• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN STAGNAN DAN PRODUKTIVITASNYA PADA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN STAGNAN DAN PRODUKTIVITASNYA PADA LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN

RENDAMAN STAGNAN DAN PRODUKTIVITASNYA PADA

LINGKUNGAN TUMBUH BERBEDA

ABSTRACT

Rice genotypes responses to stagnant flooding stress and its productivity under different environment. The limited fertile land and the influence of global climate change becomes a serious constraint in the sustainability of national rice production to support food security programs. Improvement of rice varieties, especially for rice cultivation in basin swampy area is necessary. One strategy for rice adapted to stagnant flooding stress is with stem elongation ability to follow the high-water surface. A total of 22 genotypes had been tested, included IR42, IR64 and Tapus (basin swampy rice) as check varieties. Research was conducted in wet season of 2011/2012 at Babakan Experimental Farm, Bogor Agricultural University. The experimental design used was randomized block design with three replications. The results showed that stagnant flooding stress caused an addition on plant height, flowering and maturity date, number of unfilled grain and elongation ability. On the other hand, number of productive tiller and number of filled grain were decrease. Correlation analysis showed that number of filled grain positively correlated with grain yield (r =0.74**), but elongation ability didn’t have strong correlation with grain yield (r=-0.29). None of the twelve genotypes has double tolerance under flash and stagnant flooding condition, but B13138-7-MR-2-KA-2 had moderate grain yield under both flooding condition, 3.61 t/ha and 3.72 t/ha respectively. This genotype can used to anticipate if the flash flooding stress was happened more than two weeks.Genotypes IPB107F showed lower productivity depletion under stagnant flooding stress compared to flash flooding and optimum condition.

Key words: elongation ability, productivity, rice, stagnant flooding stress

PENDAHULUAN

Cekaman rendaman stagnan (stagnant flooding) pada pertanaman padi sering terjadi pada daerah rawa lebak, namun hanya 40-99% bagian tanaman yang terendam air dengan ketinggian 25-50 cm dari permukaan tanah selama fase pertumbuhannya sampai menjelang panen (Mackill et al. 1999). Menurut Widjaya-Adhi (1992) terdapat tiga kelompok lahan rawa lebak, yaitu dangkal, tengahan dan dalam. Pada rawa lebak dangkal, durasi rendaman terjadi maksimal selama tiga bulan dengan ketinggian air maksimal 50 cm. Pada rawa lebak

(2)

tengahan, durasi rendaman terjadi selama 3-6 bulan dengan ketinggian air 50-100 cm. Sedangkan pada rawa lebak dalam (deepwater), rendaman terjadi selama lebih dari 6 bulan dengan ketinggian air lebih dari 100 cm. Dari ketiga tipe lahan tersebut, rawa lebak dangkal merupakan lahan yang paling potensial untuk ditanami padi. Hanya sedikit petani yang menanam padi pada lahan rawa lebak tengahan, yaitu ketika air surut pada awal musim kemarau. Padi ini sering disebut sebagai ‘padi rintak’. Sedangkan untuk rawa lebak dalam, durasi rendaman yang lama dan ketinggian air yang lebih dari 100 cm menyebabkan lahan ini kurang berkembang untuk pertanaman padi.

Produktivitas padi lokal di lahan rawa lebak antara lain di Kalimantan Selatan yang termasuk lahan rawa lebak dalam, ditanami petani dengan padi varietas lokal yaitu Pundak Putih dan Siam Kuning dengan produktivitas 3.0 t/ha. Di Sumatera Selatan, produktivitas padi di lebak pematang dan tengahan juga masih rendah karena masih menggunakan varietas lokal Sei Putih dengan produktivitas 2.0-2.5 t/ha. Lain halnya apabila menggunakan varietas unggul baru (VUB), terlihat adanya peningkatan produktivitas yang ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitan berikut antara lain varietas Cisanggarung pada musim kemarau di Kayuagung, Sumatera Selatan dapat menghasilkan 4.0-5.5 t/ha. Varietas unggul padi seperti Barito, Mahakam, Tapus, Alabio dan Nagara mampu menghasilkan gabah kering giling sebanyak 4.0-5.0 t/ha di lahan lebak dangkal dan tengahan Kayuagung, Sumatera Selatan gabah (Suwarno et al 1996). Terlihat bahwa jika budidaya padi lebak dilakukan secara intensif, maka daerah tersebut memiliki potensi yang tinggi sebagai sentra produksi padi.

Dunia internasional juga mulai melirik pengembangan area pertanaman padi ke lahan-lahan yang mengalami cekaman rendaman stagnan. Penelitian terkini di IRRI adalah mulai mengembangkan varietas padi yang memiliki toleransi terhadap cekaman rendaman stagnan, yaitu terendam 25-50 cm dari permukaan tanah selama hampir seluruh fase hidupnya. Belum ada varietas padi yang dilepas untuk kondisi terendam seperti tersebut, namun mekanisme toleransinya sudah banyak dipelajari yaitu dengan melakukan pemanjangan batang. Tanaman padi memiliki kemampuan pemanjangan batang yang berbeda-beda di atas permukaan air, tergantung pada pemanjangan yang terjadi pada masing-masing ruas batang

(3)

(internode) dan jumlah ruas batang yang memanjang. Pada umumnya naiknya tinggi permukaan air di lahan rawa lebak terjadi pada pertanaman padi yang berumur enam minggu. Apabila naiknya tinggi permukaan air terjadi pada umur tanaman yang lebih muda dapat mengakibatkan seluruh tanaman mati.

Variasi dalam sifat kemampuan pemanjangan batang ditemukan pada berbagai varietas padi. Khan et al. (1987) meneliti 14 genotipe padi yang memiliki kemampuan pemanjangan batang berbeda-beda. Hasil penelitian mereka menunjukkan kecepatan pemanjangan batang berlangsung cepat pada awal perendaman dan menurun seiring dengan waktu perendaman. Pemanjangan batang pada lingkungan cekaman rendaman stagnan berdampak positif karena batang yang memanjang mengakibatkan daun berada di permukaan air sehingga memperoleh sinar matahari, O2 dan CO2 (Setter et al. 1997), sedangkan untuk lingkungan cekaman rendaman sesaat, pemanjangan batang justru dapat merugikan karena tanaman padi menjadi sangat mudah rebah sesaat setelah air surut.

Pemanjangan batang merupakan respon morfologi paling umum pada tanaman yang tercekam rendaman air (Harada et al. 2005; Ookawara et al. 2005). Kemungkinan untuk menggabungkan atau mengkombinasikan karakter pemanjangan batang dan toleran terhadap rendaman ke dalam satu genotipe padi masih mungkin terjadi. Hasil penelitian Ray et al. (1993) menunjukkan kedua karakter tersebut dapat digabungkan dalam satu genotipe padi apabila tetua yang toleran rendaman memiliki gen yang mengendalikan karakter toleransi yang tinggi terhadap cekaman rendaman, seperti FR13A dan Kurkaruppan. Penggabungan kedua karakter tersebut diperuntukkan bagi pertanaman padi pada rawa lebak yang sering mengalami cekaman rendaman stagnan. Hasil penelitian Supartopo et al. (2008) menunjukkan diantara galur toleran terhadap cekaman rendaman terdapat perbedaan dalam kemampuan pemanjangan batang ketika terendam. Galur IR49830-7-1-2-2 memiliki kemampuan pemanjangan batang rendah sehingga cocok untuk ditanam di daerah cekaman rendaman sesaat (pasang surut atau pinggiran sungai), sedangkan IR70213-9-CPA-12-UBN-2-1-3-1 (INPARA 3) memiliki pemanjangan batang yang baik sehingga galur-galur tersebut dapat dikembangkan pada daerah cekaman rendaman stagnan.

(4)

Pengembangan lahan rawa lebak sebagai alternatif area pertanaman padi masih relatif tertinggal. Hal ini disebabkan pola usaha tani yang diusahakan masih sangat tergantung pada kondisi musim secara alami, terutama akibat cekaman rendaman yang sukar diprediksi durasi maupun ketinggian permukaan airnya. Pada umumnya petani padi pada lahan rawa lebak lebih menyukai menanam varietas unggul nasional, seperti IR42 atau IR64, namun hasilnya masih rendah karena kedua varietas tersebut merupakan varietas padi sawah. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan varietas yang adaptif dan berdaya hasil tinggi pada kondisi rawa lebak.

BAHAN DAN METODE

Materi genetik yang digunakan terdiri atas 19 genotipe padi rawa dengan tiga varietas pembanding (Tabel 13). Dua genotipe merupakan genotipe introduksi dari IRRI, sembilan genotipe dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan delapan genotipe lainnya dari IPB. Varietas pembanding yang digunakan yaitu varietas Tapus sebagai pembanding yang memiliki kemampuan membentuk buku dan sesuai untuk pertanaman di lahan rawa lebak dan varietas IR64 dan IR42 sebagai pembanding padi sawah.

Penelitian dilaksanakan selama satu musim tanam, yaitu pada musim hujan (MH) 2011/2012, mulai bulan Oktober 2011–Februari 2012. Pengujian dilakukan di Kebun Percobaan Babakan-Institut Pertanian Bogor. Terdapat dua lingkungan pengujian, yaitu lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum (tanpa cekaman rendaman). Cekaman rendaman yang diberikan bersifat stagnan, yaitu hingga panen, namun hanya sebagian tanaman berada di bawah permukaan air (stagnant partial flooding). Rancangan yang digunakan pada tiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan.

Simulasi cekaman rendaman stagnan menggunakan tiga kolam yang terletak berdekatan dan pada hamparan yang sama, masing-masing kolam dijadikan sebagai ulangan (Lampiran 7). Ukuran masing-masing kolam tidak jauh berbeda, yaitu 9.8 x 3.5 (kolam I), 10,0 x 3.6 (kolam II) dan 10.3 x 3.8 (kolam III). Apabila diambil ukuran kolam terkecil (kolam I),dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm, maka jumlah tanaman per kolam sebanyak 660 tanaman, sehingga masing-masing genotipe ditanam sebanyak 30 tanaman per ulangan (2 baris tanaman per genotipe

(5)

dalam masing-masing ulangan) dan tidak ada jarak antar genotipe mengingat keterbatasan luasan kolam. Pemupukan, pemeliharaan dan pengendalian hama penyakit dilakukan secara optimal.

Tabel 13. Materi genetik yang digunakan pada percobaan II

Genotipe Asal Tetua

G1 IR41410-6-3-3-1-2 Introduksi dari IRRI (elongation type) G2 IR28273-3R-29-38-1-1-3 Introduksi dari IRRI

G3 B11586F-MR-11-2-2 Mesir/IR600-80-23 G4 B10580E-KN-81-3 Batutegi/Kapuas G5 BP1027F-PN-1-2-1-KN-MR-3-3 Pucuk/IR64 G6 B10217F-TB-38-1-1 Pontianak/Sita//IR42 G7 B13132-8-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1//IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/CNA2903

G8 B13134-4-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1 //Dendang /KAL9418F-MR-2 G9 B13135-1-MR-2-KA-1 Mahsuri/Cimelati//IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/Bondoyudo G10 B13138-7-MR-2-KA-1 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3 / KAL9418F //Pokhali/Angke G11 B13138-7-MR-2-KA-2 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3 / KAL9418F //Pokhali/Angke G12 IPB107-F-16-2-1 Siam Sapat/Fatmawati G13 IPB107-F-5-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G14 IPB107-F-27-6-1 Siam Sapat/Fatmawati G15 IPB107-F-82-2-1 Siam Sapat/Fatmawati G16 IPB107-F-60-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G17 IPB107-F-95-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G18 IPB107-F-127-3-1 Siam Sapat/Fatmawati G19 IPB 107-F-13-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G20 Tapus (Padi Lebak) IR36/Leb Mue Nahng III G21 IR64 (Padi Sawah) IR5657/IR2061

G22 IR42 (Padi Sawah) IR1561-228-1-2/IR1737//CR94-13 Pelaksanaan percobaan

Benih per genotipe di semai pada tempat pembibitan dan setelah bibit berumur 21 hari setelah semai (HSS) kemudian dipindah tanam ke dalam polibag. Penanaman bibit tidak dilakukan langsung di dasar kolam karena pada awal rendaman sulit mengeluarkan sebagian air dari dalam kolam. Ketinggian permukaan air kolam masih terlalu tinggi untuk bibit berumur 21 HSS sehingga dapat dipastikan seluruh bagian tanaman terendam secara keseluruhan. Padahal cekaman rendaman yang diberikan adalah parsial stagnan, yaitu hanya 40-99%

(6)

bagian tanaman yang terendam air. Rendaman dilakukan dua minggu setelah tanam (35 HSS), masing-masing polibag diletakkan di atas bilah bambu yang sudah dirakit dan dibenamkan ke dasar kolam sampai sebagian tanaman terendam air (Gambar 9). Ketinggian air kurang lebih 50-60 cm.

Sebelum rendaman dilakukan pengukuran tinggi tanaman dan panjang batang. Pengukuran pemanjangan batang padi dilakukan mulai dari pangkal akar sampai dengan ruas batang padi tertinggi. Pengukuran pemanjangan batang padi dilakukan tiga kali, yaitu pada fase vegetatif, generatif dan menjelang panen untuk mengetahui laju pemanjangan batang. Karakter yang diamati meliputi panjang batang, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga 50%, umur panen 80%, jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai, bobot 1000 butir gabah dan hasil

Gambar 9. (a) Penggunaan bilah bambu yang dirakit sebagai dasar peletakan polibag di dasar kolam, (b) penyusunan polibag di atas rakitan bilah bambu dan (c) keragaan genotipe padi pada awal cekaman rendaman stagnan

Analisis Data

Data pada lingkungan tercekam rendaman stagnan dan lingkungan optimum dianalisis menggunakan sidik ragam (Lampiran 8 dan 9), apabila terdapat pengaruh yang nyata, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Perbedaan antara lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum pada tiap karakter yang diamati diuji dengan uji-t. Selain itu, dilakukan analisis korelasi antar karakter yang diamati terhadap hasil gabah.

(7)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Genotipe terhadap Cekaman Rendaman Stagnan

Pada penelitian ini, selain kemampuan pemanjangan batang, dikaji pula respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman stagnan dan dievaluasi karakter yang paling berkontribusi terhadap hasil. Selain itu, diamati juga perbandingan produktivitas beberapa genotipe padi yang digunakan dalam percobaan cekaman rendaman sesaat maupun stagnan, serta penurunan produktivitasnya dibandingkan dengan lingkungan optimum (tanpa cekaman rendaman).

Karakter Agronomi

Hasil pengamatan terhadap karakter agronomi yang meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga 50% dan umur panen 80% tertera pada Tabel 14. Berdasarkan hasil uji-t, semua karakter agronomi yang diamati pada lingkungan tercekam rendaman stagnan berbeda sangat nyata (p<0.0001) dengan lingkungan optimum. Pada lingkungan tercekam rendaman stagnan, terdapat 12 genotipe yang memiliki tinggi tanaman diatas varietas pembanding Tapus (padi lebak), namun delapan genotipe diantaranya tidak berbeda nyata. Genotipe yang memiliki tinggi tanaman tertinggi adalah IR41410-6-3-3-1-2 yang merupakan introduksi dari IRRI dan memiliki kemampuan pemanjangan batang (elongation type), sedangkan yang terendah adalah IR28273-3R-29-38-1-1-3 yang juga merupakan introduksi dari IRRI dan tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding padi sawah (IR64 dan IR42). Apabila dibandingkan dengan tinggi tanaman pada lingkungan optimum, cekaman rendaman stagnan terlihat menyebabkan pertambahan tinggi tanaman. Menurut Singh et al. (2011) cekaman rendaman stagnan dengan ketinggian air 30 cm dan 50 cm menyebabkan pertambahan tinggi tanaman masing-masing sebesar 13% dan 17%.

(8)

Tabel 14. Karakter agronomi padi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Babakan, MH 2011/2012

Genotipe TT (cm) JAP UB (HSS) UP (HSS) LR LO LR LO LR LO LR LO G1 156.0 a 139.1 a 10 ab 11 cd 94 c 86 e 124 c 115 d G2 101.7 j 105.1 i 8 bcd 10 cdefg 88 g 84 g 118 g 115 d G3 130.0 de 116.1 b 10 a 9 fgh 86 i 81 j 116 i 113 f G4 116.7 h 107.0 hi 6 ghij 10 efgh 90 e 88 c 120 e 116 c G5 136.3 bc 116.7 b 7 defg 10 cdefg 92 d 86 e 122 d 115 d G6 122.3 fg 107.8 h 6 efgh 10 defg 89 f 83 h 119 f 114 e G7 110.7 i 105.1 i 6 fghi 11 cd 89 f 84 g 119 f 113 f G8 122.0 fg 101.6 j 6 efgh 12 c 98 b 92 b 127 b 120 b G9 125.7 ef 116.4 b 10 ab 11cd 90 e 82 i 120 e 113 f G10 116.7 h 110.7 cde 8 cdef 11 cd 86 i 78 l 116 i 109 j G11 121.3 fgh 112.8 c 8 cde 8 h 90 e 85 f 120 e 115 d G12 119.7 gh 110.4 cdef 4 jk 9 gh 87 h 80 k 117 h 110 i G13 111.3 i 107.9 gh 8 cde 10 efgh 86 i 83 h 116 i 112 g G14 119.0 gh 108.8 efgh 7 defg 8 h 85 j 83 h 115 j 113 f G15 131.7 cd 110.6 cde 5 hij 9 fgh 87 h 81 j 117 h 111 h G16 129.7 de 109.0 efgh 7 defgh 8 h 86 i 83 h 115 j 111 h

G17 132.7 bcd 110.2 defg 7 cdefg 11 cde 87 h 86 e 116 i 113 f

G18 134.0 bcd 112.0 cd 9 abc 9 fgh 85 j 82 i 114 k 111 h G19 137.3 b 115.2 b 7 defg 9 fgh 86 i 84 g 113 l 112 g G20 120. 7 fgh 108.1 fgh 6 ghij 9 gh 88 g 87 d 116 i 115 d G21 105.0 j 96.2 k 4 ijk 13 b 87 h 82 i 117 h 112 g G22 101.6 j 91.4 l l 3 k 16 a 106 a 96 a 132 a 124 a Uji BNT 5.30 2.37 1.86 1.60 0 0 0 0 r Hasil 0.09 -0.04 -0.09 -0.15 -0.51** -0.16 -0.57 -0,22

Keterangan: TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan Produktif per Rumpun; UB= Umur Berbunga 50%; UP=Umur Panen 80%; r Hasil=koefisien korelasi terhadap hasil; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Jumlah anakan produktif pada lingkungan tercekam rendaman stagnan terlihat mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan lingkungan optimum. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Singh et al. (2011) yang menunjukkan bahwa cekaman rendaman stagnan dengan ketinggian air 30 cm dan 50 cm menyebabkan penurunan jumlah anakan produktif berturut-turut sebesar 17% dan 53%. Jumlah anakan produktif varietas IR64 tidak berbeda nyata dengan varietas pembanding Tapus maupun varietas pembanding IR42 pada lingkungan tercekam rendaman stagnan. Terdapat delapan genotipe padi yang memiliki jumlah anakan produktif nyata lebih tinggi dibandingkan varietas Tapus (Tabel 14). Pada lingkungan optimum, jumlah anakan produktif berkisar antara 9-11 anakan per rumpun dan 11 genotipe diantaranya tidak berbeda nyata dengan varietas Tapus, sedangkan varietas padi sawah IR64 dan IR42 mempunyai jumlah anakan

(9)

terbanyak masing-masing 13 dan 16 anakan per rumpun. Hal ini disebabkan kedua varietas tersebut memang diperuntukkan bagi pertanaman padi sawah.

Cekaman rendaman stagnan menyebabkan umur berbunga dan umur panen menjadi lebih lama pada seluruh genotipe yang diuji (Tabel 14). Namun perbedaan umur berbunga 50% dan umur panen 80% paling menonjol terjadi pada varietas pembanding IR42, masing-masing sebesar 10 hari dan 12 hari. Nilai uji BNT pada kedua karakter ini bernilai nol disebabkan antar ulangan pada genotipe yang sama memiliki umur berbunga dan umur panen yang sama.

Komponen Hasil dan Hasil

Komponen hasil yang diamati pada penelitian ini meliputi jumlah gabah isi dan hampa per malai, serta bobot 1000 butir gabah (Tabel 15). Cekaman rendaman stagnan menyebabkan penurunan jumlah gabah isi lebih dari 50% pada semua genotipe yang diuji, kecuali varietas IR64, sedangkan pada varietas IR42 mengalami penurunan gabah isi hampir 80% apabila dibandingkan dengan lingkungan optimum. Terdapat empat genotipe yang memiliki jumlah gabah isi tidak berbeda nyata dengan varietas Tapus. Cekaman rendaman stagnan menyebabkan peningkatan jumlah gabah hampa. Jumlah gabah hampa paling rendah terdapat pada genotipe IPB107-F-13-1-1 sebanyak 57 butir dan terdapat dua genotipe lainnya yang mempunyai jumlah gabah hampa yang lebih rendah dibanding varietas pembanding Tapus (98 butir), yaitu genotipe B13134-4-MR-1-KA-1 (93 butir) dan IPB107-F-127-3-1 (95 butir). Pada varietas pembanding IR64 terlihat jumlah gabah hampa yang sangat rendah, baik pada lingkungan tercekam rendaman stagnan (48 butir) maupun lingkungan optimum (34 butir).

Bobot 1000 butir gabah berkisar antara 25-28 gram, kecuali untuk varietas IR42 yang memang memiliki ukuran gabah kecil. Cekaman rendaman stagnan terlihat tidak menyebabkan perubahan ukuran gabah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Singh et al. (2011) yang menunjukkan bahwa bobot 1000 butir gabah pada lingkungan tercekam rendaman stagnan dan lingkungan optimum tidak berbeda nyata.

Cekaman rendaman stagnan menyebabkan penurunan hasil pada semua genotipe yang diuji. Penurunan hasil terendah terjadi pada genotipe BP1027F-PN-1-2-1-KN-MR-3-3 (4.24%), sedangkan semua genotipe IPB107F mengalami

(10)

penurunan hasil yang lebih rendah dibandingkan varietas Tapus (27.99%). Hal yang menarik dari penelitian ini adalah varietas IR64 yang merupakan varietas padi sawah mengalami penurunan hasil yang cukup rendah pada kondisi cekaman rendaman stagnan, sedangkan varietas pembanding sawah lainnya (IR42) mengalami penurunan hasil hingga 57% sesuai dengan hasil penelitian Singh et al. (2011) yang menunjukkan penurunan hasil varietas IR42 pada kondisi cekaman rendaman stagnan dengan ketinggian air 50 cm adalah sebesar 53%. Rendahnya penurunan hasil varietas IR64 pada kondisi cekaman rendaman stagnan dapat juga memberikan penjelasan terhadap genotipe BP1027F-PN-1-2-1-KN-MR-3-3 yang mengalami penurunan hasil terendah karena merupakan hasil persilangan antara varietas lokal Pucuk dengan varietas IR64 (Tabel 13).

Tabel 15. Komponen hasil dan hasil gabah pada lingkungan tercekam rendaman stagnan (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Babakan, MH 2011/2012 Genotipe GI GH B1000 (g) HSL (t/ha) ∆HSL (%) LR LO LR LO LR LO LR LO G1 23 gh 93 ijk 178 bcd 48 hijk 25.11 j 25.05 j 2.26 jk 4.60 ef 50.87 G2 18 gh 83 k 157 cde 70 fg 26.35 efgh 26.34 ghi 2.40 jk 3.73 hi 35.66 G3 24 gh 134 def 141 def 38 k 28.19 ab 28.31 a 2.28 jk 4.92 de 53.66 G4 61 de 112 ghij 217 ab 87 cd 28.25 a 27.87 a 2.72 ij 4.08 gh 33.33 G5 20 gh 101 hijk 182 bcd 72 ef 25.46 ij 26.02 hi 3.17 hi 3.31i 4.24 G6 4 h 83 k 155 cde 50 hij 28.51 a 27.50 bc 2.17 k 4.47efg 51.42 G7 12 h 137 de 227 a 77 def 26.55 ef 26.79 defg 2.04 k 4.96 de 58.87 G8 12 h 104 hij 93 gh 76 def 26.80 de 26.35 ghi 2.27 jk 4.29 fg 47.10 G9 37 fg 92 jk 114 efg 74 def 27.71 bc 28.05 a 4.22 ef 6.15 b 31.38 G10 65 cde 94 ijk 89 ghi 52 hi 25.93 hi 26.66 efg 3.24 gh 4.13fgh 21.64 G11 47 ef 160 bc 193 abc 114 b 26.46 efg 26.40 fgh 3.72 fg 6.10 b 38.94 G12 97 ab 180 ab 123 efg 85 cde 26.62 ef 26.75 defg 4.10 ef 5.38 cd 23.79 G13 76 cd 137 d 143 de 121 ab 28.30 a 27.95 a 5.47 ab 6.72 a 18.57 G14 59 de 143 cd 84 ghi 95 c 26.73 def 27.01 cde 4.37 de 5.38 cd 18.77 G15 63 cde 135 def 90 ghi 112 b 26.86 de 26.72 defg 5.80 a 6.72 a 13.62 G16 83 bc 170 ab 123 efg 131 a 26.42 efgh 26.97 cdef 4.11 ef 4.90 de 16.12 G17 65 cde 97 hijk 100 fgh 71 fg 26.36 efgh 27.12 cde 4.61 cde 5.64 bc 18.26 G18 70 cd 116 efgh 95 gh 58 gh 27.20 cd 27.26 cd 4.49 de 5.93 bc 24.28 G19 82 bc 114 fghi 57 hi 43 ijk 26.34 efgh 26.73 defg 4.78 cd 5.53 c 13.56 G20 101 ab 186 a 98 gh 51 hij 26.25 fgh 26.23 ghi 4.27 de 5.93 bc 27.99 G21 108 a 126 defg 48 i 34 k 25.99 gh 25.80 i 4.99 bc 5.53 c 9.68 G22 24 gh 99 hijk 150 cde 41 ijk 23.63 k 23.07 k 2.31 jk 5.38 cd 57.06 Uji BNT 20.40 21.25 43.00 13.39 0.53 0.57 0.52 0.56

r Hasil 0.74** 0.42* -0.58** 0.27* 0.14 0.13 1 1 Keterangan: GI=Jumlah Gabah Isi per Malai; GH=Jumlah Gabah Hampa per Malai; B1000=Bobot 1000 Butir Gabah;

HSL=Hasil; ∆HSL=Penurunan Hasil; r Hasil=korelasi terhadap hasil; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(11)

Kemampuan Pemanjangan Batang

Strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman stagnan adalah memiliki kemampuan pemanjangan batang mengikuti naiknya permukaan air, sehingga daun masih berada di atas permukaan air dan untuk menghindari kondisi anaerob (Almeida et al. 2003). Hattori et al. (2011) menyebutkan strategi ini sebagai escape strategy. Pada daerah-daerah yang mengalami genangan dalam jangka panjang, diperlukan tanaman padi yang memiliki kemampuan pemanjangan batang (elongation ability) mengikuti naiknya permukaan air (Setter et al. 1996).

Pada penelitian ini dilakukan tiga kali pengamatan terhadap kemampuan pemanjangan batang, yaitu pada fase vegetatif (37 HSS), fase generatif (80 HSS) dan menjelang panen (91 HSS). Pada Tabel 16 terlihat bahwa laju pemanjangan batang berlangsung cepat pada awal perendaman dan menurun seiring dengan waktu perendaman. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Khan et al. (1987) dan Setter et al. (1997). Laju pemanjangan batang tertinggi adalah pada genotipe IR41410-6-3-3-1-2 karena merupakan genotipe introduksi dari IRRI yang memiliki elongation type. Genotipe B10580E-KN-81-3 memiliki laju pemanjangan batang kedua tertinggi, yaitu sebesar 1.4 cm/hari. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yullianida et al. (2011) yang menunjukkan laju pemanjangan batang tertinggi terjadi pada genotipe B10580E-KN-81-3, setara dengan varietas Margasari dan lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding Tapus. Namun apabila dicermati selisih pemanjangan batang yang terjadi pada genotipe B10580E-KN-81-3 pada awal pengamatan (fase vegetatif) dan akhir pengamatan (menjelang panen) ternyata hanya sebesar 42.3 cm, lebih rendah dibandingkan beberapa genotipe lainnya. Hal ini dikarenakan laju pemanjangan batang sangat cepat terjadi pada fase vegetatif (1.7 cm/hari), sedangkan pada fase generatif dan menjelang panen lajunya menurun (1.2 cm/hari). Lain halnya dengan genotipe IR41410-6-3-3-1-2 yang memiliki laju pemanjangan batang yang tinggi pada semua fase pertumbuhan sehingga selisih pemanjangan batangnya pun menjadi tinggi.

(12)

Tabel 16. Pemanjangan batang padi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan, KP. Babakan, MH 2011/2012

Genotipe

Laju Pemanjangan Batang

(cm/hari) Panjang Batang (cm) Pemanjangan I II III Rata-rata I II III Batang (cm) G1 1.8 1.5 1.4 1.6 67.1 122.3 131.7 64.6 G2 1.2 1.1 1.0 1.1 43.3 86.7 92.7 49.3 G3 1.5 1.3 1.2 1.3 55.7 101.3 108.0 52.3 G4 1.7 1.2 1.2 1.4 62.3 97.3 104.7 42.3 G5 1.5 1.3 1.2 1.3 54.3 107.7 111.7 57.3 G6 1.2 1.2 1.1 1.2 45.7 98.7 100.7 55.0 G7 1.3 1.2 1.2 1.2 47.3 95.0 105.0 57.7 G8 1.4 1.0 1.1 1.2 50.7 79.7 100.0 49.3 G9 1.4 1.2 1.2 1.3 51.7 96.0 109.3 57.7 G10 1.4 1.1 1.0 1.2 52.7 87.0 87.3 34.7 G11 1.4 1.1 1.0 1.2 50.7 90.3 94.7 44.0 G12 1.4 1.1 1.0 1.2 53.0 91.0 95.0 42.0 G13 1.6 1.0 1.0 1.2 57.7 82.0 95.0 37.3 G14 1.6 1.1 1.0 1.2 57.7 87.0 90.0 32.3 G15 1.5 1.0 1.1 1.2 53.7 82.0 98.0 44.3 G16 1.5 1.1 1.0 1.2 56.7 86.0 90.0 33.3 G17 1.6 1.2 1.2 1.3 60.7 96.7 105.0 44.3 G18 1.5 1.2 1.1 1.3 54.7 99.0 100.7 46.0 G19 1.5 1.2 1.1 1.3 56.0 99.7 101.3 45.3 G20 1.4 1.2 1.1 1.2 52.0 95.7 97.0 45.0 G21 1.2 0.9 0.9 1.0 45.7 75.7 85.0 39.3 G22 1.3 0.9 0.9 1.0 48.3 72.3 85.0 36.7 r Hasil -0.11 -0.29

Keterangan: I=fase vegetatif (37 HSS); II=fase generatif (80 HSS); III=menjelang panen (91 HSS); Pemanjangan Batang=selisih panjang batang pada fase III dan I; dan rHasil=korelasi terhadap hasil.

Berdasarkan Standard Evaluation System (IRRI 1996) terdapat lima skala untuk skoring kemampuan pemanjangan batang, yaitu skor 1 (≥ 60 cm), skor 3 (40-59 cm), skor 5 (20-39 cm), skor 7 (1-19 cm) dan skor 9 (tidak terjadi pemanjangan). Pada penelitian ini, rata-rata genotipe memiliki kemampuan pemanjangan dengan skor 3, kecuali G1 (skor 1) dan Varietas pembanding padi sawah (skor 5).

Korelasi terhadap Hasil

Hasil analisis korelasi antara karakter yang diamati terhadap hasil menunjukkan bahwa karakter agronomi tidak ada yang berkorelasi positif nyata terhadap hasil. Hanya karakter umur berbunga 50% yang memiliki korelasi sangat

(13)

nyata terhadap hasil, namun nilainya negatif (r=-0.51**). Komponen hasil yang paling berkontribusi terhadap hasil adalah jumlah gabah isi per malai (r=0.74**) dan jumlah gabah hampa per malai (r=-0.58**), sedangkan bobot 1000 butir memiliki korelasi yang rendah terhadap hasil di lingkungan tercekam rendaman maupun di lingkungan optimum.

Kemampuan pemanjangan batang yang merupakan strategi adaptasi tanaman padi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan ternyata tidak memiliki korelasi yang tinggi terhadap hasil. Menurut Singh et al. (2011) petani lebih memilih varietas padi yang memiliki kemampuan pemanjangan batang yang baik, walaupun produktivitasnya rendah. Pada penelitian ini, rata-rata laju pemanjangan batang hanya memiliki koefisien korelasi sebesar -0.11, sedangkan pemanjangan batang memiliki koefisien korelasi sebesar -0.29. Nilai negatif menunjukkan semakin tinggi pemanjangan batang, maka hasil akan semakin rendah. Genotipe IPB107F yang mempunyai hasil cukup tinggi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan (Tabel 15) ternyata kemampuan pemanjangan batangnya relatif lebih rendah dibandingkan genotipe lainnya, namun masih lebih tinggi dibandingkan varietas pembanding IR64 dan IR42 (Tabel 16). Pemanjangan batang yang terlalu tinggi malah memberikan dampak yang kurang menguntungkan, seperti genotipe IR41410-6-3-3-1-2pada penelitian ini mengalami serangan hama burung (Gambar 10) sehingga jumlah gabah hampa per malainya cukup tinggi dan mengalami penurunan hasil hingga 50.87% (Tabel 15).

Gambar 10. Keragaan genotipe IR41410-6-3-3-1-2 (G1) pada (a) fase vegetatif dan (b) fase generatif, serta (c) gejala serangan hama burung pada genotipe IR41410-6-3-3-1-2 (G1)

(14)

Produktivitas Genotipe Padi pada Lingkungan Tumbuh Berbeda Pada penelitian ini, selain percobaan cekaman rendaman sesaat dilakukan juga percobaan cekaman rendaman stagnan terhadap 12 genotipe yang sama dengan varietas IR42 sebagai pembanding padi sawah. Pengamatan terhadap hasil gabah menunjukkan bahwa genotipe yang memiliki hasil tinggi di lingkungan tercekam rendaman sesaat belum tentu memiliki hasil yang tinggi pula pada lingkungan tercekam rendaman stagnan (Tabel 17).

Pada lingkungan tercekam rendaman sesaat (flash flooding), genotipe B13138-7-MR-2-KA-1 teridentifikasi toleran dan memiliki hasil gabah tertinggi dibandingkan genotipe lainnya, sedangkan pada lingkungan tercekam rendaman stagnan yang mempunyai hasil gabah tertinggi adalah genotipe IPB107-F-5-1-1. Semua genotipe IPB107F memiliki hasil gabah yang lebih tinggi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan dibandingkan dengan lingkungan tercekam rendaman sesaat. Hal ini diduga karena salah satu tetua persilangan genotipe IPB107F, yaitu Siam Sapat, merupakan varietas lokal Kalimantan yang dibudidayakan pada daerah rawa pasang surut yang terkadang mengalami kondisi tercekam rendaman stagnan.

Tabel 17. Produktivitas padi pada tiga lingkungan tumbuh berbeda

Genotipe Hasil (t/ha) Penurunan Hasil (%)

FL ST OP FL ST B13132-8-MR-1-KA-1 2.57 e 2.04 f 5.01 de 48.63 59.28 B13134-4-MR-1-KA-1 3.36 c 2.27 f 4.53 f 25.94 49.95 B13135-1-MR-2-KA-1 2.69 de 4.22 cd 5.99 a 55.09 29.60 B13138-7-MR-2-KA-1 4.73 a 3.24 e 5.03 de 6.03 35.63 B13138-7-MR-2-KA-2 3.61 b 3.72 de 5.73 ab 36.99 35.03 IPB107-F-16-2-1 2.13 f 4.10 cd 5.30 cd 59.91 22.69 IPB107-F-5-1-1 2.23 f 5.47 a 5.85 ab 61.90 6.48 IPB107-F-60-1-1 2.81 de 4.11 cd 5.02 de 44.08 18.12 IPB107-F-95-1-1 2.61 e 4.61 bc 4.92 e 46.93 6.31 IPB107-F-127-3-1 3.30 c 4.49 bc 5.39 c 38.71 16.72 IPB107-F-13-1-1 2.88 d 4.78 b 5.38 c 46.46 11.06 IR42 0.78 g 2.31 f 5.57 bc 86.00 58.56 Rata-rata 2.81 3.78 5.31 46.39 29.12 Uji BNT 0.25 0.55 0.31

Keterangan: FL=lingkungan tercekam rendaman keseluruhan selama 10 hari; ST=lingkungan tercekam rendaman parsial stagnan hingga panen; OP=lingkungan optimum (tanpa rendaman). Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(15)

Perbedaan produktivitas padi pada ketiga lingkungan tumbuh ini disebabkan oleh perbedaan yang sangat nyata pula pada karakter jumlah gabah isi dan hampa per malai (Tabel 18). Hal ini diperkuat oleh hasil analisis korelasi yang menunjukkan koefisien korelasi yang positif nyata pada karakter jumlah gabah isi per malai di kedua lingkungan cekaman rendaman, sedangkan jumlah gabah hampa per malai menunjukkan korelasi yang bernilai negatif. Persentase kehampaan gabah pada lingkungan tercekam rendaman stagnan terlihat lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan cekaman rendaman sesaat. Hal ini disebabkan pada kondisi cekaman rendaman sesaat, tanaman mempunyai kesempatan untuk pulih (recovery) sesudah air surut sehingga proses fotosintesis dapat berjalan normal kembali, namun tidak semaksimal pada kondisi optimumnya. Pada kondisi cekaman rendaman stagnan, tanaman terendam sebagian sampai dengan panen, sehingga luas area fotosintesis menjadi lebih sedikit dan pada akhirnya menyebabkan sumber asimilat yang diperlukan untuk pengisian gabah pun menjadi tidak maksimal.

Tabel 18. Jumlah gabah isi dan hampa per malai pada tiga lingkungan tumbuh berbeda

Genotipe GI/malai GH/malai

FL ST OP FL ST OP G7 68 12 f 116 e 55 227 70 G8 90 12 f 87 75 93 70 G9 62 37 de 87 47 114 59 G10 131 65 120 de 40 89 49 G11 105 47 130 75 193 96 G12 90 97 156 60 123 cde 81 G13 70 76 132 91 143 cd 100 G16 91 83 148 89 123 cde 107 G17 102 65 114 e 72 100 73 G18 79 70 136 95 95 65 G19 75 82 137 63 57 49 G22 7 h 24 ef 113 e 152 a 150 c 35 h Rata-rata 81 56 123 76 126 71 Uji BNT 6.91 19.2 12.04 8.75 34.12 10.07 r Hasil 0.76** 0.75** 0.12 -0.55** -0.37* 0.04 Keterangan: GI=jumlah gabah isi; GH=jumlah gabah hampa; FL=lingkungan tercekam rendaman

keseluruhan selama 10 hari; ST=lingkungan tercekam rendaman parsial stagnan hingga panen; OP=lingkungan optimum (tanpa rendaman). r Hasil=korelasi terhadap hasil. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

(16)

Genotipe B13132, B13134, B13135 dan B13138 sebenarnya merupakan hasil persilangan antar tetua yang diperuntukkan bagi pertanaman pada lahan rawa, namun ternyata hasilnya tidak setinggi genotipe IPB107F, sedangkan padi sawah (IR42) terlihat mengalami penurunan hasil lebih dari 50% pada lingkungan tercekam rendaman stagnan apabila dibandingkan dengan hasil pada lingkungan optimum. Genotipe B13138-7-MR-2-KA-2 mempunyai hasil yang moderat pada kedua lingkungan tercekam rendaman, sehingga genotipe ini berpotensi untuk digunakan apabila cekaman rendaman sesaat terjadi lebih dari dua minggu.

Secara keseluruhan rata-rata hasil pada lingkungan tercekam rendaman stagnan lebih tinggi dibandingkan rendaman sesaat karena sebagian besar genotipe yang digunakan merupakan hasil persilangan padi-padi rawa, sehingga rata-rata hasil yang lebih tinggi bukan mencerminkan bahwa lingkungan rendaman stagnan lebih baik dibanding rendaman sesaat. Hasil uji-t menunjukkan bahwa produktivitas genotipe padi pada ketiga lingkungan tumbuh berbeda sangat nyata (p<0.0001).

SIMPULAN

Genotipe yang memiliki hasil tertinggi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan adalah IPB107-F-5-1-1 (5.47 t/ha) dan IPB107-F-82-2-1 (5.80 t/ha) dengan penurunan hasil dibawah 20%, sedangkan yang mengalami penurunan hasil terendah adalah genotipe BP1027F-PN-1-2-1-KN-MR-3-3 dan IR64 namun hasilnya masih dibawah 5 t/ha. Respon genotipe padi terhadap cekaman rendaman stagnan adalah mengalami pertambahan tinggi tanaman, umur berbunga 50%, umur panen 80% jumlah gabah hampa per malai dan kemampuan pemanjangan batang. Kemampuan pemanjangan batang sebagai strategi adaptasi tanaman padi terhadap cekaman rendaman stagnan ternyata tidak berkorelasi terhadap hasil. Tidak terdapat genotipe yang memiliki hasil tinggi sekaligus di lingkungan tercekam rendaman sesaat maupun stagnan, namun genotipe B13138-7-MR-2-KA-2 mempunyai hasil yang moderat pada kedua lingkungan tercekam rendaman.

(17)

SARAN

Sebaiknya pada percobaan cekaman rendaman stagnan dilakukan juga pengamatan terhadap karakter-karakter yang diamati pada umur tanaman 35 HSS dan 50 HSS, yaitu sama dengan pengamatan sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, sehingga dapat dibandingkan respon genotipe pada kedua lingkungan tercekam rendaman pada fase tanaman yang sama.

Genotipe IPB107-F-5-1-1 dan IPB107-F-82-2-1 potensial dikembangkan pada lingkungan tercekam rendaman stagnan karena memiliki hasil tertinggi dan penurunan hasil kurang dari 20%. Genotipe B13138-7-MR-2-KA-2 yang mempunyai hasil moderat pada kedua lingkungan tercekam rendaman dapat digunakan untuk mengantisipasi cekaman rendaman sesaat terjadi lebih dari dua minggu.

Gambar

Tabel 13. Materi genetik yang digunakan pada percobaan II
Tabel   14.  Karakter agronomi padi pada  lingkungan tercekam rendaman stagnan  (LR) dan lingkungan optimum (LO), KP
Tabel  15.  Komponen  hasil  dan  hasil  gabah  pada  lingkungan tercekam rendaman  stagnan  (LR)  dan  lingkungan  optimum  (LO),  KP
Tabel 16. Pemanjangan batang padi pada lingkungan tercekam rendaman stagnan,  KP. Babakan, MH 2011/2012
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini serupa dengan hasil penelitian oleh Awad (2013), pada pasien Rumah Sakit yang dirawat dengan diagnose Diabetes Millitus Tipe II lebih banyak dengan jenis kelamin laki-

Oleh karena itu, Tim Pengabdian pada Masyarakat menyelenggarakan pelatihan akuntansi dan keuangan dasar ini untuk para anggota BMT BISS dengan harapan dapat memberikan ilmu

Anestesi umum intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena, baik untuk tujuan hipnotik, analgetik ataupun pelumpuh otot. Anestesi yang ideal

bahwa pelaksanaan hari dan jam kerja bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada pertimbangan huruf a, ditetapkan dengan Peraturan Walikota Probolinggo

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja keuangan perusahaan apabila dianalisis dengan menggunakan analisis rasio keuangan dengan pendekatan rasio

(7) Hipotesis 7 yang menyatakan bahwa tanggung jawab pimpinan (X 1) melalui organisasi cerdas (Y) berpengaruh terhadap sikap profesional dosen yaitu sebesar 8,75 %,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan dan kontribusi media massa terhadap efektivitas komunikasi Pemkot Surakarta (2005-2012) tidak begitu dominan, tetapi lebih

Hal itu bisa dilakukan dengan cara membuat kontrak, membuat perjanjian, atau bahkan lisensi dengan pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan rahasia