TINGKAT KEKONST
ii
iii
iv
Motto:
vii ABSTRAK
Noriwibowo “Tingkat Konstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIII Se-Kecamatan Samigaluh”. Skripsi Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (JPMIPA) Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2005.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama Negeri se-Kecamatan Samigaluh.
Penelitian ini dilaksanakan di SMPN se-Kecamatan Samigaluh dengan mengambil sampel sebanyak 102 siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Januari 2010.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner atau angket yang berisi pernyataan-pernyataan kekonstruktivisan siswa dalam belajar fisika.
viii
ABSTRACT
Noriwibowo “The Students’ Learning Constructiveness Level of the Physics Subject in Class VIII at the Public Junior High Schools throughout the Sub-district of Samigaluh”. A Thesis of Physics Education Study Program of Mathematics and Science Department at the Faculty of Teacher Training and Educational Science in Sanata Dharma University Yogyakarta (2005).
The purpose of this research was to determine and describe the students’ learning constructiveness level in the physics class at Public Junior High School throughout the Sub-district of Samigaluh.
The research was carried out at Public Junior High School throughout the Sub-district of Samigaluh with 102 students as sample in December 2009- January 2010.
The instruments used in the research were questionnaires with items of students’ constructiveness in learning physics.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah, rahmat dan karunia-NYA, sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Kelas VIII se-Kecamatan Samigaluh”.
Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Fisika Di FPMIPA Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Penelitian ini dapat diselesaikan berkat dukungan, saran, ide-ide dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., M.Pd selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma atas pemberian ijin penelitian. 2. Bapak Drs. Domi Severius, M.Si selaku Kaprodi Jurusan Pendidikan Fisika
yang telah memberikan ijin dan bantuannya.
3. Dr. Paul Suparno, SJ., M.S.T, selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan penuh kesabaran membimbing serta membantu penyelesaian skripsi ini.
4. Drs.Wagino, selaku kepala UPTD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian
5. Sugiyantoro, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SLTPN 1 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
6. Sugiyono, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SLTPN 2 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
x
8. Drs. Soemarni, selaku Kepala Sekolah SLTPN 4 Samigaluh yang telah berkenan memberikan ijin penelitian.
9. Bu Heny dan Bapak A. Sugeng atas bantuan dan pelayanannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
10.Bapak Supardjono dan Ibu Lasmini yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan dan doa sehingga skripsi ini dapat selesai.
11.Kakakku Istriyana, Sunarto, dan adikku Maretiyani yang selalu memberikan dukungan.
12.Mas Win yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
13.Kekasihku Agatha Pepy Yerinta yang penuh kesabaran dan cinta dalam mendukung penulisan skripsi ini.
14.Siswa-siswi SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMPN 4, khususnya kelas VIIIA yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian ini.
15.Teman-teman seperjuangan angkatan 2005 pendidikan Fisika. 16.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan sumbangan bagi perkembangan dunia pendidikan. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan tulisan ini sangat diharapkan dan akan diterima dengan senang hati.
xi
Halaman Motto dan Persembahan ... iv
Halaman Pernyataan Keaslian Karya ... v
Abstrak ... vii
B. Konstruktivisme Dalam Pendidikan ... 8
1. Pengetahuan ... 8
2. Hal Yang Membatasi Konstruksi Pengetahuan ... 10
3. Konstruktivisme Personal dan Sosial ... 11
C. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar ... 12
xii
E. Kaitan Teori Dengan Penelitian Selanjutnya ... 17
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 19
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 20
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 20
D. Instrumen Penelitian... 21
E. Validitas ... 25
F. Metode Analisis Data ... 26
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 29
B. Analisis Hasil Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ... 32
C. Pembahaan Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ... 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 49
B. Saran ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 : Kisi-kisi kuesioner siswa belajar konstruktivis ... 22 Tabel 2 : Kriteria penskoran setiap siswa untuk pernyataan
kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika ... 28 Tabel 3 : Data Hasil Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada
Pelajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Negeri
Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh ... 29 Tabel 4 : Jumlah keseluruhan siswa pada tingkat konstruktivisan
belajar siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 1 Samigaluh ... 54
Lampiran 2 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 2 Samigaluh ... 55
Lampiran 3 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 3 Samigaluh ... 56
Lampiran 4 Surat Permohonan Ijin Penelitian Di SMPN 4 Samigaluh ... 57
Lampiran 5 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 1 Samigaluh ... 58
Lampiran 6 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 2 Samigaluh ... 59
Lampiran 7 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 3 Samigaluh ... 60
Lampiran 8 Surat Rekomendasi UPTD PAUD dan DIKDAS Kecamatan Samigaluh SMPN 4 Samigaluh ... 61
Lampiran 9 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di SMPN 1 Samigaluh ... 62
Lampiran 10 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di SMPN 2 Samigaluh ... 63
xv
Lampiran 12 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Di
SMPN 4 Samigaluh ... 65 Lampiran 13 Kuesioner ... 66 Lampiran 14 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 1 se-Kecamatan Samigaluh .... 71 Lampiran 15 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 2 se-Kecamatan Samigaluh .... 73 Lampiran 16 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 3 se-Kecamatan Samigaluh .... 74 Lampiran 17 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
Pada Pelajaran Fisika Di SMPN 4 se-Kecamatan Samigaluh .... 75 Lampiran 18 Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap siswa mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka penting bahwa setiap siswa mengerti kekhasannya dan juga keunggulan dan kelemahannya dalam mengerti sesuatu. Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri. Setiap siswa mempunyai cara yang cocok untuk mengkonstruksikan pengetahuannya yang kadang-kadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain.
Pengalaman sebagai hasil perbuatan siswa, selanjutnya diolah dengan menggunakan kerangka berfikir dan pengetahuan yang dimilikinya untuk membangun pengetahuan. Dengan cara ini siswa dapat mengembangkan pemahaman bahkan mengubah pemahaman sebelumnya menjadi baik.
Pengetahuan yang dibentuk dengan sendirinya harus memunculkan dorongan untuk mencari atau menemukan pengalaman baru. Pembelajaran yang menekankan proses pengetahuan oleh siswa sendiri dan mengutamakan keaktifan siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya khususnya fisika dinamakan pembelajaran konstruktivis.
ini siswa dapat mengalami proses mengkonstruksi pengetahuan baik berupa konsep, ide maupun pengertian tentang sesuatu yang sedang dipelajarinya. Agar proses pembentukan pengetahuan dapat berkembang, maka kehadiran pengalaman baru menjadi penting, bila tidak membatasi pengetahuan siswa.
Pengajaran konstruktivis juga bertujuan agar siswa mempelajari dan memahami pengetahuan tertentu. Pembelajaran konstruktivis lebih berlandaskan keyakinan bahwa siswa terlibat aktif secara penuh dalam proses pengkonstruksian pengetahuan. Keaktifan siswa tidak hanya dipandang secara fisik tetapi secara kognitif. Dalam pembelajaran konstruktivis siswa tidak sekedar menerima saja pengetahuan dari orang lain. Siswa membentuk pengetahuannya sendiri dan pengetahuannya selalu mengalami reorganisasi, karena adanya suatu pemahaman dan pengalaman yang baru (Piaget, 1971 dalam Suparno, 1997: 18). Proses pembentukan berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru. Pada saat kegiatan belajar berlangsung, siswa harus aktif untuk mengkonstruksikan pengetahuan untuk diri sendiri. Kata aktif disini berarti siswa harus menelusuri masalah, mencari penjelasan dari kejadian-kejadian yang ditemui dan menggunakan penalaran mereka untuk menyelesaikan masalah yang ditemui.
meningkatakan kreativitas siswa dalam membentuk pengetahuan mereka. Jadi guru dalam pembelajaran konstruktivis lebih sebagai fasilitator dan mediator. Guru dapat membangun suasana yang merangsang siswa aktif dalam mengkonstruksi pengetahuannya sehingga proses penbelajaran akan berjalan optimal. Untuk mengkonstruksi pengetahuan siswa memiliki perbedaan, hal ini disebabkan keadaan siswa berbeda. Perbedaan ini harus membuat guru lebih cermat dalam memilih metode belajar untuk siswanya.
Berangkat dari masalah-masalah yang telah tercantum diatas maka diperlukan suatu pembelajaran yang sesuai dengan hakekat fisika. Suatu pembelajaran yang dapat menciptakan proses kegiatan belajar sehinggga siswa lebih aktif belajar untuk mengkonstruksikan pengetahuannya. Guru dapat merancang pembelajaran fisika yang membuat situasi dimana siswa dapat berinteraksi dengan guru sehingga pembelajaran fisika tercapai secara optimal.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, penulis ingin mengetahui sejauh mana kekonstruktivisan belajar siwa pada pelajaran fisika.
B. Perumusan masalah
Permasalahan yang akan diungkapkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika Di SMP Se-Kecamatan Samigaluh kelas VIII?
C. Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menggambarkan bagaimanakah tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika Di SMP Se-Kecamatan Samigaluh kelas VIII.
D. Manfaat penelitian
Bagi peneliti, guru, dan calon guru:
1. Memberikan gambaran tentang tingkat kekonstruktivisan siswa terhadap proses belajarnya.
5 BAB II DASAR TEORI
A. Hakikat Fisika
Fisika merupakan cabang dari Ilmu Pengetahuan Alam (sains). Oleh karena itu, hakekat fisika dapat ditinjau dan dipahami melalui hakekat sains. Beberapa saintis mencoba mendefinisikan sains sebagai berikut:
1. Sains adalah bangunan pengetahuan yang diperoleh menggunakan metode berdasarkan observasi (Kartika Budi, 1998:161).
2. Sains adalah suatu sistem untuk memahami semesta melalui data yang dikumpulkan melalui observasi atau eksperimen yang dikontrol (Kartika Budi, 1998:161).
3. Sains adalah aktivitas pemecahan masalah oleh manusia yang termotivasi oleh keingintahuan akan alam disekelilingnya dan keinginan untuk memahami, menguasai, dan mengolahnya demi memenuhi kebutuhan
4. Menurut Conant, sains adalah bangunan atau deretan konsep dan skema konseptual yang saling berhubungan sebagai hasil dari eksperimentasi dan observasi, yang berguna dan bernilai untuk eksperimentasi serta observasi selanjutnya (Kartika Budi, 1998:161).
konsekuen akan melatarbelakangi guru pada pilihan strategi pembelajaran (Kartika Budi, 1998:162).
1. Aspek Produk
2. Aspek Proses
Aspek proses merupakan metode memperoleh pengetahuan, metode itu dikenal sebagai metode keilmuan. Jadi proses sains adalah eksperimen yang meliputi penemuan masalah dan perumusannya, perumusan hipotesis, merancang percobaan, melaksanakan pengukuran, menganalisis data, dan menarik kesimpulan (Kartika Budi, 1998:161).
Dalam pengajaran sains, aspek produk ini muncul dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Ada tidaknya aspek proses di dalam pengajaran sains sangat tergantung pada guru. Untuk memberikan porsi yang lebih besar pada aspek proses, kepada siswa perlu diberikan ketrampilan-ketrampilan, antara lain mengamati, membuat penggolongan, mengukur, berkomunikasi, menafsir data, melakukan eksperimen, dan sebagainya secara bertahap, sesuai dengan taraf kemampuan berfikir anak dan materi pelajaran yang sejalan dengan kurikulum yang berlaku.
3. Aspek Sikap
Uraian di atas menjelaskan bahwa fisika mencakup produk, proses dan sikap. Oleh karena itu, suatu ciri pendidikan sains adalah bahwa sains lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan fakta (Kartika Budi, 1998: 62). Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan juga kumpulan proses (Kartika Budi, 1998: 62). Bagaimanapun juga, kebanyakan anak-anak tidak berkembang dalam hal pemahaman konsep-konsep ilmiah dan prosesnya secara terintegrasi dan fleksibel. Sebagai contoh, mereka dapat menghafalkan berbagai konsep dan fakta, tetapi tidak dapat menggunakannya untuk menjelaskan fenomena dalam kehidupan yang berhubungan dengan konsep tersebut (Kartika Budi, 1998: 63). Konsekuensinya untuk memperkecil masalah ini, pembelajaran sains di sekolah diharapkan memberikan berbagai pengalaman pada pihak yang mengizinkan mereka untuk melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan (Kartika Budi, 1998: 63). Anak juga didorong untuk memberikan penjelasan atas pengamatan mereka dalam diskusi kelas dan melalui tulisan.
B.Konstruktivisme Dalam Pendidikan 1. Pengetahuan
maupun dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan ini berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Suparno, 1996: 18).
Menurut Glasersfeld, pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu dia berinteraksi dengan lingkungannya. Lingkungan dapat berarti dua macam, pertama, bila kita berbicara tentang kita sendiri, lingkungan menunjuk pada keseluruhan obyek dan semua relasinya yang kita abstrasikan dari pengalaman kita. Kedua, bila kita memfokuskan diri pada suatu hal tertentu, lingkungan menunjuk pada sekeliling hal itu yang telah kita isolasikan (Suparno, 1997: 19).
Para konstruktivis menolak kemungkinan transfer pengetahuan dari seseorang kepada yang lain bahkan secara prinsipil. Tidak ada kemungkinan mentransfer pengetahuan karena setiap orang membangun pengetahuan pada dirinya (Suparno, 1996: 5).
2. Hal Yang Membatasi Konstruksi Pengetahuan
Battencourt dalam (Suparno, 1996: 22) menyebutkan hal yang dapat membatasi proses konstruksi pengetahuan manusia antara lain (1) konstruksi lama kita (2) domain pengalaman kita (3) jaringan struktur kognitif kita. Hasil dan proses konstruksi pengetahuan kita yang lampau dapat menjadi pembatas konstruksi pengetauan kita yang mendatang. Konsepsi kita yang lampau dapat membatasi konseptualisasi kita berikutnya. Unsur-unsur yang kita abstraksikan dari pengalaman lampau, cara kita mengabstraksikan dan mengorganisir konsep-konsep, aturan main yang kita gunakan untuk mengerti sesuatu, semuanya punya pengaruh pada pembentukan pengetahuan berikutnya.
Pengalaman kita yang terbatas akan sangat membatasi perkembangan pembentukan pengetahuan kita pula. Menurut konstruktivisme, pengalaman akan fenomena baru akan menjadi unsur yang sangat penting dalam pengembangan pengetahuan kita dan kekurangan dalam hal ini akan membatasi pengetahuan kita pula.
3. Konstruktivisme Personal dan Sosial
Terdapat dua tradisi besar dalam konstruktivisme, yaitu konstruktivisme psikologis dan sosiologis. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu yang lebih personal (Piaget) dan lebih sosial (Vygotsky); sedangkan konstruktivisme yang sosiologis berdiri sendiri (Suparno, 1997: 43). Berikut adalah tiga konstruktivisme dalam kaitan pembentukan pengetahuannya yang lebih pribadi, sosial, ataupun yang menyangkut keduanya.
a. Konstruktivisme Psikologi Personal (Piaget).
Konstruktivisme psikologis diawali dengan meneliti bagaimana seorang anak membangun pengetahuan kognitifnya. Hal ini dengan meneliti pembentukan pengetahuan dan perkembangan pengetahuan anak-anak. Pada tahap awal, yang lebih disoroti adalah pembentukan pengetahuan dalam pribadi seorang anak, yaitu dengan melihat bagaimana seorang anak itu pelan-pelan membentuk skema, mengembangkan skema, dan mengubah skema. Hal ini lebih menekankan bagaimana si individu dengan sendiri mengkonstruksi pengetahuan dari interaksinya dengan pengalaman dan objek yang dihadapi (Suparno, 1997: 43-44).
b. Sosiokulturalisme (Vygotsky).
Sosiokulturalisme lebih menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang lain terlebih yang punya pengetahuan yang lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik.
sosiokultural, kegiatan seseorang dalam mengerti sesuatu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktek-praktek sosial dan kultural yang ada, seperti situasi sekolah, masyarakat, teman, dan lain-lain (Suparno, 1997: 45-47).
c. Kontruktivisme Sosiologis.
Konstruktivisme sosiologis berpandangan bahwa pengetahuan merupakan hasil penemuan sosial dan sekaligus juga merupakan faktor dalam perubahan sosial. Kenyataan ini dibentuk secara sosial dan ditentukan secara sosial. Konstruktivisme sosiologis menekankan bahwa pengetahuan ilmiah merupakan konstruksi sosial, bukan konstruksi individual. Kaum konstruktivisme sosiologis cenderung mengambil fungsi dan peran masyarakat begitu saja dalam pembentukan manusia. Kaum sosial mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah adalah secara sosial dibentuk dan dibenarkan. Suasana, lingkungan, dan dinamika pembentukan ilmu pengetahuan adalah sangat penting. Mereka ini mengesampingkan mekanisme psikologis individu dan konstruksi pengetahuan. Mereka lebih menekankan lingkungan sosial yang menentukan kepercayaan individu (Suparno, 1997: 47-48).
C. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Belajar
mengetes hipotesis, memanipulasi objek, memecahkan persoalan, mencari jawaban, menggambarkan, meneliti, berdialog, mengadakan refleksi, mengungkapkan pertanyaan, mengekspresikan gagasan, dan lain–lain untuk membentuk konstruksi yang baru (Suparno, 1997: 61).
Setiap pelajar mempunyai cara untuk mengerti sendiri. Maka penting bahwa setiap pelajar mengerti kekhasannya dan juga keunggulan dan kelemahan dalam mengerti sesuatu. Mereka perlu menemukan cara belajar yang tepat bagi mereka sendiri yang kadang sangat berbeda dengan teman-teman yang lain. Dalam kerangka ini sangat penting bahwa pelajar dimungkinkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar yang cocok dan juga penting bagi pengajar untuk menciptakan bermacam-macam situasi dan metode yang membantu pelajar (Suparno, 1997: 62-63).
D. Pengaruh Konstruktivisme Terhadap Proses Mengajar
Bagi kaum konstruktivis, mengajar bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru ke murid, tetapi suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Bagi konstruktivis, mengajar berati partisipasi dengan pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis, mengadakan justikasi. Jadi mengajar adalah bentuk belajar sendiri (Suparno, 1997: 65).
Menurut prinsip konstruktivis, seorang pengajar/guru punya peran sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik. Maka tekanan pada siswa yang belajar bukan pada disiplin atupun guru yang mengajar. Fungsi guru sebagai mediator dan fasilitator ini dapat dijabarkan dalam beberapa tugas (Suparno, 1997: 66) antara lain sebagai berikut:
Menyediakan pengalaman belajar yang memungkinkan murid ambil tanggung jawab dalam membuat desain, proses, dan penelitian. Maka jelas memberi kuliah atau model ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
Selanjutnya memonitor, mengevaluasi dan menunjukkan apakah pemikiran siwa itu jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan murid itu berlaku untuk menghadapi persoalan yang baru berkaitan. Guru membantu dalam mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan murid. Seorang guru harus melihat murid bukan sebagai lembaran kertas putih kosong atau tabula rasa. Guru perlu belajar mengerti cara berfikir siswa, sehingga dapat membantu memodifikasinya.
Menurut Von Glaserfeld, pengajar perlu membiarkan murid menemukan cara yang paling menyenangkan dalam pemecahan persoalan. Murid kadang suka mengambil jalan yang tidak disangka, yang tidak konvensional untuk memecahkan suatu soal. Bila seorang guru tidak menghargai cara penemuan mereka, ini berarti menyalahi sejarah perkembangan sains, yang dimulai juga dari kesalahan-kesalahan (Suparno, 1997: 15).
Kecuali mengajar bahan, guru sangat perlu juga mengerti konteks dari bahan itu, sehingga sangat penting untuk seorang guru, misalnya guru fisika, mengerti kecuali isinya juga bagaimana isi itu dalam perkembangan sejarah sains berkembang. Pemahaman historis ini akan meletakkan suatu pengetahuan dalam konteks yang mudah dipahami, daripada terlepas begitu saja.
Karena tugas guru adalah membantu agar siswa lebih dapat mengkonstruksi pengetahuannya sesuai dengan situasinya yang kongkrit, maka strategi mengajar perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi murid. Sehingga bagi konstruktivisme, tidak ada suatu setrategi mengajar yang satu-satunya dan dapat digunakan dimanapun dalam situasi apapun. Strategi yang disusun, selalu hanya menjadi jawaban dan saran, tetapi bukan suatu menu yang sudah jadi. Setiap guru yang baik akan memperkembangkan caranya sendiri. Mengajar adalah suatu seni, ini menuntut bukan hanya penguasaan teknik, tetapi juga intuisi (Suparno, 1997: 44).
Langkah-langkah dalam pengelolaan pembelajaran yang konstruktivis akan dilihat dari 3 sisi yakni: persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan (sebelum guru mengajar) hal yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan bahan yang mau diajarkan; mempersiapkan alat-alat peraga/praktikum yang akan digunakan, mempersiapkan pertanyaan dan arahan untuk merangsang siswa aktif belajar, mempelajari keadaan siswa, mengerti kelemahan dan kelebihan siswa, serta mempelajari pengetahuan awal siswa.
menggunakan metode ilmiah dalam proses penemuan sehingga siswa merasa menemukan sendiri pengetahuan mereka, mengikuti pikiran dan gagasan siswa, menggunakan variasi metode pembelajaran seperti studi kelompok, studi museum, di luar sekolah, tempat laboratorium, tempat bersejarah dan lain-lain, mengadakan praktikum terpimpin maupun bebas, tidak mencerca siswa yang berpendapat salah atau lain, menerima jawaban alternatif dari siswa, kesalahan konsep siswa ditunjukkan dengan arif, menyediakan data anomali untuk menantang siswa berfikir, siswa diberi waktu berfikir dan merumuskan gagasan mereka, siswa diberi kesempatan mengungkapkan pikirannya, siwa diberi kesempatan untuk mencari pendekatan dengan caranya sendiri dalam belajar adan menemukan sesuatu, serta evaluasi yang kontinu dengan segala prosesnya.
Tahap terakhir adalah evaluasi (sesudah proses pembelajaran). Pada tahap ini guru memberikan pekerjaan rumah, mengumpulkannya dan mengoreksinya, memberi tugas lain untuk pendalaman, tes yang membuat siswa berfikir, bukan hafalan (Suparno, 2000: 45-50).
E Kaitan Teori Dengan Penelitian Selanjutnya
Pada dasarnya sains merupakan kesatuan antara aspek proses, hasil, serta sikap. Pada penelitian ini aspek hasil dan proses telah diindentifikasi berdasarkan kajian filsafat konstruktivisme. Sedangkan kajian kecenderungan sikap siswa diidentifikasi melalui beberapa teori sikap yang memiliki relevansi dengan konteks penelitian ini. Kajian teori sikap melatarbelakangi dalam perancangan lembar kuesioner dalam rangka menghimpun data sikap yang melandasi siswa terhadap penerapan metode pembelajaran.
19 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Mardalis (1990) menyatakan bahwa penelitian deskriptif merupakan penelitian yang bertujuan mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada. Penelitian deskriptif ini tidak menguji atau tidak menggunakan hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai variabel yang akan diteliti. Sedangkan menurut Sugiono (1999) penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang akan diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan berlaku umum.
B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian
Penelitian ini penulis mengambil tempat di 4 SMPN se-Kecamatan Samigaluh yaitu: SMPN I Samigaluh, SMPN II Samigaluh, SMPN III Samigaluh, SMPN IV Samigaluh
2. Waktu penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada Desember 2009-Januari tahun 2010.
C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1996: 115), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah siswa kelas VIII SMPN I Samigaluh, SMPN II Samigaluh, SMPN III Samigaluh, SMPN IV Samigaluh yang berjumlah 273 siswa.
2. Sampel
diperbolehkan diteliti oleh pihak sekolah yang tidak terlalu menggangu jam pelajaran, sedangkan kelas IX sudah mendekati ujian dan kelas VII masih pada tahap awal masuk sekolah.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa angket atau kuesioner. Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden baik laporan pribadinya maupun hal-hal yang diketahui (Suharsimi Arikunto, 1996: 139). Kuesioner tersebut berisi item-item yang menyajikan pernyataan-pernyataan berdasarkan indikator siswa belajar secara konstruktivis. Kuesioner ini bertujuan untuk mengukur tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika. Kuesioner ini disusun berdasarkan pengertian pembelajaran konstruktivis yaitu pelajar membangun sendiri pengetahuannya.
Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari 25 item disertai dengan alasan menurut pendapat setiap siswa sendiri. Alasan-alasan tersebut adalah untuk mengetahui dan menganalisis lebih jauh bagaimana tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika. Dalam kuesioner ini terdapat poin-poin pokok di mana siswa belajar secara konstruktivis pada awal proses pembelajaran, pada pertengahan proses pembelajaran, pada akhir proses pembelajaran dan di luar jam pembelajaran.
Table 1 : Kisi-kisi kuesioner siswa belajar konstruktivis
No Variabel Indikator Nomor butir
1 Konstruktivisme
buku konstruktivis baik di awal proses pembelajaran, pertengahan proses pembelajaran, akhir proses pembelajaran dan di luar proses pembelajaran. Untuk pernyataan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran halaman 64.
Contoh beberapa pernyataan yang ada dalam kuesioner: Awal proses pembelajaran
• Mempersiapkan materi pembelajaran
Sebelum pelajaran fisika dimulai saya sudah mempersiapkan bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
Pertengahan proses pembelajaran • Mendengarkan aktif
Saya mendengarkan dengan baik apa yang dijelaskan oleh guru selama pelajaran fisika.
a. Selalu c. Kadang-kadang
b. Sering d. Tidak pernah
Alasan :………. Akhir proses pembelajaran
• Evaluasi/tes
Saya mengikuti dan mengerjakan evaluasi yang diberikan guru berupa tes ulangan
a. Selalu c. Kadang-kadang b. Sering d. tidak pernah Alasan :………. Di luar jam pembelajaran
• Mengerjakan sesuatu
Membaca dan meminjam buku
Saya meminjam dan membaca buku-buku IPA di perpustakaan a. Selalu c. Kadang-kadang
E. Validitas
Instrumen yang valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen yang reliabel berarti bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama.
Dengan menggunakan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi valid dan reliabel. Jadi instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat utama untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Hal ini tidak berarti bahwa dengan menggunakan instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya, otomatis hasil (data) penelitian menjadi valid dan reliabel. Hal ini masih akan dipengaruhi oleh kondisi objek yang diteliti dan kemampuan orang menggunakan instrumen. Oleh karena itu peneliti harus mampu mengendalikan objek yang diteliti dan meningkatkan kemampuan dalam menggunakan instrumen untuk mengukur variabel yang diteliti. Hasil penelitian adalah valid, bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Selanjutnya penelitian adalah reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 1994: 97).
pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid” (Sugiyono, 1994: 100). Menurut Sugiyono, untuk menguji validitas konstruksi, dapat digunakan pendapat dari ahli (Judgment experts), orang yang dianggap ahli dan profesional di bidangnya.
Secara teknis pengujian validitas konstruksi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen (seperti yang telah dicontohkan dalam penyusunan instrumen). Dalam kisi-kisi itu terdapat variabel yang akan diteliti, indikator sebagai tolak ukur dan nomor butir (item) pertanyaan dan pernyataan yang telah dijabarkan dalam indikator. Dengan kisi-kisi instrumen itu pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan sistematis (Sugiyono, 1994: 101).
F. Metode Analisis Data
Untuk data kuesioner dilakukan penskoran sebagai berikut: 1. Jawaban A, Selalu, diberi skor 4
2. Jawaban B, Sering, diberi skor 3
3. Jawaban C, Kadang-kadang, diberi skor 2 4. Jawaban D, Tidak Pernah, diberi skor 1
Alasan……….
tersebut atau mengalami hal tersebut. Jawaban “Tidak pernah” berarti siswa tidak melakukan kegiatan atau mengalami hal tersebut. Oleh karena itu untuk pilihan jawaban “Selalu” diberi skor 4 (empat), “Sering” diberi skor 3 (tiga), “ Kadang-kadang” diberi skor 2 (dua), “tidak pernah” diberi skor 1 (satu). Sedangkan isian pada alasan digunakan untuk mengetahui dan menganalisis lebih jauh tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika.
Contoh pekerjaan siswa:
Jika saya tidak memahami apa yang dijelaskan guru, saya bertanya kepada guru. a. Selalu (skor 4)
b. Sering (skor 3)
c. Kadang-kadang (skor 2) d. Tidak pernah (skor 1)
Alasan: Supaya dalam menerima pelajaran lebih jelas dan mengerti materi yang diterangkan.
Selanjutnya seluruh nilai yang didapat setiap siswa dikelompokkan menurut interval tertentu. Pengintervalan ini dibuat dengan skor maksimum (100), dikurangi skor minimum (25) kemudian dibagi lima (jumlah optimum). Untuk melihat tingkat kekonstruktivisan secara menyeluruh maka dicari skor rata-rata yaitu skor yang diperoleh seluruh siswa dibagi jumlah sampel (siswa).
Skor rata-rata
( )
x = jumlah skor seluruh siswaPada tabel 2 di bawah ini dapat dilihat kriteria penskoran dan kategori untuk pernyataan-pernyataan tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika.
Tabel 2: Kriteria penskoran setiap siswa untuk pernyataan
kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika.
Skor Kategori
92 - 100 Kekonstruktivisan sangat tinggi 76 - 92 Kekonstruktivisan tinggi 59 - 75 Kekonstruktivisan cukup 42 - 58 Kekonstruktivisan kurang 25 - 41 Kekonstruktivisan Lemah
29 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Deskripsi Data
Berikut adalah tabulasi skor yang diperoleh dari kuesioner tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika kelas VIIIA untuk seluruh sampel yang berjumlah 102 siswa.Data hasil rangkuman penelitian secara kasar dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini. Untuk keseluruhan data mentah dapat dilihat pada lampiran halaman 68.
Tabel 3 : Data Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa
Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIIIA
12 57 1 57
13 58 5 290
14 59 3 177
15 60 4 240
16 61 8 488
17 62 6 372
18 63 4 252
19 64 5 320
20 65 6 390
21 66 2 132
22 67 4 268
23 68 4 272
24 69 6 414
25 70 2 140
26 71 5 355
27 72 8 576
28 73 1 73
29 74 1 74
30 75 2 150
31 77 1 77
32 78 1 78
34 82 1 82
35 84 1 84
Jumlah 2188 102 6458
Keterangan: x = skor siswa f = frekuensi
f.x = hasil kali f dan x
Dari tabel 3, dapat dihitung skor rata-rata siswa, yaitu:
102 6458
_ =
x
31 , 63
_ =
x
Tabel 4 : Jumlah keseluruhan siswa pada tingkat konstruktivisan belajar
siswa pada pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas
VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh.
Tingkat kekonstruktivisan Interval Jumlah siswa Prosentase (%) Kekonstruktivisan sangat
tinggi
93 - 100 0 0
Kekonstruktivisan tinggi 76 - 92 5 5
Kekonstruktivisan cukup 59- 75 71 69,6
Kekonstruktivisan lemah 42 - 58 25 24,5
Kekonstruktivisan sangat lemah
25 - 41 1 0,9
=102 =100
B Analisis Hasil Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada
Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh.
Data skor tiap sekolah dapat dilihat pada lampiran halaman 71-76. Sedangkan skor rata-rata tingkat kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika kelas VIIIA se-Kecamatan Samigaluh bila dilihat dari tiap sekolah adalah sebagai berikut:
Skor rata-rata
( )
x = jumlah skor seluruh siswaDengan cara penghitungan yang sama, maka diperoleh bahwa:
• Skor rata-rata SMPN 2 Samigaluh dengan jumlah skor total 903 yang diperoleh dari 15 siswa yaitu 60,2.
• Skor rata-rata SMPN 3 Samigaluh dengan jumlah skor total 1207 yang diperoleh dari 20 siswa yaitu 60,35.
• Skor rata-rata SMPN 4 Samigaluh dengan jumlah skor total 1874 yang diperoleh dari 30 siswa yaitu 62,46
Dari ke-empat SMPN tersebut terlihat bahwa SMPN yang tingkat kekonstruktivisannya paling rendah adalah SMPN 2 Samigaluh dengan skor rata-rata 60,2. Sedangkan SMPN yang paling tinggi tingkat kekonstruktivisannya adalah SMPN 1 Samigaluh dengan skor rata-rata 66,86.
dapat dijelaskan bahwa untuk siswa yang kekonstruktivisannya sangat lemah ada 1 siswa dengan prosentase 0,9%; lemah ada 25 siswa dengan prosentase 24,5%; siswa yang kekonstruktivisannya cukup ada 71 siswa dengan prosentase 69,6%; siswa yang kekonstruktivisannya tinggi ada 44 siswa dengan prosentase 5%; siswa yang kekonstruktivisannya sangat tinggi tidak ada.
C Pembahasan Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada
Pelajaran Fisika Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh.
Tabel 5. Data Jawaban Alasan Setiap Kategori Kuesioner
No Pertanyaan Kuesioner Alasan
1 Sebelum pelajaran fisika dimulai saya sudah mempersiapkan bahan pelajaran yang diajarkan oleh guru.
•Kadang-kadang malas(-)
• Supaya tidak ketinggalan materi pelajaran.(+)
•Mempersingkat waktu.(+) 2 Saya membawa buku acuan /
penunjang pelajaran fisika pada setiap jam pelajaran fisika untuk membantu dalam belajar
• Karena sering lupa.(-)
• Supaya tidak kesulitan dalam belajar.(+)
• Karena semua materi dari buku.(+)
• Supaya dalam pelajaran fisika lebih memahami.(+)
3 Saya mendengarkan dengan baik apa yang dijelaskan oleh guru selama pelajaran fisika.
• Karena ngobrol dengan teman sebangku.(-)
• Fisika pelajaran yang cukup sulit.(+)
• Kalau tidak mendengarkan tidak bisa menjawab dan mengerjakan soal.(+)
4 Saya ikut berpikir ketika
mendengarkan penjelasan yang di berikan guru selama pelajaran fisika
• Kadang-kadang tidak fokus karena diajak berbincang-bincang
teman.(-)
diterangkan oleh guru.(+)
• Karena fisika itu sulit.(+)
• Biar jelas.(+)
• Mengetahui apa yang dipelajari.(+)
5 Jika saya tidak memahami apa yang dijelaskan guru, saya bertanya kepada guru.
• Biasanya saya bertanya pada teman semeja saya, bila bertanya malu.(-)
• Malas untuk bertanya.(-)
• Takut dimarahi dan salah.(+)
• Biar jelas.(+)
• Supaya lebih paham dan tahu.(+) 6 Saya membaca materi pelajaran
untuk membantu dalam belajar selama pelajaran fisika
• Malas untuk membacanya.(-)
• Supaya mudah untuk belajar.(+)
• Agar lebih mengerti.(+)
•Untuk menambah pengetahuan.(+)
• Karena materinya banyak.(+)
• Supaya mudah untuk belajar.(+)
7 Saya mencatat apa yang dijelaskan dan ditulis di papan tulis oleh guru selama pelajaran fisika berlangsung
• Kalau tidak mencatat tidak punya catatan.(+)
• Agar lebih mengerti dan memahami.(+)
• Bila lupa tinggal membuka buku.(+)
• Karena biasanya yang ditulis di papan tulis penting.(+)
8 Saya membuat gambar-gambar dan bagan/skema dibuku catatan untuk memudahkan dalam belajar fisika
• Kadang-kadang malas
menggambarnya karena sulit.(-)
• Agar tidak bingung dan mudah dipelajari.(+)
• Agar sewaktu belajar tidak bosan karena ada gambarnya.(+)
9 Saya menandai bagian penting seperti definisi, rumus-rumus pada catatan saya dengan garis atau tulisan warna sehingga
memudahkan saya belajar fisika
• Karena tidak sempat mencatat.(-)
• Mudah untuk mengingat-ingat.(+)
• Mempermudah dalam belajar.(+)
• Menandakan bahwa catatan itu penting.(+)
10 Saya membuat ringkasan/ rangkuman untuk memudahkan dalam belajar.
• Jika disuruh guru.(-)
• Karena kadang-kadang saya tidak mau meringkas.(-)
• Lebih mudah untuk belajar.(+)
penting.(+)
• Kalau tidak meringkas akan menghambat proses belajar.(+)
11 Saya mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh guru selama pelajaran fisika berlangsung.
• Karena soalnya sulit untuk dikerjakan.(-)
• Karena saya ingin pintar dalam pelajaran fisika.(+)
• Melatih kecerdasan dalam belajar saya.(+)
• Untuk persiapan ulangan tes.(+) 12 Saya mengungkapkan gagasan atau
ide-ide sebagai jawaban alternatif terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru selama pelajaran fisika berlangsung
• Karena jawaban itu sudah dijawab orang lain.(-)
• Karena tidak paham.(-)
• Terlalu rumit menemukan ide-idenya.(-)
• Kadang-kadang tidak punya ide sama sekali.(-)
• Jarang mengungkapkan ide-ide.(-)
• Karena belum mengerti.(-) 13 Saya memberikan gagasan / ide-ide
lain kepada guru selama pelajaran fisika berlangsung, jika saya kurang
• Karena kurang percaya diri.(-)
puas terhadap penjelasan guru. • Kebanyakan sudah puas dengan
penjelasan guru.(-)
• Karena sulit memberi gagasan untuk guru.(-)
• Bagi saya jawaban guru yang paling tepat (-)
14 Saya mengikuti dan mengerjakan evaluasi yang diberikan guru berupa tes ulangan
• Jika tidak ikut saya tidak akan dapat nilai.(+)
• Supaya mendapatkan nilai yang bagus.(+)
• Sebagai latihan(+)
• Supaya nilai rapor bagus.(+)
• Karena mengikuti evaluasi itu penting.(+)
15 Saya mengikuti/melakukan praktikum pada setiap pokok bahasan/bab dalam pelajaran fisika
• Supaya dapat mengetahui apa yang dipraktekkan.(+)
• Karena mengikuti praktikum itu penting.(+)
• Supaya lebih paham.(+)
• Untuk menambah wawasan dan pengetahuan.(+)
dugaan sementara sebelum
melakukan pencarian/ pengumpulan data dalam praktikum.
• Karena dugaan sementara itu agak sulit.(-)
• Karena kadang-kadang dugaan saya salah.(-)
• Tidak pandai menduga.(-)
• Mendapatkan data yang benar.(+) 17 Saya berusaha memperoleh data
yang sebenarnya atau seobyektif mungkin dalam praktikum
• Kadang-kadang jawaban saya sering salah.(-)
• Agar mendapat nilai yang bagus.(+)
• Mempermudah dalam belajar, agar data yang saya peroleh tepat.(+)
• Mendapat nilai yang memuaskan.(+) 18 Saya sungguh bebas dalam
melakukan praktikum untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan saya
• Kadang-kadang saya malu untuk mengungkapkan ide-ide itu.(-)
• Karena belum jelas.(-)
• Karena ide saya belum tentu sesuai dengan praktikum.(-)
• Saya tidak begitu bebas, kurang percaya diri.(-)
praktikum, saya mengacu pada hasil analisis
kebanyakan salah.(-)
• Supaya hasilnya lebih baik dan akurat.(+)
• Supaya lebih dimengerti.(+)
• Karena bila tidak mengacu pada hasil analisis kesimpulan bisa salah.(+)
20 Saya meminjam dan membaca buku-buku IPA di perpustakaan
• Agar mengetahui fisika lebih dalam.(+)
• Karena itu penting dalam membantu pelajaran.(+)
• Karena buku-buku IPA di perpustakaan baik untuk menambah pengetahuan.(+)
(PR) yang diberikan oleh guru. • Belum tentu PR yang diberikan
guru bisa dikerjakan (-)
• Kalau mudah dikerjakan tetapi kalau sulit tidak dikerjakan.(-)
• Supaya mendapatkan nilai.(+)
• Sebagai bahan belajar di rumah.(+)
• Karena itu sangat penting.(+) 22 Saya mempelajari sendiri
bahan-bahan lain di rumah
• Kalau ada sumbernya.(-)
• Karena males.(-)
• Kalau ada buku yang dipelajarinya.(-)
• Agar lebih memahami pelajaran yang belum maupun sudah diberikan.(+)
• Menambah wawasan.(+)
• Kalau tidak dipelajari mudah lupa.(+)
23 Saya belajar bersama dan berdiskusi dengan teman
• Bila disuruh guru.(-)
• Kadang-kadang males.(-)
• Karena rumah saya dengan teman berjauhan.(-)
• Lebih asik bermain dengan teman.(-)
• Karena hasil yang diperoleh lebih baik.(+)
• Karena teman bisa mengingatkan saya bila saya salah.(+)
• Mempermudah dalam belajar.(+) 24 Saya mengikuti study tour ke
Museum Ilmu Teknologi dan tempat-tempat bersejarah untuk menambah wawasan serta pengetahuan
• Tidak ada study tour ketempat itu.(-)
• Tidak terlalu tertarik.(-)
• Jarang sekali diadakan.(-)
• Biaya mahal.(-)
• Karena lebih asyik bermain.(-)
• Kadang hanya dua tahun sekali.(-)
• Tidak terlalu suka berkunjung ke museum.(-)
• Untuk menambah wawasan dan pengetahuan.(+)
25 Saya mengikuti lomba sains/IPA seperti lomba alat peraga, LCC yang diadakan oleh sekolah ataupun sekolah lain dan perguruan tinggi
• Tidak berminat.(-)
• Tidak pernah diikutkan atau ditunjuk.(-)
Keterangan:
Tanda (-) adalah alasan yang negatif. Tanda (+) adalah alasan yang positif.
Dari Hasil Kuesioner Tingkat Kekonstruktivisan Belajar Siswa Pada Pelajaran Fisika Di Sekolah Menengah Pertama Negeri Kelas VIIIA Se-Kecamatan Samigaluh (lampiran 14 halaman 68) dan tabel jawaban alasan di atas, terlihat bahwa:
1. Kategori kuesioner atau jenis pertanyaan yang paling tidak dipilih oleh siswa atau skornya rendah (116, 168, 184, 187 dan 196) yaitu mengikuti study tour ke Museum Ilmu Teknologi dan tempat-tempat sejarah untuk menambah wawasan serta pengetahuan, mengikuti lomba sains/IPA seperti alat peraga, LCC yang diadakan sekolah ataupun sekolah lain dan perguruan tinggi. Alasan-alasan yang mereka utarakan antara lain karena tempatnya jauh dan tidak punya uang, karena sekolah tidak pernah mengadakan study tour, karena terkadang hanya 2 tahun
jelek.(-)
• Karena tidak percaya diri.(-)
• Tidak pandai dengan IPA.(-)
• Di sekolah tidak dilaksanakan lomba.(-)
sekali, karena tidak menguasai IPA, karena yang diajukan teman saya yang lebih pintar, karena tidak pernah diikutkan, karena saya tidak terlalu suka denga pelajaran fisika, karena tidak terampil dalam alat-alat fisika.
2. Kategori kuesioner atau jenis pertanyaan yang skornya kurang dipilih oleh siswa (255, 259, 260 dan 261) yaitu bertanya pada guru, mengungkapkan gagasan atau ide-ide sebagai jawaban alternatif terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru selama pelajaran fisika berlangsung, memberikan gagasan atau ide-ide lain kepada guru, membuat hipotesis atau dugaan sementara sebelum melakukan pencarian/pengumpulan data dalam praktikum, kebebasan dalam melakukan praktikum untuk mengungkapkan ide-ide atau gagasan, meminjam dan membaca buku-buku IPA di Perpustakaan. Alasan-alasan yang mereka utarakan antara lain karena kadang malu, karena saya malah bertanya pada teman lalu berdiskusi baru ditanyakan pada guru, karena tidak bisa membuat kata-kata yang diucapkan, karena bingung sendiri dan belum mengerti, karena saya tidak bisa mengungkapkan gagasan atau ide-ide, kurang paham terhadap pertanyaan guru, karena guru yang sering meminjamkan, karena buku diperpustakaan minim, jika sedang ada tugas dan saya tak punya bukunya.
acuan/penunjang, mendengarkan, menandai bagian penting, membuat ringkasan, mengerjakan tugas, mengikuti/melakukan praktikum, berusaha memperoleh data yang sebenarnya, belajar bersama dan berdiskusi bersama teman.
Kegiatan ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi dengan kebanyakan pembelajaran klasik karena diwajibkan guru. Jadi meskipun melakukan kegiatan mencatat, mendengarkan, mengikuti dan mengerjakan evaluasi itu, pembelajaran konstruktivis belum sangat diterapkan karena dalam pembelajaran konstruktivis pengetahuan itu hanya dapat dibentuk secara pribadi (personal). Siswa sendiri yang membentuknya. Siswa aktif dan kritis mempelajari, mengolah, mencerna dan berani mengungkapkan gagasan atau ide.
49 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A Kesimpulan
Berdasarkan analisa pada bab IV dapat disimpulkan bahwa:
1. Tingkat rata-rata kekonstruktivisan belajar siswa pada pelajaran fisika SMPN se-Kecamatan Samigaluh kelas VIIIA dikategorikan ”kekonstruktivisan cukup” yaitu 63,31.
Sekolah masih mengunakan model pembelajaran lama yang berorientasi pada guru sedangkan terhadap murid kurang. Dengan demikian secara umum tingkat kekonstruktivisan belajar pada pelajaran fisika belum banyak diterapkan.
B Saran
Berikut adalah beberapa saran dari penulis untuk meningkatkan tingkat kekonstruktivisan belajar siswa, khususnya di SMPN se-kecamatan Samigaluh:
1. Guru diharapkan untuk lebih memantau proses perkembangan belajar siswa agar dalam pembelajaran bisa lebih konstruktivis.
2. Guru harus mengurangi metode lama (ceramah) dan memberi kesempatan siswa untuk berfikir aktif dan berekspresi.
3. Guru memberikan dorongan atau motivasi supaya siswa berani bertanya dan mengemukakan pendapatnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 1998. Proses Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Berg dan Van. 1991. Miskonsepsi Fisika Dan Remendiasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.
Budi Kartika. 1997. Pembelajaran Fisika Yang Humanistis, dalam buku Pendidikan Sains Yang Humanistis. Yogyakarta: Kanisius.
Budi Kartika. 2001. Berbagai Strategi Untuk Melibatkan Siswa Secara Aktif Dalam Proses Pembelajaran Fisika Di SMU, efektifitasnya, dan sikap mereka dalam Srategi Tersebut. Widya Dharma. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
NN. 1998. Pedoman Penulisan Skripsi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sugiyono. 1999. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: CV Alfabeta. Suparno, P. 1996. Konstruktivisme Dalam Pendidikan Sains dan Matematik,
Widya Dharma. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Konstruktivistik dalam Praktek Mengajar. Widya Dharma. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
25 I 2 2 4 3 2 4 4 2 3 3 3 1 2 4 2 2 3 2 2 1 3 1 2 1 1 59
26 I 4 4 4 2 4 2 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 4 4 2 2 2 4 4 2 84
27 I 2 4 4 2 2 2 4 4 4 2 4 1 1 4 4 3 4 4 4 2 4 3 2 1 1 72
28 I 3 4 4 3 2 2 4 2 3 3 4 2 2 4 4 3 3 2 4 2 4 3 3 1 1 72
29 I 4 1 2 2 3 2 2 3 4 3 4 2 2 4 4 1 3 2 3 2 4 2 2 1 1 63
30 I 2 2 4 2 2 2 4 2 4 4 4 2 2 4 4 2 3 2 2 2 4 2 4 2 1 68
31 I 2 4 2 4 2 4 4 2 2 2 4 2 2 4 2 4 2 2 2 2 4 2 2 2 1 65
32 I 1 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 3 3 1 3 3 2 1 2 2 2 2 1 54
33 I 4 2 2 2 4 2 4 2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 63
34 I 2 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 2 2 4 4 2 2 1 4 2 4 2 2 1 1 70
35 I 3 4 4 3 2 4 4 3 4 4 3 2 2 4 1 3 4 1 4 1 3 2 2 1 1 69
36 I 4 2 2 3 2 3 4 2 3 3 4 2 2 4 4 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 64
37 I 1 2 2 2 1 2 2 2 2 3 3 2 1 4 3 1 2 3 3 1 2 1 2 1 1 49
Kecamatan Samigaluh
No. Kode
Sekolah
Kategori
Skor
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
1 II 4 4 4 2 2 4 4 4 2 2 4 1 1 4 4 1 4 1 3 2 2 2 2 1 1 65
2 II 2 2 2 2 2 2 4 3 2 2 4 2 1 4 2 2 2 1 2 3 4 2 2 2 1 57
3 II 4 2 2 2 3 3 4 4 3 2 4 1 1 4 2 1 3 2 3 2 2 2 3 1 1 61
4 II 4 3 3 2 2 3 4 3 2 2 3 2 1 3 4 2 3 2 3 2 2 2 3 1 1 62
5 II 2 2 4 4 3 4 4 3 1 1 4 2 2 4 2 2 4 2 3 2 3 2 2 1 1 64
6 II 2 2 3 2 2 2 4 2 2 2 4 1 1 4 4 1 2 1 2 2 3 1 3 2 1 55
7 II 2 4 4 2 2 4 4 4 3 2 4 2 2 4 3 2 2 3 2 2 4 2 3 2 1 69
8 II 2 2 4 3 3 3 4 3 3 2 3 2 2 4 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 1 61
9 II 2 2 3 2 2 2 4 2 2 2 4 1 1 4 4 1 2 1 2 2 3 1 3 1 1 54
10 II 2 4 4 2 2 4 4 4 2 2 4 2 2 3 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 1 62
11 II 2 2 3 2 1 3 4 2 3 2 4 1 1 4 4 2 2 4 2 2 2 4 3 2 1 62
12 II 2 4 3 2 2 4 4 2 4 2 3 2 1 4 4 2 2 3 2 3 2 2 2 2 1 64
13 II 2 1 2 2 1 1 3 2 1 1 3 1 1 3 2 1 2 2 2 2 2 1 1 1 1 41
14 II 2 2 2 2 2 2 4 3 4 2 3 2 1 3 2 2 2 1 2 3 4 2 3 2 1 58
15 II 4 2 4 2 2 4 4 4 3 4 4 1 1 2 4 2 2 2 4 2 2 4 3 1 1 68
26 IV 2 1 2 2 2 3 4 3 3 2 4 2 2 4 2 2 3 2 4 2 4 2 3 2 1 63
27 IV 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 50
28 IV 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 4 1 66
29 IV 4 2 2 4 1 3 4 3 3 4 3 2 2 4 4 4 4 2 4 2 2 3 2 2 1 71
30 IV 3 4 4 3 2 3 4 3 4 2 4 2 1 4 3 2 3 2 3 3 4 3 2 2 1 71
102 IV 3 4 4 3 2 3 4 3 4 2 4 2 1 4 3 2 3 2 3 3 4 3 2 2 1 71