alergi terhadap protein lateks mulai diketahui pada tahun 1979.

(15)

Alergi pada produk lateks mempunyai hubungan dengan protein terekstraksi (extractable protein, EP) dalam lateks. Selain itu, telah didapat kepastian bahwa zat aditif yang ditambahkan ke dalam lateks tidak menyebabkan alergi. Alergi dapat ditimbulkan dari produk lateks yang mengandung kadar EP lebih dari 100 mg/g. Kenyataan tersebut cukup menimbulkan kekhawatiran, sebab kisaran kadar EP dari berbagai produk lateks bisa bervariasi antara 8 sampai 700 mg/g sehingga resiko terkena alergi menjadi tinggi [26].

Pada umumnya setiap proses produksi barang jadi karet, supaya hasilnya tidak berbau setelah disimpan beberapa bulan, maka selalu dilakukan pencucian selama proses produksi. Hal ini dilakukan karena proses pencucian bertujuan di samping menghilangkan bahan baku bukan karet, misalnya protein, lemak, dan karbohidrat yang dapat menyebabkan bau tidak sedap, juga dapat meningkatkan penampilan serta sifat mekanik barang jadi karet tersebut [8].

Pada proses pencucian film lateks karet alam sangat mempengaruhi sifat fisik film, hal ini disebabkan pada waktu pencucian dapat melarutkan bahan -bahan bukan karet, sehingga permukaan film karet menjadi lebih bersih, licin, dan lebih tipis sehingga dapat meningkatkan perpanjangan putus pada film karet [7].

Pada larutan KOH atau ammonia lebih baik daripada air biasa pada proses pencucian, karena dengan menggunakan larutan KOH atau amonia turunnya kadar protein terlarut dapat mencapai 97% sementara itu dengan air biasa hanya 75%. Hal ini disebabkan karena molekul protein terekstrak yang bersifat amfotir dalam keadaan basa (larutan KOH) daya kelarutannya lebih tinggi daripada dalam keadaan netral [8].

2.10 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI

2.10.1 UJI KEKUATAN TARIK (TENSILE STRENGTH)

(16)

σ = Fmaks

o ...(2.1) Dimana :

σ = kekuatan tarik (kgf/mm2) F maks = beban maksimum (kgf) Ao = luas penampang awal (mm2)

Kekuatan tarik dari karet lebih sering diukur dibandingkan sifat-sifat yang lain kecuali kekerasan dan karet sering digunakan pada berbagai aplikasinya, contohnya sarung tangan dan kondom tergantung pada sifat kekuatan tariknya. Alasannya adalah bahwa kekuatan tarik merupakan ukuran kualitas senyawa tersebut dan ikut berperan dalam pengaturan penggunaan bahan pengisi berbiaya rendah. Senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri umumnya memiliki kualitas yang tinggi, sehingga kekuatan tarik mengambil bagian penting pada spesifikasi senyawa-senyawa yang dipakai untuk industri.

Kekuatan tarik karet juga memiliki ketertarikan sains tersendiri dan tipe ikat silang serta derajat ikat silang mempunyai pengaruh yang signifikan pada kekuatan tarik karet alam. Umumnya, kekuatan tarik akan mencapai maksimum seiring dengan meningkatnya derajat ikat silang. Nilai maksimum kekuatan tarik terjadi pada densitas ikat silang yang lebih tinggi [56].

2.10.2 KARAKTERISASI F OURIER TRANSFORM INFRA RED (FT-IR)

Penggunaan spektrofotometer FT-IR untuk analisa banyak diajukan untuk identifikasi suatu senyawa. Hal ini disebabkan spektrum FT-IR suatu senyawa (misalnya organik) bersifat khas, artinya senyawa yang berbeda akan mempunyai spektrum berbeda pula. Vibrasi ikatan kimia pada suatu molekul menyebabkan pita serapan hampir seluruh di daerah spektrum IR 4000-450 cm-1.

(17)

munculnya gugus karbonil dan pembentukan ikatan rangkap pada rantai polimer [57].

2.10.3 KARAKTERISASI SCANNING ELECTRON MICROSCOPE (SEM)

SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, Sinar X, elektron sekunder dan absorbsi elektron.

Teknik SEM pada hakikatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar β0 m dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi segala tonjolan, lekukan, dan lubang pada permukaan.

Gambar topografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar dimonitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket.

Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai permukaan dengan konduktifitas tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan penghantar) yang tipis. Yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan palladium [58].

2.10.4 ANALISA KANDUNGAN AMILUM

(18)

iodin terlepas sehingga warna biru menghilang. Pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari 20, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari 20 seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedangkan desktrin dengan polimer 6,7 dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari 5 tidak memberikan warna dengan iodin [59].

2.10.5 X-RAY DIFFRACTION (XRD)

Kaidah difraksi sinar x sangat penting khususnya dalam penentuan struktur kristal. Kaidah ini digunakan seiring dengan kenyataan bahwa panjang gelombang sinar x berorde sama dengan kisi kristal sehingga kisi kristal berperan sebagai kisi difraksi. Lebih lanjut kaidah difraksi sinar x dapat juga digunakan untuk menentukan ukuran kristal atau butir, fase dan komposisi suatu padatan [60].

Sinar x juga dapat dihasilkan melalui peristiwa ―pengereman‖ elektron yang dipercepat yang disebut peristiwa Bremsstrahlung. Pancaran sinar x akibat transisi elektron akan memberikan suatu spektrum karakteristik. Artinya puncak-puncak intensitas spektrum sinar x terbentuk dengan panjang gelombang tertentu. Sedangkan sinar x yang berasal dari gejala Bremsstrahlung membentuk spektrum yang kontinyu dan rendah. Misal untuk padatan tembaga (Cu) sebagai target pada sumber sinar x, intensitas spektrum sinar x karakteristik (Kα) yang dihasilkan memiliki panjang gelombang sekitar 1.54 Å.

Sinar-x memiliki daya tembus yang cukup besar dan panjang gelombangnya berorde 10-10 m yang bersesuaian dengan ukuran kisi kristal. Karena itu sinar x dapat digunakan untuk menganalisis struktur kristal bahan padatan melalui peristiwa difraksi. Peristiwa difraksi sinar x pada kristal padatan dinyatakan dengan persamaan Bragg [60]:

2 dhklSin Ɵ = n�………..(β.β)

(19)

Gambar 2.3 Sinar x datang dan terdifraksi oleh atom-atom kristal [60]

Kristalinitas merupakan salah satu sifat yang paling penting yang berkontribusi pada sifat fisika, kimia dan mekanik suatu bahan. Indeks kristalinitas (CrI) adalah parameter yang umumnya digunakan untuk menghitung jumlah kristalin dalam suatu bahan dan juga diterapkan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur bahan setelah perlakuan fisikokimia dan biologis. Salah satu metode analitik untuk menentukan indeks kristalinitas adalah X-ray diffraction (XRD) [61].

Indeks kristalinitas dapat dihitung dengan metode Segal sebagai berikut [44].

Pada persamaan ini, CrI menyatakan derajat kristalinitas relatif, I002 adalah intensitas maksimum dari difraksi kisi 002 pada 2θ = 22o dan Iam adalah intensitas difraksi dalam satuan yang sama pada 2θ = 18o.

100 I

I I CrI

002 am 002

   

 

Gambar

Gambar 2.1 Struktur Umum Lateks cis-1,4-poliisoprena [11]
Gambar 2.2 Struktur Selulosa [18]
Gambar 2.3 Sinar x datang dan terdifraksi oleh atom-atom kristal [60]

Referensi

Dokumen terkait

Demikian untuk menjadikan maklum, dan atas perhatiannya disampaikan terima kasih..

Pejabat Pengadaan Barang / Jasa Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Bersama ini kami sampaikan dengan hormat bahwa setelah dilakukan evaluasi dokumen penawaran sesuai ketentuan yang berlaku, Perusahaan Saudara ditetapkan sebagai pemenang. seleksi

Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Dan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 39 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Jaden Desa

Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Dan Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 40 Rehabilitasi Jaringan Irigasi DI.. Kemiri Desa

[r]

Pendampingan Kegiatan DAK Infrastruktur Irigasi Pekerjaan Paket 41 Rehabilitasi.. Jaringan

Bagi Penyedia Jasa yang merasa keberatan atas hasil pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan melalui aplikasi LPSE Provinsi Jawa Tengah kepada Panitia Pengadaan Konstruksi