• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Adversity Quotient dengan Prestasi Akademik pada Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa USU Society for Debating

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Adversity Quotient dengan Prestasi Akademik pada Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa USU Society for Debating"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prestasi Akademik

1. Pengertian prestasi akademik

Menurut pendapat Djamarah (2002) tentang pengertian prestasi adalah

“hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual

maupun kelompok”. Prestasi tidak akan pernah dihasilkan selama seseorang tidak

melakukan suatu kegiatan. prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, yang menyenangkan hati, yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja, baik secara individual maupun secara kelompok dalam bidang kegiatan tertentu. Dari beberapa pengertian prestasi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi adalah bukti dari suatu hasil kegiatan yang dapat dicapai baik individu maupun kelompok dalam bidang kegiatan tertentu.

(2)

seseorang secara optimal (Naam, 2009). Menurut Chaplin (1997) mengemukakan bahwa prestasi akademik adalah suatu keberhasilan yang khusus dari seseorang dalam melaksanakan tugas akademik.

2.Faktor Internal yang Mempengaruhi Prestasi Akademik

a. Faktor Kesehatan Fisik

Menurut Djamarah (2002) seseorang yang mengalami kelemahan fisik baik karena sakit maupun cacat di mana saraf sensoris dan motoriknya terganggu dapat mengakibatkan rangsangan yang diterima melalui indera tidak dapat diteruskan ke otak dengan baik. Kondisi ini dapat menyebabkan mahasiswa tertinggal dalam pelajarannya.

b. Intelegensi

(3)

c. Motivasi

Menurut Purwanto (2004), motivasi adalah sesuatu yang mengarahkan dan membangkitkan suatu tingkah laku pada manusia baik dari diri sendiri yakni berupa kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan maupun dari orang lain. Setiap mahasiswa memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk berprestasi.

d. Minat

Minat merupakan rasa suka dan ketertarikan terhadap sesuatu yang muncul dari dalam diri sendiri tanpa ada yang menyuruh. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian melalui proses pembelajaran terhadap hal yang diminati. Menurut Djamarah (2002) minat yang besar terhadap sesuatu merupakan modal yang besar dalam mencapai ataupun memperoleh benda atau tujuan yang diinginkan. Timbulnya minat belajar disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena keinginan yang kuat untuk menaikan martabat atau memperoleh pekerjaan yang baik serta ingin hidup senang dan bahagia. Minat belajar yang besar cenderung menghasilkan prestasi yang tinggi, sebaliknya minat yang kurang akan menghasilkan prestasi yang rendah.

e. Kepribadian

(4)

mempunyai sifat-sifat kepribadiannya masing-masing yang berbeda dengan orang lain. Ada orang memiliki sikap keras hati, berkemauan keras, tekun dalam segala usahanya, halus perasaannya dan sebaliknya. Sifat-sifat kepribadiannya dapat mempengaruhi sampai manakah hasil belajar yang dapat dicapai oleh orang tesebut.

f. Fisiologis

Menurut Djamarah (2002) kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpegaruh terhadap kemampuan belajar seseorang. Orang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lain cara belajarnya dari orang yang dalam keadaan kelelahan. Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki kemampuan belajar yang di bawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Mereka lekas lelah, mudah mengantuk, dan sukar menerima pelajaran.

3. Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Prestasi Akademik a. Keadaan keluarga

Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami dan dicapai oleh seseorang. Selain itu ada kemampuan keluarga untuk meberikan fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam belajar turut memegang peranan penting (Purwanto, 2004).

b. Guru dan cara mengajar

(5)

guru, tinggi rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, dan bagaimana cara guru itu mengajarkan pengetahuan itu kepada anak-anak didiknya turut menentukan bagaimana hasil belajar yang dapat dicapai anak (Purwanto, 2004).

c. Alat-alat pelajaran

Menurut Purwanto (2004) institusi yang cukup memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik oleh guru atau dosen, dan kecakapan pengajar dalam menggunakan alat-alat itu akan mempermudah dan mempercepat belajar seseorang.

d. Motivasi sosial

Jika seseorang mendapatkan motivasi sosial dari lingkungan sekitarnya, maka akan timbul keinginan dan hasrat belajar yang lebih baik Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua, guru, tetangga, sanak saudara, dan teman sebaya (Purwanto, 2004).

e. Lingkungan dan kesempatan

(6)

f. Kurikulum

Menurut Djamarah (2002) kurikulum adalah a plan for learning yang merupakan unsur substansial dalam pendidikan. Tanpa kurikulum kegiatan belajar mengajar tidak dapat berlangsung, sebab materi apa yang harus guru sampaikan dalam suatu pertemuan kelas belum guru programkan sebelumnya. Itulah sebabnya, untuk semua mata pelajaran, setiap guru memiliki kurikulum untuk mata pelajaran yang dipegang dan diajarkan kepada anak didik. Setiap guru harus mempelajari dan menjabarkan isi kurikulum ke program yang lebih rincidan jelas sasarannya, sehingga dapat diketahui dan diukur dengan pasti tingkat keberhasilan belajar mengajar yang telah dilaksanankan.

4. Perhitungan Prestasi Akademik Mahasiswa

Prestasi akademik pada mahasiswa tergantung oleh angka indeks prestasi yang ditentukan pada setiap akhir semester. Indeks Prestasi Semester (IPS) dihitung berdasarkan jumlah beban kredit yang diambil dalam satu semester dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan jumlah beban kredit yang diambil (Universitas Sumatera Utara, 2010). IPS dapat diukur dengan menggunakan rumus:

IPS = Σ (K X N)

(7)

K = Jumlah SKS setiap mata kuliah yang tercantum dalam KRS pada semester yang bersangkutan.

N = Bobot prestasi setiap mata kuliah.

Sedangkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang digunakan sebagai alat ukur prestasi akademik pada penelitian ini adalah indeks prestasi yang dihitung berdasarkan jumlah keseluruhan beban kredit yang diambil mulai dari semester 1 sampai semester terakhir, dikalikan dengan bobot prestasi tiap-tiap mata kuliah kemudian dibagi dengan beban kredit yang diambil. (Universitas Sumatera Utara, 2010). IPK dapat dihitung dengan rumus:

IPK = Σ (K X N)

ΣK

K = Jumlah SKS semua mata kuliah yang dijalani mulai dari semester 1 sampai dengan yang terakhir.

N = Bobot prestasi setiap mata kuliah.

(8)

Tabel 1. Kategorisasi Indeks Prestasi Akademik

NO KATEGORI INDEKS PRESTASI

AKADEMIK

1 Memuaskan 2,00 ≤ x ≤ 2,75

2 Sangat Memuaskan 2,76 ≤ x ≤ 3,50

3 Cumlaude 3,51 ≤ x ≤ 4,00

(9)

B. Adversity Quotient

1. Pengertian Adversity quotient

Adversity quotient menurut Stolz (2000) adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.Nashori (2007) berpendapat bahwa adversity quotient adalah kemampuan individu untuk menggunakan kecerdasannya dalam mengarahkan, mengubah cara berfikir serta perilakunya ketika menghadapi tantangan, hambatan ataupun kesulitan yang dapat menyengsarakan dirinya

Menurut bahasa, kata adversity quotient berasal dari bahasa inggris, yaitu kemalangan atau kegagalan. Dalam bahasa Indonesia, adversity quotient bermakana kesulitan atau kemalangan yang dapat diartikan sebagai kondisi ketidakbagiaan, kesulitan maupun ketidak beruntungan. Kata adversity dalam konteks psikolo diartikan sebagai tantangan dalam kehidupan. (Reni Akbar Hawadi, 2002)

Menurut Stolz (2000), tingkat adversity quotient menentukan kesuksesan dalam menjalani kehidupan. adversity quotient diwujudkan dalam tiga bentuk yaitu:

a. Kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan

b. Ukuran dalam mengetahui respon seseorang terhadap kesulitan c. Serangkaian alat untuk memperbaiki respon seseorang dalam

(10)

Maka, dapat disimpulkan bahwa adversity quotient adalah kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut.

2.Dimensi – dimensi Adversity Quotient

Adversity quotient secara umum dapat diungkap melalui empat dimensi yang oleh Stoltz (2000) dikenal dengan CO2RE, meliputi:

a. Control (C)

(11)

b. Origin dan Ownership (O2)

Dimensi ini mempertanyakan dua hal yaitu siapa atau apa yang menjadi asal usul kesulitan dan sampai sejauh manakah seseorang mengakui akibat-akibat kesulitan itu. Dimensi origin berkaitan dengan rasa bersalah. Individu yang skor origin-nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi. Dalam banyak hal, mereka melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya penyebab atau asal usul (origin) kesulitan tersebut. Sedangkan individu yang skor origin-nya tinggi cenderung menganggap sumber kesulitan berasal dari orang lain atau dari luar. Individu yang skor ownership-nya tinggi akan mengakui akibat dari suatu perbuatan, bertanggungjawab terhadap kesulitan dan mampu belajar dari kesalahan. Sedangkan individu yang skor ownership-nya rendah cenderung tidak mengakui masalah dan menuding orang lain.

c. Reach (R)

(12)

d. Endurance (E)

Dimensi ini mempertanyakan berapa lamakah kesulitan akan berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung. Individu yang skor endurance-nya rendah menganggap kesulitan dan/atau penyebab-penyebabnya akan berlangsung lama dan menganggap peristiwa positif sebagai sesuatu yang bersifat sementara. Sedangkan Individu yang skor endurance-nya tinggi menganggap kesulitan dan penyebab-penyebabnya sebagai sesuatu yang bersifat sementara, cepat berlalu dan kecil kemungkinan terjadi lagi.

1. Faktor Pembentuk Adversity Quotient

Faktor pembentuk adversity quotient menurut Stolz (2000) adalah sebagai berikut:

a. Daya Saing

Stolz (2000) berpendapat bahwa adversity quotient yang rendah disebabkan karena tidak adanya daya saing ketika menghadapi kesulitan, sehingga kehilangan kemampuan untuk menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi.

b. Produktivitas

(13)

ketika menghadapi kesulitan. Artinya, respon konstruktif yang diberikan seseorang dalam kesulitan akan membantu meningkatkan kinerja dan produktivitas yang tinggi.

c. Motivasi

Stolz (2000) menyatakan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat akan menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan motivasi yang kuat akan berupaya menyelesaikan masalah dengan menggunakan kapasitas diri serta segenap kemampuan.

d. Mengambil resiko

Seseorang dengan adversity quotient yang tinggi akan lebih berani dalam mengambil resiko dan terus berkembangan dalam zona ketidaknyamanan. Hal ini akan membuat respon terhadap masalah menjadi lebih konstruktif

e. Perbaikan

Seseorang dengan adversity quotient tinggi senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit, yaitu dengan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek agar kesulitan tersebut tidak menjangkau bidang-bidang yang lain dalam kehidupan

(14)

Orang yang merespon masalah dengan baik, akan lebih mudah untuk tetap bertahan dan tidak mudah menyerah ketika menghadapi masalah baru

g. Belajar

Orang-orang yang merespon seara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan anak yang berpola pikir pesimistik.

2. Tiga Tingkatan kesulitan

Stolz (2000) mengklasifikasikan tantangan atau kesulitan menjadi tiga dan menggambarkan ketiganya dalam bentuk piramida:

Gambar 1. Tiga Tingkatan Kesulitan (Stolz (2000): hal.51)

(15)

lingkungan sampai pada akhirnya bagaimana pelajar pada umumnya mendapatkan kesulitan pada prestasinya disebabkan dua kesulitan sebelumnya. Untuk mengatasi kesulitan dalam prestasi maka kesulitan di tingkat institusi pendidikan dan individu harus dihadapi terlebih dahulu.

3. Karakter Manusia Berdasarkan Tinggi Rendahnya Adversity Quotient

Dengan menganalogikan pada pendakian gunung, Stoltz (2000) membagi orang-orang dalam pendakian itu dalam tiga golongan, yaitu quitter, camper dan climber.

a. Quitter

Quitter adalah orang yang berhenti dan tidak mencoba untuk mendaki. Mereka adalah orang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti. Mereka menolak kesempatan untuk mendaki. Mereka mengabaikan, menutupi atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki dan dengan demikian juga meninggalkan banyak hal yang ditawarkan oleh kehidupan.

b. Camper

(16)

ini akan puas pada suatu keadaan dan tidak mencoba untuk terus berkembang.

c. Climber

Climber merupakan orang-orang yang seumur hidup digunakan untuk mendaki. Mereka selalu terus menerus maju dengan memikirkan kemungkinan-kemungkinan serta tidak membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau mental dan hambatan lainnya menghalangi pendakiannya. Dalam konteks, orang tipe ini akan mengembangkan dirinya seiring dengan masalah yang ada dan terus belajar dari masalah.

C. Unit Kegiatan Mahasiswa USU Society for Debating

USU Society For Debating (USD) adalah salah satu unit kegiatan mahasiswa yang aktif di Universitas Sumatera Utara. Orientasi utama dari kegiatan mahasiswa ini adalah debat bahasa Inggris. USD resmi terbentuk pada tahun 2010, namun dalam perkembangannya baru saja memiliki secretariat dan kepengurusan organisasi dan program latihan. Tujuan utama dari Unit Kegiatan Mahasiswa ini adalah sebagai bentuk organisasi yang dapat mewadahi mahasiswa yang memiliki kemampuan dan minat dalam berdebat, serta meraih prestasi di kancah lokal, regional, nasional, maupun internasional.

(17)

berperan dalam kegiatan pelatihan debat dan pengembangan organisasi secara keseluruhan. Secara struktur, USD juga memiliki advisor yang memberikan arahan dan nasihat pada setiap acara yang akan diselenggarakan USD.

Untuk mengadakan kegiatan dan mengikuti perlombaan, adalah hal yang wajar USD selalu berintegrasi dengan pihak rektorat, dan selalu berkoordinasi dalam setiap kegiatan. USD juga sering diberikan amanah dalam mengatur acara ataupun turut ikut serta dalam berbagai kepanitiaan.

Berdebat menjadi salah satu fokus utama dari USD, seperti yang disadur dari DIKTI mengenai kegiatan debat bahasa Inggris, Lomba debat menggunakan bahasa pengantar bahasa Inggris antarperguruan tinggi telah menjadi bagian penting dalam kompetisi perguruan tinggi di dunia. Lomba debat ini menuntut keterampilan berbahasa Inggris dan berargumentasi. Keterampilan berbahasa Inggris yang baik akan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam berinteraksi dengan masyarakat internasional. Sedangkan keterampilan atau kemahiran dalam berargumentasi akan meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk membuat keputusan berdasarkan analisis yang logis dan faktual.

D.Hubungan antara Adversity Quotient dengan Prestasi Akademik Pada

UKM USU Society for Debating

(18)

yang ketat sebelum mengikuti lomba, baik untuk lokal maupun internasional. Anggota yang baru saja mengikuti UKM ini tentu saja tidak mudah untuk langsung mengikuti lomba. Belum lagi mereka harus bersabar dalam menghadapi senior yang cenderung lebih mampu dalam berdebat karena pengalaman. Yang kedua, Maslow (2009) menyatakan bahwa setiap individu pada dasarnya akan selalu bersaing untuk mencapai aktulisasi dirinya. Sehingga masalah yang dihadapi anggota salah satunya adalah tingginya persaingan untuk dapat berpartisipasi dan aktualisasi diri dalam lomba.

Menurut Sobur (2006) prestasi akademik merupakan perubahan dalam hal kecakapan tingkah laku, ataupun kemampuan yang dapat bertambah selama beberapa waktu dan tidak disebabkan proses pertumbuhan, tetapi adanya situasi belajar. Perwujudan bentuk hasil proses belajar tersebut dapat berupa pemecahan lisan maupun tulisan, dan keterampilan serta pemecahan masalah langsung dapat diukur atau dinilai dengan menggunakan tes yang terstandar. Salah satu aspek dari adversity quotient adalah belajar (Stolz, 2000). Hal ini menegaskan bahwa untuk memiliki adversity quotient yang baik seseorang harus belajar dan memenuhi tuntutan untuk memperkaya pengetahuan.

(19)

prestasi yang baik. Namun dengan keikutsertaan dalam UKM ini, dan dengan intensitas lomba yang ada, maka adversity quotient yang merupakan kemampuan dalam menghadapi masalah akan sangat dibutuhkan.

Menurut stolz (2000) ada 3 golongan orang yang memiliki adversity quotient. Anggota USD yang tergolong quitter adalah mereka yang beranggapan

bahwa berdebat dan berorganisasi itu rumit, membingungkan, dan bikin pusing saja. Ketika mereka menemukan sedikit kesulitan dalam menyelesaikan masalah mereka menyerah dan berhenti tanpa dibarengi usaha sedikitpun. Hal ini akan berpengaruh pada saat mereka menemukan kesulitan dalam membagi waktu dan mempelajari hal baru dalam perkuliahan. Pada saat menghadapi kesulitan mereka akan cenderung lepas kontrol dan masalah tersebut menjadi suatu kesulitan di aspek kehidupan individu tersebut. Ketahanan (endurance) mereka juga cenderung rendah dan selalu ingin menyerah ketika diberikan tugas ataupun menghadapi ujian.

(20)

usaha untuk lebih giat belajar. Dalam organisasi debat, siswa camper tidak berusaha semaksimal mungkin, mereka berusaha sekedarnya saja. Mereka berpandangan bahwa tidak perlu menjadi juara, yang penting jadi anggota organisasi, tidak perlu meraih banyak prestasi. Prestasi akademik pun tidaklah perlu menjadi yang terbaik bagi mereka. Mereka tidak memberikan usaha maksimal ketika mengerjakan tugas dan ketika menghadapi ujian. Mereka juga menganggap bahwa IPK adalah sesuatu yang relatif dan tidak menjadi indicator kesuksesan seseorang.

(21)

D. Hipotesis

Dalam penelitian ini diajukan satu hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan yang telah dipaparkan sebelumnya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

Gambar

Tabel 1. Kategorisasi Indeks Prestasi Akademik
Gambar 1. Tiga Tingkatan  Kesulitan (Stolz (2000): hal.51)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH

Penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan aplikasi manajemen database, dengan mengangkat tema laporan nilai dan absensi, aplikasi ini ditujukan kepada pemakai khususnya

[r]

Media yang digunakan dalam pembuatan distro pendidikan ini berupa USB Drive dimana pengguna tidak perlu menginstall sistem operasi ini ke dalam hard disk, pengguna dapat

Website dari toko parsel ini menyajikan banyak jenis parsel berikut keterangan harga dan gambarnya, pengunjung dapat memesan parsel yang dinginkannya, dapat melihat berita

Bahwa dalam rangka kelancaran proses Belajar Mengajar untuk Program Studi D-ll PGSD Penjas Swadana kelas B, E dan F FIK-UNY Kampus Yogyakarta perlu ditetapkan nama Dosen pengajar

The teacher’s instruction, particularly English subject in class X, has several changes, for instance, the adjustment of the amount of teacher ’s instructional time..