• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Work-Life Balance

Work-Life Balancedidefinisikan sebagai kemampuan individu untuk memenuhi pekerjaan mereka, memenuhi komitmen keluarga, serta tangung jawab kerja dan kegiatan lainnya. WLB menekankan nilai-nilai, sikap dan keyakinan untuk bekerja dalam mengatur dan menyeimbangkan pekerjaan mereka dan kehidupan pribadi. Ketika seorang wanita mencapai keseimbangan kerja-kehidupan yang sukses, dia memiliki kepuasan kerja dan menjadi sangat berkomitmen dan produktif dan berhasil dalam kariernya. Namun, dalam kasus-kasus tertentu perempuan tidak dapat berhasil karena ketidakmampuan dalam menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan pribadi. Dia tidak mampu untuk mengatur prioritasnya. Akibatnya ia menarik diri dari pekerjaannya karena alasan sederhana seperti merawat anak-anaknya, tuntutan orang tua, dan tekanan keluarga lainnya.

Konsep WLB menarik beberapa perhatian dari komponen masyarakat seperti pengambil kebijakan, perusahaan, keluarga dan individu. WLB mempunyai makna mengkombinasikan pekerjaan dan kehidupan dalam sebuah cara yang bisa dijangkau.

(2)

2.1.1. Definisi Work-life Balance

Deery (dalam Noor, 2011) mendefinisikan konsep WLB adalah tugas yang kompleks, karena dapat dilihat dari arti ‘pekerjaan’, ‘hidup’ dan ‘keseimbangan’. Greenhaus dan rekan (dalam Noor, 2011) mendefinisikan WLB sebagai "sejauh mana seorang individu terlibat dan merasa puas dengan peran pekerjaan dan peran keluarga".

WLB merupakan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan, dalam arti luas WLB didefinisikan sebagai tingkat kepuasan akan keterlibatan atau ‘kecocokan’ antara peran ganda dalam kehidupan seseorang. Meskipun definisi dan penjelasan bervariasi, WLB umumnya terkait dengan keseimbangan, atau mempertahankan rasa keseluruhan harmoni dalam kehidupan, (dalam Lakshmi, 2013).

Byrne (dalam Pichler, 2009) menggambarkan lima aspek dari WLB yaitu pekerjaan, keluarga, teman, kesehatan dan self. Suatu keseimbangan terjadi ketika aktivitas dan inspirasi di satu aspek tidak mempunyai efek yang negatif terhadap aspek yang lain.

WLB secara umum berkaitan dengan waktu kerja, fleksibilitas, kesejahteraan, keluarga, demografi, migrasi, waktu luang dan sebagainya. Terdapat suatu kecocokan atau kesesuaian antara tuntutan dari satu domain terhadap domain yang lain seperti antara pekerjaan dan keluarga atau waktu luang. Sehingga dapat mengurangi munculnya konflik yang mungkin muncul antara pekerjaan dan keluarga.

(3)

Secara individual WLB berkaitan dengan well-being individu. Seorang yang dapat mencapai WLB dapat dipandang sebagai individu yang “berprestasi” dalam mengkombinasikan beberapa wilayah kehidupan dengan cara seimbang. Artinya, penilaian individu terhadap WLB menjadi suatu gambaran secara menyeluruh, bukan suatu yang memisahkan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa work-life balance terkait dalam menyeimbangakan antara pekerjaan dan keluarga. Sehingga individu yang memiliki peran ganda, mampu menyeimbangkan dua wilayah kehidupan secara menyeluruh.

Dua survey yang dilakukan oleh International Social Survey Programmed (ISSP) and Europe Social Survey (ESS) menemukan lima indikator dalam WLB yaitu:

1. Khawatir/cemas (worrying)

Seorang individu akan merasa khawatir apabila mereka tidak mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga. Karena sebagian individu sulit menyesuaikan diri dari kehidupan yang membuatnya sulit untuk memenuhi peran dan tanggung jawab.

2. Terlalu Lelah (too tired)

Memberikan penjelasan bahwa jam kerja yang panjang dan tuntutan pekerjaan membuat individu merasa lelah untuk melakukan tanggung

(4)

jawabnya di rumah serta merasa kesulitan untuk menikmati kebersamaan dengan keluarga.

3. Penghalang Waktu (prevents time)

Kegiatan bersama keluarga dan pasangan menjadi terhalang karena individu merasa terlalu lelah akibat pekerjaan. Sehingga individu tidak mampu menjalankan perannya dengan baik.

4. Kebosanan partner/keluarga (partner/family feed up)

Indikator keempat terkait dengan individu yang mendapat tekanan dari pekerjaan sehingga membuat partner atau keluarga mengalami kebosanan dengan hal tersebut.

5. Konsentrasi saat kerja (concentrate at work)

Seorang individu tidak mampu berkonsentrasi saat bekerja karena memikirkan tanggung jawab yang tidak dapat mereka jalankan dengan baik.

2.2. Kecerdasan Emosional

Howard Gardner adalah psikolog dari Harvard yang dalam tahun 1983 memperkenalkan sebuah model yang oleh banyak orang disebut kecerdasan majemuk “Multiple Intelligence” (dalam Hariwijaya, 2006). Macam kecerdasan yang dibuatnya meliputi tidak hanya kemampuan verbal matematika yang sudah lazim, tetapi juga dua kemampuan yang bersifat “pribadi”; kemampuan mengenal dunia dalam diri sendiri dan keterampilan sosial. Sebuah model pelopor lain untuk kecerdasan emosi diajukan oleh Reuven Bar-On 1980-an (dalam Hariwijaya, 2006)“

(5)

kecerdasan emosi mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan dan tekananlingkungan”. Dan selama beberapa tahun belakangan ini beberapa pakar telah mengajukan teori masing-masing dengan gagasan yang kurang lebih serupa.

2.2.1. Definisi Kecerdasan Emosional

Dalam khazanah disiplin ilmu pengetahuan, terutama psikologi, istilah “kecerdasan emosional” (Emotional Intelligence), merupakan sebuah istilah yang relatif baru. Istilah ini dipopulerkan oleh Daniel Goleman berdasarkan hasil penelitian tentang neurology dan psikolog yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosional sama pentingnya dengan kecerdasan intelektual.

Salovey dan Mayer (dalam Hariwijaya, 2006) mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan emosi sendiri dan orang lain, serta menggunakan emosi-emosi itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Sementara menurut Goleman (dalam Desmita, 2005) kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Mereka mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai “kemampuan untuk memantau perasaan dan emosinya sendiri, untuk membedakan antara mereka, dan menggunakan informasi tersebut untuk membimbing pemikiran dan tindakan seseorang”, (dalam Lenaghan, 2007).

(6)

Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengenali, mengatur dan mengelola emosinya baik pada diri sendiri maupun orang lain, dan secara efektif digunakan untuk memotivasi diri sendiri, serta dapat menjalin hubungan yang baik dengan orang lain.

2.2.2. Komponen Kecerdasan Emosional

Salovey dan Mayer (dalam Lenaghan, 2007) kemudian mengidentifikasi empat komponen kecerdasan emosional: persepsi, asimilasi, pemahaman dan managemen.

a. Komponen pertama digambarkan sebagai kemampuan untuk menjadi sadar diri dari emosi dan untuk dapat mengungkapkan kebutuhan emosional seseorang.

b. Asimilasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk membedakan antara emosi mereka yang berbeda, mungkin perasaan, dan memprioritaskan mereka yang mempengaruhi proses berpikir mereka.

c. Komponen ketiga adalah kemampuan untuk memahami emosi kompleks, seperti perasaan setia dan pengkhianatan.kemampuan untuk membedakan emosi yang muncul dari persepsi penting dalam mengatasi respon negatif terhadap emosi. Dalam komponen ini Salovey dan Mayer juga mencakup kemampuan untuk memahami ekspresi emosi dan perilaku lainnya.

(7)

d. Terakhir, komponen manajemen adalah kemampuan untuk menghubungkan atau memutuskan sambungan dari emosi, tergantung pada kegunaannya dalam situasi tertentu.

Daniel Goleman (dalam Desmita, 2005) mengklasifikasikan kecerdasan emosional atas lima komponen penting yang telah diadaptasikan dari teori Salovey dan Mayer, yaitu:

a. Mengenali Emosi

Mengenali emosi diri—kesadaran diri (knowing one’s emotions self-awareness), yaitu mengetahui apa yang dirasakan seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri; memiliki tolok ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Kesadaran diri memungkinkan pikiran rasional memberikan informasi penting untuk menyingkirkan suasana hati yang tidak menyenangkan. Pada saat yang sama, kesadaran diri dapat membantu mengelola diri sendiri dan hubungan antar personal serta menyadari emosi dan pikiran sendiri.

b. Mengelola Emosi

Mengelola emosi (managing emotions), yaitu menangani emosi sendiri agar berdampak positif bagi pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya satu tujuan, serta mampu menetralisir tekanan emosi. Orang yang memiliki kecerdasan emosional adalah orang yang mampu menguasai, mengelola dan mengarahkan emosinya dengan

(8)

baik.Pengendalian emosi tidak hanya berarti meredam rasa tertekan atau menahan gejolak emosi, melainkan juga bisa berarti dengan sengaja menghayati suatu emosi, termasuk emosi yang tidak menyenangkan.

c. Motivasi Diri Sendiri

Motivasi diri (motivating oneself), yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun manusia menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif serta bertahan meghadapi kegagalan dan frustasi. Kunci motivasi adalah memanfaatkan emosi, sehingga dapat mendukung kesuksesan hidup seseorang. Ini berarti bahwa antara motivasi dan emosi mempunyai hubungan yang sangat erat. Perasaan (emosi) menentukan tindakan seseorang, dan sebaliknya perilaku sering kali menentukan bagaimana emosinya. Bahkan menurut Goleman (dalam Desmita, 2005), motivasi dan emosi pada dasarnya memiliki kesamaan, yaitu sama-sama menggerakkan. Motivasi menggerakkan manusia untuk meraih sasaran, emosi menjadi bahan bakar untuk motivasi, dan motivasi pada gilirannya menggerakkan persepsi dan membentuk tindakan-tindakan.

d. Mengenali Emosi Orang Lain

Mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in other)—empati, yaitu kemampuan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang banyak atau masyarakat. Hal ini berarti orang yang memiliki kecerdasan emosional ditandai dengan kemampuannya untuk

(9)

memahami perasaan atau emosi orang lain. Emosi jarang diungkapkan melalui kata-kata, melainkan lebih sering diungkapkan melalui pesan nonverbal, seperti melalui nada suara, ekspresi wajah, gerak-gerik, dan sebagainya. Kemampuan mengindra, memahami dan membaca perasaan atau emosi orang lain melalui pesan-pesan non-verbal ini merupakan intisari dari empati.

e. Membina Hubungan

Membina hubungan (handling relationship), yaitu kemampuan mengendalikan dan menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain, cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, memahami dan bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia. Singkatnya, keterampilan sosial merupakan seni mempengaruhi orang lain.

Memperhatikan kelima komponen kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan emosi sangat dibutuhkan oleh manusia dalam rangka mencapai kesuksesan, baik di bidang akademis, karier, maupun dalam kehidupan sosial.

2.3. Dukungan Sosial (Social Support)

Dukungan sosial telah dipelajari secara ekstensif dalam literature mengenai stress dan jaringan sosial. Hal ini dikonseptualisasikan sebagai struktur hubungan, dan hubungan sumber daya yang telah disediakan. Dalam literature manajemen, terutama dukungan sosial telah ditujukan dalam hal mentoring. Hubungan mentoring

(10)

memberikan dukungan sosial dalam bentuk kedua pengembangan karir dan bantuan psikososial, (dalam Marcinkus, 2007).

2.3.1. Definisi Dukungan Sosial (Social Support)

Dukungan sosial (social support)—kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh orang lain (teman atau anggota keluarga), Sarason (dalam Baron & Bayrn, 2005).

Dukungan sosial(social support)didefinisikan sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkahlaku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkahlaku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya, (dalam Kuntjoro, 2002).

Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) adalah perasaan kenyamanan, perhatian, penghargaan, atau bantuan yang diterima dari orang atau kelompok lain. Sarafino menambahkan bahwa orang-orang yang menerima dukungan sosial memiliki keyakinan bahwa mereka dicintai, bernilai, dan merupakan bagian dari kelompok yang dapat menolong mereka ketika membutuhkan bantuan.

(11)

Berdasarkan berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain.

Secara tradisional sosial support berarti individu menerima dukungan sosial dari beberapa orang di lingkungan kerja seperti atasan, rekan sejawat, dan dukungan sosial yang diperoleh dari keluarga dan anggota komunitas. Ini menunjukkan bahwa social support bisa berasal dari lingkungan kerja (work-based sosial support) dan lingkungan sosial (personal sosial support), (dalam Marcinkus, 2007).

 Dukungan dari lingkungan kerja(Work-based social support)

Kerja berbasis dukungan sosial. Dukungan sosial di tempat kerja dapat berasal dari organisasi pada umumnya, atasan langsung, dan rekan kerja. Studi tentang organisasi telah disamakan dukungan untuk pekerjaan-keluarga praktek dan dilihat dengan cara ini, organisasi alamat (atau mengabaikan) isu tentang dukungan terhadap keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan keluarga melalui kebijakan mereka, tunjangan, budaya, dan jalur karir.

 Dukungan sosial pribadi (personal social support)

Dukungan sosial di luar pekerjaan dapat berasal dari rekan sejawat atau mitra, orang tua, saudara, anak, keluarga, dan teman-teman. Suami memberikan kontribusi dalam berbagai bidang, termasuk pendapatan dan pengelolaan keuangan pribadi, rumah dan tanggung jawab keluarga, manajemen karir

(12)

dandukungan, serta dukungan orang lain terhadap diri kita sendiri. Untuk menyeimbangkan berbagai kebutuhan rumah dan pekerjaan, pasangan bekerja sama untuk mengurus semua kewajibannya. Keluarga, teman, dan tetangga juga dapatberperan penting bagi wanita yang aktif menyeimbangkan tuntutan pekerjaan dan rumah. Hubungan ini juga memberikan dukungan yang mengurangi pekerjaan-keluarga konflik dengan mengurangi tuntutan waktu dan stres.

2.3.2. Bentuk Dukungan Sosial

Bentuk-Bentuk Dukungan sosial menurut Sarafino (2006) di bagi kedalam 4 bentuk, yaitu:

a. Dukungan Emosional (Emotional/Esteem Support)

Dukungan emosional mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan.Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian, dan perasaan didengarkan. Kesediaan untuk mendengar keluhan seseorang akan memberikan dampak positif sebagai sarana pelepasan emosi, mengurangi kecemasan, membuat individu merasa nyaman, tenteram, diperhatikan, serta dicintai saat menghadapi berbagai tekanan dalam hidup mereka.

(13)

b. Dukungan Instrumental (Instrumental/Tangible Support)

Dukungan instrumental mencakup bantuan langsung, dapat berupa jasa, waktu, atau uang. Misalnya pinjaman uang bagi individu atau menghibur saat individu mengalami stres. Dukungan ini membantu individu dalam melaksanakan aktivitasnya.

c. Dukungan Informatif (Informational Support)

Dukungan informatif mencakup pemberian nasehat, petunjuk-petunjuk, saran-saran, informasi atau umpan balik. Dukungan ini membantu individu mengatasi masalah dengan cara memperluas wawasan dan pemahaman individu terhadap masalah yang dihadapi. Informasi tersebut diperlukan untuk mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara praktis. Dukungan informatif ini juga membantu individu mengambil keputusan karena mencakup mekanisme penyediaan informasi, pemberian nasihat, dan petunjuk.

d. Dukungan Persahabatan (Companionship Support)

Dukungan persahabatan mencakup kesediaan waktu orang lain untuk menghabiskan waktu atau bersama dengan individu, dengan demikian akan memberikan rasa keanggotaan dari suatu kelompok yang saling berbagi minat dan melakukan aktivitas sosial bersama.

(14)

2.4. Dinamika antar Variabel

Dalam literature dijelaskan bahwa kecerdasan emosional (Emotional Intelligence), dukungan sosial (Social Support), memiliki hubungan dengan keseimbangan hidup dan pekerjaan (Work-life Balance). Menurut Goleman (dalam Desmita, 2005) kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Dukungan sosial adalah segala bentuk bantuan yang diberikan pada individu berupa kenyaman, perhatian, penghargaan, yang dirasakan individu dapat memberi efek positif bagi dirinya yang diperolehnya melalui interaksi dengan individu atau kelompok lain. Beberapa wanita banyak mendapatkan kesuksesan dari pekerjaan mereka dan telah mencapai beberapa jenis keseimbangan pekerjaan dan kehidupan sambil mempertahankan karier mereka.

Pentingnya kecerdasan emosi pada wanita karier ialah bahwa seorang wanita karier memiliki kesibukan tersendiri, dimana mereka harus mempersiapkan segala kebutuhan rumah tangga sebelum berangkat bekerja. Ketika muncul permasalahan, ini akan dapat memunculkan gangguan secara emosi, jika tidak teratasi dengan baik dapat mengganggu kinerja di tempat kerja. Sebaliknya ketika mereka berada di tempat kerja dan mengalami peristiwa-peristiwa yang memunculkan ganguan secara

(15)

emosi, misalnya seperti mendapatkan teguran dari pimpinan karena pekerjaan yang menumpuk. Apabila tidak terselesaikan dengan baik dapat memunculkan ganguan secara emosi dan terbawa sampai rumah.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, seorang wanita dituntut untuk dapat mengelola emosinya dengan baik agar setiap permasalahan baik di tempat kerja maupun di dalam rumah tangga bisa diselesaikan di rumah saja tanpa harus saling mengganggu, begitupula sebaliknya. Hal ini sejalan dengan pendapat Goleman (dalam Desmita, 2005) yang meyatakan bahwa faktor kecerdasan emosi adalah satu faktor yang dapat mempengaruhi WLB yang terjadi karena dituntut untuk dapat mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Penelitian menunjukkan bahwa work-family balance terdiri dari ketiadaan konflik di antara pekerjaan dan keluarga. Hal ini sejalan dengan salah satu manfaat dari dukungan sosial menurut Gottlieb (dalam Smet, 1994) yang menyatakan bahwa dukungan sosial terdiri dari informasi atau nasehat verbal maupun non verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang didapatkan karena kehadiran orang lain dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi yang menerimanya.

Dengan gambaran atau keadaan yang dialami oleh wanita yang memiliki peran ganda, pastinya dukungan sosial di tempat kerja dan keluarga dapat mepengaruhi

(16)

individu dalam keseimbangan hidupnya, karena dukungan sosial memiliki sisi positif yang mampu meningkatkan kinerja dan mengurangi stress, baik dalam kehidupan pekerjaan maupun keluarga, (dalam Marcinkus, 2007).

Jadi dapat disimpulkan bahwa peran ganda pada wanita disatu sisi dapat membuat hidup menjadi berwarna dan menumbuhkan kepuasan hidup, di sisi lain akan berdampak negatif karena akan mempengaruhi kehidupan di dalam keluarga maupun ditempat kerja, sehingga diperlukan kecerdasan emosi yang baik dan juga dukungan sosial dari keluarga, agar seorang wanita karier diharapkan mampu mengantisipasi dan mengendalikan segala macam konflik yang muncul.

(17)

2.5. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

Untuk melihat adanya hubungan antara kecerdasan emosi dan dukungan sosial dengan work-life balance,maka diajukan hipotesis sebagai berikut:

a. Ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan work-life balance pada wanita karier.

b. Ada hubungan antara dukungan sosial dengan work-life balance pada wanita karier. Kecerdasan Emosional (EQ) Dukungan Sosial (Social Support) Work-life Balance

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun perpustakaan bermanfaat sebagai salah satu sumber belajar untuk semua mata pelajaran (termasuk pelajaran sejarah), namun dalam kenyataan ada kecenderungan

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa persinggungan antara ajaran agama (Islam) yang dibawa oleh Ki Ageng Gribig, modernitas, dan budaya (Jawa) tergambar dalam ritual dan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) upaya layanan bimbingan konseling Islam yang dilakukan guru konselor untuk menyadarkan perilaku merokok pada siswa di SMP Negeri 5

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

masyarakat dalam mencari informasi tempat ibadah yang berada di kecamatan Toboali.tempat ibadah merupakan hal yang penting yang harus ada disetiap daerah. Sarana tempat

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang