A.
Identifikasi Sistem Pengukuran Kinerja PKBL PT. Sucofindo Saat Ini
1.
Gambaran Umum PT. Sucofindo
PT.
Superintending Company of Indonesia
(PT. Sucofindo) adalah perusahaan
inspeksi pertama di Indonesia. Sebagian besar sahamnya, yaitu 95 persen, dikuasai
Negara dan lima persen milik
Societe Generale de Surveillance Holding
SA
(“SGS”).
PT. Sucofindo sendiri berdiri pada 22 Oktober 1956. Bisnisnya bermula dari kegiatan
perdagangan terutama komoditas pertanian dan kelancaran arus barang dan
pengamanan devisa negara dalam perdagangan ekspor-impor. Seiring dengan
perkembangan kebutuhan dunia usaha, Sucofindo melakukan langkah kreatif dan
menawarkan inovasi jasa-jasa baru berbasis kompetensinya. Melalui studi analisis dan
inovasi, dilakukan diversifikasi jasa sehingga lahirlah jasa-jasa
warehousing
dan
forwarding, analytical laboratories, industrial and marine engineering,
dan
fumigation and industrial hygiene.
Sampai
saat ini telah memiliki 152 jenis jasa yang
diklasifikasikan dalam lima jenis yaitu: Inspeksi dan Audit, Pengujian dan Analisa,
Layanan Sertifikasi, Layanan Pelatihan, dan Layanan Konsultasi. Keanekaragaman
jasa ini dikemas secara terpadu, jaringan kerja laboratorium, cabang dan titik layanan
di berbagai kota di Indonesia. Sampai saat ini PT. Sucofindo mempunyai 34 cabang
dan 17 Laboratorium yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah karyawan tetap
PT. Sucofindo adalah 3.678 orang yang tesebar di seluruh cabang dan berasal dari
berbagai strata pendidikan dan disiplin ilmu.
PT. Sucofindo dipimpin oleh seorang Direktur Utama. Dalam melaksanakan
tugasnya Direktur Utama dibantu oleh empat orang direktur yaitu Direktur Operasi I,
Direktur Operasi II, Direktur Pengembangan Bisnis dan Direktur Keuangan dan
Pendukung Strategis. Di bawah Direksi terdapat Divisi, Bisnis Strategis, Cabang,
Laboratorium, Satuan Pengendalian Internal dan Bagian Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan (PKBL). Struktur organisasi selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9 Struktur Organisasi PT. Sucofindo
Sesuai tujuan PT. Sucofindo untuk turut melaksanakan serta menunjang
kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional
maka PT. Sucofindo pada tahun 1986 mulai aktif berperan serta dalam menunjang
pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Salah satunya
adalah di bidang ekonomi melalui kegiatan pemeriksaan barang ekspor, pemeriksaan
verifikasi daftar induk (
masterlist
), verifikasi laporan realisasi ekspor dan verifikasi
dalam rangka penetapan tingkat kandungan lokal kendaraan bermotor atau komponen
buatan dalam negeri.
2.
Sistem Pengukuran Kinerja PT. Sucofindo
PT. Sucofindo merupakan perusahaan milik negara dimana koordinasi,
pembinaan dan pengawasan dilakukan oleh Kementerian Negara BUMN sehingga
pengukuran kinerjanya mengacu pada peraturan Kementerian Negara BUMN.
Kementerian Negara BUMN telah mengeluarkan
Keputusan Menteri Badan Usaha
Milik Negara Nomor: Kep-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan
Badan Usaha Milik Negara. Dijelaskan pada peraturan tersebut bahwa penilaian
tingkat kesehatan dimaksud adalah penilaian kinerja perusahaan BUMN yang meliputi
aspek keuangan, operasional dan administrasi.
Dalam penilaian tingkat kesehatan ini BUMN dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu
non jasa keuangan dan jasa keuangan. BUMN non jasa
keuangan adalah BUMN yang bergerak di bidang infrastruktur dan non infrastruktur.
BUMN jasa keuangan adalah BUMN yang bergerak dalam bidang usaha perbankan,
asuransi, jasa pembiayaan dan jasa penjaminan. PT. Sucofindo termasuk klasifikasi
jasa non keuangan yang bergerak di bidang non infrastruktur.
Penilaian kesehatan BUMN jasa non keuangan yang bergerak di bidang non
infrastruktur adalah sebagai berikut:
Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN digolongkan menjadi :
(1)
SEHAT, yang terdiri dari :
AAA apabila total skor (TS) lebih besar dari 95
AA apabila 80<TS≤95
A apabila 65 <TS≤ 80
(2)
KURANG SEHAT, yang terdiri dari :
BBB apabila 50 <TS≤65
BB apabila 40 <TS≤50
B apabila 30 <TS≤40
(3)
TIDAK SEHAT, yang terdiri dari :
CCC apabila 20 <TS≤30
CC apabila 10 <TS≤20
C apabila TS≤10
Tingkat Kesehatan BUMN ditetapkan berdasarkan penilaian terhadap kinerja
perusahaan untuk tahun buku yang bersangkutan yang meliputi penilaian :
(1)
Aspek Keuangan.
(2)
Aspek Operasional.
(3)
Aspek Administrasi.
Masing-masing aspek di atas telah dilakukan penetapan tata cara penilaiannya.
Tata cara penilaian tingkat kesehatan dilakukan sebagai berikut:
(a)
Aspek Keuangan
a)
Total bobot = 70
b)
Indikator yang dinilai dan masing-masing bobotnya.
Dalam penilaian aspek keuangan ini, indikator yang dinilai dan
masing-masing bobotnya adalah seperti pada Tabel 8 dibawah ini :
Tabel 8 Daftar Indikator dan Bobot Aspek Keuangan
No. Indikator
Bobot
1.
Imbalan kepada pemegang saham (ROE)
20
2.
Imbalan Investasi (ROI)
15
3.
Rasio Kas
5
4.
Rasio Lancar
5
5.
Periode Koleksi
5
6.
Perputaran persediaan
5
7.
Perputaran total asset
5
8.
Rasio modal sendiri terhadap total aktiva
10
Jumlah
70
c)
Penetapan Skor
Masing-masing indikator dalam Tabel 8 memiliki skor yang dirinci pada
Tabel 9, 10, dan 11. Nilai ROE 15% mendapatkan skor maksimum yaitu 20,
sedangkan nilai ROE < 0% mendapatkan skor nol. Nilai ROI sampai dengan
18 dengan skor 0–15 dan nilai RK 0–35 dengan skor 0–5.
Tabel 9 Skor ROE, ROI dan Rasio Kas
ROE (%)
ROI (%):
Rasio Kas (%)
15 < ROE
13 < ROE ≤ 15
11 < ROE ≤ 13
9 < ROE ≤ 11
7,9< ROE ≤ 9
6,6< ROE ≤ 7,9
5,3< ROE ≤ 6,6
4 < ROE ≤ 5,3
2,5< ROE ≤ 4
1 < ROE ≤ 2,5
0 < ROE ≤ 1
ROE < 0
= 20
= 18
= 16
= 14
= 12
= 10
= 8.5
= 7
= 5.5
= 4
= 2
= 0
18 < ROI
15 < ROI ≤ 18
13 < ROI ≤ 15
12 < ROI ≤ 13
10,5 < ROI ≤ 12
9 < ROI ≤ 10,5
7 < ROI ≤ 9
5 < ROI ≤ 7
3 < ROI ≤ 5
1 < ROI ≤ 3
0 < ROI ≤ 1
ROI < 0
= 15
= 13.5
= 12
= 10.5
= 9
= 7.5
= 6
= 5
= 4
= 3
= 2
= 0
RK ≥ 35
25 ≤ RK < 35
15 ≤ RK < 25
10 ≤ RK < 15
5 ≤ RK < 10
0 ≤ RK < 5
= 5
= 4
= 3
= 2
= 1
= 0
Tabel 10 Skor Rasio Lancar, Periode Koleksi dan Perputaran Persediaan
Rasio Lancar (%)
P. Koleksi (hari)
P. Persediaan (hari)
125 ≤ RL
110 ≤ RL < 125
100 ≤ RL < 110
95 ≤ RL < 100
90 ≤ RL < 95
RL < 90
= 5
= 4
= 3
= 2
= 1
= 0
PK ≤ 60
60 < PK ≤ 90
90 < PK ≤ 120
120 < PK ≤ 150
150 < PK ≤ 180
180 < PK ≤ 210
210 < PK ≤ 240
240 < PK ≤ 270
= 5
= 4.5
= 4
= 3.5
= 3
= 2.4
= 1.8
= 1.2
x ≤ 60
60 < x ≤ 90
90 < x ≤ 120
120 < x ≤ 150
150 < x ≤ 180
180 < x ≤ 210
210 < x ≤ 240
240 < x ≤ 270
270 < x ≤ 300
= 5
= 4.5
= 4
= 3.5
= 3
= 2.4
= 1.8
= 1.2
= 0.6
Skor untuk rasio lancar mulai dari nol sampai lima untuk nilai rasio
lancar 125 mendapatkan skor maksimum yaitu lima dan nilai rasio lancar di
bawah 90 mendapat skor nol. Untuk Periode koleksi memiliki skor 1.2–5
dengan nilai 270-60. Perputaran persediaan memiliki skor 0.6–5 sedangkan
nilainya 300–60.
Tabel 11 Skor Perputaran Total Aset (TATO),
Rasio Total Modal Sendiri
terhadap Total Aset (TMS)
TATO (%)
TMS (%)
120 < TATO
105 < TATO ≤ 120
90 < TATO ≤ 105
75 < TATO ≤ 90
60 < TATO ≤ 75
40 < TATO ≤ 60
20 < TATO ≤ 40
TATO ≤ 20
= 5
= 4.5
= 4
= 3.5
= 3
= 2.5
= 2
= 1.5
TMS < 0
0 ≤ TMS < 10
10 ≤ TMS < 20
20 ≤ TMS < 30
30 ≤ TMS < 40
40 ≤ TMS < 50
50 ≤ TMS < 60
60 ≤ TMS < 70
70 ≤ TMS < 80
80 ≤ TMS < 90
90 ≤ TMS < 100
= 0
= 4
= 6
= 7.25
= 10
= 9
= 8.5
= 8
= 7.5
= 7
= 6.5
Nilai perputaran total aset 20 ke bawah mendapatkan skor minimum
yaitu 1.5, sedangkan nilai 120 ke atas mendapatkan skor maksimum lima. Nilai
TMS di bawah nol yang berarti masih memiliki hutang untuk modal maka
mendapat skor nol.
(b)
Aspek Operasional
a)
Total Bobot = 15
b)
Indikator yang dinilai
Indikator yang dinilai meliputi unsur-unsur kegiatan yang dianggap
paling dominan dalam rangka menunjang keberhasilan operasi sesuai dengan
visi dan misi perusahaan. Indikator yang akan digunakan disepakati pada saat
Rapat
Umum
Pemegang
Saham
(RUPS)
setelah
diajukan
oleh
Komisaris/Dewan Pengawas.
c)
Jumlah Indikator
Jumlah indikator aspek operasional yang digunakan untuk penilaian
tingkat kesehatan setiap tahunnya minimal dua indikator dan maksimal lima
indikator, dimana apabila dipandang perlu indikator-indikator yang digunakan
untuk penilaian dari suatu tahun ke tahun berikutnya dapat berubah. Misalnya,
suatu indikator yang pada tahun sebelumnya selalu digunakan, dalam tahun ini
tidak lagi digunakan karena dianggap bahwa untuk kegiatan yang berkaitan
dengan indikator tersebut perusahaan telah mencapai tingkatan/standar yang
sangat baik, atau karena ada indikator lain yang dipandang lebih dominan pada
tahun yang bersangkutan.
d)
Sifat penilaian dan kategori penilaian
Penilaian terhadap masing-masing indikator dilakukan secara kualitatif
dengan kategori penilaian dan penetapan skornya sebagai berikut:
- Baik sekali (BS) : skor = 100% x Bobot indikator yang bersangkutan
- Baik (B) : skor = 80% x Bobot indikator yang bersangkutan
- Cukup (C) : skor = 50% x Bobot indikator yang bersangkutan
- Kurang (K) : skor = 20% x Bobot indikator yang bersangkutan
Definisi untuk masing-masing kategori penilaian secara umum adalah
sebagai berikut :
- Baik sekali : Sekurang-kurangnya mencapai standar normal atau di atas
normal baik diukur dari segi kualitas (waktu, mutu dan
sebagainya) dan kuantitas (produktivitas, rendemen dan
sebagainya).
- Baik : Mendekati standar normal atau sedikit di bawah standar normal
namun telah menunjukkan perbaikan baik dari segi kuantitas
(produktivitas, rendemen dan sebagainya) maupun kualitas
(waktu, mutu dan sebagainya).
- Cukup : Masih jauh dari standar normal baik diukur dari segi kualitas
(waktu, mutu dan sebagainya) namun kuantitas (produktivitas,
rendemen dan sebagainya) dan mengalami perbaikan dari segi
kualitas dan kuantitas.
- Kurang : Tidak tumbuh dan cukup jauh dari standar normal
(c)
Aspek Administrasi
a)
Total Bobot = 15
b)
Indikator yang dinilai dan masing-masing bobotnya
Dalam penilaian aspek administrasi, indikator yang dinilai dan
masing-masing bobotnya adalah seperti pada Tabel 12.
Tabel 12 Daftar Indikator dan Bobot Aspek Administrasi
No. Indikator
Bobot
1. Laporan Perhitungan Tahunan
2. Rancangan RKAP
3. Laporan Periodik
4. Kinerja PUKK
3
3
3
6
TOTAL
15
c)
Metode Penilaian
i.
Laporan Perhitungan Tahunan
Standar waktu penyampaian perhitungan tahunan yang telah diaudit
oleh akuntan publik atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
harus sudah diterima oleh Pemegang Saham untuk persero atau Menteri
BUMN untuk perum paling lambat akhir bulan kelima sejak tanggal tutup
buku tahun yang bersangkutan. Penentuan nilai waktu penyampaian laporan
pada Tabel 13.
Tabel 13
Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Laporan
Jangka Waktu Laporan Audit Diterima
Skor
-
sampai dengan akhir bulan keempat sejak tahun buku
perhitungan tahunan ditutup
- sampai dengan akhir bulan kelima sejak tahun buku perhitungan
tahunan ditutup
- lebih dari akhir bulan kelima sejak tahun buku perhitungan
tahunan ditutup
3
2
0
ii.
Rancangan RKAP
Sesuai ketentuan pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 12
tahun 1998, pasal 27 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1998,
RUPS untuk PERSERO atau Menteri BUMN untuk PERUM dalam
pengesahan rancangan RKAP tahunan harus sudah diterima 60 hari sebelum
memasuki tahun anggaran yang bersangkutan. Penentuan nilai waktu
penyampaian rancangan RKAP pada Tabel 14.
Tabel 14 Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Rancangan RKAP
Jangka waktu surat diterima sampai dengan memasuki
tahun anggaran yang bersangkutan
Skor
- 2 bulan atau lebih cepat
- kurang dari 2 bulan
3
0
iii.
Laporan Periodik
Waktu penyampaian laporan periodik triwulanan harus diterima oleh
Komisaris/Dewan Pengawas dan Pemegang Saham untuk PERSERO atau
Menteri BUMN untuk PERUM paling lambat 1 (satu) bulan setelah
berakhirnya periode laporan. Penentuan nilai waktu penyampaian laporan
periodik pada Tabel 15.
Tabel 15 Daftar Penilaian Waktu Penyampaian Laporan Periodik
Jumlah keterlambatan dalam 1 tahun
Skor
Lebih kecil atau sama dengan 0 hari
0 < x ≤ 30 hari
30 < x ≤ 60 hari
> 60 hari
3
2
1
0
iv.
Kinerja Pembinaan Usaha Kecil dan Koperasi (PUKK)
Indikator yang dinilai pada Tabel 16.
Tabel 16 Indikator Kinerja PUKK
Indikator
Bobot
Efektivitas penyaluran
Tingkat kolektibilitas pengembalian Pinjaman
3
3
Metode penilaian masing-masing indikator:
(a)
Efektivitas penyaluran dana.
Rumus:
Jumlah dana yang disalurkan x 100%
Jumlah dana yang tersedia
Definisi jumlah dana tersedia adalah seluruh dana pembinaan
yang tersedia dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri atas: (1)
Saldo awal; (2) Pengembalian pinjaman; (3) Setoran sisa pembagian
laba yang diterima dalam tahun yang bersangkutan (termasuk alokasi
dana PUKK BUMN lain, jika ada); dan (4) Pendapatan bunga dari
pinjaman PUKK.
Adapun definisi jumlah dana yang disalurkan adalah seluruh
dana yang disalurkan kepada usaha kecil dan koperasi dalam tahun
yang bersangkutan yang terdiri dari hibah dan bantuan pinjaman,
termasuk dana penjaminan (dana yang dialokasikan untuk menjamin
pinjaman usaha kecil dan koperasi kepada Lembaga Keuangan).
Penilaian tingkat penyerapan dana PUKK dikelompokkan ke
dalam empat katagori, yaitu: di atas 90 persen diberi skor tiga, antara
85 sampai dengan 90 persen diberi skor dua, antara 80 sampai dengan
85 persen diberi skor satu, dan di bawah 80 persen diberi skor nol.
(b)
Tingkat kolektibilitas penyaluran pinjaman
Rumus
:
Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK x 100%
Jumlah pinjaman yang disalurkan
Definisi rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK
adalah perkalian antara bobot kolektibilitas (%) dengan saldo pinjaman
untuk masing-masing kategori kolektibilitas sampai dengan periode
akhir tahun buku yang bersangkutan. Bobot masing-masing tingkat
kolektibilitas adalah sebagai berikut: (1) Lancar 100%; (2) Kurang
lancar 75%; (3) Ragu-ragu 25%; dan (4) Macet 0%. Jumlah pinjaman
yang disalurkan adalah seluruh pinjaman kepada Usaha Kecil dan
Koperasi sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan.
Penilaian tingkat pengembalian dana PUKK dikelompokkan ke dalam
empat katagori yaitu: di atas 70 persen diberi skor tiga, antara 40
sampai dengan 70 persen diberi skor dua, antara 10 sampai dengan 40
persen diberi skor satu, dan di bawah 10 persen diberi skor nol.
3.
Sistem Pengukuran Kinerja PKBL
Sampai saat ini sistem pengukuran kinerja PKBL merupakan bagian dari
sistem penilaian kesehatan BUMN yang dicantumkan dalam keputusan Kementerian
Negara BUMN nomor
Kep-100/MBU/2002. Dalam keputusan menteri tersebut
sistem pengukuran kinerja PKBL masuk ke dalam penilaian pada aspek
administrasi. Hal ini diperkuat oleh
Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara
nomor KEP-236/MBU/2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara
dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan yaitu pada BAB IX KINERJA
PROGRAM KEMITRAAN pada Pasal 27 yaitu: (1) Kinerja Program Kemitraan
merupakan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan BUMN Pembina, dan
(2) Perhitungan kinerja Program Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu kepada Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor
KEP-100/MBU/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan
Usaha Milik Negara.
Akan tetapi sejak tahun 2007 telah terdapat rencana pengembangan sistem
pengukuran kinerja program kemitraan. Hal ini dapat dilihat pada Peraturan Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara nomor PER-05/MBU/2007 tentang Program
Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan yaitu pada bab ix kinerja program kemitraan Pasal 30 yaitu: (1) Kinerja
Program Kemitraan merupakan salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan
BUMN Pembina. (2) Perhitungan kinerja Program Kemitraan akan diatur kemudian
oleh Menteri. Sangat disayangkan sampai saat ini belum ada peraturan menteri yang
menjadi petunjuk tentang perhitungan kinerja program kemitraan sebagaimana
direncanakan pada pasal 30 ayat 2 di atas.
Dari uraian di atas jelas diketahui bahwa pengukuran kinerja PKBL BUMN
merupakan bagian dari penilaian tingkat kesehatan BUMN dan masuk ke dalam
penilaian pada aspek administrasi dengan indikator efektivitas penyaluran dana dan
tingkat kolektibilitas penyaluran pinjaman. Sampai saat ini belum ada peraturan
menteri yang diterbitkan sebagai petunjuk perhitungan kinerja PKBL sebagaimana
direncanakan. Diketahui pula, bahwa telah ada rencana pembuatan sistem pengukuran
kinerja program kemitraan hal ini menunjukkan bahwa memang dirasakan bahwa
pengukuran kinerja saat ini sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Dalam perkembangan sistem pengukuran kinerja organisasi seperti yang
dikemukakan oleh Wibisono (2011) bahwa fokus pengelolaan perusahaan saat ini
bukan lagi hanya pada kepentingan pihak tertentu tetapi berkembang untuk
kepentingan semua pihak (
stakeholder
). Terlebih pada perusahaan pelayanan publik
yang dikelola pemerintah yang jelas-jelas untuk melayani masyarakat dan
menggunakan dana masyarakat. Dikuatirkan pengukuran kinerja yang hanya fokus
pada kepentingan pihak tertentu akan mengakibatkan disfungsi organisasi yang
merugikan
stakeholder
lain, termasuk masyarakat.
Sebagai contoh dalam penerapan evaluasi system pengukuran kinerja di Bank
Tabungan Negara (BTN) cabang solo (Putri, 2008), menggunakan
balance scorecard
untuk mengakomodir aspek non keuangan. Meskipun BTN merupakan lembaga
keuangan tetapi menyadari bahwa pengukuran kinerja yang hanya berfokus pada
aspek keuangan saja untuk mengukur kinerja eksekutif tidak lagi memadai.
Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan hanya pada
keuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup
perusahaan dalam jangka panjang. Apalagi bank merupakan perusahaan jasa seperti
halnya PT. Sucofindo, dimana pelanggan merupakan komponen penting dalam
kelangsungan bisnisnya.
B.
Identifikasi Harapan
Stakeholder
kepada PKBL
1.
Harapan
Stakeholder
Survei harapan
stakeholder
dilakukan terhadap responden yang dipilih secara
purposive
. Untuk
stakeholder
masyarakat jumlah responden adalah 31 responden yang
terdiri dari pakar, praktisi dan orang yang dipandang mengetahui tentang PKBL
BUMN.
Stakeholder
usaha kecil jumlah responden adalah 32 responden yang terdiri
dari pengusaha kecil mitra binaan BUMN dan bukan mitra binaan.
Stakeholder
manajemen PKBL PT. Sucofindo seluruhnya menjadi responden yaitu berjumlah
empat responden.
Stakeholder
karyawan PKBL PT. Sucofindo Jakarta seluruhnya
menjadi responden yang berjumlah tujuh responden, sedangkan
stakeholder
Kementerian BUMN yang menangani PKBL yang menjadi responden berjumlah tujuh
responden. Data hasil survei harapan
stakeholder
dapat dilihat pada Lampiran
7,8,9,10, dan 11.
Dari data survei yang kemudian diolah dengan menjumlahkan tingkat
kesesuaian tiap-tiap harapan maka didapat harapan masing-masing
stakeholder
sesuai
ranking
. Harapan yang diambil untuk diproses selanjutnya adalah empat harapan
dengan
ranking
teratas. Harapan
stakeholder
terpilih sesuai
ranking
dapat dilihat
sebagai berikut:
Harapan
stakeholder
Masyarakat
Ranking
1
PKBL lebih banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat
Ranking
2
PKBL bebas KKN
Ranking
3
keberhasilan pembinaan PKBL sehingga usaha kecil meningkat
usahanya
Ranking
4
kegiatan PKBL yang tepat sasaran.
Harapan
stakeholder
Usaha Kecil
Ranking
1
plafon pinjaman ke PKBL yang lebih besar dari saat ini (≤ 60 juta).
Ranking
2
PKBL lebih banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat
Ranking
3
keberhasilan pembinaan PKBL sehingga usaha kecil meningkat
Ranking
3
pinjaman kepada PKBL tidak menggunakan jaminan.
Harapan
stakeholder
Manajemen PKBL PT. Sucofindo
Ranking
1
adanya SOP untuk semua kegiatan PKBL
Ranking
2
PKBL yang tertib administrasi
Ranking
2
adanya SOP pembinaan usaha kecil pada PKBL
Ranking
3
pelayanan pelanggan PKBL yang baik
Harapan
stakeholder
Karyawan PKBL PT. Sucofindo Jakarta
Ranking
1
adanya SOP untuk semua kegiatan PKBL
Ranking
2
kepuasan karyawan PKBL yang tinggi
Ranking
3
ketersediaan pelatihan untuk karyawan sesuai tugasnya.
Harapan
stakeholder
Kementerian BUMN
Ranking
1
rancangan dan Anggaran Kerja (RKA) PKBL harus ada setiap
tahunnya
Ranking
2
usaha kecil yang dibina PKBL meningkat usahanya
Ranking
3
penyaluran pinjaman usaha kecil yang efektif pada PKBL
Ranking
4
adanya SOP pelaksanaan PKBL
Ranking
4
tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman usaha kecil yang tinggi.
2.
Klasifikasi Harapan
Stakeholder
Terdapat beberapa harapan yang sama dari kelompok
stakeholder
yang
berbeda, dengan proses klasifikasi maka harapan yang sama tersebut disatukan. Pada
harapan
stakeholder
Kementerian negara BUMN terdapat dua harapan pada posisi
ranking
empat. Setelah didiskusikan kembali diambil kesimpulan bahwa dari kedua
harapan tersebut akan diambil satu saja yaitu tingkat kolektibilitas pengembalian
pinjaman usaha kecil yang tinggi. Hal ini dikarenakan bahwa selama ini untuk tingkat
kolektibilitas masih harus ditingkatkan dan dikontrol agar dana yang digulirkan tidak
dibiarkan macet. Dokumentasi prosedur, SOP pelaksanaan telah diakomodir di
harapan
stakeholder
karyawan dan manajemen. Hasil klasifikasi dapat dilihat pada
Tabel 17.
Hasil klasifikasi melahirkan enam aspek harapan yaitu aspek keuangan, aspek
pelayanan, aspek proses operasional, aspek administrasi, aspek kemampuan
organisasi dan aspek karyawan. Pengelompokan aspek ini berdasarkan studi literatur
dimana beberapa referensi menyebutkan aspek-aspek sangat erat keterkaitannya. Pada
aspek keuangan terdapat empat harapan
stakeholder
untuk program kemitraan. Aspek
pelayanan merupakan aspek yang sebaiknya ada dalam organisasi
nonprofit
apalagi
organisasi pemerintah yang melayani masyarakat. Terbukti dari survei aspek ini juga
Tabel 17 Klasifikasi Harapan
Stakeholder
Terpilih
Aspek
Harapan
Stakeholder
Keuangan
Plafon pinjaman ke PKBL yang lebih besar dari saat ini (≤ 60
juta)
Pinjaman kepada PKBL tidak menggunakan jaminan
Penyaluran pinjaman usaha kecil yang efektif pada PKBL
Tingkat kolektibilitas pengembalian pinjaman usaha kecil
yang tinggi
Pelayanan
Pelayanan pelanggan PKBL yang baik
Proses operasional PKBL lebih banyak melakukan sosialisasi ke masyarakat
Adanya SOP untuk semua kegiatan PKBL
Adanya SOP pembinaan usaha kecil pada PKBL
Adanya SOP pengawasan PKBL
Administrasi
PKBL yang tertib administrasi
Rancangan dan Anggaran Kerja (RKA) PKBL harus ada
setiap tahunnya
Kemampuan
organisasi
Keberhasilan pembinaan PKBL sehingga usaha kecil
meningkat usahanya
PKBL bebas KKN
Karyawan
Penilaian kinerja karyawan PKBL menggunakan sistem 360°
Kepuasan karyawan PKBL yang tinggi
Ketersediaan pelatihan untuk karyawan sesuai tugasnya
Aspek pelayanan memiliki satu harapan
stakeholder
yang dapat dikembangkan
karena sesuai dengan tujuan organisasi yaitu melayani masyarakat. Terdapat aspek
proses operasional yang diharapkan memiliki SOP di semua kegiatan termasuk SOP
pengawasan dan pembinaan. Ketiga SOP dapat disatukan menjadi SOP pengelolaan
PKBL BUMN. Harapan s
takeholder
agar PKBL lebih banyak melakukan sosialisasi
merupakan cerminan keingintahuan
stakeholder
tentang program PKBL BUMN.
Aspek administrasi terdiri dari tertib administrasi dan tuntutan adanya RKA setiap
tahun. Aspek kemampuan organisasi (kapabilitas) merupakan harapan
stakeholder
keberhasilan pembinaan dan yang bebas KKN. Aspek karyawan juga merupakan
harapan dari
stakeholder
yang terdiri dari penilaian kinerja yang lebih adil dengan
metode 360°, kepuasan karyawan, dan ketersediaan pelatihan untuk menunjang
pekerjaan sehari-hari. Adapun yang dimaksud dengan penilaian kinerja karyawan
dengan metode 360° adalah penilaian kinerja karyawan yang dilakukan bukan hanya
oleh atasannya saja tetapi juga oleh rekan kerja dan bawahannya.
C.
Pengembangan Sistem Pengukuran Kinerja PKBL
1.
Penentuan Indikator Kinerja Program Kemitraan
Identifikasi menghasilkan harapan
stakeholder
yang menjadi target untuk
dipenuhi. Pemenuhan harapan
stakeholder
ini akan terlihat dan terdefinisi secara
logika dalam
Logical Framework Analysis
(LFA) yang disebut juga
logframe
.
Harapan akan diterjemahkan ke dalam akibat (
impact
) yang akan terjadi yang menjadi
pertimbangan untuk menentukan hasil/tujuan. Tujuan yang jelas akan memudahkan
penentuan indikator sebagai alat ukur untuk melihat keberhasilan pencapaian
hasil/tujuan. Indikator setiap aspek ditunjukkan pada Tabel 18, 19, 20, 21, 22, dan 23.
Logframe
aspek keuangan menghasilkan empat indikator yang dapat menjadi
alat ukur harapannya. Dari empat indikator tersebut terdapat dua indikator yang
selama ini digunakan untuk mengukur kinerja PKBL.
Logframe
aspek keuangan dapat
dilihat pada Tabel 18.
Plafon pinjaman merupakan indikator untuk melihat apakah PKBL dapat
memenuhi harapan
Stakeholder
yang menghendaki perubahan dari aturan yang ada
saat sekarang yaitu maksimal plafon pinjaman adalah Rp. 60 juta rupiah. Batasan ini
dipandang dapat membatasi pengembangan usaha kecil yang memerlukan pinjaman
lebih besar dari Rp. 60 juta rupiah, sedangkan usaha kecil hanya dapat meminjam pada
satu PKBL saja sehingga untuk mendapatkan pinjaman lebih besar dari Rp. 60 juta
sangat sulit.
Tabel 18
Logframe
Aspek Keuangan
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
Plafon pinjaman ke
PKBL yang lebih
besar dari saat ini (≤
60 juta)
Usaha UKM dapat
lebih berkembang
Pinjaman dapat
lebih besar dari 60
juta
Plafon Pinjaman
Pinjaman kepada
PKBL tidak
menggunakan
jaminan
UKM tidak
memiliki jaminan
dapat menjadi
mitra binaan
Mitra binaan tidak
harus
menyerahkan
jaminan
Penggunaan
Jaminan
Penyaluran
pinjaman usaha
kecil yang efektif
pada PKBL
Lebih banyak
usaha kecil yang
terbantu
Lebih banyak dana
pinjaman terserap
Efektivitas
Penyaluran
Tingkat
kolektibilitas
pengembalian
pinjaman usaha
kecil yang tinggi
Lebih banyak dana
pinjaman yang
terkumpul
Lebih banyak dana
pinjaman yang
bisa disalurkan
Tingkat
Kolektibilitas
Di dalam aturan baik undang-undang maupun aturan pemerintah tidak terdapat
persyaratan jaminan untuk pinjaman dengan PKBL tetapi pada pelaksanaannya
beberapa PKBL BUMN mensyaratkan. Hal ini dilakukan karena belajar dari
pengalaman penyebab dari pengembalian yang kurang lancar yang salah satunya
adalah kurangnya rasa tanggungjawab mitra binaan terhadap uang yang dipinjam.
Mitra binaan merasa seolah-olah pinjaman merupakan bantuan pemerintah yang tidak
wajib dikembalikan. Hal ini menjadi dilema bagi PKBL, harapan
stakeholder
meniadakan jaminan menjadi berat tetapi harus dilaksanakan sebagai komitmen untuk
memuaskan seluruh
stakeholder
.
Efektivitas penyaluran dana adalah jumlah dana yang disalurkan dibagi dengan
jumlah dana yang tersedia dikali 100%. Jumlah dana tersedia adalah seluruh dana
pembinaan yang tersedia dalam tahun yang bersangkutan yang terdiri atas: saldo awal,
pengembalian pinjaman, setoran sisa pembagian laba yang diterima dalam tahun yang
bersangkutan (termasuk alokasi dana PUKK BUMN lain, jika ada), pendapatan bunga
dari pinjaman PUKK. Jumlah dana yang disalurkan adalah seluruh dana yang
disalurkan kepada usaha kecil dan koperasi dalam tahun yang bersangkutan yang
terdiri dari hibah dan bantuan pinjaman, termasuk dana penjaminan (dana yang
dialokasikan untuk menjamin pinjaman usaha kecil dan koperasi kepada Lembaga
Keuangan).
Tingkat kolektibilitas penyaluran pinjaman adalah rata-rata tertimbang
kolektibilitas pinjaman PUKK dibagi dengan Jumlah pinjaman yang disalurkan dikali
100%. Rata-rata tertimbang kolektibilitas pinjaman PUKK adalah perkalian antara
bobot kolektibilitas (%) dengan saldo pinjaman untuk masing-masing kategori
kolektibilitas sampai dengan periode akhir tahun buku yang bersangkutan.
Dalam aspek pelayanan harapan
stakeholder
adalah kepuasan masyarakat
terhadap PKBL. Dengan beberapa pertimbangan, sudah selayaknya organisasi
pelayanan masyarakat harus berorientasi kepada pelayanan yang memuaskan
pelanggan sehingga indikator yang dimunculkan adalah tingkat kepuasan pelanggan.
Logframe
aspek pelayanan dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19
Logframe
Aspek Pelayanan
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
Pelayanan
pelanggan PKBL
yang baik
Kegiatan berjalan
dengan baik
Kepuasan
pelanggan
terpenuhi
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
Tingkat kepuasan pelanggan dimaksud adalah hasil survei kepuasan pelanggan
yang dilakukan kepada mitra binaan dan mantan mitra binaan. Hasil survei kepuasan
pelanggan diharapkan bisa menjadi alat ukur kepuasan pelanggan PKBL.
Aspek proses operasional memuat harapan
stakeholder
yang menuju pada hasil
semakin banyak masyarakat yang mengerti program PKBL. Untuk mencapai hasil
tersebut maka PKBL diharapkan melakukan sosialisasi dan membuat SOP untuk
kegiatan-kegiatannya. Kegiatan sosialisasi bisa dilakukan dengan berbagai jenis
kegiatan seperti: langsung memberikan informasi pada usaha kecil melalui
asosiasinya, penyuluhan, dan memberikan informasi melalui media masa (TV, radio,
surat kabar, majalah dll). Untuk memenuhi harapan adanya SOP untuk semua
kegiatan, maka PKBL harus membuat SOP sesuai dengan alur proses kegiatan mulai
dari penerimaan usulan pinjaman/hibah sampai pengawasan dan pembinaan usaha
kecil.
Logframe
aspek operasional dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20
Logframe
Aspek Proses Operasional
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
PKBL lebih
banyak melakukan
sosialisasi ke
masyarakat
Peluang pengembangan
usaha UKM lebih besar
Semakin banyak
masyarakat
mengerti program
PKBL BUMN
Kegiatan
sosialisasi
Adanya SOP untuk
pengelolaan PKBL
Kemudahan pelaksanaan
kegiatan
Pencegahan penyimpangan
Kegiatan tertib
sesuai SOP
SOP
Kegiatan
Aspek yang keempat adalah aspek administrasi, dimana PKBL diharapkan
dalam melakukan kegiatannya dapat mengadministrasikannya dengan baik dan
memiliki Rencana Kerja dan Anggaran (RKA). Tertib administarsi akan
mengakibatkan semua kegiatan dapat dibuktikan dengan berkas yang lengkap alur
proses teratur dan mampu telusur. Indikator hasil
logframe
untuk memenuhi harapan
PKBL tertib administrasi yaitu berkas lengkap sesuai SOP dan permintaan berkas
dapat cepat dipenuhi. Sedangkan untuk adanya RKA setiap tahunnya dibuktikan
dengan dimilikinya laporan kegiatan dan RKA pada tahun pengukuran kinerja.
Logframe
aspek administrasi dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21
Logframe
Aspek Administrasi
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
PKBL yang tertib
administrasi
Mampu telusur
Mudah pengawasan
Alur proses kegiatan
cepat, aman dan
terkendali
Berkas lengkap
sesuai SOP
Permintaan
berkas dapat
cepat ipenuhi
Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA)
PKBL harus ada
setiap tahunnya
Tersedianya informasi
tentang program kerja
Mudah melaksanakan
kegiatan
Memiliki informasi
program kerja dan
pedoman kegiatan
tahunan
Laporan
kegiatan dan
RKA
Harapan
stakeholder
pada aspek kemampuan organisasi menuntut PKBL
memiliki kemampuan mengembangkan mitra binaan dan melakukannya dengan baik
tanpa adanya KKN.
Logframe
aspek kemampuan organisasi terdapat pada Tabel 22.
Keberhasilan pembinaan dapat dilihat dari peningkatan parameter skala usaha
mitra binaan, apabila parameter skala usaha meningkat maka pembinaan dapat
dikatakan berhasil. Parameter skala usaha mitra binaan dimaksud adalah parameter
yang mampu memberikan gambaran usaha mitra binaan seperti jumlah aset, omzet,
jumlah penjualan, laba dll. Penentuan parameter yang digunakan untuk menilai
perkembangan usaha dilakukan sesuai kesepakatan antara manajemen dengan pihak
yang berkepentingan. Harapan bebas KKN dimaksudkan agar tidak ada kerugian
Negara/ masyarakat yang disebabkan oleh kegiatan yang mementingkan diri pribadi
atau golongan tertentu. Tekad untuk menjalankan kegiatan yang bebas KKN harus
ditunjukkan adanya komitmen manajemen yang diwujudkan berupa adanya upaya
kampaye anti KKN kepada para karyawan/manajemen PKBL dan adanya aturan yang
jelas tentang penyimpangan KKN.
Tabel 22
Logframe
Aspek Kemampuan Organisasi
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
Keberhasilan
pembinaan PKBL
sehingga usaha kecil
meningkat usahanya
Mitra binaan
berkembang
Peningkatan skala
usaha mitra binaan
Peningkatan
parameter skala usaha
mitra binaan
PKBL bebas KKN
Tidak ada
kerugian
negara/
masyarakat
Adanya komitmen
manajemen untuk
bebas KKN
Kampanye anti KKN
Aturan yang jelas
untuk penyimpangan
KKN
Aspek karyawan memuat keinginan karyawan pada PKBL untuk dapat lebih
memperhatikan karyawan baik dari segi karir maupun dari segi kompetensinya.
Akibat dari harapan karyawan terpenuhi diharapkan dapat meningkatkan kinerja
Tabel 23
Logframe
Aspek Karyawan
Harapan
Akibat
Hasil
Indikator
Penilaian kinerja
karyawan PKBL
menggunakan sistem
360°
Kinerja
meningkat
Karyawan
termotivasi dan
semangat kerja
meningkat
SOP penilaian
karyawan 360°
Kepuasan karyawan
PKBL yang tinggi
Kinerja
meningkat
Tidak adanya
keluhan
Tingkat kepuasan
karyawan
Ketersediaan pelatihan
untuk karyawan sesuai
tugasnya
Kegiatan
sesuai target
Keterampilan
karyawan meningkat
Pelatihan
karyawan
Hasil yang diharapkan adalah motivasi karyawan meningkat, tidak adanya
keluhan karyawan dan keterampilan karyawan meningkat. Untuk memenuhi harapan
dan pencapaian hasil tersebut maka pengukuran dilakukan dengan melihat adanya
SOP penilaian karyawan dengan sistem 360°, tingkat kepuasan karyawan dan
pelatihan karyawan.
2.
Analisis Kesesuaian
Dari indikator-indikator di atas dilakukan analisis kesesuaian yaitu
menganalisa apakah indikator-indikator tersebut dapat memenuhi kriteria-kriteria
indikator yaitu:
specific
(S),
measurable
(M),
achievable
(A),
realistic
(R)
, timely
(T),
continuously improve
(C)
,
relevan (Rv), prioritas (P), dan layak (L). Hasil analisis
dapat dilhat pada Tabel 24.
Dari semua indikator, merupakan indikator yang jelas dan
specific
, memiliki
batasan yang terukur, dapat disesuaikan dengan kemampuan sehingga dapat dicapai,
berasal dari harapan
stakeholder
, dapat diberi batasan waktu, merupakan indikator
yang dapat terus-menerus dikembangkan, sangat berhubungan dengan kinerja,
merupakan prioritas, dan sudah seharusnya indikator tersebut diperhatikan untuk
memenuhi harapan
stakeholder
. Hasil analisis menunjukkan bahwa semua indikator
Tabel 24 Analisis Kesesuaian
No. Indikator
S
M
A
R
T
C
Rv
P
L
1
Plafon Pinjaman
√
√
√
√
√
√
√
√
√
2
Penggunaan Jaminan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
3
Efektifitas Penyaluran
√
√
√
√
√
√
√
√
√
4
Tingkat Kolektibilitas
√
√
√
√
√
√
√
√
√
5
Tingkat Kepuasan
Pelanggan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
6
Kegiatan sosialisasi
√
√
√
√
√
√
√
√
√
7
SOP Kegiatan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
8
Berkas lengkap sesuai
SOP
√
√
√
√
√
√
√
√
√
9
Permintaan berkas
dapat cepat dipenuhi
√
√
√
√
√
√
√
√
√
10
Laporan Kegiatan
RKA
√
√
√
√
√
√
√
√
√
11
Peningkatan parameter
skala usaha mitra
binaan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
12
Kampanye anti KKN
√
√
√
√
√
√
√
√
√
13
Aturan yang jelas
untuk penyimpangan
KKN
√
√
√
√
√
√
√
√
√
14
SOP penilaian
karyawan 360°
√
√
√
√
√
√
√
√
√
15
Tingkat kepuasan
karyawan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
16
Pelatian karyawan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan:
S
: Specific
C
: Continuously Improve
M
: Measurable
Rv
: Relevan
A
: Achievable
P
: Penting/menjadi prioritas
R
: Realistic
L
: Efektif dan layak
T
: Timely
√ : Sesuai
3.
Pemilihan Indikator Kinerja Utama
Dari analisis data hasil survei didapat 16 indikator sebagai pedoman
pengukuran untuk mencapai harapan
stakeholder
. Dari 16 indikator tersebut dipilih
10 Indikator Kinerja Utama (IKU). Pemilihan dilakukan dengan menggunakan
metode
Analytical Hierarchy Process
(AHP), didapat alternatif pilihan sesuai
ranking
dalam Tabel 25.
Tabel 25 Hasil Analisis Peringkat dengan Metode AHP
Ranking Indikator Nilai Prioritas
1 Peningkatan parameter skala usaha mitra binaan 0.195
2 Tingkat kepuasan pelanggan 0.155
3 Kegiatan sosialisasi 0.120
4 Efektivitas penyaluran 0.109
5 Tingkat kolektibilitas 0.083
6 SOP kegiatan 0.069
7 Laporan kegiatan dan RKA 0.056
8 Kampanye anti KKN 0.047
9 Aturan yang jelas untuk penyimpangan KKN 0.039
10 Tingkat kepuasan karyawan 0.031
11 Pelatihan karyawan 0.023
12 Berkas lengkap sesuai SOP 0.021
13 Permintaan berkas dapat cepat dipenuhi 0.017
14 Penggunaan jaminan 0.014
15 Plafon pinjaman 0.011
16 SOP penilaian karyawan 360° 0.009