• Tidak ada hasil yang ditemukan

Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Water resource conservation model on sustainable palm oil (Case study Sub watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province )"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

SITTI WIRDHANA AHMAD

MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN

(Studi Kasus : Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul MODEL KONSERVASI

SUMBERDAYA AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG

BERKELANJUTAN (Studi kasus: Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

(4)

RINGKASAN

SITTI WIRDHANA AHMAD. Model Konservasi Sumberdaya Air pada Perkebunan Kelapa Sawit yang Berkelanjutan (Studi kasus: Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara, dibawah bimbingan M. YANUAR J. PURWANTO, ASEP SAPEI dan WIDIATMAKA.

Pengembangan kelapa sawit di Indonesia menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan lahan dan tudingan sebagian aktivis lingkungan yang menganggap bahwa pembukaan lahan untuk kelapa sawit secara besar-besaran telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dari segi ekologi akan memicu rusaknya sistem hidrologi baik kuantitas maupun kualitas tata air daerah aliran sungai (DAS) serta terjadi degradasi lahan dan berakibat pada penurunan kesuburan tanah dan penurunan biodiversitas. Perluasan perkebunan kelapa sawit terus terjadi, termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara yang menyebar hampir di seluruh kabupaten. Kabupaten Konawe Utara, khususnya di DAS Lalindu yang berada di Kecamatan Wiwirano merupakan salah satu wilayah yang dijadikan kawasan prioritas pengembangan komoditi ini.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit saat ini perlu mengacu pada konsep pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk memenuhi kepentingan semua stakeholders yang terlibat dalam permasalahan kelapa sawit. Di sub sektor perkebunan, definisi berkelanjutan yang paling akhir yang merupakan hasil dari the 3rd Roundtable on Sustainable Palm Oil meeting (RSPO 2005) di Singapura yang menyebutkan bahwa perkebunan berkelanjutan merupakan usaha yang mampu memenuhi pertumbuhan ekonomi (profit), perlindungan terhadap lingkungan (planet) dan kesetaraan sosial (people). Sementara di Indonesia dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.

(5)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan lahan terjadi di bagian sub DAS Lalindu yang dialokasikan untuk perkebunan kelapa sawit, sehingga terjadi perubahan karakteristik hidrologi, perubahan tutupan lahan dari lahan alang-alang dan hutan ke sawit dan terjadi perubahan pemanfaatan lahan. Dampak perubahan tutupan lahan yang terjadi pada sub DAS Lalindu mempengaruhi run off, keanekaragaman hayati flora dan fauna (biodiversity) serta kondisi ekonomi dan sosial budaya masyarakat setempat.

Kondisi hidrologi di Sub DAS Lalindu dapat dipresentasikan cukup akurat oleh

tank model dengan. koefisien determinasi (R2) sebesar 74,52%. Hasil analisis karakteristik hidrologi oleh tank model menunjukkan bahwa: (1) Sawit dengan kelerengan lebih dari 15% memiliki nilai debit limpasan terbesar sebesar 2.715,36 mm/tahun, (2) Nilai infiltrasi terbesar terdapat pada lahan alang-alang yaitu sebesar 751,32 mm/tahun, (3) Kandungan air tanah paling banyak terdapat pada sawit dengan kelerengan kurang dari 15% yaitu sebesar 184.450.12mm/tahun dimana kandungan air tanah berkonstribusi pada debit sungai dan pemanfaatan air oleh tanaman untuk evapotranspirasi, dan (4) Hisapan air oleh akar tanaman terlihat bahwa pada lahan hutan, terjadi hisapan air oleh akar paling banyak dibandingkan perkebunan kelapa sawit dan alang-alang yaitu sebesar 4.248,08 mm/tahun.

Hasil analisis karakteristik hidrologi dari skenario konservasi pada kebun sawit menunjukkan bahwa: (1) Kebun sawit dengan konservasi menghasilkan nilai debit limpasan sebesar 8.166,93 m3/tahun dan tanpa konservasi sebesar 8.449,13 m3/tahun, (2) Nilai infiltrasi pada kebun sawit dengan konservasi sebesar 161.062,09 m3/tahun dan tanpa konservasi sebesar 74.177,53 m3/tahun, (3) Kandungan air tanah pada kebun sawit dengan konservasi sebesar 100.634,01 m3/tahun dan tanpa konservasi sebesar 99.731,39 m3/tahun dan (4) Hisapan air oleh akar tanaman pada kebun sawit dengan konservasi sebesar 1.917,40 m3/tahun dan tanpa konservasi sebesar 1.690,47 m3/tahun.

Faktor penting yang berpengaruh terhadap keberlanjutan pengelolaan perkebunan kelapa sawit adalah: (1) Dimensi ekologi yaitu konservasi lahan hutan dengan kelerengan >45% dengan penanaman rotan dan restorasi ekosistem untuk fauna langka (anoa dan kuskus beruang Sulawesi) yang dilindungi sesuai dengan konsep ISPO dan HCV, daerah sempadan sungai 100 meter menjadi areal konservasi sesuai tata ruang, pada lahan alang-alang dijadikan sebagai daerah penyangga dan lokasi penanaman hijauan ternak, dan penanaman tanaman penutup tanah/cover crop dan mulsa merupakan tindakan konservasi pada perkebunan kelapa sawit, (2) Dimensi ekonomi adalah usaha lain pada perkebunan kelapa sawit yaitu usaha rotan, integrasi sawit-sapi dan kompos dapat menjadi tambahan penghasilan bagi masyarakat petani perkebunan, dan (3) dimensi sosial budaya adalah peluang kemitraan, pencegahan konflik sosial dan pemberdayaan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani perkebunan.

(6)

SUMMARY

SITTI WIRDHANA AHMAD. Water Resource Conservation Model on Sustainable Palm Oil (Case study: Sub-watershed Lalindu, North Konawe, South East Sulawesi province, under the guidance of M. YANUAR J. PURWANTO, ASEP SAPEI and WIDIATMAKA.

Oil palm development in Indonesia is facing problems related to the availability of land and allegations most environmental activists who consider that land clearing for palm oil has caused massive environmental damage. Land conversion to oil palm plantations in terms of ecology will lead to disruption of both quantity and quality hydrology hydrology of watersheds (DAS) and the degradation of land and result in a decrease in soil fertility and loss of biodiversity. The expansion of oil palm plantations continue to occur, including in Southeast Sulawesi province spread in almost all districts. Konawe North, particularly in watersheds that are subdistrict Lalindu Wiwirano is one area which is used as a priority area of development of this commodity.

Management of oil palm plantations now need to refer to the concept of sustainable management of oil palm plantations to meet the interests of all stakeholders involved in the palm oil issue. In the plantation sub-sector, the ultimate definition of sustainability which is the result of the 3rd Roundtable Meeting on Sustainable Palm Oil (RSPO 2005) in Singapore which states that sustainable plantations is a business that is able to meet the economic growth (profit), protection of the environment (planet) and social equity (people). While in Indonesia known as the Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) which is a policy taken by the Indonesian government in this case the Ministry of Agriculture with the aim to improve the competitiveness of Indonesian palm oil in the world market and to participate in order to meet the commitment of the President of the Republic of Indonesia to reduce greenhouse gases and give attention to environmental issues.

This study aims to: (1) Assess the condition of existing land cover changes that occurred and the physical, economic, social and environmental flora and fauna in the area of oil palm plantations in sub-watershed Lalindu, Konawe North, (2) Assess the conservation of water resources in development of oil palm plantations in sub-watershed Lalindu, North Konawe and (3) to model the conservation of water resources on a sustainable oil palm plantations in sub-watershed Lalindu, North Konawe. The study site is in the area of oil palm plantations in the district Wiwirano, North Konawe, one of the districts in the province of South East Sulawesi with the capital Wanggudu. This study used a variety of methods of analysis. To answer the first objective, used descriptive analysis, regression and correlation analysis and spatial analysis. Descriptive analysis is used to explain phenomena which are qualitative. Hydrologic analysis used to answer the second objective is to use the model tank. As for the third objective answer, used the analysis of dynamic systems using Stella software and descriptive analysis discusses the institutional management of oil palm plantations.

(7)

run off, biodiversity of flora and fauna (biodiversity) and socio-cultural and economic conditions of local communities.

Hydrologic conditions in the sub-watershed Lalindu can be presented quite accurately by the model with the tank. coefficient of determination (R2) of 74.52%.

Hydrological characteristics of the analysis results by the tank model indicated that: (1) Oil with gradients of more than 15% have the largest runoff discharge value of

2.715,36 mm/year, (2) the biggest infiltration value contained in Imperata grasslands in the amount of 751,32 mm/year, (3) soil water content are most numerous in the palm with a slope of less than 15% in the amount of 184.450,12 mm/year when the soil water content contribute to streamflow and water use by plants for evapotranspiration, and (4) suction water by plant roots is seen that the forest land, occurred most suction of water by the roots than oil palm plantations and reeds in the amount of 4.248,08 mm/year.

Results of the hydrological characteristics of the scenario analysis on the conservation of oil palm plantations shows that: (1) the conservation of palm gardens produce runoff discharge value of 8.166,93 m3/year and without conservation of 8.449,13 m3/year, (2) Value infiltration in oil palm plantations with conservation of 161.062,09 m3/year and without conservation of 74.177,53 m3/year, (3) soil water content in oil palm plantations to the con.servation of 100.634,01 m3/year and without conservation of 99.731,39 m3/year, and (4) suction water by plant roots in the oil palm plantations to the conservation of 1.917,40 m3/year and without conservation of 1.690,47 m3/year.

Important factors that affect the sustainability of oil palm plantations are: (1) The dimensions of conservation ecology of forest land with slope >45% with rattan planting and ecosystem restoration for rare fauna (anoa and Sulawesi bear cuscus) are protected in accordance with the concept of ISPO and HCV, riparian area 100 meters to the conservation area corresponding spatial, the Imperata grasslands serve as buffer zones and location of livestock forage planting, and planting cover crops/cover crop and mulch is an oil palm plantation conservation, (2) economic dimension is another effort on the oil palm plantation business rattan, palm-cow integration and compost can be an additional income for the farmers plantations, and (3) socio-cultural dimension is partnering opportunities, social conflict prevention and community empowerment to improve farmers' welfare plantation.

(8)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(9)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR

PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN

(Studi Kasus : Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara Provinsi Sulawesi Tenggara)

SITTI WIRDHANA AHMAD

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc : 2. Dr Ir Hariyadi, MS

(11)
(12)

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS Ketua

Prof Dr Ir Asep Sapei, MS Anggota

Dr Ir Widiatmaka, DAA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi/Mayor Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 Juni 2013 Tanggal Lulus:

Judul Disertasi : MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara)

Nama : Sitti Wirdhana Ahmad

(13)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas karuniaNya, maka penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan pada waktunya. Disertasi ini berjudul MODEL KONSERVASI SUMBERDAYA AIR PADA PERKEBUNAN KELAPA SAWIT YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus: Sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara) dan merupakan akhir dari rangkaian penelitian yang mulai dilakukan sejak pertengahan Tahun 2010.

Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak

Dr Ir M. Yanuar Jarwadi Purwanto, MS., selaku ketua komisi pembimbing dan Prof Dr Ir Asep Sapei, MS., dan Dr Ir Widiatmaka, DAA. selaku anggota komisi

pembimbing yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga pada penyusunan disertasi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Suria Darma Tarigan, MSc dan Dr Ir Hariyadi, MS sebagai penguji di luar komisi pembimbing dalam ujian tertutup dan Bapak Prof Dr Ir Surjono H. Sutjahjo, MS dan Dr Ir Dwi Asmono, MS sebagai penguji di luar komisi pembimbing dalam ujian terbuka, atas bimbingan dan saran yang diberikan guna penyempurnaan disertasi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional yang telah memberikan beasiswa BPPS. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf atas kesempatan studi yang diberikan, sehingga penulis dapat menempuh pendidikan jenjang S3 pada Sekolah Pascasarjana IPB. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS., Selaku Ketua Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB beserta staf yang telah memberikan arahan dan bimbingan akademik selama menempuh pendidikan S3.

Terima kasih juga penulis sampaikan kepada para pejabat dijajaran Universitas Haluoleo, antara lain: Rektor, Direktur Pascasarjana, Ketua Guru Besar, Dekan Fakultas MIPA, Ketua Jurusan Biologi dan Ketua Forum Pascasarjana Sulawesi Tenggara yang memberikan kesempatan sekaligus mendorong untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Doktor. Kepada Gubernur Sulawesi Tenggara dan Bupati Konawe Utara melalui perwakilan pada instansi terkait, Bapak DR Sutan Raja D.L. Sitorus selaku Presiden Komisaris dan bapak Dr Sihar Sitorus selaku Direktur Utama PT. Damai Jaya Lestari serta para pihak yang membantu selama pengumpulan data, diucapkan terima kasih.

Penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang sangat mendalam kepada suami tersayang Ir. Carso Axtalora yang dengan penuh kesabaran, pengertian dan selalu memberikan semangat kepada penulis selama proses pendidikan. Teruntuk anak-anakku tercinta Anindita Azalia Ramadhani dan Thalita Widya Pramesthi yang selalu menjadi inspirasi dan motivasi, terima kasih atas pengertian dan ketabahan selama ini. Rasa terima kasih yang mendalam kepada Ayahanda (Alm.) Drs. H. Ahmad Bakkareng dan Ibunda Hj. Rosmiaty yang tanpa lelah selalu berdoa untuk keberhasilan penulis dan memberikan kasih sayang sepenuh jiwa juga kepada ayah mertua (Alm.) Bapak H. Atmo Dihardjo dan Ibu Siti

(14)

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada berbagai pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung, yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga tersusunnya disertasi ini yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Semoga semua amal dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis akan

diberikan imbalan yang setimpal oleh Allah Subhana Wata‟ala. Akhirnya semoga karya

ilmiah ini bermanfaat. Amin

Bogor, Juni 2013

(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xxii

RINGKASAN iv

SUMMARY vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pikir 4

Perumusan Masalah 6

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Kebaharuan (Novelty) 7

2 TINJAUAN PUSTAKA 9

Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia 9

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit 10

Tanaman Kelapa Sawit 11

Pembangunan Berkelanjutan 15

Daerah Aliran Sungai 20

Sumberdaya Air 21

Siklus Hidrologi 21

Dampak Perubahan Tutupan Lahan terhadap Sumberdaya Air 24

Konservasi Sumberdaya Air 25

Model Tangki 26

Hisapan Air oleh Akar (Root Water Uptake) 28

Model Simulasi 28

Sistem dan Pendekatan Sistem 29

3 METODE 31

Lokasi dan Waktu Penelitian 31

Disain Penelitian 31

Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Penelitian 31

Tahapan Analisis Data 37

Analisis Data 39

4 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 47

Letak dan Luas Wilayah 47

Keadaan Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di Kecamatan Wiwirano

Kabupaten Konawe Utara 47

Kondisi Tanaman Kelapa Sawit di Lokasi Penelitian 50

(16)

Karakteristik Fisik (Hidrologi dan Tanah) pada Areal Perkebunan

Kelapa Sawit 58

Ekonomi, Sosial dan Budaya Masyarakat pada sub DAS Lalindu 62

Kondisi Keanekaragaman Hayati Flora dan Fauna 68

Gambar 26 Monyet (Macaca brunnescens/M. ochreata) 73 Gambar 27 Kuskus beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) 73 Dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap Sumberdaya Air 73 Strategi Konservasi Sumberdaya Air pada Areal Perkebunan di

Sub DAS Lalindu 75

Analisis Debit Aliran dengan Model Tangki 83

Simulasi Model Konversi Lahan menjadi Perkebunan Kelapa Sawit 100

Kelembagaan Perkebunan Kelapa Sawit 129

Arahan dan Rekomendasi Kebijakan 134

6 SIMPULAN DAN SARAN 135

Simpulan 135

Saran 135

DAFTAR PUSTAKA 137

LAMPIRAN 144

(17)

DAFTAR TABEL

1. Penelitian, metode dan hasil penelitian terkait novelty 8

2. Perkembangan luas areal dan produksi minyak kelapa sawit Indonesia 9

3. Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa

sawit 13

4. Pengaruh defisit air terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit di

daerah Lampung 13

5. Sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit 14

6. Perbedaan RSPO dan ISPO 18

7. Jenis dan sumber data penelitian 35

8. Matriks tujuan, variabel data, teknik pengumpulan data, metode analisis

dan output yang diharapkan dalam penelitian 36

9. Sebaran luas areal perkebunan kelapa sawit berdasarkan klasifikasi kelas lereng pada Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara

Tahun 2011 49

10. Hasil pengukuran tanaman kelapa sawit umur 3 tahun di lokasi

penelitian 51

11. Tutupan lahan di sub DAS Lalindu Kabupaten Konawe Utara Tahun

2006 dan 2011 53

12. Karakteristik jenis-jenis tanah di areal perkebunan kelapa sawit dan

sekitarnya 61

13. Struktur penduduk berdasarkan kelompok umur di Kecamatan

Wiwirano, Tahun 2010. 62

14. Mata pencaharian penduduk berdasarkan pekerjaan 62

15. Tingkat pendapatan masyarakat di lokasi perkebunan kelapa sawit 63

16. Jenis dan jumlah aktivitas non formal 63

17. Populasi ternak menurut kecamatan Tahun 2010 66

18. Rekapitulasi jenis-jenis vegetasi budidaya di sub DAS Lalindu di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara 69

19. Jenis-jenis vegetasi alami di sub DAS Lalindu di Kabupaten Konawe

Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara 70

20. Jenis-jenis fauna yang berada di sub DAS Lalindu di Kabupaten

Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara 71

21. Data realisasi obyek kerja menanam kacangan di perkebunan kelapa sawit PT. Damai Jaya Lestari periode Tahun 2005-2012 79

22. Data realisasi obyek kerja menyisip kacangan di perkebunan kelapa sawit PT. Damai Jaya Lestari periode Tahun 2005-2012 79

23. Hasil kalibrasi tiap jenis lahan pada plot contoh untuk tangki kesatu

pada model tangki 87

24. Nilai koefisien model tangki hasil kalibrasi pada sub-sub DAS Tahun

2011 90

25. Nilai koefisien determinasi (R2) hasil model tangki pada DAS Lalindu

Tahun 2011 94

26. Hubungan antara komponen tanah, air dan vegetasi pada lokasi penelitian dengan curah hujan tahunan 40,26 mm/thn 97

(18)

28. Analisis kebutuhan stakeholders dalam pengelolaan lingkungan perkebunan kelapa sawit dalam rangka konservasi sumberdaya air yang

berkelanjutan 105

29. Variabel dan parameter yang digunakan pada sub model lingkungan 112

30. Variabel dan Parameter yang digunakan pada Sub Model Ekonomi 113

31. Variabel dan parameter pada sub model sosial 115

32. Pendapat masyarakat terhadap kehadiran perkebunan kelapa sawit di

(19)

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pikir 5

2. Buah kelapa sawit 12

3. Keterkaitan pembangunan berkelanjutan, lingkungan dan kemiskinan 16

4. Beberapa bentuk daerah aliran sungai 20

5. Siklus hidrologi 22

6. Sistem aliran sungai 28

7. Peta lokasi penelitian 32

8. Skema desain penelitian 33

9. Tahapan analisis data 37

10. a Pengamatan run off/pengukuran debit 38

11. b Pengukuran run off pada plot contoh 38

12. Tahapan analisis kondisi perubahan penggunaan lahan 39

13. Model tangki yang digunakan dalam penelitian 42

14. Diagram alir konsep matematis model 43

15. Tahapan pelaksanaan model konservasi sumberdaya air pada perkebunan

kelapa sawit yang berkelanjutan 46

16. Peta administrasi Kabupaten Konawe Utara 48

17. Jenis tanah dan luasan jenis tanah pada perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano, Kabupaten Konawe Utara Tahun 2011 49

18. Status kawasan hutan pada areal perkebunan kelapa sawit di Kecamatan

Wiwirano Kabupaten Konawe Utara Tahun 2011 50

19. Perakaran kelapa sawit yang terdapat di lokasi penelitian 51

20. Perubahan luas lahan hutan lahan kering Tahun 2006 – 2011 54

21. Perubahan luas lahan savana/alang-alang Tahun 2006 – 2011 55

22. Perubahan luas lahan semak/belukar Tahun 2006 – 2011 56

23. Perubahan luas lahan perkebunan kelapa sawit Tahun 2006 – 2011 57

24. Lahan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Wiwirano 58

25. Salah satu fungsi DAS Lalindu sebagai sarana transportasi 59

26. Anoa (Bubalus depressicornis (H.Smith) 72

27. Monyet (Macaca brunnescens/M. ochreata) 73

28. Kuskus beruang Sulawesi (Ailurops ursinus) 73

29. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crops) berupa tanaman kacangan (legume) pada perkebunan kelapa sawit di lokasi penelitian 78

30. Pueraria javanica (Benth.) Benth 80

31. CalopogoniummucunoidesDesv. 81

32. CentrosemapubescensBenth. 82

33. Salah satu contoh pengukuran debit di sub-sub DAS 84

34. Plot contoh pada lahan hutan di areal perkebunan kelapa sawit 84

35. Plot contoh pada lahan alang-alang di areal perkebunan kelapa sawit 84

36. Plot contoh pada lahan sawit di areal perkebunan kelapa sawit 85

37. Data hujan harian dan evapotranspirasi nilai ETo di kebun Tahun 2011 86

38. Data debit aktual harian hasil pengukuran pada tiap tutupan lahan di plot

contoh Tahun 2011 86

39. Data debit hasil pengukuran langsung pada sub-sub DAS Tahun 2011 87

40. Data hasil kalibrasi untuk lahan alang-alang pada plot contoh (R2 72,56%)

(20)

41. Data hasil kalibrasi untuk lahan hutan pada plot contoh (R2 62,99%)

Tahun 2011 88

42. Data hasil kalibrasi untuk lahan sawit dengan kelerengan lebih dari 15% pada plot contoh dengan legume (R2 64,83%) Tahun 2011 88

43. Data hasil kalibrasi untuk lahan sawit dengan kelerengan lebih dari 15% pada plot contoh dengan mulsa (R2 62,26%) Tahun 2011 89

44. Data hasil kalibrasi untuk lahan sawit dengan kelerengan kurang dari 15% pada plot contoh dengan legume (R2 62,46%) Tahun 2011 89

45. Data hasil kalibrasi untuk lahan sawit dengan kelerengan kurang dari 15% pada plot contoh dengan mulsa (R2 72,68%) Tahun 2011 89

46. Data hasil kalibrasi pada sub-sub DAS I (R2 78,27%) Tahun 2011 91

47. Data hasil kalibrasi pada sub-sub DAS II (R2 72,27%) Tahun 2011 91

48. Data hasil kalibrasi pada sub-sub DAS III (R2 72,97%) Tahun 2011 91

49. Jenis root water uptake berdasarkan kedalaman perakaran 92

50. Data hasil kalibrasi pada sub-sub DAS IV (R2 72,46%) Tahun 2011 92

51. Data hasil validasi debit pada sub DAS kebun dan lahan lain di sekitarnya

(R2 74,52%) Tahun 2011 93

52. Kondisi eksisting total debit limpasan tiap tutupan lahan di sub-sub DAS

Tahun 2011 94

53. Kondisi eksisting kandungan air tanah tiap tutupan lahan di sub-sub DAS

Tahun 2011 95

54. Kondisi eksisting infiltrasi total tiap tutupan lahan di sub-sub DAS Tahun

2011 95

55. Kondisi eksisting hisapan air oleh tanaman di tiap tutupan lahan di sub-sub

DAS Tahun 2011 95

56. Perubahan debit harian pada tiap skenario konservasi di kebun sawit 101

57. Perubahan debit limpasan pada skenario konservasi pada kebun sawit 102

58. Perubahan infiltrasi pada skenario konservasi pada kebun sawit 102

59. Perubahan kandungan air tanah pada skenario konservasi pada kebun sawit 103

60. Perubahan pemanfaatan air oleh tanaman pada skenario konservasi pada

kebun sawit 103

61. Hubungan ketergantungan antar sektor 106

62. Model konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang

berkelanjutan 108

63. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) model konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan 109

64. Diagram input-output model konservasi sumberdaya air pada perkebunan

kelapa sawit yang berkelanjutan 110

65. Model konseptual sistem konservasi sumberdaya air pada perkebunan

kelapa sawit yang berkelanjutan 111

66. Sub model ekologi/lingkungan 112

67. Sub model ekonomi 114

68. Sub model sosial 116

69. Hasil simulasi perubahan tata guna lahan 116

70. Hasil simulasi pola perubahan debit dan infiltrasi pada lahan sawit

konservasi dan sawit non konservasi 117

(21)

72. Hasil simulasi nilai pendapatan 120

73. Hasil simulasi jumlah pertumbuhan kepala keluarga (KK) kebun 121

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prinsip dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan menurut

roundtable on sustainable palm oil 145

2. Prinsip dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan menurut

indonesia on sustainable palm oil 148

3. Peta tutupan lahan DAS Lalindu Hilir berdasarkan klasifikasi citra landsat

Tahun 2006 162

4. Peta tutupan lahan DAS Lalindu Hilir berdasarkan klasifikasi citra landsat

Tahun 2011 163

5. Peta tutupan lahan DAS Lalindu Tengah berdasarkan klasifikasi citra

landsat Tahun 2006 164

6. Peta tutupan lahan DAS Lalindu Tengah berdasarkan klasifikasi citra

landsat Tahun 2011 165

7. Peta perubahan penggunaan lahan DAS Lalindu Hilir berdasarkan klasifikasi citra landsat dari Januari 2006 – Desember 2011 166

8. Peta perubahan penggunaan lahan DAS Lalindu Hilir berdasarkan klasifikasi citra landsat dari Januari 2006 – Desember 2011 167

9. Luasan masing-masing tipe penggunaan lahan/tutupan lahan di DAS

Lalindu Kecamatan Wiwirano Kabupaten Konawe 168

10. Luas perubahan penggunaan lahan DAS Lalindu berdasarkan klasifikasi

citra landsat dari Januari 2006 – Desember 2011 169

(23)
(24)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan dan perkembangan penduduk yang pesat menyebabkan peningkatan kebutuhan manusia akan sumberdaya. Pemenuhan kebutuhan akan menyebabkan eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kemampuannya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara komprehensif dan terpadu, sehingga diharapkan sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara lestari dan berkelanjutan.

Tekanan penduduk terhadap kebutuhan lahan baik untuk kegiatan pertanian, perkebunan, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan daya dukung lahannya, serta tidak diikuti penerapan teknik budidaya yang sesuai dengan kaidah konservasi, akan menyebabkan degradasi lahan dan berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya tanah dan air.

Perubahan tutupan lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumberdaya air adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti pertanian, perkebunan, perumahan ataupun industri. Apabila kegiatan tersebut tidak dikelola dengan baik, maka akan menyebabkan kelebihan air (banjir) pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau. Perubahan tutupan lahan yang tidak bijaksana dan tidak disertai tindakan konservasi akan menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (run off).

Pembangunan perkebunan merupakan bagian integral dari pembangunan yang menyentuh langsung masyarakat dan mampu menjadi pendukung perekonomian. Subsektor perkebunan mempunyai kontribusi penting dalam perekonomian nasional, antara lain sebagai sumber pendapatan, sumber kesempatan kerja bagi jutaan penduduk pedesaan dan sumber energi terbarukan antara lain biodiesel. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan yang menarik perhatian serius pemerintah, investor serta petani terutama sejak dekade 1990-an. Perkembangan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang pesat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1990 luas areal perkebunan kelapa sawit mencapai 1.126.677 hektar dengan total produksi Crude palm oil (CPO) sebesar 2.412.612 ton dan sampai Tahun 2000 terus meningkat menjadi 3.046.000 hektar dengan total produksi sebesar 7.001.000 ton. Bahkan Indonesia menjadi negara produsen kelapa sawit terbesar dengan luas areal sebesar 8.992.824 hektar dan produksi CPO mencapai 23.096.541 ton pada Tahun 2011. Digulirkannya program revitalisasi perkebunan (kelapa sawit, karet dan kakao) pada tahun 2007 juga merupakan bukti keseriusan pemerintah terhadap pengembangan komoditas perkebunan (Ditjenbun 2011).

(25)

sawit lndonesia yang hingga saat ini belum teratasi secara tuntas. Persoalan tersebut diantaranya adalah ketersediaan input produksi (bibit yang berkualitas, pestisida dan pupuk), produktivitas yang rendah dan harga yang fluktuatif.

Selain itu, pengembangan kelapa sawit juga menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan lahan dan tudingan sebagian aktivis lingkungan yang menganggap bahwa pembukaan lahan untuk kelapa sawit secara besar-besaran telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Penerapan pengembangan perkebunan kelapa sawit yang banyak dilakukan oleh para pengusaha adalah dengan mengkonversi tutupan lahan yang awalnya merupakan hutan produksi alam atau hutan tanaman industri (HTI). Perubahan tutupan lahan tersebut akan menghilangkan peran hutan dalam menjaga konservasi tanah dan air karena penebangan hutan akan berpengaruh terhadap siklus hidrologi yaitu terjadi perubahan infiltrasi tanah, evapotranspirasi dari tanaman dan secara potensial juga akan mengurangi jumlah air yang masuk ke sungai.

Perluasan perkebunan kelapa sawit terus terjadi, termasuk di Provinsi Sulawesi Tenggara yang menyebar hampir di seluruh kabupaten. Kabupaten Konawe Utara, khususnya di daerah aliran sungai (DAS) Lalindu yang berada di Kecamatan Wiwirano merupakan salah satu wilayah yang dijadikan kawasan prioritas pengembangan komoditi ini. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan kelapa sawit yang terus meningkat selama lima tahun terakhir, baik yang diusahakan oleh masyarakat maupun oleh perkebunan swasta. Lima perusahaan kelapa sawit kini memasuki Kabupaten Konawe Utara, masing-masing Damai Jaya Lestari (DJL), Sultra Prima Lestari (SPL), Celebes, Agro Tani Makmur Abadi dan PTPN XIV. Setiap perusahaan memegang konsesi 6.000 sampai 20.000 ribu ha (BPS Konawe Utara 2010).

Kerusakan lahan pada DAS Lalindu di Kecamatan Wiwirano akibat tekanan penduduk terus meningkat. Kawasan hutan di wilayah DAS Lalindu beralih fungsi menjadi lahan pertanian dan non-pertanian yang terdiri dari persawahan irigasi, sawah tadah hujan, pertanian lahan kering/tegalan, sayuran, perkebunan kelapa sawit, kebun campuran, semak belukar, alang-alang, lahan pemukiman atau pekarangan, serta lahan transmigrasi (BPS Konawe Utara 2010). Keadaan ini memicu rusaknya sistem hidrologi DAS tersebut, dan berakibat pada meluasnya lahan kritis, erosi dan sedimentasi, serta banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.

Upaya pelestarian sumberdaya air tidak terlepas dari pergerakan dan sebaran air dalam batas alam hidrologis DAS. Daerah aliran sungai Lalindu bagian hulu merupakan salah satu wilayah yang cukup penting peranannya dalam sistem DAS Lalindu secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena perubahan-perubahan yang terjadi pada DAS Lalindu bagian hulu ini akan berimplikasi lebih lanjut pada daerah yang ada di bawahnya (hilir), sehingga apapun kegiatan yang terjadi atau dilakukan dalam DAS tersebut harus diperhitungkan secara matang.

(26)

air ke dalam tanah) sehingga sebagian air hujan yang jatuh akan hilang melalui aliran permukaan kemudian menuju ke sungai dan akhirnya ke laut, sebelum air hujan tersebut mengisi air bawah tanah melalui proses infiltrasi dan perkolasi. Di sekitar lembah ini terdapat pemukiman penduduk, sehingga pada saat hujan deras akan terjadi banjir.

Perubahan kondisi alam di Kecamatan Wiwirano, dapat mewakili perubahan di wilayah Kabupaten Konawe Utara. Pada tahun 2006, warga Konawe Utara telah menerima dampak dari pengalihan fungsi lahan, yakni banjir bandang yang menyebabkan ratusan hektar sawah dan pemukiman terendam. Dalam situasi yang lebih buruk, warga sampai mengungsi ke daerah dataran tinggi dan pegunungan. Namun, terlalu gegabah jika hanya menunjuk perkebunan kelapa sawit sebagai satu-satunya biang keladi. Hulu persoalannya adalah adanya sistem deforestasi yang menganggap hutan hanya sepetak tanah yang hendak diambil keuntungan ekonomi dengan mengabaikan sosial ekologis dari produksi.

Pengembangan tanaman perkebunan, kelapa sawit khususnya, akhir-akhir ini mendapat sorotan karena dianggap merusak lingkungan. Memasuki awal abad 21, masalah lingkungan masih akan tetap mendapat tekanan, khususnya dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) lingkungan. Argumen yang digunakan untuk menyatakan perluasan areal kelapa sawit dapat merusak lingkungan, yaitu areal kelapa sawit dianggap berasal dari lahan hutan yang memberi keuntungan ganda pada pengusaha dalam bentuk kayu dan produk kelapa sawit. Hal ini tidak sepenuhnya benar karena banyak juga kebun yang berasal dari lahan yang bukan hutan.

Mempertimbangkan berbagai kemungkinan dampak ekologis serta berbagai sentimen negatif dunia internasional terhadap pengembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia, maka pemerintah daerah perlu mengambil langkah pro-aktif yang bertujuan untuk memperbaiki citra negatif tentang pengelolaan perkebunan kelapa sawit dan memperkenalkan pengelolaan kebun kelapa sawit yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Di sisi lain, kalangan industri berpendapat bahwa pembukaan besar-besaran perkebunan kelapa sawit akan membuka lapangan pekerjaan yang luas, pengembangan infrastruktur, membuka isolasi daerah, serta manfaat ekonomi lainnya yang berdampak pada pengembangan perekonomian sektor-sektor lain. Hal yang perlu dilakukan adalah bagaimana mengoptimalkan konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan yang telah ada di wilayah DAS melalui pendekatan sistem pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan. Untuk menjawab permasalahan sumberdaya air di Kecamatan Wiwirano ke depan diperlukan suatu perencanaan dengan melibatkan semua sektor terkait dan untuk menuju pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dengan mempertimbangkan beberapa aspek kebijakan terkait dengan ekologi, ekonomi dan sosial budaya.

(27)

Kerangka Pikir

Perluasan perkebunan kelapa sawit terus terjadi khususnya di daerah aliran sungai (DAS). Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit dari segi ekologi akan memicu rusaknya sistem hidrologi baik kuantitas maupun kualitas tata air DAS tersebut serta terjadi degradasi lahan dan berakibat pada penurunan kesuburan tanah dan penurunan biodiversitas. Namun, pengembangan perkebunan kelapa sawit akan menghasilkan nilai ekonomi dengan pendapatan masyarakat dan produktivitas yang meningkat. Masih adanya kelemahan dalam pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang berhadapan dengan masalah yang kompleks menyebabkan timbulnya benturan-benturan kepentingan dari stakeholders baik menyangkut konflik sosial, ekonomi maupun lingkungan. Guna menghindari munculnya permasalahan tersebut, diperlukan upaya pengelolaan yang bersifat integratif yaitu penyusunan model pengelolaan yang memperhatikan berbagai aspek yang berpengaruh terhadap perkebunan kelapa sawit tersebut.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit saat ini perlu mengacu pada konsep pengelolaan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan untuk memenuhi kepentingan semua stakeholders yang terlibat dalam permasalahan kelapa sawit. Di sub sektor perkebunan, definisi berkelanjutan yang paling akhir yang merupakan hasil dari the 3rd Roundtable on Sustainable Palm Oil meeting (RSPO 2005) di Singapura yang menyebutkan bahwa perkebunan berkelanjutan merupakan usaha yang mampu memenuhi pertumbuhan ekonomi (profit), perlindungan terhadap lingkungan (planet) dan kesetaraan sosial (people). Sementara di Indonesia dikenal dengan Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO) yang merupakan suatu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing minyak sawit Indonesia di pasar dunia dan ikut berpartisipasi dalam rangka memenuhi komitmen Presiden Republik Indonesia untuk mengurangi gas rumah kaca serta memberi perhatian terhadap masalah lingkungan.

Pengembangan perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan produksi dan nilai ekonomi diharapkan tidak mengorbankan fungsi lingkungan. Terdapat hubungan timbal balik (ekologis) antara produksi dan fungsi lingkungan, dimana perubahan fungsi lingkungan akan berpengaruh langsung terhadap produksi dan pengelolaan kebun kelapa sawit yang kurang memperhatikan masalah lingkungan berkontribusi besar terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama sumberdaya tanah dan air.

(28)

menggambarkan bahwa apa yang sudah dicapai tersebut tidak mudah goyah melainkan punya toleransi tinggi dan mampu bertahan terhadap perubahan kondisi, baik kondisi eksternal maupun internal yang dinamis (RSPO 2005). Secara ringkas, alur pemikiran dari penelitian disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pikir meningkatkan resapan dan mengurangi run off

Strategi konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan

(29)

Perumusan Masalah

Pengembangan perkebunan kelapa sawit menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan ketersediaan lahan dan kerusakan lingkungan. Sasaran atau tujuan konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan adalah untuk memaksimalkan manfaat ekologi, ekonomi dan sosial dari kegiatan tataguna lahan khususnya untuk perkebunan kelapa sawit di DAS dalam sistem konservasi sumberdaya air yang berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi di lokasi penelitian dapat dikelompokkan ke dalam aspek teknis, aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Sasaran atau tujuan yang spesifik dikaitkan dengan karakteristik DAS (biofisik, ekonomi dan sosial) yang akan dikelola, namun sasaran yang ingin dicapai pada umumnya adalah untuk meningkatkan produktifitas lahan di DAS Lalindu. Pada saat yang bersamaan, dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan pengelolaan lahan dapat diperkecil.

Berdasarkan uraian permasalahan di atas dapat diidentifikasi beberapa masalah pokok yang perlu diatasi di perkebunan kelapa sawit yaitu :

1. Bagaimana kondisi eksisting perubahan tutupan lahan yang terjadi dan kondisi fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan flora dan fauna pada areal perkebunan kelapa sawit di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

2. Bagaimana konservasi sumberdaya air dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

3. Bagaimana model konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendisain model konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan dalam upaya pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara. Tujuan utama tersebut dijabarkan menjadi beberapa tujuan khusus yaitu:

1. Mengkaji kondisi eksisting perubahan tutupan lahan yang terjadi dan kondisi fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan flora dan fauna pada areal perkebunan kelapa sawit di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

2. Mengkaji konservasi sumberdaya air dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

3. Menyusun model konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan di sub DAS Lalindu, Kabupaten Konawe Utara.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain sebagai berikut : 1. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian diharapkan bisa

melengkapi dan memperkaya kaidah-kaidah pengelolaan kebun sawit yang efektif dan efisien menuju kearah kondisi perkebunan kelapa sawit yang produktif dan berkelanjutan.

(30)

3. Bagi masyarakat, merupakan model pengelolaan yang mengembangkan partisipasi masyarakat sehingga potensi sosial, budaya dan ekonominya dapat dikembangkan.

4. Bagi institusi, yang ingin memiliki informasi ilmiah mengenai laju infiltrasi dan banjir yang disebabkan oleh perubahan tutupan lahan dari kondisi yang sudah ada menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kebaharuan (Novelty)

Berkaitan dengan kebaruan dalam penelitian pengelolaan lingkungan perkebunan kelapa sawit, ada beberapa hal dapat dijadikan bahan pertimbangan. Pertama, penelusuran pustaka melalui hasil penelitian disertasi, tesis, jurnal penelitian dalam dan luar negeri serta informasi teknologi media internet menunjukkan bahwa penelitian konservasi sumberdaya air pada perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan masih terbatas. Selain terbatas, pendekatan yang dipakai masih bersifat parsial, belum mengaitkan faktor-faktor ekonomi, sosial dan lingkungan secara holistik.

Kedua, berkaitan dengan sifat dari model perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang dinamis terutama dipengaruhi oleh perubahan kondisi sumberdaya lahan, air dan udara; kualitas hidup manusia yang terus meningkat; dan baku mutu serta standar kerusakan lingkungan sebagai tolok ukur dalam pengelolaan sumberdaya alam. Seperti

disampaikan oleh Dja‟far et al. (2005) bahwa untuk membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek fisik, sosial dan ekonomi, diperlukan model perkebunan berkelanjutan dengan konsep dan kriteria sesuai dengan isu-isu yang berkembang saat ini yang tertuang dalam the roundtable on sustainable palm oil (RSPO). Hal senada juga dikemukakan oleh Ardiansyah (2006), bahwa untuk masa mendatang, konsep dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan seyogyanya mengacu pada RSPO karena sudah mengakumulasi aspek fisik, sosial dan ekonomi secara holistik.

(31)

Tabel 1 Penelitian, metode dan hasil penelitian terkait novelty

No. Peneliti Metode Hasil Penelitian

1 Erningpraja dan

Poelongan (2000)

Melakukan kajian tentang pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit plasma berkelanjutan dilakukan dengan pendekatan fisik yakni pemupukan

2 Hasibuan (2005) Pengembangan PIR Kelapa Sawit dan

Peranan Koperasi dalam Ekonomi Kerakyatan di Masa Mendatang

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit berbasis dinamika ekonomi kerakyatan yakni koperasi

3 Hasbi (2001) dan

Wahyono (2003)

Melakukan kajian tentang pengelolaan perkebunan kelapa sawit.

Pengelolaan perkebunan kelapa sawit berfokus pada kelembagaan dan pengelolaan konflik

4 Iswati (2004) Pengelolaan kebun plasma kelapa sawit

yang berkelanjutan dengan pendekatan sistem.

Pengelolaan kebun plasma kelapa sawit yang berkelanjutan merupakan fungsi dari jenis tanah (T), kemiringan lereng (L), kemampuan petani (M), pendapatan petani (E) dan budaya (B).

Fungsi tersebut dirumuskan sebagai Pl = f (T,L,M,E,B) 5 Dja'far et al.

(2005)

Pedoman Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) Tentang Prinsip dan Kriteria

Sustainable Palm Oil pada Industri Kelapa Sawit.

Untuk membangun perkebunan kelapa sawit berkelanjutan yang memenuhi aspek fisik, sosial dan ekonomi, diperlukan model perkebunan berkelanjutan dengan konsep dan kriteria sesuai dengan isu-isu yang berkembang saat ini yang tertuang dalam The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

6 Ardiansyah (2006) Realising Sustainable Palm Oil

Development in Indonesia - Challenges and Opportunities.

Untuk masa mendatang, konsep dan kriteria perkebunan kelapa sawit berkelanjutan seyogyanya mengacu pada RSPO karena sudah mengakumulasikan aspek fisik, sosial dan ekonomi secara holistik.

7 Suroso dan Susanto

(2006)

Pengaruh perubahan tata guna lahan terhadap debit banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran

Perubahan tata guna lahan sangat berpengaruh terhadap peningkatan debit sungai. Di Daerah DAS Banjaran terjadi perubahan tata guna lahan dari 1.759. 28 ha sawah, 289.54 ha tegalan, 1.284.36 ha pemukiman pada tahun 1995, menjadi 1.603.97 ha sawah, 283.32 ha tegalan, 1.445. 88 ha pemukiman pada tahun 2001, menyebabkan peningkatan debit sungai.

8 Wigena (2009) Pengelolaan kebun plasma kelapa sawit

yang berkelanjutan dengan pendekatan sistem

Model pengelolaan kebun kelapa sawit plasma yang dibangun menunjukkan bahwa faktor penduduk, lahan dan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit merupakan faktor utama yang menjadi kunci untuk mencapai kebun sawit plasma berkelanjutan

9 Suwondo (2011) Model pengelolaan lahan gambut berbasis

sumberdaya lokal pada agroekologi perkebunan kelapa sawit

Model pengelolaan lahan gambut pada perkebunan kelapa sawit merupakan interaksi antara pengaturan tata air dan lahan, pemberdayaan masyarakat, kerjasama antar

(32)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa benihnya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam pada tepi-tepi jalan di Deli Sumatera Utara pada tahun 1870-an sebagai tanaman hias. Pada saat yang bersamaan, terjadi peningkatan permintaan minyak nabati akibat revolusi industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini, muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan seleksi tumbuhan dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura" (Handoko dan Koesmayono2005).

Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai tahun 1910 (Risza 2008).

Indonesia pertama kali mengekspor minyak sawit Tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa. Pada tahun 1923 Indonesia mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton. Pada masa pemerintah orde baru, pembangunan perkebunan terus diarahkan dan terus mendorong pembukan lahan baru untuk perkebunan. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat (Ditjenbun 2011). Perkembangan luas areal dan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan luas areal dan produksi minyak kelapa sawit di Indonesia

Tahun Luas Areal (ha) Produksi CPO (ton)

- s/d 2000 3.046.000 7.001.000

2001 3.152.000 8.300.000

2002 3.500.000 9.300.000

2003 3.800.000 10.500.000

2004 4.100.000 12.200.000

2005 4.800.000 13.600.000

2006 6.594.914 17.350.848

2007 6.766.836 17.664.725

2008 7.363.847 18.539.788

2009 7.508.023 19.640.881

2010 7.824.623 21.844.901

2011 8.992.824 23.096.541

(33)

Dalam perekonomian Indonesia, minyak kelapa sawit mempunyai peran yang cukup strategis karena: (1) Minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng, sehingga pasokan yang kontinyu ikut menjaga kestabilan harga dari minyak goreng tersebut. Hal ini penting, sebab minyak goreng merupakan salah satu dari 9 bahan pokok kebutuhan masyarakat sehinga harganya harus terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat, (2) Sebagai salah satu komoditas pertanian andalan ekspor non migas, komoditi ini mempunyai prospek yang baik sebagai sumber dalam perolehan devisa maupun pajak, (3) Pada proses produksi maupun pengolahan juga mampu menciptakan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Syahza 2008).

Dampak Perkebunan Kelapa Sawit

Ekspansi perkebunan kelapa sawit memiliki pengaruh/dampak bagi penduduk Indonesia secara umum dari berbagai aspek, diantaranya adalah:

1. Aspek ekologi

Perluasan perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan perubahan lahan, sumberdaya serta perubahan terhadap vegetasi dan ekosistem setempat. Aspek ekologi merupakan aspek penting karena menjadi bagian yang sangat rawan terjadi perubahan ke arah rusaknya lingkungan biofisik yang terdegredasi serta bertambahnya lahan kritis apabila dikelola secara tidak bijaksana. Aspek lingkungan mempunyai dimensi yang sangat luas pengaruhnya terhadap kualitas udara dan terjadinya bencana alam seperti kebakaran, tanah longsor, banjir dan kemarau akibat adanya perubahan iklim global. Pengaruh langsung akibat adanya konversi lahan dari hutan menjadi tanaman monokultur adalah adanya penurunan debit serta meningkatnya air larian permukaan (surface runoff) (Lokollo 2000).

2. Aspek ekonomi

Terhadap perekonomian Indonesia, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup strategis karena komoditas ini mempunyai prospek yang cukup cerah sebagai sumber devisa. Disamping itu, minyak sawit merupakan bahan baku utama minyak goreng yang banyak dipakai di seluruh dunia, sehingga secara terus-menerus mampu menjaga stabilitas harga minyak sawit. Menurut Syahza (2008), komoditas ini mampu pula menciptakan kesempatan kerja yang luas dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bagi pemerintah daerah, komoditas kelapa sawit memegang peran yang cukup penting sebagai sumber pendapatan asli daerah (PAD) selain itu membuka peluang kerja yang besar bagi masyarakat setempat yang berada di sekitar lokasi perkebunan yang dengan sendirinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

3. Aspek sosial budaya

(34)

Tanaman Kelapa Sawit

1. Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (palm oil) dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Spesies : 1. Elaeis guineensis Jacq (kelapa sawit Afrika) : 2. Elaeis melanococca atau Corozo oleifera

(kelapa sawit Amerika Latin)

Varietas/tipe digolongkan berdasarkan beberapa aspek. Berdasarkan tebal tipisnya cangkang (endocarp) dikenal ada tiga varietas/tipe, yaitu Dura, Pisifera, dan Tenera. Berdasarkan warna buah, dikenal tiga tipe yaitu Nigrescens, Virescens, dan Albescens (Risza 2008).

2. Morfologi Tanaman kelapa sawit

Morfologi tanaman kelapa sawit terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Morfologi tanaman secara rinci diuraikan di bawah ini.

Akar. Kecambah kelapa sawit yang baru tumbuh memiliki akar tunggang, tetapi akar ini mudah mati dan segera diganti dengan akar serabut (Sastrosayono 2006). Susunan akar kelapa sawit adalah sebagai berikut : (l) akar serabut primer, (2) akar serabut sekunder, (3) akar serabut tersier, (4) akar serabut kwarter, dan (5) tudung akar (Fatmawati dan Ginting l989 diacu dalam Harahap 1999). Menurut Setyamidjaja mencapai 15 cm, berdiameter 0,5 sampai 1,5 mm, dan (4) akar kuarter, yaitu akar yang tumbuh dari akar tertier, berdiameter 0,2 sampai 0,5 mm dan panjangnya rata-rata 3 cm. Akar kuarter berperan aktif menyerap unsur-unsur hara, air dan kadang-kadang oksigen. Tergantung pada varietas tanaman dan jenis tanah, akar kelapa sawit dapat tumbuh horisontal sampai lebih dari 6 meter dan vertikal sekitar 1,5 sampai 5 meter.

(35)

Daun. Pada pohon kelapa sawit setiap bulan biasanya akan tumbuh dua lembar daun. Daun-daun tersebut akan membentuk suatu pelepah yang panjangnya dapat mencapai kurang lebih 7,5 sampai 9 meter. Pada tanaman yang tumbuh normal terdapat 45 sampai 55 pelepah daun (Sastrosayono 2006).

Bunga. Tanaman kelapa sawit mulai berbunga pada umur 20 sampai 30 bulan. Bunga kelapa sawit berumah satu, pada satu batang terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya terpisah pada tandan bunga yang berbeda. Seringkali terdapat pula tandan bunga betina yang mendukung tandan bunga jantan (hermaprodit) (Setyamidjaja 1991).

Buah. Buah kelapa sawit pada umumnya tersusun dalam dua lapis. Buah yang sudah tua kemudian rontok dan disebut buah brondolan. Mulai penyerbukan sampai buah masak dan rontok memerlukan waktu 5 sampai 6 bulan. Tiap buah panjangnya 2 sampai 5 cm dan beratnya dapat melebihi 30 gram. Buah terdiri dari kulit buah (epicarp), daging buah/sabut (mesocarp), tempurung/cangkang (endocarp), inti sawit/kernel/ biji (endospem), dan lembaga (embryo). Exocarp dan mesocarp sering juga disebut sebagai pericarp yaitu bagian buah yang mengandung sebagian besar minyak kelapa sawit (Gambar 2).

Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman budidaya, kelapa sawit memerlukan kondisi lingkungan yang baik agar mampu tumbuh optimal. Keadaan iklim dan tanah merupakan faktor utama pertumbuhan kelapa sawit di samping faktor-faktor lainnya seperti sifat genetis dan perlakuan kultur teknis.

Iklim

Faktor iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Menurut Risza (2008) kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah pada ketinggian 0 sampai 500 dpl. Beberapa unsur iklim yang penting dan saling mempengaruhi adalah:

1. Curah hujan. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa sawit rata-rata 2.000 sampai 2.500 mm/tahun dan distribusi merata sepanjang tahun tanpa bulan kering yang berkepanjangan. Curah hujan yang merata dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Namun, yang terpenting adalah tidak terjadi defisit air sebesar 250 mm (Sastrosayono 2006).

(36)

Hasil penelitian Darmosarkoro et al. (2003) di Lampung menunjukkan bahwa setiap kelompok umur tanaman kelapa sawit memiliki respon yang berbeda terhadap kekeringan. Kelompok umur 7 sampai 12 tahun merupakan kelompok yang paling rentan penurunan hasilnya terhadap kekeringan. Pada kelompok tanaman yang relatif tua (>13 tahun), pertumbuhannya mulai menurun, sehingga dampaknya relatif lebih ringan. Pada tanaman relatif muda (<7 tahun), pertumbuhan organ vegetatif lebih dominan, sehingga dampak terhadap hasil relatif kecil. Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman dapat dikelompokkan menjadi 4 stadia kekeringan seperti yang disajikan pada Tabel 3.

Menurut Harahap et al. (2003) kondisi musim kering dan penghujan merupakan penyebab utama adanya fluktuasi produksi bulanan kelapa sawit. Kekeringan yang panjang akan menyebabkan terjadinya defisit air yang dapat berpengaruh terhadap produksi kelapa sawit (Tabel 4).

2. Radiasi matahari. Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat (dalam proses asimilasi) juga untuk memacu pembentukan bunga dan buah (Setyamidjaja 1991). Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis. Panjang penyinaran yang diperlukan kelapa sawit yaitu 5 sampai 12 jam/hari dengan kondisi kelembaban udara 80% (Pahan 2006).

Tabel 4 Pengaruh defisit air terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit di daerah Lampung

Tabel 3 Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit Stadia Defisit Air

(37)

3. Suhu udara dan ketinggian tempat. Secara umum kelapa sawit membutuhkan suhu optimum sekitar 28oC. Adapun ketinggian tempat yang optimal adalah 0 sampai 500 meter di atas permukaan laut (Setyamidjaja 1991).

4. Kelembaban udara dan angin. Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang sangat penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban udara dapat mengurangi penguapan, sedangkan angin akan membantu penyerbukan secara alamiah. Kelembaban yang optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit berkisar antara 80-90% dan kecepatan angin 5- 6 km/jam sangat baik untuk membantu penyerbukan kelapa sawit (Pahan 2006).

Tanah

Menurut Setyamidjaja (1991), kelapa sawit dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanaman kelapa sawit ini tersebar pada segala jenis tanah, yaitu Ultisol, Inceptisol, Entisol, Andisol, dan Histosol. Di beberapa lokasi juga terdapat pada tanah Oxisol. Dua sifat utama tanah sebagai media tumbuh adalah sebagai berikut:

1. Sifat fisika tanah.

Tanaman kelapa sawit menghendaki sifat fisika tanah yang gembur, subur, mempunyai solum yang dalam tanpa lapisan padat, tekstur mengandung liat dan debu 25 sampai 30%, datar serta berdrainase baik. Walaupun demikian, faktor pengelolaan budidaya atau teknis agronomis dan sifat genetis induk tanaman kelapa sawit sangat menentukan produksi kelapa sawit. Sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit disajikan pada Tabel 5.

2. Sifat kimia tanah

Sifat kimia tanah mempunyai arti cukup penting untuk menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanah yang mengandung unsur hara dalam jumlah yang besar sangat baik untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kelapa sawit. Kemasaman tanah menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur-unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH tanah antara 4 sampai 6,5 sedangkan pH optimumnya adalah 5 sampai 5,5.

Tabel 5 Sifat fisik tanah untuk tanaman kelapa sawit

No. Sifat Tanah Baik Sedang Kurang

5 Struktur Perkembangan

Kuat

Perkembangan sedang

Perkembangan lemah/massif

6 Konsistensi Gembur sampai

agak teguh

Teguh Sangat

(38)

Pembangunan Berkelanjutan

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan mengeksplorasi kaitan antara pembangunan ekonomi, kualitas lingkungan dan keadilan sosial (Rogers et al. 2007). Konsep ini berawal dari pertemuan konferensi internasional lingkungan hidup di Stockholm, Swedia tahun 1972. Konferensi ini pertama kali dalam sejarah yang digagas oleh PBB. Sepuluh tahun kemudian PBB kembali menggelar konperensi tentang lingkungan hidup pada tahun 1982 di Nairobi, Kenya. Usul yang dihasilkan dari pertemuan lingkungan di Nairobi ini dibawa ke sidang umum PBB tahun 1983, dan oleh PBB dibentuk world comission on environment and development (WCED) yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland. Komisi ini menghasilkan dokumen "Our Common Future" pada tahun 1987, yang memuat analisis dan saran bagi proses pembangunan berkelanjutan. Dalam dokumen itu diperkenalkan suatu konsep baru yang disebut suatu konsep pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri.

Pengertian pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk memelihara proses ekologi dan sistem penopang hidup, melindungi keanekaragaman genetik dan pemanfaatan spesies serta ekosistem secara berkelanjutan (WWF 1987 diacu dalam

Rogers et al. 2007). Terdapat tiga pilar utama dalam pembangunan berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial dan dimensi ekonomi. Dimensi ekologi artinya optimalisasi manfaat ekologis tidak harus mengabaikan aspek ekonomi dan sosial. Dimensi sosial maksudnya tidak harus mengabaikan aspek ekonomi dan ekologis. Sedangkan dimensi ekonomi artinya tidak mengabaikan dimensi ekologi dan sosial. Dengan demikian ketiga pilar tersebut harus digerakkan secara simultan dalam perencanaan dan implimentasi pembangunan. Selanjutnya Smith dan Jalal (2000) diacu dalam Rogers et al. (2007) menjelaskan kaitan antara pembangunan berkelanjutan, lingkungan dan kemiskinan.

Permasalahan lingkungan disumbang oleh dua kutub, yaitu kemiskinan yang berimplikasi pada kerusakan sumberdaya alam dan pembangunan yang berimplikasi pada degradasi lingkungan serta deplesi sumberdaya alam. Strategi atas permasalahan tersebut yaitu dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan. Pada kutub kemiskinan melalui pengurangan kemiskinan dengan beberapa programnya. Pada kutub pembangunan dilakukan integrasi antara pembangunan dengan lingkungan hidup (Gambar 3).

Penjelasan tersebut sejalan dengan pengertian pembangunan berkelanjutan dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan adalah suatu strategi pemanfaatan ekosistem alamiah sedemikian rupa, sehingga kapasitas fungsionalnya untuk memberikan manfaat bagi kehidupan bagi umat manusia tidak rusak.

(39)

tergantung pada kondisi teknologi dan sosial ekonomi tentang pemanfaatan sumberdaya alam serta kemampuan biosfir menerima dampak kegiatan manusia.

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)

Pemerintah Indonesia secara konsisten telah, sedang dan akan tetap mendukung pengembangan komoditas sawit berkaitan dengan peranannya dalam perekonomian nasional. Dukungan tersebut tercermin dari luasnya penyediaan lahan untuk pengembangan sawit sekitar 9,8 juta ha, tersebar terutama di Sumatera dan Kalimantan. Sumberdaya manusia juga relatif tersedia di lokasi-lokasi yang dijadikan sentra pengembangan sawit, walaupun memerlukan peningkatan kapasitas (capacity building) agar mempunyai skill sesuai dengan yang dibutuhkan dalam pengelolaan sawit (Poeloengan 2002). Demikian juga dengan kondisi infrastruktur yang umumnya masih memerlukan perbaikan agar proses produksi dan pengolahan pasca panen sawit lancar dan efisien. Untuk itu, diperlukan strategi pengelolaan yang tepat dalam pengembangan kelapa sawit mulai dari perencanaan sampai ke jaringan pemasaran.

Dalam perkebunan kelapa sawit, konsep keberlanjutan yang paling akhir yang dirumuskan oleh Ng (2005) dalam pertemuan internasional the 3rd roundtable on sustainable palm oil (RSPO) di Singapura menyebutkan bahwa perkebunan berkelanjutan merupakan usaha yang mampu memenuhi pertumbuhan ekonomi (profit), perlindungan terhadap lingkungan (planet) dan kesetaraan sosial (people). Konsep perkebunan berkelanjutan tersebut terdiri dari 8 prinsip dan 39 kriteria yang harus dipenuhi pihak pengelola agar kondisi berkelanjutan bisa terwujud (Lampiran 1). Jika dipaparkan lebih rinci maka semua kriteria tersebut didasarkan pada azas:

1. Legalitas

2. Mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi semua pihak berupa peningkatan pendapatan

Gambar

Tabel 1 Penelitian, metode dan hasil penelitian terkait novelty
Tabel 2  Perkembangan luas areal  dan produksi minyak kelapa sawit  di Indonesia
Tabel 3  Pengaruh kekeringan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit
Tabel 6  Perbedaan RSPO dan ISPO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Subjek penelitian ini terdiri dari Kepala beserta staf Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bojonegoro dan masyarakat yang diambil dengan metode Snowball Sampling. Teknik

Pada hari ini Senin Tanggal Dua Belas Bulan Juni Tahun Dua Ribu Tujuh Belas , Pokja V yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati Barito Timur, Nomor 127 Tanggal 17 April 2017,

urethra Cooper, 1979. Proper placement of the catheter tip is aided by palpation per rectum. After the cuff is inflated, each vesicular gland is identified, and the contents are

Bcrdasarkan Surat Undangan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan No 0392/E3 4/t ND/2017

Jumpstart Coalition for Personal Financial Literacy (2005) conducted a survey on the financial literacy of high school students in the United States about the

Pada umumnya, pengusaha kecil hanya melakukan proses mengingat dari semua transaksi yang terjadi dan tidak melakukan proses pencatatan yang dapat digunakan untuk

[r]

Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus post operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul. Anatomi dinding perut.. Dinding perut dibentuk