EVALUASI PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/GANGREN DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE JULI-DESEMBER 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Antonia Ari Susanti
NIM : 038114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
EVALUASI PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/GANGREN DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE JULI - DESEMBER 2005
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Disusun oleh : Antonia Ari Susanti
NIM : 038114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2007
SKRIPSI
EVALUASI PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/GANGREN DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE JULI - DESEMBER 2005
Oleh :
Antonia Ari Susanti NIM : 038114109
Telah disetujui oleh :
Pembimbing
dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes tanggal ...
Pengesahan Skripsi Berjudul
EVALUASI PENGOBATAN PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI ULKUS/GANGREN DI INSTALASI RAWAT INAP
RUMAH SAKIT BETHESDA YOGYAKARTA PERIODE JULI - DESEMBER 2005
Oleh : Antonia Ari Susanti
NIM : 038114109
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Pada tanggal : 9 Juni 2007
Mengetahui
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
Rita Suhadi, M.Si, Apt. Pembimbing :
dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes ...
Panitia Penguji :
1. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes ...
2. Rita Suhadi, M.Si, Apt. ...
3. Aris Widayati, M.Si., Apt. ...
Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan.
Ambillah waktu untuk belajar, itu adalah sumber kebijaksanaan.
Ambillah waktu untuk bekerja, itu adalah nilai keberhasilan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia masa muda abadi.
Ambillah waktu untuk bersahabat, itu adalah jalan menuju kebahagiaan.
Ambillah waktu untuk mencintai dan dicintai, itu adalah hak istimewa pemberian Tuhan.
Ambillah waktu untuk tersenyum, itu adalah musik menggetarkan hati.
Ambillah waktu untuk berbagi, itu adalah hal yang membuat hidup
terasa berarti.
Rasa takut ’kan lebur oleh peng HARAPAN
Pengharapan takkan nyata tanpa USAHA
dengan penuh syukur dan doa
kupersembahkan karya ini untuk :
Yesus, Tuhan Pengharapanku
Maria Bundaku
Ibu bapak tercinta
Saudaraku, Mba’ Wanty dan de’ Ambar
Sungai yang boleh kuselami
Almamaterku
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
Yogyakarta,
Penulis
Antonia Ari Susanti
memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas limpahan karuniaNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Evaluasi Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Bersama ucapan syukur ini Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mengulurkan tangan hingga terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :
1. Dr. Sugianto,Sp.S.,M.Kes.,Ph.D. selaku direktur Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan izin penelitian.
2. Bapak Sis Wuryanto, AmdPerKes,SKM selaku kepala bidang rekam medis Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, Pak Darsono, Pak Ibnu, Pak Agung dan seluruh staf bagian rekam medis Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah membantu kelancaran Penulis dalam proses pengambilan data.
3. Kepala Bagian Pusmarsa Rumah Sakit Bethesda beserta staf yang telah memberikan pengarahan prosedural kepada penulis sehingga sangat membantu kelancaran pelaksanaan penelitian.
4. Ibu Dra. Pramuji Eko Wardani, MAB.,Apt. selaku kepala instalasi farmasi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta yang telah memberikan informasi dan membuka wawasan penulis.
5. Ibu Rita Suhadi, M.Si.,Apt selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma sekaligus sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak arti bagi kelancaran penyelesaian skripsi ini dan telah memberikan banyak
6.
8. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si atas pemberian diri sebagai
n penyelesaian skripsi ini.
11. arma dan perpustakan Farmasi UGM atas
12. rkan
13. g telah memberikan dukungan dan kasih
persaudaraan. masukan dan saran.
Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu dan pengarahan dalam proses penyusunan skripsi ini hingga selesai.
7. Ibu Aris Widayati, M.Si., Apt. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran kepada penulis.
Bapak Ignatius
dosen pembimbing akademik dan ketulusan hati menunjukkan jalan bagi Penulis.
9. Ibu Christine Patramurti, M.Si., Apt dan segenap panitia skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan arti bagi kelancara
10. Sekretariat Farmasi ; Mbak Sari, Mas Narto dan Pak Kartatmo yang telah memberikan kemudahan bagi penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. Perpustakaan Universitas Sanata Dh
fasilitas dalam pencarian pustaka.
Ibu dan bapak atas doa dan cintanya serta pengorbanan untuk menganta
Ari hingga berjalan sejauh ini. Mba’ Wanty dan de’ Ambar yan
14. Pasifikus Christa Wijaya atas kehadirannya untuk memberi waktu, mendukung, mendengarkan dan menemani dalam setiap kesempatan hingga
dari keluarga kalian.
17.
, Mas Adit, Mba Sisca, Mas Vembri,
19. Yanto, Mas Simus, Mas Frans, Antoro, Hermin,
20. gga yang telah menjadi anugerah
21. k cerita yang masih berlanjut.
terselesaikannya skripsi ini. Juga Christa dan Leo, terimakasih karena boleh menjadi bagian
15. Semua teman-teman C_Mistry, esp. Tawiq, Wenny, Ica, Sindi, Melin, Melon, Rini, Angga, Gallaeh, Rinto, Donny, Willy, Nia dan semuanya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Bersama kalian aku banyak berkembang dan belajar tentang arti persahabatan.
16. Mba’Puri, Mba’Wenny, Mba’ Meita, Mba’Astu, Mba’ Ullin, Mas Thomas atas masukan-masukan yang diberikan.
Angger dan Ria, teman seperjuangan dalam proses pengambilan data.
Terimakasih atas semuanya.
18. Temen-teman JKMK terimakasih untuk kasih yang boleh kita bagi dan rasakan, esp., Mba’ Vero, Mba’ Ratna
Albert, Nendi, Mas Heri dan semuanya. Rm. Issri, Rm. Wiratno, Mas
Prima dan teman-teman mudika Saint Mary semuanya terimakasih untuk kerjasama dan keceriaan kita selama ini.
Teman-teman Banana Hum dan tetan
terindah dalam hidup bersama. Eta, Ria, Detta terimakasih atas pinjaman pustakanya dan Punto atas printernya.
Teman-teman VL gen_X terimakasih untu
22. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini dan tidak bisa disebutkan satu persatu.
Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini baca
dap
Penulis masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun dari pem sekalian sangat diharapkan. Akhirnya Penulis berharap semoga hasil penelitian ini
at bermanfaat bagi semua pihak.
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk memberi gambaran pasien, gambaran engobatan, identifikasi Drug Related Problems (DRPs) serta mengetahui hasil
rapi pada pengobatan diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren pada asien rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005. Ulkus/gangren merupakan mplikasi yang terjadi pada kaki penderita diabetes Melitus. Pengobatan diabetes Melitus dengan komplikasi ulkus/gangren meliputi kontrol glukosa darah, penutupan luka, penyembuhan infeksi dan pengatasan iskemik. Pengobatan yang tidak tepat dan tidak rasional
ak 58% pasien
obat tidak tepat, dan tidak perlu obat serta dosis berlebih masing
p te p
salah satu ko
dapat menimbulkan Drug Related Problems sehingga merugikan pasien.
Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Penelitian dilakukan pada 24 pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap Rumah Sakit Betesdha Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 berdasarkan rekam medis. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan hasilnya ditampilkan dalam tabel atau gambar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 48% merupakan kelompok usia >45-≤64 tahun dan berjenis kelamin perempuan (72 %). Sebany
mengalami ulkus dan 42% mengalami gangren. Komplikasi lain yang terbanyak adalah hipertensi (8,33%). Strategi pengobatannya adalah dengan menggunakan 9 kelas terapi, di mana yang banyak digunakan adalah antibiotika (100%) dan antidiabetik (91,66%). Dari hasil evaluasi DRP ditemukan 13 kasus mengalami aktual DRP, yaitu 8 kasus dosis kurang, 6 kasus butuh terapi obat tambahan, 2 kasus
-masing 1 kasus. Potensial DRP juga ditemukan pada 2 kasus, yaitu tidak perlu obat dan adverse drug reaction masing-masing 1 kasus. Lamanya tinggal pasien selama 8-14 hari (58,33%) dan hasil adalah membaik (37%).
Kata kunci : diabetes Melitus, ulkus diabetik, Drug Related Problems
ABST ACT
This research aim to show patient’s profile, medical therapy’s profile, identification of Drug Related Problems (DRPs) and aim to know patient’s outcome in the medical therapy of foot ulcer diabetic inpatient at Bethesda Hospital Yogyakarta on Juli-Desember 2005 period. Foot ulcer or gangrene is one of diabetes mellitus complication ears, the amount of diabetic foot ulcer inpatient at Bethesda Hospital Yogyakarta keep on rising. Wrong and unrational medical therapy caused Drug Related problems whichpatients.
This research is a non experimental one with retrospective evaluative descrip
sion as second
and dossage too high (1 cases each). Potensial DRPs also fo
R
. In this last 4 y
tion design. The research have done in 24 patients foot ulcer diabetic inpatient at Bethesda Hospital Yogyakarta on Juli-Desember 2005 period based on patients medical record. Analysis of data done by descriptively and the result showed in table or picture.
The result of this research show that 48% patients in the age between >45-≤65 years old, 72% patients are female. 58% patients have ulcer complication and 42% have gangrene complication. 8,33% patients have hyperten
ary complication. The medical therapy used consist by 9 categories which the most frequently used are antibiotic (100%) and antidiabetic (91,66%). The result of DRPs evaluation shows that there are 14 cases of actual DRPs. They are dossage too low (8 cases), need for additional drug therapy (6 cases), wrong drug (3 cases), drug unnecessary
und in 2 cases. They are drug unnecessary and adverse drug reaction 1 case each. Length of stay of patients between 8-14 days (58,33%) and the outcomes are get better (37%).
Keywords: diabetes mellitus, ulcer diabetic , Drug Related Problems
DAFTAR ISI
Halaman
ALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
i B. 1. H HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
KATA PENGANTAR ... vi
INTISARI ... x
ABSTRACT... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Perumusan Masalah ... 4
2. Keaslian Penelitian... 5
3. Manfaat Penelitian ... 7
a. Manfaat Teoritis... 7
b. Manfaat Praktis ... 7
Tujuan Penelitian ... 8
Tujuan Umum ... 8
2.
A.
1 1
B.
C. Dru D. Ket BAB I
Tujuan Khusus ... 8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 9
Diabetes Melitus ... 9
1. Definisi, Tanda dan Gejala... 9
2. Etiologi ... 10
3. Patofisiologi ... 1
4. Diagnosis Diabetes Melitus ... 3
5. Komplikasi Diabetes Melitus ... 14
Ulkus Diabetik ... 17
1. Definisi, tanda dan gejala... 17
2. Epidemiologi ... 18
3. Etiologi... 19
4. Patofisiologi ... 19
5. Diagnosis ... 22
6. Klasifikasi ... 23
7. Penatalaksanaan ... 25
a. Tujuan ... 25
b. Sasaran terapi ... 25
c. Strategi terapi ... 25
g Related Problems (DRPs)... 35
erangan Empiris yang diharapkan ... 37
II METODOLOGI PENELITIAN... 38
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 38
B. Definisi Operasional ... 38
C. Subyek Penelitian ... 40
D. Bahan Penelitian ... 41
E. Lokasi Penelitian ... 41
F. Tata Cara Penelitian ... 41
1. Perencanaan ... 41
2. Pengambilan data ... 42
3. Pengolahan data ... 43
4. Analisis hasil ... 43
BA A. ... 47
... 47
B. ... 52
... 53
B IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46
Gambaran Umum Pasien Diabetes melitus dengan Komplikasi Ulkus/ Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... 46
1. Distribusi jenis kelamin ... 2. Distribusi Usia ... 3. Distribusi tingkat keparahan ... 49
4. Distribusi komplikasi lain/penyakit penyerta ... 51
Gambaran Umum Pola Pengobatan Pasien Diabetes melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 52
1. Kelas Terapi Obat yang digunakan... 2. Golongan dan Jenis Obat yang digunakan ... a. Antibiotika ... 53
b. Antidiabetika ... 53
c. Analgesik ... 58
d. Obat yang Mempengaruhi Gizi dan Darah ... 59
e. Obat Penyakit Otot Skelet dan Sendi ... 61
f. Obat Sistem Saluran Cerna ... 62
g. Obat Sistem Saraf Pusat ... 63
h. Obat Sistem Kardivaskuler ... 64
i. Obat Sistem Pernafasan ... 65
C. Eva Ulk Yo k i ... 80
... 85
luasi Pengobatan Pasien Diabetes melitus dengan Komplikasi us/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda gya arta Periode Juli-Desember 2005 ... 66
D. Hasil Terapi (outcome) Pasien Diabetes melitus dengan Komplikas Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... 78
E. Ringkasan Pembahasan ... BAB V. PENUTUP ... A. Kesimpulan ... 85
B. Saran ... 86
DAFTAR PUSTAKA ... 87
LAMPIRAN ... 91
BIOGRAFI PENULIS ...136
DAFTAR TABEL
Halaman Kategori Status Glukosa Darah (Tripliit et al., 2005)... 14
abel II. Bakteri Penginfeksi Ulkus 19
., 2 00)....
.
33
52
... 54 abel XII.
ren Tabel I.
T Diabetik (Frykberg et al., 2000)...
Tabel III. Klasifikasi Ulkus Diabetik (Frykberg et al 0 ... 23 Tabel IV. Klasifikasi Diabetic Foot Infection (Lipsky, et al., 2004) ... 24 Tabel V. Macam Insulin Berdasarkan Lama kerjanya (Johnson, 1998) 30 Tabel VI. Anjuran Pemilihan Antibiotik secara Empiris (Lipsky, et al., 2004) ... 32 Tabel VII Pemilihan Antibiotika berdasarkan hasil pemeriksaan Kultur (Nuermberger, 2005) ... Tabel VIII. Penyebab Drug Related Problems (DRPs) (Cipolle, 1998) .... 36 Tabel IX. Distribusi Komplikasi Lain dan Penyakit penyerta Pasien ... Tabel X. Sembilan kelas terapi obat pada pasien Diabetes Melitus
dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 53 Tabel XI. Golongan dan jenis obat antiinfeksi yang diberikan pada
pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... T Gambaran kesesuaian pemberian antibiotika secara empiris
pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gang di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode
Juli-Desember 2005 ... 56 abel XIII.
.. 56 abel XIV.
... 59
... 61 abel XVI.
n
62
... 64
III. erikan
Gangren T Gambaran kesesuaian pemberian antibiotika berdasarkan
hasil pemeriksaan kultur pus gangren pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 T Golongan dan jenis obat antidiabetik yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren
di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... Tabel XV. Golongan dan jenis obat analgesik yang diberikan pada
pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... T Golongan dan jenis obat gizi dan darah yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangre
di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2005 ... Tabel XVII. Golongan dan jenis obat penyakit otot skelet dan sendi
yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS.
Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... Tabel XV Golongan dan jenis obat sistem saluran cerna yang dib
pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/
di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode
Juli-Desember 2005 ... 65
abel XIX. angren .. 66
abel XX. ngren 7 abel XXI. angren .. 68
abel XXII. abel XXIII. ... 71
I T Golongan dan jenis obat sistem saraf pusat yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/G di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... T Golongan dan jenis obat sistem kardiovaskuler yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Ga di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... 6
T Golongan dan jenis obat sistem pernafasan yang diberikan pada pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/G di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... T Evaluasi DRPs kasus I ... 70
T Evaluasi DRPs kasus II ... Tabel XXIV. Evaluasi DRPs kasus V ... 72
Tabel XXV. Evaluasi DRPs kasus VIII ... 73
Tabel XXVI. Evaluasi DRPs kasus XIV ... 75
Tabel XXVII. Evaluasi DRPs kasus XVI ... 76
Tabel XXVII . Evaluasi DRPs kasus XXIII ... 77
Tabel XXIX. Ringkasan Aktual DRP Butuh terapi obat tambahan ... 78
Tabel XXX. Ringkasan Aktual DRP Tidak perlu obat ... 78
Tabel XXXI. Ringkasan Aktual DRP Obat tidak tepat ... 79 Tabel XXXII. Ringkasan Aktual DRP Dosis kurang ... 79 Tabel XXXII . Ringkasan Aktual DRP Dosis berlebih ... 80 I Tabel XXXIV. Ringkasan Potensial DRP Tidak perlu obat ... 80 Tabel XXXV. Ringkasan Potensial DRP Efek obat yang tidak diinginkan ... 80
DAFTAR GAMBAR
halaman
ambar 1. Patofisiologi Ulkus Diabetik (Frykberg et al., 2000) ... 20 Gambar 2. Distribusi Jenis K s Melitus
dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap
asien
... 50
ambar 5. G
elamin Pasien Diabete
RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 47 Gambar 3. Distribusi Kelompok Usia Pasien Diabetes Melitus
dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap
RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 48 Gambar 4. Distribusi Tingkat Keparahan Ulkus/Gangren pada P
Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... G Keadaan pulang pasien Diabetes Melitus dengan
Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS.
Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 81 Gambar 6. Lamanya tinggal pasien Diabetes Melitus dengan
Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS.
Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005... 82
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
ampiran 1. Surat Keterangan Penelitian di RS. Bethesda Yogyakarta ... 91 Lampiran 2. Data Pengobatan Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi
Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogy
...104 ampiran 4.
...133 ampiran 6.
...138 L
akarta Periode Juli-Desember 2005 ... 92 Lampiran 3. Data Pemeriksaan Laboratorium dan Non Laboratorium
Pasien Diabetes Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ... L Hasil Pemeriksaan Kultur Bakteri Pasien Diabetes Melitus
dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005...129 Lampiran 5. Daftar Obat Yang Diberikan Kepada Pasien Diabetes
Melitus dengan Komplikasi Ulkus/Gangren di Instalasi Rawat Inap RS. Bethesda Yogyakarta Periode Juli-Desember 2005 ...
L Distribusi 10 Besar penyakit, macam-macam komplikasi diabetes melitus serta jumlah pasien diabetes melitus dan DM dengan komplikasi ulkus/gangren di rawat inap RS. Bethesda Yogyakarta tahun 2005 ...
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut laporan terakhir WHO (2005), di dunia kini terdapat sekitar 200
juta penderita diabetes melitus dan diperkirakan akan meningkat menjadi 366 juta
pada tahun 2030. Di Indonesia jumlah penderita DM sekitar 8,6 juta orang. Angka
ini membuat Indonesia menempati posisi keempat setelah India, China, dan
Amerika Serikat (Anonim, 2005a). Jumlah penderita DM akan terus meningkat
sesuai pola hidup masyarakat saat ini yang aktivitas fisiknya kurang dan
makanannya tinggi lemak.
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang berlangsung
kronik, di mana penderita DM tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup atau tubuh tidak mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga
terjadi kelebihan gula dalam darah. Apabila kadar glukosa darah tidak
dikendalikan, penyakit ini akan menimbulkan komplikasi yang berakibat fatal,
baik komplikasi akut maupun kronis. Komplikasi akut yang terjadi seperti
hipoglikemia, koma dan ketoasidosis. Komplikasi kronis terjadi pada berbagai
organ tubuh, yaitu pada pembuluh darah otak (stroke), pembuluh darah mata
(retinopati diabetik), pembuluh darah ginjal (nefropati diabetik) serta pembuluh
darah kaki (ulkus/gangren).
Dalam suatu penelitian di berbagai rumah sakit umum di Jawa,
ditemukan angka komplikasi yang sering dihadapi. Angka komplikasi tertinggi
adalah penurunan kemampuan seksual sebesar 50,9% kemudian diikuti
komplikasi saraf atau ulkus/gangren (30,6%), retinopati diabetik (penyempitan
sampai kerusakan pembuluh darah mata) sebesar 29,3%, katarak (16,3%), TBC
paru-paru (15,3%), hipertensi (12,8%) dan penyakit jantung koroner (10%)
(Selamihardja, 2005).
Komplikasi ulkus/gangren pada kaki penderita DM sangat umum terjadi.
Penyakit ini disebabkan oleh kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga
terjadi gangguan pada pembuluh darah perifer yang akan mengurangi aliran darah
ke kaki. Di samping itu, kadar glukosa darah yang tidak terkontrol mengakibatkan
kerusakan saraf perifer sehingga penderita DM kehilangan sensoriknya dan tidak
menyadari apabila terluka. Hal inilah yang menjadi faktor penyebab utama
terjadinya ulkus diabetik.
Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami ulkus pada kaki
selama perjalanan penyakit mereka (Frykberg et al.,2000) dan 3-4% dari mereka
terkena infeksi yang berat. Sebesar 85% penderita ulkus diabetik akan menjalani
amputasi dan 36% pasien yang diamputasi, 2 tahun setelahnya meninggal dunia
(Pinzur, 2004). Infeksi yang terjadi menjadi alasan utama bagi pasien DM dengan
komplikasi ulkus/gangren untuk menjalani perawatan dan pengobatan di rumah
sakit. Tentu saja penyakit ini sangat mengesalkan bagi pasien karena
membutuhkan perawatan yang lama dan biaya yang tinggi. Pasien pun sering
merasa khawatir jika harus menjalani amputasi.
Rumah sakit sebagai unit pelayanan kesehatan banyak melibatkan tenaga
tindakannya harus berorientasi pada pelayanan kepada pasien (patient oriented).
Salah satu unit pelayanan di rumah sakit adalah instalasi farmasi. Di Indonesia
saat ini, peran farmasis di rumah sakit cenderung hanya menangani hal-hal yang
bersifat administrasi dan manajemen atau pengelolaan obat sebagai barang
(Yusmainita, 2001). Hal ini bertentangan dengan paradigma mengenai peran
farmasi di rumah sakit atau farmasi klinik yaitu Asuhan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care) yang bertujuan mencapai hasil yang baik dan
memperbaiki kualitas hidup pasien. Kunci utamanya adalah pemantauan terapi
obat (monitoring drug therapy) yang bertujuan mengoptimalkan terapi dan
meminimalkan efek obat yang tidak diinginkan (adverse effects). Pemantauan
terapi obat dapat dilakukan dengan evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada
penatalaksanaan suatu penyakit khususnya terapi menggunakan obat.
Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta merupakan salah satu unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan perawatan diabetes melitus. Menurut unit
pencatatan rekam medik Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta, jumlah pasien DM
dengan komplikasi ulkus/gangren menduduki peringkat teratas diantara
komplikasi DM yang lain. Selama 4 tahun terakhir, jumlah pasiennya terus
meningkat. Jumlah pasien DM dengan komplikasi ulkus yang rawat inap pada
tahun 2002 sejumlah 34 pasien, tahun 2003 sejumlah 67, tahun 2004 sejumlah 77
hingga pada tahun 2005 mencapai 89 pasien.
Semakin tinginya prevalensi penderita DM dengan komplikasi
ulkus/gangren maka diperlukan suatu evaluasi terhadap proses penatalaksanaan
obat. Penggunaan obat harus tepat dan rasional agar kualitas hidup pasien semakin
meningkat dan hasil terapi yang dicapai optimal. Apabila penggunaan obat tidak
tepat dan tidak rasional dapat menimbulkan masalah-masalah terkait obat atau
Drug Related Problems (DRPs). Terjadinya DRPs ini dapat merugikan pasien
baik dalam hal peningkatan kualitas hidup, hasil terapi maupun finansial.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengevaluasi
pengobatan pada pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dengan analisis DRPs.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dirumuskan beberapa permasalahan mengenai evaluasi pengobatan diabetes
melitus dengan komplikasi ulkus/gangren pada pasien rawat inap di Rumah Sakit
Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005, sebagai berikut di bawah ini.
a. Bagaimanakah gambaran pasien diabetes melitus dengan komplikasi
ulkus/gangren di instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda pada periode
Juli-Desember 2005 meliputi umur, jenis kelamin, adanya komplikasi lain
dan penyakit penyerta serta tingkat keparahan ulkus/gangren?
b. Bagaimanakah gambaran pengobatan yang digunakan dalam pengobatan
pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat
inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005
meliputi kelas terapi, golongan dan jenis obat ?
c. Adakah potensial dan aktual Drug Related Problem yang timbul pada
instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta pada periode
Juli-Desember 2005 yang meliputi :
1). membutuhkan terapi obat tambahan (need for additional drug therapy)
2). tidak membutuhkan obat (unnecessary drug therapy)
3). obat tidak tepat (wrong drug)
4). dosis kurang (dosage too low)
5). dosis berlebih (dosage too high)
6). efek obat yang tidak diinginkan (Adverse Drug Reaction/ADR)
7). ketidaktaatan pasien (incomplience)
d. Bagaimanakah hasil terapi pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode
Juli-Desember 2005 meliputi lamanya tinggal dan kesembuhan pasien.
2. Keaslian Penelitian
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan pengobatan diabetes
melitus yang pernah dilakukan, antara lain : “Pola Peresepan Obat Hiperglikemik
Oral dan Studi Literatur Interaksi Obat pada Pasien Diabetes Melitus Rawat Inap
di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Januari – Maret 2002” oleh
Suryawanti (2002). Penelitian ini berisi tentang gambaran pola peresepan obat
hipoglikemi oral beserta interaksi obat yang potensial terjadi pada pasien diabetes
melitus rawat inap di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta Periode Januari – Maret
2002.
Sumiyem (2003) dan Veronika (2004), masing-masing menulis “Pola
Rawat Inap Rumah Sakit Santo Antonius Baturaja Sumatera Selatan Periode
Tahun 2002” dan “Pola Penggunaan Obat Antidiabetika Oral pada Penderita
Diabetes Melitus Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Dr. Sardjito
Yogyakarta Tahun 2003”. Keduanya menggambarkan pola peresepan obat
hiperglikemik atau antidiabetika oral untuk penderita DM usia lanjut.
Selain itu juga pernah dilakukan penelitian yang menggambarkan pola
penggunaan obat antidiabetika oral beserta evaluasi kerasionalannya dari kriteria
tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis oleh Setiawan (2005) dengan judul :
“Evaluasi Penggunaan Antidiabetik pada Pasien Rawat Inap Penderita Diabetes
Melitus Tipe II di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2004”.
Pada tahun 2007 telah dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaan
antibiotika pada pasien DM ulkus oleh Sukma (2007) yang berjudul “Evaluasi
Penggunaan Antibiotika pada Pasien Ulkus Diabetes Melitus di Instalasi Rawat
Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode 2005”.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu, yaitu bahwa pada
penelitian terdahulu lebih difokuskan pada penggambaran pola pengobatannya
sedangkan pada penelitian ini dilakukan evaluasi pengobatan dengan
menggunakan analisis DRPs. Pada penelitian terdahulu yang melakukan evaluasi
pengobatan pada pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren juga menggunakan
analisis DRPs namun terbatas pada evaluasi penggunaan antibiotika dan
dilakukan di rumah sakit lain.
Subyek pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus dengan
digunakan dalam pengobatan. Di samping itu perbedaan penelitian ini dengan
penelitian terdahulu adalah dalam hal tempat dan periode waktu pengambilan
data. Dengan demikian penelitian mengenai evaluasi pengobatan pada pasien
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap Rumah
Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005 belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut ini.
a. Manfaat teoritis
Manfaat teoritis yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah dapat
dijadikan sebagai sumber informasi dan pedoman bagi Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta dalam pengobatan diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren
sehingga hasil pengobatan optimal.
b. Manfaat Praktis
1). Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang pengobatan yang
diberikan kepada pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren yang rawat
inap di RS Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005.
2). Bagi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta dapat menjadi salah satu
referensi pertimbangan dalam pemantauan pelayanan kesehatan khususnya
dalam hal pengobatan diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren.
3). Dengan dilakukannya penelitian ini dapat mendukung pelaksanaan asuhan
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk mengevaluasi
pengobatan pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di instalasi
rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember 2005.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian mengenai evaluasi pengobatan pasien
diabetes melitus dengan komplikasi di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode
Juli-Desember 2005 ini adalah :
a. mengetahui gambaran pasien diabetes melitus dengan komplikasi
ulkus/gangren di instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta
periode Juli-Desember 2005 meliputi umur, jenis kelamin, adanya komplikasi
lain dan penyakit penyerta serta tingkat keparahan ulkus/gangren
b. mengetahui gambaran pengobatan yang meliputi kelas terapi, golongan dan
jenis obat yang digunakan dalam pengobatan pasien diabetes melitus dengan
komplikasi ulkus/gangren di instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda
Yogyakarta periode Juli-Desember 2005
c. menggambarkan potensial dan aktual Drug Related Problems yang timbul
pada pengobatan pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus/gangren di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda periode Juli-Desember 2005
d. mengetahui hasil terapi dari pasien DM dengan komplikasi ulkus/gangren di
instalasi rawat inap Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta periode Juli-Desember
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus 1. Definisi, tanda dan gejala
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, diabetes melitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (American Diabetes Association, 2003).
Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan dengan gejala sangat bervariasi. Gejala-gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan dan terkadang gambaran klinik dari diabetes tidak jelas, juga baru ditemukan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain (Priyanto, 2006). Menurut Suyono (2002), gejala klasik DM adalah rasa haus yang berlebihan (polidipsia), sering buang air kecil terutama pada malam hari (poliuria), selalu merasa lapar (polifagia), dan penurunan berat badan. Selain itu terdapat pula keluhan lain seperti rasa lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, merasa cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan menjadi kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.
Diabetes melitus ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemik) kronik karena gangguan metabolisme lipid, karbohidrat, dan protein serta meningkatnya komplikasi penyakit vaskuler. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan disfungsi beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah, yang menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain aterosklerosis, neuropati, gagal ginjal, dan retinopati (Priyanto, 2006).
2. Etiologi
Klasifikasi DM menurut American Diabetes Assosiation (1997) dibagi menjadi empat kelompok yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain, dan DM gestasional. Pembagian ini berdasarkan etiologi DM.
a. Diabetes Melitus tipe 1
Pada diabetes melitus tipe 1 ditemukan kerusakan autoimun sel β yang mengakibatkan terjadinya defisiensi insulin absolut (Adam, 2000). Menurut Triplitt et al. (2005), diabetes melitus tipe ini merupakan hasil dari kerusakan sel β pankreas yaitu penghasil insulin. Diabetes Melitus tipe ini biasanya terjadi pada anak-anak dan anak muda, tetapi bisa juga terjadi pada berbagai usia.
b. Diabetes Melitus tipe 2
Diabetes Melitus tipe ini dikarakterisasikan dengan resistensi insulin dan sedikitnya sekresi insulin relatif. Kebanyakan individu dengan DM tipe 2 menunjukkan obesitas abdominal yang juga menyebabkan resistensi insulin (Triplitt et al., 2005).
c. Diabetes Melitus tipe lain
penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi: rubela kongenital, sitomegalovirus, penyebab imunologi yang jarang: antibodi antiinsulin, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Widijanti, 2005). d. Gestational Diabetes Melitus
Gestational Diabetes Melitus (GDM) dibatasi sebagai intoleransi glukosa yang pertama kali diketahui selama kehamilan. Komplikasi GDM terjadi sekitar 7% dari semua kehamilan. Pada umumnya GDM mulai ditemukan pada kehamilan trimester kedua atau ketiga, yang ditandai dengan adanya resistensi insulin (Triplitt et al., 2005).
3. Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan, makanan yang terdiri dari karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, di mana glukosa dibakar melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme (Priyanto, 2006).
monosakaridanya. Monosakarida glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian diabsorpsi melalui sel-sel epitel usus halus dan diangkut oleh sistem sirkulasi darah sehingga kadar glukosa darah meningkat (Anonim, 2007a).
Setelah makanan diabsorpsi usus, glukosa dialirkan ke hati melalui vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen. Pada saat itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada kadarnya di vena hepatik. Setelah absorpsi selesai, glikogen dalam hati dipecah kembali menjadi glukosa. Pada saat ini kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi daripada kadarnya dalam vena porta. Pada keadaan biasa, persediaan glikogen dalam hati cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah (Handoko dan Suharto, 1995).
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu membantu transpor glukosa dari darah ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel β di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel sehingga glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat (Anonim, 2005b).
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel β pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel β pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau Langerhans dan terhadap insulin itu sendiri (Triplitt et al., 2005). Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang. Keadaan ini disebut resistensi insulin yang merupakan suatu keadaan di mana sel tubuh tidak dapat sepenuhnya merespon aksi insulin (Anonim, 2005b). Resistensi insulin menyebabkan glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah meningkat (Triplitt et al., 2005).
4. Diagnosis Diabetes Melitus
Kriteria diagnosis DM menurut ADA 1998 (cit.,Triplitt et al., 2005) adalah sebagai berikut di bawah ini.
a. Gejala diabetes dengan glukosa darah sewaktu (casual plasma glucose) ≥ 200 mg/dl
Sewaktu adalah setiap waktu sepanjang hari tanpa memperhatikan makan terakhir. Gejala klasik adalah poliuria, polidipsi, dan penurunan berat badan tanpa diketahui penyebabnya.
b. Kadar glukosa darah puasa (Fasting Plasma Glucose atau FPG) ≥ 126 mg/dl Puasa didefinisikan sebagai keadaan tanpa adanya masukan kalori selama minimal 8 jam.
Test harus menunjukkan seperti gambaran dari WHO (World Health Organizaton), menggunakan beban glukosa yang ekuivalen dengan 75 g
glukosa yang dilarutkan dalam air sebelum OGTT (Triplitt et al., 2005).
Saat ini hiperglikemi tidak selalu terdiagnosis sebagai DM karena ada kategori baru yaitu gangguan gula darah puasa (impaired fasting glucose atau IFG) atau (impaired glucose tolerance atau IGT). Gangguan gula darah puasa terdeteksi dengan menggunakan pengukuran FPG dan IGT terdeteksi dengan menggunakan OGTT. Baru-baru ini pasien yang mengalami keadaan IFG dan IGT disebut memiliki pre-diabetes. Pre-diabetes ini dapat beresiko tinggi berkembang menjadi DM yang sesungguhnya. Berikut adalah tabel I ditunjukkan kategori mengenai status gula darah.
Tabel I Kategori Status Glukosa Darah (Triplitt et al., 2005)
Kategori Kadar Glukosa Darah Puasa (FPG)
Kadar Glukosa darah 2 jam Sesudah Makan (OGTT)
Normal < 100 mg/dL < 140 mg/dL
Pre-diabetes
(IFG atau IGT) 100-125 mg/dL 140-199 mg/dL
Diabetes Melitus ≥ 126 mg/dL ≥ 200 mg/dL
5. Komplikasi Diabetes Melitus
Komplikasi akut yang lain adalah koma. Koma pada penderita DM juga dapat disebabkan karena tingginya kadar gula dalam darah, yang biasanya dipicu adanya penyakit infeksi atau karena penderita DM tidak minum obat/mendapatkan insulin sesuai dosis yang dianjurkan (Priyanto, 2006).
Selain kedua komplikasi tersebut adalah ketoasidosis. Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai energi dan karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk melepas energi menghasilkan formasi asam lemak yang kemudian akan melewati hati dan membentuk satu kelompok senyawa bernama benda keton. Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh disebut ketosis dan meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadarnya sangat tinggi, menyebabkan kondisi asidosis. Asidosis terjadi akibat benda keton ini disebut ketoasidosis (Priyanto, 2006).
Komplikasi kronis terjadi pada berbagai organ tubuh yaitu pada pembuluh darah otak, pembuluh darah mata, pembuluh darah jantung, pembuluh darah ginjal dan pembuluh darah kaki (Waspadji, 2002b). Perkembangan komplikasi ini berkaitan dengan lamanya penyakit itu dan pengaruh glukosa atau metabolitnya dalam waktu lama dalam kadar yang sangat tinggi. Komplikasi kronis tidak jelas kelihatan sampai saat setelah dilakukan pemeriksaan diabetes dan dapat menyebabkan kematian (Anonim,2005c).
seperti pembuluh darah otak, jantung dan kaki. Aterosklerosis berawal dari penumpukan kolesterol terutama ester kolesterol-LDL (Low Density Lipoprotein atau lipoprotein densitas rendah) di dinding arteri. Lipoprotein densitas rendah secara normal bisa masuk dan keluar dari dinding arteri lewat endotel. Masuknya lipoprotein ke lapisan dalam dinding pembuluh darah meningkat seiring tingginya jumlah lipoprotein dalam plasma (hiperlipidemia), ukuran lipoprotein dan tekanan darah (hipertensi). Peningkatan semua itu akan meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah, sehingga lipoprotein dan ester kolesterol mengendap di dinding arteri. Gangguan fungsi lapisan dinding pembuluh darah ini menjadi awal proses aterosklerosis dan mendorong mekanisme inflamasi serta infeksi (Anonim, 2003).
Komplikasi kronik mikrovaskuler adalah komplikasi kronik yang terjadi pada pembuluh darah halus seperti pada mata, ginjal dan saraf perifer (Adam, 2005). Retinopati pada penderita DM merupakan penyebab utama terjadinya kebutaan di United States of America. Hubungan diabetes dengan retinopati dimungkinkan terjadi secara nonproliferasi dan proliferasi. Retinopati nonproliferasi berkembang dengan sedikit gangguan penglihatan, sedangkan retinopati proliferasi dapat terjadi pengurangan penglihatan yang hebat atau menyebabkan kebutaan mendadak (Steil, 1997).
mortalitas pada pasien DM. Sebanyak 35% dari seluruh penderita DM akan mengalami sindrom tersebut (Steil, 1997).
Gangguan vaskuler yaitu penyumbatan arteri yang memasok saraf tepi dan adanya penebalan membran dasar kapiler endoneurium serta gangguan metabolik karena perubahan biokhemis akibat kadar glukosa darah tinggi. (Samekto dan Gofir, 2001). Gula darah tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf, sehingga pengiriman sinyal terganggu dan mengakibatkan kehilangan indra perasa atau nyeri di bagian yang terganggu. Kerusakan saraf sensorik tubuh lebih sering terjadi (Priyanto, 2006). Gejalanya antara lain timbul perasaan geli atau rasa terbakar dan ditegaskan dengan hilangnya sensasi getar. Pada penderita neuropati, pasien mungkin kehilangan semua sensasi atau perasaan pada bagian tertentu sehingga tidak dapat merasakan panas, dingin atau nyeri (Steil, 1997).
B. Ulkus diabetik 1. Definisi, tanda dan gejala
dan jaringan di bawah kulit. Abses merupakan kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan, sebagai perkembangan dari selulitis. Osteomielitis, yaitu infeksi yang menyebar ke jaringan dasar tulang (Anonim, 2007b). Gangren adalah kematian jaringan yang berhubungan dengan berhentinya aliran darah ke daerah yang terkena. Pada umumnya, gangren diikuti kehilangan nutrisi, invasi bakteri dan pembusukan. Pada penderita DM, gangren bersifat basah dan berbau khas (Anonim, 1998).
2. Epidemiologi
Salah satu komplikasi DM yang paling umum adalah ulkus pada kaki (ulkus diabetik). Kurang lebih 15% penderita DM akan mengalami ulkus pada kaki selama perjalanan penyakit mereka. Beberapa laporan studi menunjukkan kejadian ulkus diabetik dalam setahun sebesar 2-3% dari jumlah penduduk. Kejadian ulkus diabetik dari berbagai populasi berkisar antara 2-10%. Neuropati, kelainan bentuk kaki, tekanan yang tinggi, rendahnya kontrol glukosa darah, lamanya menderita DM dan perbedaan jenis kelamin merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya ulkus diabetik (Frykberg et al., 2000).
Pada tahun 1994, 67.000 kasus DM di United States dan Eropa menjalani amputasi dan rata-rata LOS pasien selama 15 hari. Secara umum, penderita DM lebih banyak menjalani amputasi dibandingkan orang yang tidak menderita DM di mana pria lebih tinggi resikonya daripada wanita (Frykberg et al., 2000).
3. Etiologi
Berbagai faktor penyebab ulkus diabetik ditunjukkan oleh banyak penelitian. Faktor resiko yang telah dikenali yaitu; neuropati sensorik perifer, kelainan bentuk kaki, trauma dan pemakaian sepatu yang tidak sesuai, kalus, adanya riwayat amputasi, peningkatan tekanan dan jangka panjang, pergerakan tulang sendi yang terbatas, lamanya menderita DM, buta atau gangguan penglihatan, gangguan ginjal kronik dan usia tua (Frykberg et al., 2000).
Tabel II. Bakteri Penginfeksi Ulkus diabetik (Frykberg et al., 2000)
Aerob Anaerob
Gram +
Staphylococcus aureus (methicilin-sensitif dan resisten)
Staphylococcus epidermidis Streptocccus species
Enterococcus (Streptococcus Faecalis, Group D
streptococcus)
Corynebacterium species
Peptococcus magnus Peptostreptococcus species Bacteroides fragilis Bacteroides species Clostridium perfringens Clostridium species
Lainnya
Gram -
Proteus mirabilis Proteus vulgaris Eschericia coli Klebsiella species Enterobacter cloacae Pseudomonas aeruginosa Acinobacter species
Candida albicans Candida species
faktor resiko dilakukannya amputasi. Pada tabel II ditunjukkan bakteri patogen yang biasa menginfeksi ulkus diabetik.
4. Patofisiologi
Berbagai macam faktor yang menyebabkan ulkus diabetik dapat ditunjukkan dalam gambar 1 berikut ini.
Diabetes Melitus
Trauma Neuropati
Motoric
Atropi lemah
Deformity Abnormal stress
Tekanan tinggi plantar
Terbentuk kalus
Sensoric
Kehilang an sensasi
Autonomic
Anhidrosis
Kulit kering, pecah
Penurunan nada simpatik (perubahan regulasi aliran darah)
Infeksi
DIABETIC FOOT ULCER
Kekurangan nutrien pembuluh darah
Mikrovaskuler
Struktural : Kapiler menebal Fungsional :
aliran darah menurun
neuropathic edema
Makrovaskuler
Atherosklerosis
Iskemik
osteoarthropathy
Vascular disease
Amputasi Amputasi
Gambar 1. Patofisiologi Ulkus diabetik (Frykberg et al., 2000)
a. Neuropati perifer
semua penderita ulkus diabetik disebabkan oleh neuropati, di mana 45%nya merupakan gabungan dari neuropati dan iskemik. Bentuk lain dari neuropati juga berperan dalam terjadinya ulserasi kaki. Neuropati motorik mengakibatkan kelainan bentuk kaki sehingga memungkinkan berkembangnya menjadi ulkus. Neuropati autonom mengakibatkan kaki kering, pecah-pecah dan membelah sehingga membuka pintu masuk bagi bakteri.
b. Gangguan pembuluh darah
Gangguan pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease atau PVD) jarang menjadi faktor penyebab ulkus secara langsung. Walaupun demikian, penderita ulkus diabetik akan membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan resiko untuk diamputasi meningkat karena insufisiensi arterial. Usaha untuk menyembuhkan infeksi akan terhambat karena kurangnya oksigenasi dan kesulitan penghantaran antibiotik ke bagian yang terinfeksi. Oleh karena itu penting diberikan penatalaksanaan iskemik pada kaki.
c. Kelainan bentuk kaki (deformity) dan adanya riwayat ulserasi atau amputasi Kelainan bentuk kaki karena neuropati, biomekanik tidak normal, cacat bawaan atau akibat pembedahan sebelumnya mengakibatkan tingginya tekanan pada kaki. Hal ini memungkinkan kecenderungan terbentuknya ulkus pada area kaki. Area yang utama adalah pada telapak kaki, juga bagian tengah dan punggung kaki karena pemakaian sepatu yang tidak sesuai.
Trauma pada kaki yang dialami oleh penderita DM neuropati perifer merupakan faktor penting yang menyebabkan ulserasi. Trauma tersebut meliputi luka tusukan dan luka karena benda tumpul dan yang paling sering adalah tekanan yang berulang-ulang seperti berjalan setiap hari. Manifestasinya adalah terbentuk kalus. Pemakaian sepatu yang tidak sesuai juga menjadi penyebab ulkus pada kaki.
e. Keterbatasan pergerakan tulang
Keterbatasan pergerakan tulang baru diketahui sebagai faktor resiko penyebab ulserasi. Glikosilasi kolagen sebagai akibat dari menderita DM yang telah lama menyebabkan ligamen menjadi kaku. Keadaan tersebut menurunkan pergerakan sendi kaki sehingga tekanan pada telapak kaki tinggi dan meningkatkan resiko ulserasi.
f. Faktor lain
Faktor lain yang dapat meningkatkan resiko ulserasi adalah gangguan penglihatan, rendahnya kontrol glukosa darah, gangguan ginjal kronik dan usia tua (Frykberg et al., 2000).
5. Diagnosis
Pada evaluasi pasien dengan ulkus diabetik, tenaga kesehatan akan memberi perhatian pada parameter klinik seperti berikut ini.
b. Infeksi, meliputi ; pemeriksaan tanda klinik yang menunjukkan adanya infeksi yaitu ; pus, bau busuk, pembengkakan dan kemerahan. Jika sudah diduga adanya infeksi, harus dilakukan pemeriksaan kultur dan dilakukan identifikasi bakteri penyebab infeksi di laboratorium mikrobiologi. Jika adanya infeksi diduga pada ulkus yang lebih dalam, dibutuhkan X-rays untuk menentukan penyebaran pada jaringan tulang (osteomielitis).
c. Neuropati perifer, dilakukan skrining tes untuk menentukan apakah pasien mengalami gangguan sensorik yang disebabkan neuropati perifer atau tidak, dengan penentuan sensasi getar.
d. Gangguan pembuluh darah perifer, dengan memeriksa denyut nadi pada kaki untuk menyaring ada tidaknya gangguan pembuluh darah perifer (Anonim, 2007b).
6. Klasifikasi
Tabel III Klasifikasi Ulkus diabetik (Frykberg et al., 2000)
Grade Luka Deskripsi
0 A B
Preulcer Iskemik Infeksi
Luka tertutup, kulit utuh, kemungkinan mengalami deformities, warna kulit memerah.
1 A B
Ulkus superfisial Iskemik
Infeksi
Gangguan kulit tanpa penembusan jaringan subkutan, dapat terjadi infeksi superfisial dengan atau tanpa selulitis.
2 A B
Deep ulcer
Iskemik Infeksi
Ulkus sampai ke tendon (melewati daging) atau tulang tanpa abses yang dalam dan osteomielitis.
3
A B
Deep ulcer dengan abses, osteomielitis atau sepsis tulang
Iskemik Infeksi
Ulkus yang dalam di mana sampai atau tidak ke tulang, dengan abses, osteomielitis atau sepsis tulang.
4 A B
Gangren terlokalisasi Iskemik
Infeksi
Gangren di bagian depan kaki atau tumit.
5 A B
Gangren di seluruh kaki Iskemik
Infeksi
Klasifikasi yang tepat dari ulkus pada kaki mendasari penilaian, memudahkan penatalaksanaan dan dapat meramalkan outcome yang diharapkan. Sistem klasifikasi yang paling sederhana adalah neuropatik, iskemik dan neuroiskemik yang dideskripsikan dengan ukuran dan kedalaman ulkus serta infeksi. Namun demikian tidak hanya satu sistem klasifikasi yang digunakan secara umum. Sistem klasifikasi yang umum digunakan adalah menurut Wagner. Wagner membagi ulkus pada kaki ke dalam 6 tingkatan berdasarkan kedalaman luas nekrosis jaringan dan menunjukkan adanya infeksi. Tabel III menunjukkan klasifikasi menurut Wagner (cit.,Frykberg et al., 2000).
Tabel IV Klasifikasi Diabetic Foot Infection
(Lipsky, et al., 2004)
Manifestasi klinik Keparahan
infeksi
PEDIS grade
Luka atau ada tanda inflamasi Tidak
terinfeksi 1 Terdapat ≥ 2 tanda (erithema, nyeri, panas) dan ada selulitis
dengan ukuran ≤ 2 cm mengelilingi ulkus. Infeksi pada kulit dan jaringan lunak, tidak ada komplikasi lokal atau kelainan sistemik.
Ringan
2
Adanya tanda infeksi (seperti di atas) pada pasien yang sistemik dan metaboliknya normal tetapi mempunyai ≥ 1 tanda berikut : selulitis > 2 cm, adanya cairan limfa, abses jaringan yang dalam, gangren dan melibatkan otot, tendon, tulang sendi dan tulang.
Sedang 3
Infeksi pada pasien dengan adanya gangguan sistemik dan metabolik seperti; demam, kedinginan, takikardia, hipotensi, kebingungan, mual muntah, leukositosis, asidosis, hiperglikemia berat atau azotemia.
Berat 4
The International Consensus on Diabetic Foot (2003) (cit.,Lipsky, et
al., 2004) juga membuat sistem klasifikasi ulkus diabetik untuk tujuan penelitian.
Klasifikasi tersebut diringkas dengan akronim PEDIS (perfusion, extent/size, depth/tissue loss, infection and sensation). Klasifikasi yang ditunjukkan pada
ada infeksi), grade 2 (adanya infeksi pada kulit dan jaringan lunak saja), grade 3
(selulitis atau infeksi yang dalam) dan grade 4 (keberadaan inflammatory
response syndrome pada sistemik).
7. Penatalaksanaan
a. Tujuan
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dari ulkus diabetik sangat
penting untuk mencegah komplikasi serius dan mengurangi resiko amputasi
bagian tubuh yang terkena ulkus. Mengontrol peningkatan kadar glukosa darah
sangat penting untuk mengoptimalkan outcome bagi penderita DM dengan
komplikasi ulkus. Adapun tujuan dari penatalaksanaan DM dengan komplikasi
ulkus adalah : menutup ulkus, mengurangi tekanan pada kaki, penyembuhan
infeksi dan pengatasan iskemik (Anonim, 2007). Tujuan yang utama pada
penatalaksanaan ulkus diabetik adalah untuk mendapatkan ulkus tertutup yang
sebaik mungkin (Frykberg et al., 2000). Mengelola DM dan keadaaan lain pada
penderita DM seperti; hipertensi, gangguan fungsi ginjal, status nutrisi dan
hiperlipidemia juga sangat penting untuk mengoptimalkan outcome yang
diharapkan (Anonim, 2007; Stillman, 2006).
b. Sasaran terapi
Sasaran terapi yang mendasar dalam penatalaksanaan ulkus diabetik
meliputi : penutupan luka, infeksi, iskemik dan kadar glukosa darah (Frykberg
et al., 2000)
Strategi terapi pada ulkus diabetik meliputi terapi non farmakologis dan farmakologis.
1). Non farmakologis
a). Pengelolaan DM, dapat dilakukan dengan perencanaan atau pengaturan pola makan dan olahraga.
b). Penanganan ulkus secara non farmakologis, dapat dilakukan dengan cara debridemen yaitu menggunakan pisau, gunting dan pinset untuk mengeluarkan sebanyak mungkin jaringan nekrotik. Selain mengeluarkan jaringan juga membuka jalur-jalur nanah agar drainase menjadi baik. Setelah dibersihkan, luka dikompres dengan larutan betadin dan neomisin 1%.
c). Mengurangi tekanan pada kaki mutlak dilakukan, yaitu dengan istirahat tempat tidur. Dengan berjalan akan memberi tekanan pada daerah ulkus dan memungkinkan rusaknya jaringan fibroblast yang menghambat penyembuhan. Selain itu, tekanan pada luka akan memberi iskemik pada daerah dan sekitarnya sehingga penyembuhan dipersulit (Muchid, 2005; Adam, 2007).
2). Farmakologis
a). Penanganan ulkus secara farmakologis, dapat dilakukan dengan cara-cara berikut.
digunakan untuk menutup luka antara lain; hidrogel dan hidrokoloid.
(2) Faktor pertumbuhan, yaitu suatu substansi protein yang menstimulasi pembelahan sel dan proliferasi sel. Sebagai contoh, faktor penumbuh yang biasa digunakan adalah : becaplermin, suatu rekombinan platelet manusia. Ini dianjurkan oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk menangani ulkus neuropatik.
(3) Cangkok jaringan lunak biasa dilakukan pada ulkus diabetik yang tidak dapat disembuhkan (Stillman, 2006; Adam, 2007; Anonim, 2007).
b). Pengelolaan diabetes melitus
Ada berbagai macam jenis obat antidiabetika oral yang berdasarkan cara kerjanya dibagi menjadi 3 golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (sulfonilurea dan glinid), penambah sensitivitas terhadap insulin (biguanid dan thiazolidindion), penghambat absorpsi glukosa (α -glucosidase inhibitor).
(1) Golongan sulfonilurea
Langerhans pemberian obat derivat sulfonilurea tidak bermanfaat (Handoko dan Suharto, 1995). Obat golongan ini merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, serta tidak mengalami ketoasidosis sebelumnya (Priyanto, 2006). Pada pemakaian golongan sulfonilurea, umumnya selalu dimulai dengan dosis rendah untuk menghindari hipoglikemia. Pada keadaan tertentu jika kadar glukosa darah sangat tinggi, dapat diberikan dalam dosis lebih besar hingga diperolah efek klinis yang jelas dan dalam satu hari terjadi penurunan kadar glukosa darah yang bermakna (Waspadji, 2002a).
(2) Golongan glinid
Merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan meningkatkan sekresi insulin. Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu repraglinid dan nateglinid (Priyanto, 2006).
(3) Golongan biguanid
Menurut Waspadji (2002), biguanid meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diramalkan akan menghambat absorpsi glukosa dari usus pada keadaan sesudah makan.
dengan menghambat absorpsi karbohidrat, menghambat glukoneogenesis di hati, meningkatkan afinitas pada reseptor insulin, meningkatkan jumlah reseptor insulin, dan memperbaiki penurunan respon insulin (Priyanto, 2006)
(4) Golongan thiazolidindion
Thiazolidindion berikatan pada peroxisome proliferator actived receptor gamma, suatu reseptor inti sel otot dan sel lemak. Contoh
dari obat golongan ini adalah pioglitazon yang mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah pentranspor glukosa sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat (Priyanto, 2006)
(5) Golongan α-glucosidase inhibitor
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α -glukosidase dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat golongan ini bekerja di lumen usus dan tidak
menyebabkan hipoglikemi serta tidak berpengaruh pada kadar insulin (Agoes, 1999). Efek samping yang dapat ditimbulkan adalah gejala gastrointestinal seperti diare dan flatulensi. Efek samping tersebut diakibatkan oleh maldigesti karbohidrat (Priyanto, 2006).
hormon yang diproduksi oleh sel β pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan membantu penyimpanan glikogen ke dalam sel hati dan otot. Terdapat dua jenis insulin, yaitu endogen dan eksogen di mana insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan pankreas sedangkan insulin eksogen merupakan produk farmasi dan disuntikkan ke dalam tubuh (Priyanto, 2006).
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yang ditampilkan dalam tabel V di bawah ini.
Tabel V. Macam Insulin Berdasarkan Lama Kerjanya (Johnson, 1998)
Macam Mula kerja
Puncak efek
Lama
kerja Nama sediaan Kekuatan
Insulin kerja singkat
0,5 jam 0,5 jam
1-3 jam 2-4 jam
8 jam 6-8 jam
Actaprid HM Penfil
40 UI/ml 100 UI/ml Insulin kerja
sedang
1-2 jam 6-12 jam 18-24 jam
Insulin kerja sedang mula kerja singkat
0,5 jam 4 -12 jam 24 jam Insulatard HM Insulatard HM Penfil Monotard HM
40 UI/ml 100 UI/ml 40 UI/ml 100 UI/ml Insulin kerja
lama
4 -6 jam 14-20 jam 24-36 jam Protamin Zinc Zulfat Insulin
campuran
Humulin 20/80
Humulin 30/70 Humulin 40/60 Humulin 30/70 Penfil
40 UI/ml 100 UI/ml
40 UI/ml 100 UI/ml
terapi jenis lain tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah, keadaan stress berat seperti infeksi berat, tindakan pembedahan, infark miokard akut atau stroke. Diabetes gestasional jika diet saja tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. Di samping itu insulin juga dibutuhkan penderita DM dengan ketoasidosis, DM yang mengalami gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, penderita DM yang memiliki kontraindikasi atau alergi terhadap obat antidiabetika oral serta DM yang mendapat nutrisi parenteral, yaitu untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin dan ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin (Priyanto, 2006).
c). Penyembuhan infeksi
Infeksi pada ulkus diabetik meningkatkan faktor resiko untuk amputasi pada bagian tubuh. Setiap infeksi mengganggu kestabilan diabetes dan sebaliknya hiperglikemia dapat memperburuk infeksi. Oleh karena itu, pada dasarnya kelainan kaki dengan infeksi membutuhkan kontrol glukosa darah yang ketat. Penderita dengan gangguan infeksi sebaiknya dialihkan ke insulin apabila sebelumnya mendapat obat oral. Hampir selalu infeksi mengakibatkan kebutuhan insulin meningkat (Adam, 2005).
Berdasarkan Guidelines for Diabetic Foot Infections (Lipsky et al., 2004) disebutkan dasar-dasar pemilihan regimen antibiotik yang
diberikan dan yang terakhir adalah pemilihan regimen dan lama pemberian secara pasti. Terapi awal biasanya secara empiris dan harus didasarkan pada keparahan infeksi dan hasil pemeriksaan kultur. Infeksi sedang serta infeksi yang parah dan lebih luas diterapi dengan antibiotika berspektrum luas. Antibiotika yang digunakan harus memiliki aktivitas melawan bakteri gram positif cocci sama baiknya untuk melawan bakteri gram negatif dan bakteri anaerob.
Dalam Guidelines for Diabetic Foot Infection (Lipsky, et al., 2004) juga dianjurkan pemilihan antibiotik secara empiris untuk pasien ulkus diabetik yang terinfeksi berdasarkan tingkat keparahan infeksi. Anjuran tersebut ditunjukkan pada tabel VI.
Antibiotika yang secara empiris merupakan terapi pilihan utama adalah piperasilin.
Tabel VI. Anjuran Pemilihan Antibiotik secara Empiris (Lipsky, et al., 2004)
Infeksi dan agents ringan sedang berat
Rute yang dianjurkan oral oral atau
parenteral
parenteral
klindamisin Ya cefalexin Ya
TMP-SMX Ya Ya
amoksisilin + clavulanat Ya Ya
levofloksasin Ya Ya
ampisilin + sulbaktam Ya
piperasilin Ya Ya
levofloksasin/siprofloksasin dengan klindamisin Ya Ya
imipenem Ya
vancomisin / ceftazidim (dengan atau tanpa
Pemilihan antibiotika yang pasti harus mempertimbangkan hasil pemeriksaan kultur dan uji sensitivitas. Menurut Eric Nuermberger (2005), dalam pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri patogen dapat dilihat dalam tabel VIII.
Tabel VII. Pemilihan Antibiotika Berdasarkan Bakteri Penginfeksi (Nuermberger, 2005)
Bakteri Penginfeksi 1st Line Agent 2nd Line Agent
Methisilin-sensitif Staphylococcus
aureus
nafsilin, oxasilin sefalosporin generasi I, klindamisin, betalaktam,
trimethoprim/sulfametoksazol, vancomisin
Methisilin-resisten Staphylococcus aureus
vancomisin +/- rifampin klindamisin,
trimethoprim/sulfametoksazole, fluoroquinolon + rifampin, linezolid, daptomisin, quinupristin/dalfopristin
Streptococcus aerob
penisilin G, ampisilin sefalosporin generasi I, III, klindamisin
Enterobacteriaceae sefalosporin generasi III atau fluoroquinolon
ampisilin, sefalosporin generasi I, II, betalaktam, carbapenem, TMP-SMX
Pseudomonas aeruginosa
(Anti-pseudomonal Ssfalosporin / penisilin) + aminoglikosida (2 minggu awal) atau siprofloksasin)
siprofloksasin, carbapenem, aztreonam (tunggal atau kombinasi dengan aminoglikosida)
Bacteroides species metronidazol β -lactam, carbapenem, klindamisin, cefoxitin, cefotetan
Streptococcus
anaerob dan microaerofilik
penisilin G Klindamisin, cefoxitin
Staphylococcus Gram negatif
vancomisin +/- rifampin Nafsilin, oxasilin, klindamisin, fluoroquinolon + rifampin
Enterococcus
species
ampisilin + gentamicin vancomisin + gentamicin, imipenem
Vancomisin-resisten Enterococcus
linezolid daptomisin, quinupristin/dalfopristin,
doksisiklin, rifampin, kloramfenikol, fluoroquinolon (kombinasi
berdasarkan uji sensitivitas) Organisme aerob
dan anaerob
betalaktam, carbapenem siprofloksasin + klindamisin, sefalosporin generasi III + metronidazol
d). Pengatasan iskemik
perifer (iskemik) adalah rekonstruksi vaskuler untuk memperlancar pasokan aliran darah ke bagian tubuh yang terkena ulkus (Anonim, 2007b).
Pengatasan iskemik yang diberikan kepada pasien DM dengan komplikasi ulkus adalah hemoreologi dan antiplatelet. Hemoreologi yang digunakan adalah pentoksifilin. Pentoksifilin dapat mengubah sifat alir sel darah merah dengan menurunkan viskositas darah. Jika pasien tidak dapat mentoleransi pentoksifilin, diberikan cilostazol. Cilostazol menghambat agregasi platelet.
Terapi dengan antiplatelet tidak secara langsung menyembuhkan ulkus diabetik namun dapat menghambat agregasi platelet pada penderita ulkus diabetik dengan atherosklerosis. Obat yang menjadi pilihan adalah klopidrogel dan aspirin (Stillman, 2006).
e). Hipertensi dan gangguan fungsi ginjal
Obat pilihan untuk pasien DM yang tekanan darahnya tinggi dan atau mengalami gangguan fingsi ginjal direkomendasikan oleh ADA dan The National Kidney Foundation adalah penghambat enzim konversi
angiotensin atau ACE inhibitor. Sebagai second line terapi, yang direkomendasikan adalah diuretik golongan thiazid dosis rendah (Triplitt et al., 2005).
serta retensi kalium. Penghambat enzim konversi angiotensin ini menghambat kecepatan kerusakan ginjal akibat DM atau melindungi fungsi ginjal (Setiawati dan Bustami, 1995).
Diuretik thiazid bekerja dengan menghambat reabsorpsi sodium pada distal tubulus sehingga ekskresi sodium, air, potasium dan ion hidrogen meningkat (Sharma, 2006).
C. Drug Related Problems
Farmasi klinik didefinisikan sebagai aktivitas yang dilakukan oleh seorang farmasis dalam usahanya untuk mencapai terapi obat rasional yang aman, tepat dan cost effective. Pharmaceutical care (asuhan kefarmasian) bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pasien memperoleh terapi obat rasional dan untuk memastikan bahwa terapi yang diberikan adalah yang diinginkan oleh penderita. Pharmaceutical care menurut Hepler dan Strand (1990) adalah tanggung jawab
pemberian terapi obat yang bertujuan untuk mencapai outcome yang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien (Cipolle, 1998).