• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI JAKARTA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI

DENGAN PROBLEMATIC INTERNET USE

PADA MAHASISWA PENGGUNA SNS DI

JAKARTA

Ahmad Gozali

Binus University Kampus Kijang, Jl. Kemanggisan Ilir III No. 45, Kemanggisan/Palmerah, JakartaBarat 11480, Telp. (62-21) 532 7630, Ghozaliahmad17@gmail.com

(Ahmad Gozali, Esther Widhi Andangsari)

ABSTRACT

The Internet has become part of daily life on undergraduate student, they are using The

Internet to support their activities, moreover The Internet also as requirement for using

Social network Site (SNS). Social Networking Site has also become the media to express

emotion of it users, but then sometimes the behavior of using SNS turns out to be

exaggerate so its user like addicted to SNS. This research would like to investigate the

relationship of Emotional Regulation (Cognitive Reappraisal and Expressive

Suppression) and Problematic The Internet Use in College student who is SNS users in

Jakarta. The research method is using Quantitative approach, that is by distributing the

Questionnaire of the two research variable and operate correlation using SPSS. The

subjects of this research were college students who were using SNS from Universities

located in Jakarta. The result of this research was the categorization from the

classification of Emotional Regulation (Cognitive Reappraisal and Expressive

Suppression) from the researches respondent and the level (high/low) of Problematic

Internet Use. Based on the result, the conclusion was there are no correlation between

Cognitive Reappraisal and PIU, but there is a positive correlation between Expressive

Suppression and PIU among undergraduate student who is SNS user in Jakarta.

Keywords:

Regulasi Emosi, Cognitive Reappraisal, Problematic Internet Use, Social

Networking Site.

(2)

ABSTRAK

Internet sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, dalam hal ini mahasiswa

menggunakan internet untuk menunjang kehidupan perkuliahan selain itu kebanyakan

mahasiswa menggunakan internet sebagai sarana penggunaan media sosial. Media

sosial juga digunakan untuk mengungkapkan emosi yang sedang dirasakan oleh

penggunanya, namun terkadang penggunaan media sosia menjadi berlebihan

seakan-akan memiliki ketergantungan dari penggunaan media sosial tersebut. Penelitian ini

ingin melihat apakah terdapat hubungan antara Regulasi Emosi (Cognitive

Reappraisal dan Expressive Suppression) dengan Problematic Internet Use pada

mahasiswa pengguna Social Networking Site (SNS) di Jakarta. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuatitatif, yaitu dengan melakukan

penyebaran data yang didapat dari alat ukur masing-masing variabel yang

dikorelasikan menggunakan SPSS. Responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa

yang masuk dalam kategori Emerging Adult dan berstatus mahasiswa serta memiliki

akun SNS di Jakarta. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah kategori-kategori

responden dengan klasifikasi strategi Regulasi Emosi yaitu Cognitive Reppraisal dan

Expresive Suppression dengan tingkat PIU tinggi dan rendah. Kesimpulan yang

didapatkan dalam penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan antara Regulasi Emosi

Cognitive Reppraisal dengan problematic Internet Use pada mahasiswa pengguna SNS,

namun terdapat hubungan antara Expressive Suppression dengan Problematic Internet

Use pada mahasiswa pengguna SNS di Jakarta.

Kata kunci

: Regulasi Emosi, Cognitive Reappraisal,Expresive Suppression,

Problematic Internet Use, Social Networking Site.

PENDAHULUAN

Penggunaan internet yang meluas adalah hasil dari berkembangnya teknologi yang semakin canggih zaman modern ini. Sebagian besar manusia di dunia menggunakan internet untuk memudahkan kehidupan mereka. Berdasarkan data yang dilaporkan oleh Internet Society melaporkan bahwa pada bulan januari 2015 pengguna internet di dunia sudah mencapai angka 3 miliar pengguna.Internet memang memberikan banyak manfaat kepada para penggunanya, salah satunya adalah terbangunnya komunikasi jarak jauh. Melalui situs jejaring sosial, para pengguna internet dapat melakukan interaksi dengan lawan bicaranya secara leluasa dan instan. Selain itu internet juga bisa menjadi sarana untuk mencari serta berbagi informasi.

Pengguna internet di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data yang dirilis oleh Kominfo pada mei 2014 pengguna internet di Indonesia mencapai 82 juta pengguna, sedangkan menurut APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) pengguna internet di Indonesia selama 2014 mencapai 88.1 juta pengguna dengan 49% pengguna berumur 18-25 tahun dengan 87.4% penggunaan internet digunakan untuk akses jejaring sosial. Rata-rata penggunaan internet sebesar lima jam setiap harinya dengan mengunakan laptop atau PC dan sekitar dua jam melalui perangkat mobile (Kominfo, 2014). Sementara itu, pengguna situs jejaring sosial melalui perangkat mobile, menurut Kominfo (dalam Kompas Tekno, 2015) adalah 75% dari total 62 juta orang, dengan rata-rata waktu tiga jam perhari.

Dari data-data diatas terlihat bahwa penggunaan internet di Indonesia cukup tinggi, lebih lanjut bedasarkan kompastekno tahun 2015 terunggap bahwa perilaku masyarakat Indonesia dalam

menggunakan internet cukup variatif dan akses ke situs jejaring sosial menempati urutan tertinggi yakni mencapai 64 % saat online. Fenomena tersebut juga dapat dilihat melalui wawancara yang dilakukan oleh peneliti mengenai perilaku mahasiswa dalam berinternet, termasuk penggunaan situs jejaring sosial

(3)

Wawancara tersebut dilakukan pada bulan februari-maret terhadap empat orang mahasiswi yang berasal dari dua universitas swasta di Jakarta dengan rentang umur 21-24 tahun. Hasil wawancara menunjukan rata- rata penggunaan internet para mahasiswi tersebut adalah 5-7 jam sehari, selain untuk menunjang kegiatan perkuliahan adalah untuk mengisi waktu dan hal ini juga sudah menjadi kebiasaan sehari- hari sehingga mereka merasakan ada keinginan yang kuat untuk selalu terhubung ke internet jika sedang ada waktu kosong. Dari wawancara tersebut juga diketahui bahwa penggunaan internet yang paling dominan adalah situs jejaring sosial. Situs ini digunakan untuk terhubung dengan teman-teman, berkomunikasi dan juga untuk mendapatkan informasi yang terjadi di sekitar penggunanya. Jejaring sosial digunakan sebagai media untuk mengisi waktu, karena subjek dari wawancara ini memiliki lebih dari satu jejaring sosial maka mereka berpindah-pindah dari satu jejaring sosial yang satu ke jejaring sosial yang lain. Selain itu jejaring sosial juga digunakan sebagai media untuk mencurahkan keluh kesah penggunanya dalam kesehariannya, seperti ketika mengalami hal yang tidak menyenangkan kemudian mencurahkan perasaannya tersebut melalui media sosial berupa verbalisasi negatif di media sosial tersebut. Terahir hasil wawancara membuktikan tingginya frekuensi dampak negatif yang dialami akibat dari penggunaan internet yang berlebihan, seperti terlalu asik dalam berselancar di situs jejaring sosial sehingga mengganggu waktu tidur dan melakukan prokrastinasi tugas-tugas kuliah.

Fenomena-fenomena tersebut mengungkapkan adanya permasalahan dalam penggunaan internet atau dalam penelitian ini disebut Problematic Internet Use (PIU). PIU menurut Davis ( 2001) adalah individu yang mengalami masalah pada kehidupan psikososial, sosial, sekolah atau kehidupan kerja yang disebabkan oleh kurangnya pengendalian dari penggunaan internet. Indikasi yang terlihat pada fenomena yang ada diatas yaitu intensitas penggunaan internet yang tinggi, adanya keinginan untuk selalu

terhubung ke internet, selain itu mereka juga merasakan dampak negatif dari pengunaan internet yang berlebihan. Hal ini sejalan dengan yang telah diungkapkan Davis bahwa PIU dapat dilihat dari penggunaan internet yang berlebihan, penggunaan berlebihan sendiri menurut Davis adalah ketika sesorang menggunakan lebih dari rata-rata penggunaan yang wajar , keinginan untuk selalu terhubung dan keinginan untuk mengunakan internet secara lebih dan lebih lagi serta yang terahir adalah adanya dampak negatif yang disakan oleh subjek wawancara akibat dari penggunaan internet yang berlebihan (Davis, 2001)

Seperti telah diungkapkan pada fenomena diatas bahwa banyak pengguna media sosial

menggunakan media tersebut sebagai salah satu cara dalam mencurahkan emosi yang sedang dirasakan. Proses tersebut dilakukan untuk mengurangi emosi atau perasaan negatif yang dirasakan oleh

penggunanya. Hal ini secara disadari atau tidak disadari merupakan strategi yang dilakukan untuk mempertahankan emosi yang seimbang. Fenomena tersebut sesuai dengan pengertian dari regulasi emosi, Regulasi emosi ialah strategi yang dilakukan secara sadar ataupun tidak sadar untuk mempertahankan, memperkuat atau mengurangi satu atau lebih aspek dari respon emosi yaitu pengalaman emosi dan perilaku. Seseorang yang memiliki regulasi emosi dapat mempertahankan atau meningkatkan emosi yang dirasakannya baik positif maupun negatif. Selain itu, seseorang juga dapat mengurangi emosinya baik positif maupun negatif (Gross, 2007).

Perilaku mencurahkan keluh kesah melalui media sosial oleh subjek wawancara dalam penelitian ini terindikasi sebagai salah satu usaha dari para individu tersebut untuk meregulasi emosi mereka. Dalam prosesnya ketika mereka menghadapi situasi yang tidak menyenangkan kemudian memilih untuk mencurahkan emosi mereka melalui media sosial merupakan salah satu tahap proses regulasi emosi yaitu

Situation Selection dan Situation Modification. Dalam penggunaannya individu kemudian fokus terhadap apa yang berlangsung dalam jejaring sosial tersebut dan terjadi perubahan kognitif yang kemudian menghasilkan verbalisasi negatif di media sosial atau perilaku berpindah-pindah dari satu jejaring sosial yag satu ke jejaring sosial yang lain.

Pengguna media sosial yang melakukan verbalisasi negatif melalui jejaring media sosial merupakan salah satu strategi regulasi emosi yaitu Expressive Suppression disebut juga dengan strategi yang maladaptif. Strategi ini memungkinkan individu untuk mengeluarkan emosi negatif tanpa

mengubahnya sehingga keberadaan emosi negatif tersebut masih ada. Penggunaan strategi regulasi emosi

Expressive Suppression ini sesuai dengan penelitian Ford dan Mauss (2015) yang mengungkapkan bahwa orang-orang Asia cenderung menggunakan Expressive Suppression untuk meregulasi emosi mereka. Selain itu individu dengan regulasi emosi yang rendah atau maladaptif memiliki kecenderungan untuk memiliki kecenderungan untuk berperilaku adiktif yang terjadi karena untuk menghindari emosi yang negatif atau untuk mendapatkan rasa lega dari tekanan emosi (Schreiber, Grant, & Odlaug, 2012). Selain itu penelti juga menemukan informasi lainnya bahwa individu dengan disregulasi emosi secara positif berasosiasi dengan individu yang memiliki tingkat obsesi dan gangguan kompulsif yang tinggi (Schreiber, Grant, & Odlaug, 2012). Hal ini sejalan dengan gejala dari PIU yaitu keinginan untuk terus

(4)

menerus terhubung dengan internet dan penggunaan internet yang berlebihan serta kompulsif (Caplan, 2002). Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan sebelumnya peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih jauh mengenai hubungan antara Problematic Internet Use (PIU) dengan regulasi emosi pada mahasiswa pengguna situs jejaring sosial dijakarta, pengambilan wilayah Jakarta karena menurut berdasarkan data yang dirilis APJII Jakarta merupakan provinsi dengan tingat penetrasi tertinggi.

Dalam penelitian ini, penulis akan fokus pada responden yang merupakan mahasiswa selain karena lingkungan mahasiswa merupakan ruang lingkup kehidupan penulis saat ini, tetapi juga

berdasarkan data APJII tahun 2014 yang telah disebutkan diatas mayoritas pengguna internet berada pada rentang umur 18-25 dan mahasiswa termasuk kedalam rentang umur tersebut. Selain itu menurut Odaci dan Celik (2013) mengungkapkan bahwa terdapat penelitian yang mengindikasikan bahwa PIU mempengaruhi mahasiswa secara langsung maupun tidak langsung dalam hal keberhasilan akademik, perkembangan emosi dan sosial mereka. Moore (dalam Morahan-Martin & Schumacher, 2000) mengungkapkan bahwa mahasiswa dianggap berisiko tinggi untuk mempunyai masalah terkait dengan internet karena akses untuk online yang mudah dan jadwal yang fleksibel dan disisi lain penulis juga melihat mayoritas mahasiswa memiliki satu atau lebih situs jejaring sosial. Peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian pada dua variabel tersebut karena dengan perkembangan internet yang pesat di Indonesia dapat memunculkan permasalahan-permasalahan pada penggunaannya serta dengan adanya situs jejaring sosial yang ada dan juga sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari para mahasiswa, yang tanpa disadari juga berpengaruh pada tingkat pengaturan emosi dalam hal ini regulasi emosi serta dengan kenyataan bahwa belum ada penelitian mengenai hubungan kedua variabel tersebut di Jakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dimulai dari mencari fenomena-fenomena problematic internet use dan regulasi emosi yang terjadi disekitar peneliti yang dilakukan dengan melakukan wawancara kepada beberapa teman mahasiswa yang dinilai memiliki permasalahan penggunaan internet. Setelah melakukan

pengamatan fenomena, langkah selanjutnya adalah melakukan tinjauan teori untuk mengumpulkan data- data dan informasi yang dapat mendukung penelitian. Setelah menemukan data-data yang mendukung untuk penelitian kemudian melakukan diskusi dengan dosen pembimbing untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai data-data yang sudah didapatkan, diskusi juga dilakukan untuk menentukan partisipan yang akan diteliti serta variabel-variabel pendukung dalam penelitian.

Setelah mendapatkan informasi baik itu dari jurnal dan buku serta berdasarkan diskusi, langkah selanjutnya peneliti mulai mencari alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini dan yang sesuai dengan teori yang digunakan dalam penelitian ini. Lalu alat ukur tersebut diadaptasi dan juga dinilai melalui expert judgment kepada dosen-dosen yang ahli dibidang tersebut, selain itu juga dilakukan face validity oleh orang-orang yang dinilai sesuai dengan karakteristik partisipan. Kemudian setelah

memastikan alat ukur sudah cocok untuk konstruk penelian, peneliti mulai melakukan Pilot Study selama 2 hari dengan target responden sebanyak minimal 50 orang. Setelah itu hasil dari Pilot Study diolah menggunakan SPSS untuk mendapatkan nilai reliabilitas dan kemudian melakukan revisi sebelum melakukan Field Study. Setelah itu penulis melakukan field study dengan subjek responden mahasiswa di Jakarta usia 18-25 tahun yang punya dan aktif menggunakan situs jejaring soial. Ketika field study sudah selesai dilakukan, peneliti kembali mengolah data yang telah didapat menggunakan SPSS dan melakukan uji hipotesis. Setelah semua data sudah diolah peneliti menyusun hasil dan kesimpulan dari penelitian yang terkumpul.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Non-probability sampling yaitu teknik pengambilan sampel ketika data-data dari populasi tidak diketahui secara lengkap sehingga tidak semua subjek dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel dalam penelitian (Gravetter & Forzano, 2012). Teknik pengambilan ini diambil karena tidak ada sumber informasi yang dapat mengkonfirmasi bahwa setiap subjek dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel dalam penelitian. Jenis dari Non-probability sampling yang dipilih untuk penelitian ini adalah convenience sampling yaitu pengambilan sampel dengan faktor kebetulan, hal ini berarti pengambilan sampel dilakukan dengan meminta subjek yang ditemui dan dinilai cocok untuk menjadi sampel dalam penelitian (Gravetter & Forzano, 2012). Desain penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dan berdasarkan tujuannya, penelitian ini menggunakan desain korelasional yang ingin melihat hubungan antara dua variabel. Untuk mengolah data, penulis

(5)

terlebih dahulu memasukan data (coding) dari kuesioner. Kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Science) versi 22, dengan analisa The Spearman Correlation, karena data yang diperoleh merupakan data interval dan distribusi data yang diperoleh tidak normal.. Data dari penelitian ini akan diambil dari mahasiswa yang masuk dalam kategori

emerging adulthood dengan rentang umur 18-25 tahun di wilayah Jakarta dan memiliki serta

menggunakan akun Social Networking Site (SNS) dengan pemkaian sehari-hari. Penelitian ini mengambil sebanyak 349 orang responden untuk pilot study dan 349 orang responden pada field study. Instrument penelitian yang digunakan untuk mengukur variabel regulasi emosi adalah emotional regulation questionnaire atau ERQ (Gross & John, 2003) dan generalize problematic internet use 2 (Caplan, 2010). ERQ mengukur dua strategi regulasi emosi yaitu expressive suppression (merubah kondisi fisiologis) dan

cognitive reappraisal (merubah pemaknaan dari situasi). Nilai cronbach’s alpha dari skala cognitive reappraisal adalah 0.72. Nilai Cronbach’s alpha pada skala expressive suppression adalah 0.56. Validitas ERQ, Face validity dilakukan kepada 3 mahasiswa universitas Bina Nusantara. Ketiga mahasiswa tersebut mengungkapkan bahwa mereka sudah cukup paham dan mengerti isi pernyataan dari alat ukur peneliti. Expert judgement kepada 2 dosen jurusan Psikologi universitas Bina Nusantara, yaitu Ibu Katarina Ira Puspita, S.Psi., M.Psi. dan Yuni Wulandari, S.Sos, M. Psi.

Terdapat 10 butir pernyataan dengan 7 pilihan jawaban berupa skala likert yang dimana jika menjawab angka 1 berarti sangat tidak setuju, angka 4 berarti netral dan angka 7 berarti sangat setuju.

Generalize problematic internet use 2 mengukur permasalahan penggunaan internet dengan 15 item dan 8 pilihan jawaban dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju. Alat ukur ini memiliki 4 dimensi yaitu,

preference for social interaction dengan nilai Cronbach’s alpha 0.857, mood regulation dengan nilai

Cronbach’s alpha 0.773, self deficiency (cognitive preoccupation dengan nilai Cronbach’s alpha 0.804 dan compulsive internet use dengan nilai Cronbach’s alpha 0.747 ) dan negative outcome dengan nilai

Cronbach’s alpha 0.737. Validitas GPIUS2 dilakukan dengan dua metode yaitu Face Validity dan Expert Judgement, Face validity dilakukan kepada 3 mahasiswa universitas Bina Nusantara. Ketiga mahasiswa tersebut mengungkapkan bahwa mereka sudah cukup paham dan mengerti isi pernyataan dari alat ukur peneliti. Expert judgement kepada 3 dosen jurusan Psikologi universitas Bina Nusantara, yaitu Ibu Pingkan Cynthia Belinda Rumondor, S.Psi., M.Psi., Ibu Esther Widhi Andangsari, M. Si., Psi. dan Bapak Bay dhowi, S.Psi., M. Si., dengan hasil Ibu Pinkan menyarankan untuk mengganti kata online dengan sosial media sedangkan Ibu Esther dan Bapak Bay Dhowi meluluskan semua item alat ukur yang diajukan

.

HASIL DAN BAHASAN

Berdasarkan hasil analisa data, penulis membuat kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan antara Regulasi Emosi (Cognitive Reappraisal) dengan PIU pada mahasiswa pengguna SNS di Jakarta. Tidak adanya hubungan antara strategi Cognitive Reappraisal dengan PIU sebenarnya dapat dimengerti mengingat Cognitive Reappraisal dispesifikasikan juga sebagai Regulasi Emosi yang adaptif, dimana strategi regulasi emosi tersebut mengenankan penggunanya untuk fokus dan sebelum mengeluarkan emosi yang dirasakan (Gross dan John,2003). Sehingga penggunanya dapat mengubah persepsi mengenai emosi tersebut dan dapat mengembalikan keadaaan emosi ke keadaan yang seimbang. Berdasarkan pengertian tersebut dapat dilihat bahwa seseorang yang menggunakan strategi Regulasi Emosi Cognitive Reappraisal tidak memiliki masalah dalam mengontrol emosi, sehingga orang-orang dengan strategi Regulasi Emosi Cognitive Reappraisal sudah berhasil meregulasi Emosi mereka sebelum menggunakan SNS dan menggunakan SNS bukan sebagai pelarian jadi orang tersebut dapat terhindar dari PIU. Selain itu menurut Ford dan Mauss (2015) stategi regulasi emosi Cognitive Reappraisal cenderung digunakan oleh orang-orang Eropa dan Amerika. Selain itu peneliti juga menemukan bahwa terdapat hubungan hubungan positif antara strategi regulasi emosi Expressive Suppression dan PIU, artinya jika Expressive Suppression tinggi maka PIU juga tinggi, begitu juga sebaliknya jika Expressive Suppression rendah maka PIU juga rendah. Dilihat dari sisi teoritis strategi Regulasi Emosi Expressive Suppression

diklasifikasikan juga sebagai strategi Regulasi Emosi yang maladaptif yang berarti dalam Expressive Suppression dimana ketika penggunanya penggunanya merasakan emosi yang negatif, penggunanya akan mengeluarkan emosi tersebut dalam hal ini melalui SNS tanpa adanya proses perubahan kognisi

mengenai emosi tersebut sehingga emosi negatif yang dirasakan masih ada dan penggunaan SNS sendiri menjadi maladaptif. Hal itu diperkuat berdasarkan data yang didapatkan pada saat menghitung perolehan skor alat ukur, terungkap bahwa dari 36 orang yang terklasifikasi menggunakan Expressive Suppression

(6)

rendah. Pada bab sebelumnya juga penulis telah mengemukakan bahwa pada penelitian sebelumnya mengungkapkan orang-orang dengan Regulasi Emosi yang rendah besar kemungkinan mengalami perilaku adiktif untuk mengurangi atau menghindar dari mood yang negatif atau bisa juga untuk mencoba mendapatkan keseimbangan emosi. Di sisi lain Regulasi Emosi yang rendah juga secara positif

berasosiasi dengan tingkat obsesi yang lebih tinggi dan perilaku kompulsif (Schreiber, Grant & Odlaug, 2012). Obsesi dan perilaku kompulsif merupakan bagian dari dimensi PIU (Caplan, 2003), maka berdasarkan penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan antara Regulasi Emosi (Expressive Suppression) dan PIU.

Selama pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa hambatan yang kemungkinan dapat mempengaruhi hasil dari penelitian. Pertama, pada awalnya teknik sampling yang direncanakan akan digunakan adalah menggunakan teknik Probability Sampling dimana peneliti dapat mengetahui pasti data populasi responden sehingga peneliti dapat mengontrol jalannya peneltian, namun pada saat melakukan penyebaran data pada responden yang merupakan mahasiswa, ternyata waktu penyebaran dilakukan pada saat yang kurang tepat karena bertepatan dengan masa libur semester genap sehingga penulis hanya bisa menyebarkan data pada mahasiswa yang ada di kampus tersebut tanpa bisa mengatur responden dan situasi sehingga responden penelitian tidak dapat benar-benar mewakili populasi. Kedua karena penulis merupakan bagian dari sebuah tim penelitian yang fokus meneliti PIU sehingga alat ukur masing-masing peneliti termasuk penulis digabung menjadi satu dan menghasilkan satu booklet alat ukur dengan jumlah item lebih dari 150 item. Walaupun hal tersebut dimaksudkan untuk mempermudah para peneliti untuk mendapatkan lebih banyak responden, namun yang kemudian penulis lihat banyak responden yang ahirnya tidak benar-benar mengerjakan dengan sungguh-sungguh bahkan penulis sendiri beberapa kali mengalami penolakan setelah memperlihatkan booklet alat ukur tersebut. Kedua hal tadi menurut dugaan penulis cukup mempengaruhi hasil dari penelitian ini sendiri.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang penulis jabarkan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa strategi regulasi emosi Cognitive Reappraisal tidak memiliki hubungan dengan

Problematic Internet Use pada mahasiswa pengguna SNS di Jakarta. Simpulan berikutnya adalah ada hubungan hubungan positif antara strategi regulasi emosi Expressive Suppression dan PIU, artinya jika

Expressive Suppression tinggi maka PIU juga tinggi, begitu juga sebaliknya jika Expressive Suppression

rendah maka PIU juga rendah.

Pada pembahasan diatas telah diungkapkan bahwa budaya memiliki pengaruh terhadap penggunaan strategi regulasi emosi, dari studi tersebut juga terungkap bahwa orang-orang Eropa dan Amerka mayoritas lebih memilih untuk menggunakan strategi regulasi emosi Cognitive Reappraisal sedangkan orang-orang Asia mayoritas lebih memilih untuk menggunakan Expressive Suppression. Dengan adanya temuan tersebut penulis sendiri merasa ada baiknya untuk mengembangkan alat ukur Regulasi Emosi yang disesuaikan dengan kultur di Indonesia yang beraneka ragam sehingga hasil dari pengukuran akan lebih maksimal.

Saran penulis berikutnya adalah penggunaan teknik sampling yang sebaiknya menggunakan

Pobability Sampling karena dapat lebih memastikan keterwakilan populasi dari sampel yang diambil dalam penelitian. teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non Probability Sampling

dengan metode Convinience Sampling, metode tersebut sendiri digunakan karena keterbatasan waktu dimana waktu penyebaran data penelitian bertepatan dengan masa libur responden yang merupakan mahasiswa, sehingga peneliti tidak dapat benar-benar mengumpulkan informasi dari populasi sehingga dapat menentukan sampel penelitian yang mewaili populasi tersebut.

Dalam penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hubungan antara strategi Regulasi Emosi

Expressive Suppression dengan PIU pada mahasiswa pengguna SNS di Jakarta , maka dari itu Saran praktis yang dapat penulis ajukan adalah, peran aktif orang tua dan sesama mahasiswa untuk saling memperingatkan jika menemuka perilaku penggunaan internet yang tidak baik, seperti menggunakan internet secara berlebihan sehingga mengganggu kehidupan penggunanya. Selain itu pada penelitian ini penulis juga menemukan responden yang menggunakan strategi regulasi emosi Expressive Suppression. Seperti diketahui pada bab sebelumnya strategi tersebut ditandai dengan menekan emosi yang dirasakan oleh penggunanya sehingga semua tersimpan didalam, maka penulis menyarankan untuk sekali lagi untuk para mahasiswa yang menemukan teman mereka menggunakan strategi tersebut untuk lebih terbuka sehingga mereka memiliki emosi yang lebih seimbang.

(7)

REFERENSI

Algina, J. (2008). Introduction to Classical & Modern Test Theory. Mason, Ohio: Cengage learning. Bint005.(2014).Penggguna Internet di Indonesia 82 juta.Kominfo.Retrieved from 28 maret 2105, from

http://kominfo.go.id/index.php/content/detail/3980/Kemkominfo%3A+Pengguna+Internet+di+Ind

onesia+Capai+82+Juta/0/berita_satker#.U9STbrIayK1

Boyd, D. M. & Ellison, N. B. (2008). Social Network Sites: Definition, History, and Scholarship.

Journal of Computer-Mediated Communication, 3, 210-213.

Caplan, S. E. (2010) Theory and Measurement of Generalized Problematic Internet Use: A Two Step Approach. Computers in Human Behavior, 26, 1089-1097.

Caplan, S.E. (2002). Problematic Internet use and psychososcial well-being: development of a theory-based cognitive-behavioral measurement instrument. Computers in Human Behavior, 18, 553-575.

Caplan, S, E. 2003. Preference for Online Social Interaction: A Theory of Problematic Internet Use and Psychosocial Well-Being. Communication Research, 20(6), 626.

Chadha, N. K. (2009). Applied Psychometry. New Delhi: SAGE. Danim, S. (2002).Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia.

Davis, R. A. (2001). A cognitive-behavioral model of pathological internet use. Computers in Human Behavior, 17, 187-195.

Davis, R. A., Flette, G. L., & Besser, A. (2002). Validation of a New Scale of Measuring Problematic Internet Use: Implications for Pre-employment Screening. CyberPsychology & Behavior,

5(4), 331-345.

Derbyshire, K. L., Lust, K. A., Schreiber, L. R. N., Odlaug, B. L., Christenson, G. A., Golden, D. J., & Grant, J. E. (2013). Problematic internet use and associated risks in a college

sample. Comprehensive Psychiatry, 54(5), 415.

Enebrink, P., Björnsdotter, A., & Ghaderi, A. (2013). The Emotion Regulation Questionnaire:

Psychometric properties and norms for Swedish parents to children aged 10-13 years. Europe’s Journal of Psychology, 9(2).

Gravetter, F. J. & Forzano, L. B. (2009). Research Methods for the Behavioral Sciences, Third edition. Belmont: Cengage Learning.

Gravetter, F.J. Wallnau, B.L. (2009). Statistics for the Behavioral Science. USA: Wadsworth Gross, J.J. (2007). Handbook of Emotion Regulation. New York: The Guillford Press. Gross, J. J. (2003). Individual Differences in Two emotions. New York: The Guillford Press

Kim, J, H. LaRose, R., & Wei Peng. 2009. Loneliness as the cause and the effect of problematic internet use: the relationship between internet use and psychological well-being. Cyberpsychology & Behavior.

Lahey, B. B.(2009). Psychology: An Introduction. New York: McGraw Hill International.

Morahan-Martin, J., & Scumacher, P. (2000) Incidence and correlates of pathological internet use among college students. Computers in Human Behavior, 16, 13-29.

Odaci, H., & Celik, C. B., (2013). Who are problematic internet users? An investigation of the correlations between problematic internet use and shyness, loneliness, narcissism, aggression and self-perception. Computers in Human Behavior, 29, 2382-2387

Pangerapan, S. A. (2015). Siaran Pers (Press Release) Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). APJII. Reatrieved 28 maret 2015, from http://www.apjii.or.id/v2/read/content/info-terkini/301/pengguna-internet-indonesia-tahun-2014-sebanyak-88.html

Pappalia, E. D., Olds, W. S., Feldman, D.R.(2007).Human Development.New York.McGraw.Hill International.

Priyatno, D. (2014). SPSS 22: Pengolahan Data Terpraktis. Yogyakarta: C.V ANDI OFFSET. Santrock, J.W.(2008).Life-span Developmnet. New. York: McGraw.Hill International.

Schreiber, L. R. N., Grant, J. E., & Odlaug, B. L. (2012). Emotion regulation and impulsivity in young adults. Journal of Psychiatric Research, 46, 651–658.

Shaffner, R.D. (2005). Social and personality development. Wadsworth Publications, Belmont, C.A. Sugiyono. (2008). Metode penelitian bisnis : (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D). Bandung:

(8)

Tavakol, M., Dennick, R. 2011. International Journal of Medical Educaion. Making Sense of Cronbach’s Alpha.

Wahyudi, R. (2015). Kominfo Ungkap Demografi Pengguna Internet Indonesia. Kompastekno. Retreaved 28 maret 2015, from

http://tekno.kompas.com/read/2015/03/13/17070027/kominfo.ungkap.demografi.pengguna.inter net.indonesia

Referensi

Dokumen terkait

KEDUDUKAN NOMBOR NAMA ATLET SEKOLAH PENCAPAIAN CATATAN EMAS 6306 M. AKRAM

Dari hasil survey lapangan yang telah dilakukan, maka didapatlah sebuah kesimpuan bahwa pada saat ini informasi yang sangat dibutuhkan oleh mahasiswa adalah tentang jadwal

Akan tetapi hasil penelitian yang berbeda (pada pengujian hipotesis 7) menunjukkan bahwa secara tidak langsung pengembangan (X2) dapat berpengaruh signifikan

1) Pengintegrasian filosofis, yakni bila tujuan fungsional mata pelajaran umum sama dengan tujuan fungsional mata pelajaran agama. Misalnya: Islam mengajarkan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jumlah pohon berpengaruh positif di mana nilai t hitung -4,305 dengan signifikasi 0,000 lebih kecil dari taraf

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap naskah kuna BAS dengan menggunakan pendekatan intertekstualitas menunjukkan keterkaitan teks yang sangat kental dengan teks hipogram

Siswa menyimak informasi dan peragaan materi tentang cara keterampilan gerak permainan bola voli (Passing bawah, passing atas, servis, smesh dan block) serta pengertian

Indikator self-efficacy berpikir krtiis yang muncul pada S, dan AE adalah merasa berminat, merasa optimis, merasa yakin, dapat meningkatkan upaya, memiliki