• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEKERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI THE VILLAGE PURWOKERTO - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGARUH PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA TERHADAP KINERJA PEKERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI THE VILLAGE PURWOKERTO - repository perpustakaan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2005), keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu dihubungkan dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik, dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan serta pelatihan. Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

Menurut Rivai (2004) keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Jika sebuah perusahaan melaksanakan tindakan-tindakan kesehatan dan keselamatan kerja yang efektif, maka lebih sedikit pekerja yang menderita cedera atau penyakit jangka pendek maupun panjang sebagai akibat dari pekerjaan mereka di perusahaan tersebut.

(2)

berulang-ulang, sakit punggung, sindrom carpal tunnel, penyakit-penyakit kardiovaskular, berbagai jenis kanker seperti kanker paru-paru dan leukimia.

OHSAS 1800 1: 2007 mendefinisikan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor) dan juga tamu orang lain berada di tempat kerja.

Part of the overall management system that facilitates the management of the OH&S risks associated with the business of the organization. This includes the organizational structure, planning activities, responsibilities, practices, processes and resources for developing, implementing, achieving, reviewing and maintaining the organization’s OH&S policy.(Shamsul Efendi Dismal, 2002).

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel ditempat kerja agar tidak mengalami kecelakaan ditempat kerja dengan mematuhi atau taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Dewi, 2006).

Jackson (1999) mengatakan, apabila perusaan dapat melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan dapat memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Meningkatkan produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja yang hilang. 2. Meningkatkan efisiensi dan kualitas pekerja yang lebih komitmen.

(3)

4. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.

5. Fleksibilitas dan databilitas yang lebih besar sebagai akibat dari partisipasi dan rasa kepemilikan.

6. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra perusahaan.

7. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan nya secara subtansial.

Robiana (2007), menjelaskan manfaat penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan, antara lain :

1. Pengurangan Absentisme

Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja secara serius, akan dapat menekan angka resiko kecelakaan dan penyakit kerja dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cidera atau sakit akibat kerja pun semakin berkurang.

2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan

Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar memperhatikan keselamatn dan kesehatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami cedera dan sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula kemungkinan klaim pengobatan atau kesehatan dari mereka.

3. Pengukuran Turnover Pekerja

(4)

dan memperhatikan kesejahteraan mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa bahagia dan tidak mau keluar dari pekerjaan nya.

4. Peningkatan Produktivitas

Dari hsil penelitian yang ada memberikan gambaran bahwa, baik secara individu maupun bersama-sama penerapan program keselamatan dan kesehatan kerja memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas kerja.

Menurut Mangkunegara (2001), tujuan kesehatan dan keselamatan kerja diantaranya sebagai berikut:

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

2. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

3. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

4. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

5. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

(5)

1. Strategi dan Pendekatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Untuk menentukan apakah suatu strategi efektif atau tidak, perusahaan dapat membandingkan insiden, kegawatan dan frekuensi kecelakaan sebelum dan sesudah strategi tersebut diberlakukan. Strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Schuler dan Jackson dalam Jati (2010) meliputi : 1. Pihak manajemen perlu menetapkan bentuk perlindungan bagi karyawan dalam

menghadapi kejadian kecelakaan dan penyakit kerja, misalnya terlihat keadaan finansial perusahaan, kesadaran karyawan tentang kesalamatan dan kesehatan kerja, serta tanggung jawab perusahaan dan karyawan, maka perusahaan bisa jadi memiliki tingkat perlindungan yang minimum bahkan maksimum.

2. Pihak manajemen dapat menentukan apakah peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja bersifat formal atau informal. Secara formal dimaksudkan setiap peraturan dinyatakan secara tertulis, dilaksanakan, dan dikontrol sesuai dengan aturan. Sementara secara informal dinyatakan tidak tertulis atau konvensi dan dilakukan melalui pelatihan dan kesepakatan-kesepakatan.

3. Pihak manajemen perlu proaktif dan reaktif dalam pengembangan prosedur dan rencana tentang keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Proaktif berarti pihak manajemen perlu memperbaiki terus menerus prosedur dan rencana sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan karyawan. Sementara reaktif, pihak manajemen perlu segera mengatasi keselamatan dan kesehatan kerja setelah suatu kejadian timbul.

(6)

luas. Artinya perusahaan sangat peduli dengan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan nya.

Strategi untuk meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja, menurut Schuler,(1999) seperti tabel 2.1

Tabel 2.1 Sumber dan Strategi Untuk meningkatkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Sumber 1 Strategi 1 Sumber 2 Strategi 2

Lingkungan Kerja Fisik

a.Kecelakaan Kerja

b. Penyakit Akibat Pekerjaan

1.Cacat kecelakaan tersebut

2.Rancang kembali lingkungan kerja 3.Bentuk panitia

keselamatn kerja 1.Berikan pelatihan

dan saran

2.Cacat penyakit tersebut

3.Perbaiki

lingkungan kerja 4.Komunikasi

informasi

5.Tentukan tujuan dan saran

Lingkungan Kerja Sosiopsikologis

Stess dan

Kecelakaan Kerja 1.Ciptakan program-program pengendalian stress kerja 2.Tingkatkan partisipasi

pekerja dalam pengambilan keputusan 3.Berikan

kesempatan libur

(7)

Menurut Malthis, (2012) Pendekatan terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif adalah seperti pada gambar 2.1

Sumber : Malthis, (2012)

Gambar 2.1 Pendekatan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

Proses pembangunan proyek konstruksi pada umum nya merupakan kegiatan yang banyak mengandung unsur bahaya. Tim manajemen sebagai pihak yang bertanggung jawab selama proses pembangunan berlangsung harus mendukung dan mengupayakan program-program yang dapat menjamin agar tidak terjadi atau meminimalkan kecelakaan kerja atau tindakan-tindakan pencegahan nya.

PENDEKATAN TERHADAP KESELAMATAN DAN

KESEHATAN KERJA YANG EFEKTIF

Pendekatan Organisasi

1. Mendesain pekerjaan

2. Mengembangkan dan mengimplementasikan kebijakan dan keaman kerja

3. Memanfaatkan komite keselamatan kerja 4. Mengkoordinasikan penyelidikan

kecelakaan dan penyakit kerja

Pendekatan Rekayasa Teknis

1. Mendesain lingkunagan 2. Meninjau peralatan kerja

3. Mengaplikasikan prinsip-prinsip ekonomi

Pendekatan Individual

1. Mendorong motivasi dan sikap terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja

2. Memberikan pelatihan K3 kepada karyawan

(8)

Elemen-elemen yang perlu dipertimbangkan dalam mempertimbangkan dan mengimplementasikan program keselamatan dan kesehatan kerja menurut Ervianto (2005), adalah sebagai berikut :

- Komitmen pimpinan perusahaan untuk mengembangkan program yang dilaksanakan

- Kebijakan pimpinan tentang keselamatan dan kesehatan kerja

- Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya kesehatan dan keselamatan dalam bekerja

- Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung

- Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung - Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan

- Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja

- Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja

- Pendokumentasian yang memadai dan pencatatan kecelakaan kerja secara kontinu.

2. Kecelakaan Kerja

(9)

Penyebab terjadinya kecelakaan kerja dalam proyek konstruksi, salah satunya adalah karakterdari proyek itu sendiri. Proyek konstruksi memiliki konotasi yang kurang baik jika ditinjau dari asspek kebersihan dan kerapian nya, karena padat alat, pekerja, material. Faktor lain terjadinya kecelakaan kerja adalah faktor pekerja konstruksi yang cenderung kurang mengindahkan ketentuan standar keselamatan kerja, pemilihan mode kerja yang kurang tepat, perubahan tempat kerja sehingga haruss selalu menyesuaikan diri, perselisihan antar pekerja sehingga mempengaruhi kinerjanya, perselisihan pekerja denagn tim proyek, peralatan yang digunakan dan masih banyak faktor lain.

Jumlah pekerja yang besar dalam proyek konstruksi membuat perusahaan sulit untuk menerapkan program keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif. Menurut Ervianto (2005) faktor terjadinya kecelakaan kerja dapat dibedakan menjadi :

1. Faktor pekerja itu sendiri 2. Faktor metode konstruksi 3. Peralatan

4. Manajemen

Usaha-usaha pencegahan timbulnya kecelakaan kerja perlu dilakukan sedini mungkin. Adapun tindakan yang mungkin dilakukan adalah :

1. Mengidentifikasi setiap jenis pekerjaan yang beresiko dan mengelompokan nya sesuai tingkat resiko

(10)

3. Melakukan pengawasan secara intensif terhadap pelaksanaan pekerjaan 4. Menyediakan alat pelindungan kerja selama durasi proyek

5. Melaksanakan pengaturan dilokasi konstruksi

3. Landasan Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pemerintah memberikan jaminan kepada tenaga kerja dengan menyusun Undang-Undang No 13 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja tahun 2013, merupakan bukti tentang penting nya keselamatan kerja dalam perusahaan (Kusuma, 2013)

Penerapan program K3 dalam perusahaan akan selalu terkait dengan landasan hukum penerapan program K3 itu sendiri. Landasan hukum tersebutlah yang menjadi pijakan utama dalam menafsirkan aturan dalam menentukan seperti apa ataupun bagaimana program K3 tersebut harus diterapkan. Rizky Argama yang dikutip Kusuma (2010) menjelaskan, sumber-sumber yang menjadi dasar penerapan program K3 di Indonesia adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja

2. Undang-Undang No 3 Tahun 1993 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja 3. Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program

Jaminan Sosial tenaga Kerja

4. Keputusan Presiden No 22 tahun 1993 Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja

(11)

6. Undaang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

B.Kinerja

Dalam proyek konstruksi, rasio kinerja adalah nilai yang diukur selama proses konstruksi, dapat dipisahkan menjadi biaya tenaga kerja, material, uang , metoda, dan alat. Sukses dan tidaknya proyek konstruksi tergantung pada efektifitas pengelolaan sumber daya. Sumber daya yang digunakan selama proses konstruksi adalah matriale, machines, man, method, money (Evrianto, 2005).

Suatu lingkungan kerja yang aman membuat pekerja menjadi sehat dan produktif. Faktor lingkungan kerja juga dapat meliputi hal-hal yang berhubungan dengan proyek konstruksi secara langsung seperti tekanan yang berlebihan terhadap jadwal pekerjaan, peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja yang tidak memadai, kurangnya pelatihan keselamatan kerja yang diberikan pada pekerja, kurangnya pengawaasan terhadap keselamatan kerja para pekerja.

Menurut Yuni (2012), budaya keselamatan dan kesehatan kerja dapat terbentuk dari faktor-faktor dominan, yaitu sebagai berikut :

1. Komitmen top management 2. Peraturan dan prosedur K3 3. Komunikasi

(12)

C. Tenaga Kerja Konstruksi

Tenaga kerja merupakan salah satu unsur penting dalam pelaksanaan suatu proyek karena pengaruhnya yang cukup besar terhadap biaya dan waktu penyelesaian suatu pekerjaan proyek. Namun perlu diperhatikan juga bahwa manusia merupakan sumber daya yang komplek dan sulit diprediksi sehingga diperlukan adanya usaha dan pemikiran lebih mendalam dalam pengelolaan tenaga kerja. Dalam manajemen tenaga kerja terdapat proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan:

1. Penentuan ukuran dan jumlah tenaga kerja.

2. Recruitment dan pembagian tenaga kerja kedalam kelompok kerja. 3. Komposisi tenaga kerja untuk setiap jenis pekerjaan.

4. Pengendalian jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan selama proyek berlangsung.

5. Perencanaan, penjadualan, pengarahan dan pengawasan kegiatan tenaga kerja. Dalam hal ini tenaga kerja yaitu semua orang yang terlibat dalam pelaksanaan suatu proyek, baik dari yang ahli/ profesional sampai tenaga kerja pemborong/ buruh. Penempatan tenaga kerja harus disesuaikan antara keahlian tertentu sehingga pekerjaan yang dihasilkan manjadi efisien dan efektif. Dalam pelaksanaan pekerjaan, tenaga kerja dibagi beberapa bagian sebagai berikut.

(13)

lainnya untuk menghasilkan prestasi yang baik dalam melaksanakan pekerjaan. Meliputi tenaga pelaksana yang tingkat pendidikannya sarjana, sarjana muda dan memiliki pengalaman dibidang masing-masing.

2. Mandor, dituntut untuk memiliki pengetahuan teknis dalam taraf tertentu, misalnya: dapat membaca gambar konstruksi, dapat membuat perhitungan ringan, dapat membedakan kualitas bahan bangunan yang akan digunakan, menangani pekerjaan acuan, pembesian, pengecoran, dan mengawasi pekerjaan tenaga kerja bawahannya.

3. Tenaga tukang, harus ahli dalam bidangnya berdasarkan pengalaman dan cara kerja yang sederhana. Tukang dalam proyek ’tempat penulis kerja praktek, dibagi menjadi lima bagian yaitu tukang besi (rebarman), tukang batu

(mason), tukang kayu (carpenter), tukang las, dan tukang listrik (ME). Tukang besi mengurusi segala macam kegiatan yang berhubungan degan pembesian/pemasangan tulangan, tukang batu bertugas dalam pengecoran dan pembuatan lantai kerja, tukang kayu bertugas untuk mengurusi segala macam pekerjaan yang berhubungan dengan kayu baik bekesting hingga servis lainnya.

4. Tenaga kasar, memerlukan kondisi yang kuat dan sehat untuk pengangkutan bahan, alat, dan lain – lain.

(14)

D. Tinjauan Empirik

Yuni (2012), dalam penelitian nya yang dilakukan di PT. Tunas Jaya Sanur, Bali menguji faktor-faktor yang mempengaruhi budaya keselamatan dan kesehatan kerja pada proyek konstruksi serta pengaruhnya terhadap kinerja proyek konstruksi. Pengambilan sampel pada 41 proyek konstruksi dengan menggunakan metode sloving. Hasil dari penelitian adalah kinerja perusahaan dapat ditingkatkan dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja serta menganalisa seberapa besar pengaruh faktor tersebut terhadap kinerja perusahaan.

(15)

E. Operasi Variabel

Variabel independen pada penelitian ini terdiri dari 6 variabel yaitu :

1. Variabel pertama komimen top management, Komitmen ialah sebuah keterikatan ataupun perjanjian untuk melakukan suatu yang terbaik dalam organisasi atau kelompok tertentu. Dalam hal kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja diwujudkan dengan perhatian terhadap K3 dan perhatian terhadap tindakan-tindakan bahaya yang mengancam K3. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah perusahaan memberikan prioritas utama terhadap masalah K3, perusahaan akan memberhentikan pekerja yang membahayakan, ada usaha peningkatan kinerja K3 pada periode tertentu, ada pengawasan terhadap K3, dan perusahaan memberikan pelatihan K3 terhadap para pekerja.

2. Peraturan dan prosedur K3, ialah aturan dan petunjuk yang ditetapkan dalam menjalankan manajemen K3. Hendaknya peraturan dan prosedur K3 tidaklah terlalu rumit senggga mudah untuk dipahami, mudah ditetapkan dengan benar, diberlakukan sanksi jika ada pelanggaran dan perlu adanya perbaikan secara berkala sesuai dengan kondisi proyek kontruksi. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah peraturan dan prosedur K3 sangat diperlukan, Prosedur K3 mudah ditetapkan dengan konsisten, ada sanksi terhadap pelanggaran prosedur K3, peraturan dan prosedur K3 diperbaiki secara berkala, dan peraturan prosedur K3 mudah dimengerti.

(16)

pihak manajemen dan pihak pekerja, serta komunikasi yang baik antara sesama pekerja. Untuk mengukur variabel ini digunakan indikator adalah pekerja mendapat informasi mengenai K3, pekerja puas dengan penyampaian informasi pekerjaan, pekerja mendapat informasi mengenai kecelakaan kerja yang terjadi, adanya komunkasi yang baik antara pekerja dan pihak manajerial, dan adanya komunkasi yang baik antara sesama pekerja.

4. Kompetensi pekerja, ialah kemampuan yang dimiliki pekerja, sehingga diharapkan mampu meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan kerja dan dapat membantu mengkatkan kompetensi pekerja yang lain terhadap K3. Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel ini adalah tenaga kerja mengerti tanggung jawab terhadap K3, pekerja mengerti sepenuhnya resiko dari pekerjaan nya, pekerja mampu melakukan pekerjaan dengan aman, pekerja tidak melakukan pekerjaan diluar tanggung jawabnya, dan pekerja mampu memenuhi seluruh peraturan dan porsedur K3.

(17)

6. Keterlibatan dalam K3, ialah peran pekerja dalam merumuskan perencanaan program K3 dan pekerja juga dilibatkan dalam penyampaian infofrmasi mengenai K3. Ada beberapa indikator untuk mengukur variabel ini, yaitu pekerja dilibatkan dalam perencanaan program K3, pekerja melaporkan jika terjadi kecelakaan atau situasi yang berbahaya, pekerja diminta mengingatkan pekerja lain tentang bahaya dan K3, dan pekerja dilibatkan dalam penyampaian informasi (Yuni, 2012 dalam Choeruddin, 2014).

Gambar

Tabel 2.1 Sumber dan Strategi Untuk meningkatkan Keselamatan dan
Gambar 2.1 Pendekatan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja

Referensi

Dokumen terkait

Pada hari ini Kamis tanggal dua puluh lima bulan Agustus tahun dua ribu enam belas (25-08-2016), bertempat di Ruang Rapat Departemen Logistik, Gedung Sumitro Djojohadikusumo Lantai

Sebelum penjurian, semua karya peserta yang masuk akan diperiksa oleh panitia penyelenggara pada tanggal 30-31 Agustus2016, untuk memastikan bahwa materi atau dokumen yang

Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis yang baik, seorang aparatur akan dapat membangun

I’d really like to get this job because I don’t think I have to tell you that it’s hard to pay the mortgage without a paycheck, right.. Oh, and my hobby is learning archaic

Penelitian ini telah dilakukan pada 36 responden, dukungan ekologi perkembangan sosial yang dilakukan selama tahun 2017 di TK AR Rahman Bandar Lampung adalah:

The conclusion of this research is the correlation between the students’ habit in using electronic dictionary and their ability in understanding narrative text at the 11

Bab I Pasal 1 ayat (3 ) Undang – undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Di beralamat Di Perum Damatex Pabelan No.206, Karangtebgah Kec.. persidangan

Kesesuaian dengan Tahap Perkembangan Sosial Emosional Peserta Didik. Rangkuman dan