SKRIPSI
Diajukan Oleh :
DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A
KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG
(Amorphophallus onchophyllus)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Program Studi : Agroteknologi
Diajukan Oleh :
DIAN AYUNING RAKHMAWATI NPM : 1025010040
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN” JAWA TIMUR S U R A B A Y A
KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG
(Amorphophallus onchophyllus)
Disusun oleh :
Dian Ayuning Rakhmawati NPM : 1025010040
Telah Ujian dan Diterima
Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
pada Tanggal 17 Januari 2014
Menyetujui,
Pembimbing : Tim Penguji :
1. Pembimbing Utama 1.
DR. IR. RAMDAN HIDAYAT, MS. DR. IR. RAMDAN HIDAYAT, MS
2. Pembimbing Pendamping 2.
IR. DJARWATININGSIH, MP IR. DJARWATININGSIH, MP.
3.
DR. IR. NORA AUGUSTIEN, MP
4.
IR. AGUS SULISTYONO, MP.
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi
Telah Direvisi
Tanggal : ... 2014
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG
(Amorphophallus onchophyllus)
Disusun oleh :
Dian Ayuning Rakhamawati NPM : 1025010040
Menyetujui,
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr.Ir. Ramdan Hidayat, MS Ir. Djarwatiningsih, MP
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya penulisan skripsi ini telah dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “KAJIAN
KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus)” ini
ditulis untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pertanian Jurusan
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa
Timur.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada yang terhormat:
1. Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS., selaku Dosen Pembimbing Utama dan Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Pembangunan Nasional UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Djarwatiningsih, MP., selaku Dosen Pembimbing Pendamping.
3. Ir. Mulyadi, MS., selaku Ketua Program Studi Agroteknologi.
4. Kedua orang tua yang telah memberikan do’a, ridha, dan segala dukungannya.
5. Adikku tersayang, Bagus Andreawan atas semangat dan dukungannya.
6. Arif Satrio, dan Silta Reslita Br Ginting yang selalu membantu dalam penyelesaian
penelitian ini.
7. Teman-teman dari Perhiptani, Racana Panglima Sudirman-R.A. Kartini, Fakultas
Pertanian, dan semua teman-teman yang telah membantu dan memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat diperlukan. Besar harapan penulis semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Porang... 4
B. Cara Perkembangbiakan Tanaman Porang ... 5
1. Perkembangbiakan dengan Bulbil atau Katak ... 5
2. Perkembangbiakan dengan Biji/Buah ... 6
3. Perkembangbiakan dengan Umbi ... 6
4. Perkembangbiakan secara Kultur Jaringan ... 6
C. Syarat Tumbuh Tanaman Porang ... 7
1. Keadaan Iklim ... 7
2. Keadaan Tanah ... 7
3. Kondisi Lingkungan ... 7
D. Budidaya Tanaman Porang ... 8
1. Persiapan Lahan ... 8
a. Pada Lahan Datar ... 8
b. Pada Lahan Miring ... 8
2. Penanaman ... 8
3. Pemeliharaan Tanaman ... 8
a. Penyulaman ... 9
b. Pengairan ... 9
d. Pemupukan ... 10
e. Pengendalian OPT ... 10
4. Panen ... 10
5. Hasil Tanaman Porang ... 11
E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang ... 11
F. Bulbil sebagai Alat Perkembangbiakan Tanaman Porang .. 11
G. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tanaman ... 12
H. Hipotesis ... 14
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat ... 15
B. Bahan dan Alat ... 15
C. Metode Penelitian... 15
D. Pelaksanaan Penelitian ... 17
1. Persiapan Media ... 17
2. Pemilihan Bibit ... 17
3. Pemberian CPPU ... 18
4. Penanaman Bulbil ... 20
5. Pemeliharaan ... 21
a. Penyiraman ... 21
b. Pengendalian Gulma ... 21
c. Pengendalian Hama dan Penyakit ... 21
d. Pemupukan ... 21
e. Pendangiran dan Pembumbunan ... 22
f. Panen ... 22
E. Pengamatan ... 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 24
A. Hasil 1. Saat Pecah Tunas (HST) ... 24
2. Tinggi Tanaman (Cm) ... 25
3. Diameter Batang (mm) ... 26
4. Lebar Kanopi (Cm) ... 28
5. Jumlah Batang (Batang) ... 29
6. Jumlah Bulbil Teminal dan Aksilar (Bulbil) ... 31
7. Diameter Bulbil Terminal (mm) ... 32
B. Pembahasan 1. Perlakuan Kombinasi ... 33
2. Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) ... 34
3. Perlakuan Sumber Bibit Bulbil ... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 38
B. Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
KAJIAN KONSENTRASI SITOKININ (CPPU) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN DUA SUMBER BIBIT BULBIL TANAMAN PORANG (Amorphophallus onchophyllus) (DIAN AYUNING RAKHMAWATI, 1025010040) Dibimbing oleh : Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Dan Ir. Djarwatiningsih, MP.
RINGKASAN
Porang atau iles-iles (Amorphophallus onchophyllus) merupakan
tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, batang
halus berwarna hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Tanaman
porang berguna untuk keperluan industri dan juga dapat dipergunakan sebagai
pengganti agar-agar, sebagai bahan pembuat negatif film, isolator dan seluloid
karena sifatnya yang mirip selulosa. Perkembangbiakan tanaman porang, selain
menggunakan umbi, juga dapat menggunakan bulbil. Bulbil pada tanaman
porang terbagi menjadi 2, yaitu bulbil terminal dan bulbil aksilar.
Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian UPN
“Veteran” Jawa Timur pada bulan Agustus 2013-Januari 2014. Penelitian ini
merupakan rancangan percobaan faktorial dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 4 kali. Faktor I yaitu konsentrasi
CPPU (K) yang terdiri dari 4 level : 0 ppm, 10 ppm, 20 ppm, 40ppm. Sedangkan
faktor II yaitu jenis sumber bulbil (S), yang terdiri dari 2 level : sumber bulbil
terminal dan aksilar.
Parameter pengamatan yaitu saat pecah tunas (HST), tinggi tanaman
(Cm), diameter batang (mm), lebar kanopi daun (Cm),jumlah batang (batang),
jumlah bulbil terminal dan aksilar (bulbil), dan diameter bulbil terminal (mm). Data
pengamatan yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan anova.
Apabila hasilnya menunjukkan perbedaan nyata, maka dilakukan uji BNT 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata antara
pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap pertumbuhan dan
perkembangan dua sumber bibit bulbil tanaman porang. Namun, faktor tunggal
konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap saat pecah tunas, tinggi
tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang tanaman porang.
Perlakuan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) memberikan pertumbuhan dan
perkembangan terbaik dibandingkan dengan kontrol, perlakuan K1, dan K2.
Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman,
diameter batang, lebar kanopi, jumlah batang, dan jumlah bulbil tanaman porang.
Sumber bibit bulbil terminal (S1) memberikan pertumbuhan dan perkembangan
A. Latar Belakang
Tanaman porang atau iles-iles merupakan tumbuhan semak (herba) perdu
yang memiliki tinggi 100 – 150 cm, batang tegak, lunak, dan halus berwarna
hijau atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal bercabang
menjadi tiga batang sekunder dan akan bercabang lagi sekaligus menjadi
tangkai daun. Pada setiap ketiak akan tumbuh bulbil/katak berwarna coklat
kehitam-hitaman. Sifat khas tanaman yang menghasilkan umbi ini, yaitu memiliki
toleransi tinggi terhadap lingkungan yang ternaungi.
Tanaman porang digunakan untuk keperluan industri, antara lain :
mengkilapkan kain, perekat kertas, cat kain katun, wool dan bahan imitasi yang
memiliki sifat lebih baik dari amilum serta harganya yang lebih murah. Selain itu,
bahan ini juga dapat dipergunakan sebagai pengganti agar-agar, sebagai bahan
pembuat negatif film, isolator dan seluloid karena sifatnya yang mirip selulosa.
Beberapa tahun terakhir, kebutuhan porang sangat besar. Besarnya
kebutuhan ini tidak diimbangi dengan kegiatan budidaya yang intensif. Upaya
untuk melakukan budidaya porang yang intensif tentu harus ditunjang dengan
dengan ketersediaan bibit. Selain dapat dikembangbiakkan dengan
menggunakan umbi batang dan biji, tanaman porang juga dapat diperbanyak
dengan menggunakan umbi generatif yang tumbuh pada pangkal daun dan
ketiak daun (bulbil).
Bulbil pada tanaman porang terdiri dari dua macam, yaitu bulbil terminal
yang tumbuh dari ujung batang atau pangkal percabangan daun dan bulbil
aksilar yang tumbuh di ketiak cabang daun. Secara umum, bulbil berwarna coklat
gelap keabuan dengan tonjolan-tonjolan mata tunas dalam jumlah banyak. Mata
2
Pertumbuhan tanaman porang tergantung pada musim. Periode tumbuh
tanaman ini hanya 4 bulan per tahun. Pada awal musim hujan tanaman ini mulai
tumbuh dan menjelang akhir musim hujan mengalami dorman. Dengan demikian,
bulbil yang dipanen sejatinya adalah bibit yang tidak bisa langsung ditanam
karena bulbil tersebut berada dalam keadaan dormansi. Salah satu upaya yang
diharapkan mampu untuk memecah dan mempercepat masa dormansinya
tersebut yaitu dengan pemberian zat pengatur tumbuh sitokinin (CPPU).
CPPU (1-(2-chloro-4-pyridil)-3-phenylurea) merupakan sitokinin sintetis
yang efektif memacu pertumbuhan. Sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang
berfungsi dalam mendorong pembentukan sel, merangsang inisiasi dan
pertumbuhan tunas. Selain itu, sitokinin juga berfungsi dalam pembentukan
organ dan menunda penuaan daun pada berbagai jenis tanaman. CPPU dapat
juga berperan sebagai zat pemecah dormansi yang berfungsi memperpendek
periode dormansi dengan meningkatkan aktifitas meristem sub-apikal.
Berdasarkan hasil penelitian Pranyoto (2013), penggunaan CPPU dengan
konsentrasi 10 ppm pada tanaman porang yang dibudidayakan dengan
menggunakan bibit umbi mampu memperpanjang masa aktif tumbuhnya sampai
24 hari.
B. Tujuan
Tujuan dari adanya penelitian ini adalah :
1. Mengetahui interaksi antara konsentrasi sitokinin (CPPU) dengan beberapa
sumber bulbil yang terbaik untuk mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman porang.
2. Mengetahui kosentrasi sitokinin (CPPU) yang efektif dalam pertumbuhan dan
3. Mengetahui jenis sumber bulbil yang terbaik dalam budidaya tanaman porang
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Botani Tanaman Porang
Porang merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan
prospek untuk dikembangkan di Indonesia. Selain mudah didapatkan, juga
mampu menghasilkan karbohidrat yang cukup tinggi berupa glukomanan
(Sumarwoto, 2004). Porang merupakan tumbuhan asli daerah tropis yang
memiliki tinggi 100-250 cm (Prihatyanto, 2007).
Klasifikasi tanaman porang (Anonim, 2013 dalam Pranyoto, 2013) sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arales
Famili : Araceae (suku talas-talasan)
Genus : Amorphophallus
Spesies : Amorphophallus oncophyllus Prain
Porang termasuk tumbuhan semak yang memiliki tinggi 100 – 150 cm
tanaman ini memiliki ciri-ciri batang tegak, lunak, batang halus berwarna hijau
atau hitam belang-belang (totol-totol) putih. Batang tunggal memecah menjadi
tiga batang sekunder dan akan memecah lagi sekaligus menjadi tangkai daun,
memiliki umbi di dalam tanah. Pada setiap pertemuan batang akan tumbuh bintil/
Porang. Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 meter sangat tergantung umur dan
kesuburan tanah (Anonim, 2012).
Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang memiliki warna daun yang
bervariasi, hijau muda sampai hijau tua. Permukaan daun halus dan licin. Bentuk
helaian daun tanaman porang yaitu elips dengan ujung daun runcing.
Bunga tanaman porang akan tumbuh dari umbi yang sudah dewasa
(setelah berumur lebih dari 3 tahun). Bunga berwarna merah muda tau pink,
berbentuk terompet. Setiap umbi hanya akan menghasilkan satu bunga yang
ditopang oleh tangkai bunga yang tumbuh vertikal seperti batang kecil yang
tinggi berkisar 20 – 30 cm (Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).
Tanaman porang memiliki umbi batang yang luarnya berwarna kuning
kecoklatan - krem, sedangkan bagian dalamnya berwarna kuning-kuning
kecoklatan. Umbi tanaman porang berbentuk bulat agak lonjong, berserabut
akar, dengan permukaan umbi batang yang halus-kasar. Umbi bibit tumbuh pada
helaian daun. Kadar glukoman pada umbi tanaman porang dalam satu periode
tumbuh mencapai 35-39 % (Sumarwoto 2005).
B. Cara Perkembangbiakan Tanaman Porang
Dwiyono (2009) menjelaskan bahwa perkembangbiakan tanaman porang
dapat dilakukan dengan cara generatif dengan biji maupun vegetatif dengan
umbi dan bulbil. Secara umum perkembangbiakan tanaman Porang dapat
dilakukan melalui berbagai cara yaitu antara lain:
1. Perkembangbiakan dengan Bulbil atau Katak
Bulbil porang memiliki jumlah, bentuk, bobot, dan variasi ukuran yang
bermacam-macam. Dalam satu tanaman dapat dihasilkan antara 1-20 bulbil,
tergantung masa periode tumbuhnya. Tanaman yang masih mengalami satu kali
6
periode tumbuh dapat menghasilkan 4-7 bulbil, dan yang tiga-empat periode
tumbuh dapat menghasilkan bulbil lebih banyak lagi (10-20 bulbil). Bentuk, bobot,
dan ukuran bulbil beragam tergantung letaknya pada percabangan tulang daun
dan umur tanaman yang menghasilkan (Sumarwoto, 2005).
2. Perkembangbiakan dengan Biji atau Buah
Pranyoto (2013) menjelaskan bahwa perkembangbiakan tanaman porang
menggunakan biji, dilakukan dengan cara menyemaikan biji terlebih dahulu pada
media pasir. Setelah berkecambah dan menjadi bibit setinggi 10 cm, bibit
dipindah ke polybag yang media tanamnya adalah tanah taman dicampur
kompos dengan perbandingan 3:1.
3. Perkembangbiakan dengan Umbi
Pemilihan umbi porang untuk dijadikan sebagai bibit dilakukan dengan cara
memilih umbi yang berukuran kecil-kecil. Apabila bibit dari umbi kecil tidak
mencukupi, maka bibit dapat diupayakan dengan umbi besar yang sudah
dipotong kecil-kecil. Karakter umbi porang yang baik untuk dijadikan bibit antara
lain bentuk umbi normal (bulat), kulit umbinya berwarna coklat keabu-abuan dan
tidak ada bekas luka, di bagian cekungan sudah memperlihatkan calon mata
tunas yang timbul di tengah-tengah cekungan berwarna kemerah-merahan
(Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).
4. Perkembangbiakan secara Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan merupakan suatu alternatif upaya penyediaan bibit
tanaman yang perlu dipertimbangkan. Teknologi ini memberikan beberapa
keuntungan antara lain dapat menghasilkan bibit dalam jumlah banyak, seragam,
bebas patogen, dan relatif cepat. Tanaman porang yang unggul dapat dihasilkan
1,5 mg/l untuk meningkatkan jumlah tunas, tinggi kuncup daun dan jumlah anak
daun serta hormon IBA 1,0 mg/l untuk merangsang pengkalusan dan jumlah akar
(Suheriyanto, Romaidi, dan Resmisari, 2012).
C. Syarat Tumbuh Tanaman Porang
Menurut Sumarwoto (2004), tanaman porang pada umumnya dapat
tumbuh pada jenis tanah apa saja, namun demikian agar usaha budidaya
tanaman Porang dapat berhasil dengan baik perlu diketahui hal-hal yang
merupakan syarat-syarat tumbuh tanaman porang, terutama yang menyangkut
iklim dan keadaan tanahnya.
1. Keadaan Iklim
Tanaman porang mempunyai sifat khusus yaitu toleransi yang sangat
tinggi terhadap naungan atau tempat teduh (tahan tempat teduh). Tanaman
porang membutuhkan cahaya maksimum sampai 40%. Tanaman porang dapat
tumbuh pada ketinggian 0 - 1000 m dpl. Namun wilayah yang paling bagus
berada pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 - 600 m dpl (Hidayat,
Dewanti dan Hartojo, 2012).
2. Keadaan Tanah
Tanaman Porang menghendaki tanah dengan struktur gembur/subur serta
tidak becek (tergenang air) agar menghasilkan umbi yang baik. Derajat
keasaman tanah yang ideal adalah antara pH 6 - 7 dan pada kondisi jenis tanah
apa saja (Sumarwoto, 2004).
3. Kondisi Lingkungan
Wijayanto dan Pratiwi (2011), mengatakan bahwa pertumbuhan porang
lebih baik pada tegakan sengon bernaungan 30% daripada tegakan sengon
8
D. Budidaya Tanaman Porang
Budidaya tanaman porang memiliki langkah sebagai berikut :
1. Persiapan Lahan
a. Pada Lahan Datar
Lahan dibersihkan dari semak-semak liar/gulma lalu dibuat guludan
selebar 50 cm dengan tinggi 25 cm dan panjang di sesuaikan dengan lahan.
Jarak antara guludan adalah 50 cm (Anonim, 2012).
b. Pada Lahan Miring
Lahan dibersihkan tidak perlu diolah. Lalu dibuat lubang tempat ruang
tumbuh bibit tanaman porang yang dilaksanakan pada saat penanaman.
Persiapan bibit Porang dapat diperbanyak dengan cara vegetatif dan generatif
(biji,tetas/bupil). Untuk bibit yang baik dipilih dari umbi dan bulbil yang sehat
(Anonim, 2012).
2. Penanaman
Waktu penanaman porang biasanya disesuaikan dengan keadaan
musimnya, yaitu saat akhir musim kemarau (bulan September-Oktober) dan akan
mulai tumbuh pada saat awal musim hujan tiba. Penanaman bibit porang diawali
dengan membuat congklakan atau lubang tanam. Kemudian setiap lubang
dimasukkan satu bibit dengan posisi bagian bibit yang terdapat calon tunas
berada di sebelah atas. Selanjutnya ditutup dengan tanah tipis-tipis (Hidayat,
Dewanti dan Hartojo, 2012).
3. Pemeliharaan Tanaman
Tanaman porang mudah tumbuh dan tidak memerlukan pemeliharaan
secara khusus. Pertumbuhan dan hasil tanaman porang yang maksimal dapat
a. Penyulaman
Penyulaman ialah tindakan penggantian tanaman mati dengan tanaman
baru. Tanaman mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman
baru. Penyulaman tanaman biasanya dilakukan setelah tanaman tersebut
ditanam sehingga jika terjadi tanaman mati akan mudah diketahui (Anonim,
2012).
b. Pengairan
Menurut Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012), tanaman porang biasanya
ditanam pada awal musim hujan, sehingga pengairan tidak diperlukan, tetapi
apabila setelah tanam untuk beberapa hari sampai satu minggu tidak hujan,
maka sebaiknya (bila memungkinkan) bibit porang yang sudah ditanam tersebut
segera dialiri dengan cara mengenagi lahan untuk beberapa saat. Pengenangan
dilakukan dengan cara mengaliri air melalui saluran (parit) yang ada ditepi dan
ditengah lahan. Selain untuk pengenangan fungsi lain dari parit tersebut juga
untuk pengaturan drainase pada saat musim hujan, agar air hujan tidak
menggenang cukup lama dilahan porang sebab tanaman porang tidak suka
dengan genangan air yang relatif lama yang dapat menyebabkan tanaman
porang roboh atau mati.
c. Penyiangan
Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang berupa
rumput-rumput liar yang dapat menjadi pesaing tanaman porang dalam hal kebutuhan
air, unsur hara dan faktor lainnya. Penyiangan pertama sebaiknya dilakukan
sebulan setelah umbi porang ditanam. Sedangkan penyiangan berikutnya dapat
dilakukan kapan saja jika gulma muncul. Setelah dilakukan penyiangan,
selanjutnya gulma yang terkumpul ditimbun dalam sebuah lubang agar
10
d. Pemupukan
Saat pertama kali bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar dengan
menggunakan pupuk kompos, selanjutnya untuk pemupukan susulan dilakukan
setahun sekali yaitu pada awal musim hujan. Jenis dan dosis pupuk Urea 200
kg/ha, SP 36 100 kg/ha dan KCl 100 kg/ha. Pemberian pupuk dilakukan dengan
cara ditugal di sekitar batang porang (Hidayat, Dewanti dan Hartojo 2012).
e. Pengendalian OPT
Pengendalian hama dilakukan jika tanaman porang tersebut
menunjukkan gejala terserang hama. Hama yang menyerang yaitu ulat daun
kepala besar (Papilio molytes, L), ulat kantong (Mahasena orbetti, L), dan
belalang (Locus, sp) dikendalikan secara manual disertai dengan penyemprotan
insektisida. Insektisida yang digunakan yaitu Decis dengan dosis 1 ml/1 liter air
(Sumarwoto, 2011).
4. Panen
Tanaman porang setelah ditanam selama tiga tahun baru dapat dipanen
untuk pertama kalinya. Setelah itu dapat dipanen tanpa harus menanam kembali
umbinya. Waktu panen biasanya dilakukan pada bulan April sampai Juli pada
saat tanaman mengalami masa dormasi. Ciri-ciri umbi sudah saatnya dipanen
adalah sebagian besar atau seluruh bagian tanaman diatas tanah sudah
mengering dan tersisa batang kering dan lubang kecil yang menjadi petunjuk
keberadaan umbi porang tersebut. Umbi yang dipanen adalah umbi yang sudah
besar, beratnya mencapai lebih dari 1 kg/umbi. Sedangkan umbi yang masih
kecil ditinggalkan untuk dipanen pada daur berikutnya. Rata-rata produksi umbi
5. Hasil Tanaman Porang
Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) menjelaskan, penanganan
pascapanen yang perlu sesegera mungkin dilakukan adalah pembersihan dan
pengeringan. Umbi porang dibersihkan dari kotoran yang masih menempel pada
umbinya secara manual dengan tangan. Setelah bersih, maka umbi
diangin-anginkan. Kemudian dilakukan pengirisan dengan ketebalan 5-8 mm. Proses
selanjutnya yaitu pengeringan. Pengeringan ini dapat dilakukan secara alami di
bawah sinar matahari, atau dalam pengeringan buatan (oven).
E. Ritme Pertumbuhan Tanaman Porang
Pertumbuhan porang dimulai dengan adanya pertumbuhan akar yang
sangat banyak dan bagian atas tanaman memperlihatkan pertumbuhan tunas
pada bulan November. Bulan Desember, tanaman porang mengalamai
pertumbuhan yang cepat (exponential) dengan membentuk batang dan daun,
serta terjadi inisiasi terbentuknya bulbil atau katak. Bulan Januari, tanaman
porang memiliki ukuran daun dan diameter batang maksimum, serta peningkatan
ukuran bulbil. Laju pertumbuhan batang dan bulbil tanaman porang terjadi
peningkatan secara maksimal pada bulan Februari. Selanjutnya memasuki bulan
Maret sebagian tanaman porang sudah mulai roboh dan memasuki masa
dormansi. Bulan April batang tanaman porang roboh, batang dan daun
mengering akan tetapi masih melekat pada mata tunas dibagian umbi. Panen
umbi porang dan bulbil dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus
(Hidayat, Dewanti dan Hartojo, 2012).
F. Bulbil sebagai Alat Perkembangbiakan Tanaman Porang
Saat tumbuh aktif sekitar 2 bulan dan daun-daun sudah tumbuh pada
stadia lanjut, tanaman porang mulai mengeluarkan bulbil atau katak, yaitu umbi
12
mulai seujung pensil sampai sekepalan tangan anak kecil. Bulbil terminal tumbuh
dari ujung batang atau pangkal percabangan daun dan bulbil aksilar yang
tumbuh di ketiak cabang daun. Bulbil terminal berukuran lebih besar dan
berbentuk bulat (jumlahnya hanya satu buah) dengan berat >25 gram.
Sedangkan bulbil aksilar berukuran lebih kecil dan berbentuk lonjong, beratnya <
10 gram. Jumlah bulbil tergantung ruas percabangan daun, biasanya berkisar
antara 4-15 buah bulbil per tanaman (Hidayat, Dewanti, Hartojo, 2012).
Hasil penelitian Sumarwoto dan Maryana (2011) menunjukkan ukuran
bulbil berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman. Bulbil yang
ukurannya semakin besar memberikan pertumbuhan relatif lebih baik daripada
bulbil yang berukuran kecil seperti yang disajikan dalam Tabel 1 :
Tabel 1. Pengaruh Berbagai Ukuran Bulbil dan Jenis Media Tanam terhadap Tinggi Tanaman (Panjang Batang Semu) tanaman Iles-iles pada 12 mst (cm) (Sumarwoto dan Maryana, 2011)
Perlakuan
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf sama pada kolom dan jenis perlakuan yang sama tidak berbeda nyata menurut uji wilayah berganda Duncan (DMRT) pada α = 0,05
G. Peranan Zat Pengatur Tumbuh Sitokinin terhadap Pertumbuhan Tanaman
Zat pengatur pertumbuhan adalah senyawa organik yang dalam jumlah
sedikit mendorong, menghambat atau mengatur proses fisiologis di dalam
tanaman. Penggunaan zat pengatur pertumbuhan dimaksudkan untuk
mempercepat pertumbuhan sekaligus pertumbuhan yang optimum. Tanggapan
pertumbuhan yang telah dicapai tanaman dan konsentrasi yang diberikan
(Kusumo, 1984 dalam Arnita, 2008).
1-(2-chloro-4-pyridil)-3-phenylurea (CPPU) merupakan zat pengatur
tumbuh sitokinin. Sitokinin merupakan hormon tanaman yang mendorong
pembelahan sel, perkecambahan, menunda penuaan, memainkan peranan
penting dalam pengaturan berbagai proses biologis seperti aktivitas
pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Cara kerja hormon Sitokinin
yaitu dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur
sel tanaman. Sitokinin juga dapat menunda penuaan daun, bunga, dan buah
dengan cara mengontrol dengan baik proses kemunduran yang menyebabkan
kematian sel-sel tanaman (Junaidi, 2010).
Hasil penelitian Pranyoto (2013) menunjukkan konsentrasi zat pengatur
tumbuh CPPU berpengaruh nyata terhadap bobot umbi, peningkatan bobot umbi
panen dan saat pecah tunas tanaman porang (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Sumber Bibit (B) dan Konsentrasi CPPU (K)
14
Tanaman porang dengan perlakuan konsentrasi CPPU 10 ppm (K2)
menunjukkan periode tumbuh aktif tanaman porang terlama yaitu 44,31 hari.
Pemanjangan periode tumbuh aktif tanaman porang oleh pengaruh perlakuan
CPPU 10 ppm (K2) adalah 24 hari, sedangkan pemanjangan periode tumbuh
aktif tanaman porang pada perlakuan konsentrasi 5 ppm (K1) dan 15 ppm (K3)
masing- masing 16 dan 19 hari. Pada pertumbuhan tanaman hal yang paling
menguntungkan untuk hasil hasil produksi tanaman porang yaitu penundaan
penuaan tanaman sehingga tanaman tersebut mampu berproduksi dengan
maksimal.
H. Hipotesis
1. Diduga terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi CPPU dengan
sumber bulbil sebagai bibit terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman porang.
2. Diduga konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
perkembangan tanaman porang.
3. Diduga sumber bibit bulbil berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2013-Januari 2014.
Tempat penelitian di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa
Timur, pada ketinggian tempat 5 meter dpl dan ternaungi oleh tanaman
mengkudu.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang diperlukan pada penelitian ini antara lain : tanah, pupuk
kompos, pupuk NPK majemuk, sekam, bulbil terminal dan aksilar, CPPU, dan air.
Sedangkan alat-alat yang digunakan antara lain : polybag, sekop, cetok,
timbangan, gelas ukur, beaker glass, sprayer, spet (alat suntik), gembor, selang,
penggaris, kamera, dan alat tulis.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan percobaan faktorial dengan menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan diulang sebanyak 4 kali. Faktor I adalah
konsentrasi CPPU yang terdiri dari 4 level dan faktor II adalah perlakuan sumber
bulbil yang terdiri dari 2 level.
Faktor I : Konsentrasi CPPU (K)
K0 : CPPU 0 ppm (kontrol)
K1 : CPPU 10 ppm
K2 : CPPU 20 ppm
K3 : CPPU 40 ppm
Faktor II : Sumber bulbil (S)
S1 : Sumber bulbil terminal
16
Dari kedua faktor diperoleh 8 perlakuan kombinasi sebagai berikut :
K0S1: Perlakuan pemberian CPPU 0 ppm dengan sumber bulbil terminal
K0S2 : Perlakuan pemberian CPPU 0 ppm dengan sumber bulbil aksilar
K1S1 : Perlakuan pemberian CPPU 10 ppm dengan sumber bulbil terminal
K1S2 : Perlakuan pemberian CPPU 10 ppm dengan sumber bulbil aksilar
K2S1 : Perlakuan pemberian CPPU 20 ppm dengan sumber bulbil terminal
K2S2 : Perlakuan pemberian CPPU 20 ppm dengan sumber bulbil aksilar
K3S1 : Perlakuan pemberian CPPU 40 ppm dengan sumber bulbil terminal
K3S2 : Perlakuan pemberian CPPU 40 ppm dengan sumber bulbil aksilar
Masing-masing perlakuan kombinasi tersebut diulang sebanyak empat
kali. Sehingga didapatkan 32 satuan percobaan, setiap satuan percobaan
terdapat 4 tanaman. Dengan demikian, polybag yang harus disiapkan sebanyak
128 polybag. Penempatan polybag tersebut dilakukan secara acak. Hasil
pengacakan tersaji pada denah Gambar 1 :
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Persiapan Media
Media tanam yang digunakan pada penelitian ini merupakan campuran dari
tanah, sekam, dan pupuk kompos. Ketiga bahan tersebut dicampur secara
merata dengan perbandingan 1:1:1. Perbandingan media didapatkan
berdasarkan perbandingan volumenya. Media yang telah dibuat tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam polybag berukuran 30x35 cm sampai 4/5 bagian
penuh. Selanjutnya, media disiram dengan air sampai jenuh.
2. Pemilihan Bibit
Bibit yang digunakan berupa bulbil, yang dibedakan menjadi bulbil terminal
dan bulbil aksilar. Bulbil terminal merupakan bulbil yang tumbuh pada pangkal
percabangan daun berukuran lebih besar dan berbentuk bulat. Sedangkan bulbil
aksilar merupakan bulbil yang tumbuh di ketiak cabang daun, berukuran lebih
kecil dan berbentuk lonjong. Perbedaan dari kedua bulbil tersebut terlihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Bentuk Bulbil Aksilar (kiri) dan Bulbil Terminal (kanan)
Bulbil yang dipilih merupakan bulbil yang berukuran relatif seragam dan
telah memperlihatkan pertumbuhan tunas. Masing-masing bulbil kemudian
ditimbang. Hasil penimbangan menunjukkan bulbil terminal berukuran rata-rata
18
3. Pemberian CPPU
Bulbil yang sudah dipilih kemudian diberi CPPU sesuai perlakuan
masing-masing konsentrasi dengan cara menyemprotkan larutan CPPU yang telah
dibuatkan larutan stoknya dengan menggunakan sprayer secara merata pada
bulbil yang akan ditanam.
Pemberian kedua dilakukan pada 1 minggu setelah tanam dengan cara
menyemprotkan 5 ml CPPU sesuai perlakuan pada tunas yang telah tumbuh
dengan menggunakan spet (alat suntik). Apabila tunas belum tumbuh maka
aplikasi dilakukan dengan menyemprotkannya pada bagian permukaan bulbil.
Pemberian selanjutnya yaitu pada saat tanaman porang yang berumur 3 bulan,
hal ini disebabkan karena pada usia 3 bulan tanaman porang memiliki tinggi
yang relatif seragam sehingga jika dilakukan perlakuan sudah memenuhi kriteria
keseragaman tinggi tanaman. Pemberian ketiga dilakukan dengan cara
menyeprotkan 50 ml CPPU ke bagian permukaan daun tanaman porang.
Menurut Husniya (2012), pembuatan larutan stok CPPU 1000 ppm
sebanyak 1 liter dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
- Pembuatan larutan stok 1000ppm :
1000 ppm =
=
=
Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU dapat dilakukan dengan
perhitungan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
V1 = Volume larutan standart yang diencerkan
V2 = Volume larutan pengenceran
M1 = Konsentrasi larutan yang diencerkan
M2 = konsentrasi larutan pengenceran
- Pembuatan larutan CPPU 0 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak 1000
ml :
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 0x 1000
V1 = 0
1000
V1 = 0 ml
Membuat larutan CPPU 0 ppm dilakukan dengan tanpa memberi CPPU
pada 1000 ml aquadest.
- Pembuatan larutan CPPU 10 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak
1000 ml :
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 10x 1000
V1 = 10000
1000
V1 = 10 ml
Membuat larutan CPPU 10 ppm dilakukan dengan melarutkan 10 ml
larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.
- Pembuatan larutan CPPU 20 ppm dari larutan stok 1000 ppm sebanyak
1000 ml :
M1 x V1 = M2 x V2
20
V1 = 20000
1000
V1 = 20 ml
Membuat larutan CPPU 20 ppm dilakukan dengan melarutkan 20 ml
larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.
- Pembuatan larutan CPPU 40 ppm dari larutan stok 1000 ppm
M1 x V1 = M2 x V2
1000 x V1 = 40x 1000
V1 = 40000
1000
V1 = 40 ml
Membuat larutan CPPU 40 ppm dilakukan dengan melarutkan 40 ml
larutan stok CPPU kedalam aquadest hingga volumenya mencapai 1000 ml.
4. Penanaman Bulbil
Penanaman bibit bulbil dilakukan dengan cara membuat lubang tanam
terlebih dahulu pada media yang telah disiapkan. Lubang yang dibuat
diupayakan tidak terlalu dalam, sehingga posisi kulit permukaan bulbil rata
dengan permukaan tanah. Jumlah bulbil yang ditanam sebanyak satu bibit tiap
polybag dengan posisi bagian bulbil yang tumbuh tunas berada di sebelah atas.
Setelah itu, bulbil yang sudah tertanam ditutupi tanah tipis-tipis 1 cm agar tunas
yang tumbuh tidak kesulitan menembus permukaan tanah dan tumbuhnya
5. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan secara rutin sebanyak 2x tiap hari, terutama pada
fase awal pertumbuhan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor
secara pelan-pelan dan merata sampai jenuh air.
b. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dilakukan jika pada polybag terdapat tanaman
pengganggu dengan cara mencabutnya.
c. Pengendalian Hama Dan Penyakit
Pengendalian ini dilakukan jika tanaman memperlihatkan gejala terserang
organisme pengganggu tanaman (OPT). Hama yang menyerang tanaman
porang yaitu ulat daun kepala besar (Papilio molytes, L). Pengendalian dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan pestisida. Apabila OPT yang
menyerang dalam jumlah sedikit, maka pengendalian dapat dilakukan secara
manual dengan mengambil dan membuang OPT yang menyerang. Apabila OPT
yang menyerang dalam jumlah besar maka digunakan insektisida. Insektisida
yang digunakan untuk pemberantasan hama tersebut yaitu Decis dengan dosis
1ml/1 liter air.
d. Pemupukan
Pada saat bibit ditanam, dilakukan pemupukan dasar berupa pupuk
kompos. Selanjutnya, pupuk yang diberikan berupa pupuk NPK majemuk.
Pemberian pupuk selanjutnya dilakukan hanya satu kali, yaitu pada awal musim
hujan dengan dosis 10 gram tiap tanaman. Pemberian pupuk dilakukan dengan
22
e. Pendangiran dan Pembumbunan
Pendangiran bertujuan untuk menggemburkan tanah disekitar tanaman.
Sedangkan pembumbunan dilakukan jika media tanam didalam polybag sudah
mulai memadat atau berkurang yaitu berkurang dari 4/5 bagian polybag.
Pembumbunan ditujukan untuk menutup bagian akar yang terlihat di permukaan
tanah. Pembumbunan dilakukan di sekitar pangkal tanaman dengan cara
menggemburkan tanah sekitar lubang tanam menggunakan cetok kemudian
menimbunnya di bagian pangkal setiap 2 minggu. Pengerjaannya harus secara
hati-hati dan menghindari jangan sampai bibit terkena cetok dan terjadi luka yang
dapat berakibat adanya pembusukan pada bibit sehingga mengganggu
pertumbuhannya.
E. Pengamatan
Parameter pengamatan yang diamati dalam penelitian ini antara lain :
1. Saat Pecah Tunas (Hst)
Pengamatan ini dilakukan dengan cara menghitung waktu (hari) mulai dari
saat pemberian CPPU pertama kali sampai dengan bibit porang
memperlihatkan stadia pecah tunas..
2. Tinggi Tanaman (Cm)
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai pangkal percabangan
menggunakan penggaris.
3. Lebar Kanopi Daun (Cm)
Pengamatan ini dilakukan dengan cara mengukur kanopi daun yang paling
lebar menggunakan penggaris
4. Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur dengan menggunakan jangka sorong pada
5. Jumlah Batang (batang)
Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung jumlah batang yang tumbuh
dari bulbil yang sama pada setiap polybag.
6. Jumlah Bulbil Aksilar dan Terminal (bulbil)
Jumlah bulbil didapatkan dengan cara menghitung jumlah bulbil yang
tumbuh pada setiap tanaman, baik bulbil aksilar maupun bulbil terminal.
Pengamatan dilakukan satu minggu sekali.
7. Diameter Bulbil Terminal (mm)
Pengamatan diameter bulbil terminal dilakukan dengan menggunakan
jangka sorong.
F. Analisis Ragam dan Uji Lanjutan
Analisis ragam yang digunakan pada penelitian ini yaitu anova. Apabila
hasil pengamatan menunjukkan suatu perbedaan yang nyata maka akan
dilanjutkan dengan uji BNT 5 %.
Yijk = µ + αi + βj + α (β)i j + εijk
Dimana:
Yijk = Hasil/nilai pengamatan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j dan
pada ulangan ke-k
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh faktor A pada level ke-i
βj = Pengaruh faktor B pada level ke-j
α (β) ij = Pengaruh interaksi AB pada level A ke-i, level B ke-j
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Saat Pecah Tunas (HST)
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap saat
pecah tunas pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang diketahui bahwa tidak
terdapat interaksi yang nyata. Namun, faktor tunggal konsentrasi sitokinin (CPPU)
berpengaruh sangat nyata terhadap saat pecah tunas bibit tanaman porang (Tabel
lampiran 1).
Rata-rata saat pecah tunas tanaman porang karena perlakuan konsentrasi
CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-rata Saat Pecah Tunas (HST) karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Tanaman Porang
Perlakuan Saat Pecah Tunas (HST)
Konsentrasi CPPU
0 ppm (K0 = kont rol) 41,38 c
10 ppm (K1) 38,50 c
20 ppm (K2) 32,13 b
40 ppm (K3) 24,63 a
BNT 5 % 3,50
Sumber bibit bulbil
Bulbil Terminal (S1) 34,88
Bulbil Aksilar (S2) 33,44
BNT 5 % t n
Keterangan : Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf sama pada perlakuan yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%. HST = Hari Setelah Tanam
Tabel 3 menunjukkan bahwa konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) menghasilkan
kontrol. Percepatan saat pecah tunas bibit bulbil tanaman porang karena pengaruh
konsentrasi CPPU 40 ppm adalah 17 hari jika dibandingkan dengan kontrol.
Saat pecah tunas tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan sumber
bibit bulbil, baik yang bibitnya berasal dari bulbil terminal maupun dari bulbil aksilar
(Tabel 3).
2. Tinggi Tanaman (Cm)
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap tinggi
tanaman pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak
terdapat interaksi yang nyata. Namun, faktor tunggal konsentrasi sitokinin (CPPU)
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman porang pada umur 7-10 MST.
Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman
pada semua umur pengamatan (Tabel lampiran 2-9).
Nilai rata-rata tinggi tanaman porang karena perlakuan sumber bibit bulbil
dan konsentrasi CPPU umur 7-14 MST disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata Tinggi Tanaman (Cm) karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Tanaman Porang Umur 7-14 MST
Perlakuan Tinggi Tanaman (Cm) (MST)
7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji
BNT 5 %.
26
Tabel 4 diketahui bahwa pemberian CPPU dengan konsentrasi CPPU 10
ppm, 20 ppm, dan 40 ppm memberikan pengaruh yang nyata dan berbeda
dibandingkan dengan kontrol pada umur 7 MST. Pada minggu ke-8 setelah tanam,
tinggi tanaman yang dihasilkan oleh kontrol menunjukkan tidak berbeda nyata
dengan perlakuan K1, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan K2 dan K3.
Sedangkan pada umur 9 dan 10 MST, terlihat perlakuan K2 dan K1 menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Namun pada umur 11 MST
sampai akhir pengamatan (14 MST), perlakuan konsentrasi CPPU pada semua
level konsentrasi perlakuan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata dibandingkan
dengan kontrol.
Konsentrasi CPPU 40 ppm pada umur 7 MST menghasilkan rata-rata tinggi
tanaman porang tertinggi dan berbeda nyata dibandingkan kontrol. Perlakuan K3
cenderung memiliki tinggi tanaman tertinggi, akan tetapi tidak berbeda nyata
dengan perlakuan K1 dan K2. Tinggi tanaman porang yang diberi CPPU dengan
konsentrasi 40 ppm pada umur 7 meningkat sebesar 52% dibandingkan dengan
kontrol.
Sumber bibit bulbil menunjukkan pengaruh yang sangat nyata pada rata-rata
tinggi tanaman porang. Sumber bibit yang berasal dari bulbil terminal (S1)
menghasilkan rata-rata tinggi tanaman yang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan
sumber bibil bulbil aksilar. Peningkatan tinggi tanaman porang oleh pengaruh
sumber bibit bulbil terminal pada umur 14 MST adalah sebesar 20% dibandingkan
dengan tinggi tanaman yang sumber bibitnya berasal dari bulbil aksilar (Tabel 4).
3. Diameter Batang (mm)
Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap
diameter batang pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa
terhadap diameter batang tanaman porang pada umur pengamatan 7-10 MST.
Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap diameter batang
pada semua umur pengamatan (Tabel lampiran 10-17).
Nilai rata-rata diameter batang tanaman porang karena perlakuan
konsentrasi sitokinin (CPPU) dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Diameter Batang (mm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST
Perlakuan Diameter Batang (mm) (MST)
7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
uji BNT 5%.
MST : Minggu Setelah Tanam
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada minggu ke-7 dan 8 setelah tanam,
perlakuan konsentrasi CPPU, baik K3, K2, dan K1 tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Perbedaan yang nyata terhadap diameter
batang tanaman porang oleh pengaruh perlakuan K3 dibandingkan dengan kontrol
ditunjukkan saat tanaman umur 9 dan 10 MST. Peningkatan terbesar diameter
batang tanaman porang oleh pengaruh konsentrasi CPPU 40 ppm terjadi pada
umur 9 MST, yaitu sebesar 29 % dibandingkan dengan kontrol. Saat umur 11 MST
sampai 14 MST perlakuan konsentrasi CPPU tidak menunjukkan perbedaan yang
28
Sumber bibit bulbil terminal (S1) menghasilkan diameter batang lebih besar
dan berbeda nyata dibandingkan dengan sumber bibit bulbil aksilar (S2). Pada
akhir pengamatan (14 MST) terlihat bahwa bulbil terminal menghasilkan diameter
batang 28,80 mm atau 55 % lebih besar bila dibandingkan dengan bulbil aksilar
(Tabel 5).
4. Lebar Kanopi (Cm)
Hasil analisis ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap lebar
kanopi pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak
terdapat interaksi yang nyata. Konsentrasi CPPU berpengaruh nyata terhadap lebar
kanopi tanaman porang pada umur 7-11 MST. Sedangkan perlakuan sumber bibit
bulbil berpengaruh sangat nyata terhadap lebar kanopi tanaman porang pada
semua umur pengamatan (Tabel lampiran 18-25).
Rata-rata lebar kanopi tanaman porang karena pengaruh konsentrasi CPPU
dan sumber bibit bulbil umur 7 sampai 14 MST disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rata-rata Lebar Kanopi (Cm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST
Perlakuan Lebar Kanopi (Cm) (MST)
7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
uji BNT 5%.
Tabel 6 menunjukkan bahwa pada awal pengamatan (7 MST) sampai akhir
pengamatan (14 MST) terlihat bahwa perlakuan CPPU 10 ppm menghasilkan lebar
kanopi yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Pada umur 8 dan 12 MST terlihat
lebar kanopi yang dihasilkan oleh kontrol tidak berbeda nyata dengan perlakuan K1
dan K2. Memasuki umur 13 MST mulai terlihat tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara kontrol dengan perlakuan CPPU pada semua level konsntrasi perlakuan.
Perlakuan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) menghasilkan lebar kanopi yang
terlebar dan berbeda nyata dibandingkan kontrol dan perlakuan K1 pada umur 10
dan 11 MST. Namun, perlakuan K3 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan perlakuan K2 terhadap lebar kanopi tanaman porang pada semua umur
pengamatan. Pada awal pengamatan, tanaman porang dengan perlakuan 40 ppm
menghasilkan peningkatan lebar kanopi sebesar 23 % dibandingkan dengan
kontrol.
Lebar kanopi tanaman juga dipengaruhi oleh sumber bibit bulbil. Perlakuan
sumber bibit bulbil terminal menghasilkan lebar kanopi yang lebih besar dan
berbeda nyata dibanding perlakuan bibit bulbil aksilar. Pada umur 7 MST terlihat
bahwa lebar kanopi yang dihasilkan dari perlakuan sumber bibit bulbil terminal
terdapat peningkatan sebesar 62% dibandingkan dengan perlakuan sumber bibit
bulbil aksilar. Sedangkan pada akhir pengamatan (14 MST), peningkatan lebar
kanopi sebesar 15 % (Tabel 6).
5. Jumlah Batang (batang)
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi sitokinin (CPPU) terhadap jumlah
batang pada dua sumber bibit bulbil tanaman porang menunjukkan bahwa tidak
terdapat interaksi yang nyata. Namun secara sendiri-sendiri (faktor tunggal)
30
umur 9-11 MST. Sedangkan sumber bibit bulbil berpengaruh nyata terhadap jumlah
batang tanaman porang umur 12-14 MST (Tabel lampiran 26-33).
Rata-rata jumlah batang tanaman porang karena pengaruh perlakuan
konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata Jumlah Batang (batang) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 7-14 MST
Perlakuan Jumlah bat ang (bat ang) (M ST)
7 8 9 10 11 12 13 14 kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada
uji BNT 5%.
MST : Minggu Setelah Tanam
Tabel 7 diketahui bahwa pada umur 7 dan 8 MST perlakuan konsentrasi
CPPU memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah batang tanaman
porang. Namun, memasuki 9 dan 10 MST perlakuan CPPU 40 ppm menghasilkan
jumlah batang yang berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada umur 11-14
MST perlakuan CPPU pada semua level konsentrasi tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata dibandingkan dengan kontrol. Konsentrasi CPPU 40 ppm (K3)
menghasilkan jumlah batang terbanyak dan berbeda nyata dengan perlakuan lain
pada umur pengamatan 9 MST. Peningkatan jumlah batang tanaman porang oleh
perlakuan K3 pada umur 9 MST sebesar 24% dibandingkan dengan kontrol.
Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata pada umur 12 MST
tanaman porang. Perlakuan sumber bibit bulbil terminal (S1) menghasilkan jumlah
batang lebih banyak dibandingkan sumber bibit bulbil aksilar (S2). Peningkatan
jumlah batang tanaman porang oleh perlakuan S1 pada umur 12, 13, dan 14 MST
berturut-turut sebesar 17%, 10%, dan 11% dibandingkan dengan perlakuan S2
(Tabel 7).
6. Jumlah Bulbil Terminal dan Aksilar (bulbil)
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi CPPU pada dua sumber bibit bulbil
menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yang nyata terhadap jumlah bulbil tanaman
porang. Faktor tunggal sumber bibit bulbil menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata terhadap jumlah bulbil tanaman porang (Tabel lampiran 34).
Rata-rata jumlah bulbil tanaman porang umur 17 MST oleh pengaruh
konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rata-rata Jumlah Bulbil (bulbil) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 17 MST
Perlakuan Jumlah bulbil (bulbil) sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi CPPU 40 ppm (K3)
cenderung menghasilkan jumlah bulbil terbanyak, tetapi tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kontrol, perlakuan K1, dan K2. Perlakuan K3 menunjukkan
32
Perlakuan sumber bibit bulbil terminal (S1) memiliki jumlah bulbil yang lebih
banyak dan berbeda nyata dibandingkan dengan sumber bibit bulbil aksilar.
Peningkatan jumlah bulbil perlakuan S1 dibanding dengan S2 sebesar 31,51 %
(Tabel 8).
7. Diameter Bulbil Terminal (mm)
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi antara
konsentrasi CPPU dengan sumber bibit bulbil tanaman porang terhadap diameter
bulbil tanaman porang. Demikian pula faktor tunggal konsentrasi CPPU dan sumber
bibit bulbil menunjukkan hasil yang tidak beda nyata terhadap diameter bulbil
tanaman porang (Tabel lampiran 35).
Rata-rata ukuran diameter bulbil terminal tanaman porang umur 17 MST
oleh pengaruh konsentrasi CPPU dan sumber bibit bulbil disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9. Rata-rata Diameter Bulbil Terminal (mm) Tanaman Porang karena Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU) dan Sumber Bibit Bulbil Umur 17 MST
Perlakuan Diameter Bulbil Terminal (mm)
Konsentrasi CPPU sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNT 5%.
Tabel 9 menunjukkan konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) cenderung
menghasilkan diameter batang yang lebih besar dibanding perlakuan K0, K1, dan
diameter bulbil sebesar 12% pada umur 17 MST. Sedangkan sumber bibit bulbil
terminal menghasilkan diameter bulbil 3 % lebih besar dibandingkan dengan
sumber bibit bulbil aksilar.
B. Pembahasan
Pertumbuhan tanaman porang dimulai dari saat pecah tunas sampai dengan
munculnya bulbil. Peubah yang termasuk ke dalam fase pertumbuhan tanaman
porang diantaranya saat pecah tunas, tinggi tanaman, diameter batang, lebar
kanopi, dan jumlah batang. Sedangkan periode generatif (perkembangan) tanaman
porang dimulai dengan pertumbuhan bulbil. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Hidayat, Dewanti dan Hartojo (2012) bahwa fase generatif tanaman porang
ditunjukkan dengan mulai keluarnya bulbil yaitu umbi generatif yang tumbuh pada
pangkal daun dan ketiak daun. Peubah yang termasuk dalam pengamatan
perkembangan tanaman porang yaitu jumlah dan diameter bulbil.
1. Perlakuan Kombinasi
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata
antara perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) dan sumber bibit bulbi terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman porang (Amorphophallus onchophyllus)
pada semua peubah pengamatan. Hal ini diduga karena masing-masing perlakuan
(faktor tunggal) lebih berpengaruh. Menurut Poerwowidodo (1992) bila salah satu
faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor lainya maka pengaruh faktor tersebut
tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda
pengaruh dan sifat kerjanya maka akan menghasilkan hubungan yang berpengaruh
34
2. Perlakuan Konsentrasi Sitokinin (CPPU)
Faktor tunggal perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) berpengaruh
sangat nyata terhadap saat pecah tunas (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa
adanya sitokinin mempercepat pecah tunas tanaman porang. Percepatan ini diduga
karena sitokinin mampu meningkatkan pembelahan sehingga dapat berperan
sebagai dormancy breaking agent pada tanaman porang. Dewi (2008) menyatakan
bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan sel, pertumbuhan dan
perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun dengan
cara mengontrol proses kemunduran yang menyebabkan kematian pada sel-sel
tanaman.
Tabel 4-9 menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sitokinin (CPPU) tidak
menghasilkan perbedaan yang nyata terhadap peubah jumlah bulbil terminal dan
aksilar dan diameter bulbil terminal. Namun, CPPU memberikan pengaruh yang
nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang
pada beberapa umur pengamatan. Sitokinin diduga tidak memberikan pengaruh
yang efektif karena adanya faktor-faktor lain yang tidak mendukung. Selain kondisi
lingkungan, ketepatan dosis dan waktu pemberian juga mempengaruhi efektivitas
sitokinin sebagai salah satu zat pengatur pertumbuhan. Sesuai dengan pernyataan
Manurung et al. dalam Suryaningsih (2004) bahwa pemberian zat pengatur tumbuh
akan efektif bila digunakan pada fase pertumbuhan tertentu, dengan kondisi yang
tepat dan pada kondisi lingkungan tertentu. Hal ini diperkuat oleh pernyataan
Weaver (1972) dalam Sunu (1999) bahwa keberhasilan aplikasi zat pengatur
pertumbuhan ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah takaran atau
konsentrasi harus tepat, metode pemberian, waktu pemberian yang tepat dan jenis
Pemberian konsentrasi CPPU yang berbeda pada dua sumber bibit bulbil
tanaman porang akan menunjukkan hasil pertumbuhan dan perkembangan yang
berbeda pula. Perlakuan sitokinin cenderung memberikan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman porang yang lebih baik dibandingkan dengan kontrol.
Tanaman yang diberi CPPU pada beberapa level konsentrasi yaitu 10 ppm, 20 ppm,
dan 40 ppm mampu meningkatkan tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi,
jumlah batang, jumlah bulbil, dan diameter bulbil yang lebih besar dibandingkan
dengan kontrol. Yusnita (2003) mengemukakan bahwa sitokinin mempunyai
peranan dalam mendukung perpanjangan sel, aktifitas kambium dan mendukung
pembentukan RNA baru serta sintesa protein. Pemberian sitokinin selain
menambah tinggi tanaman juga menambah luas daun, berat kering tanaman,
mencegah imbibisi dan mendorong pembentukan buah. Selain itu, perbedaan
pertumbuhan diduga disebabkan oleh percepatan pertumbuhan tunas dari tanaman
porang yang diberi CPPU. Percepatan proses pecah tunas ini akan mendukung
pertumbuhan tanaman porang relatif lebih cepat.
Peningkatan pertumbuhan ini diharapkan mampu untuk meningkatkan
produktivitas tanaman porang. Pranyoto (2013) menyatakan bahwa pertumbuhan
vegetatif tanaman porang yang maksimal akan menghasilkan produktifitas tanaman
yang bagus sehingga zat asimilat pada tanaman yang dibutuhkan untuk
produktifitas umbi dapat tercukupi maka umbi yang dihasilkan akan lebih besar. Jika
pertumbuhan tanaman tersebut tidak maksimal maka akan terjadi kurangnya zat
asimilat yang diperlukan untuk pembesaran umbi.
CPPU dengan konsentrasi 40 ppm tampak menunjukkan pertumbuhan
vegetatif dan generatif yang lebih baik daripada kontrol. Nababan (2009)
36
yang diberikan. Jika dosisnya tepat akan sangat membantu pertumbuhan dan hasil
produksi tanaman.
3. Perlakuan Sumber Bibit Bulbil
Hasil penelitian menunjukkan faktor tunggal sumber bibit bulbil memberikan
pengaruh yang tidak nyata terhadap saat pecah tunas tanaman porang. Hal ini
mengindikasikan bahwa ukuran bulbil tidak berpengaruh terhadap pemecahan
masa dormansi dari tanaman porang. Saat pecah tunas tanaman porang dapat
dipercepat dengan adanya pemberian CPPU. Sutopo (2004) menjelaskan bahwa
dormansi pada benih dapat berlangsung selama beberapa hari, semusim bahkan
sampai beberapa tahun tergantung pada jenis tanaman dan tipe dormansinya.
Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya
atau sebelum dikenakan suatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut.
Perlakuan sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata pada
peubah pertumbuhan yang lain, yaitu tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi,
dan jumlah batang tanaman porang di semua umur pengamatan. Perlakuan sumber
bibit bulbil juga memberikan pengaruh yang nyata pada peubah jumlah bulbil
terminal dan aksilar tanaman porang. Sumber bibit yang berasal dari bulbil terminal
(S1) pertumbuhannya lebih baik dibandingkan dengan bibit bulbil aksilar (S2). Hal
ini diduga karena ukuran bulbil terminal yang lebih besar daripada bulbil aksilar.
Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Sumarwoto dan Maryana (2011) bahwa
ukuran bulbil berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman porang,
bulbil yang mempunyai ukuran semakin besar memberikan pertumbuhan relatif
lebih baik daripada bulbil yang berukuran kecil.
Perlakuan sumber bibit bulbil tidak berpengaruh nyata terhadap diameter
bulbil terminal. Akan tetapi, perlakuan ini menunjukkan hasil yang nyata terhadap
bahwa sumber bibit bulbil terminal (S1) memiliki perkembangan lebih baik daripada
sumber bibit bulbil aksilar (S2). Hal ini diduga karena bulbil terminal memiliki
cadangan makanan yang lebih banyak, sehingga menghasilkan pertumbuhan yang
lebih baik. Pertumbuhan vegetatif yang baik dapat mendukung peningkatan fase
generatif tanaman porang. Sumarwoto (2004) menjelaskan bahwa bulbil yang
berukuran lebih besar memiliki cadangan makanan lebih banyak daripada bulbil
yang berukuran kecil sehingga mampu mendukung pertumbuhan tunas awal lebih
cepat dan memberikan peluang pembentukan akar lebih cepat. Pernyataan ini
diperkuat oleh Jedeng (2011) bahwa semakin besar umbi bibit maka kandungan
proteinnya semakin banyak. Besar benih berpengaruh terhadap kecepatan
pertumbuhan dan produksi, karena berat bibit menentukan besarnya kecambah
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara konsentrasi sitokinin (CPPU)
dengan sumber bulbil sebagai bibit terhadap pertumbuhan dan perkembangan
tanaman porang.
2. Konsentrasi sitokinin (CPPU) berpengaruh nyata terhadap saat pecah tunas,
tinggi tanaman, diameter batang, lebar kanopi, dan jumlah batang tanaman
porang. Faktor Tunggal konsentrasi CPPU 40 ppm (K3) memberikan
pertumbuhan dan perkembangan terbaik dibandingkan dengan kontrol,
perlakuan K1, dan K2.
3. Sumber bibit bulbil memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi
tanaman, diameter batang, lebar kanopi, jumlah batang, dan jumlah bulbil
terminal dan aksilar tanaman porang. Sumber bibit bulbil terminal (S1)
memberikan pertumbuhan dan perkembangan yang lebih baik dibandingkan
dengan bibit yang berasal dari bulbil aksilar.
B. Saran
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah perlu adanya
penelitian pemberian sitokinin (CPPU) dengan konsentrasi yang lebih
ditingkatkan agar memberikan pengaruh yang efektif terhadap pertumbuhan dan
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Porang atau Suwek (Amorphophallus onchophyllus)
http://supplykeongmas.blogspot.com/2012/10/porang-atau-suwek-amorphopallus.html Diakses pada tanggal 6 November 2013.
Arnita, R. 2008. Pengaruh Konsentrasi Sitokinin Dan Takaran Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Pule Pandak (Rauvolfia serpentina(L.) Benth. ex Kurz). Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta (Tidak Dipublikasikan). Hal 67.
Dewi I. R. A. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Jurnal. 45 hal.
Dwiyono, K. 2009. Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume) dan Beberapa Manfaatnya. Jurnal Biodiversitas 6, (3). Hal 185-190.
Hidayat R, F. D. Dewanti, dan Hartojo. 2012. Mengenal Karakteristik, Manfaat, Dan Budidaya Tanaman Porang. UPN ‘‘Veteran’’ JATIM Press. Surabaya 51hal.
Husniya. 2012. Pengenceran larutan. www.eprints.uny.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2013.
Jedeng, I. W. 2011. Pengaruh Jenis Dan Dosis Pupuk Organik Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Ubi Jalar (Ipomoea Batatas (L.) Lamb.) Var. Lokal Ungu. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Udayana (Tidak Dipublikasikan). 61Hal.
Junaidi, W. 2010. Hormon sitokinin. http://wawan-junaidi.blogspot.com. Diakses pada tanggal 5 November 2013
Nababan, D. 2009. Pengaruh ZPT terhadap Pertumbuhan Stek Ekaliptus Klon. Tesis. Faultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara (USU). Medan (Tidak Dipublikasikan). 45hal.
Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Angkasa. Bandung 78hal.
Pranyoto, V. A. 2013. Kajian Konsentrasi CPPU terhadap Pertumbuhan dan Hasil Beberapa Sumber Bibit Porang (Amorphophallus onchophyllus). Skripsi, Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur (tidak dipublikasikan). Hal 25-40
Prihatyanto, T. 2007 Budidaya Belimbing Dan Porang Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Di Dalam Dan Di Sekitar Hutan. Majalah Kehutanan Indonesia Edisi II. 31hal.
40
Sunu, P. 1999. Pengaruh Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh CPPU terhadap ”Fruit Set” pada Tanaman Jambu Mete (Anacardium occidentale L.). Penelitian Bidang Pertanian FP UNS. Surakarta. Hal 54-59.
Sumarwoto. 2004. Pengaruh Pemberian Kapur dan Ukuran Bulbil Terhadap Pertumbuhan Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) pada Tanah Ber-Al Tinggi Jurnal Ilmu Pertanian-Universitas Gajah Mada Yogyakarta 11(2). Hal : 45-53.
. 2005. Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume); Deskripsi dan Sifat-sifat Lainnya Biodiversitas. 6 (3) : 185-190.
. 2008. Uji Zat Pengatur Tumbuh Dari Berbagai Jenis Dan Konsentrasi Pada Stek Daun Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume). jurnal Agroland 15 (1) : 7-11.
dan Maryana. 2011. Pertumbuhan Bulbil Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume) Berbagai Ukuran pada Beberapa Jenis Media Tanam. Jurnal Ilmu Kehutanan 5(2) : 91-98.
Suryaningsih, E. 2004. Pengaruh Macam Zat Pengatur Tumbuh dan Media Tanaman terhadap Pertumbuhan Stek Lada (Piper nigrum L.). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta (tidak dipublikasikan). 62Hal.
Sutopo, L. 2004. Teknologi Benih. Rajawali Press. Jakarta. 237hal.
Wijayanto, N. dan Emma, P. 2011. Pengaruh Naungan dari Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) terhadap Pertumbuhan Tanaman Porang (Amorphophallus onchophyllus) jurnal Silvikultur Tropika 2 (1). Hal : 46-51.
Yitnosumarto, S. 1990. Percobaan : Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Brawijaya Program MIPA. 361hal.