• Tidak ada hasil yang ditemukan

RANCANG BANGUN FURROWER TRAKTOR YANMAR TE 550 N UNTUK PEMBUAT GULUDAN PADA BUDIDAYA SAYURAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RANCANG BANGUN FURROWER TRAKTOR YANMAR TE 550 N UNTUK PEMBUAT GULUDAN PADA BUDIDAYA SAYURAN"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

RANCANG BANGUN FURROWER

TRAKTOR YANMAR TE 550 N UNTUK

PEMBUAT GULUDAN PADA BUDIDAYA SAYURAN

Oleh :

AGUNG TRI EKA RUSTAM F14051924

2009

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(2)

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

RANCANG BANGUN FURROWER

TRAKTOR YANMAR TE 550 N UNTUK

PEMBUAT GULUDAN PADA BUDIDAYA SAYURAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh :

AGUNG TRI EKA RUSTAM F14051924

Dilahirkan pada tanggal 26 Januari 1987 di Jakarta Bogor, September 2009

Menyetujui,

(Dr. Ir. Desrial, M. Eng) Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(Dr. Ir. Desrial, M. Eng) Ketua Departemen Teknik Pertanian

(3)

Agung Tri Eka Rustam. F14051924. Rancang Bangun Furrower Traktor Yanmar TE 550N Untuk Pembuat Guludan Pada Budidaya Sayuran. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Desrial, M.Eng.

RINGKASAN

Sayuran merupakan salah satu bahan makanan penting yang dibutuhkan oleh manusia. Di dalam sayuran terkandung vitamin, karbohidrat, protein, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Sebagai komoditas pertanian, sayuran memiliki prospek yang cerah baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor. Pengolahan tanah hingga pembuatan guludan untuk budidaya tanaman sayuran membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang cukup besar sedangkan selama ini kegiatan tersebut masih dilakukan secara manual dengan pencangkulan. Oleh karena itu, diperlukan alat dan mesin pertanian yang lebih baik dengan kapasitas kerja yang lebih besar, mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja, dan mengurangi biaya produksi.

Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian mengenai metode atau cara pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan traktor roda dua sebagai tenaga penggerak dan modifikasi implemen yang sudah ada dan biasa digunakan oleh petani, seperti bajak singkal, garu rotari, dan furrower, untuk memperoleh bentuk dan ukuran bedengan dan guludan serta tanah hasil olahan yang sesuai untuk penanaman sayuran.

Penelitian ini bertujuan untuk : 1) Merancang dan membuat furrower pembuat guludan pada traktor Yanmar Cultivator tipe Te 550n sehingga didapatkan bentuk dan ukuran guludan yang sesuai untuk penanaman sayuran, dan 2) Menguji furrower hasil rancangan dengan menggunakan metode pengolahan tanah yang paling baik yang didapatkan dari hasil penelitian pendahuluan.

Ukuran guludan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: lebar bawah 40 cm, lebar atas 20 cm, lebar antar guludan 20 cm, tinggi 20 cm, dan jarak antar guludan 60 cm. Ukuran guludan seperti itu baik untuk menanam sayuran kol, buncis, brokoli dan ubi jalar.

Penelitian ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap pembuatan dan tahap pengujian. Proses pembuatan dan pemasangan bagian-bagian furrower dilakukan di bengkel Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Proses pembuatan dimulai dari bulan Maret sampai bulan Mei 2009.

Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower yang sudah ada, posisinya adalah saling membelakangi dan akan dirubah posisi pisau dan sayapnya menjadi berhadapan. Dengan menggunakan furrower yang sudah ada

(4)

untuk membuat guludan diperlukan dua kali lintasan furrower. Sedangkan dengan furrower modifikasi untuk membuat guludan hanya diperlukan satu kali lintasan. Pengujian dilakukan pada bulan Juni 2009 di lahan percobaan Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pengujian furrower hasil modifikasi dilakukan dengan metode B-G-F (Bajak singkal-Garu rotari-Furrower).

Luas lahan terolah pada pembuatan guludan dengan menggunakan furrower modifikasi sebesar 96 m2 di tiga petak lahan yang mempunyai luas lahan yang sama. Guludan yang dihasilkan mempunyai ukuran: 1) lebar bawah guludan (Lg) = 41,11 cm, 2) lebar atas guludan (La) = 20,14 cm, 3) lebar antar guludan (Ls) =19,12 cm, 4) tinggi guludan (Tg) = 19,22 cm, dan 5) jarak antar guludan = 61,18 cm. Slip roda traksi rata-rata yang terjadi pada saat pengguludan adalah 72,69 %. Efisiensi pengolahan rata-rata pada saat pengguludan adalah sebesar 53 %. Dan kapasitas lapang efektif dalam pembuatan guludan adalah 906 m2/jam.

Slip yang besar pada pembuatan guludan disebabkan karena roda yang digunakan merupakan roda jenis Hexagon rotor. Roda traktor tersebut sama seperti garu rotari sehingga bidang kontak roda dengan tanah juga semakin sedikit. Akibatnya roda traktor memutar di tempat ketika furrower mengalami beban tarik yang disebabkan kontak antara sayap furrower dengan tanah. Hal ini dapat diatasi dengan mengangkat pegangan traktor ke arah atas ketika roda traktor mulai mengalami slip.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Agung Tri Eka Rustam dilahirkan di Cimanggis pada tanggal 26 Januari 1987. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Eddy dan Ibu Suhari Ningsih.

Penulis memulai pendidikannya di TK Mardi Yuana Cibinong selama dua tahun yaitu dari tahun 1991-1993. Kemudian pada tahun 1993-1999, penulis melanjutkan pendidikannya di SD Mardi Yuana Cibinong. Pada periode 1999-2002 penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP Mardi Yuana Cibinong. Lalu pada tahun 2002-2005 penulis melanjutkan jenjang pendidikannya ke SMA Negeri 3 Bogor. Penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2005 dan pada Tahun 2006 diterima di Departemen Teknik Pertanian melalui Sistem Mayor Minor.

Selama kuliah di IPB, penulis menjadi anggota di organisasi himpunan profesi mahasiswa teknik pertanian (HIMATETA), himpunan keagamaan Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK), dan himpunan profesi Persatuan Insinyur Indonesia (FAM PII). Penulis juga pernah menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Gambar Teknik periode 2007-2008 dan 2008-2009, Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknik Mesin Budidaya Pertanian periode 2008-2009, Asisten Praktikum Terpadu Mekanika dan Bahan Teknik periode 2008-2009.

Sewaktu kuliah penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2008 di Pabrik Gula Kebon Agung, Malang, Jawa Timur dengan judul Mempelajari Aspek Keteknikan Pada Budidaya Tebu dan Proses Produksi Gula di PG Kebon Agung Malang. Kemudian pada tahun 2009 penulis melaksanakan penelitian dan menyelasaikan skripsinya dengan judul Rancang Bangun Furrower Traktor Yanmar Te 550n Untuk Pembuat Guludan Pada Budidaya Sayuran.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan melakukan penelitian dengan judul “Rancang Bangun Furrower Traktor Yanmar TE 550N Untuk Pembuat Guludan Pada Budidaya Sayuran”. Penulis berharap hasil penelitian ini merupakan langkah awal untuk perkembangan proses pengolahan tanah dalam rangka peningkatan kualitas produksi pertanian khususnya budidaya sayuran.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Progam Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Desrial, M.Eng sebagai dosen pembimbing, atas bimbingan dan arahan

yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi.

2. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS dan Dr. Ir. Erizal, M.Agr sebagai dosen penguji, atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan selama pengujian skripsi.

3. Kedua orang tua dan Aren Albertine atas doa dan dukungannya.

4. Pak Parma, Pak Wana, Pak Tri, dan Pak Abas yang telah membantu dalam pembuatan alat dan pengujian alat serta kelancaran penelitian.

5. Samun, Bowo, Reza, Hadi, Sofi, Tyas, Marie, Jayadi, Kaler, Doli, dan Fandra serta seluruh rekan-rekan seperjuangan TEP”42 yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian studi.

6. Kepada semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan satu persatu atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan usulan penelitian ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritikan dan saran dari semua pihak sebagai upaya perbaikan selanjutnya, demi kelancaran dalam pelaksanaan penelitian.

Bogor, Agustus 2009 Penulis

(7)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... ix I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Budidaya Sayuran ... 6

2.2. Alat dan Mesin Pertanian Untuk Pengolahan Tanah ... 8

2.2.1. Traktor Roda Dua ... 8

2.2.2. Alat Pengolahan Tanah Pertama ... 10

2.2.3. Alat Pengolahan Tanah Kedua ... 12

2.2.4. Alat Pembuat Guludan ... 13

2.3. Sifat Fisik dan Mekanik Tanah ... 14

2.3.1. Kadar Air ... 14

2.3.2. Kerapatan Isi ... 14

2.3.3. Tekstur Tanah... 15

2.3.4. Struktur Tanah ... 15

2.3.5. Tahanan Penentrasi ... 16

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1. Pembuatan Alat ... 17

3.1.1. Waktu dan Tempat ... 17

3.1.2. Alat dan Bahan ... 17

3.1.3.Tahapan Pembuatan ... 17

3.2. Pengujian Alat ... 18

3.2.1. Waktu dan Tempat ... 18

(8)

3.2.3. Metode Pengujian... 23

3.3. Pengukuran ... 24

3.3.1. Kondisi Tanah Sebelum Pengujian ... 24

3.3.2. Kondisi Tanah Setelah Pengujian ... 26

IV. PENDEKATAN RANCANGAN ... 31

4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan ... 31

4.2. Rancangan Fungsional ... 31 4.2.1. Pisau ... 31 4.2.2. Sayap Furrower ... 31 4.2.3. Tangkai Furrower ... 32 4.2.4. Landside ... 32 4.2.5. Batang tarik ... 32 4.2.6. Siku Penguat ... 32 4.2.7. Besi Penjepit ... 32

4.2.8. Pengatur Sudut Depan ... 32

4.2.9. Besi Penggandeng ... 32

4.3. Rancangan Struktural ... 33

4.3.1. Analisis Teknik ... 33

4.3.1.1. Pisau, Sayap dan Tangkai Furrower ... 33

4.3.1.2. Pengunci ... 36

4.3.1.3. Batang tarik ... 40

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1. Pembuatan Alat ... 43

5.1. 1. Identifikasi Masalah ... 43

5.1.1.1. University Farm ... 43

5.1.1.2. Perkebunan Sayur Pastor Agato ... 44

5.1.1.3. Balai Penelitian Sayuran ... 45

5.1. 2. Rancang Bangun Furrower ... 47

5.1.2.1. Pisau ... 48

5.1.2.2. Sayap ... 48

5.1.2.3. Landside ... 49

(9)

5.1.2.5. Batang Tarik ... 50

5.1.2.6. Siku Penguat ... 50

5.1.2.7. Besi Penjepit ... 51

5.1.2.8. Batang Penghubung ... 51

5.1.2.9. Pelat Samping ... 52

5.1.2.10. Batang Pengunci dan Batang Penahan ... 53

5.1.2.11. Pin Penahan dan Baut Pengencang ... 53

5.1.2.12. Besi Penggandeng ... 54

5.2. Pengujian Kinerja Furrower ... 54

5.2. 1. Pengukuran Kapasitas Lapangan Pengolahan Tanah ... 55

5.2.1.1. Pembajakan ... 55

5.2.1.2. Penggaruan ... 56

5.2.1.3. Pengguludan ... 58

5.2. 2. Bentuk dan Ukuran Guludan ... 61

5.2. 3. Kondisi Tanah Pada Guludan ... 65

5.2.3.1. Tahanan Penetrasi Tanah ... 65

5.2.3.2. Kadar Air Tanah ... 66

5.2.3.3. Kerapatan Isi (Bulk Density) ... 67

5.2.3.4. Kedalaman Lapisan Gembur ... 68

5.2.3.5. Distribusi Agregat Tanah ... 69

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

4.1. Kesimpulan ... 70

4.2. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Produksi beberapa jenis sayuran di Indonesia ... 2

Tabel 2. Volume ekspor komoditas sayuran di Indonesia ... 2

Tabel 3. Volume impor komoditas sayuran di Indonesia ... 3

Tabel 4. Bagian - bagian furrower dan bahan yang digunakan ... 18

Tabel 5. Spesifikasi Bromo DX ... 19

Tabel 6. Spesifikasi Yanmar YZC-L ... 20

Tabel 7. Spesifikasi Traktor Cultivator Te 550 n ... 21

Tabel 8. Data hasil pembajakan pada masing-masing petak lahan ... 56

Tabel 9. Data hasil penggaruan pada masing-masing petak lahan... 57

Tabel 10. Data hasil pengguludan pada masing-masing petak lahan... 60

Tabel 11. Perbandingan ukuran guludan yang dibentuk furrower yg sudah ada dengan furrower hasil modifikasi ... 62

Tabel 12. Tahanan penetrasi tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah .. 65

Tabel 13. Kadar air tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah ... 67

Tabel 14. Kerapatan isi tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah ... 68

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagian - bagian traktor dua roda ... 9

Gambar 2. Motor bensin dan motor diesel untuk traktor dua roda ... 9

Gambar 3. Konstruksi bajak singkal ... 11

Gambar 4. Pembentukkan bidang geser yang terjadi pada tanah ... 11

Gambar 5. Traktor dua roda dengan perlengkapan bajak singkal reversible . 12 Gambar 6. Traktor dua roda dengan perlengkapan pengolah tanah rotari ... 13

Gambar 7. Furrower untuk membuat guludan ... 13

Gambar 8. Traktor Yanmar Bromo DX ... 19

Gambar 9. Traktor Yanmar YZC-L ... 21

Gambar 10. Traktor Yanmar Te 550n ... 22

Gambar 11. Skema pola pembuatan guludan dengan metode B-G-F ... 24

Gambar 12. Titik pengukuran kadar air dan kerapatan isi ... 25

Gambar 13. Titik pengukuran kadar air setelah pengujian ... 26

Gambar 14. Titik pengukuran kedalaman lapisan gembur setelah pengujian ... 28

Gambar 15. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur ... 29

Gambar 16. Skema pemotongan pisau furrower ... 29

Gambar 17. Skema pengukuran bentuk guludan ... 30

Gambar 18. Bentuk dan ukuran guludan yang diinginkan ... 33

Gambar 19. Beban tarik yang dialami tangkai furrower ... 34

Gambar 20. Beban lentur pada tangkai furrower ... 36

Gambar 21. Bentuk rancangan pengunci ... 37

Gambar 22. Beban lentur yang terjadi pada pengunci ... 38

Gambar 23. Momen yang terjadi pada pengunci ... 38

Gambar 24. Beban tarik yang terjadi pada pengunci ... 39

Gambar 25. Bentuk rancangan batang tarik ... 40

Gambar 26. Momen puntir pada batang tarik ... 42

Gambar 27. Sketsa bentuk dan ukuran guludan di University Farm ... 44

(12)

Gambar 29.Sketsa bentuk dan ukuran guludan di Pastor Agato ... 45

Gambar 30. Guludan di Pastor Agato ... 45

Gambar 31. Sketsa bentuk dan ukuran guludan di BALITSA ... 46

Gambar 32. Guludan di BALITSA ... 46

Gambar 33. Furrower yang sudah ada ... 47

Gambar 34. Furrower modifikasi ... 47

Gambar 35. Pisau furrower ... 48

Gambar 36. Sayap furrower ... 48

Gambar 37. Landside furrower ... 49

Gambar 38. Tangkai furrower... 49

Gambar 39. Batang tarik ... 50

Gambar 40. Siku penguat ... 50

Gambar 41. Besi penjepit ... 51

Gambar 42. Batang penghubung ... 51

Gambar 43. Pelat samping ... 52

Gambar 44. Batang pengunci dan batang penahan ... 53

Gambar 45. Pin penahan dan baut pengencang ... 54

Gambar 46. Besi penggandeng ... 54

Gambar 47. Kondisi lahan sebelum dilakukan pengolahan tanah ... 55

Gambar 48. Tanah hasil pembajakan menggunakan bajak singkal ... 56

Gambar 49. Kondisi tanah hasil penggaruan dengan garu rotari ... 57

Gambar 50. Bentuk dari traktor Cultivator Te 550n dengan furrower modifikasi ... 58

Gambar 51. Bentuk dari traktor Cultivator Te 550n dengan furrower yang sudah ada ... 58

Gambar 52. Tanah hasil pembuatan guludan dengan furrower modifikasi ... 59

Gambar 53. Sketsa bentuk dan ukuran guludan menggunakan furrower modifikasi ... 60

Gambar 54. Gambar aliran tanah pada saat pengangkatan dan pembalikan tanah serta pembentukan guludan oleh furrower ... 61

Gambar 55. Guludan dengan furrower modifikasi ... 62

(13)

Gambar 57. Pengukuran guludan dengan reliefmeter ... 63

Gambar 58. Grafik bentuk guludan yang dihasikan furrower modifikasi ... 63

Gambar 59. Penampang irisan sebuah guludan ... 64

Gambar 60. Penampang irisan dua buah guludan ... 64

Gambar 61. Pengukuran tahanan penetrasi dengan penetrometer ... 65

Gambar 62. Grafik tahanan penetrasi tanah sebelum dan sesudah pengolahan tanah ... 66

Gambar 63. Pengambilan tanah dengan ring sample ... 67

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Sifat-sifat mekanis standar... 75 Lampiran 2. Pengukuran kapasitas lapangan pembajakan dengan bajak singkal

pada metode B-G-F ... 76 Lampiran 3. Pengukuran kapsitas lapangan penggaruan dengan garu rotari pada

metode B-G-F ... 82 Lampiran 4. Pengukuran kapasitas lapangan pembuatan guludan dengan furrower

modifikasi pada metode B-G-F ... 88 Lampiran 5. Perhitungan kapasitas lapangan efektif total dari pengolahan tanah pada metode B-G-F ... 94 Lampiran 6. Pengukuran kedalaman lapisan gembur guludan pada metode B-G-F

menggunakan furrower modifikasi ... 95 Lampiran 7. Pengukuran tahanan penetrasi tanah sebelum dan setelah pengolahan

tanah pada metode B-G-F ... 96 Lampiran 8. Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah (bulk density) sebelum

dan setelah pengolahan tanah pada metode B-G-F ... 99 Lampiran 9. Pengukuran distribusi agregat tanah setelah pembuatan guludan pada

metode B-G-F ... 102 Lampiran 10. Gambar teknik furrower modifikasi ... 103

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sayuran merupakan salah satu bahan makanan penting yang dibutuhkan oleh manusia. Di dalam sayuran terkandung vitamin, karbohidrat, protein, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Menurut Williams et al. (1993) vitamin yang dipasok melalui sayuran adalah vitamin A dari sayuran merah kuning seperti wortel, vitamin B dari sayuran hijau tua, dan kacang-kacangan, vitamin C dari tomat, lombok, kentang dan sayuran hijau. Beberapa mineral sayuran yang penting yang dipasok oleh sayuran adalah besi, kalsium dan fosfor (Williams et al., 1993). Sayuran juga menambah ragam, rasa, warna dan tekstur makanan (Nazaruddin, 1995).

Bertahun - tahun manfaat sayuran bagi kesehatan telah diketahui. Namun para ahli kimia pangan tetap penasaran mengenai misteri di balik manfaat sayuran. Pengungkapan misteri di balik sayur-mayur beberapa tahun akhir ini memang banyak menjadi perhatian para peneliti. Fenomena-fenomena unik yang berkembang saat ini, misalnya berkaitan dengan cara penyembuhan penyakit yang diistilahkan dengan ”herbal healing”. Gerakan kembali ke alam menjadi salah satu faktor pendorong konsumsi tumbuh-tumbuhan dan sayuran sebagai sarana menuju hidup sehat dan berumur panjang. Kondisi ini secara tidak langsung menumbuhkan masyarakat baru yaitu pengkonsumsi tumbuhan dan sayuran (Suwahyono, 2002).

Pada Pelita V telah diupayakan peningkatan produksi melalui perluasan areal panen dan produktivitas hortikultura. Adapun jenis komoditas hortikultura, terutama sayuran, yang telah dipilih tersebut adalah sebagai berikut:

• Komoditas sayuran untuk mengurangi impor seperti bawang merah, bawang putih dan kentang

• Komoditas sayuran yang ditingkatkan untuk ekspor dan selama ini sudah dilaksanakan yaitu kentang, lombok, kubis dan tomat.

• Komoditas sayuran yang ditingkatkan karena memiliki potensi ekspor seperti asparagus, jamur, paprika, pete dan rebung.

(16)

Sebagai komoditas pertanian, sayuran memiliki prospek yang cerah baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk diekspor. Data produksi beberapa jenis sayuran di Indonesia pada tahun 2004 – 2006 dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan data ekspor dan impor sayuran pada tahun 2004 – 2006 disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Produksi beberapa jenis sayuran di Indonesia

Komoditi

Produksi (ton) Pertumbuhan

Produksi tahun 2005 – 2006 (%) 2004 2005 2006 Kentang 1 072 040 1 009 619 1 011 911 0.23 Kubis 1 432 814 1 292 984 1 267 745 -1.95 Cabe 1 100 514 1 058 023 1 185 059 12.01 Bawang Merah 757 399 732 609 794 929 8.51 Tomat 626 872 647 020 629 744 -2.67 Buncis 267 619 283 649 269 533 -4.98 Ketimun 477 716 552 891 598 892 8.32 Sawi 534 964 548 453 590 400 7.65 Total Produksi 6 269 938 6 125 248 6 348 213

Sumber : BPS dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2006. Tabel 2. Volume ekspor komoditas sayuran di Indonesia

Komoditi Volume Ekspor (kg)

2004 2005 2006 Kentang 16 790 767 25 693 792 97 657 771 Kubis 32 988 557 35 912 020 32 665 430 Cabe 1 879 374 5 617 739 8 004 450 Bawang Merah 4 637 264 4 259 344 15 700 666 Tomat 3 594 486 2 061 505 1 024 767 Buncis 164 977 518 343 1 357 607

(17)

Ketimun 609 866 996 164 1 161 888

Sawi 1 340 608 3 186 126 1 696 436

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008.

Tabel 3. Volume impor komoditas sayuran di Indonesia

Komoditi Volume Impor (kg)

2004 2005 2006 Kentang 21 508 547 32 232 323 32 015 767 Kubis 523 212 320 448 383 713 Cabe 7 572 448 8 090 616 11 885 501 Bawang Merah 48 927 071 53 071 439 78 462 101 Tomat 7 762 102 6 843 938 10 152 958 Buncis 3 350 567 11 381 215 9 819 141 Ketimun 92 367 283 466 173 373 Sawi 303 416 616 441 660 644

Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008

Di Indonesia, budidaya sayuran di ladang terbuka masih dilakukan secara konvensional dan tradisional dengan menggunakan tenaga manusia. Haerani (2001) menyatakan bahwa kegiatan pengolahan tanah merupakan kegiatan yang cukup berat dalam budidaya sayuran. Pengolahan tanah hingga pembuatan guludan untuk budidaya tanaman sayuran membutuhkan waktu yang lama dan tenaga yang cukup besar sedangkan selama ini kegiatan tersebut masih dilakukan secara manual dengan pencangkulan yang kapasitas kerjanya hanya 10 m2/ jam (Haerani, 2001). Tenaga kerja di bidang pertanian semakin berkurang yang berakibat pada menurunnya produksi hasil - hasil pertanian. Oleh karena itu, diperlukan alat dan mesin pertanian yang lebih baik dengan kapasitas kerja yang lebih besar, mampu meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja, dan mengurangi biaya produksi.

Soedjatmiko (1983) dalam Haerani (2001) menyatakan bahwa tenaga kerja di bidang pertanian dari waktu ke waktu terus menurun. Oleh karena itu, penggunaan mesin pertanian pada budidaya sayuran menjadi penting artinya.

(18)

Menurut Daywin et al (1993) tujuan utama dari penggunaan mesin di bidang pertanian adalah meningkatkan produktivitas kerja petani dan mengubah pekerjaan yang berat menjadi lebih ringan. Mekanisasi di bidang pertanian dapat meningkatkan kualitas hasil produksi, produktivitas tenaga kerja, dan pendapatan petani serta mengurangi biaya produksi dan pekerjaan yang membosankan (APO, 1996).

Budidaya tanaman sayuran umumnya dilakukan di dataran tinggi. Oleh karena itu, penggunaan mesin pengolah tanah harus mempertimbangkan topografi lahan yang miring, berteras, dan ukuran petakan yang relatif kecil. Traktor roda empat yang biasa digunakan di perkebunan terlalu berat/besar sehingga sulit dioperasikan di daerah miring berteras dengan luasan yang sempit. Oleh karena itu diperlukan mesin penggerak yang lebih ringan dan mudah untuk dikendalikan yang sesuai untuk kondisi lahan tersebut yaitu traktor roda dua.

Menurut Sakai et al. (1998) perkembangan teknik dalam bidang pertanian di Jepang dapat berhasil dengan baik dan cepat, dimulai dengan penggunaan alat –alat pengolahan tanah mekanis menggunakan traktor – traktor berukuran kecil. Karena setiap jenis sayuran memerlukan bentuk guludan dan kondisi tanah yang berbeda maka diperlukan alat – alat pengolah tanah yang bervariasi sesuai kebutuhan. Modifikasi pada alat dan mesin pertanian yang sudah ada perlu dilakukan agar didapatkan hasil yang sesuai dengan kebutuhan karena adanya perbedaan hasil akhir yang diinginkan dan keadaan lahan.

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian mengenai metode atau cara pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan traktor roda dua sebagai tenaga penggerak dan modifikasi implemen yang sudah ada dan biasa digunakan oleh petani, seperti bajak singkal, garu rotari, dan furrower, untuk memperoleh bentuk dan ukuran bedengan dan guludan serta tanah hasil olahan yang sesuai untuk penanaman sayuran. Efisiensi produksi khususnya pada proses prapanen diharapkan dapat meningkat dengan mengkombinasikan penggunaan alat dan mesin pertanian dengan metode pengolahan yang efisien.

(19)

Penggunaan furrower secara mekanis untuk pembuat guludan dalam budidaya sayuran sangat penting dilakukan karena dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja dan mengurangi biaya produksi.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan :

1. Merancang dan membuat furrower traktor Yanmar Cultivator tipe Te 550n untuk pembuat guludan sehingga didapatkan bentuk dan ukuran guludan yang sesuai untuk penanaman sayuran.

2. Menguji furrower hasil rancangan dengan menggunakan metode pengolahan tanah yang paling baik yang didapatkan dari hasil penelitian pendahuluan.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Sayuran

Menurut Williams et al. (1993) budidaya sayuran meliputi beberapa kegiatan yaitu pengolahan tanah, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, dan pemanenan. Budidaya sayuran di daerah tropika sangat dipengaruhi oleh ketinggian tempat. Tipe –tipe usaha tani sayuran yang berbeda dapat dijumpai di dataran rendah dan dataran tinggi.

Pengolahan tanah pada budidaya tanaman sayuran bertujuan untuk membuat kondisi tanah sesuai dengan kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sayuran serta membuat guludan atau bedengan yang sesuai sebelum dilakukan penanaman. Guludan yang baik untuk penanaman sayuran harus bebas dari gulma yang dapat mengurangi penyerapan air dan unsur-unsur hara oleh tanaman sayuran.

Di samping itu, struktur tanahnya harus gembur dan halus, cukup ringan untuk penetrasi akar namun juga kuat untuk menopang tanaman. Menurut Nazaruddin (1995) tanah yang cocok untuk penanaman sayuran adalah tanah regosol, latosol, dan andosol. Jenis tanah ini mempunyai kesuburan tinggi, cenderung bereaksi netral (pH sekitar 6-7), gembur dan bertekstur halus. Jenis tanah ini umumnya terdapat didataran tinggi.

Penanaman sayuran dianjurkan dilakukan pada bedengan atau guludan. Bedengan atau guludan dibuat bersamaan dengan pengolahan tanah. Menurut Nazaruddin (1995), bedengan berbeda dengan guludan. Bedengan lebih lebar daripada guludan. Cara membuat guludan sama dengan bedengan. Bedanya guludan dibuat hanya untuk 1-2 baris tanaman.

Williams et al. (1993) menyatakan di daerah yang mungkin mengalami kekurangan air secara berkala, pembentukan guludan lebih baik daripada bedengan yang lebar (bedengan dengan lebar satu meter atau lebih) karena akan memudahkan tanaman mencapai air.

Bentuk dan ukuran guludan setiap jenis tanaman berbeda-beda sesuai dengan sifat perakaran dari tiap tanaman. Lebar guludan penting dalam kaitan dengan penyiangan, penanaman, dan kegiatan lain yang perlu dilakukan dalam

(21)

budidaya sayuran. Panjang guludan tergantung dari ukuran lahan pertanian, jumlah jenis yang diusahakan, dan urutan penanaman yang digunakan. Lebar antara guludan bervariasi menurut tipe tanaman yang diusahakan.

Jika dilakukan pada lahan yang relatif luas, pengolahan tanah konvensional menggunakan traktor dianjurkan dengan peralatan mesin untuk membuat guludan dengan lebar yang cocok. Penyiapan guludan dengan mesin tipe kecil cocok untuk usaha tani kecil. Kedalaman olah maksimal yang dapat dicapai dengan mesin itu sekitar 15-20 cm. Pada umumnya, dianjuran tanah yang terolah halus untuk bertanam sayuran. Tetapi pengolahan tanah yang berlebihan harus dihindari karena akan menghancurkan agregat tanah dan meningkatkan kerentanan erosi (Williams et al. ,1993).

Penanaman cabai merah bisa dibedengkan atau guludan (Sastrahidayat dan Soemarno, 1991). Menurut Nazaruddin (1995), cabai merah bisa ditanam dengan baris tunggal (single row) dengan guludan atau sistem beberapa baris bedengan. Sistem baris tunggal banyak dipakai petani pada dataran tinggi karena cocok dengan tanah yang bertekstur ringan atau sedang. Sistem beberapa baris pada bedengan lebih umum digunakan petani dataran rendah karena tanahnya bertekstur liat hingga berat.

Tanaman tomat memerlukan tanah yang gembur, berpasir, subur, dan banyak mengandung humus (Nurtika dan Abidin, 1997). Cara bertanam tomat ada dua macam, yaitu sistem bedengan dengan dua baris tanaman dan sistem guludan dengan satu baris tanaman. Supriyadi dan Kusumo (1983) dalam Nurtika dan Abidin (1997) menyatakan bahwa teknik bertanam dengan menggunakan guludan adalah cara terbaik untuk bertanam tomat di musim penghujan. Lebar guludan dibuat sekitar 60 cm dengan panjang disesuaikan dengan panjang lahan yang dikehendaki sedangkan tinggi guludan sekitar 20 cm (Nurtika dan Abidin, 1997).

Tanaman waluh (labu) memerlukan cukup banyak ruang dalam pertumbuhannya. Untuk budidaya di atas tanah, Williams et al. (1993) mengatakan harus dibuat guludan-guludan berjarak kira-kira dua meter dan diusahakan sepanjang guludan disebar langsung dengan jarak tanam sekitar 60cm.

(22)

2.2 Alat Dan Mesin Pertanian Untuk Pengolahan Tanah

Pengolahan tanah adalah semua pekerjaan pendahuluan sebelum tanam untuk membuat tanah dalam keadaan sebaik-baiknya guna pertumbuhan perakaran sampai dengan keadaan siap ditanami (Djojosoewardhono dan Sardjono, 1986 dalam Mundojo, 1989). Kepner et al. (1972) dalam Daywin et al. (1993) menyatakan tujuan pengolahan tanah adalah sebagai berikut :

1.Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau tempat tumbuh benih. Tanah yang padat diolah sampai gembur sehingga mempercepat infiltrasi air, berkemampuan baik menahan curah hujan, memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar.

2.Peningkatan kecepatan infiltrasi akan menurunkan run off dan mengurangi bahaya erosi.

3.Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu.

4.Membenamkan tumbuh-tumbuhan atau sampah-sampah yang ada di atas tanah ke dalam tanah, sehingga menambah kesuburan tanah.

5.Membunuh serangga, larva, atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat tinggal dan terik matahari.

Menurut Koga (1988), traktor yang biasa digunakan di lahan pertanian yaitu traktor roda empat dan traktor tangan (traktor roda dua). Klasifikasi traktor biasanya didasarkan pada tujuan penggunaannya. Penggunaan traktor di lahan biasanya disesuaikan dengan luas lahan, jenis tanaman, dan jenis lahan. Daya traktor yang digunakan biasanya berkisar antara 12 sampai 80 hp.

2.2.1 Traktor Roda Dua

Traktor roda dua mempunyai banyak nama, seperti traktor berporos tunggal, traktor tangan, traktor kebun, traktor jalan, traktor pejalan kaki, dsb. Traktor roda dua merupakan sumber tenaga tarik mekanis yang dikendalikan dengan tangan. Walaupun produktivitas kerja traktor roda dua lebih rendah dari pada traktor roda empat, tetapi masih lebih tinggi dibanding produktivitas tenaga ternak, dan petani dapat menikmati kecepatan dan ketepatan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan pertanian dan menggunakan sumber tenaga motor diesel silinder tunggal

(23)

horisontal dengan kisaran tenaga antara 5 kW hingga 12 kW (Liljedahl et al., 1989).

Traktor dua roda, seperti terlihat pada Gambar 1, terdiri dari komponen – komponen sebagai berikut : 1) motor, 2) dudukan motor dengan titik gandeng depan, 3) gear box termasuk kopling utama dan titik gandeng belakang, 4) kemudi dengan beberapa tuas kontrol, dan 5) roda.

Gambar 1. Bagian – bagian traktor dua roda (Sakai et al., 1998) Motor sebagai tenaga penggerak traktor dapat berupa motor bensin atau motor diesel. Traktor yang menggunakan motor bakar bensin relatif lebih ringan dibandingkan traktor dengan menggunakan motor diesel. Bentuk motor bensin dan motor Diesel dapat dilihat pada Gambar 2. Mekanisme penyaluran tenaga terdiri dari kopling utama pada poros masukan, mekanisme poros PTO, mekanisme perpindahan gigi, dan rem parkir.

Motor Bensin Motor Diesel

Gambar 2. Motor bensin dan motor diesel untuk traktor dua roda (http://www.whnet.com)

(24)

Traktor roda dua mempunyai mekanisme penggandengan di bagian belakang traktor dan kadang-kadang ada tambahan titik gandeng di depan traktor. Kedua titik gandeng tersebut biasanya mempunyai dimensi yang sama. Dimensi dan spesifikasi dari titik gandeng dan pin gandeng mungkin dibuat menurut standar dari masing-masing negara produsen (Sakai et al. , 1998).

2.2.2 Alat Pengolahan Tanah Pertama

Alat pengolahan tanah pertama adalah alat-alat yang pertama kali digunakan untuk pengolahan tanah suatu lahan pertanian, yaitu untuk memotong, memecah, dan membalik tanah. Alat-alat yang biasa digunakan untuk pengolahan tanah pertama adalah a) bajak singkal (mouldboard plow), b) bajak piring (disc plow), c) bajak chisel (chisel plow), d) bajak subsoil (subsoiler), dan e) bajak raksasa (giant plow).

Bajak singkal merupakan implemen pengolah tanah yang paling banyak digunakan dan mempunyai sejarah yang panjang. Menurut Daywin et al. (1993), bajak singkal dapat digunakan untuk bermacam-macam jenis tanah dan sangat baik untuk membalik tanah. Kedalaman olah bajak singkal berkisar antara 15.2-91.4 cm (Smith dan Wilkes, 1990) dengan lebar pembajakan antara 18-46 tergantung daya traktor dan tahanan tanah (Koga, 1988).

Bajak singkal mempunyai bagian-bagian utama, yaitu 1) pisau (share) untuk memotong, 2) singkal (moulboard) untuk membalik tanah dan membuat furrow, dan 3) penahan samping (landside) untuk menahan gaya dorong dari singkal ketika membalik tanah. Ketiga bagian utama tersebut diikat pada bagian yang disebut frog dan dihubungkan dengan rangka (frame) melalui batang penarik (beam), seperti terlihat pada Gambar 3. Bagian pisau memotong tanah, kemudian meneruskannya ke bagian singkal.

(25)

Gambar 3. Konstruksi bajak singkal (Srivastava et al., 1994) Kemudian singkal mengangkat, membalikkan dan memecah tanah. Penghancuran bongkahan tanah terjadi pada saat tanah terangkat pada bidang miring singkal di mana terjadi geseran seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pembentukkan bidang – bidang geser yang terjadi pada tanah (Kepner et al., 1972)

Pada saat ini telah dikembangkan bajak singkal reversible (bajak singkal bolak – balik) yang didesain untuk membalik tanah baik ke arah kanan maupun ke arah kiri, seperti terlihat pada Gambar 5. Davies et al (1993) mengatakan keuntungan dari bajak singkal reversible adalah tanah hasil pembajakan relatif lebih rata karena arah pembalikkan tanah dapat dibuat satu arah. Namun bajak singkal tipe ini dapat mengurangi laju kerja pembajakan karena karena operator harus selalu merubah arah pembalikkan tanah setiap kali ganti lintasan. Tuas pembalik arah (turn wrest-lever) bajak Jepang ini terletak di belakang batang kendali bajak untuk membalikkan arah pembalikkan potongan tanah. Kegunaanya adalah memutar pisau dan singkal bajak mengitari poros longitudinal, ke arah kiri atau kanan (Sakai et al, 1998).

(26)

Gambar 5. Traktor dua roda dengan perlengkapan bajak singkal reversible (Koga, 1988)

2.2.3 Alat Pengolahan Tanah Kedua

Menurut Smith dan Wilkes (1990), istilah pengolahan tanah kedua berarti pengadukan tanah sampai kedalaman yang komparatif tidak terlalu dalam. Alat – alat yang digunakan untuk pengolahan tanah sekunder adalah garu, penggembur, pemulsa, dan pemberaan. Salah satu jenis garu yang sering digunakan adalah garu rotari.

Garu rotari merupakan garu yang berupa pisau – pisau yang dipasang pada suatu poros yang berputar karena digerakkan oleh suatu motor (Daywin et al,1993). Kedalaman garu rotari berkisar antara 10 – 25 cm dan mempunyai kelebihan untuk membajak dan menggaru pada waktu yang bersamaan (Koga, 1988).

Rotari merupakan mesin yang efisien karena dapat melakukan pengolahan tanah, pemecahan tanah dan perataan tanah dalam satu proses. Sumber tenaga putar rotari didapatkan dari putaran power take off (PTO) traktor dua roda seperti Gambar 6 (Koga, 1988).

Kegunaan dari penggunaan rotari adalah :

a. Pengolahan tanah dan penghancuran bongkahan dilakukan berurutan. b. Tanah tidak berpindah, bila menggunakan rotari.

c. Pencampuran pupuk bisa lebih seragam dengan tanah. d. Biaya pengolahan menjadi lebih murah.

(27)

Gambar 6. Traktor dua roda dengan perlengkapan pengolah tanah rotari (Koga, 1988)

2.2.4 Alat Pembuat Guludan

Smith dan Wilkes (1990) mengatakan bahwa alat pembuat guludan pada prinsipnya adalah alat perata tanah dan pencetak yang dapat membentuk permukaan tanah dengan tanah yang rata. Sementara itu, menurut Wilkes dan Habgood (1968) yang dikutip oleh Smith dan Wilkes (1990), prinsip kerja alat pembuat guludan adalah mengumpulkan tanah dari tempat – tempat yang tinggi sepanjang sisi samping dan sisi guludan atas yang dibuat. Tanah yang terkumpul kemudian diletakkan di bagian – bagian rendah sepanjang alur sehingga akan terbentuk guludan dengan profil yang seragam di seluruh lapangan. Alat pembuat guludan biasa disebut dengan furrower atau ridger yang dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Furrower untuk membuat guludan (http://www. getearthquake.com)

Menurut Boers (2003) fungsi dari furrower adalah membuat alur, menutup benih, dan membuat alur untuk irigasi. Furrower digunakan

(28)

terutama di daerah tropis dan subtropis karena banyak tanaman pangan yang tumbuh di daerah tersebut seperti kapas, jagung, sorgum, kentang, tebu, sayuran dan lain –lain yang dibudidayakan dalam suatu alur baris tanaman. Kelebihan dari furrower, yaitu dapat digunakan untuk satu atau lebih dari satu alur baris, dapat menggunakan hewan maupun traktor sebagai tenaga penarik, dapat dikombinasikan dengan implemen lain, dan dapat digunakan sebagai alat penyiang.

Adapun bagian – bagian dari furrower beserta fungsinya, yaitu:

a. Mata bajak yang berfungsi sebagai ujung tombak dari bajak yang memulai menembus tanah.

b. Pisau bajak yang berfungsi untuk membelah dan memotong tanah. c. Singkal majemuk yang berfungsi untuk mengangkat dan membalik

tanah ke kanan dan ke kiri.

d. Rangka batang penarik yang berfungsi sebagai tempat menempelnya bajak dan berhubungan dengan kerangka utama.

2.3 Sifat Fisik dan Mekanik Tanah

2.3.1 Kadar Air

Air terdapat di dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keaadan drainase yang kurang baik (Hardjowigeno, 1987). Menurut Das (1993), kadar air tanah didefinisikan sebagai perbandingan antara berat cair dan berat butiran padat dari volume tanah yang diteliti.

2.3.2 Kerapatan Isi (Bulk Density)

Menurut Hardjowigeno (1987), kerapatan isi merupakan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori – pori tanah. Kerapatan isi merupakan petunjuk kepadatan tanah. Semakin padat suatu tanah maka kerapatan isi semakin tinggi yang berarti semakin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman.

Menurut Fitzpatrick (1986), tanah berpasir mempunyai kerapatan isi lebih kecil dibandingkan tanah liat meskipun kerapatan partikel kedua

(29)

tanah tersebut sama. Menurut Islami dan Utomo (1995), kerapatan isi tanah pertanian bervariasi dari 1 g/cm 3 - 1.6 g/cm 3. Beberapa jenis tanah mempunyai kerapatan isi kurang dari 0.85 g/cm 3 (Hardjowigeno, 1987). 2.3.3 Tekstur Tanah

Tekstur tanah, menurut Hardjowigeno (1987) merupakan kasar halusnya tanah berdasarkan perbandingan banyaknya butir – butir pasir, debu, dan liat. Menurut Hardiyatmo (1992), tekstur tanah adalah perbandingan relatif antara butir primer pasir, debu, dan tanah liat. Tekstur tanah dipengaruhi oleh ukuran tiap – tiap butir yang ada di dalam tanah (Das, 1993).

Tekstur tanah, menurut Ashari (1995), menentukan daya ikat air (water holding capacity) dan kecepatan infiltrasinya. Pasir yang mempunyai ukuran partikel terbesar di antara partikel tanah yang lain dapat meneruskan infiltrasi air dengan cepat sehingga sekalipun terjadi hujan lebat tidak mengalami limpasan permukaan. Oleh karena itu, tanah pasir tidak dapat mengikat air dengan baik.

2.3.4 Struktur Tanah

Menurut Hardjowigeno (1987), struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butiran – butiran tanah. Gumpalan – gumpalan kecil ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemampuan (ketahanan) yang berbeda – beda. Faktor – faktor yang mempengaruhi struktur tanah, menurut Das (1993), diantaranya adalah bentuk, ukuran dan komposisi mineral dari butiran tanah serta sifat dan komposisi air tanah.

Williams et al. (1993) menyatakan bahwa untuk memperoleh hasil budidaya tanaman yang tinggi, tanah harus berstruktur baik. Sedangkan menurut Hardjowigeno (1987), tanah dengan struktur baik (granuler atau remah) mempunyai tata udara yang baik, unsur –unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah. Struktur tanah yang baik adalah yang bentuknya membulat sehingga tidak saling bersinggungan dengan rapat dan pori – pori tanah banyak terbentuk.

(30)

Struktur tanah menentukan penyusunan partikel tanah menjadi agregrat. Struktur tanah sangat penting dalam lahan pertanian karena menentukan aerasi tanah, pergerakan air tanah, serta penetrasi akar tanaman.

2.3.5 Tahanan Penetrasi

Tahanan penetrasi dapat dijadikan ukuran untuk menggambarkan besarnya kemampuan tanah yang diperlukan oleh peralatan pertanian untuk bekerja atau akar tanaman untuk menembus tanah. Nilai tahanan penetrasi ini diukur dengan menggunakan penetrometer dengan parameter cone index.

Cone index (indeks kerucut) adalah suatu indeks untuk menyatakan kemampuan tanah melawan atau menahan gaya penetrasi dari suatu kerucut. Indeks kerucut tanah menunjukkan tingkat kekerasan tanah dan untuk mengetahui ada tidaknya lapisan kedap pada kedalaman tertentu. Nilai cone index dipengaruhi oleh kerapatan isi, kadar air, dan jenis tanah. Menurut Davis et al. (1993), tahanan penetrasi tanah sangat tergantung pada kadar air tanah dan biasanya digunakan sebagai pembanding antara tempat – tempat yang berada pada areal lahan yang sama pada hari yang sama.

Nilai cone index (indeks kerucut) diukur pada kedalaman 5 cm, 10 cm, 15 cm, 20 cm, 25 cm, dan 30 cm dengan penetrometer. Persamaan yang digunakan untuk mencari indeks kerucut adalah :

Ci = π

... (1)

dimana : Ci = cone index (indeks kerucut) (kg/cm2)

F = gaya tekan penetrometer (kg)

(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pembuatan Alat

3.1.1 Waktu dan Tempat

Pembuatan alat dilaksanakan dari bulan Maret 2009 – Mei 2009, bertempat di bengkel Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.1.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Las listrik 2. Bor tangan 3. Gerinda tangan 4. Gerinda potong 5. Mesin bubut 6. Gergaji besi 7. Jangka sorong 8. Meteran

9. Peralatan perbengkelan lainnya

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Besi pelat

2. Besi siku 3. Besi silinder 4. Besi persegi 5. Baut dan mur 3.1.3 Tahapan Pembuatan

Kegiatan pembuatan alat ini, meliputi kegiatan pengumpulan data dan informasi hasil dari penelitian pendahuluan, identifikasi masalah, survei bahan dan informasi desain, merancang konstruksi alat, pengukuran bahan, pembuatan komponen furrower, pemasangan komponen dan pengecatan.

(32)

Tabel 4. Bagian-bagian furrower dan bahan yang digunakan

No. Bagian Bahan

1. Pisau Besi pelat 3 mm

2. Sayap furrower Besi pelat 2 mm 3. Tangkai furrower Besi pelat 10 mm 4. Landside Besi siku 3 x 3 cm 5. Batang tarik Besi persegi 2 x 3 cm 6. Siku penguat Besi siku 3 x 3 cm 7. Besi penjepit Besi pelat 10 mm 8. Baut pengencang Baut M 12

9. Batang penghubung Besi persegi 2 x 3 cm 10. Pelat samping Besi pelat 10 mm 11. Batang pengunci Besi pelat 10 mm 12. Batang penahan Besi pelat 10 mm

13. Pin penahan Besi silinder pejal d 15 cm 14. Baut pengencang Baut M 12

15. Besi penggandeng Besi pelat 5 mm 16. Titik gandeng Besi silinder d 18 mm 17. Baut pengunci Baut M 12

3.2 Pengujian Alat

3.2.1 Waktu dan Tempat

Pengujian alat dilaksanakan pada bulan Juni 2009, bertempat di lahan percobaan Laboratorium Alat dan Mesin Budidaya Pertanian, Leuwikopo, Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 3.2.2 Alat dan Bahan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Traktor Yanmar Bromo DX

Traktor Yanmar Bromo DX yang digunakan mempunyai spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 5. Traktor ini digunakan untuk pengolahan tanah pertama menggunakan bajak singkal. Bentuk traktor Yanmar Bromo DX dapat dilihat pada Gambar 8.

(33)

Tabel 5. Spesifikasi Bromo DX

Merk Yanmar

Model Bromo DX

Dimensi dengan roda karet Panjang : 2716 mm Lebar : 840 mm Tinggi : 1065 mm Berat dengan motor penggerak 251 kg

Motor penggerak Model : TF 85 MLY-di Volume Silinder : 493 cc

Tenaga maksimum : 8.5 hp/2200 rpm Jenis : Motor diesel 4 langkah Sistem pendinginan : Air dengan radiator Berat kosong : 89 kg

Transmisi Roda gigi penuh (full gear)

Maju 4, mundur 2

Kapasitas tangki Bahan bakar : 10.5 liter Minyak pelumas : 2.2 liter

Perlengkapan standar Roda besi, bajak tunggal, glebek, garu

Perlengkapan pilihan Bajak piring “Disc Plow”, dudukan singkal samping “Side Hitch” dan gerobak “Trailer”.

(34)

2. Traktor Yanmar YZC-L

Traktor Yanmar YZC-L yang digunakan mempunyai spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 6. Traktor ini digunakan untuk pengolahan tanah kedua menggunakan rotari. Bentuk traktor Yanmar YZC-L dapat dilihat pada Gambar 9.

Tabel 6. Spesifikasi Yanmar YZC-L

Merk Yanmar

Model YZC-L

Dimensi dengan roda karet Panjang : 2414 mm Lebar : 800 mm Tinggi : 1160 mm Berat dengan motor penggerak 352 kg

Motor penggerak Model : TF 105 ML-di Volume Silinder : 583 cc

Tenaga maksimum : 10.5 hp/2400 rpm Jenis : Motor diesel 4 langkah Sistem pendinginan : Air dengan radiator Berat kosong : 102.1 kg

Transmisi Roda gigi dan rantai

Maju 3, mundur 1

Kapasitas tangki Bahan bakar : 11 liter Minyak pelumas : 2.8 liter Bagian pengolah tanah rotari Sistem : penggerak tengah

Lebar kerja : 660 mm

Jumlah garpu bajak : 18 buah Kedalaman kerja : 180 mm

Kapasitas kerja : 700-1200 m2/jam Perlengkapan standar Tangki peluncur, tonggak tumpuan Perlengkapan pilihan Roda besi , bajak tunggal, gelebek, garu.

(35)

Gambar 9. Traktor Yanmar YZC-L 3. Traktor Yanmar Cultivator Te 550 n

Traktor Yanmar Cultivator Te 550 n yang digunakan mempunyai spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 7. Traktor ini digunakan untuk membuat guludan menggunakan furrower. Bentuk traktor Yanmar Cultivator Te 550 n dapat dilihat pada Gambar 10.

Tabel 7. Spesifikasi Traktor Cultivator Te 550 n

Merk Yanmar

Model Te 550 n

Dimensi dengan roda karet Panjang : 1472 mm Lebar : 495 mm Tinggi : 1003 mm Berat kosong (berat rangka

dengan roda karet)

61 kg

Motor penggerak Model : Robin EY 208 Volume Silinder : 183 cc

Tenaga maksimum : 5 hp/2000 rpm Tenaga rata-rata : 3.5 hp/1800 rpm Sistem pendinginan : Udara

Berat kosong : 16 kg

(36)

Ukuran tali sabuk : COGGED V-BELT REC H-P IISB35

Kecepatan jalan (Roda Karet) Maju : ke 1 = 2.37 km/jam ke 2 = 3.89 km/jam ke 3 = 5.69 km/jam ke 4 = 9.32 km/jam Mundur : ke 1 = 2.5 km/jam Ke 2 = 4.1 km/jam

Stang kemudi Penyetelan 3 posisi

Roda karet 4-8

Perlengkapan kerja Axie rotary, Hexagon rotor, Rear rotary, dan Ridger

Gambar 10. Traktor Yanmar Te 550 n Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Alat ukur untuk pengukuran kondisi tanah dan hasil pengolahan tanah :

a) Penetrometer tipe SR-2

b) Ring sample dan perlengkapan pengambilan contoh tanah c) Pisau pemotong tanah

(37)

e) Oven pengering tanah f) Satu set reliefmeter g) Satu set ayakan tanah h) Patok – patok kayu

2. Alat ukur yang digunakan untuk pengukuran kapasitas lapangan meliputi :

a) Meteran (50 cm dan 50 m) b) Stopwatch

c) Tachometer 3.2.3 Metode Pengujian

Metode pengujian furrower untuk guludan yang digunakan adalah metode B-G-F (Bajak singkal – Garu rotari – Furrower) karena dari hasil penelitian pendahuluan metode ini merupakan metode yang terbaik (Susanto,2003). Pengujian dilakukan pada tiga petak lahan yang mempunyai ukuran yang sama yaitu 8 m × 12 m. Pada metode B-G-F diawali dengan pengolahan tanah menggunakan traktor Yanamar Bromo DX dengan implemen bajak singkal untuk pengolahan tanah primer. Pengolahan tanah primer dilakukan dengan pembajakan dalam satu petak lahan percobaan secara menyeluruh dengan pola pembajakan throw out tilling. Pengolahan dengan bajak singkal dilakukan untuk memotong tanah, membalikkan dan memecah tanah.

Setelah tanah dibajak dilakukan penggaruan menggunakan traktor Yanmar YZC-L dengan implemen garu rotari. Penggaruan berfungsi untuk memecahkan dan meratakan tanah. Penggaruan dilakukan pada lahan percobaan secara menyeluruh dengan pola throw out tilling.

Kemudian setelah tanah selesai di rotari dibuat guludan dengan furrower. Pembuatan guludan dengan furrower dilakukan menggunakan traktor Yanmar Cultivator Te 550n dan pola yang digunakan untuk membuat guludan adalah continuous tilling. Skema pola pembuatan guludan dengan metode B-G-F dapat dilihat pada Gambar 11.

(38)

Gambar 11. Skema pola pembuatan guludan dengan metode B

3.3 Pengukuran

Parameter-parameter yang

ukuran guludan, kondisi tanah sebelum dan setelah pengolahan tanah, dan kapasitas lapangan pengolahan tanah. Pengukuran kondisi tanah sebelum pengolahan tanah dilakukan untuk mengetahui kondisi awal percobaan.

Pengukuran kondisi tanah setelah pengolahan tanah bertujuan untuk mengetahui apakah tanah hasil pengolahan tanah sudah sesuai dengan yang diharapkan untuk budidaya sayuran.

3.3.1. Kondisi tanah sebelum pengujian

Parameter-parameter yang diukur sebelum pen kadar air, kerapatan isi (

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah menggunakan

kedalaman 0-10 cm dan

Gambar 11. Skema pola pembuatan guludan dengan metode B

parameter yang diukur pada penelitian ini adalah bentuk dan ukuran guludan, kondisi tanah sebelum dan setelah pengolahan tanah, dan kapasitas lapangan pengolahan tanah. Pengukuran kondisi tanah sebelum pengolahan tanah dilakukan untuk mengetahui kondisi awal percobaan. engukuran kondisi tanah setelah pengolahan tanah bertujuan untuk mengetahui apakah tanah hasil pengolahan tanah sudah sesuai dengan yang diharapkan untuk budidaya sayuran.

3.3.1. Kondisi tanah sebelum pengujian

parameter yang diukur sebelum pengolahan tanah adalah kadar air, kerapatan isi (bulk density), dan tahanan penetrasi tanah. Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah dilakukan dengan mengambil contoh tanah menggunakan ring sample pada dua tingkat kedalaman, yaitu 10 cm dan 10-20 cm. Pengukuran penetrasi tanah dilakukan Gambar 11. Skema pola pembuatan guludan dengan metode B-G-F

diukur pada penelitian ini adalah bentuk dan ukuran guludan, kondisi tanah sebelum dan setelah pengolahan tanah, dan kapasitas lapangan pengolahan tanah. Pengukuran kondisi tanah sebelum pengolahan tanah dilakukan untuk mengetahui kondisi awal percobaan. engukuran kondisi tanah setelah pengolahan tanah bertujuan untuk mengetahui apakah tanah hasil pengolahan tanah sudah sesuai dengan yang

golahan tanah adalah ), dan tahanan penetrasi tanah. Pengukuran kadar air dan kerapatan isi tanah dilakukan dengan mengambil pada dua tingkat kedalaman, yaitu 20 cm. Pengukuran penetrasi tanah dilakukan

(39)

dengan menggunakan penetrometer tipe SR

yaitu 0-5 cm, 5

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan pada lima titik secara ac Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan pada sembilan titik secara acak. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Titik

dan pengukuran tahanan penetrasi (gambar kanan)

Kadar air tanah dapat dihitung dengan rumus (Sapei

keterangan :

Kerapatan isi tanah (

1990) :

keterangan :

dengan menggunakan penetrometer tipe SR-2 pada enam tipe kedalaman, 5 cm, 5-10 cm, 10-15 cm, 15-20 cm, 20-25 cm, dan 25

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan pada lima titik secara ac Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan pada sembilan titik secara acak. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Titik-titik pengukuran kadar air dan kerapatan isi (gambar dan pengukuran tahanan penetrasi (gambar kanan)

Kadar air tanah dapat dihitung dengan rumus (Sapei et al., 1990) :

………..…….(

keterangan : KA = kadar air basis kering ( % )

mtb = massa tanah basah dalam ring sample ( g )

mtk = massa tanah kering ( g )

Kerapatan isi tanah ( bulk density ) dapat dihitung dengan rumus (Sapei ………..………..………….(

ρ

d = kerapatan isi tanah ( g/cm3 )

Vt = volume tanah dalam ring sample ( cm

2 pada enam tipe kedalaman, 25 cm, dan 25-30 cm.

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan pada lima titik secara acak .

Pengukuran tahanan penetrasi tanah dilakukan pada sembilan titik secara acak. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dapat dilihat

titik pengukuran kadar air dan kerapatan isi (gambar kiri)

dan pengukuran tahanan penetrasi (gambar kanan)

1990) :

………..…….(2)

= massa tanah basah dalam ring sample ( g )

) dapat dihitung dengan rumus (Sapei et al.,

………..………..………….(3)

(40)

Tahanan penetrasi tanah dihitung dengan rumus ( Islami dan Utomo, 1995) :

keterangan : Tp

3.3.2. Kondisi tanah setelah pengujian

Parameter-parameter yang diukur setelah pengolahan tanah adalah kadar air, kerapatan isi (

tanah oleh pisau rotari

Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dilakukan dengan mengambil data pada sembilan titik

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan dengan menga contoh tanah menggunakan

kedalaman 0-10 cm dan 10

setelah pengujian dilakukan pada enam tingkat kedalaman, yaitu 0

15 cm, 15-20 cm, 20

isi, dan tahanan penetrasi setelah pengujian dilakukan seperti terlihat pada

Gambar 13.

Gambar 13. Titik

Tahanan penetrasi tanah dihitung dengan rumus ( Islami dan Utomo, 1995) : ………..……….(

keterangan : Tp = tahanan penetrasi (kPa)

Fp = beban penetrasi terukur pada penetrometer (kgf)

mp = massa penetrometer (kg)

Ak = luas penampang kerucut ( 2 cm2 )

3.3.2. Kondisi tanah setelah pengujian

parameter yang diukur setelah pengolahan tanah adalah kadar air, kerapatan isi (bulk density), tahanan penetrasi tanah, spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari, distribusi agregat, dan kedalaman lapisan gembur. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dilakukan dengan mengambil data pada sembilan titik pengukuran yang terletak pada guludan.

Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan dengan menga contoh tanah menggunakan ring sample pada dua tingkat kedalaman, yaitu

10 cm dan 10-20 cm. Pengukuran tahanan penetrasi tanah setelah pengujian dilakukan pada enam tingkat kedalaman, yaitu 0

20 cm, 20-25 cm, dan 25-30 cm. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi setelah pengujian dilakukan seperti terlihat pada

Gambar 13. Titik- titik pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan

penetrasi tanah setelah pengujian

Tahanan penetrasi tanah dihitung dengan rumus ( Islami dan Utomo, 1995) :

………..……….(4)

= beban penetrasi terukur pada penetrometer (kgf)

parameter yang diukur setelah pengolahan tanah adalah kadar ), tahanan penetrasi tanah, spasi pemotongan kedalaman lapisan gembur. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi dilakukan dengan

yang terletak pada guludan. Pengukuran kadar air dan kerapatan isi dilakukan dengan mengambil

pada dua tingkat kedalaman, yaitu 20 cm. Pengukuran tahanan penetrasi tanah setelah pengujian dilakukan pada enam tingkat kedalaman, yaitu 0-5 cm,

10-. Pengukuran kadar air, kerapatan isi, dan tahanan penetrasi setelah pengujian dilakukan seperti terlihat pada

(41)

Spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari dipengaruhi oleh kecepatan putar rotari. Pengukuran kecepatan putar rotari dilakukan dengan menghitung rasio antara kecepatan putar poros rotari dengan kecepatan putar puli yang dihubungkan ke

kecepatan puli tersebut dan kecepatan putar

menggunakan tachometer.

dihitung dengan rumus (Sakai

keterangan :

Pengukuran

contoh tanah pada guludan dengan alat pengambil contoh tanah sampai kedalaman 20 cm.

pada tiap-tiap lapisan 0

dengan menggunakan sekop. Setelah

udarakan, tanah

-bawah adalah bukaan 38,1 mm, 19,1 mm, 9,25 mm, 4,76 mm, 2 mm dan tempat tanah hasil ayakan.

Tanah yang berada di tiap

beratnya. Selanjutnya dihitung diameter rata

diameter) untuk tiap lapisan kedalaman dengan rumus sebagai berikut (Kuipers dan Kowenhopn. 1983):

keterangan :

a = persentase berat tanah pada ayakan 38,1 mm b = persentase berat tanah pada ayakan 19,1 mm

Spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari dipengaruhi oleh kecepatan putar rotari. Pengukuran kecepatan putar rotari dilakukan dengan menghitung rasio antara kecepatan putar poros rotari dengan kecepatan putar puli yang dihubungkan ke gear box pada traktor roda dua. Pengukuran kecepatan puli tersebut dan kecepatan putar engine traktor dilakukan dengan

tachometer. Spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari dapat dihitung dengan rumus (Sakai et al., 1998) :

...(5)

p = spasi pengolahan (cm)

v = kecepatan maju alat (m/detik) ω = kecepatan putaran poros rotari (rpm)

jp = jumlah pisau dalam satu bidang rotasi Pengukuran distribusi agregat tanah dilakukan dengan c

contoh tanah pada guludan dengan alat pengambil contoh tanah sampai kedalaman 20 cm. Tanah di dalam kotak pengambil contoh tanah diambil

tiap lapisan 0-4 cm, 4-8 cm, 8-12 cm, 12-16 cm, dan 16

dengan menggunakan sekop. Setelah tanah pada tiap lapisan dikering -tanah tersebut diayak dengan susunan ayakan dari atas ke bawah adalah bukaan 38,1 mm, 19,1 mm, 9,25 mm, 4,76 mm, 2 mm dan tempat tanah hasil ayakan.

Tanah yang berada di tiap-tiap ayakan ditimbang dan dihit

beratnya. Selanjutnya dihitung diameter rata-rata (mwD, mean weighed

) untuk tiap lapisan kedalaman dengan rumus sebagai berikut (Kuipers dan Kowenhopn. 1983):

a = persentase berat tanah pada ayakan 38,1 mm b = persentase berat tanah pada ayakan 19,1 mm

Spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari dipengaruhi oleh kecepatan putar rotari. Pengukuran kecepatan putar rotari dilakukan dengan menghitung rasio antara kecepatan putar poros rotari dengan kecepatan putar roda dua. Pengukuran traktor dilakukan dengan Spasi pemotongan tanah oleh pisau rotari dapat

...(5)

= kecepatan putaran poros rotari (rpm) = jumlah pisau dalam satu bidang rotasi

distribusi agregat tanah dilakukan dengan cara mengambil

contoh tanah pada guludan dengan alat pengambil contoh tanah sampai Tanah di dalam kotak pengambil contoh tanah diambil 16 cm, dan 16-20 cm

tanah pada tiap lapisan dikering tanah tersebut diayak dengan susunan ayakan dari atas ke bawah adalah bukaan 38,1 mm, 19,1 mm, 9,25 mm, 4,76 mm, 2 mm dan

tiap ayakan ditimbang dan dihitung persentase mwD, mean weighed

) untuk tiap lapisan kedalaman dengan rumus sebagai berikut

(42)

c = persentase berat tanah pada ayakan 9,25 mm d = persentase berat tanah pada ayakan 4,76 mm e = persentase berat tanah pada ayakan 2,0 mm

f = persentase berat tanah pada tempat tanah hasil ayakan Pengukuran lapisan gembur dilakukan dengan menggunakan

yang dipasang pada tanah yang akan diukur dengan arah tegak lurus arah pengolahan tanah sampai bagian bawah papan

permukaan tanah. Kedalaman lapisan gembur dit selisih antara rata

tanah bagian atas dengan tanah bagian bawah.

Pengukuran ketinggian pin yang muncul di atas reliefmeter pada tanah bagian bawah dilakukan setelah lapisan

dengan cara dikeruk menggunakan jari gembur dilakukan pada dua titik pada masing

pada Gambar 14. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur dapat dilihat

pada Gambar 15.

Gambar 14. Titik

c = persentase berat tanah pada ayakan 9,25 mm d = persentase berat tanah pada ayakan 4,76 mm e = persentase berat tanah pada ayakan 2,0 mm

= persentase berat tanah pada tempat tanah hasil ayakan

Pengukuran lapisan gembur dilakukan dengan menggunakan

yang dipasang pada tanah yang akan diukur dengan arah tegak lurus arah pengolahan tanah sampai bagian bawah papan reliefmeter hampir menyentuh permukaan tanah. Kedalaman lapisan gembur ditentukan dengan menghitung selisih antara rata-rata ketinggian pin yang muncul di atas reliefmeter pada tanah bagian atas dengan tanah bagian bawah.

Pengukuran ketinggian pin yang muncul di atas reliefmeter pada tanah bagian bawah dilakukan setelah lapisan tanah gembur diangkat/ dibuang dengan cara dikeruk menggunakan jari-jari tangan. Pengukuran lapisan gembur dilakukan pada dua titik pada masing-masing guludan seperti terlihat pada Gambar 14. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur dapat dilihat

bar 15.

Gambar 14. Titik-titik pengukuran kedalaman lapisan gembur setelah

pengujian

= persentase berat tanah pada tempat tanah hasil ayakan

Pengukuran lapisan gembur dilakukan dengan menggunakan reliefmeter

yang dipasang pada tanah yang akan diukur dengan arah tegak lurus arah hampir menyentuh entukan dengan menghitung rata ketinggian pin yang muncul di atas reliefmeter pada

Pengukuran ketinggian pin yang muncul di atas reliefmeter pada tanah tanah gembur diangkat/ dibuang jari tangan. Pengukuran lapisan masing guludan seperti terlihat pada Gambar 14. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur dapat dilihat

(43)

Gambar 15. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur

Pengukuran bentuk guludan yang dihasilkan dilakukan dengan mengukur lebar bawah guludan (Lg), lebar atas guludan (La), tinggi guludan (Tg), dan lebar antar guludan (Ls). Pengukuran lebar bawah guludan (Lg) yaitu dengan mengukur lebar bawah guludan yang ter

Pengukuran lebar antar guludan (Ls) yaitu dengan mengukur lebar antara guludan yang terbentuk dari pemotongan pisau

pemotongan pisau

bentuk guludan dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 16. Skema pemotongan pisau

Gambar 15. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur

Pengukuran bentuk guludan yang dihasilkan dilakukan dengan mengukur lebar bawah guludan (Lg), lebar atas guludan (La), tinggi guludan (Tg), dan lebar antar guludan (Ls). Pengukuran lebar bawah guludan (Lg) yaitu dengan mengukur lebar bawah guludan yang terbentuk dari mata pisau bagian dalam. Pengukuran lebar antar guludan (Ls) yaitu dengan mengukur lebar antara guludan yang terbentuk dari pemotongan pisau furrower

pemotongan pisau furrower dapat dilihat pada Gambar 16. Pengukuran dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar 16. Skema pemotongan pisau furrower Gambar 15. Skema pengukuran kedalaman lapisan gembur

Pengukuran bentuk guludan yang dihasilkan dilakukan dengan mengukur lebar bawah guludan (Lg), lebar atas guludan (La), tinggi guludan (Tg), dan lebar antar guludan (Ls). Pengukuran lebar bawah guludan (Lg) yaitu dengan bentuk dari mata pisau bagian dalam. Pengukuran lebar antar guludan (Ls) yaitu dengan mengukur lebar antara

furrower. Bentuk dari

dapat dilihat pada Gambar 16. Pengukuran

(44)

Gambar 17. Skema pengukuran bentuk guludan

Keterangan : Tg = tinggi guludan (cm)

Selain ukuran guludan dan kondisi tanah hasil pengolahan tanah, perlu juga dilakukan pengukuran kapasitas lapangan pengolahan tanah pada penggunaan masing

diukur adalah kapasitas lapang efektif, kapasitas lapang teoritis, efisiensi lapangan, dan slip roda traksi.

Gambar 17. Skema pengukuran bentuk guludan

Keterangan : Tg = tinggi guludan (cm)

La = lebar atas guludan (cm) Lg = lebar bawah guludan (cm) Ls = lebar antar guludan (cm)

Selain ukuran guludan dan kondisi tanah hasil pengolahan tanah, perlu juga dilakukan pengukuran kapasitas lapangan pengolahan tanah pada penggunaan masing-masing implemen. Parameter-parameter yang akan diukur adalah kapasitas lapang efektif, kapasitas lapang teoritis, efisiensi lapangan, dan slip roda traksi.

Gambar 17. Skema pengukuran bentuk guludan

Selain ukuran guludan dan kondisi tanah hasil pengolahan tanah, perlu juga dilakukan pengukuran kapasitas lapangan pengolahan tanah pada parameter yang akan diukur adalah kapasitas lapang efektif, kapasitas lapang teoritis, efisiensi

(45)

IV. PENDEKATAN RANCANGAN

4.1. Rancang Bangun Furrower Pembuat Guludan

Rancang bangun furrower yang digunakan untuk Traktor Cultivator Te 550n dilakukan dengan merubah pisau dan sayap furrower. Pada furrower yang sudah ada, posisinya adalah saling membelakangi dan akan dirubah posisi pisau dan sayapnya menjadi berhadapan. Dengan menggunakan furrower yang sudah ada untuk membuat guludan diperlukan dua kali lintasan furrower. Sedangkan dengan furrower modifikasi untuk membuat guludan hanya diperlukan satu kali lintasan. Tujuan lain dari pembuatan pisau dan sayap furrower yang berhadapan yaitu agar memudahkan mendapatkan bentuk dan ukuran guludan yang sesuai. Perubahan pisau dan sayap yang dilakukan yaitu dengan menambah ketinggian sayap sehingga dapat membentuk guludan yang melengkung pada sisi tepi dan sisi atas guludan. Selain itu modifikasi juga dilakukan dengan membuat pengatur sudut depan. Pengatur sudut depan dirancang untuk mengatur sudut kemiringan antara mata pisau dengan permukaan tanah. Pengaturan sudut kemiringan yaitu dengan mengatur dua buah baut pada bagian atas dan bawah.

4.2. Rancangan Fungsional

Bagian-bagian dari furrower pembuat guludan yang dirancang dan dibuat terdiri dari pisau, sayap furrower, tangkai furrower, landside, batang tarik, siku penguat, besi penjepit, batang penghubung, pengatur sudut depan, dan besi penggandeng.

Bagian-bagian furrower tersebut mempunyai fungsi sebagai berikut : 4.2.1. Pisau

Pisau berfungsi untuk memotong permukaan tanah dan mengarahkannya menuju ke bagian sayap furrower. Pisau merupakan bagian dari furrower yang pertama kali melakukan kontak langsung terhadap tanah.

4.2.2. Sayap Furrower

Sayap furrower berfungsi untuk mengangkat dan membalikan tanah serta membentuknya menjadi sebuah guludan. Bentuk sayap disesuaikan agar

Referensi

Dokumen terkait

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

Tahapan penelitian yang dilakukan pertama adalah identifikasi permasalahan yang ada pada gempabumi dan cuaca pelayaran yang didapatkan dari berita-berita terkait

Untuk menjawab terkait strategi pengembangan wisata agro di kawasan Condet Kelurahan Balekambang, bahwa ditemukan beberapa aspek yang menjadi kendala pengembangan

Untuk mengetahui daya tahan ikan nila hasil persilangan terhadap me- dia bersalinitas maka dilakukan uji langsung dengan melihat Lethal Time (LT 50 ) atau kematian ikan sebanyak

Penerbit & Pustaka DARUSSALAM KITARAD.TA

researcher in the study, research site, source of the data, data collection.. procedures, data analysis procedures, and method for verification of the

Secara rinci dilakukan identifikasi karakteristik pekerja penyamak, alur proses penyamakan kulit, pemajanan hazard kimia ke dalam tubuh pekerja, kualitas lingkungan

• Cara Pembuatan : jumlah produk yang direncanakan untuk satu kali pembuatan lengkap dengan jumlah bahan baku yang digunakan, semua tahap pembuatan/prosedur operasional standar