• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus)."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Oleh :

DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A

(2)

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN

PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG

(Amorphophallus onchophyllus)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian

Program Studi : Agroteknologi

Diajukan Oleh :

DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A

(3)

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG

(Amorphophallus onchophyllus)

Disusun oleh :

Dian Ayuning Rakhmawati NPM : 1025010040

Telah Ujian dan Diterima

Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

pada Tanggal 17 Januari 2014

Menyetujui,

Pembimbing : Tim Penguji :

1. Pembimbing Utama 1.

DR. IR. RAMDAN HIDAYAT, MS. DR. IR. RAMDAN HIDAYAT, MS

2. Pembimbing Pendamping 2.

IR. DJARWATININGSIH, MP IR. DJARWATININGSIH, MP.

3.

DR. IR. NORA AUGUSTIEN, MP

4.

IR. AGUS SULISTYONO, MP.

Mengetahui :

Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi

(4)

Telah Direvisi

Tanggal : ... 2014

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

(5)

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN

DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG

(Amorphophallus onchophyllus)

Disusun oleh :

Dian Ayuning Rakhamawati NPM : 1025010040

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Ir. Djarwatiningsih, MP

Mengetahui :

Ketua Program Studi Agroteknologi

(6)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan

karunia-Nya penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “KAJIAN

KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus)” ini

ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada yang terhormat:

1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS., selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dekan Fakultas

Pertanian Universitas Pembangunan Nasional UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Ir. Djarwatiningsih, MP., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.

3. Ir. Mulyadi, MS., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi.

4. Kedua orang tua yang telah memberikan do’a, ridha, dan segala dukungannya.

5. Adikku tersayang, Bagus Andreawan atas semangat dan dukungannya.

6. Arif Satrio, dan Silta Reslita Br Ginting yang selalu membantu dalam penyelesaian

penelitian ini.

7. Teman-teman dari Perhiptani, Racana Panglima Sudirman-R.A. Kartini, Fakultas

Pertanian, dan semua teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan

kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan. Besar harapan penulis semoga skripsi

ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(7)

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xiii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Porang... 4

B. Cara Perkembangbiakan Tanaman Porang ... 5

1. Perkembangbiakan dengan Bulbil atau Katak ... 5

2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 6

3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 6

4. Perkembangbiakan secara Kultur Jaringan ... 6

C. Syarat Tumbuh Tanaman Porang ... 7

1. Keadaan Iklim ... 7

2. Keadaan Tanah ... 7

3. Kondisi Lingkungan ... 7

D. Budidaya Tanaman Porang ... 8

1. Persiapan Lahan ... 8

a. Pada Lahan Datar ... 8

b. Pada Lahan Miring ... 8

2. Penanaman ... 8

3. Pemeliharaan Tanaman ... 8

a. Penyulaman ... 9

b. Pengairan ... 9

(8)

d. Pemupukan ... 10

e. Pengendalian OPT ... 10

4. Panen ... 10

5. Hasil Tanaman Porang ... 11

E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 11

F. Bulbil sebagai Alat Perkembangbiakan Tanaman Porang .. 11

G. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 12

H. Hipotesis ... 14

III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 15

B. Bahan dan Alat ... 15

C. Metode Penelitian... 15

D. Pelaksanaan Penelitian ... 17

1. Persiapan Media ... 17

2. Pemilihan Bibit ... 17

3. Pemberian CPPU ... 18

4. Penanaman Bulbil ... 20

5. Pemeliharaan ... 21

a. Penyiraman ... 21

b. Pengendalian Gulma ... 21

c. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21

d. Pemupukan ... 21

e. Pendangiran dan Pembumbunan ... 22

f. Panen ... 22

E. Pengamatan ... 23

(9)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24

A. Hasil 1. Saat Pecah Tunas (HST) ... 24

2. Tinggi Tanaman (Cm) ... 25

3. Diameter Batang (mm) ... 26

4. Lebar Kanopi (Cm) ... 28

5. Jumlah Batang (Batang) ... 29

6. Jumlah Bulbil Teminal dan Aksilar (Bulbil) ... 31

7. Diameter Bulbil Terminal (mm) ... 32

B. Pembahasan 1. Perlakuan Kombinasi ... 33

2. Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) ... 34

3. Perlakuan Sumber Bibit Bulbil ... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 38

B. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) (DIAN AYUNING RAKHMAWATI, 1025010040) Dibimbing oleh : Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Dan Ir. Djarwatiningsih, MP.

RINGKASAN

Porang atau iles-iles (Amorphophallus onchophyllus) merupakan

tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang

halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Tanaman

porang berguna untuk keperluan industri dan juga dapat dipergunakan sebagai

pengganti agar-agar, sebagai bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid

karena sifatnya yang mirip selulosa. Perkembangbiakan tanaman porang, selain

menggunakan umbi, juga dapat menggunakan bulbil. Bulbil pada tanaman

porang terbagi menjadi 2, yaitu bulbil terminal dan bulbil aksilar.

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN

“Veteran” Jawa Timur pada bulan Agustus 2013-Januari 2014. Penelitian ini

merupakan rancangan percobaan faktorial dengan menggunakan Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 4 kali. Faktor I yaitu konsentrasi

CPPU (K) yang terdiri dari 4 level : 0 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40ppm. Sedangkan

faktor II yaitu jenis sumber bulbil (S), yang terdiri dari 2 level : sumber bulbil

terminal dan aksilar.

Parameter pengamatan yaitu saat pecah tunas (HST), tinggi tanaman

(Cm), diameter batang (mm), lebar kanopi daun (Cm),jumlah batang (batang),

jumlah bulbil terminal dan aksilar (bulbil), dan diameter bulbil terminal (mm). Data

pengamatan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan anova.

Apabila hasilnya menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji BNT 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara

pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap pertumbuhan dan

perkembangan dua sumber bibit bulbil tanaman porang. Namun, faktor tunggal

konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap saat pecah tunas, tinggi

tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang tanaman porang.

Perlakuan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) memberikan pertumbuhan dan

perkembangan terbaik dibandingkan dengan kontrol, perlakuan K1, dan K2.

Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,

diameter batang, lebar kanopi, jumlah batang, dan jumlah bulbil tanaman porang.

Sumber bibit bulbil terminal (S1) memberikan pertumbuhan dan perkembangan

(11)

A. Latar Belakang

Tanaman porang atau iles-iles merupakan tumbuhan semak (herba) perdu

yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, dan halus berwarna

hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal bercabang

menjadi tiga batang sekunder dan akan bercabang lagi sekaligus menjadi

tangkai daun. Pada setiap ketiak akan tumbuh bulbil/katak berwarna coklat

kehitam-hitaman. Sifat khas tanaman yang menghasilkan umbi ini, yaitu memiliki

toleransi tinggi terhadap lingkungan yang ternaungi.

Tanaman porang digunakan untuk keperluan industri, antara lain :

mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi yang

memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah. Selain itu,

bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai bahan

pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip selulosa.

Beberapa tahun terakhir, kebutuhan porang sangat besar. Besarnya

kebutuhan ini tidak diimbangi dengan kegiatan budidaya yang intensif. Upaya

untuk melakukan budidaya porang yang intensif tentu harus ditunjang dengan

dengan ketersediaan bibit. Selain dapat dikembangbiakkan dengan

menggunakan umbi batang dan biji, tanaman porang juga dapat diperbanyak

dengan menggunakan umbi generatif yang tumbuh pada pangkal daun dan

ketiak daun (bulbil).

Bulbil pada tanaman porang terdiri dari dua macam, yaitu bulbil terminal

yang tumbuh dari ujung batang atau pangkal percabangan daun dan bulbil

aksilar yang tumbuh di ketiak cabang daun. Secara umum, bulbil berwarna coklat

gelap keabuan dengan tonjolan-tonjolan mata tunas dalam jumlah banyak. Mata

(12)

2

Pertumbuhan tanaman porang tergantung pada musim. Periode tumbuh

tanaman ini hanya 4 bulan per tahun. Pada awal musim hujan tanaman ini mulai

tumbuh dan menjelang akhir musim hujan mengalami dorman. Dengan demikian,

bulbil yang dipanen sejatinya adalah bibit yang tidak bisa langsung ditanam

karena bulbil tersebut berada dalam keadaan dormansi. Salah satu upaya yang

diharapkan mampu untuk memecah dan mempercepat masa dormansinya

tersebut yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh sitokinin (CPPU).

CPPU (1-(2-chloro-4-pyridil)-3-phenylurea) merupakan sitokinin sintetis

yang efektif memacu pertumbuhan. Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang

berfungsi dalam mendorong pembentukan sel, merangsang inisiasi dan

pertumbuhan tunas. Selain itu, sitokinin juga berfungsi dalam pembentukan

organ dan menunda penuaan daun pada berbagai jenis tanaman. CPPU dapat

juga berperan sebagai zat pemecah dormansi yang berfungsi memperpendek

periode dormansi dengan meningkatkan aktifitas meristem sub-apikal.

Berdasarkan hasil penelitian Pranyoto (2013), penggunaan CPPU dengan

konsentrasi 10 ppm pada tanaman porang yang dibudidayakan dengan

menggunakan bibit umbi mampu memperpanjang masa aktif tumbuhnya sampai

24 hari.

B. Tujuan

Tujuan dari adanya penelitian ini adalah :

1. Mengetahui interaksi antara konsentrasi sitokinin (CPPU) dengan beberapa

sumber bulbil yang terbaik untuk mendukung pertumbuhan dan

perkembangan tanaman porang.

2. Mengetahui kosentrasi sitokinin (CPPU) yang efektif dalam pertumbuhan dan

(13)

3. Mengetahui jenis sumber bulbil yang terbaik dalam budidaya tanaman porang

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Tanaman Porang

Porang merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan

prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, juga

mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan

(Sumarwoto, 2004). Porang merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang

memiliki tinggi 100-250 cm (Prihatyanto, 2007).

Klasifikasi tanaman porang (Anonim, 2013 dalam Pranyoto, 2013) sebagai

berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)

Sub Kelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae (suku talas-talasan)

Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus oncophyllus Prain

Porang termasuk tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm

tanaman ini memiliki ciri-ciri batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau

atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal memecah menjadi

tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun,

memiliki umbi di dalam tanah. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil/

(15)

Porang. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan

kesuburan tanah (Anonim, 2012).

Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang memiliki warna daun yang

bervariasi, hijau muda sampai hijau tua. Permukaan daun halus dan licin. Bentuk

helaian daun tanaman porang yaitu elips dengan ujung daun runcing.

Bunga tanaman porang akan tumbuh dari umbi yang sudah dewasa

(setelah berumur lebih dari 3 tahun). Bunga berwarna merah muda tau pink,

berbentuk terompet. Setiap umbi hanya akan menghasilkan satu bunga yang

ditopang oleh tangkai bunga yang tumbuh vertikal seperti batang kecil yang

tinggi berkisar 20 – 30 cm (Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).

Tanaman porang memiliki umbi batang yang luarnya berwarna kuning

kecoklatan - krem, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning-kuning

kecoklatan. Umbi tanaman porang berbentuk bulat agak lonjong, berserabut

akar, dengan permukaan umbi batang yang halus-kasar. Umbi bibit tumbuh pada

helaian daun. Kadar glukoman pada umbi tanaman porang dalam satu periode

tumbuh mencapai 35-39 % (Sumarwoto 2005).

B. Cara Perkembangbiakan Tanaman Porang

Dwiyono (2009) menjelaskan bahwa perkembangbiakan tanaman porang

dapat dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan

umbi dan bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat

dilakukan melalui berbagai cara yaitu antara lain:

1. Perkembangbiakan dengan Bulbil atau Katak

Bulbil porang memiliki jumlah, bentuk, bobot, dan variasi ukuran yang

bermacam-macam. Dalam satu tanaman dapat dihasilkan antara 1-20 bulbil,

tergantung masa periode tumbuhnya. Tanaman yang masih mengalami satu kali

(16)

6

periode tumbuh dapat menghasilkan 4-7 bulbil, dan yang tiga-empat periode

tumbuh dapat menghasilkan bulbil lebih banyak lagi (10-20 bulbil). Bentuk, bobot,

dan ukuran bulbil beragam tergantung letaknya pada percabangan tulang daun

dan umur tanaman yang menghasilkan (Sumarwoto, 2005).

2. Perkembangbiakan dengan Biji atau Buah

Pranyoto (2013) menjelaskan bahwa perkembangbiakan tanaman porang

menggunakan biji, dilakukan dengan cara menyemaikan biji terlebih dahulu pada

media pasir. Setelah berkecambah dan menjadi bibit setinggi 10 cm, bibit

dipindah ke polybag yang media tanamnya adalah tanah taman dicampur

kompos dengan perbandingan 3:1.

3. Perkembangbiakan dengan Umbi

Pemilihan umbi porang untuk dijadikan sebagai bibit dilakukan dengan cara

memilih umbi yang berukuran kecil-kecil. Apabila bibit dari umbi kecil tidak

mencukupi, maka bibit dapat diupayakan dengan umbi besar yang sudah

dipotong kecil-kecil. Karakter umbi porang yang baik untuk dijadikan bibit antara

lain bentuk umbi normal (bulat), kulit umbinya berwarna coklat keabu-abuan dan

tidak ada bekas luka, di bagian cekungan sudah memperlihatkan calon mata

tunas yang timbul di tengah-tengah cekungan berwarna kemerah-merahan

(Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).

4. Perkembangbiakan secara Kultur Jaringan

Teknik kultur jaringan merupakan suatu alternatif upaya penyediaan bibit

tanaman yang perlu dipertimbangkan. Teknologi ini memberikan beberapa

keuntungan antara lain dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam,

bebas patogen, dan relatif cepat. Tanaman porang yang unggul dapat dihasilkan

(17)

1,5 mg/l untuk meningkatkan jumlah tunas, tinggi kuncup daun dan jumlah anak

daun serta hormon IBA 1,0 mg/l untuk merangsang pengkalusan dan jumlah akar

(Suheriyanto, Romaidi, dan Resmisari, 2012).

C. Syarat Tumbuh Tanaman Porang

Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang pada umumnya dapat

tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya

tanaman Porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang

merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama yang menyangkut

iklim dan keadaan tanahnya.

1. Keadaan Iklim

Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu toleransi yang sangat

tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman

porang membutuhkan cahaya maksimum sampai 40%. Tanaman porang dapat

tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Namun wilayah yang paling bagus

berada pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Hidayat,

Dewanti dan Hartojo, 2012).

2. Keadaan Tanah

Tanaman Porang menghendaki tanah dengan struktur gembur/subur serta

tidak becek (tergenang air) agar menghasilkan umbi yang baik. Derajat

keasaman tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 dan pada kondisi jenis tanah

apa saja (Sumarwoto, 2004).

3. Kondisi Lingkungan

Wijayanto dan Pratiwi (2011), mengatakan bahwa pertumbuhan porang

lebih baik pada tegakan sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon

(18)

8

D. Budidaya Tanaman Porang

Budidaya tanaman porang memiliki langkah sebagai berikut :

1. Persiapan Lahan

a. Pada Lahan Datar

Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan

selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang di sesuaikan dengan lahan.

Jarak antara guludan adalah 50 cm (Anonim, 2012).

b. Pada Lahan Miring

Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat lubang tempat ruang

tumbuh bibit tanaman porang yang dilaksanakan pada saat penanaman.

Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan generatif

(biji,tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat

(Anonim, 2012).

2. Penanaman

Waktu penanaman porang biasanya disesuaikan dengan keadaan

musimnya, yaitu saat akhir musim kemarau (bulan September-Oktober) dan akan

mulai tumbuh pada saat awal musim hujan tiba. Penanaman bibit porang diawali

dengan membuat congklakan atau lubang tanam. Kemudian setiap lubang

dimasukkan satu bibit dengan posisi bagian bibit yang terdapat calon tunas

berada di sebelah atas. Selanjutnya ditutup dengan tanah tipis-tipis (Hidayat,

Dewanti dan Hartojo, 2012).

3. Pemeliharaan Tanaman

Tanaman porang mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan

secara khusus. Pertumbuhan dan hasil tanaman porang yang maksimal dapat

(19)

a. Penyulaman

Penyulaman ialah tindakan penggantian tanaman mati dengan tanaman

baru. Tanaman mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman

baru. Penyulaman tanaman biasanya dilakukan setelah tanaman tersebut

ditanam sehingga jika terjadi tanaman mati akan mudah diketahui (Anonim,

2012).

b. Pengairan

Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012), tanaman porang biasanya

ditanam pada awal musim hujan, sehingga pengairan tidak diperlukan, tetapi

apabila setelah tanam untuk beberapa hari sampai satu minggu tidak hujan,

maka sebaiknya (bila memungkinkan) bibit porang yang sudah ditanam tersebut

segera dialiri dengan cara mengenagi lahan untuk beberapa saat. Pengenangan

dilakukan dengan cara mengaliri air melalui saluran (parit) yang ada ditepi dan

ditengah lahan. Selain untuk pengenangan fungsi lain dari parit tersebut juga

untuk pengaturan drainase pada saat musim hujan, agar air hujan tidak

menggenang cukup lama dilahan porang sebab tanaman porang tidak suka

dengan genangan air yang relatif lama yang dapat menyebabkan tanaman

porang roboh atau mati.

c. Penyiangan

Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa

rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan

air, unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan

sebulan setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat

dilakukan kapan saja jika gulma muncul. Setelah dilakukan penyiangan,

selanjutnya gulma yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar

(20)

10

d. Pemupukan

Saat pertama kali bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar dengan

menggunakan pupuk kompos, selanjutnya untuk pemupukan susulan dilakukan

setahun sekali yaitu pada awal musim hujan. Jenis dan dosis pupuk Urea 200

kg/ha, SP 36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan

cara ditugal di sekitar batang porang (Hidayat, Dewanti dan Hartojo 2012).

e. Pengendalian OPT

Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut

menunjukkan gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun

kepala besar (Papilio molytes, L), ulat kantong (Mahasena orbetti, L), dan

belalang (Locus, sp) dikendalikan secara manual disertai dengan penyemprotan

insektisida. Insektisida yang digunakan yaitu Decis dengan dosis 1 ml/1 liter air

(Sumarwoto, 2011).

4. Panen

Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen

untuk pertama kalinya. Setelah itu dapat dipanen tanpa harus menanam kembali

umbinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai Juli pada

saat tanaman mengalami masa dormasi. Ciri-ciri umbi sudah saatnya dipanen

adalah sebagian besar atau seluruh bagian tanaman diatas tanah sudah

mengering dan tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi petunjuk

keberadaan umbi porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah

besar, beratnya mencapai lebih dari 1 kg/umbi. Sedangkan umbi yang masih

kecil ditinggalkan untuk dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi umbi

(21)

5. Hasil Tanaman Porang

Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) menjelaskan, penanganan

pascapanen yang perlu sesegera mungkin dilakukan adalah pembersihan dan

pengeringan. Umbi porang dibersihkan dari kotoran yang masih menempel pada

umbinya secara manual dengan tangan. Setelah bersih, maka umbi

diangin-anginkan. Kemudian dilakukan pengirisan dengan ketebalan 5-8 mm. Proses

selanjutnya yaitu pengeringan. Pengeringan ini dapat dilakukan secara alami di

bawah sinar matahari, atau dalam pengeringan buatan (oven).

E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang

Pertumbuhan porang dimulai dengan adanya pertumbuhan akar yang

sangat banyak dan bagian atas tanaman memperlihatkan pertumbuhan tunas

pada bulan November. Bulan Desember, tanaman porang mengalamai

pertumbuhan yang cepat (exponential) dengan membentuk batang dan daun,

serta terjadi inisiasi terbentuknya bulbil atau katak. Bulan Januari, tanaman

porang memiliki ukuran daun dan diameter batang maksimum, serta peningkatan

ukuran bulbil. Laju pertumbuhan batang dan bulbil tanaman porang terjadi

peningkatan secara maksimal pada bulan Februari. Selanjutnya memasuki bulan

Maret sebagian tanaman porang sudah mulai roboh dan memasuki masa

dormansi. Bulan April batang tanaman porang roboh, batang dan daun

mengering akan tetapi masih melekat pada mata tunas dibagian umbi. Panen

umbi porang dan bulbil dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus

(Hidayat, Dewanti dan Hartojo, 2012).

F. Bulbil sebagai Alat Perkembangbiakan Tanaman Porang

Saat tumbuh aktif sekitar 2 bulan dan daun-daun sudah tumbuh pada

stadia lanjut, tanaman porang mulai mengeluarkan bulbil atau katak, yaitu umbi

(22)

12

mulai seujung pensil sampai sekepalan tangan anak kecil. Bulbil terminal tumbuh

dari ujung batang atau pangkal percabangan daun dan bulbil aksilar yang

tumbuh di ketiak cabang daun. Bulbil terminal berukuran lebih besar dan

berbentuk bulat (jumlahnya hanya satu buah) dengan berat >25 gram.

Sedangkan bulbil aksilar berukuran lebih kecil dan berbentuk lonjong, beratnya <

10 gram. Jumlah bulbil tergantung ruas percabangan daun, biasanya berkisar

antara 4-15 buah bulbil per tanaman (Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).

Hasil penelitian Sumarwoto dan Maryana (2011) menunjukkan ukuran

bulbil berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Bulbil yang

ukurannya semakin besar memberikan pertumbuhan relatif lebih baik daripada

bulbil yang berukuran kecil seperti yang disajikan dalam Tabel 1 :

Tabel 1. Pengaruh Berbagai Ukuran Bulbil dan Jenis Media Tanam terhadap Tinggi Tanaman (Panjang Batang Semu) tanaman Iles-iles pada 12 mst (cm) (Sumarwoto dan Maryana, 2011)

Perlakuan

Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom dan jenis perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji wilayah berganda Duncan (DMRT) pada α = 0,05

G. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tanaman

Zat pengatur pertumbuhan adalah senyawa organik yang dalam jumlah

sedikit mendorong, menghambat atau mengatur proses fisiologis di dalam

tanaman. Penggunaan zat pengatur pertumbuhan dimaksudkan untuk

mempercepat pertumbuhan sekaligus pertumbuhan yang optimum. Tanggapan

(23)

pertumbuhan yang telah dicapai tanaman dan konsentrasi yang diberikan

(Kusumo, 1984 dalam Arnita, 2008).

1-(2-chloro-4-pyridil)-3-phenylurea (CPPU) merupakan zat pengatur

tumbuh sitokinin. Sitokinin merupakan hormon tanaman yang mendorong

pembelahan sel, perkecambahan, menunda penuaan, memainkan peranan

penting dalam pengaturan berbagai proses biologis seperti aktivitas

pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Cara kerja hormon Sitokinin

yaitu dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur

sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun, bunga, dan buah

dengan cara mengontrol dengan baik proses kemunduran yang menyebabkan

kematian sel-sel tanaman (Junaidi, 2010).

Hasil penelitian Pranyoto (2013) menunjukkan konsentrasi zat pengatur

tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot umbi, peningkatan bobot umbi

panen dan saat pecah tunas tanaman porang (Tabel 2).

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Sumber Bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)

(24)

14

Tanaman porang dengan perlakuan konsentrasi CPPU 10 ppm (K2)

menunjukkan periode tumbuh aktif tanaman porang terlama yaitu 44,31 hari.

Pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang oleh pengaruh perlakuan

CPPU 10 ppm (K2) adalah 24 hari, sedangkan pemanjangan periode tumbuh

aktif tanaman porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3)

masing- masing 16 dan 19 hari. Pada pertumbuhan tanaman hal yang paling

menguntungkan untuk hasil hasil produksi tanaman porang yaitu penundaan

penuaan tanaman sehingga tanaman tersebut mampu berproduksi dengan

maksimal.

H. Hipotesis

1. Diduga terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi CPPU dengan

sumber bulbil sebagai bibit terhadap pertumbuhan dan perkembangan

tanaman porang.

2. Diduga konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan

perkembangan tanaman porang.

3. Diduga sumber bibit bulbil berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan

(25)

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013-Januari 2014.

Tempat penelitian di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa

Timur, pada ketinggian tempat 5 meter dpl dan ternaungi oleh tanaman

mengkudu.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain : tanah, pupuk

kompos, pupuk NPK majemuk, sekam, bulbil terminal dan aksilar, CPPU, dan air.

Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain : polybag, sekop, cetok,

timbangan, gelas ukur, beaker glass, sprayer, spet (alat suntik), gembor, selang,

penggaris, kamera, dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan menggunakan

Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 4 kali. Faktor I adalah

konsentrasi CPPU yang terdiri dari 4 level dan faktor II adalah perlakuan sumber

bulbil yang terdiri dari 2 level.

Faktor I : Konsentrasi CPPU (K)

K0 : CPPU 0 ppm (kontrol)

K1 : CPPU 10 ppm

K2 : CPPU 20 ppm

K3 : CPPU 40 ppm

Faktor II : Sumber bulbil (S)

S1 : Sumber bulbil terminal

(26)

16

Dari kedua faktor diperoleh 8 perlakuan kombinasi sebagai berikut :

K0S1: Perlakuan pemberian CPPU 0 ppm dengan sumber bulbil terminal

K0S2 : Perlakuan pemberian CPPU 0 ppm dengan sumber bulbil aksilar

K1S1 : Perlakuan pemberian CPPU 10 ppm dengan sumber bulbil terminal

K1S2 : Perlakuan pemberian CPPU 10 ppm dengan sumber bulbil aksilar

K2S1 : Perlakuan pemberian CPPU 20 ppm dengan sumber bulbil terminal

K2S2 : Perlakuan pemberian CPPU 20 ppm dengan sumber bulbil aksilar

K3S1 : Perlakuan pemberian CPPU 40 ppm dengan sumber bulbil terminal

K3S2 : Perlakuan pemberian CPPU 40 ppm dengan sumber bulbil aksilar

Masing-masing perlakuan kombinasi tersebut diulang sebanyak empat

kali. Sehingga didapatkan 32 satuan percobaan, setiap satuan percobaan

terdapat 4 tanaman. Dengan demikian, polybag yang harus disiapkan sebanyak

128 polybag. Penempatan polybag tersebut dilakukan secara acak. Hasil

pengacakan tersaji pada denah Gambar 1 :

(27)

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Persiapan Media

Media tanam yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran dari

tanah, sekam, dan pupuk kompos. Ketiga bahan tersebut dicampur secara

merata dengan perbandingan 1:1:1. Perbandingan media didapatkan

berdasarkan perbandingan volumenya. Media yang telah dibuat tersebut

kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 30x35 cm sampai 4/5 bagian

penuh. Selanjutnya, media disiram dengan air sampai jenuh.

2. Pemilihan Bibit

Bibit yang digunakan berupa bulbil, yang dibedakan menjadi bulbil terminal

dan bulbil aksilar. Bulbil terminal merupakan bulbil yang tumbuh pada pangkal

percabangan daun berukuran lebih besar dan berbentuk bulat. Sedangkan bulbil

aksilar merupakan bulbil yang tumbuh di ketiak cabang daun, berukuran lebih

kecil dan berbentuk lonjong. Perbedaan dari kedua bulbil tersebut terlihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Bulbil Aksilar (kiri) dan Bulbil Terminal (kanan)

Bulbil yang dipilih merupakan bulbil yang berukuran relatif seragam dan

telah memperlihatkan pertumbuhan tunas. Masing-masing bulbil kemudian

ditimbang. Hasil penimbangan menunjukkan bulbil terminal berukuran rata-rata

(28)

18

3. Pemberian CPPU

Bulbil yang sudah dipilih kemudian diberi CPPU sesuai perlakuan

masing-masing konsentrasi dengan cara menyemprotkan larutan CPPU yang telah

dibuatkan larutan stoknya dengan menggunakan sprayer secara merata pada

bulbil yang akan ditanam.

Pemberian kedua dilakukan pada 1 minggu setelah tanam dengan cara

menyemprotkan 5 ml CPPU sesuai perlakuan pada tunas yang telah tumbuh

dengan menggunakan spet (alat suntik). Apabila tunas belum tumbuh maka

aplikasi dilakukan dengan menyemprotkannya pada bagian permukaan bulbil.

Pemberian selanjutnya yaitu pada saat tanaman porang yang berumur 3 bulan,

hal ini disebabkan karena pada usia 3 bulan tanaman porang memiliki tinggi

yang relatif seragam sehingga jika dilakukan perlakuan sudah memenuhi kriteria

keseragaman tinggi tanaman. Pemberian ketiga dilakukan dengan cara

menyeprotkan 50 ml CPPU ke bagian permukaan daun tanaman porang.

Menurut Husniya (2012), pembuatan larutan stok CPPU 1000 ppm

sebanyak 1 liter dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

- Pembuatan larutan stok 1000ppm :

1000 ppm =

=

=

Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU dapat dilakukan dengan

perhitungan rumus sebagai berikut :

(29)

Keterangan :

V1 = Volume larutan standart yang diencerkan

V2 = Volume larutan pengenceran

M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan

M2 = konsentrasi larutan pengenceran

- Pembuatan larutan CPPU 0 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak 1000

ml :

M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 0x 1000

V1 = 0

1000

V1 = 0 ml

Membuat larutan CPPU 0 ppm dilakukan dengan tanpa memberi CPPU

pada 1000 ml aquadest.

- Pembuatan larutan CPPU 10 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak

1000 ml :

M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 10x 1000

V1 = 10000

1000

V1 = 10 ml

Membuat larutan CPPU 10 ppm dilakukan dengan melarutkan 10 ml

larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.

- Pembuatan larutan CPPU 20 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak

1000 ml :

M1 x V1 = M2 x V2

(30)

20

V1 = 20000

1000

V1 = 20 ml

Membuat larutan CPPU 20 ppm dilakukan dengan melarutkan 20 ml

larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.

- Pembuatan larutan CPPU 40 ppm dari larutan stok 1000 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 x V1 = 40x 1000

V1 = 40000

1000

V1 = 40 ml

Membuat larutan CPPU 40 ppm dilakukan dengan melarutkan 40 ml

larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.

4. Penanaman Bulbil

Penanaman bibit bulbil dilakukan dengan cara membuat lubang tanam

terlebih dahulu pada media yang telah disiapkan. Lubang yang dibuat

diupayakan tidak terlalu dalam, sehingga posisi kulit permukaan bulbil rata

dengan permukaan tanah. Jumlah bulbil yang ditanam sebanyak satu bibit tiap

polybag dengan posisi bagian bulbil yang tumbuh tunas berada di sebelah atas.

Setelah itu, bulbil yang sudah tertanam ditutupi tanah tipis-tipis 1 cm agar tunas

yang tumbuh tidak kesulitan menembus permukaan tanah dan tumbuhnya

(31)

5. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan secara rutin sebanyak 2x tiap hari, terutama pada

fase awal pertumbuhan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor

secara pelan-pelan dan merata sampai jenuh air.

b. Pengendalian Gulma

Pengendalian gulma dilakukan jika pada polybag terdapat tanaman

pengganggu dengan cara mencabutnya.

c. Pengendalian Hama Dan Penyakit

Pengendalian ini dilakukan jika tanaman memperlihatkan gejala terserang

organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama yang menyerang tanaman

porang yaitu ulat daun kepala besar (Papilio molytes, L). Pengendalian dapat

dilakukan secara manual atau menggunakan pestisida. Apabila OPT yang

menyerang dalam jumlah sedikit, maka pengendalian dapat dilakukan secara

manual dengan mengambil dan membuang OPT yang menyerang. Apabila OPT

yang menyerang dalam jumlah besar maka digunakan insektisida. Insektisida

yang digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis

1ml/1 liter air.

d. Pemupukan

Pada saat bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar berupa pupuk

kompos. Selanjutnya, pupuk yang diberikan berupa pupuk NPK majemuk.

Pemberian pupuk selanjutnya dilakukan hanya satu kali, yaitu pada awal musim

hujan dengan dosis 10 gram tiap tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan

(32)

22

e. Pendangiran dan Pembumbunan

Pendangiran bertujuan untuk menggemburkan tanah disekitar tanaman.

Sedangkan pembumbunan dilakukan jika media tanam didalam polybag sudah

mulai memadat atau berkurang yaitu berkurang dari 4/5 bagian polybag.

Pembumbunan ditujukan untuk menutup bagian akar yang terlihat di permukaan

tanah. Pembumbunan dilakukan di sekitar pangkal tanaman dengan cara

menggemburkan tanah sekitar lubang tanam menggunakan cetok kemudian

menimbunnya di bagian pangkal setiap 2 minggu. Pengerjaannya harus secara

hati-hati dan menghindari jangan sampai bibit terkena cetok dan terjadi luka yang

dapat berakibat adanya pembusukan pada bibit sehingga mengganggu

pertumbuhannya.

E. Pengamatan

Parameter pengamatan yang diamati dalam penelitian ini antara lain :

1. Saat Pecah Tunas (Hst)

Pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung waktu (hari) mulai dari

saat pemberian CPPU pertama kali sampai dengan bibit porang

memperlihatkan stadia pecah tunas..

2. Tinggi Tanaman (Cm)

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai pangkal percabangan

menggunakan penggaris.

3. Lebar Kanopi Daun (Cm)

Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur kanopi daun yang paling

lebar menggunakan penggaris

4. Diameter Batang (mm)

Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada

(33)

5. Jumlah Batang (batang)

Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah batang yang tumbuh

dari bulbil yang sama pada setiap polybag.

6. Jumlah Bulbil Aksilar dan Terminal (bulbil)

Jumlah bulbil didapatkan dengan cara menghitung jumlah bulbil yang

tumbuh pada setiap tanaman, baik bulbil aksilar maupun bulbil terminal.

Pengamatan dilakukan satu minggu sekali.

7. Diameter Bulbil Terminal (mm)

Pengamatan diameter bulbil terminal dilakukan dengan menggunakan

jangka sorong.

F. Analisis Ragam dan Uji Lanjutan

Analisis ragam yang digunakan pada penelitian ini yaitu anova. Apabila

hasil pengamatan menunjukkan suatu perbedaan yang nyata maka akan

dilanjutkan dengan uji BNT 5 %.

Yijk = µ + αi + βj + α (β)i j + εijk

Dimana:

Yijk = Hasil/nilai pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j dan

pada ulangan ke-k

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i

βj = Pengaruh faktor B pada level ke-j

α (β) ij = Pengaruh interaksi AB pada level A ke-i, level B ke-j

(34)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Saat Pecah Tunas (HST)

Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap saat

pecah tunas pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang diketahui bahwa tidak

terdapat interaksi yang nyata. Namun, faktor tunggal konsentrasi sitokinin (CPPU)

berpengaruh sangat nyata terhadap saat pecah tunas bibit tanaman porang (Tabel

lampiran 1).

Rata-rata saat pecah tunas tanaman porang karena perlakuan konsentrasi

CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata Saat Pecah Tunas (HST) karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Tanaman Porang

Perlakuan Saat Pecah Tunas (HST)

Konsentrasi CPPU

0 ppm (K0 = kont rol) 41,38 c

10 ppm (K1) 38,50 c

20 ppm (K2) 32,13 b

40 ppm (K3) 24,63 a

BNT 5 % 3,50

Sumber bibit bulbil

Bulbil Terminal (S1) 34,88

Bulbil Aksilar (S2) 33,44

BNT 5 % t n

Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada perlakuan yang

sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. HST = Hari Setelah Tanam

Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) menghasilkan

(35)

kontrol. Percepatan saat pecah tunas bibit bulbil tanaman porang karena pengaruh

konsentrasi CPPU 40 ppm adalah 17 hari jika dibandingkan dengan kontrol.

Saat pecah tunas tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan sumber

bibit bulbil, baik yang bibitnya berasal dari bulbil terminal maupun dari bulbil aksilar

(Tabel 3).

2. Tinggi Tanaman (Cm)

Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap tinggi

tanaman pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak

terdapat interaksi yang nyata. Namun, faktor tunggal konsentrasi sitokinin (CPPU)

berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 7-10 MST.

Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman

pada semua umur pengamatan (Tabel lampiran 2-9).

Nilai rata-rata tinggi tanaman porang karena perlakuan sumber bibit bulbil

dan konsentrasi CPPU umur 7-14 MST disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Tinggi Tanaman (Cm) karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Tanaman Porang Umur 7-14 MST

Perlakuan Tinggi Tanaman (Cm) (MST)

7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji

BNT 5 %.

(36)

26

Tabel 4 diketahui bahwa pemberian CPPU dengan konsentrasi CPPU 10

ppm, 20 ppm, dan 40 ppm memberikan pengaruh yang nyata dan berbeda

dibandingkan dengan kontrol pada umur 7 MST. Pada minggu ke-8 setelah tanam,

tinggi tanaman yang dihasilkan oleh kontrol menunjukkan tidak berbeda nyata

dengan perlakuan K1, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3.

Sedangkan pada umur 9 dan 10 MST, terlihat perlakuan K2 dan K1 menunjukkan

pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Namun pada umur 11 MST

sampai akhir pengamatan (14 MST), perlakuan konsentrasi CPPU pada semua

level konsentrasi perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dibandingkan

dengan kontrol.

Konsentrasi CPPU 40 ppm pada umur 7 MST menghasilkan rata-rata tinggi

tanaman porang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Perlakuan K3

cenderung memiliki tinggi tanaman tertinggi, akan tetapi tidak berbeda nyata

dengan perlakuan K1 dan K2. Tinggi tanaman porang yang diberi CPPU dengan

konsentrasi 40 ppm pada umur 7 meningkat sebesar 52% dibandingkan dengan

kontrol.

Sumber bibit bulbil menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada rata-rata

tinggi tanaman porang. Sumber bibit yang berasal dari bulbil terminal (S1)

menghasilkan rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan

sumber bibil bulbil aksilar. Peningkatan tinggi tanaman porang oleh pengaruh

sumber bibit bulbil terminal pada umur 14 MST adalah sebesar 20% dibandingkan

dengan tinggi tanaman yang sumber bibitnya berasal dari bulbil aksilar (Tabel 4).

3. Diameter Batang (mm)

Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap

diameter batang pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa

(37)

terhadap diameter batang tanaman porang pada umur pengamatan 7-10 MST.

Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang

pada semua umur pengamatan (Tabel lampiran 10-17).

Nilai rata-rata diameter batang tanaman porang karena perlakuan

konsentrasi sitokinin (CPPU) dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang (mm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST

Perlakuan Diameter Batang (mm) (MST)

7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

uji BNT 5%.

MST : Minggu Setelah Tanam

Tabel 5 menunjukkan bahwa pada minggu ke-7 dan 8 setelah tanam,

perlakuan konsentrasi CPPU, baik K3, K2, dan K1 tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan yang nyata terhadap diameter

batang tanaman porang oleh pengaruh perlakuan K3 dibandingkan dengan kontrol

ditunjukkan saat tanaman umur 9 dan 10 MST. Peningkatan terbesar diameter

batang tanaman porang oleh pengaruh konsentrasi CPPU 40 ppm terjadi pada

umur 9 MST, yaitu sebesar 29 % dibandingkan dengan kontrol. Saat umur 11 MST

sampai 14 MST perlakuan konsentrasi CPPU tidak menunjukkan perbedaan yang

(38)

28

Sumber bibit bulbil terminal (S1) menghasilkan diameter batang lebih besar

dan berbeda nyata dibandingkan dengan sumber bibit bulbil aksilar (S2). Pada

akhir pengamatan (14 MST) terlihat bahwa bulbil terminal menghasilkan diameter

batang 28,80 mm atau 55 % lebih besar bila dibandingkan dengan bulbil aksilar

(Tabel 5).

4. Lebar Kanopi (Cm)

Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap lebar

kanopi pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak

terdapat interaksi yang nyata. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap lebar

kanopi tanaman porang pada umur 7-11 MST. Sedangkan perlakuan sumber bibit

bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang pada

semua umur pengamatan (Tabel lampiran 18-25).

Rata-rata lebar kanopi tanaman porang karena pengaruh konsentrasi CPPU

dan sumber bibit bulbil umur 7 sampai 14 MST disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Lebar Kanopi (Cm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST

Perlakuan Lebar Kanopi (Cm) (MST)

7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

uji BNT 5%.

(39)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada awal pengamatan (7 MST) sampai akhir

pengamatan (14 MST) terlihat bahwa perlakuan CPPU 10 ppm menghasilkan lebar

kanopi yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada umur 8 dan 12 MST terlihat

lebar kanopi yang dihasilkan oleh kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1

dan K2. Memasuki umur 13 MST mulai terlihat tidak terdapat perbedaan yang nyata

antara kontrol dengan perlakuan CPPU pada semua level konsntrasi perlakuan.

Perlakuan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) menghasilkan lebar kanopi yang

terlebar dan berbeda nyata dibandingkan kontrol dan perlakuan K1 pada umur 10

dan 11 MST. Namun, perlakuan K3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata

dengan perlakuan K2 terhadap lebar kanopi tanaman porang pada semua umur

pengamatan. Pada awal pengamatan, tanaman porang dengan perlakuan 40 ppm

menghasilkan peningkatan lebar kanopi sebesar 23 % dibandingkan dengan

kontrol.

Lebar kanopi tanaman juga dipengaruhi oleh sumber bibit bulbil. Perlakuan

sumber bibit bulbil terminal menghasilkan lebar kanopi yang lebih besar dan

berbeda nyata dibanding perlakuan bibit bulbil aksilar. Pada umur 7 MST terlihat

bahwa lebar kanopi yang dihasilkan dari perlakuan sumber bibit bulbil terminal

terdapat peningkatan sebesar 62% dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit

bulbil aksilar. Sedangkan pada akhir pengamatan (14 MST), peningkatan lebar

kanopi sebesar 15 % (Tabel 6).

5. Jumlah Batang (batang)

Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap jumlah

batang pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak

terdapat interaksi yang nyata. Namun secara sendiri-sendiri (faktor tunggal)

(40)

30

umur 9-11 MST. Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh nyata terhadap jumlah

batang tanaman porang umur 12-14 MST (Tabel lampiran 26-33).

Rata-rata jumlah batang tanaman porang karena pengaruh perlakuan

konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rata-rata Jumlah Batang (batang) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST

Perlakuan Jumlah bat ang (bat ang) (M ST)

7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada

uji BNT 5%.

MST : Minggu Setelah Tanam

Tabel 7 diketahui bahwa pada umur 7 dan 8 MST perlakuan konsentrasi

CPPU memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah batang tanaman

porang. Namun, memasuki 9 dan 10 MST perlakuan CPPU 40 ppm menghasilkan

jumlah batang yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada umur 11-14

MST perlakuan CPPU pada semua level konsentrasi tidak menunjukkan perbedaan

yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi CPPU 40 ppm (K3)

menghasilkan jumlah batang terbanyak dan berbeda nyata dengan perlakuan lain

pada umur pengamatan 9 MST. Peningkatan jumlah batang tanaman porang oleh

perlakuan K3 pada umur 9 MST sebesar 24% dibandingkan dengan kontrol.

Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata pada umur 12 MST

(41)

tanaman porang. Perlakuan sumber bibit bulbil terminal (S1) menghasilkan jumlah

batang lebih banyak dibandingkan sumber bibit bulbil aksilar (S2). Peningkatan

jumlah batang tanaman porang oleh perlakuan S1 pada umur 12, 13, dan 14 MST

berturut-turut sebesar 17%, 10%, dan 11% dibandingkan dengan perlakuan S2

(Tabel 7).

6. Jumlah Bulbil Terminal dan Aksilar (bulbil)

Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi CPPU pada dua sumber bibit bulbil

menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata terhadap jumlah bulbil tanaman

porang. Faktor tunggal sumber bibit bulbil menunjukkan pengaruh yang sangat

nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang (Tabel lampiran 34).

Rata-rata jumlah bulbil tanaman porang umur 17 MST oleh pengaruh

konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Rata-rata Jumlah Bulbil (bulbil) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 17 MST

Perlakuan Jumlah bulbil (bulbil) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CPPU 40 ppm (K3)

cenderung menghasilkan jumlah bulbil terbanyak, tetapi tidak berbeda nyata

dibandingkan dengan kontrol, perlakuan K1, dan K2. Perlakuan K3 menunjukkan

(42)

32

Perlakuan sumber bibit bulbil terminal (S1) memiliki jumlah bulbil yang lebih

banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan sumber bibit bulbil aksilar.

Peningkatan jumlah bulbil perlakuan S1 dibanding dengan S2 sebesar 31,51 %

(Tabel 8).

7. Diameter Bulbil Terminal (mm)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara

konsentrasi CPPU dengan sumber bibit bulbil tanaman porang terhadap diameter

bulbil tanaman porang. Demikian pula faktor tunggal konsentrasi CPPU dan sumber

bibit bulbil menunjukkan hasil yang tidak beda nyata terhadap diameter bulbil

tanaman porang (Tabel lampiran 35).

Rata-rata ukuran diameter bulbil terminal tanaman porang umur 17 MST

oleh pengaruh konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-rata Diameter Bulbil Terminal (mm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 17 MST

Perlakuan Diameter Bulbil Terminal (mm)

Konsentrasi CPPU sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.

Tabel 9 menunjukkan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) cenderung

menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibanding perlakuan K0, K1, dan

(43)

diameter bulbil sebesar 12% pada umur 17 MST. Sedangkan sumber bibit bulbil

terminal menghasilkan diameter bulbil 3 % lebih besar dibandingkan dengan

sumber bibit bulbil aksilar.

B. Pembahasan

Pertumbuhan tanaman porang dimulai dari saat pecah tunas sampai dengan

munculnya bulbil. Peubah yang termasuk ke dalam fase pertumbuhan tanaman

porang diantaranya saat pecah tunas, tinggi tanaman, diameter batang, lebar

kanopi, dan jumlah batang. Sedangkan periode generatif (perkembangan) tanaman

porang dimulai dengan pertumbuhan bulbil. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) bahwa fase generatif tanaman porang

ditunjukkan dengan mulai keluarnya bulbil yaitu umbi generatif yang tumbuh pada

pangkal daun dan ketiak daun. Peubah yang termasuk dalam pengamatan

perkembangan tanaman porang yaitu jumlah dan diameter bulbil.

1. Perlakuan Kombinasi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata

antara perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) dan sumber bibit bulbi terhadap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus)

pada semua peubah pengamatan. Hal ini diduga karena masing-masing perlakuan

(faktor tunggal) lebih berpengaruh. Menurut Poerwowidodo (1992) bila salah satu

faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor lainya maka pengaruh faktor tersebut

tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda

pengaruh dan sifat kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh

(44)

34

2. Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU)

Faktor tunggal perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) berpengaruh

sangat nyata terhadap saat pecah tunas (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa

adanya sitokinin mempercepat pecah tunas tanaman porang. Percepatan ini diduga

karena sitokinin mampu meningkatkan pembelahan sehingga dapat berperan

sebagai dormancy breaking agent pada tanaman porang. Dewi (2008) menyatakan

bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan sel, pertumbuhan dan

perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun dengan

cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan kematian pada sel-sel

tanaman.

Tabel 4-9 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) tidak

menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap peubah jumlah bulbil terminal dan

aksilar dan diameter bulbil terminal. Namun, CPPU memberikan pengaruh yang

nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang

pada beberapa umur pengamatan. Sitokinin diduga tidak memberikan pengaruh

yang efektif karena adanya faktor-faktor lain yang tidak mendukung. Selain kondisi

lingkungan, ketepatan dosis dan waktu pemberian juga mempengaruhi efektivitas

sitokinin sebagai salah satu zat pengatur pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan

Manurung et al. dalam Suryaningsih (2004) bahwa pemberian zat pengatur tumbuh

akan efektif bila digunakan pada fase pertumbuhan tertentu, dengan kondisi yang

tepat dan pada kondisi lingkungan tertentu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan

Weaver (1972) dalam Sunu (1999) bahwa keberhasilan aplikasi zat pengatur

pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah takaran atau

konsentrasi harus tepat, metode pemberian, waktu pemberian yang tepat dan jenis

(45)

Pemberian konsentrasi CPPU yang berbeda pada dua sumber bibit bulbil

tanaman porang akan menunjukkan hasil pertumbuhan dan perkembangan yang

berbeda pula. Perlakuan sitokinin cenderung memberikan pertumbuhan dan

perkembangan tanaman porang yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol.

Tanaman yang diberi CPPU pada beberapa level konsentrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm,

dan 40 ppm mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi,

jumlah batang, jumlah bulbil, dan diameter bulbil yang lebih besar dibandingkan

dengan kontrol. Yusnita (2003) mengemukakan bahwa sitokinin mempunyai

peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan mendukung

pembentukan RNA baru serta sintesa protein. Pemberian sitokinin selain

menambah tinggi tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman,

mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan buah. Selain itu, perbedaan

pertumbuhan diduga disebabkan oleh percepatan pertumbuhan tunas dari tanaman

porang yang diberi CPPU. Percepatan proses pecah tunas ini akan mendukung

pertumbuhan tanaman porang relatif lebih cepat.

Peningkatan pertumbuhan ini diharapkan mampu untuk meningkatkan

produktivitas tanaman porang. Pranyoto (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan

vegetatif tanaman porang yang maksimal akan menghasilkan produktifitas tanaman

yang bagus sehingga zat asimilat pada tanaman yang dibutuhkan untuk

produktifitas umbi dapat tercukupi maka umbi yang dihasilkan akan lebih besar. Jika

pertumbuhan tanaman tersebut tidak maksimal maka akan terjadi kurangnya zat

asimilat yang diperlukan untuk pembesaran umbi.

CPPU dengan konsentrasi 40 ppm tampak menunjukkan pertumbuhan

vegetatif dan generatif yang lebih baik daripada kontrol. Nababan (2009)

(46)

36

yang diberikan. Jika dosisnya tepat akan sangat membantu pertumbuhan dan hasil

produksi tanaman.

3. Perlakuan Sumber Bibit Bulbil

Hasil penelitian menunjukkan faktor tunggal sumber bibit bulbil memberikan

pengaruh yang tidak nyata terhadap saat pecah tunas tanaman porang. Hal ini

mengindikasikan bahwa ukuran bulbil tidak berpengaruh terhadap pemecahan

masa dormansi dari tanaman porang. Saat pecah tunas tanaman porang dapat

dipercepat dengan adanya pemberian CPPU. Sutopo (2004) menjelaskan bahwa

dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan

sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya.

Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya

atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.

Perlakuan sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata pada

peubah pertumbuhan yang lain, yaitu tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi,

dan jumlah batang tanaman porang di semua umur pengamatan. Perlakuan sumber

bibit bulbil juga memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah bulbil

terminal dan aksilar tanaman porang. Sumber bibit yang berasal dari bulbil terminal

(S1) pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan bibit bulbil aksilar (S2). Hal

ini diduga karena ukuran bulbil terminal yang lebih besar daripada bulbil aksilar.

Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Sumarwoto dan Maryana (2011) bahwa

ukuran bulbil berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman porang,

bulbil yang mempunyai ukuran semakin besar memberikan pertumbuhan relatif

lebih baik daripada bulbil yang berukuran kecil.

Perlakuan sumber bibit bulbil tidak berpengaruh nyata terhadap diameter

bulbil terminal. Akan tetapi, perlakuan ini menunjukkan hasil yang nyata terhadap

(47)

bahwa sumber bibit bulbil terminal (S1) memiliki perkembangan lebih baik daripada

sumber bibit bulbil aksilar (S2). Hal ini diduga karena bulbil terminal memiliki

cadangan makanan yang lebih banyak, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang

lebih baik. Pertumbuhan vegetatif yang baik dapat mendukung peningkatan fase

generatif tanaman porang. Sumarwoto (2004) menjelaskan bahwa bulbil yang

berukuran lebih besar memiliki cadangan makanan lebih banyak daripada bulbil

yang berukuran kecil sehingga mampu mendukung pertumbuhan tunas awal lebih

cepat dan memberikan peluang pembentukan akar lebih cepat. Pernyataan ini

diperkuat oleh Jedeng (2011) bahwa semakin besar umbi bibit maka kandungan

proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan

pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya kecambah

(48)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi sitokinin (CPPU)

dengan sumber bulbil sebagai bibit terhadap pertumbuhan dan perkembangan

tanaman porang.

2. Konsentrasi sitokinin (CPPU) berpengaruh nyata terhadap saat pecah tunas,

tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang tanaman

porang. Faktor Tunggal konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) memberikan

pertumbuhan dan perkembangan terbaik dibandingkan dengan kontrol,

perlakuan K1, dan K2.

3. Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi

tanaman, diameter batang, lebar kanopi, jumlah batang, dan jumlah bulbil

terminal dan aksilar tanaman porang. Sumber bibit bulbil terminal (S1)

memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibandingkan

dengan bibit yang berasal dari bulbil aksilar.

B. Saran

Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya

penelitian pemberian sitokinin (CPPU) dengan konsentrasi yang lebih

ditingkatkan agar memberikan pengaruh yang efektif terhadap pertumbuhan dan

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Porang atau Suwek (Amorphophallus onchophyllus)

http://supplykeongmas.blogspot.com/2012/10/porang-atau-suwek-amorphopallus.html Diakses pada tanggal 6 November 2013.

Arnita, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Sitokinin Dan Takaran Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Pule Pandak (Rauvolfia serpentina(L.) Benth. ex Kurz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (Tidak Dipublikasikan). Hal 67.

Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Jurnal. 45 hal.

Dwiyono, K. 2009. Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume) dan Beberapa Manfaatnya. Jurnal Biodiversitas 6, (3). Hal 185-190.

Hidayat R, F. D. Dewanti, dan Hartojo. 2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang. UPN ‘‘Veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.

Husniya. 2012. Pengenceran larutan. www.eprints.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2013.

Jedeng, I. W. 2011. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana (Tidak Dipublikasikan). 61Hal.

Junaidi, W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 November 2013

Nababan, D. 2009. Pengaruh ZPT terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon. Tesis. Faultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara (USU). Medan (Tidak Dipublikasikan). 45hal.

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung 78hal.

Pranyoto, V. A. 2013. Kajian Konsentrasi CPPU terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Sumber Bibit Porang (Amorphophallus onchophyllus). Skripsi, Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur (tidak dipublikasikan). Hal 25-40

Prihatyanto, T. 2007 Budidaya Belimbing Dan Porang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Dalam Dan Di Sekitar Hutan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi II. 31hal.

(50)

40

Sunu, P. 1999. Pengaruh Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU terhadap ”Fruit Set” pada Tanaman Jambu Mete (Anacardium occidentale L.). Penelitian Bidang Pertanian FP UNS. Surakarta. Hal 54-59.

Sumarwoto. 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada Yogyakarta 11(2). Hal : 45-53.

. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya Biodiversitas. 6 (3) : 185-190.

. 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15 (1) : 7-11.

dan Maryana. 2011. Pertumbuhan Bulbil Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) Berbagai Ukuran pada Beberapa Jenis Media Tanam. Jurnal Ilmu Kehutanan 5(2) : 91-98.

Suryaningsih, E. 2004. Pengaruh Macam Zat Pengatur Tumbuh dan Media Tanaman terhadap Pertumbuhan Stek Lada (Piper nigrum L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta (tidak dipublikasikan). 62Hal.

Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 237hal.

Wijayanto, N. dan Emma, P. 2011. Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus) jurnal Silvikultur Tropika 2 (1). Hal : 46-51.

Yitnosumarto, S. 1990. Percobaan : Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Program MIPA. 361hal.

Gambar

Tabel 1. Pengaruh Berbagai Ukuran Bulbil dan Jenis Media Tanam terhadap Tinggi Tanaman (Panjang Batang Semu) tanaman Iles-iles pada 12 mst (cm) (Sumarwoto dan Maryana, 2011)
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Sumber Bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K) terhadap Bobot Umbi, Penambahan Bobot Umbi dan Saat Pecah Tunas Tanaman Porang (Pranyoto, 2013)
Gambar 1. Denah Penelitian
gambar 2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa kesehatan kita tidak akan bisa melakukan sesuatu yang berharga lainnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.. Masa remaja merupakan masa yang menentukan

Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Tingkat Perputaran Piutang dan Tingkat Perputaran Persediaan Terhadap Tingkat Rentabilitas Ekonomi pada KPRI di Kecamatan Kota Kabupaten Kudus

a. Sebagai arahan pembentuk sistem pusat kegiatan wilayah Kabupaten Gorontalo Utara yang memberikan layanan bagi kawasan perkotaan dan.. kawasan perdesaan

Untuk dapat sukses melakukan kompilasi dan meluncurkan aplikasi, Anda harus menge-set setidaknya dua buah variabel lingkungan dalam Operating System Anda, yaitu : Variabel

Persepsi Anggota Koperasi terhadap Koperasi Serba Usaha (KSU) Rakyat Benua Baru Jaya Desa Benua Baru Kecamatan Muara Bengkal Kabupaten Kutai Timur Persepsi anggota

Pemahaman terhadap sidereal time sangat penting, karena Greenwich sidereal time akan digunakan untuk: menentukan hour angle dalam koordinat ekuator yang

Tabel pengujian Asumsi Klasik dan uji Hipotesis dengan program SPSS..

Pengembangan kurikulum yang berorintasi pada mutu pendidikan ditandai dengan pelaksanaan proses pembelajaran afektif, penilaian hasil belajar yang berkelanjutan dan