• Tidak ada hasil yang ditemukan

Katekese model permainan sebagai salah satu metode yang cocok untuk mengembangkan iman anak di taman kanak-kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayungan Demak - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Katekese model permainan sebagai salah satu metode yang cocok untuk mengembangkan iman anak di taman kanak-kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayungan Demak - USD Repository"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh : Sri Lestari NIM: 021124033

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Kongregasi Suster-suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Mahakudus Telukbetung.

Anak-anak Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak. Mereka yang mempunyai hati untuk membina dan mendidik iman

(5)

(Sr. Yulia Sri Lestari, HK)

”Bagaimana akan kubalas segala kebaikan Tuhan segala kebajikanNya kepadaku? Aku akan mengangkat piala keselamatan, dan menyerukan nama Tuhan, akan

(6)

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 10 Juni 2008 Penulis

(7)

PATAH SAYUNG DEMAK dipilih berdasarkan keprihatinan penulis selama menjadi guru TK di Telukbetung Bandar Lampung dan setelah melihat perkembangan Taman Kanak-Kanak saat ini terlebih di Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak. Kenyataan menunjukkan bahwa proses belajar di Taman Kanak-Kanak yang seharusnya lebih banyak menggunakan sarana permainan tetapi akhir-akhir ini metode permainan sudah mulai ditinggalkan. Guru jarang sekali menggunakan metode permainan baik dalam proses belajar di kelas maup un dalam usaha membantu mengembangkan iman anak, sehingga anak-anak semakin kehilangan masa bermainnya di sekolah TK. Bertitik tolak dari kenyataan ini, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para guru TK di Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak menemukan metode yang cocok untuk membantu mengembangkan iman anak, yaitu menggunakan metode permainan.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah apakah katekese model permainan dapat membantu mengembangkan iman anak usia Taman Kanak-Kanak, bagaimana guru menggunakan metode permainan dalam membantu mengembangkan iman anak, dan bentuk permainan macam apakan yang sungguh membantu perkembangan iman anak usia Taman Kanak-Kanak. Permasalahan tersebut diolah dalam penelitian sederhana di antara anak-anak Taman Kanak-Kanak Kanisius PRP Sayung Demak dengan menggunakan metode penulisan diskriptif analistis. Instrumen yang digunakan adalah menggunakan cara observasi. Untuk menambah data penulis mengadakan wawancara kepada para Guru TK dan Kepala Sekolah. Penulis juga mengadakan studi pustaka guna memperoleh gagasan yang mendukung. Hasil survei dan observasi terhadap anak-anak Taman Kanak-anak-Kanak-anak Kanisius PRP Sayung Demak menunjukkanbahwa anak-anak merasa senang dan gembira ketika mereka diajak bermain oleh guru. Anak semakin mudah dalam mengenal Tuhan dan ciptaan-Nya, sehingga anak semakin mudah untuk mencintainya. Berdasarkan data dan gagasan tersebut penulis mengemukanan bahwa permainan dapat membantu mengembangkan iman anak. Hasil akhir menunjukkan bahwa katekese model permainan bisa digunakan sebagai metode yang cocok dalam rangka mengembangkan iman anak. Setelah penulis mengetahui hasil akhir penelitian sederhana dalam skripsi ini, penulis mengusulkan beberapa saran agar guru semakin terampil dalam berkatekese dengan menggunakan metode permainan, sehingga anak-anak semakin terbantu dalam perkembangan imannya.

(8)

on the children’s faith education, especia lly while the author taught in kindergarten both in Teluk Betung Lampung and designated Pondok Raden Patah Kindergarten Sayung Demak. From the author’s observation, it is concluded that the education process in the kindergarten which should use more playing model, now it is less used and even neglected or left behind. Teachers use playing model rarely both in the education process and the developing children’s faith in such away that children tend to loose their playing age in the kindergarten. Based on this fact, the aim of this thesis is to help teachers of Kanisius Kindergarten in Pondok Raden Patah Sayung Demak to find suitable methods to develop children’s faith. The method is playing methods.

The main problems of this thesis are: can playing models of catechism help to develop children’s faith? How do the teachers use playing models to develop children’s faith? What kind of playing which can help to develop faith of the children? All of those problems are explored and studied using analytical and descriptive methods. The instrument which is employed in this research is observation. To enrich this observation, the author interviewed the teachers and head master of the kindergarten. The authors also made bibliographical studies to get the suitable ideas for this observation. From the observation in the Kanisius Kindergarten Pondok Raden Patah Sayung Demak shows the fact that children will feel happy and glad if teacher asks them to play. With the playing methods, children tend to know better God and all of his creations so that they can love better. Based on those data and finding, the author comes to conclusion that playing can help to develop children’s faith. The final result of this observation shows that playing model catechism can be used as a suitable method for developing children’s faith. After knowing the final result this simple observation in this thesis, the author proposes some suggestions to teachers so that they are more competent and skilled in using playing methods in their catechisms. In this way, children will be fostered to develop their faith.

(9)

Nama : Sri Lestari Nomor Mahasiswa : 021124033

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Uni-versitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

KATEKESE MODEL PERMAINAN SEBAGAI SALAH SATU METODE YANG COCOK UNTUK MENGEMBANGKAN IMAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KANISIUS PONDOK RADEN PATAH SAYUNG DEMAK beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 19 Agustus 2008

Yang menyatakan

(10)

PERMAINAN SEBAGAI SALAH SATU METODE YANG COCOK UNTUK MENGEMBANGKAN IMAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KANISIUS PONDOK RADEN PATAH SAYUNG DEMAK.

(11)

dengan sepenuh hati kepada:

1. P. FX. Heryatno W.W., S.J., M.Ed. sebagai Kaprodi IPPAK yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Kongregasi Suster-suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Mahakudus yang telah memberi kesempatan dan segala fasilitas untuk mendukung selama penulis studi dan menyusun skripsi ini.

3. P. Drs. Y.I. Iswarahadi, S.J. sebagai dosen pembimbing utama yang telah memberikan perhatian dengan sabar dan setia, meluangkan waktu, memberikan masukan dan kritikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini pada waktunya.

4. Bapak Drs. P. Banyu Dewa HS, S. Ag. M.Si. sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada penulis sehingga penulis semakin termotivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. L. Bambang Hendarto Y, M.Hum. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah mendampingi penulis selama studi sampai pada proses selesainya skripsi.

(12)

8. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan yang telah ikut memberi dukungan kepada penulis selama belajar dan dalam penulisan skripsi ini.

9. Suster-suster Hati Kudus di mana pun mereka berada secara khusus yang tinggal di Komunitas Godean, Kuwera, dan Sayung Demak yang telah memberikan dukungan baik moral, material dam spiritual selama penulis menempuh pendidikan di Yogyakarta.

10.Sr. Yulita, HK sebagai Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk mengadakan penelitian.

11.Ibu Y. Subaryanti sebagai guru TK A yang telah mendukung dan membantu penulis selama mencari data penelitian dan penelitian.

12. Ibu Tri Endah Pujiastuti sebagai guru TK B yang ikut membantu penulis selama mengadakan penelitian.

13.Anak-anak TK B yang telah membantu penulis selama penelitian.

14.Seorang sahabat yanng setia memberikan semangat dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini pada waktunya.

(13)

dapat menyelesaikan studi dan skripsi ini.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis sehingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Segala kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini diterima dengan senang hati. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 10 Juni 2008

(14)

PENGESAHAN... iii

PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRAC T... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xiii

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Permasalahan... 9

C. Tujuan Penulisan... 10

D. Manfaat Penulisan... 10

E. Metode Penulisan... 11

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II. KATEKESE MODEL PERMAINAN SEBAGAI SALAH SATU CARA UNTUK MEMBANTU MENGEMBANGKAN IMAN ANAK ... 14

A. Situasi Umum Anak Taman Kanak-Kanak/Prasekolah... 14

1. Gambaran Umum Anak Taman Kanak-Kanak... 14

a. Pengertian Anak Taman Kanak-Kanak... 14

b. Bidang-bidang Pengembangan di Taman Kanak-Kanak... 15

c. Asumsi Dasar tentang Anak Taman Kanak-Kanak... 16

d. Keadaan Psikologis Anak Taman Kanak-Kanak... 17

e. Perkembangan Iman Anak... 20

2. Pemaha man Permainan secara Umum... 23

a. Pengertian Permainan... 23

(15)

1. Pengertian Umum Katekese... 39

2. Tugas dan Peranan Katekese... 40

a. Katekese memberitakan sabda Allah... 40

b. Katekese mendidik iman ... 40

c. Katekese mengembangkan Gereja... 41

3. Tuj uan Katekese... 41

4. Metode dalam Katekese... 42

a. Katekese Audio-Visual... 42

b. Katekese Naratif Eksperiensial... 43

c. Group Media (Media Kelompok)... 44

d. Katekese dengan Metode Permainan... 45

5. Katekese yang Cocok untuk Anak Usia Taman Kanak-Kanak.... 45

C. Katekese Model Permainan sebagai Salah Satu Sarana Komunikasi Iman dalam Membantu Mengembangkan Iman Anak Usia Taman Kanak-Kanak... 46

1. Pengertian Komunikasi Iman... 46

2. Katekese Model Permainan sebagai Sarana Komunikasi Iman... 47

BAB III. GAMBARAN KATEKESE DI TAMAN KANAK-KANAK KANISIUS PONDOK RADEN PATAH SAYUNG DEMAK... 49

A. Gambaran Umum Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 49

1. Situasi Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 49

a. Letak dan situasi geografis... 49

b. Sejarah singkat Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 51

c. Visi Misi Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 53

2. Kondisi Ekonomi dan Sosial Anak-anak Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 54

(16)

5. Kendala-kendala yang dihadapi... 61

a. Kendala umum... 62

b. Kendala khusus... 63

B. Situasi Konkrit Pelaksanaan Katekese di Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak... 64

1. Pendekatan Penelitian... 64

2. Waktu dan Tempat Penelitian... 65

3. Instrumen Penelitian... 65

a. Observasi ... 65

b. Wawancara... 66

4. Responden Penelitian... 68

5. Populasi dan Sampel... 68

6. Teknik Analisis Data... 69

7. Variabel Penelitian... 69

C. Hasil Penelitian tentang Katekese Model Permainan sebagai Metode Katekese yang Cocok untuk Mengembangkan Iman Anak.. 70

1. Kompetensi Anak... 71

a. Katekese Model Permainan... 71

b. Mengembangkan Iman Anak... 76

2. Kompetensi Guru... 85

a. Kompetensi guru dari segi spiritualitas... 85

b. Kompetensi guru dari segi ketrampilan... 87

c. Kompetensi guru dari segi pengetahuan... 87

D. Pembahasan tentang Penelitian Katekese Model Permainan sebagai Metode Katekese yang Cocok untuk Mengembangkan Iman Anak... 88

1. Katekese Model Permainan... 88

2. Mengembangkan Iman Anak... 89

a. Anak semakin mengenal dan mencintai Tuhan... 89

(17)

SEBAGAI SALAH SATU CARA UNTUK MENGEMBANGKAN IMAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KANISIUS PONDOK

RADEN PATAH SAYUNG DEMAK... 94

A. Latar Belakang Program... 95

B. Tujuan Program... 96

C. Manfa at Program... 96

D. Materi Program... 97

E. Usulan Program... 100

F. Contoh Persiapan Katekese Menggunakan Metode Permainan... 107

Contoh Permainan 1... 107

Contoh Permainan 2... 112

Contoh Permainan 3... 117

BAB V. PENUTUP... 125

A. Kesimpulan... 125

1. Katekese Model Permainan sebagai Sarana Perkembangan iman Anak... 125

2. Katekese Model Permainan sebagai Sarana Perkembangan Kepribadian Anak... 127

B. Saran... 128

DAFTAR PUSTAKA... 129

LAMPIRAN Lampiran 1: Bukti Pernyataan Interviewer... (1)

Lampiran 2: Data Responden... (2)

Lampiran 3: Data Interviewer... (3)

Lampiran 4: Pedoman Wawancara... (4)

Lampiran 5: Pedoman Observasi... (5)

Lampiran 6: Hasil Wawancara... (7)

(18)

A. Latar Belakang

Akhir-akhir ini masyarakat semakin menyadari betapa pentingnya pendidikan untuk anak usia Taman Kanak-Kanak (TK). Perkembangan pendidikan Taman Kanak-Kanak mulai semakin bertambah. Hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah Taman Kanak-Kanak di Indonesia. Pada tahun 1969 jumlah Taman Kanak-Kanak di Indonesia ada 6.872 dan berkembang pesat menjadi 25.382 pada tahun 1985 dengan jumlah murid 1.258.468 anak (Depdikbud, 1988:1). Oleh karena itu mulai sekarang perkembangan anak usia Taman Kanak-Kanak perlu terus diperhatikan.

Di bawah ini akan disampaikan data tentang perkembangan jumlah anak di Taman Kanak-Kanak atau saat ini lebih dikenal dengan istilah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan lembaga- lembaga yang mengelolanya dari tahun 2002 sampai 2006. Sumber utamanya adalah dari Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 (Yayasan Kesejahteraan Anak, http://anak.i2.co.id/datainfoanak/info.asp?id=213. accessed on October, 2007 accessed on January 17, 2008)

Tabel 1: Perkembangan jumlah penduduk 0-6 tahun yang menjadi sasaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tahun 2002-2006

No Kelompok Umur

2002 2003 2004 2005 2006

1 0-1 th 7.900.600 8.108.400 8.310.900 8.057.500 8.430.800 2 2-4 th 12.216.700 12.047.300 11.878.100 11.708.000 11.833.800 3 5-6 th 8.345.700 8.136.000 7.927.000 7.720.200 7.803.500 Jumlah 28.463.000 28.291.700 28.116.000 27.935.700 28.068.100 Tabel 2: Perkembangan jumlah peserta didik PAUD di Indonesia tahun 2004-2006

(19)

TK/RA/BA*

2 PAUD jalur non- formal a. Kelompok Bermain b. Taman Penitipan Anak c. Satuan PAUD sejenisnya* d. Taman Pendidikan

Al-Quran 94.076 15.308 2.847.603 1.106.456 20.206 2.391.797 1.117.629 20.206 1.546.407 5.651.066

Jumlah 5.127.919 6.605.604 10.514.183

Keterangan *) Termasuk POS PAUD (BKB/Posyandu terintegrasi PAUD)

Tabel 3: Perkembangan jumlah Satuan/Lembaga PAUD di Indonesia tahun 2002-2006

No Jenis Satuan PAUD

2002 2003 2004 2005 2006

1 PAUD jalur

Formal

TK/RA/BA* 56.124 49.527 49.527 49.527 71.796

2 PAUD jalur

Non-Formal a.Kelompok

Bermain

b.Taman Penitipan Anak

c.Satuan PAUD

sejenis** Taman Pendidikan Al-Quran 2.378 527 27 5.169 402 316 5.424 571 459 20.143 513 31.060 106.617

Jumlah 56.124 52.459 55.414 55.981 230.129

Keterangan* TK: Taman Kanak-Kanak; RA: Raudatul Atfa; BA: Bustanus Atfal Keterangan** Termasuk POS PAUD (BKB/ Posyandu terintegrasi PAUD)

Data di atas menunjukkan terjadinya peningkatan perkembangan Taman Kanak-Kanak dari segi jumlah/kuantitas, baik dari jumlah anak didiknya maupun dari lembaga yang mengelolanya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak usia Taman Kanak-Kanak memang sangat penting.

(20)

menyimpang dari dunia anak, misalnya belajar dengan bermain (Siti, 13 Februari 2008: 5, Bernas). Bagi anak TK belajar adalah segala sesuatu yang dikerjakannya. Bermain bagi anak TK adalah sarana atau wahana belajar dan bekerja bagi anak. Pada masa- masa usia TK, anak mulai senang memperhatikan, mencium, membuat suara, meraba, mengecap dan menirukan. Oleh karena itu dalam dunia pendidikan Taman Kanak-Kanak diusahakan kegiatan-kegiatan yang merangsang anak untuk mengembangkan hal- hal itu. Bidang-bidang lain yang dikembangkan dalam pendidikan Taman Kanak-Kanak diharapkan memperhatikan hal seperti di atas. Bermain sambil belajar merupakan esensi yang menjiwai setiap kegiatan pembelajaran bagi anak TK. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa dan merdeka. Oleh sebab itu kegiatan yang diadakan dalam rangka pembelajaran hendaknya menyenangkan, sehingga anak merasa tertarik untuk ambil bagian di dalamnya dan tidak terpaksa melakukannya. Rasa senang yang ditimbulkan dari permainan tidak boleh meninggalkan makna edukatif yang terkandung di dalamnya. Hal ini penting diperhatikan oleh para guru (Slamet Suyanto, 2005:7).

(21)

akan lebih baik kalau disampaikan dengan metode lain selain menggunakan metode permainan (Kadarmanto, 2004:42)

Pengembangan iman anak di Taman Kanak-Kanak hendaknya mendapat perhatian yang cukup besar. Anak diajak untuk mengenal cinta orangtua, teman, saudara, guru, dan akhirnya diajak untuk mengenal penciptanya yaitu Tuhan. Anak belum bisa mengerti secara jelas konsep tentang Tuhan apabila dijelaskan atau dikenalkan secara langsung. Guru perlu mencari cara yang paling mudah, menyenangkan, menarik, tidak membosankan, dan tidak membingungkan. Salah satu cara yang ditempuh adalah menggunakan sarana bermain. Melalui permainan anak diajak untuk mulai mengerti konsep tentang Tuhan meskipun tidak secara langsung. Anak belum menyadari dan mengetahui bahwa ada Tuhan di dunia ini. Melalui permainan anak diajak untuk mengenal cinta sesama, lingkungan, orangtua dan Tuhan. Bentuk permainan bagi anak usia Taman Kanak-Kanak sebaiknya permainan yang mudah dan sederhana, sehingga anak mudah untuk mengikutinya. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah bagaimana mencari cara yang menarik untuk anak dan membuat mereka gembira (Kadarmanto, 2004:44).

(22)
(23)

http://www.bearbookstsore.com/members/triagus/index.html. accessed on April 24, 2002).

Sebagai akibat dari tuntutan zaman sekolah mengabaikan beberapa hal. Ada kecenderungan untuk lebih mengedepankan segi kognitif. Sekolah menuruti tuntutan yang ada dan persaingan antar penyelenggara pendidikan. Anak dikejar-kejar untuk bisa ini dan bisa itu demi menuruti keinginan orangtua serta mengikuti kegiatan sekolah yang padat. Pikiran anak dijejali bermacam- macam masukan, keterampilan yang sepertinya ”baik” dan menarik untuk dilihat tetapi sebenarnya membuat beban bagi anak. Sayangnya hal ini tidak dilihat oleh orangtua. Mereka harus mengha fal kata-kata dalam bahasa Inggris, gerakan- gerakan dalam drum band, not-not dalam drum band. Mereka tidak lagi mempunyai kesempatan untuk bermain. Pagi hari

mereka belajar di sekolah, pulang sekolah mereka sudah dalam keadaan lelah, sore hari mereka masih mengikuti les. Malam hari mereka sudah tidak lagi bersemangat untuk belajar karena badan mereka sudah lelah. Mereka kehilangan waktu untuk bermain. Bermain diganti dengan kegiatan-kegiatan yang membuat mereka lelah secara fisik dan pikiran. Di sekolah mereka dijejali dengan materi- materi yang berat karena tuntutan sekolah, di rumah mereka masih harus melakukan hal yang sama karena tuntutan orangtua.

(24)

tetapi seorang guru TK hendaknya juga mempunyai kemampuan, keterampilan dan pengetahuan untuk membantu anak mengenal imannya. Namun pada kenyataannya banyak guru Taman Kanak-Kanak yang kurang mampu menguasai bahan-bahan yang berhubungan dengan iman anak. Ada kemungkinan guru TK belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam membina perkembangan iman anak atau belum cukup bekal keterampilan dalam usaha mengembangkan iman anak untuk usia Taman Kanak-Kanak. Mereka memberikan materi yang berhubungan dengan perkembangan iman anak apa adanya daripada tidak ada dan mungkin juga metodenya sama dengan cara memberikan materi- materi yang lain. Padahal materi yang diberikan jelas berbeda, dari segi isi dan sarana pun berbeda, sehingga anak dapat membedakan antara materi yang mengembangkan otak mereka dan materi yang mengembangkan hati mereka (iman mereka).

Dalam dua-tiga abad terakhir ada anggapan khususnya di dunia barat (Eropa), bahwa yang paling penting adalah otak yang cemerlang. Semua berpangkal dari kemampuan berpikir manusia. Hal ini juga berpengaruh di Indonesia. Pendidikan di Indonesia sedikit banyak berasal dari dunia barat (Eropa). Pendidikan di Indonesia juga mendapat pengaruh dari anggapan ini. Pendidikan di sekolah dari dasar sampai perguruan tinggi lebih banyak mengolah segi kognitif, sedangkan segi perasaan kurang diberi tempat (Hamma, 1987:9). Hal ini dikarenakan perhatian ditujukan lebih besar pada pemenuhan materi untuk kebutuhan otak.

(25)

perasaan mereka dan apa yang ada dalam pikiran mereka. Namun sering kali hal itu akhir-akhir ini kurang mendapatkan tempat karena pada usia ini sudah mulai diberikan materi- materi yang seharusnya belum mereka terima. Misalnya munculnya pertanyaan apakah boleh anak TK diajari membaca, apakah sehat anak TK belajar membaca (Tri Agus, http://www.bearbookstsore.com/members/triagus/index.html. accessed on April 24, 2002.). Gejala ini menjadi perbincangan yang hangat di kalangan para guru dan orangtua murid. Padatnya materi menyebabkan menghilangnya waktu untuk bermain yang merupakan salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan mereka dan apa yang ada dalam benak mereka. Ketika orang dapat mengungkapkan apa yang ada dalam hati mereka, mereka akan merasakan kelegaan. Demikian juga dengan anak-anak. Mereka bisa mengungkapkan rasa sedih, gembira, senang, tidak suka, dan lain- lain (Hamma, 1987:10-12). Iman di masa anak-anak dapat dilihat ketika mereka mengungkapkan perasaan mereka pada orang lain atau diri sendiri. Ketika anak mengungkapkan rasa sayangnya pada temannya, gurunya atau orangtuanya secara tidak langsung mereka mencoba mengungkapkan rasa sayang itu pada Tuhan kendati mereka belum begitu menyadarinya. Dengan kata lain hati dan perasaan dapat menjadi sarana bagi Tuhan untuk berbicara dan menyapa manus ia termasuk di dalamnya anak-anak (Hamma, 1987:11-12).

(26)

dengan berbagai hal yang membingungkan (Tri Agus, http://www.bearbookstsore.com/members/triagus/index.html. accessed on April 24, 2002.). Mereka bisa mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran mereka. Dengan bermain anak lebih bisa/mudah menerima apa yang disampaikan guru pada anak. Dengan bermain anak merasa dilibatkan dalam ”pelajaran” itu, sehingga dengan senang dan gembira mereka melakukan permainan yang sebenarnya adalah salah satu pengenalan akan Tuhan. Anak yang senang bermain biasanya lebih ceria, lebih periang dibandingkan dengan anak yang kurang suka bermain. Mereka lebih mudah berkawan dan masuk dalam lingkungan yang baru.

Oleh karena itu, penting bagi seorang guru Taman Kanak-Kanak menguasai bermacam- macam permainan, baik yang menggunakan alat peraga atau pun tidak, permainan dengan berinspirasikan Kitab Suci atau alam dengan tema-tema tertentu dalam pengembangan iman anak usia Taman Kanak-Kanak.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dipaparkan di atas, penulis memilih judul skripsi ini ”KATEKESE MODEL PERMAINAN SEBAGAI SALAH SATU METODE YANG COCOK UNTUK MENGEMBANGKAN IMAN ANAK DI TAMAN KANAK-KANAK KANISIUS PONDOK RADEN PATAH SAYUNG DEMAK.”

B. Rumusan Permasalahan

(27)

2. Bagaimana guru Taman Kanak-Kanak menggunakan metode permainan dalam membantu mengembangkan iman anak?

3. Bentuk permainan macam apakah yang sungguh membantu perkembangan iman anak usia Taman Kanak-Kanak?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah katekese model permainan dapat membantu mengembangkan iman anak usia Taman Kanak-Kanak

2. Untuk mengetahui bagaimana para guru Taman Kanak-Kanak menggunakan metode permainan dalam membantu pengembangan iman anak

3. Mencari alternatif bentuk permainan yang cocok untuk membantu pengembangan iman anak usia Taman Kanak-Kanak

D. Manfaat Penulisan

Dari tulisan dan penelitian ini diharapkan ada manfaat yang dapat diambil: 1. Memberikan masukan kepada guru-guru Tamak Kanak-Kanak Kanisius Pondok

Raden Patah Sayung Demak bahwa katekese model permainan bisa membantu mengembangkan iman anak.

(28)

3. Memberikan masukan kepada guru-guru Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak tentang alternatif bentuk permainan yang cocok untuk membantu mengembangkan iman anak.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang dipakai adalah metode deskriptif analitis, yaitu metode yang menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh melalui observasi, wawancara di lapangan dan studi pustaka. Data dan informasi diperoleh dari para guru TK, Kepala Sekolah Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak dan anak-anak TK Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak. Informasi lain diperoleh dari pengalaman pribadi penulis sebagai guru TK dan pengetahuan tentang anak melalui buku-buku pendukung yang lain.

F. Sistematika Penulisan

Gambaran dari penulisan ini adalah sebagai berikut:

Bab I akan menguraikan pendahuluan, latar belakang penulisan, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

(29)

model permainan sebagai sarana komunikasi iman dalam membantu mengembangkan iman anak usia Taman kanak-Kanak.

Bab III akan membahas gambaran katekese di Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak. Bab ini akan dibagi menjadi 5 (lima) bagian besar. Bagian satu berbicara tentang gambaran umum Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak yang me liputi letak dan situasi geografis, kondisi ekonomi dan sosial anak-anak Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak, jumlah dan situasi anak-anak Taman Kanak-Kanak Kanisius Sayung Demak, kegiatan-kegiatan yang ada di Taman Kanak-Kanak-Kanak-Kanak Kanis ius Sayung Demak dan kendala-kendala yang dihadapi. Bagian kedua adalah berisi tentang situasi konkrit pelaksanaan katekese di TK Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak yang berisi pendekatan penelitian, waktu dan tempat penelitian, instrumen penelitian, responden penelitian, populasi dan sampel, teknik analisis data, dan variabel. Bagian ketiga adalah hasil penelitian tentang katekese model pemainan sebagai metode katekese yang cocok untuk mengembangkan iman anak yang meliputi kompetensi anak dan kompetensi guru. Bagian keempat memuat pembahasan penelitian katekese model permainan sebagai metode katekese yang cocok untuk mengembangkan iman anak yang meliputi katekese model permainan dan megnembangkan iman anak. Bagian kelima adalah kesimpulan penelitian.

(30)

tujuan program, manfaat program, materi program, usulan program dan contoh-contoh persiapan katekese model permainan.

(31)

A. Situasi Umum Anak Taman Kanak-Kanak/Prasekolah 1. Gambaran Umum Anak Taman Kanak-Kanak

Pada bagian ini akan diuraikan pengertian anak Taman Kanak-Kanak, bidang-bidang pengembangan di Taman Kanak-Kanak, asumsi dasar anak Taman Kanak-Kanak, keadaan psikologis anak, dan perkembangan iman anak secara umum. a. Pengertian Anak Taman Kanak-Kanak

Di dalam buku Pedoman Pendidikan Prasekolah terbitan Gramedia, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani anak didik di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar, yang diselenggarakan di jalur sekolah atau jalur pendidikan luar sekolah. Taman Kanak-Kanak adalah salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang menyediakan program dini bagi anak usia 4 tahun sampai memasuki pendidikan dasar (Angani Sudono, 1991:43).

Kadarmanto (2004:42-50) dalam bukunya Tuntunlah ke Jalan Yang Benar yang diterbitkan oleh BPK menggolongkan usia anak-anak menjadi 3 bagian.

- Usia 3-5 tahun...masa taman bermain dan Taman

Kanak-Kanak

(32)

Ketiga golongan di atas mempunyai sifat-sifat khas yang menunjukkan tahap-tahap perkembangannya. Dalam hal ini penulis ingin membahas secara khusus golongan usia 3-5 tahun.

Menurut Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 0486/U/1972 tentang Taman Kanak-Kanak, yang dimaksud dengan Taman Kanak-Kanak adalah suatu bentuk pendidikan prasekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah yang menyediakan program pendidikan dini bagi anak usia sekurang-kurangnya 4 sampai memasuki pendidikan dasar, dengan lama pendidikan satu tahun atau dua tahun (Depdikbud, 1993:2). Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Kadarmanto (2004:42) yaitu Taman Kanak-Kanak/Taman Bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan formal yang memberikan pelayanan pada anak usia dini.

b. Bidang-bidang Pengembangan di Taman Kanak-Kanak

Pendidikan di Taman Kanak-Kanak dilaksanakan dengan bermain sambil belajar atau belajar sambil bermain sesuai dengan perkembangan jiwa anak didik. Pendidikan tersebut biasanya dimasukkan dalam bidang-bidang pengembangan. Bidang-bidang pengembangan di Taman Kanak-Kanak adalah:

- Moral Pancasila - Agama

- Kemampuan Berbahasa - Daya Pikir

(33)

- Perasaan, kemasyarakatan, kesadaran lingkungan - Keterampilan

- Jasmani.

Bidang-bidang pengembangan di Taman Kanak-Kanak tidak hanya memperhatikan salah satu aspek, misalnya aspek kognitif saja atau afektif saja, melainkan keseluruhan aspek. Salah satu bagian dari keempat aspek itu adalah pengembangan iman mereka atau sisi religius mereka. Sisi religius tersebut termasuk dalam bidang agama. (Angani Sudono, 1991:45).

c. Asumsi Dasar tentang Anak Taman Kanak-Kanak/Pra-sekolah 1) Setiap anak adalah unik

Tidak ada dua anak yang mempunyai kesamaan persis sama sekalipun mereka kembar siam. Setiap anak terlahir dengan potensi yang berbeda-beda. Setiap pribadi anak akan menampakkan pola reaksi dan perkembangan yang tidak sama satu dengan yang lain. Perkembangan setiap anak berbeda satu dengan yang lain sesuai dengan waktu dan kecepatannya sendiri-sendiri. Setiap anak mempunyai bakat, sifat, watak, dan kemampuan yang berbeda satu dengan yang lain.

2) Anak berkembang secara bertahap

(34)

pertumbuhan dan perkembangan yang paling pesat, baik fisik maupun mental. Pertumbuhan dan perkembangan ini dimulai sejak pre-natal yaitu sejak dalam kandungan. Setiap anak berkembang melalui sebuah proses secara bertahap. Mereka secara pribadi perlu dengan wajar mengalami proses perkembangan yang terjadi dengan pertolongan orang dewasa (Slamet Suyanto, 2005:4-6).

d. Keadaan Psikologis Anak Taman Kanak-Kanak 1) Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik berarti perkembangan pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot yang terkoordinasi. Anak usia 2-6 tahun mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam latihan keterampilan yang melibatkan seluruh anggota badan. Pada masa ini kelenturan sistem motoriknya membuat anak mudah untuk melakukan gerakan-gerakan. Sebagian tugas perkembangan anak yang paling penting pada masa ini adalah perkembangan motorik yang didasarkan atas penggunaan kumpulan otot yang terkoordinasi. Dengan gerakan fisik anak dapat bermain dan melakukan perbuatan-perbuatan yang diminati. Bermain bagi anak usia ini adalah sebagai salah satu sarana penyaluran kemampuan-kemampuan anak. Dengan bermain anak berlatih untuk mengembangkan keterampilan fisik seperti berlari, menangkap bola, mendorong benda, mengangkat kayu, berjalan, bertepuk tangan dan sebagainya (Hurlock, 1991:150-151).

2) Perkembangan Emosi

(35)

sejak bayi yang baru lahir (Hur lock, 1991:120). Bayi memperlihatkan emosinya dengan gerakan-gerakan tubuhnya, tangisannya dan lain- lain. Usia ini merupakan puncak ledakan emosi yang ditandai dengan reaksi ledakan marah, biasanya hal ini terjadi usia 2-4 tahun (Hurlock, 1991:212). Emosi-emosi yang umum dialami pada masa ini adalah rasa takut, cemburu, kasih sayang, kegembiraan dan rasa ingin tahu. Emosi pada usia Taman Kanak-Kanak lebih banyak disebabkan karena tidak menyukai adanya gangguan terhadap miliknya. Reaksi kemarahan pada anak diungkapkan dengan kata-kata maupun gerakan-gerakan tertentu seperti menendang, menyepak, menggigit, memukul, dan lain- lain. Kemarahan anak juga disebabkan karena rasa cemburu. Dia tidak menyukai orang lain dekat dengan orang yang dekat dengan dia. Dia merasa tersaingi oleh kehadiran orang lain. Reaksi cemburu diungkapkan dengan langsung (mencakar, menggigit, menendang, dll.) ataupun tidak langsung (menghisap jempol, mengejek, dll). Perkembangan emosi pada anak juga dapat dilihat dari emosi-emosi yang lain seperti rasa khawatir, duka cita, malu dan lain- lain (Hurlock, 1991:223).

3) Perkembangan Bahasa

(36)

yang pesat. Walaupun belum bisa merangkai kata dengan baik/runtut, bahasa mereka sudah bisa ditangkap oleh orang lain.

Menginjak usia 3 (tiga) tahun, perkembangan bahasa anak semakin memperlihatkan kemajuan. Anak mulai senang bicara. Anak mulai senang bercerita tentang apa saja yang mereka lihat dan mereka alami. Pada masa ini anak senang sekali bertanya tentang apa saja yang menurut mereka menarik. Hal ini menunjukkan bahwa anak mulai mengalami perkembangan berpikir. Mendekati usia 6 tahun, anak mulai bisa merangkai kata-kata untuk menceritakan pengalaman-pengalaman secara runtut dengan menggunakan kalimat yang berurutan (Hurlock, 1991:189).

4) Sosialisasi Anak Taman Kanak-Kanak

Sosialisasi anak yang dimaksud adalah perkembangan anak dalam hal penyesuaian sosial. Pada masa ini (prasekolah) penyesuaian sosial nampak dalam hubungannya dengan orang lain dan teman-teman sebayanya. Hal ini ditandai dengan meluasnya lingkungan sosial anak. Tidak lagi terbatas pada keluarga, namun sudah meluas dan bertambah dengan orang di luar keluarga. Pengalaman sosial anak dalam keluarga menjadi dasar di dalam pergaulannya dengan kelompok lain yang lebih luas. Anak yang jarang berkomunikasi dengan orangtuanya dapat menyebabkan anak sulit bergaul dan sulit berkomunikasi dengan orang lain.

(37)

sekolah atau di luar sekolah. Kendati demikian sifat anak yang egosentris masih selalu menyertainya (Hurlock, 1991:117-119).

Dari uraian di atas, secara singkat dapat dirumuskan bahwa keadaan psikologis anak adalah sebagai berikut: pada masa ini adalah anak mengalami fase perkembangan yang cukup pesat yang meliputi perkembangan motorik, emosi, bahasa maupun sosialisasinya. Dengan kemampuan fisik yang dimilikinya anak mampu melakukan gerakan- gerakan dan aktivitas yang berarti. Keterampilan motorik dipengaruhi oleh emosi anak. Emosi anak yang menonjol adalah rasa takut, cemburu, marah, dan gembira. Penyesuaian anak dengan lingkungan di luar dirinya ditunjang oleh kemampuannya dalam berbahasa sebagai sarana berkomunikasi dengan orang lain di sekitarnya baik dalam keluarga maupun di luar keluarganya.

e. Perkembangan Iman Anak 1) Pengertian iman

(38)

yang memulai. Dilihat dari pihak Allah yang menjumpai dan memberikan diri pada manusia inilah yang disebut wahyu, sedangkan dilihat dari pihak manusia yang menanggapi wahyu dan memberikan diri pada Allah, inilah iman. Iman merupakan hubungan pribadi dengan Allah. Dan hal ini terjadi hanya karena rahmat Allah. Orang beriman mengetahui kepada siapa ia percaya (KWI, 1996:124-130).

Pengertian di atas tidak jauh berbeda dari apa yang diungkapkan oleh Hamma (1987:39-40) bahwa iman adalah suatu relasi yang pribadi antara manusia dan Tuhan. Tuhan mempunyai inisiatif pertama untuk datang, menyapa, dan mencintai manusia. Iman adalah jawaban pribadi manusia terhadap Tuhan yang memberikan cinta-Nya pada manusia.

2) Perkembangan iman pada anak-anak

Dari apa yang dipaparkan di atas, kalau dihubungkan dengan iman seorang anak (usia TK) tentu tidaklah sedalam seperti apa yang dijelaskan di atas. Salah satu unsur iman adalah rasa percaya. Setiap individu dikaruniai rasa percaya. Hal ini juga tidak berbeda dengan apa yang dialami oleh anak-anak dalam tahap perkembangan iman mereka. Semua diawali dengan percaya.

(39)

Yesus Kristus, mereka terkesan dan tertarik tentang Yesus Kristus mereka akan bertanya tentang Yesus. Oleh karena itu mereka membutuhkan orang lain yang lebih mengerti, sehingga mereka “terpuaskan” dan akhirnya mulai berkembanglah iman mereka. Perkembangan iman anak sangat dipengaruhi oleh kehadiran orang dewasa dalam hidupnya dan sejauh mana relasi kasih menjadi dasar dan panutan bagi anak-anak (Kadarmanto, 2004:36-37).

Perkembangan iman anak pada usia 3-7 tahun sangat ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari orang-orang yang berhubungan dekat dengan anak itu. Iman bagi anak pada usia ini adalah percaya pada apa yang dipercayai orang yang terdekat. Misalnya bisa orangtua, saudara, teman, guru, atau siapa saja yang dekat dengan anak. Anak akan memberikan kepercayaan penuh pada orang-orang yang sehari- hari dekat dengan dia. Pengalaman beriman bagi anak berawal dari situasi keluarga. Hal- hal yang positif dan negatif yang muncul dari keluarga sangat mempengaruhi perkembangan iman anak. Hendaknya dalam keluarga selalu dihidupkan Roh Allah yang berarti ada kesalingan dalam keluarga, saling mengampuni, mengasihi, dan berelasi dengan rendah hati. Apa yang dipercayai anak tergantung pada setiap informasi yang diterima dari orang dewasa. (Kadarmanto, 2004:31).

(40)

mencintai mereka. Hal ini juga berlaku ketika ia mulai mengenal Allah. Ia mencintai Allah kalau ia tahu Allah itu berguna bagi dirinya (Sene,1986:52).

Alfons Sene (1986:54-55) dalam bukunya Kita Berkatekese demi Anak mengatakan bahwa perkembangan iman usia anak Taman Kanak-Kanak berada dalam tahap intuitif (berdasarkan bisikan/gerak hati)/proyektif. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut:

- Memberi makna hidup dan memperoleh kepercayaan dengan cara meniru - Mengetahui sesuatu lewat intuisi

- Membentuk iman dengan meniru cara-cara, teladan dan tindakan dari yang

dilihatnya dari orang lain yang ada di sekitarnya

- Menempatkan kekuasaan pada orangtua/dewasa. Kepercayaan diletakkan

dalam diri orangtua dan orang dewasa terdekat.

- Anak mempunyai fantasi dan imajinasi yang tinggi

- Anak belum bisa membedakan antara yang real dan fantasi.

2. Pemahaman Permainan secara Umum a. Pengertian Permainan

(41)

memperoleh berbagai pengetahuan dan pengalaman. Permainan selalu menarik perhatian banyak pihak, terutama mereka yang berhubungan dengan dunia anak. Bermain bagi anak merupakan kegiatan yang menyenangkan dan mereka melaksanakannya dengan rela. Di dalam kegiatan bermain ada kalanya anak ikut aktif melakukan permainan dan terlibat dalam suatu permainan tersebut, ada kalanya juga hanya sebagai penonton dan pengamat tanpa terlibat langsung dalam permainan tersebut. Inilah yang disebut bermain pasif. Dalam bermain aktif mereka memperoleh kesenangan dan kepuasan psikologis, sedang dalam permaian pasif mereka memperoleh hiburan di samping kesenangan (Slamet Susanto, 2004:117-118).

(42)

b. Esensi Permainan 1) Aktif

Hampir semua permainan merangsang anak untuk aktif bergerak, baik secara fisik maupun psikis. Anak melakukan eksplorasi, ingin tahu tentang benda, orang ataupun kejadian-kejadian tertentu. Anak bisa menggunakan sarana apa pun untuk melakukan permainan. Misalnya, balok kayu bisa menjadi mobil dan anak menirukan gerakan mobil dengan menggerakkan balok yang ada di tangannya serta menirukan suara mobil. Anak juga suka melakukan gerakan-gerakan fisik seperti berjalan cepat, berlari, menari, melompat, mengejar atau menangkap dan lain- lain. 2) Menyenangkan

Ciri khas anak bermain adalah ada suasana yang menyenangkan. Salah satu tujuan dari permainan adalah anak merasa senang. Kendati bisa terjadi juga dalam permainan itu ada anak yang menangis. Dalam permainan anak bisa tertawa lepas, bergembira seolah-olah anak tidak mempunyai beban dalam hidup mereka.

3) Motivasi internal

Anak mengikuti sebuah permainan bukan karena paksaan, melainkan ada keinginan dari mereka sendiri. Mereka termotivasi dari dalam dirinya sendiri untuk ikut dalam sebuah permainan.

4) Memiliki aturan

(43)

5) Simbolis dan berarti

Dengan bermain anak bisa berpura-pura menjadi orang lain. Hal ini merupakan hasil dari rekaman kejadian, peristiwa atau hal- hal yang dilihatnya menarik. Misalnya ketika mereka sedang bermain peran. Mereka berpura-pura menjadi ayah, ibu, kakak, dokter, pedagang sayur, dan lain- lain. Mereka meniru peran-peran orang dewasa dalam masyarakatnya sehingga kegiatan itu sangat berarti bagi kehidupan kelak (Slamet Suyanto, 2005:117-118).

c. Macam- macam Permainan 1) Permainan aktif

Permainan aktif dapat diartikan sebagai kegiatan yang melibatkan banyak aktivitas tubuh atau gerakan- gerakan tubuh (Tedjasaputra, 2001:53). Anak terlibat langsung dalam permainan itu. Sudi Ariyanto dan Helena memberikan contoh

kegiatan yang termasuk dalam permainan aktif

(http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008). (a) Drama

Dalam permainan ini anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata.

(b) Bermain musik

(44)

(c) Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu

Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak dari pada teman-temannya. Anak biasanya senang sekali mengumpulkan benda-benda tertentu yang menarik dan sedang “trend” saat itu. Anak bisa mengoleksi pena, kertas file, gantungan kunci, gelang, dan sebagainya.

(d) Permainan olah raga

Permainan olah raga lebih banyak menggunakan fisik anak. Permainan ini biasanya digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Permainan ini akan dijelaskan dalam permainan terpimpin.

2) Permainan pasif

Permainan pasif adalah permainan yang tidak memerlukan gerak badan fisik yang terlalu banyak dan tidak melibatkan orang lain di sekitarnya. Anak memperoleh kesenangan bukan berdasarkan kegiatan yang dilakukannya sendiri (Tedjasaputra, 2001:63). Di bawah ini akan diberikan beberapa contoh permainan pasif yang diambil dari tulisan Sudi Aruyanto dan Helena (http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/ accessed on January 17, 2008).

(a) Membaca

(45)

berkembang. Selain pengetahuan anak berkembang, me mbaca juga akan merangsang daya kreativitas dan kecerdasan anak.

(b) Mendengarkan radio

Mendengarkan radio tidak memerlukan tenaga fisik yang lebih dari anak. Anak mendengarkan dan menyerap apa yang telah didengarnya. Pengaruh dari mendengarkan radio adalah pengetahuan anak bertambah. Namun ada kalanya pengaruh mendengarkan radio mengarah pada hal yang tidak baik. Misalnya, anak meniru hal-hal yang disiarkan dalam radio tersebut seperti kekerasan, kriminal atau hal- hal negatif lainnya.

(c) Menonton televisi

Televisi pada saat ini menjadi kesukaan anak. Televisi menjadi tempat kedua di mana anak akan meluangkan waktu atau bahkan ada anak yang lebih suka menonton televisi daripada belajar. Namun tidak dapat disangkal bahwa televisi juga merupakan sarana anak bermain dan melepaskan kepenatan mereka.

3) Bermain Bebas

(46)

boneka dan lain- lain), memanjat pohon, merangkak dan lain- lain (Soerianata, 1968:115). Di dalam permainan bebas anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus berma in dengan permainan tersebut selama permainan itu menimbulkan rasa senang (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

4) Bermain di bawah Pimpinan/Terpimpin

Bermain di bawah pimpinan juga disebut bermain terikat. Anak tidak menentukan sendiri permainan apa yang akan dilakukan, tetapi melakukan apa yang diminta oleh yang memimpin. Biasanya yang menjadi pemimpin adalah gurunya. Anak-anak menjadi pelaksana. Contoh bermain di bawah pimpinan:

- Bermain sambil bernyanyi: sambil bernyanyi anak-anak melakukan gerakan

yang sesuai dengan isi nyanyian itu.

- Melakukan gerakan senam atau gerak badan. Dalam hal ini perkembangan

fisik lebih mendapat perhatian.

- Menari: kegiatan menari hampir sama dengan bermain sambil bernyanyi,

tetapi gerakan- gerakannya lebih sempurna dan lebih memperhatikan lagu.

- Rythmik: gerakan- gerakannya dilakukan berdasarkan ritme/irama dari musik

(47)

5) Permainan kelompok

Permainan kelompok adalah permainan yang dilakukan bersama-sama beberapa anak. Di dalam permainan kelompok biasanya ada aturan-aturan main yang harus dipatuhi oleh anak (Soerianata, 1964:115-116).

6) Permainan pribadi

Permainan pribadi adalah permainan yang dilakukan seorang diri. Selama bermain anak tidak melibatkan anak lain dalam permainan. Bentuk permainan ini hampir sama dengan permainan bebas (Soerianata, 1964:115-116).

d. Ciri-ciri Permainan

Setiap kegiatan mempunyai ciri-ciri yang menampakkan kekhasannya. Demikian juga dengan permainan. Ciri-ciri permainan adalah:

- Melakukan gerakan-gerakan spontan, tidak dibuat-buat, dan bebas.

Peraturan yang ada bukan untuk menghukum atau menekankan kemenangan, tetapi lebih untuk menunjukkan keadilan, kejujuran.

- Menimbulkan dan memberikan rasa dan suasana gembira, bebas tetapi

teratur.

- Memenuhi dan mengembangkan fantasi anak - Menarik anak untuk aktif

- Berorientasi sosial, menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memacu

(48)

e. Sumbangan Permainan bagi Anak

1) Faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan bermain anak

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orangtua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja atau bodoh. Anggapan ini kurang bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Setiap anak mempunyai perbedaan dalam memilih jenis permainannya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perbedaan itu serta hal –hal yang mempengaruhi perbedaan itu. Faktor- faktor itu antara lain:

a) Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai energi dan keinginan yang lebih untuk bermain dibandingkan dengan anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan waktunya untuk bermain yang membutuhkan energi (Info, http: //www.warta.unair.ac.id/baru/indek.php?id=747. accessed on December 3, 2007). Sementara itu anak yang kurang bergairah, kurang sehat dan mudah lelah akan lebih menyukai kegiatan bermain pasif, yang tidak membutuhkan energi yang banyak (Tedjasaputra, 2001:92).

b) Inteligensi

(49)

Misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual (Info, 3 Desember 2007, internet). Anak yang pandai lebih kreatif dan penuh rasa ingin tahu, sehingga kegiatan bermain aktif dan pasif sama-sama diminati olah anak pandai (Tedjasaputra, 2001:92).

c) Jenis kelamin

Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari- lari, atau kegiatan fisik lainnya. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding laki- laki, melainkan adanya pandangan dari masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku halus (Info, http: //www.warta.unair.ac.id/baru/indek.php?id=747. accessed on December 3, 2007).

d) Lingkungan

Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak agak kurang (Info,http: //www.warta.unair.ac.id/baru/indek.php?id=747. accessed on December 3, 2007). Anak yang tinggal di desa lebih jarang bermain dibandingkan anak sebayanya di kota, mengingat kurangnya waktu luang dan alat permainan (Tedjasaputra, 2001:94).

e) Status sosial ekonomi

(50)

sosial ekonominya rendah. Hal ini bukan berarti mereka yang kurang mampu tidak bisa melakukan permainan, tetapi sedikit banyak akan menimbulkan perbedaan dalam hal bentuk/macam/jenis permainan yang mereka lakukan (Info, http: //www.warta.unair.ac.id/baru/indek.php?id=747. accessed on December 3, 2007).

2) Sumbangan Permainan bagi Anak

Permainan dapat memperluas kehidupan sosial dan me ngembangkan keterampilan sosial, yaitu belajar bagaimana berbagi, hidup bersama, mengambil peran, belajar hidup dalam masyarakat secara umum. Permainan juga bisa mengembangkan fisik, koordinasi tubuh, dan mengembangkan serta memperhalus keterampilan motorik kasar dan halus. Permainan juga akan membantu anak-anak memahami tubuhnya sendiri, fungsinya dan bagaimana menggunakannya dalam belajar. Anak-anak bisa mengetahui bahwa bermain ternyata menyegarkan, menyenangkan dan memberikan kepuasan. Permainan juga dapat membantu perkembangan emosi dan kepribadian karena anak-anak mencoba melakukan berbagai peran, mengungkapkan perasaannya, dan memperhatikan orang lain. Dengan bermain anak juga belajar untuk menghargai orang lain (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

(51)

a) Kemampuan motorik

Bermain memungkinkan anak bergerak secara bebas sehingga anak mampu mengembangkan kemampuan motoriknya. Pada saat bermain anak berlatih menyesuaikan antara pikiran dan gerakan menjadi suatu keseimbangan. Menurut Piaget, anak terlahir dengan kemampuan refleks, kemudian belajar menggabungkan dua atau lebih gerak refleks dan pada akhirnya mampu mengontrol gerakannya. Dengan bermain anak belajar mengontrol gerakannya menjadi terkoordinasi (Slamet Suyanto, 2005:119).

(52)

b) Bermain mengembangkan kemampuan kognitif

Kemampuan kognitif mencakup kemampuan mengidentifikasi, mengelompokkan, mengurutkan, mengamati, membedakan, meramalkan, menentukan hubungan sebab-akibat, membandingkan, dan menarik kesimpulan. Permainan akan membantu anak dalam hal mengasah kepekaan akan keteraturan, urutan, dan waktu. Permainan juga meningkatkan kemampuan logis anak (logika). Permainan dapat membantu anak-anak dalam belajar memecahkan masalah. Di dalam suatu permainan, anak-anak akan menemui berbagai masalah, sehingga bermain akan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengetahui bahwa ada beberapa kemungkinan untuk memecahkan masalah. Permainan juga memungkinkan anak-anak untuk bertahan lebih lama dalam menghadapi kesulitan sebelum persoalan yang dihadapi dapat dipecahkan. Permainan juga mengembangkan daya konsentrasi anak-anak. Seorang anak tidak akan bertahan lama dalam bermain peran (pura-pura menjadi ayah-anak- ibu, dokter, atau guru) apabila tidak ada konsentrasi atau rentang perhatian yang memadai. Ada hubungan yang dekat antara imajinasi dan kemampuan konsentrasi. Imajinasi membantu meningkatkan konsentrasi (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008.)

(53)

kreatif. Hurlock menambahkan bahwa bermain juga merupakan kesempatan untuk belajar berbagai hal. Sarana belajar bisa melalui buku, televisi atau menjelajah lingkungan yang tidak diperoleh anak dari rumah (Slamet Suyanto, 2005:119-120). c) Kemampuan afektif dan emosi

(54)

demikian dapat mengekspresikan emosinya yang intens yang mungkin ada tanpa merugikan siapa pun (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

d) Kemampuan bahasa

Ketika anak bermain dengan temannya, mereka saling berkomunikasi dengan menggunakan bahasa anak atau ketika mereka bermain sendiri, mereka bermain sambil mengucapkan kata-kata seolah-olah bercakap-cakap dengan diri sendiri (mereka mencoba membahasakan apa yang ada dalam pikiran mereka dalam kata-kata) dan secara tidak langsung mereka belajar menggunakan bahasa (Slamet Suyanto, 2005:120).

Kegiatan bermain bisa dikatakan sebagai “laboratorium bahasa” buat anak-anak. Di dalam bermain anak-anak bercakap-cakap satu dengan yang lain, berargumentasi, menjelaskan dan meyakinkan. Jumlah kosakata yang dikuasai anak-anak dapat meningkat karena mereka dapat menemukan kata-kata yang baru (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

e) Kemampuan sosial

(55)

mengurangi rasa egosentris dan membantu untuk mengembangkan kemampuan sosialnya (Slamet Suyanto, 2005:121).

Pada saat anak-anak melakukan kegiatan bermain, mereka harus memperhatikan cara pandang teman bermainnya, dan dengan demikian akan mengurangi sikap egosentrisnya. Dalam permainan itu pula anak-anak dapat belajar bagaimana bersaing dengan jujur, sportif, tahu akan haknya, dan peduli akan hak orang lain. Anak-anak juga dapat belajar tentang apa artinya sebuah tim dan semangat tim. Permainan seringkali menghendaki adanya peran yang berbeda dan karena itu dalam permainan ini anak-anak dapat belajar berorganisasi sehubungan dengan penentuan siapa yang akan menjadi apa. Melalui permainan ini anak-anak juga dapat belajar mengharga i teman dan mau melakukan kerja sama/kompromi. Kegiatan bermain juga membantu anak untuk mengembangkan sikap sosialnya satu sama lain. Seorang anak harus berani mengerti dan dimengerti oleh teman-temannya. Karena itu melalui permainan, anak-anak dapat belajar bagaimana mengungkapkan pendapatnya, juga mendengarkan pendapat orang lain. Di sini pula anak-anak belajar untuk menghargai pendapat orang lain dan adanya perbedaan pendapat (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

f) Iman anak

(56)

Kegiatan bermain juga membantu anak untuk lebih siap menghadapi dan menjalani kehidupan di dunia ini dan siap pula mereka menerima Yesus dalam kehidupan mereka (Sudi Ariyanto dan Helena, http:/pepak.sabda.org/pustaka/061151/. accessed on January 17, 2008).

Dalam permainan anak belajar percaya pada orang lain dan percaya ini adalah awal dari iman, seperti sudah dijelaskan pada bagian perkembangan iman anak telah dijelaskan bahwa iman anak berawal dari rasa percaya anak pada orang lain di sekitarnya. Dalam permainan anak juga belajar tentang nilai-nilai yang menjadi bagian dalam iman, meskipun anak belum menyadarinya. Anak belajar menghargai orang lain, menghormati orang lain, belajar untuk jujur, konsekuen, bekerja sama dengan orang lain, mencintai orang lain. Nilai- nilai itu adalah perwujudan dari imannya.

B. Peran Katekese dalam Proses Mengembangkan Iman 1. Pengertian Umum Katekese

Di dalam buku Ilmu Kateketik, Marinus Telumbanua (2005: 4) merumuskan katekese adalah: proses pengajaran, pendalaman dan pendidikan iman agar seorang Kristen semakin dewasa dalam iman. Dalam hal ini diandaikan ada perkembangan yang membuat orang untuk semakin maju. Sedangkan Paus Yoha nes Paulus II mengartikan katekese:

(57)

Dalam pengertian ini jelas sekali bahwa sasaran dari katekese adalah semua golongan termasuk di dalamnya anak-anak. Pada pertemuan PKKI (Pertemuan Komisi Kateketik Indonesia) II dirumuskan katekese sebagai komunikasi iman/tukar pengalaman iman antara anggota/kelompok (KOMKAT KWI, 1995:11).

2. Tugas dan Peranan Katekese

Kateksese mempunyai 3 tugas utama (Telambanua, 2005:9-10): a. Katekese memberitakan sabda Allah

Pusat dari orang Kristiani adalah Yesus Kristus. Oleh sebab itu katekese mempunyai tugas yang cukup penting dalam hal ini. Dilihat dari salah satu pengertiannya, katekese adalah pewartaan kabar gembira dari Yesus Kristus. Katekese menjadi sarana untuk mewartakan Kristus dan segala segi yang dibawa-Nya. Dari Kitab Suci kita tahu tentang keselamatan yang dibawa oleh Yesus untuk manusia. Melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, Yesus ingin menyatukan manusia pada persekutuan abadi dengan Allah. Di sinilah katekese mempunyai tugas dan peran untuk “menghadirkan sabda Allah agar manusia bertemu secara pribadi dengan Kristus”.

b. Katekese mendidik iman

(58)

Dalam hal ini katekese membantu manusia agar jawaban manusia terhadap tawaran Allah menjadi benar. Katekese membantu manusia supaya manusia terdorong untuk melakukan kehendak dan perintah Allah. Katekese juga membantu manusia untuk menciptakan sua sana agar iman itu semakin dapat dirasakan, tumbuh dan menghasilkan buah. Akhirnya, diharapkan dengan katekese manusia berkembang seimbang antara bidang kognitif, afektif dan operatif.

c. Katekese mengembangkan Gereja

Dalam Dokumen Catechese Tradendae dikatakan:

...katekese di masa lampau maupun di masa mendatang selalu merupakan karya yang harus termasuk tanggung jawab Gereja dan yang oleh Gereja memang harus diinginkan sebagai salah satu tanggungjawabnya. Tetapi para anggota Gereja mengemban tanggung jawab yang berbeda-beda, tergantung dari perutusan masing- masing (Paus Yohanes Paulus II, 1979: 21, art. 16)

Dalam hal ini katekese mempunyai peranan untuk mengembangkan Gereja berhubungan dengan permasalahan konkret yang ada dalam praktik katekese, misalnya: mempersiapkan para pembina, pemilihan isi dan metode, menetapkan struktur pelaksanaan, revisi katekese, dll.

3. Tujuan Katekese

(59)

katekese menolong anak untuk mengkomunikasikan imannya baik secara pribadi maupun bersama dengan orang lain (Alfons Sene, 1985:5-6). Mengkomunikasikan imannya bisa dilakukan dengan semakin mengenal diri sendiri, orang lain dan ciptaan Tuhan yang lain yang ada di sekitarnya. Perwujudan mengenal ini bisa dilihat dari bagaimana mereka mencintai diri sendiri dan orang lain di sekitarnya.

4. Metode dalam Katekese

Pewartaan iman dewasa ini menjadi sesuatu yang sangat penting. Situasi dan keadaan yang terjadi di zaman sekarang ini memerlukan sikap dan tindakan yang tepat. Pewartaan iman membantu seseorang untuk menemukan sikap dan tindakan itu. Pewartaan iman juga membantu orang untuk semakin mengembangkan imannya. Katekese menjadi salah satu cara untuk sampai pada perkembangan iman yang dimaksud. Katekese merupakan salah satu cara pewartaan Injil secara menyeluruh. Injil adalah kabar gembira tentang Yesus Kristus. Kabar gembira perlu diwartakan supaya orang mengetahui dan mengenal tentang kabar gembira tersebut. Pewartaan itu memerlukan cara atau metode supaya sampai pada sasaran. Metode adalah suatu cara bagaimana tujuan dapat ditempuh. Di dalam katekese ada bermacam- macam cara dan sarana yang ditempuh supaya sampai pada tujuan yang akan dicapai.

a. Katekese Audio-Visual

(60)

dilihat dengan indera. Katekese adalah komunikasi iman. Katekese audio- visual adalah komunikasi iman di mana prosesnya menggunakan sarana-sarana yang bisa didengar dan dilihat. Sarana-sarana itu berupa sarana audio- visual, misalnya: gambar sorot, foto, kaset, piringan hitam, CD/VCD, TV, radio. Adisusanto dan Ernestine mengutip tulisan dari Pater Pierre Babin katekese bahwa audio- visual adalah “pesan sejauh pesan menyeluruh pancaindera, perasaan, badan, gagasanku” (The message in as much as the Message impresses my sensitivity, my fellings, my body, my ideas”) (Adisusanto dan Ernestine, 1977:8). Tujuan katekese dicapai dengan bantuan sarana-sarana audio-visual.

b. Katekese Naratif Eksperiensial

(61)

bahan pewartaan. Cerita rakyat itu mempunyai makna dan makna itu bisa dijadikan sebagai contoh atau teladan yang baik. Teladan itu dapat dilihat dari tokok-tokoh dalam cerita rakyat tersebut. Teladan itu bisa berupa sikap hidupnya, cara hidupnya dan hal- hal yang tersirat dari cerita itu yang bisa berguna bagi kehidupan. Cerita kehidupan berdasarkan pengalaman pribadi. Biasanya pengalaman pribadi lebih menyentuh karena sungguh dialami oleh yang bersangkutan (KOMKAT KWI, 1994:15-21).

c. Group Media (Media Kelompok)

(62)

Media ini biasanya menggunakan dokumen tertentu dan dokumen itu hendaknya yang menarik untuk didiskusikan atau dibicarakan (Manuel Olivera, 1989:30-33). d. Katekese dengan Metode Permainan

Katekis/guru/pendamping menggunakan sarana permainan dalam proses katekese, baik permainan yang bersifat pribadi atau kelompok. Jadi, unsur-unsur iman disampaikan oleh katekis/guru/pendamping melalui permainan. Metode ini tidak terbatas pada usia tertentu. Metode permainan bisa digunakan untuk usia anak-anak, remaja, dewasa bahkan untuk orangtua (Sene, 1985:28-29).

Sasaran dalam katekese adalah seluruh umat beriman tanpa kecuali. Umat beriman di sini adalah semua orang yang percaya pada Kristus. Mereka adalah orangtua, dewasa, remaja dan anak-anak. Oleh karena itu perlu sekali dalam berkatekese memperhatikan sasaran atau kelompok mana yang akan dilayani. Subyek katekese mempengaruhi metode atau cara yang akan digunakan karena perkembangan iman yang tidak sama satu dengan yang lain.

Umat beriman perlu dibantu dalam memperkembangkan imannya akan Yesus Kristus. Di antara umat beriman itu anak-anak termasuk di dalamnya. Tidak hanya orang dewasa atau orangtua yang membutuhkan perhatian dalam perkembangan iman, tetapi juga anak-anak. Anak-anak perlu dibantu dalam mengembangkan imannya sesuai dengan alam, pikiran dan dunia anak-anak.

5. Katekese yang Cocok untuk Anak Usia Taman Kanak-Kanak

(63)

katekese yang tidak banyak menyita pikiran dan tidak menambah beban bagi mereka. Metode- metode yang digunakan adalah metode yang membuat mereka bergembira dan mengaktifkan seluruh anggota tubuh mereka sehingga membantu mereka memudahkan mengenal Allah dalam kehidupan mereka. Oleh karena itu metode bermain adalah cara yang cocok untuk membantu mengembangkan iman mereka, di mana metode permainan memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk hal itu.

C. Katekese Model Permainan sebagai Sarana Komunikasi Iman dalam Membantu Mengemba ngkan Iman Anak Usia Taman Kanak-Kanak

1. Pengertian Komunikasi Iman

(64)

pesan yang dikirimkan seseorang kepada satu atau lebih penerima dengan maksud sadar untuk mempengaruhi tingkah laku si penerima (Supratiknya, 1995:30). Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi iman adalah suatu proses penyampaian warta atau tukar pengalaman antar pribadi. Materi yang dikomunikasikan adalah pengalaman iman dari pribadi masing- masing, sehingga masing- masing pribadi mempunyai pengertian yang sama. Pengalaman iman itu berdasarkan pengalaman pribadinya bersama dengan Tuhan dan dalam hubungannya dengan sesamanya. Mereka yang melakukan komunikasi ada hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi (Hartono Budi dan M. Purwatma, 2004:363).

2. Katekese Model Permainan sebagai Sarana Komunikasi Iman

Komunikasi merupakan proses di mana masing- masing individu terlibat dalam tukar menukar makna. Proses komunikasi terjadi ketika ada saling mempengaruhi satu sama lain bagi pelaku komunikasi (Hartono Budi dan M Purwatma, 2004:363).

(65)
(66)

A. Gambaran Umum Taman Kanak-Kanak Pondok Raden Patah Kanisius Sayung Demak

1. Situasi Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak Untuk mengetahui situasi Taman Kanak-Kanak Kanisius Sayung Demak, penulis mengadakan survai ke Taman Kanak-Kanak Kanisius Sayung Demak dua kali. Pertama pada tanggal 47 Desember 2007 dan kedua pada tanggal 27 Februari -1 Maret 2008. data yang tersebut di bawah ini merupakan hasil survai. Data-data dari hasil survai diperoleh dari guru-guru TK dan beberapa guru SD yang telah lama mengajar di sekolah ini. Data itu berupa informasi tentang anak-anak TK, kondisi terbaru dari mereka (anak-anak TK) dan situasi yang terjadi di TK. Selain dari hasil survai, data diperoleh dari dokumen sekolah yang berupa selebaran. Selebaran itu berisi informasi tentang letak dan situasi geografis Taman Kanak-Kanak, sejarah singkat Taman Kanak-Kanak-Kanak, visi misi, kondisi sosial dan ekonomi anak Taman Kanak-Kanak, jumlah dan situasi anak-anak Taman Kanak-Kanak dan kegiatan-kegiatan yang ada di Taman Kanak-Kanak Kanisius Sayung Demak.

a. Letak dan situasi geografis

(67)

daerah di wilayah Kabupaten Demak yang berbatasan dengan Kabupaten Semarang, tepatnya Kabupaten Semarang bagian Timur. Lokasi gedung Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah terletak di tengah-tengah area pertambakan yang seringkali terjadi ”rob” (air pasang), gedung Taman Kanak-Kanak yang ditempati sekarang ini merupakan bekas gedung sekolah TK-SD Kanisius yang ditutup sejak tahun 1994. Air pasang ini mengakibatkan banjir di sekitar lokasi gedung sekolah. Air pasang juga melanda perumahan di sekitar sekolah yaitu Perumahan Pondok Raden Patah (PRP). Jarak tempuh dari lokasi perumahan penduduk ke sekolah (dari timur sekolah) kurang lebih satu kilometer.

Selain area pertambakan, Kecamatan Sayung termasuk daerah kawasan industri. Di sepanjang jalan menuju Sayung (dari arah terminal Terboyo, Semarang), banyak terdapat bangunan-bangunan industri yang cukup besar dan terkenal. Misalnya pabrik Jamu Nyonya Meneer, pabrik Tekstil Rodeo, pabrik Elektronik Niko, pabrik Permen Kino, pabrik Elektronik Polytron, dan PT CP Prima (memproduksi makanan ayam). Bangunan pabrik paling dekat (masuk lingkungan di perumahan) adalah PT CV Prima. Batas-batas Taman Kanak-Kanak Kanisius adalah sebagai berikut:

- sebelah utara adalah Laut Jawa

- sebelah selatan adalah jalan besar yang menghubungkan perumahan penduduk dengan sekolah

(68)

b. Sejarah singkat Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak

Keberadaan Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak tidak bisa lepas dari kehadiran para Suster Hati Kudus. Kongregasi Suster-suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Mahakudus (HK) hadir pertama kali di daerah Sayung Demak pada tanggal 15 Juli 1999. Kongregasi Suster-suster Belaskasih dari Hati Yesus yang Mahakudus hadir dan berada di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak untuk menanggapi adanya suatu keprihatinan dan kesulitan yang dialami oleh Gereja lokal/setempat untuk melayani umat di bagian Timur Paroki Gedangan. Kalau dilihat dari segi struktur pemerintahan, Sayung termasuk Kabupaten Demak. Namun karena paroki yang paling dekat adalah Paroki Gedangan, secara gerejani Sayung masuk Kabupaten Semarang. Dengan demikian Sayung masuk wilayah Keuskupan Agung Semarang. Kesulitan untuk menembus karya pelayanan Gereja setempat disebabkan karena daerah Demak merupakan basis-basis umat Islam yang kuat dengan aliran fanatik terhadap kehadiran umat beragama lain. Umat Islam di Demak menaruh rasa curiga kepada mereka yang akan melakukan kegiatan rohani dan pelayanan kepada umat Katolik serta mereka yang akan bermukim di daerah tersebut.

(69)

karena situasi setempat yang kurang mendukung. Misalnya adanya ”rob” atau naiknya air laut ke pemukiman penduduk yang tidak mengenal waktu, sehingga Sekolah Kanisius terpaksa ditutup. Selain adanya ”rob”, keprihatinan muncul akibat dari kondisi ekonomi masyarakat yang sangat lemah. Banyak anak-anak usia sekolah tidak bisa melanjutkan sekolah karena ekonomi keluarganya lemah bahkan miskin. Berbagai cara ditempuh untuk mengatasi keprihatinan itu. Salah satunya adalah mengadakan pendekatan dan dialog. Pendekatan dan dialog ini diharapkan dapat mencairkan syak prasangka yang masih melekat kuat dengan dihantui perasaan takut bahwa umat lain akan menguasai tempat mereka. Setelah pihak Gereja setempat dan Kongregasi Hati Kudus melakukan pendekatan dan dialog dengan masyarakat setempat, maka diputuskan untuk mengadakan kerja sama. Bentuk kerja sama itu berupa kesediaan Kongregasi Hati Kudus untuk membuka kembali Sekolah Kanisius Pondok Raden Patah yang sudah lama ditutup. Akhirnya, Gereja setempat (waktu itu diwakili oleh Romo P. Suradibrata, SJ sebagai Pastor Paroki St. Yusuf Gedangan Semarang) melimpahkan wewenang kepada Kongregasi Hati Kudus untuk mengelola kembali Sekolah Kanisius Pondok Raden Patah.

(70)

Ternyata kunjungan yang dilakukan oleh para Suster membawa perubahan yang sangat menggembirakan. Masyarakat semakin terbuka akan keberadaan para Suster dan Sekolah Kanisius Pondok Raden Patah. Sekolah semakin berkembang dari tahun ke tahun. Setiap tahun sekolah membangun gedung baru karena gedung yang lama sudah tidak bisa lagi menampung anak-anak. Pada tahun 2002, jumlah anak TK ada 35 anak dan 55 anak SD dari kelas I sampai kelas III. Pada tahun ajaran 2007-2008 jumlah siswa TK ada 30 anak dan jumlah siswa SD adalah 83 anak.

c. Visi Misi Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak Taman Kanak-Kanak Kanisius Pondok Raden Patah Sayung Demak tidak mempunyai visi misi sendiri. TK dan SD bergabung menjadi satu karena satu komplek dan satu yayasan yaitu Yayasan Lembaga Miryam (milik Kongregasi Hati Kudus) yang bekerja sama dengan Keuskupan Agung Semarang.

1) Visi

TK-SD Kanisius Pondok Raden Patah merupakan Lembaga Pendidikan Katolik, berperan serta ak

Gambar

Tabel 3: Perkembangan jumlah Satuan/Lembaga PAUD di Indonesia tahun 2002-2006
Tabel 4: Variabel Penelitian
Tabel 6
gambar binatang”
+3

Referensi

Dokumen terkait