• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 Tinjauan Pustaka"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1 Media Sosial

2.1.1 Definisi

Walaski (2013) menjelaskan media sosial sebagai sarana bagi pengguna untuk berkoneksi dengan orang lain secara virtual. Di dalam media sosial, penggunanya dapat membuat dan memiliki sebuah profil untuk melihat pengguna lain serta daftar koneksi yang dibuat dalam sebuah sistem (Boyd dan Ellison, 2008, dalam Wiid, Cant & Nell, 2011). Sementara menurut Asur dan Huberman (2010), media sosial dianggap sebagai sarana populer untuk berkomunikasi lewat Internet karena komunikasi yang

disampaikan lebih cepat dan lebih terjangkau daripada menggunakan cara tradisional. Dengan demikian media sosial dapat dikatakan sebagai sarana dimana penggunanya dapat memiliki profil dalam sebuah sistem untuk berhubungan dengan orang lain melalui Internet, sehingga informasi yang ingin disampaikan serta didapat lebih cepat, mudah dan terjangkau.

2.1.2 Peran Pengguna Media Sosial

Menurut Beninger et. al (2014) ketika seseorang menggunakan media sosial, biasanya seseorang akan melakukan kegiatan creating, sharing, atau observing. Oleh karena itu ia kemudian menyatakan bahwa pengguna media sosial dapat dibagi menjadi tiga peran. :

1. Creators (pembuat)

Di media sosial, creators biasanya memasang konten dalam platform seperti forum diskusi (blog) atau Twitter. Konten yang diunggah dapat berupa tulisan, video dan gambar. Biasanya creators tidak berinteraksi dengan konten yang diunggah oleh pengguna lainnya.

2. Sharers (pembagi)

Orang-orang yang dikatakan sebagai sharer adalah mereka yang berbagi dan menyampaikan konten yang diunggah oleh orang lain. Seperti memberi komen pada blog, foto atau video yang diunggah oleh pengguna lainnya.

(2)

Sesuai dengan namanya, orang yang berperan sebagai observer adalah mereka yang membaca dan melihat konten dalam media sosial atau situs lainnya tetapi cenderung untuk tidak berbagi informasi seperti sharer atau memasang konten layaknya creators. Pengamat hanya membaca blogs atau tweets dan melihat foto atau video namun tidak berinterkasi dengan konten atau pengguna lainnya.

2.1.3 Karakteristik Media Sosial

Menurut Tesorero (2013) media sosial memiliki beberapa karakteristik, yaitu: a) Participation

Media sosial mendorong individu untuk ikut serta dalam memberi dan menerima feedback atau ide dari semua orang yang menggunakannya.

b) Openness

Secara mayoritas, media sosial memberikan kebebasan pada penggunananya untuk berpartisipasi dan memberikan pendapat. Individu dapat dengan bebas untuk memilih, memberikan komen ataupun berbagi informasi.

c) Conversation

Media sosial dapat dianggap sebagai media percakapan yang bersifat dua arah yang baik.

d) Community

Dalam media sosial individu dapat bergabung atau menciptakan komunitas agar mereka dapat berkomunikasi secara efektif. Informasi yang didapat dalam sebuah komunitas biasanya hal-hal umum yang ada di kehidupan sehari-hari seperti musik, film, pendidikan bahkan sampai politik.

e) Connectednes

Individu yang menggunakan media sosial dapat terhubung pada individu lainnya atau terhubung kedalam situs-situs lain.

2.1.4 Jenis-jenis Media Sosial

Menurut Kaplan dan Haenlin (2010), ada 6 jenis media sosial: 1. Collaborative Projects

Dalam projek kolaborasi, konten yang terdapat di dalam media dapat diakses oleh semua orang. Ada dua subkategori yang termasuk ke dalam collaborative projects:

(3)

a. Wikis

Pengguna dapat menambahkan, menghapus serta mengubah konten berbasis teks dalam sebuah situs. Contohnya adalah Wikipedia, Wikia, dll.

b. Social Application Bookmark

Konten media atau link sebuah situs Internet dikelompokkan kemudian diberi peringkat oleh orang-orang yang mengakses situs tersebut. Contohnya adalah Digg, Reddit, Amazon, dan lain-lain.

2. Blogs and Microblogs

Blog dan mikroblog merupakan aplikasi yang dapat membantu penggunanya untuk menyampaikan opini, pengalaman atau kegiatan sehari-hari berupa tulisan, foto atau video yang bertujuan agar dapat oleh orang lain. Contoh dari blog adalah Blogspot, WordPress, Multiply, dan sebagainya. Sementara contoh dari microblog adalah Twitter, Tumblr, Koprol, dan lain-lain.

3. Content Communities

Dalam media sosial terdapat aplikasi dimana penggunanya dapat berbagi informasi berupa pesan, foto, lagu, video, ebook dan lainnya dengan seseorang baik jarak jauh maupun dekat. Contohnya adalah Line, Whatsapp, BBM, Instagram, Flickr, Youtube, Vimeo, 4shared, Dropbox, ask.fm, Path, dan sebagainya.

4. Social Networking Sites

Individu yang masuk kedalam situs jejaring sosial dapat membuat dan memiliki sebuah profil untuk berhubungan dengan pengguna lainnya. Mereka juga dapat terhubung dengan profil atau akun pribadi yang dibuat didalam situs tersebut. Contoh dari situs jejaring sosial adalah Facebook, LinkedIn, MySpace, Foursquare, dan lainnya. 5. Virtual Game World

Dalam dunia permainan virtual, pengguna muncul ke dalam bentuk avatar yang diinginkan untuk berinteraksi dengan individu lainnya selayaknya di dunia nyata. Contohnya adalah online game, seperti Travian, Clash of Clans, Three Kingdoms, Counter Strike, dan lainnya.

6. Virtual Social World

Sama seperti virtual game world, dalam virtual social world individu memiliki avatar yang mirip dengan kehidupan nyata dalam bentuk tiga dimensi. Interaksi yang

(4)

terjadi sangat kolaboratif dan kreatif, bersifat lebih bebas karena penggunanya dapat membuat aturan serta tujuan mereka sendiri. Contohnya adalah SecondLife.

2.2 Prokrastinasi 2.2.1 Definisi

Prokrastinasi berasal dari kata kerja Latin procrastinare yang secara harfiah berarti menunda sampai hari berikutnya, dan merupakan gabungan dari kata pro yang berarti bergerak maju serta crastinus yang berarti berhubungan dengan esok hari (Ferrari, 1995 dalam Rumiani, 2006). Prokrastinasi menurut Lay (1986, dalam Saleem & Rafique, 2012), adalah menunda sesuatu untuk mencapai beberapa tujuan. Definisi lain menyebutkan bahwa prokrastinasi dilihat sebagai ketidakmampuan seseorang dalam menetapkan prioritas dan tujuan untuk menyelesaikan tugas tepat waktu (Hoover 2005, dalam Saleem & Rafique, 2012). Sementara menurut Solomon dan Rothblum (1984, dalam Rosiaro et. al, 2009) prokrastinasi dilihat sebagai kegiatan menunda suatu tugas sampai pada titik dimana seseorang mengalami ketidaknyamanan. Ketika rasa ketidaknyamanan itu muncul, maka seseorang dapat mengalami kecemasan, rasa bersalah atau tertekan (Clegg & Bailey, 2008). Sehingga prokrastinasi dapat

disimpulkan sebagai tindakan dimana seseorang menunda suatu tugas atau pekerjannya sampai mereka mengalami rasa tidak nyaman, karena merasa tidak mampu untuk menetapkan prioritas dan tujuan untuk menyelesaikannya.

2.2.2 Bentuk-bentuk Prokrastinasi

Menurut University of Illinois Counseling Center (1996, dalam Santrock, 2008), prokrastinasi memiliki banyak bentuk termasuk:

1. Mengabaikan suatu tugas dengan harapan tugas tersebut dapat diselesaikan. 2. Meremehkan suatu tugas atau pekerjaan serta melebih-lebihkan sumber daya dan

kemampuan.

3. Mendramatisir komitmen pada sebuah tugas daripada benar-benar melakukannya. 4. Menghabiskan berjam-jam untuk bermain komputer dan browsing Internet. 5. Mempercayai bahwa penundaan yang bersifat kecil atau sementara yang terus

(5)

2.2.3. Prokrastinasi Akademik

Wolters (2003, dalam Tan et. al, 2008) mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai tindakan individu untuk tidak melaksanakan atau menyelesaikan tugas yang dipilih. Clegg & Bailey mendefinisikan prokrastinasi akademik sebagai kurangnya keterampilan manajemen waktu, merasa stress dan memilih menunda suatu tugas atau kegiatan yang berhubungan dengan akademik. Kecenderungan yang tidak rasional pada individu untuk akhirnya memutuskan menunda tugas akademik di awal maupun akhir adalah definisi lain dari prokrastinasi akademik menurut Senecal, Julian dan Guay (2003, dalam Balkis, 2013). Menurut Ferarri et. al (1995, dalam Ozer & Sackes, 2010) dengan melakukan penundaan pada tugas akademik terus menerus dapat berdampak negatif, salah satunya banyak waktu yang akhirnya terbuang dengan sia-sia. Covington dan Dray (2002, dalam Santrock, 2008) menyebutkan beberapa alasan seseorang melakukan prokrastinasi akademik:

a. Manajemen waktu yang kurang baik

b. Sulit untuk berkonsentrasi akibat rasa takut serta kecemasan yang muncul (lelah karena mengikuti tes dan takut akan mendapatkan nilai yang buruk)

c. Pikiran-pikiran negatif (seperti, “Saya tidak akan pernah berhasil menyelesaikan suatu tugas”)

d. Masalah pribadi (masalah keluarga, keuangan, dan sebagainya) e. Kebosanan, ekspektasi yang tidak sesuai dan perfeksionis

f. Takut gagal (takut untuk mendapatkan nilai buruk, jika seseorang tidak mendapatkan A dalam ujiannya maka ia menganggap dirinya gagal)

2.2.4 Prokrastinasi Akademik Menurut Aitken

Aitken (1982, dalam Ferrari et. al, 1995) mengkonstruk kuisioner yang didesain untuk mengukur prokrastinasi akademik pada mahasiswa dengan tujuan untuk

membedakan prokrastinator dan non-prokrastinator. Aitken menjelaskan prokrastinasi akademik adalah menunda sebuah tugas serta kegiatan akademik lainnya, yang kemudian kedua perilaku tersebut diukur dalam kuisioner yang ia konstruk. Perilaku tersebut termasuk menunda memulai belajar untuk ujian, terburu-buru dalam mengerjakan tugas akademik dan keterlambatan mengembalikkan buku ke

(6)

perpustakaan. Perilaku yang dapat diukur ini didapatkan Aitken berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan kepada 120 mahasiswa S1 pada dua

universitas yang berbeda. Menurut Aitken, seseorang yang memiliki nilai yang tinggi pada tes yang didesain untuk mengukur prokrastinasi, maka ia dapat diasosiasikan sebagai prokrastinator. Sementara jika seseorang mendapat nilai rendah dalam sebuah tes prokrastinasi, ia dapat dikatakan sebagai non-prokrastinator.

Secara keseluruhan, prokrastinasi akademik dapat dikatakan sebagai tindakan untuk menunda tugas-tugas akademik di awal atau akhir yang dilakukan oleh individu, yang jika dilakukan terus menerus akan berdampak negatif. Penundaan dilakukan karena terdapat beberapa alasan untuk tidak mengerjakannya, seperti bosan, takut gagal, pengaturan waktu yang tidak baik dan sebagainya.

2.2.4.1 Faktor-faktor Prokrastinasi Akademik

Rumiani (2006), menyimpulkan bahwa terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi prokrastinasi akademik, yaitu:

a. Internal

Faktor fisik dan psikologis yang berasal dari individu merupakan faktor internal yang turut membentuk perilaku prokrastinasi. Fatigue atau kelelahan adalah faktor fisik yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menunda suatu tugas. Sedangkan faktor psikologis meliputi tingkat kecemasan, tingkat motivasi dan kontrol terhadap diri.

b. Eksternal

Faktor eksternal berasal dari luar individu, misalnya individu dituntut oleh banyaknya tugas yang harus diselesaikan secara bersamaan dengan tugas lainnya, dan lingkungan individu yang mendukung untuk melakukan prokrastinasi.

2.3 Emerging Adults 2.3.1 Definisi

Masa transisi antara remaja dan dewasa yang terjadi pada akhir 20-an dan melibatkan pengalaman untuk bereksperimen serta bereksplorasi terhadap dunianya

(7)

disebut sebagai emerging adults atau dewasa muda (Arnett, 2006, dalam Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Dewasa muda juga merupakan titik dalam rentang hidup dimana mereka dapat mengetahui diri sendiri dan memiliki kesempatan untuk mencoba berbagai cara kehidupan (Arnett, 2006, dalam Papalia & Feldman, 2012). Menurut Arnett (2004), konsep dewasa muda tidak dapat dikatakan sebagai extended adolescents karena berbeda dengan remaja. Perbedaan itu ditandai dengan sedikitnya kontrol dari orang tua, dan tidak lagi mendapat pengarahan untuk menemukan siapa diri mereka sehingga pencarian diri bersifat independen. Mayoritas, dewasa muda yang berada dalam usia 20-an belum dapat membuat keputusan yang berhubungan dengan masa dewasa dan masih merasa belum mencapai periode tersebut. Oleh karena itu mereka belum bisa dikatakan sebagai dewasa secara utuh.Dengan demikian, dewasa muda atau emerging adults merupakan masa transisi antara remaja dan dewasa dimana mereka dapat mencoba berbagai kemungkinan untuk bereksperimen dan mengeksplorasi dunianya dan memiliki kesempatan mencoba berbagai pilihan hidup.

2.4 Kerangka Berpikir Penelitian

Sumber: diolah oleh peneliti (2015)

Mahasiswa yang berusia 18-25 tahun dapat digolongkan sebagai emerging adults atau disebut dengan dewasa muda (Arnett, 2004). Pada umumnya, mahasiswa menggunakan media sosial untuk meluangkan waktu mereka atau karena bosan untuk mengerjakan tugas yang dimilikinya. Karena kegiatan itulah kemudian mendorong mereka untuk menggunakan media sosial. Didalam media sosial, seseorang akan

Mahasiswa/mahasiswi 18-25 tahun Menggunakan media sosial Prokrastinasi akademik

(8)

memiliki peran dimana ia berinteraksi atau tidak dalam menggunakannya (Beninger et. al, 2014). Peran yang telah dimiliki oleh seseorang dalam media sosial kemudian mendorong mereka untuk menggunakan Facebook atau Twitter begitu lama sehingga kemudian lupa akan adanya tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan (Matthews, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Flad (2010) menunjukkan bahwa 50 persen responden lebih banyak meluangkan waktu mereka untuk menggunakan jejaring sosial daripada mengerjakan tugas-tugas yang telah diberikan. Adapun Rindang (2014), menambahkan bahwa mahasiswa yang suka menunda pekerjaan mereka atau tidak mengerjakannya, biasanya akan melakukan tugas tersebut sehari sebelum deadline. Ellis dan Knaus (1977, dalam Morales, 2010) menambahkan bahwa penundaan yang

dilakukan oleh mahasiswa terjadi karena adanya kesenjangan antara tindakan dan tujuan mereka. Kesenjangan tersebut yang berakhir dengan penundaan akan sebuah pekerjaan atau tugas yang kemudian disebut dengan prokrastinasi (Steel, 2011). Dalam penelitian ini, prokrastinasi yang dimaksud berkaitan dengan akademik, dimana adanya penundaan tugas-tugas akademik (Wolters, 2003, dalam Tan et. Al, 2008).

2.5 Hipotesis

Adapun hipotesis dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang signifikan antara peran pengguna media sosial dan prokrastinasi akademik pada emerging adults. Jika ditinjau secara spesifik, maka hipotesis pertama adalah adanya hubungan antara peran creator dan prokrastinasi akademik pada emerging adults. Hipotesis kedua adalah adanya hubungan antara peran sharer dan prokrastinasi akademik pada emerging adults dan hipotesis yang ketiga adalah adanya hubungan antara aspek observer dan

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka berpikir

Referensi

Dokumen terkait

kemudian menciptakan suatu hubungan antara Sang Maha Pencipta dengan manusia dan tentunya juga dengan lingkungan kehidupan sosial masyarakat suku Batak Toba. Hagabeon hal

percaya, ketika melakukan ritual-ritual tertentu, arwah nenek moyang masuk ke dalam wayang sehingga mereka bisa berkomunikasi dengan arwah-arwah nenek moyang mereka.

Beberapa variabel pada Teori Lawrence Green yang mengacu pada penelitian ini seperti pengetahuan PUS mengenai MKJP, Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) KB,

Hal tersebut dikarenakan kurangnya pengetahuan masyarakat akan sistem yang digunakan oleh bank syariah (Prihasta, 2015).Bank syariah yang terdapat di Sumatera Barat yaitu

E-PURCHASING PPK 18 Pada halaman Detail Paket - tab Riwayat Paket, PPK dapat melihat proses ePurchasing produk Barang/Jasa Pemerintah yang telah dilaksanakan mulai dari paket

Bahasa tersebut sejak lama digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau.. Modul Guru Pembelajar Bahasa Indonesia SMP Kelompok Kompetensi Profesional C 5 bahasa

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan rancangan Cross Sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel independen (bebas)

Siswa Pelamar, menggunakan NISN dan password yang diberikan oleh Kepala Sekolah pada waktu verifikasi data di PDSS, login ke laman SNMPTN http://snmptn.ac.id untuk