• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI ASAS DROIT DE PREFERENCE TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK PERBANKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT - Unissula Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "IMPLEMENTASI ASAS DROIT DE PREFERENCE TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK PERBANKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT - Unissula Repository"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan-badan usaha milik negara bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.1

Lembaga perbankan adalah lembaga yang menjadi perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana (surplus of funds) dengan pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (lacks of funds), tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit dalam menjalankan kegiatan usaha atau operasionalnya.

Pada hakekatnya lembaga keuangan adalah semua badan yang melalui kegiatan-kegiatannya di bidang keuangan menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat. Sebagai lembaga keuangan, bank mempunyai usaha pokok berupa menghimpun dana dari masyarakat untuk kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan

1

(2)

2

dana dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi untuk mencari dan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan memegang peranan penting terhadap pertumbuhan suatu bank, sebab volume dana yang berhasil dihimpun atau disimpan tentunya akan menentukan pula volume dana yang dapat dikembangkan oleh bank tersebut dalam bentuk penanaman dana yang menghasilkan misalnya dalam bentuk pemberian kredit.2

Operasi bank di bidang pemberian fasilitas kredit adalah fungsi utama dari bisnis perbankan, yakni fungsi menyalurkan dana kepada mereka yang memerlukannya setelah menerima pengumpulan dana dari para deposan penyimpan dana.3

Perbankan memegang peranan yang amat penting sebagai sumber permodalan dan lembaga keuangan. Sebagai lembaga keuangan, bank amat dibutuhkan masyarakat karena itu aktivitas dan kegiatan perbankan harus diselenggarakan secara selaras, teratur dan berencana mengacu kepada kebijakan dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah, khususnya Peraturan Bank Indonesia.

Dalam menjalankan kegiatannnya Bank banyak menggunakan dana masyarakat jika tidak dikelola dengan baik dalam menjalankan fungsi intermediarynya atau salah urus misalnya dalam bentuk pemberian kredit. Risiko yang dihadapi akan berakhir menjadi kredit macet. Kredit macet dapat disebabkan oleh berbagai variable yang mempengaruhinya. Untuk itu tindakan Bank harus berhati-hati dalam menyalurkan kreditnya jika salah

2

Hermansyah, Op cit, hal. 43

3

(3)

3

urus, asset Bank akan berkurang karena biaya yang dikeluarkan sangat mahal dalam jangka panjang akan berdampak luas terhadap kelangsungan operasional bank.

Dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, ditentukan bahwa kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko dan untuk mengurangi risiko tersebut bank harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan dari debitor untuk melunasi utangnya

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank melakukan penilaian yang seksama terhadap Watak, Kemampuan, Modal, Agunan/jaminan dan Prospek usaha

Bentuk lembaga jaminan sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di semua negara dan perundang-undangan modern yaitu bersifat menunjang perkembangan ekonomi dan perkreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal4.

Oleh karena itu, dalam pengajuan kredit calon debitur diwajibkan untuk menjaminkan harta kekayaannya sebagai agunan seperti benda bergerak atau benda tidak bergerak. Salah satunya adalah hak miik atas tanah di mana di dalam proses kreditnya kemudian hak milik atas tanah tersebut akan dilakukan pembebanan hak tanggungan selama kredit belum selesai.

Istilah hak tanggungan dicantumkan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria bahwa hak tanggungan

4

(4)

4

yang dapat dibebankan kepada hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dalam Pasal 25, 33 dan 309 diatur dengan Undang-undang. Namun dengan telah berlakunya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah maka diketahui bahwa tanah, bangunan dan tanaman yang ada merupakan suatu jaminan dalam peminjaman kredit karena sifatnya dapat dipindahtangankan dan dimungkinkan adanya suatu jaminan (security) bagi pihak yang meminjamkan uang maka istilah jaminan tanah sebagai agunan adalah Hak Tanggungan5

Pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, menyatakan

“Kredit yang diberikan oleh bank mengandung risiko dan untuk mengurangi risiko tersebut bank harus mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan dari debitor untuk melunasi utangnya”

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank melakukan penilaian yang seksama terhadap Watak, Kemampuan, Modal, Agunan/jaminan dan Prospek usaha

Bentuk lembaga jaminan sebagian besar mempunyai ciri-ciri internasional yang dikenal hampir di semua negara dan perundang-undangan modern yaitu bersifat menunjuang perkembangan ekonomi dan perkreditan serta memenuhi kebutuhan masyarakat akan fasilitas modal

5

(5)

5

Setelah lahirnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) maka dualisme dalam penggunaan hak tanggungan seperti yang diuraikan di atas tidak akan ada lagi, namun untuk hypotheek dan ketentuan-ketentuannya masih ada sebagai lembaga hak jaminan bagi kapal-kapal tertentu menurut ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Dagang Indonesia.

Sehubungan dengan itu maka selanjutnya hak tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas tanah dan dengan demikian tentulah unifikasi Hukum Tanah Nasional yang merupakan salah satu tujuan utama UUPA.

Pemberian hak tanggungan harus dituangkan dalam Notaris/Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang diatur dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT).

Hak tanggungan sendiri memiliki ciri-ciri antara lain memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulukan pemegangnya atau yang dikenal dengan asas droit de preference.

(6)

6

Perbankan sebagai kreditor yang menguasai asas droit de preference ini diberikan keutamaan untuk menjual tanah jaminan hak tanggungan milik debitur apabila debitur wanprestasi atau mengalami kredit macet.

PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk sebagai sebuah lembaga perbankan yang melakukan kegiatan usaha perbankan. Salah satu kegiatan usaha PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk yaitu kegiatan usaha pembiayaan berupa kredit. Pada pemberian kredit kepada nasabahnya PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk juga menerapkan pemberian jaminan berupa tanah. Kredit dengan jaminan tanah tersebut selanjutnya dibebani hak tanggungan. Berdasarkan hal tersebut maka PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk juga menerapkan asas droit de preference selama melakukan perjanjian kredit dengan nasabahnya.

Faktanya perjanjian kredit yang dilakukan oleh PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk tidak selalu berjalan lancar, selalu ditemui berbagai hambatan. Hambatan yang paling umum pada perjanjian kredit yaitu adanya wanprestasi. Terkait jaminan hak tanggungan ada beberapa kendala seperti letak tanah jaminan yang sulit dijangkau, penaksiran harga jaminan, keterbatasan pengertahuan nasabah tentang hak tanggungan dan lain sebagainya. Berkaitan dengan hal tersebut tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai : IMPLEMENTASI ASAS DROIT DE PREFERENCE

TERHADAP JAMINAN HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK

(7)

7

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit ?

2. Apakah hambatan-hambatan yang ditemukan dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit ?

3. Bagaimanakah cara mengatasi hambatan dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

2. Untuk mengetahui dan menganalisis hambatan-hambatan yang ditemukan di dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

3. Untuk mengetahui dan menganalisis cara mengatasi hambatan dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

D. Manfaat Penelitian

(8)

8

Penelitian ini memberikan sumbangan pemikiran bagi akademisi dan ahli hukum dalam khasanah ilmu hukum terutama dalam hukum perkreditan, kenotariatan serta hukum perbankan utamanya dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini bermanfaat bagi praktisi dan para pihak terkait terutama yang berhubungan dengan hukum perbankan terutama dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

E. Kerangka Konseptual.

a. Tinjauan Tentang Kredit

1) Pengertian Kredit

DEBITUR BANK

JAMINAN KREDIT

PERJANJIAN KREDIT

JAMINAN HAK

TANGGUNGAN

BADAN PERTANAHAN

NASIONAL

PENJUALAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

KREDIT MACET

(9)

9

Pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin credere, yang berarti kepercayaan. Misalkan seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah atau debitor adalah kepercayaan.6

Pengertian kredit khususnya dalam Pasal 1 butir 11 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yaitu : Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga

6

(10)

10

Dengan demikan pemberian kredit adalah pemberian kepercayaan, artinya bahwa pemberi kredit percaya kepada si penerima kredit sesuai dengan waktu dan syarat-syarat yang telah disepakati bersama.

2) Unsur-Unsur Kredit

Unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur, antara lain jelasnya tujuan peruntukkan kredit, adanya benda jaminan atau agunan dan lain-lain.7

Unsur-unsur kredit menurut Thomas Suyatno adalah sebagai berikut :

a) Kepercayaan yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang b) Tenggang waktu, yaitu suatu masa yang memisahkan

antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini, terkandung pengertian nilai agio dari uang yaitu uang

7

(11)

11

yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterima di masa mendatang

c) Degree of risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada tingkat risikonya. Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya karena selain jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu, maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka timbullah jaminan dalam pemberian kredit

d) Prestasi atau objek kredit itu tidak saja diberikan dalam bentuk uang tetapi juga dapat berbentuk barang atau jasa. Namun karena kehidupan ekonomi modern sekarang ini didasarkan kepada uang, maka transaksi-transaksi kredit yang menyangkut uanglah yang setiap kali kita jumpai dalam praktik perkreditan.8.

8

(12)

12 3) Jenis Kredit

Berdasarkan jangka waktu dan penggunaannya kredit dapat digolongkan menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut :

a) Kredit Investasi

Yaitu kredit jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitas, modernisasi, perluasan, atau pun pendirian proyek baru misalnya pembelian tanah dan bangunan untuk perluasan pabriik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi kredit investasi adalah kredit jangka menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali dan atau pembuatan proyek baru

b) Kredit Modal Kerja

(13)

13

pembiayaan yang diperlukan oleh perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari

c) Kredit Konsumsi

Yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitur untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah kreditur yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, kredt konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.9

4. Perjanjian Kredit

a) Pengertian Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit sebagai bagian hukum perjanjian di Indonesia adalah salah satu bidang hukum sat ini masih bertumpu pada kaidah-kaidah hukum yang termuat di dalam kodifikasi Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang diberlakukan di Indonesia pada abad ke-19 atas dasar

9

(14)

14

prinsip Code Civil Prancis dan Burgerlijk Wetboek (lama) Belanda10.

Hakikat perjanjian yang tertuang dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dalam suatu perjanjain terdapat kesepakatan di antara kedua belah pihak yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis yang di dalamnya terdapat adanya hak dan kewajiban yang dijamin oleh hukum bagi kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian di mana pihak yang satu berhak menuntut kewajiban tersebut.11

Sementara berdasarkan rumusan Pasal 1313 KUH Perdata dapat disimpulkan unsur-unsur di dalam perjanjian adalah sebagai berikut

a) Ada para pihak

b) Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut c) Ada tujuan yang akan dicapai

d) Ada prestasi yang akan dilaksanakan

e) Ada bentuk tertentu bai lisan maupun tertulis

10

Bayu Seto, Lex Mercataroia Baru dan Arah Pengembangan Hukum Kontrak Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas, Tinjauan Singkat tentang Kedudukan Hukum Perjanjian Nasional dan Prospek Pengembangannya dalam Konteks Harmoniasai Hukum Kontrak di Kawasan ASEAN, makalah dalam rangka Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung, 15 September 2003, hal. 6

11

(15)

15

f) Ada syarat-syarat tertentu.12

Hal perikatan diatur di dalam KUH Perdata Buku III terdiri dari 18 bab yang dibedakan dalam Bagian Umum dan Khusus13. Perjanjian kredit merupakan salah satu jenis perjanjian sehingga sebelum membahas secara khusus mengenai perjanjian kredit perlu dibahas tentang ketentuan umum atau ajaran umum hukum perikatan yang terdapat dalam KUH Perdata karena ketentuan umum dalam KUH Perdata menjadi dasar atau asas umum yang konkrit dalam membuat semua perjanjian apapun. KUH Perdata buku III Bab I sampai dengan IV Pasal 1319 menegaskan bahwa “Semua perjanjian baik yang mempunyai suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab III dan Bab I KUH Perdata.

Di dalam Common Law System, a contract is a legally binding agreement. Sehubungan dengan kajian ini, adalah

penting menentukan elemen yang mendasari terbentuknya kontrak dan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar

12

PNH Simanjuntak, 2015, Hukum Perdata Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 286

13

(16)

16

persetujuan yang dicapai para pihak menjadi kontrak yang mempunyai kekuatan mengikat secara hukum.14

Dari perjanjian ini timbul hubungan hukum kedua belah pihak yang dinamakan perikatan. Jadi perjanjian menimbulkan perikatan. Perikatan timbul dari : 1) Persetujuan atau perjanjian, 2) Perbuatan yang Melanggar hukum, dan 3) Pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan.15

Isi dari perjanjian kredit yang telah ditentukan terlebih dahulu dalam suatu bentuk tertentu, menunjukan pada kita bahwa perjanjian kredit dalam praktek perbankan adalah suatu perjanjian standard (standard contract). Perjanjian standard ini dinamakan juga perjanjian adhesi16.

Ada bermacam-macam perjanjian baik yang telah diatur secara khusus dalam KUH Perdata yang disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama maupun perjanjian bernama di luar KUH Perdata. Disebut perjanjian khusus atau perjanjian bernama karena jenis-jenis perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata tersebut oleh pembentuk Undang-undang sudah diberikan namanya misalnya perjanjian jual beli,

14

Bernadette M. Waluyo, Hukum Perjanjian sebagai Ius Constituendum (Lege Ferenda), makalah dalam rangka Dies Natalis Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Bandung, 15 September 2003, hal. 1

15

Danang Sunyoto, 2015, Aspek Hukum dalam Bisnis, Nuha Medika, Yogyakarta, hal. 73

16 Mgs. Edy Putra The’aman. 2002, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis,

(17)

17

perjanjian sewa menyewa, perjanjian hibah, perjanjian pinjam meminjam dan lain-lain. Namun dalam perkembangannya jenis-jenis perjenjian dalam KUH Perdata tidak dapat memenuhi kebutuhan kehidupan masyarakat dalam bidang ekonomi dan perdagangan sehingga tumbuh atau muncul berbagai jenis perjanjian bernama yang tidak diatur dalam KUH Perdata seperti perjanjian sewa beli atau leasing, perjanjian distributor, perjanjian kredit, perjanjian membangun bangunan dan lain-lain. Perjanjian bernama di luar KUH Perdata tersebut diatur dalam berbagai keputusan seperti leasing diatur oleh Menteri Keuangan17.

Dalam membuat perjanjian bernama yang telah diatur dalam KUH Perdata Dagang atau yang diatur di luar KUH Perdata Dagang atau apapun jenis dan nama perjanjian itu maka syarat dan ketentuan dari perjanjian tersebut harus mengacu pada ketentuan umum hukum perikatan.

Dari perumusan mengenai perjanjian tersebut, terdapat beberapa unsur perjanjian, antara lain 18

a) Ada pihak-pihak (subyek) sedikitnya dua pihak

b) Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap c) Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuh

kebutuhan pihak-pihak

17

Sutarno, Op Cit, hal. 68

18

(18)

18

d) Ada prestasi yang akan dilaksanakan e) Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan

f) Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian b) Pihak-pihak dalam Perjanjian Kredit

Para sarjana hukum berpendapat bahwa Perjanjian Kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XIII Buku III karena perjanjian kredt mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut KUH Perdata. Pasal yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang yang habis pakai karena pemakangan. Dengan syarat bahwa pihak terakhir ini akan pemakaian dengan syarat bahwa pihak kredit tidak sama pula

Perjanjian kredit merupakan perjanjian timbal balik di mana suatu perjanjian dikatakan timbal balik jika dengan terjadinya perjanjian timbul kewajiban timbal balik di antara para pihak. Singkatnya ada elemen tukar menukar prestasi atau prestasi ada pada kedua belah pihak19. Dalam hal ini pihak bank harus berprestasi memberikan dananya kepada debitur dan debitur dituntut melakukan pembayaran

Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit

19

(19)

19

tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terletak dalam hukum perdata

Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai mana telah diubah satu kausa khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada pertamuan.

Beberapa sarjana hukum berpendapat bahwa perjanjian kredit dikuasai oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam uang menurut Pasal 1754 KUH Perdata yang berbunyi : Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutunya yang sama pula.

(20)

20

disimpulkan dasar perjanjian kredit sebagian masih bisa mengacu pada ketentuan KUHPerdata BAB XIII20.

Meskipun perjanjian kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata seperti ditegaskan sebagai berikut :

Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum yang termuat dalam Bab I dan Bab II Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Perbankan, tidak mengenal istilah perjanjian kredit. Istilah perjanjian kredit ditemukan dalam Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3 Oktober 1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia unit I No. 2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966 yang menginstruksikan kepada masyarakat perbankan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk apapun, bank-bank wajib mempergunakan akad perjanjian kredit.

20

(21)

21

Dalam perjanjian kredit, prestasi yang dituntut adalah sebagai berikut :

a) Penempatan dana b) Penyaluran kredit c) Penyediaan jasa21

c) Bentuk-bentuk Perjanjian Kredit

Menurut hukum, perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis yang penting memenuhi syarat-syarat Pasal 1320 KUHPerdata.namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan sebagai alat bukti karena hakekat pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Dalam dunia modern yang kompleks ini perjanjian lisan tentu sudah tidak dapat disarankan untuk digunakan meskipun secara teori diperbolehkan karena lisan sulit dijadikan sebagai alat pembuktian bila terjadi masalah di kemudian hari. Untuk itu setiap transaksi apapun harus dibuat tertulis yang digunakan sebagai alat bukti. Kita menyimpan tabungan atau deposito di bank maka akan memperoleh buku tabungan atau bilyet deposito sebagai alat bukti. Untuk pemberian kredit perlu dibuat perjanjian kredit sebagai alat bukti.

21

(22)

22

Tentang bagaimana hakikat dari perjanjian kredit jika dihubungkan dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, maka secara yuridis perjanjian kredit dapat dilihat dari dua segi pandang sebagai berikut :

a) Perjanjian kredit sebagai perjanjian pinjam pakai-habis b) Perjanjian kredit sebagai perjanjian khusus22

Menurut Sutan Remi Syahdeini: “Berbeda dengan perjanjian-perjanjian baku pada lazimnya, dalam perjanjian kredit bank harus diingat bahwa bank bukan hanya mewakili

dirinya sebagai perusahaan bank saja”23 .

Dasar hukum perjanjian kredit secara tertulis mengacu pada Pasal 1 ayat (11) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dalam Pasal itu terdapat kata-kata

:”Penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Kalimat tersebut menunjukkan bahwa pemberian kredit harus dibuat perjanjian. Meskipun dalam Pasal itu tidak ada penekanan perjanjian kredit harus dibuat secara tertulis namun dalam organisasi bisnis modern dan mapan maka untuk kepentingan administrasi yang rapi dan teratur dan demi

22

Munir Fuady, 2002, Pengantar Hukum Bisnis, Menata Bisnis Modern di Era Global, Citra Aditya Bhakti, Bandung, hal. 117

23

(23)

23

kepentingan pembuktian sehingga pembuatan bukti tertulis dari suatu perbuatan hukum menjadi suatu keharusan, maka kesepakatan perjanjian kredit harus tertulis.

b. Tinjauan Tentang Agunan Kredit

1) Pengertian Agunan Kredit

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu "zekerheid" atau "cautie", yang secara umum artinya merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya,

Dalam peraturan perundang-undangan, kata-kata jaminan terdapat dalam Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata, dan dalam Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

(24)

24

Pada dasarnya, pemakaian istilah jaminan dan agunan adalah sama. Namun, dalam praktek perbankan istilah di bedakan, yaitu :

Istilah jaminan mengandung arti sebagai kepercayaan/keyakinan dari bank atas kemampuan atau kesanggupan debitur untuk melaksanakan kewajibannya.

Sedangkan istilah agunan diartikan sebagai barang/benda yang dijadikan jaminan untuk melunasi utang nasabah debitur.

Pengertian jaminan terdapat dalam SK Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 februari 1991, yaitu: "suatu keyakinan kreditur.bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".

Sedangkan pengertian agunan diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-undang No. 10 Tahun 1998, yaitu: "jaminan pokok yang diserahkan debitur dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia".

(25)

25

tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambah dengan agunan.

Menurut Pasal 1 angka 23 UU No. 10 Tahun 1998, dinyatakan "Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah".24

2) Kegunaan Agunan Kredit

Kegunaan dari agunan , yaitu:

a) Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank/kreditur untuk mendapatkan pelunasan agunan, apabila debitur melakukan cidera janji.

b) Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usahanya/proyeknya, dengan merugikan diri sendiri, dapat dicegah.

c) Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, misalnya dalam pembayaran angsuran pokok kredit tiap bulannya.25

24

http://hukumperbankan.blogspot.co.id/2008/12/prinsip-prinsip-dasar-agunan-atau.html

25

(26)

26 3) Syarat-syarat Agunan Kredit

Syarat-syarat agunan kredit adalah sebagai berikut : a) Secara mudah dapat membantu diperolehnya kredit itu,

oleh pihak yang memerlukannya.

b) Tidak melemahkan potensi/kekuatan si pencari kredit untuk melakukan dan meneruskan usahanya.

c) Memberikan informasi kepada debitur, bahwa barang jaminan setiap waktu dapat di eksekusi, bahkan diuangkan untuk melunasi utang si penerima (nasabah debitur).26 4) Manfaat Agunan Kredit

Manfaat agunan kredit bagi kreditur adalah sebagai berikut :

a) Terwujudnya keamanan yang terdapat dalam transaksi dagang yang ditutup.

b) Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.

Sedangkan manfaat agunan bagi debitur, adalah untuk memperoleh fasilitas kredit dan tidak khawatir dalam mengembangkan usahanya.27

c. Hak Tanggungan

1) Pengertian Hak Tanggungan

Sebagaimana telah dikemukakan Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas

26

http://hukumperbankan.blogspot.co.id/2008/12/prinsip-prinsip-dasar-agunan-atau.html

27

(27)

27

Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) disebutkan mengenai pengertian dari hak tanggungan. Adaapun yang dimaksud dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atas tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.28

Hak tanggungan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) pada dasarnya adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah. Namun kenyataannya seringkali terdapat adanya benda-benda berupa bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan tersebut. Hukum Tanah Nasional didasarkan kepada Hukum Adat yang menggunakan asas pemisahan horizontal. Dalam rangka azas pemisahan

28

(28)

28

horizontal, benda-benda yang merupakan kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan. Oleh karena itu, setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut29.

Namun demikian penerapan asas-asas hukum adat tidaklah mutlak melainkan suatu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horisontal tersebut, dalam Undang-undang Hak Tanggungan dinyatakan bahwa pembebanan hak tanggungan atas tanah dimungkinkan pula meliputi benda-benda sebagaimana dimaksud di atas. Hal tersebut sudah dilakukan dan dibenarkan oleh hukum dalam praktek, sepanjang benda-benda tersebut merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan keikutsertaan dijadikan jaminan, dengan tgas dinyatakan oleh pihak-pihak dalam akta pemberian hak tanggungannya. Bangunan, tanaman dan hasil karya yang ikut dijadikan jaminan itu tidak terbatas pada yang dimiliki oleh pemegang hak atas tanah yang bersangkutan, melainkan dapat juga meliputi yang dimiliki pihak lain.

29

(29)

29 2) Ciri-Ciri Hak Tanggungan

Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang `berkaitan dengan Tanah (UUHT) disebutkan bahwa hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri sebagai berikut 30:

a) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya (droit de preference ). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

b) Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun pun objek itu berada (droit de suite). Ditegaskan dalam Pasal 7 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

c) Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan

d) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

30

(30)

30

3) Proses Pembebanan Hak Tanggungan

Proses pembebanan hak tanggungan dilaksanakan melalui dua tahap kegiatan yaitu sebagai berikut 31:

a) Tahap pemberian hak tanggungan, yaitu dengan dibuatnya Akta Pembebanan Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin.

b) Tahap didaftarkannya oleh Kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya hak tanggungan yang dibebankan

Menurut Pasal 13 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT), pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan warkah lainnya yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan

Dengan pengiriman oleh PPAT berarti akta dan warkah lainnya yang diperlukan itu disampaikan ke Kantor Pertanahan melalui petugasnya atau dikirim melalui pos tercatat. PPAT wajib menggunakan cara yang paling baik dan aman dengan memperhatikan kondisi daerah dan fasilitas yang ada, selalu

31

(31)

31

berpedoman pada tujuan untuk didaftarkannya hak tanggungan itu secepatnya mungkin. Sedangkan warkah lain yang dimaksud meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek hak tanggungan dan identitas pihak-pihak yang bersangkutan termasuk di dalamnya sertipikat hak atas tanah dan/atau surat-surat keterangan mengenai objek hak tanggungan PPAT wajib melaksanakan ketentuan tersebut karena jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan PPAT

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanaan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek hak tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) dalam pasal 15 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) disebutkan bahwa

(32)

32

(1) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan hak tanggungan

Yang dimaksud dengan tidak membuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dalam ketentuan ini misalnya tidak memuat kuasa untuk menjual, menyewakan obyek hak tanggungan atau memperpanjang hak atas tanah.

(2) Tidak memuat kuasa substitusi

Yang dimaksud dengan pengertian substitusi di sini adalah penggantian penerima kuasa melalui pengalihan. Dengan demikian bukanlah merupakan substitusi apabila penerima kuasa memberikan kuasa kepada pihak lain dalam rangka penugasan untuk bertindak mewakilinya, misalnya Direksi Bank menugaskan pelaksanaan kuasa yang diterimanya kepada Kepala Cabangnya atau pihak lain

(3) Mencantumkan secara jelas obyek hak tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi hak tanggungan

(33)

33

diperlukan untuk kepentingan perlindungan pemberian hak tanggungan.

Sedangkan dalam jumlah utang yang dimaksud adalah jumlah utang sesuai dengan yang diperjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

(34)

34

untuk membuat Akta Pembebanan Hak tanggungan apabila Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak dibuat sendiri oleh pemberi hak tanggungan atau tidak memenui persyaratan tersebut di atas.

b) Kuasa untuk membebankan hak tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT)

c) SKMHT mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah diberikan

d) SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diberikan

(35)

35

tanggungan pada hak atas tanah yang berlum terdaftar harus dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan, yang terlebih dahulu perlu dilengkapi persyaratannya

Persyaratan bagi pendaftaran hak atas tanah yang belum terdaftar meliputi diserahkannya surat-surat yang memerlukan waktu untuk memperolehnya misalnya surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah yang bersangkutan belum bersertifikat dan apabila bukti kepemilikan tanah tersebut masih atas nama orang yang sudah meninggal dunia, surat keterangan waris.

Ketentuan ini berlaku juga terhadap tanah yang sudah bersertifikat, tetapi belum didaftaratas naa pemberi hak tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, yaitu tanah yang berlum didaftar peralihannya haknya, pemecahannya atau penggabungannya ole pemegang hak atas tanah yang baru.

(36)

36

Dalam rangka pelaksanaan pembangunan dan mengingat kepentingan golongan ekonomi lemah, untuk pemberian kredit tertentu yang ditetapkan pemerintah seperti kredit program, kredit kecil, kredit pemilikan rumah dan kredit lain yang sejenis, batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut tidak berlaku. Penentuan batas waktu berlakunya Surat Kuasa Membebankan hak tanggungan untuk jenis kredir tertentu dilakukan oleh menteri yang berwenang di bidnag pertanahan setelah mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan menteri keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan pejabat lain yang terkait

f) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti dengan pembuatan Akte Pembebanan Hak tanggungan dalam waktu yang ditentukan oleh Pasal 15 ayat (4) dan ayat (5) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) adalah batal demi hukum.

(37)

37

dibuatnya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang baru.

5) Hapusnya Hak Tanggungan

Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) yang menentukan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut

a) Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan b) Dilepaskannya hak tanggungan oleh pemegang hak

tanggungan

c) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri

d) Hapusnya hak atas tanah yang diberbani hak tanggungan Sesuai dengan sifat accesoir dari hak tanggungan, adanya hak tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya. Apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain dengan sendirinya hak tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus juga.

(38)

38

Hak tanggungan merupakan hak yang diberikan dan diunyai oleh kreditor berdasarkan perjanjian dan Undang-undang. Adalah merupakan hal yang logis bahwa hak tersebut boleh digunakan atau tidak, atau bahkan untuk dilepaskan oleh kreditor. Kesemuanya itu adalah sesuai dengan prinsip suatu hak. Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) menetapkan bentuk pelepasan hak tersebut yaitu harus dibuat dalam bentuk (pernyataan) tertulis, yang dibuat oleh pemegang hak tanggungan dan ditujukan kepada pemberi hak tanggungan.

(39)

39

melebihi harga pembelian. Hal ini diatur dalam Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) sehingga pembeli lelang akan menjadi pemilik objek lelang bersih dari segala beban32.

Hak atas tanah dapat dihapus antara lain karena hal-hal sebagaimana disebut dalam Pasal 27, Pasal 34 dan Pasal 40 Undang-undang Pokok-pokok Agraria atau peraturan perundang-undangan l ainnya. Dalam Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang dijadikan objek hak tanggungan berakhir jangka waktunya dan diperpanjang berdasarkan permohonan yang diajukan sebelum berakhirnya jangka waku tersebut.

d. Asas Droit de preference

Dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) disebutkan mengenai pengertian dari hak tanggungan. Adaapun yang dimaksud dengan hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, selanjutnya disebut hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

32

(40)

40

Pokok-pokok Agraria, berikut atas tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Lain yang berkaitan dengan Tanah (UUHT) disebutkan bahwa hak tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat harus mengandung ciri-ciri sebagai berikut :

1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya (droit de preference ).

2) Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapu pun objek itu berada (droit de suite).

3) Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan

4) Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya

(41)

41

Dengan kata lain, hak tanggungan memberikan hak yang didahulukan atau yang disebut dengan prinsip droit de preference . Yang berlaku sejak tanggal pendaftarannya pada Badan Pertanahan Nasional adalah bahwa kreditor (penerima hak tanggungan) berhak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi hak atas tanah yang menjadi objek jaminan hak tanggungan mendahului kreditor lainnya. Bahkan sekalipun pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, hak yang didahulukan dari penerima hak tanggungan tidak hapus karena objek yang menjadi objek jaminan jaminan hak tanggungan tidak termasuk dalam harta pailit pemberi hak tanggungan. Dengan demikian penerima hak tanggungan tergolong dalam kelompok kreditor yang mempunyai kedudukan yang terkuat karena pemenuhan piutangnya harus terlebih dahulu dari kreditor lainnya. Karena hak tanggungan merupakan hak kebendaan, maka hak jaminan hak tanggungan tersebut berlaku pihak ketiga, maka terhadap hak tanggungan tersebut berlaku asas publisitias, artinya hak tanggungan harus didaftarkan pada Badan Pertanahan Nasional yang bersangkutan.

(42)

42

atau menjual objek hak tanggungan itu kepada pihak ketiga (pembeli)

e. Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh Kepala. (Sesuai dengan Perpres No. 63 Tahun 2013)

Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan. 2) Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan.

3) Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan.

4) Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan.

(43)

43

6) Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum.

7) Pengaturan dan penetapan hak-hak atas tanah.

8) Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah-wilayah khusus.

9) Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerja sama dengan Departemen Keuangan. 10) Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah. 11) Kerja sama dengan lembaga-lembaga lain.

12) Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan.

13) Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan.

14) Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan.

15) Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan. 16) Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan.

17) Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.

18) Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan.

(44)

44

20) Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

21) Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundangundangan yang berlaku.

Adapun beberapa Agenda Kebijakan Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN) adalah sebagai berikut: 1) Membangun kepercayaan masyarakat pada Agraria dan Tata

Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).

2) Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.

3) Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship).

4) Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah-daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik.

5) Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.

6) Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.

(45)

45

8) Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar.

9) Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan.

10) Menata kelembagaan Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional (ATR / BPN).

11) Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan Pertanahan.

F. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Metode yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis sosiologis atau Sosio-Legal Approach, karena permasalahan yang diteliti berkaitan erat dengan realitas sosial dan tingkah laku nyata manusia.33 Penelitian ini mencoba menelusuri secara mendalam (indepth) dan nyata terhadap sebuah fenomena penerapan hukum pidana dari konteks sosial. Melalui pendekatan ini, diharapkan dapat mengungkap sesuatu yang berkaitan erat dengan sifat unit dari realitas sosial dan dunia tingkah laku manusia34, sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit .

2. Tipe Penelitian

33

Ronny Hanintijo Soemitro, 1991, Metode Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 16.

34

(46)

46

Pemilihan metode penelitian kualitatif ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, yakni Pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; Kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan responden; Ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesauiakan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dna terhadap pola-pola nilai yang dihadapi35.

Dalam penelitian ini penggunaan metode kualitatif untuk mempelajari mengenai hukum dalam pelaksanannya (Law in action)36, di samping itu juga digunakan untuk mengungkapkan dan mendapatkan makna yang mendalam dan rinci dari obyek penelitian37. Dalam tarafnya yang bersifat deskriptif, penelitian ini merekam secara cermat fenomena sosial tertentu dengan mengembangkan konsep dan menghimpun fakta, tetapi tidak menguji hipotesis38.

3. Sumber Data

Penelitian ini bersifat yuridis sosiologis, karenanya sangat mengandalkan data yang didapat secara langsung dari sasaran yakni implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit .

35

Lexi Moleong, 1990, Metodologi Penelitian Kualitatif, RemajaRosdakarya, Bandung, hal. 10.

36

Ronny Hanintyo Soemitro, 1991, op cit, hal. 34.

37

Sanapsiah Faisal, 1980, Penelitian Kualitatif, Dasar-dasar Aplikasi, YA3, Malang, h. 21-22.

38

(47)

47

Dengan metode kualitatif, maka data primer dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan dari informan penelitian, sedangkan sebagai penunjang adalah data sekunder

4. Metode Pengumpulan Data

Di dalam penelitian kualitatif biasanya digunakan teknik wawancara dan observasi sebagai cara utama untuk mengumpulkan data atau informasi. Tipe wawancara yang dipilih adalah wawancara tidak berstruktur. Dalam wawancara ini peneliti mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa tanpa terikat pada suatu sistem atau daftar pertanyaan yang sudah ditetapkan sebelumnya, namun lebih diserahkan kepada proses wawancara tersebut. Keadaan tak terstruktur ini memungkinkan wawancara berlangsung luwes, arahnya bisa lebih terbukti sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih kaya dan pembicaraan tidak terlampau kaku. Beberapa keuntungan lainnya adalah wawancara ini mendekati keadaan yang sebenarnya dan didasarkan pada spontanitas yang diwawancarai, lebih mudah untuk mengidentifikasi masalah yang lebih banyak kemungkinan untuk menjelajahi pelbagai aspek dari masalah yang diajukan39.

5. Metode Penentuan Data

Metode penentuan data primer berkaitan dengan narasumber atau informan yakni pihak yang dimintakan pendapat, pandangan maupun persepsi tentang permasalahan yang diteliti. Dalam penelitian ini

39

(48)

48

narasumber yang dimaksud adalah para pihak dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak

perbankan dalam perjanjian kredit

Sampel responden ini ditentukan secara purposive dengan lebih dulu menentukan narasumber kunci (key informan) dari setiap golongan narasumber baik dari Notaris maupun para pihak yang terlibat dalam akta jaminan hak tanggungan. Dengan sendirinya jumlah narasumber yang akan dipakai dalam penelitian ini akan berkembang sesuai dengan kebutuhan mengikuti prinsip-prinsip snowball responden.

6. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah domain, taksonomi dan komponensial. Dengan analisis doman, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran atau pengertian yang bersifat umum dan relatif menyeluruh tentang implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

G. Sistematika Penulisan

Tesis ini terdiri dari 4 bab yaitu

(49)

49

Bab II Kajian Pustaka, terdiri dari Tinjauan Umum tentang Kedit, Tinjauan tentang Perjanjian Kredit, Agunan Kredit, Hak Tanggungan, Asas Droit de preference dan Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional

(ATR/BPN), Kredit Dalam Perspektif Islam

Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, terdiri dari Hasil Penelitian dan Pembahasan yang meliputi pembahasan : implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit, hambatan-hambatan yang ditemukan di dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit dan cara mengatasi hambatan dalam implementasi asas droit de preference terhadap jaminan hak tanggungan oleh pihak perbankan dalam perjanjian kredit

Referensi

Dokumen terkait

Bidang Cipta Karya bersifat dinamis dan dapat dikaji ( review ) setiap tahunnya dalam rangka penyesuaian dengan arahan pembangunan yang ada sesuai dengan.

Berdasarkan masalah pada latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Siswa

Hal ini menunjukkan jika budaya organisasi dapat mempengaruhi dan mengarahkan karyawan untuk mencapai tujuan perusahaan maka, maka karyawan akan bekerja dengan baik

Perlu adanya pengamatan lebih lanjut pada periode tanam jagung berikutnya, agar dapat diketahui efek sisa pupuk P terhadap peningkatan hasil yang diperoleh dari perlakuan

Semua itu tidak lain juga adalah salah satu karunia terbesar dari Allah SWT yang telah membekali penulis dengan kemampuan menyerap ilmu selama melakukan kegiatan

Fase ini adalah fase pertama dalam pengembangan sistem dengan FAST yang bertujuan untuk menentukan metode yang akan digunakan, menganalisis kelayakan dan membuat jadwal

Dari hasil dan analisis pemetaan ancaman, kerentanan, dan kapasitas dapat dihasilkan peta risiko banjir rob kota Semarang menggunakan empat metode yang telah disebutkan

Desain pengembangan ini diarahkan pada desain yang menggambarkan karakter motif dari Dewi Sinta dengan teknik batik tulis dan mengolah penataannya pada kain