• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKALA MINIMUM AGROINDUSTRI CABAI BUBUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKALA MINIMUM AGROINDUSTRI CABAI BUBUK"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1) Peneliti 2) Pembimbing 1

3) Pembimbing 2 1

Riky Sulistianto

Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi rikysulistianto@yahoo.com

Enok Sumarsih 2)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi sumarsihenok@gmail.com

Tenten Tedjaningsih3)

Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi tenten_ks@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya, pendapatan, titik impas nilai penjualan, dan titik impas volume produksi usaha pengolahan cabai bubuk. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus pada usaha pengolahan cabai bubuk Kelompok Tani Harapan Mukti di Desa Parakan Honje Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2015.

Biaya total yang dikeluarkan oleh Kelompok Tani Harpan Mukti selama satu bulan proses produksi Rp. 1.280.958,33 penerimaan sebesar Rp. 2.500.000 dan pendapatan sebesar Rp. 1.219.041,33. Titik impas nilai penjualan pengolahan cabai bubuk oleh Kelompok Tani Harpan Mukti sebesar Rp. 296.381,66. dan titik impas volume produksi sebesar 7,41 kilogram.

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan pada saat harga jual turun 5 persen titik impas nilai penjualan menjadi 309.539,78 sedangkan untuk titik impas volume produksi mengalami kenaikan sebesar 8,15 kilogram. Kenaikan harga input sebesar 135 persen titik impas nilai penjualan naik menjadi Rp. 578.948,92 dan titik impas volume produksi naik sebesar 14,47 kilogram. Turunnya harga output sebesar 5 persen yang kemudian disertai naiknya harga input sebesar 135 persen mengakibatkan kenaikan pada titik impas nilai penjualan Rp. 667.926,32 maupun titik impas volume produksi menjadi 17,58 kilogram.

ABSTRACT

This study aims to determine the cost of revenues, breakeven value of sales, and the break-even point of production volume chili powder processing business. The method used in this study is the case study method in processing business chili powder Farmers Harapan Mukti Parakan Honje Bantarkalong Tasikmalaya. This study was conducted over four months from May to the month of August 2015.

(2)

Total cost incurred by Farmers Harapan Mukti production process Rp. 1.280.958,33. revenue of Rp. 2.500.000 and profit Rp. 1.219.041,33.

Breakeven value of sales of chili powder processing by Farmers Harapan Mukti Rp. 1.219.041,33 and break even point of production volume 7,41 kilograms. The results of the sensitivity analysis shows the current selling price fell 5 percent breakeven value of sales to Rp. 309.539,78 while the break even point of production volume increased by 8,15 kilograms. The increase in the price of inputs by 135 percent breakeven value of sales rose to Rp. 578.948,92 and break even point of production volume rose by 14,47 kilograms. The fall in output prices of 5 per cent which is then accompanied by rising prices of inputs by 135

percent resulted in an increase in the breakeven point of sales value of Rp. 667.926,32 well as the break even volume production to 17,58 kilograms.

I. PENDAHULUAN

Cabai rawit merupakan salah satu hasil pertanian yang penting di Indonesia, seperti halnya produksi pertanian lainnya cabai rawit bersifat kamba dan mudah rusak. Pada mulanya cabai rawit dikonsumsi hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yaitu untuk bumbu dapur, bahan penyedap dan ramuan obat-obatan tradisional. Namun seiring dengan kebutuhan manusia dan teknologi yang berkembang saat ini, cabai rawit juga dapat menjadi bahan baku kosmetik, zat warna dan penggunaan lainnya.

Setiadi (2006) menyatakan bahwa cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai hijau segar hanya mengandung 260 SI vitamin A, cabai merah segar 470, dan cabai merah kering 576 SI. Selain untuk sayuran, cabai mempunyai kegunaan yang lain dengan beberapa keunggulan tersebut, cabai dianggap penting untuk bahan ramuan industri makanan, minuman maupun farmasi. Malahan, dengan kandungan vitamin A yang tinggi, selain bermanfaat untuk kesehatan mata, cabai juga cukup manjur untuk menyembuhkan sakit tenggorokan.

Cabai bisa menggantikan fungsi minyak gosok untuk mengurangi pegal‐pegal, rematik, sesak nafas, juga gatal‐gatal. Dengan ketajaman aromanya, cabai juga digunakan untuk menyembuhkan radang tenggorokan akibat udara dingin serta mengatasi polio (Setiadi, 2006). Kandungan Flavonoid dan antioksidan yang terdapat dalam Cabai rawit juga dapat mencegah kanker.

(3)

Produksi cabai rawit saat panen raya sangat melimpah, hal ini dapat menyebabkan harga cabai rawit menjadi fluktuatif. Perubahan harga tersebut diakibatkan pada musim panen yang melimpah dan karakteristik cabai rawit yang tidak tahan untuk disimpan dalam jangka waktu lama karena hanya bisa tahan kurang lebih 3 hari. Sebaliknya pada saat produksi cabai rawit rendah, maka harga cabai rawit melambung tinggi terutama pada saat di luar musim panen. Fluktuasi produksi dan harga ini akan terus terjadi apabila tidak dilakukan penanganan yang meyeluruh dan terpadu agar cabai rawit menjadi suatu komoditi yang mempunyai nilai tambah, baik bagi produsen maupun bagi konsumen.

Cabai rawit dapat dikategorikan sebagai komoditas komersial, karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar. Karakteristik pengembangannya memungkinkan komoditas ini untuk dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan.

Upaya yang dilakukan oleh Kelompok Tani Harapan Mukti untuk mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam pengembangan komoditas cabai rawit yang diusahakan petani, maka cabai rawit yang tidak lolos proses sortasi diolah menjadi cabai bubuk sehingga memberikan kontribusi besar terhadap penghasilan petani. Apabila produk cabai rawit yang tidak lolos sortasi tersebut dijual langsung ke pasar umum maka harganya akan menjadi rendah dan tidak menguntungkan bagi petani. Pengolahan cabai bubuk dapat memperpanjang daya simpan serta mempermudah penanganan baik dalam pengangkutan maupun penggunaannya.

Setiap awal periode petani sudah harus menpunyai perencanaan produksi dan penjualan. Rencana produksi dan penjualan bisa direncanakan dengan menggunakan konsep Break Event Point (BEP) atau Titik impas. Penjualan yang direncanakan petani tentunya disertai dengan target laba yang diinginkan. Dengan demikian rencana jumlah penjualan minimal yang harus tetap dipertahankan supaya petani tidak menderita kerugian. Sehingga petani bisa menekan biaya produksi maupun biaya operasional serendah-rendahnya dengan mempertahankan tingkat harga, kualitas dan menentukan harga dengan sedemikian rupa sesuai dengan laba yang dikehendaki.

(4)

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian pada aspek ekonomi usaha mengenai Skala Minimum Agroindustri Cabai Bubuk yang dilaksanakan oleh Kelompot Tani Harapan Mukti di Desa Parakanhonje Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat di identifikasikan dalam penelitian ini yaitu, 1) Berapa keuntungan biaya, penerimaan pada agroindustri cabai bubuk ? 2) Berapa titik impas nilai penjualan dan volume produksi yang dapat dicapai pada agroindustri cabai bubuk ? 3) Berapakah penjualan minimal agroindustri cabai bubuk agar meningkatkan keuntungan sebesar 50 persen ? 4) Bagaimana pengaruh perubahan harga input dan output terhadap pergeseran titik impas pada agroindustri cabai bubuk ?

Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1) Untuk mengetahui keuntungan atau laba yang diperoleh agroindustri cabai bubuk. 2) Untuk mengetahui titik impas nilai penjualan dan volume produksi pada agroindutri cabai bubuk. 3) Penjualan minimal pengolahan cabai bubuk agar meningkatkan keuntungan sebesar 50 persen. 4) Pengaruh perubahan harga input dan output terhadap pergeseran titik impas pada agroindustri cabai bubuk.

II. METODOLOGI PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada Kelompok Tani Harapan Mukti Desa Parakanhonje Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya. Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan bahwa Studi Kasus merupakan suatu penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu organisasi, intuisi atau gejala-gejala tertentu. Peneliti mencoba untuk mencermati individu atau satu unit secara mendalam. Umumnya studi kasus dilakukan karena kebutuhan pemecahan masalah. Kelompok Tani Harpan Mukti dipilih atas dasar pertimbangan bahwa kelompok tersebut memanfaatkan cabai rawit afkir menjadi cabai bubuk dengan tujuan meningkatkan daya simpan dan nilai tambah.

2.1 Kerangka Analisis

Hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, harga jual, nilai penjualan dan volume produksi dari pengolahan cabe bubuk oleh Kelompok Tani Harapan

(5)

Mukti Desa Parakan Honje Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya menggunakan rumus Analisis Titik Impas yang dikemukakan oleh Soehardi Sigit (1993) adalah sebagai berikut:

1) Penerimaan: R = Py.Y Keterangan: R = Penerimaan Py = Harga Jual Y = Hasil Produksi 2) Titik Impas Nilai Penjualan

BEP Nilai Penjualan = 𝐹𝐶 1− 𝑉𝐶 𝑆 Keterangan: FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel

S = Nilai Penjualan = Penerimaan 3) Titik Impas Volume Produksi

BEP Volume Produksi = 𝑇𝑖𝑡𝑖𝑘 𝐵𝐸𝑃 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛 𝐻𝑎𝑟𝑔𝑎 𝐽𝑢𝑎𝑙 4) Penjualan Minimal

Penjualan minimal = FC+ Keuntungan 1- VCS

Adapun untuk mengetahui perubahan Titik Impas yang disebabkan adanya kemungkinan perubahan biaya dan harga jual digunakan Analisis Sensitivitas dengan rumus sebagai berikut :

Sensitivity Analisis = Biaya Tetap x Nilai Penjualan Nilai penjualan – Biaya Variabel

(6)

III. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 3.1. Keadaan Fisik Daerah Penelitian

3.1.1. Letak Desa

Desa Parakan Honje adalah salah satu desa di Kecamatan Bantarkalong Kabupaten Tasikmalaya. Wilayah Desa Parakanhonje terletak sekitar 7 km dari ibu kota kecamatan dan 60 km dari ibu kota kabupaten. Desa Parakanhonje mempunyai luas wilayah 702,5 hektar dengan jumlah penduduk 3.586 orang yang tersebar di 3 dusun, 3 RW dan 22 RT.

Secara administratif batas-batas wilayah Desa Parakanhonje Kecamatan Bantar kalong dapat dirinci sebagai berikut :

 Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pamijahan

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Hegarwangi

 Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Mertajaya

 Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Mertajaya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tehnik Pengolahan Cabai Bubuk

Pengolahan hasil pertanian dapat diartikan sebagai suatu kegiatan merubah bahan pangan sehingga menjadi beraneka ragam bentuk dan macamnya disamping juga untuk memperpanjang daya simpan, dengan pengolahan diharapkan bahan hasil pertanian akan memperoleh nilai tambah yang jauh lebih besar.

1. Perebusan

Tahap pertama yang dilakukan dalam pengolahan cabai bubuk adalah perebusan. Proses ini bertujuan untuk membersihkan bakteri dan penyakit yang terdapat pada cabai rawit, proses perebusan dilakukan bertahap untuk sekali perebusan sebanyak 20 kilogram cabai rawit.

2. Pengeringan

Setelah proses perebusan selesai cabai rawit dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan dengan penjemuran. Proses penjemuran dilakukan selama satu hari penuh mulai dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore, hal ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang terdapat pada cabai rawit yang bisa mengurangi kualitas cabai bubuk. Pada proses pengeringan cabai rawit dibolak-balik agar keringnya merata.

(7)

3. Penggilingan

Cabai rawit yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan hammer mill (mesin pengilingan) sehingga diperoleh bubuk cabai. Rendemen pada proses pengolahan cabai bubuk adalah 75 persen atau dari pengolahan 1 kilogram cabai rawit akan menghasilkan cabai bubuk sebanyak 0,25 kilogram. 4. Pengemasan

Kegiatan terakhir dari proses pembuatan cabai bubuk adalah pengemasan. Produk cabai bubuk dikemas dengan kemasan plastik. Tujuan pengemasan ini adalah untuk melindungi produk agar dapat disimpan lebih lama dan untuk memudahkan distribusi. Masing-masing kemasan cabai bubuk memiliki kapasitas 250 gram.

5. Pemasaran

Hasil olahan cabai bubuk dipasarkan di pasar lokal Kecamatan Bantar kalong dan toko penjual bahan makanan di Kota Tasikmalaya. Cabai bubuk dijual kepasar dengan harga Rp 40.000 per kilogram.

4.2. Analisis Usaha Agroindustri Cabai Bubuk 4.2.1. Biaya Tetap

Biaya Tetap merupakan biaya yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya tetap dalam pengolahan cabai bubuk terdiri dari sewa tempat dan penyusutan alat. Besarnya biaya tetap pengolahan cabai bubuk sebesar Rp. 163.958,33 supaya lebih jelas bisa dilihat di tabel 10. Tabel 10. Rincian Biaya Tetap Usaha Pengolahan Cabai Bubuk Pada Kelompok

Tani Harapan Mukti dalam satu bulan Produksi

No Uraian Jumlah Unit Harga Beli Per Unit Umur Ekonomis Tahun Penyusutan Alat Per Bulan

(Rp) 1 Sewa Tempat 1 1.000.000 83.333,33 2 Penyusutan Alat Hammer Mill 1 3.000.000 5 50.000 Katel 1 250.000 5 4.167 Kompor 1 250.000 2 10.417

Alat Pres Plastik 1 180.000 2 7.500

Tabung Gas 1 150.000 5 2.500

Tampan 10 14.500 2 6.042

Biaya Tetap Total 163.958,33

(8)

Penyusutan alat dihitung berdasarkan pengurangan nilai pembelian dengan nilai sisa dibagi dengan umur ekonomis yaitu pada saat alat-alat tersebut mulai digunakan sampai tidak dapat dipergunakan kembali.

Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh Kelompok Tani Harapan Mukti untuk pengolahan cabai bubuk untuk satu bulan produksi yang meliputi sewa tempat sebesar Rp. 83.333,33 dan biaya penyusutan alat untuk satu bulan produksi sebesar Rp. 80.625. Adapun alat-alat yang digunakan dalam usaha pengolahan cabai bubuk terdiri dari katel, hammer mill (mesin penggilingan), kompor, alat pres plastik, dan tampah.

4.2.2. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh volume produksi. Biaya variabel untuk pengolahan cabai bubuk pada Kelompok Tani Harapan Mukti menyangkut sarana produksi, tenaga kerja dan transportasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rincian Biaya Variabel Pengolahan Cabai Bubuk

No Uraian Unit Satuan Harga Per Unit

(Rp) 1 Sarana Produksi

Cabai 250 Kg 2.000

Plastik 1 Kg 20.000

Gas 3 kg 2 Tabung 20.000

Bahan Bakar Penggilingan 2 Liter 8.500

2 Tenaga Kerja Perebusan 4 HOK 35.000 Penjemuran 4 HOK 35.000 Penggilingan 4 HOK 35.000 Pengemasan 4 HOK 25.000 3 Transportasi 1 20.000

Sumber : Data Primer Diolah, 2015

Berdasarkan tabel 11 bahwa biaya variabel untuk sarana produksi terdiri dari cabai rawit, plastik, gas 3 kg, dan bahan bakar. Untuk biaya cabai rawit sebesar Rp. 500.000,- Plastik Rp. 20.000,- Gas Rp. 40.000,- dan Bahan bakar penggilingan sebesar Rp. 17.000.-

Jenis tenaga kerja yang dipergunakan merupakan tenaga kerja harian atau tidak tetap yang meliputi upah untuk perebusan Rp. 140.000,- penjemuran Rp. 140.000,- penggilingan Rp. 140.000,- dan pengemasan sebesar Rp. 100.000. Jumlah biaya tenaga

(9)

kerja untuk satu bulan produksi cabai bubuk sebesar Rp. 520.000.- untuk biaya transportasi sebesar Rp. 20.000,- selama satu bulan produksi.

4.2.3. Biaya Total

Biaya total dalam usaha pengolahan cabai bubuk yang dilakukan oleh Kelompok Tani Harpan Mukti merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya Total Pada Usaha Pengolahan Cabai Bubuk

No Uraian Pengolahan Cabai Bubuk

(Rp) Presentase (%) 1 Biaya Tetap 163.958,33 12,80 2 Biaya Variabel 1.117.000 87,20 Jumlah 1.280.958,33 100

Sumber : Data Primer Diolah, 2015

Tabel di atas menunjukkan besarnya biaya total pada usaha pengolahan

cabai bubuk yang dilakukan Kelompok Tani Harapan Mukti adalah Rp 1.280.958,33. Dimana besarnya biaya tetap dari usaha pengolahan cabai bubuk

sebesar Rp. 163.958,33 dan biaya variabel sebesar Rp. 1.117.000. 4.2.4. Penerimaan dan Pendapatan

Penerimaan yang diperoleh oleh Kelompok Tani Harapan Mukti selama satu bulan yaitu perkalian antara hasil produksi dengan harga jual cabai bubuk yang berlaku saat penelitian, dari 250 kilogram cabai rawit menghasilkan 62,5 kilogram cabai bubuk dengan harga jual Rp. 40.000 per kilogram dengan total penerimaan sebesar Rp. 2.500.000. Sedangkan untuk pendapatan adalah penerimaan dikurangi dengan biaya total produksi sebesar Rp. 1.280.958,33.

Tabel 13. Pendapatan Pengolahan Cabai Bubuk

No Uraian Pengolahan Cabai Bubuk

(Rp)

1 Penerimaan 2.500.000

2 Biaya Total 1.280.958,33

Jumlah 1.219.041,33

Sumber : Data Primer Diolah, 2015

Jadi pendapatan yang diterima oleh Kelompok Tani Harapan Mukti selama satu bulan produksi menerima pendapatan sebesar Rp. 1.219.041,67.

(10)

4.2.5. Analisis Titik Impas

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan dapat diketahui bahwa usaha pengolahan cabai bubuk yang dilakukan oleh Kelompok Tani Harapan Mukti berada dalam keadaan yang menguntungkan. Sebab nilai penjualan, volume produksi lebih besar dari titik impas nilai penjualan Rp. 296.381,66 dengan volume produksi 7,41 kilogram cabai bubuk.

4.2.6. Penjualan Minimal

Pada setiap awal periode setiap perusahaan sudah harus mempunyai perencanaan produksi. Rencana produksi dan penjualan bisa direncanakan dengan konsep Break Event Point. Dimana jumlah penjualan minimal untuk meningkatkan keuntungan sebesar 50 persen Kelompok Tani Harapan Mukti harus memproduksi dan menjual produknya sebesar Rp. 3.601.308 atau sebanyak 360 kilogram cabai rawit afkir.

4.2.7. Analisis Sensitivitas (Sensitivity Analisis)

Analisis Sensitivitas memerlukan ansumsi-ansumsi yang harus dipenuhi, diantaranya adalah harga jual per kilogram cabai bubuk pada saat penelitian tidak berubah atau tetap saja berapapun banyaknya produk yang dijual, maka dari itu untuk mendinamiskannya dilakukan Analisis Sensitivitas.

Faktor harga dalam usaha pengolahan cabai bubuk memegang peranan yang sangat penting karena setiap waktu harga dapat mengalami perubahan berdasarkan permintaan cabai bubuk dan kualitas dari cabai bubuk itu sendiri. Apabila menggunakan rumus analisis sensitivitas maka harga persatuan akan berubah sehingga dapat diketahui perubahan nilai titik impas yang akan dicapai (Soehardi Sigit, 1995).

Harga jual cabai bubuk pada waktu tertentu dapat mengalami perubahan, dikarenakan stok yang masih banyak dan kualitas dari cabai bubuk itu sendiri sehingga akan mempengaruhi permintaan. Agar tidak terjadi hal demikian, maka dari itu perlu dihitung pencapaian titik impas pada saat harga turun sesuai dengan harga terendah pada saat penelitian dilaksanakan. Berdasarkan data yang didapat harga jual terendah Rp. 38.000.

(11)

Terjadinya perubahan harga tentunya akan mempengaruhi terhadap nilai titik impas yang dicapai. Keadaan titik impas yang baru karena mengalami perubahan harga jual dapat dilihat pada Tabel 14. Yaitu sebagai berikut:

Tabel 14. Perubahan Titik Impas Akibat dari Perubahan harga Output dan Input

Harga Output dan Input (Rp)

Titik Impas

Penjualan Volume Produksi Nilai (Rp) Perubahan (%) Jumlah (Kg) Perubahan (%) a. Output dari 40.000 menjadi 38.000 309.539,78 4,44 8,15 9,94 b. Input dari 2.000 menjadi 4.700 578.948,92 95,34 14,47 95,34

c. Output turun 5% dan Input naik 135%

667.926,32 125,36 17,58 137,22

Berdasarkan Tabel 14. Dapat dilihat apabila harga jual terendah Rp. 38.000 per kilogram maka harga jual tersebut turun Rp. 2.000 per kilogram,

maka titik impas pada nilai penjualan berubah dari Rp. 298.300 menjadi Rp. 309.539,78 atau mengalami kenaikan sebesar 4,44 persen. Sedangkan untuk titik impas volume produksi dari 7,45 kilogram menjadi 8,15 kilogram atau mengalami kenaikan sebesar 9,94 persen.

Terjadinya perubahan harga output dan input Usaha Agroindustri Cabai Bubuk yang dilakukan Kelompok Tani Harapan Mukti masih menguntungkan bagi anggota kelompok, apabila bahan baku yang digunakan cabai rawit afkir karena harga yang relatif lebih murah.

(12)

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Hasil analisis yang telah dilakukan mengenai analisis Titik Impas usaha pengolahan Cabai Bubuk di Kelompok Tani Harapan Mukti, maka dapat diambil keputusan sebagai berikut:

1) Usaha pengolahan cabai bubuk yang dilaksanakan Kelompok Tani Harapan Mukti dapat menghasilkan cabai bubuk sebanyak 62,5 kilogram dalam satu bulan dengan penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 2.500.000 dan memerlukan biaya produksi sebesar Rp. 1.280.958 maka dari itu diperoleh keuntungan sebesar Rp. 1.219.042 pada saat harga jual cabai bubuk Rp. 40.000 per kilogram.

2) Titik impas nilai penjualan dan volume produksi usaha pengolahan cabai bubuk yang dilakukan Kelompok Tani Harapan Mukti sebesar Rp. 298.105,45 atau setara dengan 7,45 kilogram cabai bubuk.

3) Penjualan minimal dihasilkan usaha pengolahan cabai bubuk untuk meningkatkan keuntungan 50 persen adalah sebesar Rp. 3.601.308.

4) Peningkatan bahan baku input lebih sensitif dari pada penurunan harga output. 5.2. Saran

Berdasarkan hasil dan simpulan dari penelitian yang telah dilaksanakan ini maka penulis menyarankan:

1) Kelompok Tani Harapan Mukti perlu meningkatkan volume produksi pengolahan cabai rawit untuk mengoptimalkan kapasitas produksi dengan cara menampung cabai rawit afkir diluar kelompok tani dan menampung cabai rawit dari pasar.

(13)

DAFTAR PUSTAKA

Setiadi. 2006. Cabai Rawit Jenis dan Budaya. Penebar Swadaya. Jakarta. Soehardi Sigit. 1995. Analisa Break Even. BPFE UGM. Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta. Jakarta.

Gambar

Tabel 11. Rincian Biaya Variabel Pengolahan Cabai Bubuk
Tabel 12. Biaya Total Pada Usaha Pengolahan Cabai Bubuk
Tabel 14. Perubahan Titik Impas Akibat dari Perubahan harga Output dan Input

Referensi

Dokumen terkait

' DIRINCI MENURUT KECAMATAN DI KABUPATEN BANTUL PADA AKHIR

Dengan menggunakan kelima brand elements yang berubah, peneliti mencari tahu mengenai tingkat brand awareness masyarakat Surabaya terhadap brand

Daerah Ibu Kota Jakarta (Jakarta : Departemen P dan K, 1998), hal.. Pengganjaran, pengganjaran dalam pola asuh dibedakan menjadi dua jenis. Pertama, pemberian hukuman yaitu

Warung makan Pendy pop menjual menu masakan antara lain: ayam goreng,. bebek goreng, burung dara yang harganya mulai

Fenomena bahwa mahasiswa jurusan ekonomi konsentrasi wirausaha tertarik berwirausaha meskipun mereka belum selesai menyelesaikan studinya, serta fenomena lain bahwa sebagian

Implikasi penelitian, Penelitian ini secara keseluruhan sudah mendapat persepsi yang positif dari remaja di SMA Negeri 18 Makassar mengenai komunikasi orang tua tentang

Siswa sangat jarang diajak untuk melakukan praktikum sehingga kamampuan belajar secara Kinestetik tidak terasah, sebaliknya siswa lebih sering diajar dengan cara