• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF DI YAYASAN AL-MUFLIHUN JETIS KELURAHAN SIDOREJO LOR KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF DI YAYASAN AL-MUFLIHUN JETIS KELURAHAN SIDOREJO LOR KECAMATAN SIDOREJO KOTA SALATIGA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hu"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAHAMAN NADZIR TENTANG PERWAKAFAN DAN

EFEKTIFITASNYA TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF

DI YAYASAN AL-MUFLIHUN JETIS KELURAHAN

SIDOREJO LOR KECAMATAN SIDOREJO

KOTA SALATIGA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh :

N U R O H M A T

NIM. 21208006

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.

Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan Ketulusan Hati Dan Cinta Kasih Yang Suci Kupersembahkan Karyaku Ini Untuk Orang-Orang Yang Senantiasa Mewarnai Hari-Hariku

Di Sepanjang Perjalanan Hidupku

Ya Allah Terimakasih Engkau telah hadirkan orang-orang disekelilingku yang senantiasa memberikan cinta, kasih sayang, perhatian tulus, dukungan, nasehat yang tiada henti, kepadanyalah kupersembahkan karyaku ini. Teriring doa semoga kebaikannya Engkau balas dengan

kebaikan yang berlimpah. Amiiiin. Ayahanda dan Ibunda Tercinta yang selalu

memancarkan kasihnya, mendidikku, mengasihiku, membimbingku dengan setulus hati.

Istriku tercinta yang selalu mendampingiku, memberi motivasi dan dorongan dalam segala hal

Sahabat-sahabatku yang selama ini selalu mengingatkanku dan membantuku dalam segala hal. Terimakasih telah memberikan Semangat,

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan penutup para Rasul, Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa kegelapan menuju masa yang sangat terang benderang dengan syariatnya yang lurus.

Skripsi yang berjudul “Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga ini, diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Hukum Islam pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Dalam skripsi ini, penulis akan memaparkan bagaimana pemahaman Nadzir Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Yang terhormat Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd.

2. Yang terhormat Dra. Siti Zumrotun M.Ag selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

(8)

4. Yang terhormat HM. Indi Sugandi, Rochmad Wibowo S.Kom, Darmadi S.Pd selaku pengurus yayasan Al-Muflihun yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan informasi dalam penulisan skripsi ini.

5. Ayah dan Ibuku tercinta yang telah mengasuh, mendidik, membimbing serta memotivasi kepada penulis, baik moral maupun spiritual.

6. Istriku tercinta dan tersayang yang senantiasa mendampingiku, memberi motivasi dan semangat kepada penulis.

7. Pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini dan teman-teman seperjuangan yang tidak tersebut namanya satu persatu.

Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh, yang akan mendaptakan pahala yang setimpal dari Allah SWT, kelak dikemudian hari.

Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Amin, Amin, Ya Rabbal‘Alamin.

Salatiga, 07 September 2015 Penulis

(9)

ABSTRAK

Nurohmat . 2015. Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyyah. Fakultas Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Kata kunci: Pemahaman, Nadzir dan Efektifitas Pengelolaan Wakaf

Penelitian ini membahas tentang Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan Dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pemahaman Nadzir di yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, bagaimana pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka kehadiran peneliti di lapangan sangat penting sekali mengingat peneliti bertindak langsung sebagai pengumpul data dari hasil observasi dalam penelitian. Data yang berbentuk kata-kata diambil dari para informan/responden pada waktu mereka diwawancarai. Dengan kata lain data-data tersebut berupa keterangan dari para informan, sedangkan data tambahan berupa dokumen. Keseluruhan data tersebut selain wawancara diperoleh dari observasi dan dokumentasi. Analisa data dilakukan dengan cara menelaah data yang ada, lalu mengadakan reduksi data, penyajian data, dan tahap akhir menganalisa data sehingga dapat ditarik kesimpulan.

(10)
(11)

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian Nadzir ... B. PengertianWakaf ………...…... 1. Pengertian Wakaf menurut Fiqih………... 2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang ………

3. Pengertian Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam …………..

4. Dasar Hukum Wakaf ……….………..

5. Macam-macam Wakaf ……….….

6. Rukun dan Syarat Wakaf ……….. 7. Tujuan dan Fungsi Wakaf ………

C. PengelolaanWakaf ………... BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN Al-MUFLIHUN

A.Lokasi Penelitian ………..……….……….... 1. Profil Yayasan Al-Muflihun...……….…...………...

a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun...…….………

b. Letak Geografis ……….………...…

2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun.………... 3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun………….………….…….……….

4. Struktur Organisasi………..….

5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan ... 6. Ruang Lingkup dan Program Kerja……..………….………….... 7. Faktor Penghambat dalam pengelolaan dan Pengembangan

Wakaf di Yayasan Al-Muflihun..………...……….…..

B. HasilPenelitian ………...………... 1. Identifikasi Nadzir dan Pemahaman Nadzir di Yayasan

Al-Muflihun………... 2. Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun... 3. Efektifitas Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun.... a. Masjid Al-Muflihun………..

b. TPA dan PAUD Al-Muflihun………...

(12)

BAB IV ANALISIS DATA

A. Analisis Penelitian... 1. Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun terhadap Hukum

Perwakafan... 2. Pengelolaan Harta Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Salatiga... BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN

70

71

72

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang mayoritas agamanya muslim, ini memiliki potensi besar dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat dan pengembangan perekonomian nasional. Salah satu contoh instrumen yang dapat dimanfaatkan adalah wakaf. Berwakaf bagi masyarakat Muslim merupakan salah satu tuntunan ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bermasyarakat dalam rangka ibadah

ijtima’iyah (ibadah sosial) melalui harta benda yang dimilikinya, yaitu dengan melepas harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan umum.

(14)

Wakaf merupakan amalan yang terkandung dalam Islam yang menghendaki agar harta wakaf itu tidak boleh hanya dipendam tanpa hasil

yang akan dinikmati oleh mauquf ‘alaih. Semakin banyak hasil harta wakaf

yang dapat dinikmati orang, akan semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak waqif. Berdasarkan hal tersebut, dari sisi hukum fiqih, pengembangan harta wakaf secara produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pengelola (nadzir)( Nasution, 2004:95).

Selain itu wakaf juga merupakan salah satu bentuk kegiatan ibadah yang sangat dianjurkan untuk dilakukan oleh kaum muslimin, karena wakaf akan selalu mengalirkan pahala bagi wakif (orang yang mewakafkan) walaupun orang yang bersangkutan sudah meninggal dunia. Dengan dianjurkannya wakaf, maka tidak sedikit orang yang mempunyai kelebihan harta bendanya kemudian menginfestasikan sebagian hartanya tersebut di jalan Allah melalui wakaf dengan berbagai macam bentuk.

Secara administratif wakaf dikelola oleh nadzir orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuannya. Contoh yang paling klasik dari wakaf adalah tanah yang mana tanah itu atau benda itu tidak boleh dijual atau dialih tangankan selain untuk kepentingan umat, yang diamanahkan oleh waqif kepada nadzir waqaf (Ali, 1988:91).

(15)

kenyataannya institusi wakaf belum maksimal dalam memberikan konstribusi terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan dari tradisi masyarakat muslim dalam pengelolaan harta wakaf yang masih bersifat konsumtif, karena belum optimalnya fungsi harta wakaf dan dalam pengelolaannya juga belum mengarah kepada pengelolaan yang bersifat produktif, persepsi dalam memahami dan menafsiri wakaf sebagaimana yang diharapkan, wakaf masih terikat dan tersekat dengan paham lama yang hampir mendominasi pemikiran masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu faktor yang menyebabkan pemahaman tersebut adalah adanya hadits yang menjadi rujukan dalam kegiatan wakaf yang diriwayatkan oleh Tarmizi dan Muslim. Dalam hadits tersebut, Nabi SAW bersabda:

“Apabila manusia meninggal dunia, maka terhentilah kesempatannya

untuk mendapatkan nilai pahala dari amalannya, kecuali tiga hal, yaitu; sedekah yang mengalirkan pahala terus menerus (wakaf), ilmu yang diajarkan dan bermanfaat bagi orang lain dan anak yang shaleh yang

mendoakan kedua orang tuanya”. (H. R Muslim)( Muslim bin al Hujjaj bin Muslim, Juz 3 halaman 73).

(16)

karena wakaf selama ini masih berada seputar di rumah ibadah, kuburan dan madrasah. Jika dilihat dari segi keagamaan, semangat ini tentunya baik, karena wakaf yang ada dimanfaatkan sebagai rumah ibadah dan dapat meningkatkan keimanan dari masyarakat. Namun, jika dilihat dari sisi ekonomis, potensi itu masih jauh dari yang diharapkan.

Pengelolaan wakaf secara produktif tidak terlepas dari media yang digunakan dalam menunaikan wakaf. Demikian juga dengan Undang-undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf, yang mengatur perwakafan baik dari aspek materi wakaf maupun pengelolaannya, dimana benda wakaf mencakup benda bergerak dan tidak bergerak, sementara pengelolaannya harus dilakukan sesuai dengan prinsip syariah secara produktif sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. Wakaf benda tidak bergerak seperti bangunan, tanah dan perkebunan. Sedangkan wakaf benda bergerak antara lain, buku/kitab, sajadah, kendaraan, dan sebagainya. Salah satu bentuk wakaf benda bergerak adalah wakaf uang.

(17)

memiliki kemampuan manajerial dan profesionalitas dalam mengelola wakaf. Jelas bahwa fungsi dan tidak berfungsinya suatu wakaf tergantung dari peran Nadzir, dimana dia berkewajiban untuk menjaga, mengembangkan dan melestarikan manfaat dari harta yang diwakafkan bagi orang-orang yang berhak menerimanya(Depag RI, 1998: 42-43).

Kota Salatiga adalah salah satu kota di wilayah Jawa Tengah yang terdapat ratusan harta wakaf dan umumnya harta wakaf tersebut berupa tanah. Sebagian besar tanah tersebut hanya diperuntukkan bagi tempat ibadah, sekolah serta sarana sosial masyarakat lainnya. Ikrar wakaf umumnya hanya bersifat lisan tanpa ada bukti tertulis sama sekali. Pelaksanaannyapun hanya berdasarkan saling percaya dan tahu sama tahu. Artinya pemberi wakaf mempercayakan sepenuhnya kepada Nadzir mengenai pengelolaannya, begitu juga pemberitahuan kepada keluarganya hanya secara lisan saja (http://depagkotasalatiga.wordpress.com, 23 Juni 2009, 7:13 am di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2013 Jam 20:30 WIB).

(18)

Atas dasar uraian diatas penulis bermaksud mengadakan penelitian dengan judul “Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan

Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun

Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan?

2. Bagaimana Pengelolaan harta wakaf yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga?

3. Apakah pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan.

(19)

3. Untuk mengetahui pemahaman Nadzir tersebut pengaruhnya terhadap efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

1. Akademis

a. Bisa memberikan sumbangan tentang perwakafan untuk bahan studi lanjutan dan bahan kajian kearah pengembangan berikutnya

b. Bisa memberikan informasi tentang pengelolaan wakaf 2. Praktis

a. Bisa memberikan pengetahuan bagi nadzir dalam mengelola wakaf kemudian dapat dikembangankan dengan pengelolaan yang lebih baik. Sehingga dapat menanggulangi permasalahan-permasalahan.

b. Bisa menambah wawasan bagi masyarakat luas tentang perwakafan. E. Penegasan Istilah

Sebelum memulai dalam penyusunan skripsi ini, perlu penulis kemukakan bahwa judul skripsi ini adalah: Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Untuk menghindari kekeliruan penafsiran dan kesalahpahaman serta pengertian yang simpang siur, maka penulis kemukakan pengertian dan penegasan judul skripsi ini sebagai berikut:

(20)

sendiri tentang pengetahuan yang pernah diterimanya (Sadiman, 1999:206).

2. Nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf (Al-Ramli, 1996:610).

3. Wakaf adalah menahan suatu benda yang menurut hukum tetap milik si wakif dalam rangka mempergunakan manfaatnya untuk kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat abu hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman (Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153).

4. Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya. (Hidayat, 1986:35). http://dansite.wordpress.com, 28 Maret 2009 di akses pada hari Rabu 15 Agustus 2013 jam 21:00 WIB.

5. Pengelolaan adalah suatu proses memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan

tertentu.(Em Zul Fajr & Ratu Aprilia Senja, 2005:444) F. Telaah Pustaka

(21)

Modern Darussalam Gontor, penelitian ini menjelaskan bahwa Gontor telah

membuktikan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang menggantungkan hidupnya pada pengelolaan aset-aset wakaf secara produktif. Kunci sukses dari perwakafan di Gontor adalah manajemen. Manajemen Wakaf di Gontor berpegang pada tiga hal, yaitu pembiayaan dalam bingkai proyek, kesejahteraannadzir,dan transparansi serta akuntabilitas publik. Dengan tiga hal ini dalam jangka waktu 82 tahun aset wakaf Gontor tumbuh berlipat-lipat. (Fanani, 2010:1 -23).

Peneliti yang lain yaitu Lukman Fauroni meneliti tentang Wakaf Untuk Produktivitas Ekonomi Umat. penelitian ini menitikberatkan pada model-model pengembangan wakaf. Peneliti berusaha memberikan pemahaman baru berkaitan dengan kekhawatiran hilangnya harta wakaf jika diinvestasikan sebagai wakaf produktif. Ada tiga alternatif untuk menginvestasikan harta wakaf agar dapat dikembangkan bagi kesejahteraan umat menurut peneliti yaitu melalui investasi bisnis yang minim resiko, melalui kerjasama kemitraan dengan lembaga yang berpengalaman, dan lembaga-lemba keuangan syariah.(Fauroni, 2010:25-38).

(22)

membeli tanah. Dalam pengelolaan wakaf ini terjadi penyimpangan, seharusnya yang mengelola harta wakaf adalah yayasan, tapi pada prakteknya pengelolaan dilakukan oleh pengasuh yang sebenarnya tidak ada pelimpahan wewenang dari yayasan kepada pengasuh.

Skripsi Siti Hanifah dengan judul Pelaksanaan Perwakafan Tanah Milik di Desa Sruwen Kec. Tengaran. Penelitian ini menjelaskan tentang banyaknya tanah wakaf yang belum bersertifikat di daerah tersebut, sejumlah 17 lokasi. Belum bersertifikat dikarenakan sikap ikhlas dalam pelaksanaan wakaf yang tidak diimbangi dengan pentingnya administrasi. Kelalaiannadzir belum memenuhi kewajiban tertib administrasi yang berkaitan dengan pengelolaan tanah wakaf untuk dilaporkan kepada kepala KUA Kec. Tengaran.

(23)

Dari telaah pustaka yang di peroleh penulis, maka permasalahan mengenai Pemahaman Nadzir Tentang Perwakafan dan Efektifitasnya Terhadap Pengelolaan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga sangat menarik untuk dikaji, dan memang belum secara khusus dibahas dalam referensi-referensi tersebut dan dari perbedaan dalam skripsi terdahulu terletak pada eksistensi petugas pencataan wakaf tentang pengelolaan wakaf tersebut. Apakah sudah memenuhi standar yang ditetapkan oleh peraturan-peraturan pencatatan benda wakaf.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi pada saat sekarang, (Nana, 1984:64) sehingga penelitian ini mempunyai ciri khas yang terletak pada tujuannya, yakni mendeskripsikan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan seluruh kegiatan, Pemilihan pendekatan kualitatif deskriptif ini karena pada penelitian ini berusaha meneliti status kelompok manusia, suatu obyek, suatu system pemikiran, atau suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

(24)

pemahaman Nadzir tersebut turut mempengaruhi efektifitas pengelolaan harta wakaf di Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, maka penelitian ini penulisan menggunakan jenis data kualitatif, yang datanya diperoleh dari hasil wawancara, respon yang berkaitan dengan masalah yang penulis kemukakan, yaitu pemahaman Nadzir tentang hukum Perwakafan dan peran nadzir tersebut efektifitasnya terhadap pengelolaan wakaf. Penelitian ini menggunakan metode deskriftif analisis, yakni berusaha menyajikan fakta-fakta yang objektif sesuai dengan kondisi dan situasi yang sebenarnya terjadi pada saat penelitian dilakukan. Pada penelitian ini penulisan menggunakan Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi (pengukuran)”(Djuanidi

Ghani,1997:11).

Dalam pendekatan kualitatif ini semua data diperoleh dalam bentuk kata-kata lisan maupun tulisan yang bersumber dari manusia. Berkaitan dengan hal tersebut, Lexy J. Moleong (2000:4-8) menyatakan Ciri-ciri pendekatan kualitatif sebagai berikut:

(25)

f. Penulisan bersifat deskriptif g. Teori dari dasar (grounded thory) h. Adanya khusus untuk keabsahan data i. Desain yang bersifat sementara

j. Hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Menurut Suryabrata (1998:19), ” Penelitian deskriptif adalah

penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (uraian, paparan) mengenai situasi kejadian-kejadian”. Sedangkan tujuan penelitian

deskriptif menurut Umar (1999:29), ” Tujuan penelitian deskriptif adalah

untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat researh dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari sesuatu gejala

tertentu”

2. Kehadiran Peneliti

Penulis terjun langsung di kantor Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama yang penulis anggap dapat memberikan gambaran tentang catatan kegiatan perwakafan. Sesuai dengan pendekatan kualitatif, maka semua fakta berupa kata-kata maupun tulisan dari sumber data manusia yang telah diamati dan dokumen yang terkait disajikan dan digambarkan apa adanya untuk selanjutnya ditelaah guna menemukan makna.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

(26)

Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama (KUA) Salatiga.

4. Sumber Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di lapangan oleh orang yang melakukan penelitian atau yang bersangkutan karena memerlukannya. Data primer ini disebut juga data asli atau data baru. Artinya, data yang diperoleh memang asli dari lapangan dan baru, bukan data yang sudah usang/lama atau yang telah diolah. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada (M.Iqbal, 2002:82).

Sumber data primer, peneliti secara khusus peroleh dari kajian langsung ke objek penelitian berupa hasil data observasi, dokumentasi, dan interview dengan petugas KUA Sidorejo dan para Nadzir yang ada di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

(27)

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data oleh penulis dengan cara, Penelitian Lapangan/ Survey, sedangkan alat yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah :

a. Observasi.

Teknik observasi adalah pengamatan data dengan mencatat secara sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1983:136). Dengan kehadiran peneliti di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan KUA Sidorejo termasuk kegiatan Observasi, karena dapat mengetahui langsung kondisi dan berbagai aktifitas mengenai kegiatan perwakafan di Area tersebut.

b. Wawancara (Interview)

Interview adalah usaha mengumpulkan informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan, untuk dijawab secara lisan pula. Atau secara sederhana interview diartikan sebagai alat pengumpul data dengan mempergunakan tanya jawab antara pencari informasi dan responden (Hadari, 2002:111).

(28)

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah pencarian data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, struktur organisasi, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan lain sebagainya (Suharsini, 2006:206)

Penulis dalam pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk catatan-catatan tentang perwakafan di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan di KUA Sidorejo yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data dapat diartikan sebagai proses yang menghubung-hubungkan, memisah-misahkan dan mengelompokkan data yang ada sehingga dapat ditarik kesimpulan yang benar.Analisis data yang digunakan adalah analisis non-statistik, yaitu menggunakan analisis deskriptif analitis, analisis yang diwujudkan bukan dalam bentuk angka melainkan dalam bentuk laporan dan uraian deskriptif.

Adapun langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian kualitatif deskriptif mengacu pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Mohammad Ali, yaitu:

(29)

Reduksi data adalah proses memilih, menyederhanakan, memfokuskan, mengabstraksikan dan mengubah data kasar ke dalam catatan lapangan.

b. Display atau sajian data

Sajian data merupakan suatu cara merangkai data dalam suatu organisasi-organisasi yang memudahkan untuk pembuatan kesimpulan dan/atau tindakan yang diusulkan (Mohammad, 1993:167).

c. Verifikasi dan/atau penyimpulan data

Adapun verifikasi data adalah penjelasan tentang makna data dalam suatu konfigurasi yang secara khas menunjukan alur kausalnya sehingga dapat diajukan proposisi-proposisi yang terkait dengannya (Kafemad, 2000:103).

Dalam menganalisi data ini, penulis menggunakan analisis data

kualitatif. Menurut Muhadjir (1996:104) mengatakan, “Analisis data

merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan lainya. Untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikanya sebagi temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut, analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya

mancari makna”.

(30)

penyajian laporan tersebut. Data yang penulis mungkin berasal dari naskah wawancara pendapat para Nadzir tentang wakaf, catatan lapangan berupa catatan kegiatan Wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga, dokumen pribadi dan sebagainya.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam penulisan, penulis menentukan sistematika penulisan dengan menguraikan setiap point nya dan akan dituangkan dalam Bab-bab sebagaimana diuraikan berikut ini : Bab I adalah Pendahuluan. Pada Bab Pendahuluan berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.

Setelah Bab I, dilanjutkan dengan Bab II yaitu Landasan Teori. Bab II berisi: yang pertama adalah Pengertian Nadzir, yang kedua Pengertian Wakaf yang meliputi Pengertian wakaf menurut Fiqih, Pengertian Wakaf menurut Undang-undang, Pengelolaan Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam, Dasar Hukum Wakaf, Macam-macam Wakaf, Rukun dan Syarat Wakaf dan Tujuan dan Fungsi Wakaf. Dan yang ketiga atau yang terkahir dari Bab II adalah membahas tentang Pengelolaan Wakaf.

(31)

Lingkup dan Program Kerja Yayasan, Faktor Penghambat dalam Pengelolaan dan pengembangan wakaf di Yayasan. Dalam Bab III juga membahas Hasil Penelitian yang berisi Identifikasi dan Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan, pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga dan efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga. Pada Bab IV membahas Analisis Data, yang pertama adalah Analisis Pemahaman Nadzir di Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga terhadap hukum perwakafan dan yang kedua adalah Analisis pemahaman Nadzir tersebut terhadap efektifitas pengelolaan harta wakaf di Yayasan Al-Muflihun Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Nadzir

Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru

yang berarti “menjaga” dan “mengurus” (Hamami, 2003: 97). Di dalam kamus Arab Indonesia disebutkan bahwa kata nadzir berarti; “yang melihat”, “pemeriksa.”( Yunus, 1973:457).

Dalam terminologi fiqh, yang dimaksud dengan nadzir adalah orang yang diserahi kekuasaan dan kewajiban untuk mengurus dan memelihara harta wakaf (Al-Ramli, 1996:610). Jadi pengertian nadzir menurut istilah adalah orang atau badan yang memegang amanat untuk memelihara dan mengurus harta wakaf dengan sebaik-baiknya sesuai dengan wujud dan tujuan harta wakaf (Ali, 1988:91).

(33)

(Harsono,1993:20). Dibentuknya nadzir dimaksudkan untuk menjamin agar tanah hak milik yang diwakafkan tetap dapat berfungsi sesuai dengan tujuan wakaf.

Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, menyebutkan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir perorangan dan nadzir badan hukum. Untuk nadzir perorangan, syarat-syaratnya adalah sebagai berikut : (1) warga Negara Indonesia; (2) beragama Islam; (3) sudah dewasa; (4) sehat jasmaniah dan rohaniah; (5) tidak berada di bawah pengampunan; (6) bertempat tinggal di kecamatan tempat tinggal tempat letaknya tanah yang diwakafkan. Sedangkan untuk nadzir badan hukum, syaratnya adalah : (1) badan hukum Indonesia, berkedudukan di Indonesia; (2) mempunyai perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan; (3) sudah disahkan oleh Menteri Kehakiman dan dimuat dalam Berita Negara; (4) jenis tujuan dan usahanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Ketentuan lebih lanjut mengenainadzir, adalah :

1. Nadzir wakaf, baik perorangan maupun badan hukum harus terdaftar pada Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat untuk mendapatkan pengesahan dari Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan yang bertindak sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Harsono, 1993:22 ).

(34)

wakif, dengan prinsip hak pengawasan ada pada wakif sendiri (Suhadi, 1985:28).

3. Jumlah nadzir untuk suatu daerah tertentu ditetapkan oleh Menteri Agama. Menurut Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978, jumlah nadzir perorangan untuk satu kecamatan adalah sama dengan jumlah desa yang terdapat dalam kecamatan bersangkutan. Di dalam setiap desa hanya ada satu nadzir kelompok perorangan. Kelompok perorangan itu terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang, salah seorang diantaranya menjadi ketua (Ali, 1988:17).

4. Masa kerja nadzir perorangan tidaklah selama-lamanya. Seorang anggota nadzir berhenti dari jabatannya apabila : (Suhadi, 1985:28) (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri; (c) dibatalkan kedudukannya sebagai nadzir oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat, karena : (1) tidak memenuhi syarat seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 dan peraturan pelaksanaannya; (2) melakukan tindak pidana kejahatan yang berhubungan dengan jabatan nadzir; (3) tidak dapat lagi melakukan kewajibannya sebagainadzir.

(35)

tanah milik yang telah diwakafkan dan perubahan penggunaannya karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti diikrarkan oleh wakif dan untuk kepentingan umum; (3) pelaksanaan kewajiban mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya tiap tahun sekali, pada akhir bulan Desember tahun yang sedang berjalan; (c) melaporkan anggotanadzir yang berhenti dari jabatannya; (d) mengusulkan kepada Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan anggota pengganti yang berhenti itu untuk disahkan keanggotannya. Sedangkan hak nadzir adalah sebagai berikut: (1) menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang besarnya tidak boleh melebihi sepuluh persen (10%) dari hasil bersih tanah wakaf; (2) menggunakan fasilitas sepanjang diperlukan dari tanah wakaf atau hasilnya yang ditetapkan olah Kepala Seksi Urusan Agama Islam setempat.

6. Dalam hukum fiqih tradisional, nadzir tidak termasuk ke dalam rukun (unsur-unsur) wakaf; setiap orang memenuhi syarat dapat saja menjadi nadzir, apabila ia ditunjuk oleh wakif. Para ahli hukum Islam berpendapat

(36)

B. Pengertian wakaf

1. Pengertian Wakaf menurut fiqih

Wakaf, secara bahasa adalah al-habs (menahan). Kata al-waqf adalah bentuk masdar dari ungkapanwaqfu al-syai’, yang berarti menahan sesuatu.

Perkataanwaqf menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia berasal dari kata kerja bahasa Arab yang berarti ragu-ragu, berhenti, meletakkan, memahami, mencegah, menahan, mengatakan, memperlihatkan, meletakkan, memperhatikan, mengabdi dan tetap berdiri (Munawwir, 1984:1683). Pengertian menghentikan ini (kalau) dihubungkan dengan ilmu baca Al-Qur’an (ilmu tajwid) adalah tata cara

menyebut huruf-hurufnya, dari mana dimulai dan di mana harus berhenti. Wakaf dalam pengertian ilmu tajwid ini mengandung makna menghentikan bacaan, baik seterusnya maupun untuk mengambil nafas sementara. Menurut aturannya seorang pembaca tidak boleh berhenti dipertengahan suku kata, harus ada pada akhir kata di penghujung ayat agar bacaannya sempurna. Pengertian wakaf dalam makna berdiam di tempat, dikaitkan dengan wuquf yakni berdiam di Arafah pada tanggal 9 Zulhijjah ketika menunaikan ibadah haji. Tanpa wukuf di Arafah tidak ada haji bagi seseorang (Ali, 1988:80).

Dalam istilah syara’ secara umum, wakaf adalah sejenis pemberian

(37)

tahbisul ashli adalah menahan barang yang diwakafkan itu agar tidak diwariskan, dijual, dihibahkan, digadaikan, disewakan dan sejenisnya. Lebih lanjut, mengenai pemanfaatan wakaf adalah menggunakannya sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan (Mughniyah, 1996:635).

Para Ulama berbeda pendapat tentang arti wakaf secara istilah (hukum). Mereka mendefinisikan wakaf dengan definisi yang beragam, sesuai dengan perbedaan mazhab yang mereka anut, baik dari segi kelaziman dan ketidaklazimannya, syarat pendekatan di dalam masalah wakaf ataupun posisi pemilik harta wakaf setelah diwakafkan. Selain itu, juga perbedaan persepsi di dalam tata cara pelaksanaan wakaf, dan apa-apa yang berkaitan dengan wakaf, seperti persyaratan serah terima secara sempurna dan sebagainya.

Ketika mendefinisikan wakaf, para ulama merujuk kepada para

Imam mazhab, seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I dan

imam-imam lainnya. Maka, yang terlintas di benak kita setelah membaca definisi-definisi yang mereka buat, seolah-olah definisi tersebut adalah kutipan dari mereka. Padahal, kenyataannya tidak demikian, karena definisi itu hanyalah karangan ahli-hali fiqh yang datang sesudah mereka.

Ada beberapa pengertian wakaf menurut para ulama: a. Menurut Abu Hanifah

(38)

kebaikan. Berdasarkan definisi itu maka pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat abu hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib sama halnya dengan pinjaman (Wahbah Al-Zuhaili ,1989: 153).

b. Menurut Imam Syafi’i

Wakaf adalah suatu ibadah yang disyaratkan. Wakaf itu berlaku sah, bilamana orang yang berwakaf telah menyatakan dengan

perkataan, “ Saya telah wakafkan (waqaftu)”, sekalipun tanpa diputus

oleh hakim (Khosyi’ah, 2010:19).

c. Menurut Jumhur

Wakaf adalah menahan suatu benda yang mungkin diambil manfaatnya (hasilnya) sedang bendanya tidak terganggu. Dengan wakaf itu hak pengguna si wakif dan orang lain menjadi terputus. Hasil benda tersebut digunakan untuk kebaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Atas dasar itu, benda tersebut lepas dari pemilikan si wakif dan menjadi hak Allah SWT. Kewenangan wakif atas harta itu hilang, bahkan ia wajib menyedekahkan sesuai dengan tujuan wakaf. d. Menurut Mazhab Maliki

(39)

mengucapkan lafadz wakaf untuk masa tertentu sesuai dengan keinginan pemilik. Dengan kata lain, pemilik harta menahan benda itu dari penggunaan secara pemilikan tetapi membolehkan pemanfaatan hasilnya untuk tujuan kebaikan, yaitu pemberian manfaat benda secara wajar sedang benda itu tetap menjadi milik si wakif. Perwakafan ini berlaku untuk suatu masa tertentu, dan karenanya tidak boleh

disyaratkan sebagai wakaf kekal (Khosyi’ah, 2010:19).

2. Pengertian Wakaf menurut Undang-undang

Menurut perundang-undangan Indonesia. Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah nomor 28 tahun 1977 pasal 1 (1) adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaan untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Peraturan Menteri Agama RI No.1 Tahun 1978 Tentang Pelaksanaan PP No.28 Tahun 1977).

Pasal 215 instruksi presiden nomor 1 tahun 1991 menyatakan:

“wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau sekelompok orang atau

badan hukum yang memisahkan sebagian dari miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat dan

keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam “ (Peraturan Dirjen

(40)

Menurut Undang-Undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf pasal 1 ayat 1: wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah (Undang-Undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf).

Saat ini di Indonesia sedang berkembang wakaf benda bergerak berupa uang, hal ini diatur dalam UU No. 41 tahun 2004 Tentang Wakaf, UU ini memberikan pengertian tentang harta benda wakaf. Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Adapun harta benda wakaf tersebut terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak. Salah satu benda bergerak yang dapat diwakafkan adalah uang, wakaf uang yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.

Dalam usaha memberikan ruang gerak kegiatan perwakafan dalam era globalisasi, maka Bank Indonesia memberikan definisi wakaf tunai

(uang) sebagai “penyerahan aset wakaf berupa uang tunai yang tidak dapat

dipindahkan dan dibekukan untuk selain kepentingan umum yang tidak

mengurangi ataupun menghilangkan jumlah pokoknya”( Siregar, 2001: 1).

(41)

Dari beberapa definisi wakaf yang telah disebutkan, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan seseorang dengan cara menahan harta bendanya dengan mengambil manfaatnya untuk kesejahteraan umum menurut syariah, Perbuatan wakaf ini adalah sebagai manifestasi kepatuhan terhadap agama karena wakaf merupakan salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.

3. Pengertian wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam

Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembaganya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (Departemen Agama RI, 1998:99).

Adanya berbagai perumusan pengertian wakaf yang dikemukakan oleh para ulama dan pakar keIslaman, menunjukkan kepada kita betapa besarnya keragaman tentang pengertian wakaf. Meskipun berbeda dalam redaksional, akan tetapi esensi dari pengertian wakaf tetaplah sama yakni wakaf adalah suatu tindakan atau penahanan terhadap harta kekayaan seseorang atau badan hukum dengan kekalnya benda tersebut untuk diambil manfaatnya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.

(42)

1) Benda yang kekal zatnya (tahan lama wujudnya), tidak lekas musnah setelah dimanfaatkan.

2) Lepas dari kekuasaan orang-orang yang berwakaf.

3) Tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, baik dengan jalan jual beli, hibah maupun dengan warisan.

4) Untuk keperluan amal kebajikan sesuai dengan ajaran Islam (Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ; Zakat dan Wakaf, Jakarta : UI Press, 1998,hlm. 84).

4. Dasar Hukum Wakaf

a. Dasar Hukum dari Al-Quran

Wakaf ialah menghentikan (menahan) perpindahan milik suatu harta yang bermanfaat dan tahan lama, sehingga manfaat harta itu dapat digunakan untuk mencari keridhaan Allah SWT. Adapun dasar yuridis wakaf dapat dilihat dalam Al-Qur’an, diantaranya dalam Surat Al Baqarah, 2: 267:

(43)

Kata berasal dari kata yang berarti memberikan sesuatu yang dimiliki kepada pihak lain. Di dalam kamus bahasa Indonesia kata

ini diartikan: “Pemberian (sumbangan) harta dan sebagainya (selain

zakat wajib) untuk kebaikan; sedekah, nafkah; menginfakkan; menyumbangkan (harta) untuk kepentingan umum (Baidan, 2001:125.).

Surat Al-Baqarah, 2: 261:

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.( Departemen Agama RI, 1994:34) (QS. Al Baqarah, 261)

Surat Ali Imron, 3: 92:

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah

mengetahuinya”. (QS. Ali Imron, 92).

(44)

b. Dasar Hukum dari Hadits

Adapun hadist yang secara umum menjelaskan wakaf yaitu:

“menceritakan kepadaku Yahya bin Ayyub, Qutaibah ( Ibnu Sa’id), dan Ibnu Hujrin mereka berkata, telah menceritakan kepada kami Isma’il ( Ibnu Ja’far ) dari al’Allak dari ayahnya, dari Abi Hurairah sesungguhnya rasulallah SAW bersabda :” Apabila manusia meninggal

dunia, maka putuslah amalnya, kecuali dari tiga perkara : shadaqah Jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shaleh yang mendoakan

orang tuanya”.(HR. Muslim)( Imam Abi al Husain).

Adapun penafsiran shadaqah jariyah dalam hadits tersebut adalah:

“Hadits tersebut dikemukakan di dalam bab wakaf, karena para ulama menafsirkan shodaqah jariyah dengan wakaf”(Direktorat

Pengembangan Zakat Dan Wakaf,2006:18)

Pada hadits di atas yang dimaksud dengan shadaqah jariyah menurut penafsiran para ulama adalah waqaf (as-San'any, 1980:167).Sebab bentuk shadaqah seperti wakaf ini pahalanya akan terus mengalir, tidak akan terputus sekalipun orangnya sudah meninggal.

(45)

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1977 Tentang

4) Perwakafan Tanah Milik (LNRI Nomor 38, 1977, TLNRI Nomor 3107).

5) Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang Perwakafan Tanah Milik.

6) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

7) Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan Undang- Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

8) Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor Dt.I.III/5/BA.03. 2/2772/2002 pada tanggal 11 Mei 2002 Tentang Wakaf Uang. Fatwa yang ditetapkan oleh MUI menyatakan bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh), nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan serta wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syari’ah

(46)

menafkahkan harta pada jalan Allah. Cara menafkahkan harta pada jalan Allah salah satunya dengan wakaf (Halim,2005:68).

5. Macam-Macam Wakaf

Ada dua macam wakaf yaitu: a. Wakaf Ahli (Wakaf keluarga)

Wakaf ahli atau wakaf keluarga ialah wakaf yang diperuntukkan khusus kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga wakif atau bukan. Karena wakaf ini adalah wakaf yang diperuntukkan bagi orang-orang khusus atau orang-orang tertentu, maka wakaf ini disebut pula dengan wakaf khusus.

Wakaf keluarga ini adalah sama dengan wakaf umum, untuk berbuat baik pada orang lain dalam rangka pelaksanaan amal kebijakan menurut ajaran Islam, namun kemudian terjadilah penyalahgunaan, di antaranya yaitu: Menjadikan wakaf keluarga itu sebagai alat untuk menghindari pembagian atau pemecahan harta kekayaan pada ahli waris yang berhak menerimanya, setelah wakif meninggal dunia dan wakaf keluarga itu dijadikan alat untuk mengelakkan tuntutan kreditur terhadap hutang-hutang yang dibuat oleh seseorang, sebelum ia mewakafkan tanahnya itu (Ali, 1988:90).

(47)

dan tidak sesuai dengan syara’. Lebih lanjut wakaf pada dasarnya untuk kebijakan umum, bukan untuk individu apalagi untuk keluarga sendiri. Hal ini memang beralasan, karena wakaf yang disebut sebagai wakaf keluarga ini terasa sangat tidak relevan dan tidak beralasan tepat. Segala tindakan atau perbuatan seseorang menggunakan barang atau hartanya untuk dirinya sendiri, itu adalah sesuatu yang wajar, tetapi tidak perlu mengatasnamakan wakaf.

b. WakafKhairi(Wakaf umum)

WakafKhairi(Wakaf umum) adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan atau kemaslahatan umum. Wakaf jenis ini jelas sifatnya sebagai lembaga keagamaan dan lembaga sosial dalam bentuk masjid, madrasah, pesantren, asrama, rumah sakit, rumah yatim-piatu, tanah pekuburan dan lain sebagainya. Wakaf khairiatau wakaf umum inilah yang paling sesuai dengan ajaran Islam dan dianjurkan pada orang yang mempunyai harta untuk melakukannya guna memperoleh pahala yang terus mengalir bagi orang yang bersangkutan kendatipun ia telah meninggal dunia, selama wakaf itu masih dapat diambil manfaatnya (Ali, 1988:91).

(48)

6. Rukun dan Syarat Wakaf

Rukun berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi, rukun biasa diartikan dengan bagian yang terpenting dari sesuatu. Adapun, dalam terminology fikih,rukun adalah suatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu, dimana ia merupakan bagian integral dari disiplin itu sendiri. Dengan kata lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu, dimana ia merupakan bagian dari sesuatu itu (al-Kabisi, 2004:87).

Dalam wakaf ada beberapa rukun yang harus dipenuhi berikut syaratnya. Adapun rukun dan syarat wakaf tersebut adalah:

a. Wakif atau orang yang mewakafkan.

Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya (Depag, 1966:3). Adapun syarat wakif sebagaimana di jelaskan dalam Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.

1) Wakif perseorangan sebagaimana di maksud dalam pasal (7) huruf (a) hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan: a) Dewasa.

b) Berakal sehat.

c) Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan.

d) Pemilik sah harta benda wakaf (Departemen Agama RI,1966:6). 2) Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf b

(49)

3) Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

Pada hakekatnya amalan wakaf adalah tindakan tabarru’

(mendermakan harta benda), karena itu syarat seorangwakif adalah cakap melakukan tindakan tabarru’. Artinya ia harus sehat akal, dalam keadaan sadar, telah mencapai umur baligh dan tidak dalam keadaan terpaksa/ dipaksa. Dan wakif adalah benar-benar pemilik harta yang diwakafkan. Oleh karena itu wakaf orang yang gila, anak-anak, dan orang terpaksa/ dipaksa tidak sah (Rofiq,1998:493).

Maksud dari kalimat “tidak dalam keadaan terpaksa/dipaksa” dapat

diartikan juga dengan orang merdeka, karena keadaan terpaksa dan dipaksa identik dengan keadaan seorang budak, atau dalam bahasa undang-undangnya tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.

b. Mauquf atau benda yang diwakafkan

(50)

1) Benda tidak bergerak, meliputi:

a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;

b) Bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas sebagaimana dimaksud pada huruf 1;

c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;

d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; e) Benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

2) Benda bergerak adalah harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:

a) Uang,

b) Logam mulia, c) Surat berharga, d) Kendaraan,

e) Hak atas kekayaan intelektual, f) Hak sewa, dan

(51)

Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milikwakifmurni. Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1) Benda harus memiliki nilai guna

Tidak sah hukumnya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan benda yang tidak berharga menurut syara', yaitu benda yang tidak boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan benda-benda haram lainnya.

2) Benda tetap atau benda bergerak

Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan Syafi’iyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama). 3) Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi

akad wakaf.

(52)

hukumnya seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.

Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap si wakif(orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf. Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.

Jumhur fuqaha berpendapat harta wakaf tidak lagi menjadi milik wakif melainkan secara hukum menjadi milik Allah atau dalam terminology sosiologis harta wakaf menjadi milik masyarakat umum. Wakif tidak boleh menariknya kembali

(Mas’adi, 2002:12.).

(53)

c. Mauquf ‘alaih atau tujuan wakaf.

Tujuan utama dari wakaf adalah diperuntukkan untuk kepentingan umum, dan untuk kebaikan mencari ridha Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Oleh karena itu tujuan wakaf tidak bisa digunakan untuk kepentingan maksiat, atau membantu, mendukung, atau yang mungkin diperuntukkan untuk kepentingan maksiat. Jadi, menyerahkan wakaf kepada seseorang yang tidak jelas identitasnya adalah tidak sah (Rofiq, 1998:496).

Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dijelaskan bahwa wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya, yakni mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukkan bagi;

1) Sarana dan kegiatan ibadah,

2) Sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan,

3) Bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa, 4) Kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau

(54)

d. Sigat atau ikrar/ pernyataan wakaf.

Ikrar wakaf adalah tindakan hukum yang bersifat deklaratif (sepihak), untuk itu tidak diperlukan adanya qobul (penerimaan) dari orang yang menikmati manfaat wakaf tersebut. Namun demikian, demi tertib hukum dan administrasi guna menghindari penyalahgunaan benda wakaf, pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang secara otentik mengatur perwakafan.

Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar di mengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari (Sari,2006:62).

Setiap pernyataan ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzirdi hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi. Adapun syarat menjadi saksi dalam ikrarwakifadalah:

1) Dewasa,

(55)

e. Nadzirwakaf atau pengelola wakaf.

Adapun persyaratan untuk menjadi seorang nadzir berdasarkan Undang-Undang No.41 Tahun 2004 pasal 10 haruslah memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Nadzirperseorangan a. Warga negara Indonesia. b. Beragama Islam.

c. Dewasa. d. Amanah.

e. Mampu secara jasmani dan rohani

f. Tidak terhalang melakukan perbuatan hukum 2) Nadzirorganisasi

a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadzirperseorangan.

b. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau keagamaan Islam.

3) Nadzirbadan hukum

a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratannadzirperseorangan

b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan

(56)

Adapun syarat-syarat nadzir menurut pasal 219 KHI adalah sebagai berikut:

1) Nadzir sebagaimana dimaksud dalam pasal 215 ayat (4) terdiri dari perorangan yang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Warga negara Indonesia.

b) Beragama Islam. c) Sudah dewasa.

d) Sehat jasmaniah dan rohaniah. e) Tidak berada pada pengampuan.

f) Bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

2) Jika berbentuk badan hukum maka nadzir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a) Badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

b) Mempunyai perwakilan di Kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya.

(57)

mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang syari’at

(Al-Munawar,2004:161). f. Jangka waktu wakaf.

Dalam buku-buku maupun Peraturan Perundangan Wakaf sebelum munculnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf tidak di cantumkan rukun wakaf mengenai adanya jangka waktu pelaksanaan wakaf, hal ini merupakan terobosan baru yang dilakukan pemerintah, mengingat manfaat wakaf pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan umat.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. Maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.

(58)

Jangka waktu wakaf sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang- Undang Wakaf No 41 Tahun 2004, yakniwakifdiperbolehkan membatasi waktu wakafnya, artinyawakif hanya mewakafkan manfaat dari benda yang diwakafkannya, dan setelah jangka waktu tersebut habis wakif diperbolehkan meminta kembali benda yang diwakafkannya.

7. Tujuan dan Fungsi Wakaf

Dalam Pasal 1 dan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 disebutkan bahwa tujuan perwakafan tanah milik adalah untuk kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam. Untuk kepentingan peribadatan berarti untuk hak-hak yang berhubungan langsung dengan Allah SWT secara vertikal, misalnya untuk masjid, mushalla atau sarana-sarana peribadatan berarti untuk kepentingan kemasyarakatan pada umumnya, misalnya untuk rumah sakit, lembaga pendidikan, perkantoran, lapangan olahraga dan sebagainya. Disebutkan pula fungsi Wakaf adalah mengekalkan manfaat benda wakif sesuai dengan tujuan wakaf (Depag RI, 1998:100).

(59)

Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 diatur mengenai tata cara perwakafan dan pendaftaran wakaf tanah milik.

C. Pengelolaan Wakaf

Pengelolaan perwakafan setelah PP No. 28 Tahun 1977 telah dilakukan oleh Departemen Agama, yaitu :

1. Mendata seluruh tanah wakaf hak milik

2. Memberikan sertifikat tanah wakaf yang belum disertifikasi dan memberikan bantuan advokasi terhadap tanah wakaf yang bermasalah.

Adapun proses sertifikasi tanah sesuai dengan PP No. 28 Tahun 1977 adalah sebagai berikut :

a. Calon wakif (orang yang akan mewakafkan) bersama saksi dan nadzir yang telah ditunjuk datang ke KUA bertemu dengan Kepala KUA setempat selaku Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf.

b. PPAIW memeriksa persyaratan wakaf dan selanjutnya mengesahkan nadzir (pengelola wakaf).

c. Wakif mengucapkan ikrar wakaf di depan saksi-saksi, untuk selanjutnya PPAIW membuat akta ikrar wakaf dan salinannya

d. PPAIW atas nama nadzir wakaf menuju ke kantor pertanahan Kabupaten/Kodia dengan membawa berkas permohonan pendaftaran tanah wakaf.

(60)

f. Kepala Kantor Pertanahan menyerahkan sertifikat tanah wakaf kepada nadzir dan selanjutnya ditujukan kepada PPAIW untuk dicatat dalam daftar akta ikrar wakaf.

Seperti yang telah kita ketahui bahwa harta benda wakaf yang telah diwakafkan berubah kedudukannya menjadi hak milik Allah SWT. Adapun pemanfaatannya digunakan untuk kepentingan umum atau menurut tujuan yang diinginkan oleh wakif. Yang perlu dipahami adalah bahwa yang dapat dimiliki oleh penerima wakaf adalah terbatas pada manfaatnya saja. Sementara benda itu sendiri tidak lagi dapat dimiliki, karena itu di dalam hadits disebutkan bahwa harta wakaf tidak bisa dihibahkan, diperjualbelikan, atau diwariskan (Rofiq, 1998:502.).

(61)

BAB III

GAMBARAN UMUM YAYASAN AL-MUFLIHUN

A. Lokasi Penelitian

1. Profil Yayasan Al-Muflihun

a. Sejarah Berdirinya Yayasan Al-Muflihun

Sebelum berdiri yayasan Al-Muflihun pada tahun 1970 M. di lingkungan RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Lor belum ada tempat ibadah, beberapa kegiatan keagamaan banyak dimotori oleh salah seorang ulama setempat yang bernama HM. Indi Sugandi untuk membuat mushala di tempat kontrakannya yang berada di lingkungan RW 10 Jetis Kelurahan Sidorejo Kota Salatiga, mulai dari situ mushala tersebut dijadikan sebagai tempat kegiatan masyarakat sekitar untuk shalat berjamaah shalat lima waktu, shalat tarawih, shalat eid, untuk TPA, dan pengajian setiap malam jumat. Kegiatan itu berlangsung kurang lebih 10 tahun.

Kemudian sekitar tahun 1980 datanglah seorang ulama yang bernama H. Imam Qoelyoebi BM, setelah kedatangannya menambah kekokohan umat Islam di lingkungan sekitar, sehingga kegiatan keagamaan semakin berkembang dan merekrut ustadz-ustadz, setelah itu kegiatan pengajian yang semula hanya bertempat di mushala Bpk. Indi Sugandi kemudian dilakukan secara bergilir dari rumah ke rumah.

(62)

Karena situasi saat itu tempat/rumah yang di jadikan sebagai sarana sudah tidak mencukupi untuk menampung kurang lebih 300 jamaah. Maka pada tahun 1992 M didirikanlah sebuah wadah atau tempat untuk menampungnya yaitu yayasan dan dinamailah yayasan tersebut

dengan nama “Al-Muflihun”. Kata tersebut di ambil dari nama sebuah

masjid yang berada di asal tempat kelahiran Bpk. Indi Sugandi yang tak lain merupakan tokoh penting dalam proses berdiri dan berkembangnya Yayasan Al-Muflihun. (wawancara pribadi dengan HM. Indi Sugandi pada tanggal 27 September 2015 jam 07.00 WIB) b. Letak Geografis

1) Letak wilayah

Berdasarkan Akta Notaris Muhammad Fauzan SH No. 5 tanggal 10 Juli 1992. yayasan Al-muflihun berada di wilayah Kecamatan Sidorejo dengan beralamat di Jalan Osamaliki 525 Jetis Barat RT 04 RW 10 Sidorejo Lor Kec. Sidorejo Kota Salatiga.

2) Topografi

Dilihat dari topografinya, di tempat berdirinya Yayasan Al-Muflihun Jetis Kelurahan Sidorejo lor Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga Kecamatan Sidorejo termasuk daerah bergelombang dan daerah miring.

3) Keadaan Iklim

(63)

curah hujan cukup tinggi. Sedangkan suhu tertinggi 31,8˚ celcius

dan suhu terendah ada pada suhu 23,89˚ celcius.

2. Visi dan Misi Yayasan Al-Muflihun

a. Visi Yayasan Al-Muflihun

“Menjadikan yayasan sebagai bagian dari komponen masyarakat yang turut serta dalam pembangunan nasional Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial dan keagamaan, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa serta berahlak mulia dan mempunyai rasa tanggung jawab terhadap masyarakat menuju

keridhoan Allah SWT dunia dan akherat”

b. Misi Yayasan Al-Muflihun

1) Meningkatkan pendidikan dan pengajaran unggulan pada semua unit pendidikan di bawah Yayasan.

2) Membangun pusat dakwah, sosial dan pendidikan yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat.

3) Meningkatkan kegiatan pengembangan Pendidikan Agama Islam dan kualitas sumber daya manusia dalam mencerdaskan kehidupan masyarakat dan bangsa.

4) Mengembangkan potensi siswa untuk menghafal, menghayati dan mengamalkan Al-Qur’an agar menjadi pribadi yang berahlakul

karimah

5) Membangun citra/kepribadian yang mencintai/bangga menjadi bangsa Indonesia dan menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya.

(64)

3. Tujuan Yayasan Al-Muflihun

a. Meningkatkan SDM dan fasilitas pendidikan, pendidikan yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang diandalkan masyarakat. b. Mengembangkan dakwah amar makruf nahi munkar di masyarakat

demi terciptanya manusia unggul, taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas, cakap, terampil dan bertanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara.

c. Meningkatkan kesadaran umat akan cinta/ bangga/ berkarakter/ berkepribadian menjadi bangsa Indonesia dengan pedoman landasan Islam.

4. Struktur Organisasi Yayasan Al-Muflihun

Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714. Struktur pengurus Yayasan Al-Muflihun saat ini adalah:

a. Ketua Umum yaitu HM. Indi Sugandi

b. Sekretaris Umum yaitu Rochmad Wibowo S.Kom dan Taqiyudin Riyadh. SH.

c. Bendahara Umum yaitu Darmadi S.Pd

d. Ketua Seksi Bidang Pendidikan yaitu Drs. Suliostio T e. Ketua Seksi Bidang Dakwah yaitu Ir. Abdul Wahid f. Ketua Seksi Bidang Sosial yaitu H. Abdul Halim g. Ketua TPA yaitu dr. Hj. Supartinah Sp. THT. h. Ketua PAUD yaitu Anik S.Pd.

(65)

5. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Al-Muflihun

a. Ketua Umum

1) Memimpin dan mengendalikan kegiatan para anggota pengurus dalam melaksanakan tugasnya, sehingga mereka tetap berada pada kedudukan atau fungsinya masing-masing;

2) Mewakili yayasan ke luar dan ke dalam

3) Melaksanakan program dan mengamankan kebijaksanaan pemerintah sesuai dengan peraturan yang berlaku;

4) Menandatangani surat-surat penting, termasuk surat atau nota pengeluaran uang/ dana/ harta kekayaan yayasan;

5) Mengatasi segala permasalahan atas pelaksanaan tugas yang dijalankan oleh para pengurus;

6) Mengevaluasi semua kegiatan yang dilaksanakan oleh para pengurus; dan

7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan seluruh tugas yayasan kepada jamaah.

b. Sekretaris

1) Mewakili ketua dan wakil ketua apabila yang bersangkutan tidak hadir atau tidak ada di tempat;

2) Memberikan pelayanan teknis dan administrative; 3) Membuat dan mendistribusikan undangan;

4) Membuat daftar hadir rapat/ pertemuan;

(66)

6) Mengerjakan seluruh pekerjaan sekretariat, yang mencakup: a) membuat surat menyurat dan pengarsipannya;

b) memelihara daftar jamaah/ guru ngaji/ majelis taklim;

c) membuat laporan yayasan (bulanan, triwulan, dan tahunan) termasuk musyawarah-musyawarah pengurus dan masjid (musyawarah jamaah);

7) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua/ wakil ketua.

c. Bendahara

1) Memegang dan memelihara harta kekayaan oragnisasi, baik berupa uang, barang-barang investaris, maupun tagihan;

2) Merencanakan dan mengusahakan masuknya dana masjid serta mengendalikan pelaksanaan Rencana Anggaran Belanja Masjid sesuai dengan ketentuan;

3) Menerima, menyimpan, dan membukukan keungan, barang, tagihan, dan surat-surat berharga;

4) Mengeluarkan uang sesuai dengan keperluan atau kebutuhan berdasarkan persetujuan ketua;

5) Menyimpan surat bukti penerimaan dan pengeluaran uang,

6) Membuat laporan keuangan rutin atau pembangunan (bulanan, triwulan, dan tahunan) atau laporan khusus; dan

(67)

d. Seksi Pendidikan Dan Dakwah

1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan pendidikan dan dakwah yang meliputi:

a) Peringatan hari besar Islam, kegiatan majelis taklim dan pengajian-pengajian;

b) Jadwal imam dan khatib Jum’at;

c) Jadwal muazin dan bilal Jum’at;

d) Shalat Idul Fitri dan Idul Adha; 2) Mengkoordinir kegiatan shalat Jum’at:

a) Mengumumkan petugas khatib, imam, muazin, dan bilal Jum’at;

b) Mengumumkan kegiatan-kegiatan yang ada hubungannya dengan unit kerja intern dan ekstern,

c) Mengendalikan kegiatan remaja masjid, ibu-ibu, dan anak-anak; d) Melaksanakan tugas khusus yang diberikan oleh ketua; dan

e) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

e. Ketua Seksi Bidang Sosial

1) Merencanakan, mengatur, dan melaksanakan kegiatan social dan kemasyarakatan yang meliputi:

a) Santunan kepada yatim piatu, janda, jompo, dan orang terlantar, b) Khitanan massal

(68)

e) Qurban/ akikah;

2) Melakukan koordinasi dengan pengurus RT/RW dan pemuka agama/ tokoh masyarakat dalam pelaksanaan tugas;

3) Melaksanakan kegiatan khusus yang diberikan oleh ketua;

4) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

6. Ruang Lingkup dan Program Kerja Yayasan Al-Muflihun

Berdasarkan Akta Notaris No. 5 tanggal 10 Juli 1992 yang beralamat di Jl. Osamaliki No. 525 Salatiga 50714 bahwa ruang lingkup dan program kerja Yayasan adalah di bidang pendidikan, sosial kemanusiaan dan keagamaan.

a. Bidang Pendidikan

1) Madrasah Diniyah atau TPA

2) Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) b. Bidang Sosial Keagamaan

Memperhatikan amanat undang-undang tersebut, maka selain kegiatan pelaksanan ibadah sholat, baik sholat lima waktu, sholat

Referensi

Dokumen terkait

P & P yang bersifat multidisiplin ini akhimya akan menyediakan kalangan pelajar yang mampu dan mahir berbahasa dengan baik tanpa menimbulkan masalah yang tidak diingini

Pada penelitian ini telah dilakukan uji coba aplikasi Sistem Pakar untuk mendeteksi Penyakit Kulit Menular kepada 20 orang user , hasil yang diperoleh dari

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini meliputi metode pengumpulan data dan metode perancangan basis data.. Secara garis besar sistem pengajaran dan

Hal ini tentunya membuat produsen lebih berusaha untuk memahami konsumennya, agar dapat memotivasi konsumen untuk tertarik terhadap produk smartphone yang

Perhitungan Kuat Tekan dengan Nilai Standar

Di samping itu, pengamatan dan analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran uang (M2) merupakan variabel kunci bagi otoritas moneter untuk menetapkan

Tujuan penelitian adalah merancang sebuah sistem filing dan e-Library secara online yang dapat menyajikan informasi tentang kasus-kasus yang sedang dikerjakan ataupun kasus

Menurut Rahmadi (2001) tugas utama Bank adalah mengumpulkan dana dari masyarakat (baik dari perorangan maupun dari organisasi) Dengan dana yang terkumpul tadi, Bank dapat