• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan sifat fisis bedak tabur berbahan dasar amilum solani (Solanum tuberosum L.) dan amilum manihot (Manihot utilissima L.) dengan pewarna karotenoid dari umbi wortel (Daucus carota L.) - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbandingan sifat fisis bedak tabur berbahan dasar amilum solani (Solanum tuberosum L.) dan amilum manihot (Manihot utilissima L.) dengan pewarna karotenoid dari umbi wortel (Daucus carota L.) - USD Repository"

Copied!
118
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERBANDINGAN SIFAT FISIS BEDAK TABUR BERBAHAN DASAR

AMILUM SOLANI (Solanum tuberosum L.) DAN AMILUM MANIHOT

(Manihot utilissima L.) DENGAN PEWARNA KAROTENOID DARI UMBI WORTEL (Daucus carota L.)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Intan Chintya Dewi

NIM : 088114096

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

(4)

iv

“If You Don't Stand for Something,

You'll Fall for Anything”

Dr. Alan Zimmerman

Karya ini kupersembahkan untuk orang-orang yang

kukasihi dan mengasihiku tanpa batas…

(5)
(6)

vi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbandingan Sifat Fisis Bedak Tabur Berbahan Dasar Amylum Solani

(Solanum tuberosum L.) dan Amylum Manihot (Manihot utilisima L.) dengan

Pewarna Karotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.)” Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan skripsi, Penulis telah banyak mendapatkan bantuan, sarana, dukungan, nasehat, bimbingan, saran dan

kritik dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. “Jesus Christ” yang selalu setia menemani, membimbing dan mencurahkan berkat-berkatnya setiap hari

2. Papi, Mami, Cie Evi sekeluarga, Cie Feny sekeluarga, Ko Wawan sekeluarga atas segala dukungan doa, semangat, perhatian, nasehat dan

materi yang selalu menyertai Penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(7)

vii

4. Rini Dwiastuti, S. Farm, M. Sc., Apt, selaku dosen pembimbing atas ide judul skripsi, bimbingan, bantuan, kesabaran, selama penyusunan proposal hingga selesainya skripsi ini

5. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt. dan Yohanes Dwiatmaka S.Si., M.Si. selaku dosen penguji atas segala masukkan dan bimbingannya

6. Agatha Budi Susiana L, M.Si., Apt. atas masukan, pinjaman buku dan informasi yang telah diberikan.

7. Segenap dosen atas kesabarannya dalam mengajar dan membimbing Penulis

selama perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

8. Ponakan-ponakanku: Axel, Elvano, Zivanna, Jessica, Jevanny yang selalu

memberikan keceriaan saat penulis jenuh.

9. Arum Mangastuti selaku partner skripsi yang selalu setia dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. “Tung-Tung” girls: Ratih (Ratman), SariJo, Vita yang memberikan semangat, perhatian dan bantuan.

11. DIGIEE team: Erika, Tanyuk, Devichi, Evelyn, Geta atas kebersamaan dan motivasi penulis selama ini.

(8)

viii

13. Teman-teman “lantai 1”: Asti, Dian, Mariana, Tika, Anna, Agnes, Pius, Noveli, Nanda, Edi, Silvia, Sisca, Nindi, Ellen, Desy, Dewi, Yessy, Sisca, Lala, Dea atas dukungan, semangat dan kerja samanya.

14. Teman-teman FST 2008 B yang telah memberikan saran, dukungan, dan semangat bagi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini

15. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Pak Iswandi, Mas Kayat, dan segenap laboran lain atas segala bantuannya selama ini

16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari penelitian ini masih belum sempurna mengingat

keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang dapat berguna bagi ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 28 Desember 2011

(9)

ix

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PRAKATA ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ……… 1

1. Perumusan masalah ……….. 3

2. Keaslian Penelitian ……… 4

3. Manfaat Penelitian ……….. 4

B. Tujuan Penelitian ………. 4

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ……….. 5

(11)

xi

1. Keterangan Botani..………... 5

2. Kandungan Wortel ……… 6

B. Kulit ……….. 6

1. Epidermis ……….... 7

2. Corium(Dermis) ………... 8

3. Hipodermis ………... 8

C. Bedak ……… 8

D. Bedak Tabur ………. 9

E. Komponen Penyusun Bedak ……… 9

1. Daya Penutupan Bedak (Covering powder)………. 9

2. Daya Serap (Abrosrbency) ……….. 10

3. Daya Lekat ( Adhesion )……….. 11

4. Pewarna ………... 12

5. Pengawet ………. 13

F. Uji Sifat Fisis ……… 14

1. Pengujian Mikromeritik ………... 14

2. Pengujian Pengetapan ………... 14

3. Pengujian Kandungan Kelembapan ………... 14

4. Pengujian Stabilitas Warna ………. 15

5. Pengujian Iritasi Primer ………. 15

6. Pengujian Daya Lekat ……….... 16

(12)

xii

H. Landasan Teori ……… 17

I. Hipotesis ……….... 19

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……… 20

A. Jenis dan rancangan Penelitian ………... 20

B. Variabel Penelitian ………. 20

C. Definisi Operasional ………... 21

D. Bahan Penelitian ………... 22

E. Alat Penelitian ……….... 22

F. Tata Cara Penelitian ………... 23

1. Formulasi Bedak Tabur ………..……….. 23

2. Pengumpulan dan Penyiapan Sari Umbi Wortel ………... 23

3. Penghomogenan dan Pewarnaan Bedak Tabur ……… 23

4. Pengambilan Sampel ……….... 24

5. Pengujian Mikromeritik ……….... 24

6. Pengujian Pengetapan ………... 24

7. Pengujian Kandungan Kelembaban ……….. 25

8. Pengujian Stabilitas Warna ………... 26

9. Pengujian Iritasi ……… 26

10.Pengujian Daya Lekat ………... 27

G. Analisis Hasil ……….. 27

BAB IV PEMBAHASAN ………... 28

(13)

xiii

B. Pembuatan Bedak Wajah ……….... 33

C. Uji Sifat Fisis Bedak Tabur ……….... 38 1. Karakteristik Ukuran Partikel ……….. 38

2. Kandungan Lembab Bedak Tabur ……….... 42

3. Bulk Density ………... 45

4. Daya Lekat Bedak Tabur ……….. 48

5. Uji Iritasi Bedak Tabur ………... 50

6. Stabilitas Warna Bedak Tabur ……….. 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 55

A. Kesimpulan ………... 55

B. Saran ………... 55

DAFTAR PUSTAKA ………. 56

LAMPIRAN………. 60

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula Acuan ... 23

Tabel II. Formula Modifikasi ... 23

Tabel III. Hubungan sifat alir dan kompresibilitas berdasarkan indeks Carr 25

Tabel IV. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit ... 26

Tabel V. Kriteria Iritasi ... 27

Tabel VI. Rata-rata Percentile 90% ... 39

Tabel VII. Hasil Uji Paired T Test nilai Percentile hari ke o dan 30 ... 39

Tabel VIII. Uji Signifikasi Kandungan Lembab hari ke 0, 2, 10,20,30 ... 44

Tabel IX. Hubungan sifat alir dan kompresibilitas berdasarkan indeks Carr 46

Tabel X. Uji Signifikasi Persentase Indeks Carr hari ke 0-30 ... 47

Tabel XI. Perbandingan Rata-rata Bedak Tabur ... 49

Tabel XII. Skor Indeks Iritasi Primer Bedak Tabur pada Kelinci Albino 50

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Wortel (Daucus Carota L.) ... 5

Gambar 2. Diagram epidermis dengan perbedaan lapisan epidermis dan komponen penyusunnya ... 7

Gambar 3. Bedak Tabur ... 9

Gambar 4. Struktur amilopektin pada amilum ... 11

Gambar 5. Struktur amilosa pada amilum ... 11

Gambar 6. Struktur Magnesium Stearat ... 12

Gambar 7. Struktur Metil Paraben ………. 14

Gambar 8.Interaksi hidrogen antara amilum dan kandungan air pada keringat ... 30

Gambar 9. Interaksi hidrogen antara amilum dan komponen minyak pada wajah ... . 31

Gambar 10. Tipe Kerusakan Pada amilum ……… 36

Gambar 11. Kerusakan pada Amylum Manihot (kiri) dan Amylum Solani (kanan)………..….. 36

Gambar 12. Kurva nilai tengah diameter partikel vs frekuensi formula I .... 40

Gambar 13. Kurva nilai tengah diameter partikel vs frekuensi formula II .. 41

Gambar 14. Grafik persentase pertambahan kandungan lembab bedak tabur ……… ... 42

(16)

xvi

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Penimbangan Wortel ... 60

Lampiran 2. Data Kandungan Lembab ... 61

Lampiran 3. Data Stabilitas Warna ... 67

Lampiran 4. Data Uji Pengetapan ... 69

Lampiran 5. Data Ukuran Partikel…….. ………... 78

Lampiran 6 Data Uji Daya Lekat ... 82

Lampiran 7. Data Uji Iritasi Primer ... 85

Lampiran 8 Dokumentasi Pembuatan Bedak Tabur ... 86

Lampiran 9. Dokumentasi Karakteristik Ukuran Partkel Hari ke 0 Dan 30 pada tiap formula ……… 88

Lampiran 10. Dokumentasi Uji Iritasi Primer……….. 89

Lampiran 11 Dokumentasi Uji Stabilitas Warna ……… 91

Lampiran 12. Bahan dan Alat ... 94

Lampiran 13. Keterangan Determinasi ... 96

(18)

xviii

INTISARI

Tujuan dari penelitian yang bersifat eksperimental ini adalah untuk mengetahui stabilitas dan perbedaan sifat fisis bedak tabur berbahan dasar

Amylum Solani dan Amylum Manihot dengan menggunakan pewarna karotenoid dari umbi wortel. Stabilitas sifat fisis dari bedak tabur akan mempengaruhi mutu, keamanan, dan kualitas, baik selama penyimpanan ataupun pemakaian. Stabilitas sangat dipengaruhi oleh sifat fisika kimia komponen dalam bedak tabur. Sifat fisis yang diamati dalam penelitian ini adalah kandungan air, stabilitas warna, bulk density, daya lekat, ukuran partikel dan uji iritasi primer untuk melihat keamanannya.

Untuk mengevaluasi perbedaan yang signifikan pada sifat fisis bedak tabur pada tiap formula, maka digunakan analisis statistik menggunakan Oneway

ANOVA atau T test untuk data berdistribusi normal dan uji Kruskal-Wallis atau

Mann-Whitney untuk data berdistribusi tidak normal. Tingkat kepercayaan yang digunakan untuk analisis statistik adalah 95%.

Dari hasil uji didapatkan terjadi perubahan ukuran partikel, kandungan lembab, bulk density, warna yang signifikan (p<0,050) pada kedua formula selama penyimpanan. Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa terdapat perbedaan ukuran partikel, kandugan lembab, stabilitas warna, bulk density yang berbeda pada kedua formula, yang dinyatakan dengan nilai p< 0,050. Sedangkan pada uji daya lekat tidak terjadi perbedaan yang signifikan antar kedua formula (p>0,050). Pada uji iritasi primer didapatkan nilai total respon adalah nol, sehingga bedak tabur bersifat kurang merangsang iritasi

(19)

xix

ABSTRACT

The purpose of this experimental study is to determine the stability and the differences seen in physical properties of loose powder based potato starch and cassava starch by using carotenoid pigments from the carrot. The physical properties of loose powder will affect the quality, security, and good quality during storage or usage. The stability is affected by the physical properties of chemical components in the powder. The physical properties which are observed in this research are moisture content, color stability, bulk density, particle size, adhesion of loose powder and irritation test for safety.

To evaluate the significant difference in the physical properties of each loose powder formula, the writer used statistical analysis using One way ANOVA or T test for normal distribution and Kruskal-Wallis test or the Mann-Whitney for abnormal distribution. The confident interval that is used for the statistical analysis is 95%.

The results obtained from the research are the significant changing of particle size, moisture content, bulk density, colors (p < 0,050) in both formulas. During the storage, statistical test proves that there are differences in particle size, moisture content, color stability, bulk density, for each formula which is indicated by p<0,050. Meanwhile, in adhesion test there is no significant difference occurred between the two formula (p>0,050). In primary irritation test brings the total value in all formula is zero, thus the loose powder are less in stimulating irritation.

(20)

1

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Setiap wanita pasti berkeinginan untuk terlihat cantik dan menarik. Seorang wanita akan merasa lebih percaya diri apabila terlihat cantik. Kecantikan tersebut dapat diperoleh dari beberapa cara, salah satunya adalah dengan memakai

kosmetik.

Peneliti memilih bedak dengan pertimbangan bedak adalah salah satu

alat rias yang hampir dimiliki oleh semua wanita. Seorang wanita akan menggunakan bedak untuk menutupi segala kekurangan yang ada di permukaan

kulit dan memberi kesan terlihat mendekati sempurna (Fabricant, Stacey and Gould, 1993).

Akhir-akhir ini banyak kosmetik berbahaya yang beredar di pasaran.

BPOM menarik peredaran 27 merk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya, salah satunya adalah bahan pewarna berbahaya. Bedak yang mengandung bahan

pewarna yang berbahaya akan mengakibatkan iritasi dan kanker (Anonim. 2009). Pemerintah Indonesia membatasi peredaran kosmetik mengandung pewarna berbahaya melalui Peraturan Menteri Kesehatan No.

239/Menkes/Per/V/85 yang menetapkan 30 zat pewarna berbahaya, dan menyarankan untuk menggunakan pewarna alami. Pada penelitian digunakan

(21)

Carotenoid memiliki warna kuning, orange, dan merah (Mortensen, 2009). Pada juice wortel mengandung 62,5 µg mL-1 β-karoten; 27,6 µg mL-1 α -karoten; 6,0 µg mL-1 lutein; 3,4 µg mL-1 13-cis-β-karoten; 1,3 µg mL-1

13,15-di-cis-β-karoten; 1,1 µg mL-115-cis-β-karotem; 1,1 µg mL-19-cis-β-karoten; 0,6 µg mL-113-cis-lutein; 0,4 µg mL-19 cis-lutein, 0,2 µg mL-113-cis-α-karoten; 0,2 µg

mL-19-cis-β-karoten (Chen, Peng and Chen, 1995).

Bedak biasanya menggunakan bahan dasar yang disebut talkum. Kelemahan Talkum adalah mudah pudar oleh keringat, tidak melekat baik pada

kulit dan terlalu mengkilat (Board, 2000). Dari kelemahan penggunaan Talkum ini maka perlu dilakukan upaya formulasi dengan menambah variasi bahan dasar

bedak, yaitu dengan menggunakan Amylum Manihot dan Amylum Solani menjadi pengganti Talkum sebagai bahan dasar bedak.

Amilum adalah bahan alami yang tidak larut dalam air dingin, bewarna

putih, tidak berasa, dan tidak berbau. Amilum beras adalah amilum yang pernah digunakan pada bedak traditsional (bedak dingin). Karena pemakaian bedak

dingin tidak praktis dan hasilnya tidak baik maka bedak dingin ditinggalkan dan digantikan oleh bedak tabur atau bedak padat (Anonim, 2010).

Penelitian ini menggunakan bahan dasar amilum dikarenakan amilum tidak berbahaya, dapat menjaga kelembapan kulit, dan tidak mengiritasi kulit (David, 2007). Amylum Manihot memiliki ukuran granul rata-rata 15µm. Amylum

(22)

pengganti talkum karena keduanya memenuhi kriteria basis bedak yaitu ukuran partikel tidak lebih dari 74µ m tidak larut dalam air dan minyak dan dapat menyerap sekresi minyak dan air pada wajah (Wilkinson and Moore, 1997: Singh,

2010).

Dalam penelitian ini amilum yang digunakan yaitu Amylum Manihot dan

Amylum Solani yang akan mempengaruhi sifat fisis bedak yang dihasilkan, seperti kandungan lembab, kompresibilitas (bulk density), daya lekat, ukuran partikel, stabilitas warna. Bedak yang dihasilkan selanjutnya akan diuji sifat fisisnya

meliputi bulk density, perubahan ukuran partikel, kandungan lembab, daya lekat, stabilitas warna, uji iritasi. Data yang diperoleh dibandingkan dengan

menggunakan uji Oneway ANOVA untuk lebih dari dua kelompok dan memiliki distribusi normal dan Kruskall-Wallis untukdata yang tidak berdistribusi normal. Untuk dua kelompok data menggunakan Pairet T test atau independent T test

untuk data berdistribusi normal dan Mann-Whitney untuk data berdistribusi tidak normal.

1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah pada penelitian di atas adalah : apakah ada perbedaan sifat fisis (sifat alir, kompresibilitas (bulk density), kandungan lembab, mikromeritik, daya lekat, dan stabilitas warna) pada bedak

tabur berbahan dasar Amylum Manihot dan Amylum Solani dengan pewarna

(23)

2. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis, amilum telah digunakan sebagai bahan dasar sediaan bedak dingin, namun penggunaan Amylum

Manihot dan Amylum Solani sebagai bedak tabur dan pewarna carotenoid dari umbi wortel (Daucus Carota L.) belum pernah dilakukan.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat

diketahui apakah jenis amilum berbeda sebagai bahan dasar bedak mempengaruhi sifat fisis dari sediaan bedak tabur yang akan dibuat.

b. Manfaat praktis. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menambah variasi bedak tabur yang telah ada dan memeberikan kemungkinan untuk dikembangkan menjadi sebuah peluang usaha.

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui apakah penggunaan jenis amilum yang berbeda sebagai bahan dasar bedak akan memberikan sifat fisis yang berbeda, meliputi

(24)

5

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Wortel

Gambar 1. Wortel (Daucus carota L.)

(Anonim, 2010)

1. Keterangan Botani

Wortel (Daucus carota L.) tumbuh di daerah sejuk bertemperatur 20°C, dapat tumbuh baik pada ketinggian 500-1000 m, dan dapat tumbuh disepanjang

tahun (Setiawan, 2001).

Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat, protein, lemak, vitamin,

(25)

berdiameter 3.5 cm. Berat umbi dapat mencapai 300 g sedangkan yang berukuran kecil mempunyai berat 100 g (Mumun,2011).

Wortel dengan jenis Nantes merupakan jenis wortel dengan panjang

15-17cm. Ujung umbi wortel nantes tumpul. Bagian xylem hampir memiliki warna yang sama dengan bagian cortex (Masley,2010).

2. Kandungan Wortel

Wortel merupakan umbi yang telah diketahui mengandung banyak

kandungan pigmen carotenoid. Pada juice wortel mengandung 62,5 µg mL-1 β -karoten; 27,6 µg mL-1 α-karoten; 6,0 µg mL-1 lutein; 3,4 µg mL-1 13-cis-β

-karoten; 1,3 µg mL-1 13,15-di-cis-β-karoten; 1,1 µg mL-1 15-cis-β-karotem; 1,1 µg mL-1 9-cis-β-karoten; 0,6 µg mL-1 13-cis-lutein; 0,4 µg mL-1 9 cis-lutein, 0,2 µg mL-1 13-cis-α-karoten; 0,2 µg mL-1 9-cis-β-karoten (Chen, Peng, and Chen,

1995).

B. Kulit

Kulit merupakan organ terluas yang menutupi seluruh permukaan tubuh.

(26)

Gambar 2. Diagram epidermis dengan perbedaan lapisan epidermis dan komponen

penyusunnya.

(Draelos, 2010).

1. Epidermis

Merupakan lapisan kulit terluar yangyang tersusun dari stratum corneum,

stratum licudum, Rein’s barrier, stratum granulosum, stratum spinosum, dan

stratum germinativum. Stratum corneum berada pada lapisan paling luar dari

epidermis (Jellinek, 1970).

Stratum corneum merupakan lapisan sel tanpa inti sel sehingga disebut

sel mati yang terdiri dari keratin, protein tidak larut air dan mempunyai kelembapan yang rendah (sekitar 10%). Walaupun kelembapannya rendah, tapi berperan penting dalam menentukan kelembutan dan fleksibilitas kulit.

Permukaan stratum corneum tertutup oleh sebum dan keringat yang berfungsi menjaga fleksibilitas kulit dan mengatur kelembapan lapisan kulit yang berada di

(27)

2. Corium (dermis)

Terdiri dari jaringan pengikat dan serabut kolagen yang menentukan elastisitas kulit. Antara epidermis dan corium dihubungkan dengan lapisan kapiler

yang akan menjadi pipih seiring bertambahnya usia sehingga elastisitas kulit berkurang. Pembuluh darah kapiler dan ujung saraf terdapat pada vagan corium.

Tepatnya pada lapisan retikuler (Jellinek, 1970).

3. Hipodermis

Terdiri atas jaringan pengikat yang mengandung sel lemak yang berfungsi sebagai pelindung getaran mekanik dan cadangan lemak (Jellinek,

1970).

C. Bedak

Bedak wajah (face powder) merupakan kosmetik yang telah lama digunakan dengan tujuan membuat wajah lebih menarik dan cantik dengan cara

menutupi bintik hitam (liver spots), menutupi kilauan akibat adanya sekresi kelenjar sebaseus dan kelenjar keringat. Bedak wajah harus bersfat tahan lama

(28)

D. Bedak Tabur (loose powder)

Gambar 3. Bedak tabur

(Anonim, 2011). Bedak tabur adalah bedak kering yang hampir semua bahan bakunya

terbuat dari serbuk bahan bedak. Pembuatan bedak tabur cukup mudah, yaitu dengan cara mencampurkan bahan bedak dan pigmen dengan blender. Kemudian

penambahan pewangi (perfume). Pencampuran bedak harus homogen dan tahap terakhir adalah tahap pengayakan bedak untuk mencapai ukuran yang ditentukan (Matsui, 1997).

E. Komponen penyusun bedak

1. Daya penutupan bedak (Covering powder)

Bedak harus dapat menyembunyikan berbagai cacat pada wajah, misalnya belang, kerutan diwajah, pori-pori besar dan juga dapat menutupi

(29)

dalah satunya dapat diperoleh dari titanium dioksida (Wilkinson and Moore, 1997).

Titanium dioksida (titanium dioxide). Titanium dioksida merupakan

pigmen putih yang memiliki kemampuan yang baik dalam menutupi noda atau cacat oleh karena mimiliki opacity yang baik. Bersifat inert, stabil terhadap panas

dan cahaya, serta mudah diformulasikan dalam semua jenis produk kosmetik (Butler, 2000).

2.Daya serap (Absorbency)

Kemampuan bedak wajah untuk mengeliminasi kilauan pada kulit

melalui proses penyerapan sekresi minyak dan keringat merupakan hal penting. Sehingga pada formulasi bedak wajah diperlukan bahan-bahan yang memiliki kapasitas serapan tinggi. Biasanya bahan yang digunakan adalah amilum (starch)

(Butler, 2000).

Amilum (starch). Amilum merupakan serbuk putih tidak berbau,

memiliki kelarutan yang rendah dalam air (Depkes RI., 1995). Selain itu memiliki daya serap sekresi minyak dan keringat yang baik sehingga akan menutupi

kekurangan seperti kilauan pada wajah. Ukuran partikel amilum yang kecil (µ m) akan memberikan kelembutan ketika diaplikasikan pada kulit (Wilkinson and Moore,1997). Amilum tersusun dari amilosa dan amilopektin. Tiap-tiap tanaman

(30)

rata-rata sebesar 27 µ m dan mengandung 20-23% amilosa. Pada Amylum Manihot mengandung amilosa sebesar 17-20%, dengan diameter granul sekitar 4-35 µm, diameter rata-rata sebesar 15 µm (BeMiller and Whistler, 2009).

Gambar 4. Struktur amilopektin pada amilum

Gambar 5. Struktur amilosa pada amilum

(Bowen, 2006).

3. Daya lekat (Adhesion)

Daya lekat menggambarkan seberapa baik bedak melekat pada wajah. Daya lekat ini diperoleh dari penggunaan magnesium stearat.

Magnesium stearat. Magnesium Stearat sering disebut dengan garam magnesium yang mengandung dua stearat (anion dari asam stearat) dan satu

kation (Mg 2+), dengan rumus [CH3(CH2)16COO]2Mg.. Sifat dari magnesium stearat adalah tidak larut dalam air , etanol (95%), eter dan meleleh pada sekitar

(31)

Gambar 6. Struktur magnesium stearat

( Anonim, 2011). 4. Pewarna

Pewarna merupakan bahan tambahan dalam sebuah produk kosmetik

dekoratif, seperti bedak. Fungsi utama pewarna adalah menyamarkan bintik atau noda serta menghasilkan warna yang indah untuk menciptakan daya tarik. Pewarna diklasifikasikan menjadi pewarna bahan organik sintetik, pigmen

inorganik dan pewarna alami (Matsui, 1997).

a. Organik Sintetik. Dyes dan lakes merupakan contoh dari jenis pewarna

organik sintetik. Dyes merupakan pewarna yang larut pada air, minyak, alcohol. Dyes sering digunakan pada lipstick, tetapi tidak cocok digunakan pada bedak

karena akan meninggalkan noda pada kulit. Lakes merupakan pewarna tidak larut pada air dan biasa digunakan pada cat kuku (Butler, 2000).

b. Pigmen inorganik. Pigmen innorganik lebih stabil pada panas dan

cahaya dari pada pigmen organik. Pigmen ini sangat sering digunakan dalam produk kosmetik seperti bedak dan rias mata. Contoh dari pigmen innorganik

adalah titanium dioxide, zinc oxide, alumina, dan sebagainya (Butler, 2000). c. Pewarna alami. Pewarna alami berasal dari tumbuhan dan hewan, serta dari mikroorganisme. Dibandingkan dengan warna sintetis, mereka memiliki

(32)

digunakan. Tetapi karena dasar keamanan, akhir-akhir ini dipertimbangkan untuk memakai pewarna alami. Contoh pewarna alami adalah senyawa carotenoid

(Matsui, 1997).

d. Carotenoid. Carotenoid merupakan pigmen yang disintesis oleh tanaman, alga, bakteri fotosintetik, yang berwarna kuning, orange, dan merah dan

larut dalam minyak (Asgar and Musaddad, 2006). Karoten dapat terdegradasi cepat mulai pada suhu 60oC, cahaya, dan oksigen. Contoh karoten adalah α -carotene, β-carotene, β-cryptoxanthin, lutein, lycopene, zeaxanthin (Mortensen,

2009).

5. Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan yang digunakan untuk mencegah kerusakan kosmetik yang disebabkan oleh mikroorganisme. Mikroorganisme

dapat mengkontaminasi kosmetik dan menyebabkan timbulnya bau yang tak sedap, perubahan warna dan gangguan kesehatan pada konsumen (Tranggono,

Iswari and Latifah, 2007)

Metil paraben. Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dalam

kosmetik, produk makanan dan formulasi farmasi. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet yang paling sering digunakan. Paraben paling efektif terhadap ragi dan kapang. Aktifitas antimikrobia paraben meningkat seiring dengan rantai

(33)

Gambar 7. Struktur Metil Paraben

F. Uji sifat fisis

1. Pengujian Mikromeritik

Sifat fisik suatu sediaan dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah ukuran partikel. Mikromeritik merupakan cara yang digunakan untuk mengetahui

ukuran partikel. Pada umumnya dalam suatu kumpulan partikel terdapat lebih dari satu ukuran. Satuan ukuran partikel yang sering digunakan adalah micrometer

(µm) (Yoshita, 1993).

2. Pengujian Pengetapan

Selain untuk mengetahui sifat alir suatu serbuk, metode pengetapan juga dapat mengukur bobot bulk density serbuk. Bulk density merupakan perbandingan

antara berat massa dan volume massa. Bulk density tergantung pada bentuk dan ukuran partikel penyusun bedak. Partikel berbentuk bulat maka bobot jenisnya meningkat. Bila ukuran granul besar bobot jenisnya menurun. Pengujian

(34)

Pengetapan dilakukan hingga mencapai volume akhir yang kosntan. Pengujian ini menggunakan tabung silinder yang dinamai volumeter (Board, 2000).

3. Pengujian Kandungan Lembab

Tujuan uji ini untuk mengetahui kandungan lembab bedak seiring dengan

bertambahnya waktu penyimpanan. (Tranggono, Iswari and Latifah , 2007). Uji tersebut menggunakan metode gravimetri yaitu salah satu metode analisis kandungan air dalam serbuk (Basser, Denney, Jeffery and Mendham, 1994).

Amilum memiliki sifat higroskopis yang mengabsorbsi air 10-17 % pada kondisi temperature ruangan (Akade, 1988).

4. Pengujian Stabilitas Warna

Uji Stabilitas warna bertujuan untuk mengetahui kesetabilan warna jika

ditempatkan pada kondisi lingkungan yang berbeda (tingkat cahaya,suhu, dan sebagainya) untuk jangka waktu tertentu. Warna tersebut dapat dikatakan stabil

apabila perubahan tersebut tidak jauh dari warna semula (Perry, 2009). Pengukuran intensitas dan stabilitas warna menggunakan Munsell Color Charts.

5. Pengujian Iritasi primer

Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia misalnya alkali

(35)

pemborokan. Iritasi primer terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan pertama (Lu, 1995).

Suatu rangsanagan kimia langsung pada jaringan disebabkan oleh zat

yang mudah bereaksi dengan berbagai bagian jaringan. Biasanya zat ini tidak mencapai peredaran darah, karena langsung bereaksi dengan tempat jaringan yang

pertama berhubungan. Organ tubuh yang terlibat terutama mata, hidung, tenggorokan, trakea, epitel, alveolus, esophagus dan kulit (Ariens, Simons dan Mutschler, 1985). Bila zat ujinya berupa zat padat, maka zat itu dilarutkan dalam

suatu pelarut misalnya minyak nabati atau aquadest (Loomis, 1978).

6. Pengujian Daya Lekat

Daya lekat merupakan gambaran penting dari komponen bedak tabur yang menggambarkan kemampuan bedak tabur melekat pada wajah. Daya lekat

dapat ditimbulkan oleh zinc stearat atau magnesium stearat dengan penggunaan berkisar 3-10% (Wilkinson and Moore, 1997).

G. Analisis hasil

Analisis ragam atau analysis of variance (ANOVA) adalah suatu metode untuk menguraikan keragaman total data menjadi komponen komponen yang mengukur berbagai sumber keragaman. Secara aplikatif, ANOVA digunakan

(36)

distribusi normal dan varians data yang sama. Jika tidak memenuhi syarat, maka dilakukan transformasi data supaya distribusi menjadi normal dan varians menjadi sama. Apabila variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal atau varians

tetap tidak sama, maka dipilih alternatifnya dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis. Jika pada uji ANOVA atau Kruskal-wallis menghasilkan nilai p< 0,05

maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post hoc (Dahlan, 2011).

Uji-t merupakan uji untuk menilai signifikansi dua sampel. jika dihubungkan dengan kebebasan (independency) sampel yang digunakan, maka

uji-t dibagi lagi menjadi 2, yaitu uji-t untuk sampel bebas (independent) dan uji-t untuk sampel berpasangan (paired). Untuk menilai signifikansi dua sempel tidak

berpasangan dan berdata normal digunakan unpaired T test (untuk data normal) dan Mann-Whitney (untuk data yang tidak normal). Untuk data berpasangan dan bedistribusi normal digunakan paired T test, dan untuk data berdistribusi tidak

normal digunakan Mann Whitney (Dahlan, 2011).

H. Landasan Teori

Amilum secara luas telah digunakan pada industri kosmetik, sedangkan

pewarna carotenoid belum dikembangkan pada industri kosmetik seperti bedak tabur. Bedak tabur merupakan salah satu kosmetik yang banyak digunakan. Untuk membuat suatu bedak tabur harus mempertimbangkan aspek formulasi dan

(37)

Amilum bersifat higroskopis, tidak larut dalam minyak dan air dingin. Pada Amylum Solani diameter granul sekitar 5-100 µ m dengan diameter rata-rata sebesar 27 µ m sedangkan pada Amylum Manihot memiliki ukuran partikel 4-35

µ m dengan ukuran partikel rata-rata 15 µm. Dilihat dari sifat tersebut, maka amilum cocok untuk menjadi suatu bahan dasar bedak wajah. Dilihat dari

komposisinya, amilum merupakan suatu kompleks karbohidrat yang tersusun dari 2 komponen, yaitu amilosa dan amilopektin. Pada Amylum Manihot terdapat 17-20% amilosa dan pada Amylum Solani terdapat sekitar 21% amilosa. Perbedaan

kedua amilum tersebut akan memberikan kestabilan fisis (kandungan lembab pada bedak, bulk density, ukuran partikel) yang berbeda antar kedua bahan dasar bedak.

Pewarna merupakan salah satu bahan tambahan yang digunakan pada sediaan bedak tabur. Untuk memilih jenis pewarna, perlu dipertimbangkan dari segi keamanan dan dan sifat kimia dari pewarna yang digunakan. Carotenoid

merupakan jenis pewarna alami yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration dalam hal keamananya. Carotenoid dapat terdegradasi oleh

adanya oksigen, cahaya dan panas diatas 60oC. Dilihat dari kepolarannya,

carotenoid cenderung memiliki sifat non polar.

Dari sifat fisika dan kimia yang dimiliki amilum dan carotenoid maka dilakukan formulasi dan uji kesetabilan sifat fisis. Dari penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan sifat fisis bedak dengan bahan dasar

(38)

pada tiap formula, maka digunakan analisis statistik menggunakan One Way Anova dan uji paired T untuk data berdistribusi normal dan uji Kruskal Wallis dan uji Mann-Whitney untuk data berdistribusi tidak normal.

Sifat fisis bedak tabur ini juga akan dibandingkan dengan sifat fisis bedak tabur yang telah beredar dipasaran. Apabila sifat fisis bedak tabur secara

statistik tidak berbeda dengan sifat fisis bedak tabur yang ada dipasaran, maka dapat diasumsikan bedak tabur yang telah dibuat dapat diterima oleh masyarakat luas. Pembandingan dengan bedak tabur yang telah beredar dipasaran ini

dilakukan guna mengetahui apakah bedak tabur yang diformulasikan ini memiliki potensi untuk diterima oleh konsumen jika produk ini dipasarkan.

I. Hipotesis

Bedak tabur berbahan dasar Amylum Solani memiliki sifat fisis yang

(39)

20

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian dengan judul Formulasi dan Perbandingan Sifat Fisis Bedak

Tabur Berbahan Dasar Amylum Solani (Solanum tuberosum L.) dan Amylum Manihot (Manihot utilissima L.) dengan Pigmen Carotenoid dari Umbi Wortel (Daucus carota L.) sebagai pigmen alami ini merupakan jenis penelitian

eksperimental.

B. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah jenis amilum yaitu Amylum

Manihot , Amylum Solani serta intensitas cahaya (terang dan gelap pada uji stabilitas warna)

2. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis bedak tabur yang

meliputi kandungan air, stabilitas warna, bulk density, daya lekat, ukuran partikel dan iritasi.

3. Variabel pengacau terkendali yaitu suhu oven dan suhu lemari pendingin 4. Variabel pengacau tak terkendali adalah panas akibat putaran blender,

(40)

C. Definisi Operasional

1. Bedak Wajah (face powder) merupakan kosmetik dekoratif yang digunakan untuk pemakaian pada wajah

2. Bedak Tabur (loose powder) merupakan bedak berbentuk serbuk yang digunakan untuk pemakaian pada wajah.

3. Umbi wortel yang digunakan merupakan jenis wortel nantes.

4. Sari wortel (juice wortel) diperoleh dari wortel dengan menggunakan juice extractor tanpa ada pengenceran.

5. Cake bedak adalah bentuk padatan bedak yang diperoleh setelah pengeringan komponen bedak dengan oven.

6. Mikromeritik merupakan metode yang digunakan untuk mengukur ukuran partikel bedak dengan mikroskop Motic B3 Proffesional Series.

7. Pengetapan (bulk density test) merupakan metode pengukuran yang digunakan

untuk mengetahui sifat alir bedak tabur.

8. Pengujian kandungan lembab adalah menyatakan jumlah lembab (air) yang

terabsorbsi pada komponen bedak dengan menggunakan alat Moisture Balance.

9. Absorbency adalah kemampuan bahan bedak dalam menyerap kandungan lembab atau sekresi keringat dan minyak

10.Uji stabilitas warna digunakan untuk mengetahui kesetabilan warna yang

(41)

11.Iritasi primer adalah suatu reaksi kulit terhadap zat kimia yang terjadi di tempat kontak dan umumnya pada sentuhan pertama

12.Respon adalah besaran yang diamati, dalam penelitian ini adalah sifat fisis

bedak yang meliputi kandungan air, stabilitas warna, bulk density, daya lekat, ukuran partikel dan respon iritasi primer

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Amylum

Manihot (Manihot utilissima L.), titanium dioksida, metil paraben, Mg stearat (Bratachem®), Amylum Solani (Solanum tuberosum L.) dan sari umbi wortel

nantes (panjang umbi 15-17cm, diameter umbi 2,5-3,5cm dan diameter xylem

±1cm cortex dan xylem berwarna orange).

E. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Juicer (Miyako),

blender (Sanyo), mikroskop (Motic, B3 Proffesional Series), Munsell Color System Chart, alat-alat gelas pada umumnya, sofware Motic Image Plus 2.0.,

(42)

F. Tata Cara Penelitan 1. Formulasi Bedak Tabur

Tabel I. Formula Acuan (Butler, H., 2000)

Formula Jumlah yang digunakan (g)

Talk 74.80

Zink stearat 7.50

Magnesium carbonat 1

Black Iron Oxide 0.30

Red Iron Oxide 3.00

Yellow Iron Oxide 3.00

Mika, barium sulfat, titanium dioxide 10

Fragrance 0.15

Preservative q.s.

Tabel II. Formula Modifikasi

Formula I Formula II Jumlah yang digunakan (g)

Titanium Dioxide Titanium Dioxide 6 Metil paraben Metil paraben 0.3

Magnesium Stearate Magnesium Stearate 3 Sari Wortel Sari Wortel 150

Amylum Manihot Amylum Solani 92.7

2. Pengumpulan dan penyiapan sari Umbi wortel (Daucus carota L.)

Umbi wortel diperoleh dari Lotte supermarket Yogyakarta. Umbi dicuci dengan air mengalir kemudian dilakukan sortasi basah. Umbi dikupas kulitnya tipis-tipis. Umbi ditimbang bobotnya lalu dilakukan pengambilan sari dengan alat

juicerExctractor Miyako, sehingga didapat sari wortel murni. Sari wortel disaring untuk menghilangkan ampas yang masih ada.

3. Penghomogenan dan Pewarnaan bedak tabur

(43)

dikeringkan dengan oven pada suhu 40-45OC. Dilakukan pengecilan ukuran serbuk bedak dengan menggunakan blender kering (Sanyo) dan serbuk bedak diayak dengan ayakan dengan nomer Mesh 400.

4. Pengambilan sampel

Dalam penelitian ini dibuat 3 kali replikasi pada tiap setiap formula percobaan yaitu formula I dan II. Masing-masing replikasi tersebut kemudian diuji dan diamati stabilitas fisiknya melalui uji bulk density, kandungan air,

stabilitas warna, ukuran partikel serta uji tabahan yaitu uji iritasi dan daya lekat.

5. Pengujian mikromeritik

Microscope disiapkan dan dikalibrasi. Bedak disiapkan dalam bentuk suspensi cair, dipreparasi pada gelas objek, lalu dilihat dibawah mikroskop.

Digunakan pengambilan gambar partikel bedak tabur sebanyak 300 partikel. Pengujian dilakukan pada bedak pada hari ke 0 dan ke 30. Pengukuran ukuran

partikel menggunakan sofware Motic Image Plus 2.0.

6. Pengujian Pengetapan

Kerapatan nyata. 110 g bedak tabur ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung volumenometer dan volume dicatat sebagai vo. Kerapatan nyata

adalah bobot bedak tabur dibagi dengan volume awal bedak tabur.

(44)

Kerapatan mampat. 110 g bedak tabur ditimbang, kemudian dimasukkan ke dalam tabung volumenometer dan volume dicatat sebagai vo. Tabung dihentakkan hingga volume bedak tabur konstan (vt). Kerapatan mampat adalah

bobot bedak tabur dibagi dengan volume bedak tabur konstan.

Kerapatan mampat= (g/mL)

Kompresibilitas. Pengujian kompresibilitas digunakan untuk mengetahui sifat alir bedak tabur yang dibuat. Kompresibilitas dilihat dari indeks Carr yang

sangat bergantung pada kerapatan nyata maupun kerapatan mampat. Kompresibilitas dinyatakan dalam persen. Semakin besar harga indeks Carr (C%) maka sifat alir bedak tabur semakin buruk.

Indeks Carr= x 100%

Hubungan antara indeks Carr dengan sifat alir granul dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Hubungan sifat alir dan kompresibilitas berdasarkan indeks Carr

Kompresibilitas (%) Sifat Alir

5-15 Excellent (free flowing granules)

12-16 Good (free flowing powdered granules)

18-21 Fair (powdered granules)

23-28 Poor (very fluid powder)

28-35 Poor (fluid cohesive powder)

35-38 Very poor

>40 Extremely poor

(Aulton, 2002). 7. Pengujian kandungan lembab

Bedak dengan berat sekitar 5 gram ditempatkan secara merata pada krus,

(45)

(Zhang, Law and Chakrabarti, 2003). Uji dilakukan pada hari ke 0, 2, 10, 20 dan 30 dengan replikasi 3 kali tiap formula

8. Pengujian Stabilitas Warna

Pada uji stabilitas warna, tiap replikasi formula dikondisikan dengan

terpapar cahaya (tidak terbungkus aluminium foil) dan tidak terpapar cahaya (dibungkus aluminium foil). Penilaian stabilitas warna dilakukan observasi secara visual, yang dideterminasi dengan menggunakan Munsell colour charts.

Pengujian ini dilakukan pada hari ke 0,2,10,20,30.

9. Pengujian iritasi

Ditaburkan 0.5 gram bedak pada kulit punggung kelinci yang telah dicukur bulunya. Kasa diikatkan dengan cermat pada bagian yang ditaburi bedak

selama 48 jam. Reaksi kulit yang terlihat diamati dan diberi angka sesuai dengan tingkat (1) eritema dan pembentukan kerak (eschar) dan (2) pembentukan edema.

Pembacaan reaksi kulit juga dilakukan pada jam ke 48 (Lu, 1995).

Tabel IV. Evaluasi Reaksi Iritasi Kulit (Lu, 1995)

Jenis Iritasi Skor

Eritema

Tanpa eritema 0

Eritema hampir tidak tampak 1

Eritema berbatas jelas 2

Eritema moderat sampai berat 3 Eritema berat (merah bit) sampai sedikit membentuk kerak 4

Edema

Tanpa edema 0

Edema hampir tidak tampak 1

Edema tepi berbatas jelas 2

(46)

Rata-rata skor eritrema dan edema keseluruhan dicari selama 48 jam. Akan didapatkan indeks iritasi primer.

Tabel V. Kriteria Iritasi (Lu, 1995)

Indeks Iritasi Kriteri Iritasi senyawa Kimia < 2 Kurang merangsang

2-5 Iritan Moderat >6 Iritan Berat

10. Pengujian daya lekat

Ditaburkan 0,1 g bedak pada kulit seluas 5cm2. Gelas objek ditimbang

sehingga memperoleh bobot mula. Gelas objek seluas 5 cm2 ditempel pada daerah yang telah ditaburi bedak dan diberi beban pada atasnya seberat 5 g (3 menit).

Gelas objek yang telah ditempeli bedak ditimbang sebagai bobot akhir.

G. Analisis Hasil

Data yang dihasilkan adalah berupa data hasil pengamatan uji stabilitas dan uji keamanan kedua formula bedak wajah yang meliputi kandungan air,

stabilitas warna, bulk density, daya lekat, ukuran partikel. Hasil tiap uji stabilitas sifat fisis kedua formula serta bedak yang telah beredar dipasaran dibandingkan. Hasil yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan Oneway

ANOVA (lebih dari dua kelompok) dan Ttest (dua kelompok) untuk data berdistribusi normal. Untuk data yang berdistribusi tidak normal digunakan

metode Kruskal-Walis (lebih dari dua kelompok) atau Mann-Whitney (dua kelompok). Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan taraf

(47)

28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Formulasi

Formula yang digunakan pada penelitian ini adalah modifikasi formula

bedak tabur yang diperoleh pada acuan Butler (2000). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bedak tabur ini antara lain Titanium dioksida, metil paraben, magnesium stearat, sari wortel, dan amilum. Pada penelitian ini, peneliti

membuat dua formula, dimana antara formula I dengan formula II terdapat perbedaan pada bahan dasar bedak tabur yang digunakan. Pada formula I

menggunakan bahan dasar Amylum Manihot dari umbi singkong, dan pada formula II menggunakan bahan dasar Amylum Solani dari umbi kentang.

Bahan pewarna merupakan bahan yang penting bagi suatu sediaan

kosmetik. Selain dapat menambah nilai keindahan pada bentuk sediaan, pewarna juga dapat digunakan untuk menambah kesan warna natural dan menutupi cacat

seperti pori-pori besar dan luka pada wajah atau noda pada wajah (daya covering) (Wilkinson and Moore, 1997). Pada kosmetik digunakan pewarna yang

menyerupai warna kulit untuk menambah kesan warna natural pada wajah. Pada penelitian ini digunakan pewarna alami yang didapat dari sari wortel dan daya penutupan (covering) didapatkan dari titanium dioksida.

(48)

adalah bedak wajah (Butler, 2000). Sifat opac pada titanium dioksida ini membantu dalam hal penutupan noda dan cacat (daya covering) yang baik pada kulit wajah. Selain itu, titanium dioksida juga bersifat inert, stabil terhadap cahaya

dan panas sehingga tahan terhadap proses pembuatan kosmetik yang terkadang membutuhkan panas (Butler, 2000). Titanium dioksida bukanlah suatu astringent,

sehingga kerap kali digunakan untuk bedak wajah yang digunakan untuk kulit normal tanpa sekresi minyak yang berlebihan. Untuk membantu penyerapan keringat dan minyak pada wajah biasanya ditambahkan bahan absorbency, yang

salah satunya adalah amilum (starch).

Salah satu fungsi penting dari bedak wajah adalah dapat mengeliminasi

kilauan pada kulit akibat adanya sekresi keringat dan minyak. Sehingga pada formulasi bedak wajah perlu ditambahkan bahan absorben yang dapat menyerap keberadaan minyak dan keringat pada wajah. Amilum (starch) telah diketahui

memiliki daya serap minyak dan keringat yang baik.

Pada penelitian ini digunakan Amylum Solani dan Amylum Manihot.

Amylum Solani memiliki bentuk partikel yang oval dan sferis sedangkan Amylum Manihot memiliki bentuk partikel bulat sehingga jika digunakan pada formulasi

bedak tabur tidak akan melukai dan mengiritasi kulit wajah. Amylum Solani

diameter ± 5-100µ m dengan diameter rata-rata sebesar 27µ m, sedangkan Amylum Manihot memiliki diameter partikel 4-35µ m dan rata-rata diameter 15µ m dilihat

(49)

Amilum memiliki daya absorbency yang baik, sehingga dapat menyerap sekresi keringat dan minyak pada wajah. Daya absorbency ini berperan dalam mengurangi kilauan pada wajah sehingga akan diperoleh wajah yang fresh.

Interaksi hidrogen antara amilum dan kandungan air pada keringat, serta interaksi antara amilum dan komponen minyak (fatty acid, triglyseride, wax esters) pada

wajah berperan dalam mekanisme penyerapan sekresi keringat dan minyak.

O

Gambar 8. Interaksi hidrogen antara amilum dan kandungan air pada keringat

Amilum memiliki sifat yang higroskopis sehingga dapat menyerap

kandungan air (pada ruangan dan keringat) (daya absorbency). Sifat higroskopis tersebut dikarenakan oleh gugus hidroksi (-OH) pada amilum yang dapat

(50)

O H

(51)

Sekresi minyak (sebum) merupakan salah satu penyebab kilauan pada wajah sehingga akan mengurangi penampilan. Komposisi sebum adalah

triglycerides, fatty acids, diglycerides sebanyak 57%, wax esters sebanyak 25%,

squalene sebanyak 13% dan 2 % cholesterol (Huang, Lin and Fang, 2009). Adanya interaksi hidrogen antara gugus hidroksil (-OH) pada amilum dan

komponen penyusun sebum akan membuat sebum terserap pada amilum.

Dalam formulasi suatu bedak, juga digunakan bahan adhesif. Bahan adhesif ini sangat penting untuk menjamin bedak akan dapat menempel dengan

baik pada kulit wajah. Daya adhesif ini dapat didapatkan dengan menambahkan

magnesium stearate sebanyak 3-10% (Rowe, Sheskey, and Quinn, 2009). Rantai

panjang hidrofobik pada Mg stearate akan berinteraksi dengan membran kulit yang juga memiliki sifat nonpolar, sedangkan bagian polar akan berinteraksi dengan gugus polar komponen bedak sehingga dapat membantu pelekatan antara

komponen bedak dengan kulit wajah. Mg stearate juga dapat digunakan sebagai

lubricant atau bahan pelicin yang dapat memperbaiki sifat alir sehingga

memberikan kemudahan untuk bedak tabur mengalir pada saat proses filling. Untuk mengurangi atau mencegah terjadinya kontaminasi mikrobia,

maka dalam suatu formulasi sediaan kosmetik perlu ditambahkan bahan pengawet. Batasan bahan pengawet adalah ≤ 3%. Bahan pengawet yang

(52)

B. Pembuatan Bedak Wajah (Loose Powder)

Sediaan yang dibuat dalam penelitian ini adalah bedak tabur dekoratif yang diaplikasikan pada wajah. Pada bedak wajah yang dibuat digunakan pewarna

alami yang diperoleh dari sari umbi wortel. Pewarna alami digunakan karena lebih aman dari pada pigmen sintetis.

Wortel merupakan umbi yang telah diketahui mengandung banyak kandungan carotenoid. Pada juice wortel mengandung 62,5 µg mL-1 β-karoten; 27,6 µg mL-1α-karotene; 6,0 µg mL-1 lutein; 3,4 µg mL-113-cis-β-karoten; 1,3 µg

mL-1 13,15-di-cis-β-karoten; 1,1 µg mL-1 15-cis-β-karoten; 1,1 µg mL-1 9-cis-β -karoten; 0,6 µg mL-113-cis-lutein; 0,4 µg mL-19 cis-lutein, 0,2 µg mL-113-cis-α

-karoten; 0,2 µg mL-19-cis-β-karoten (Chen, Peng and Chen, 1995).

Semakin tua intensitas warna wortel (jingga-merah) maka semakin banyak proporsi β-karotennya. Intensitas warna ini meningkat seiring dengan

pertambahan usia umbi wortel. Konsentrasi carotenoid pada jaringan luar (cortex) lebih besar dari pada bagian core (xylem) (Britton, Jensen and Pfander, 2009).

Pada penelitian ini digunakan wortel nantes berdiameter 2,5-3,5cm dengan panjang 15-17cm dan diameter xylem ±1cm untuk mendapatkan kandungan

carotenoid yang hampir sama pada tiap buah.

Apabila pigmen carotenoid ini diaplikasikan pada formula bedak akan menghasilkan warna orange muda (peach) yang akan membuat kesan pewarnaan

(53)

carotenoid tidak dapat masuk stratum corneum dan tidak dapat memberikan efek antioksidan. Suatu zat akan dapat terpenetrasi pada lapisan stratum corneum apabila memiliki bobot molekul kecil yaitu <500 dalton, memiliki sifat lipofilik

dan memiliki koefisien partisi antara 10-1000. Untuk membantu penetrasi kedalam kulit dapat dilakukan menambahkan enhancer pada formula

(Daniels,2004). Pada penelitian ini efek daya antioksidan tidak diteliti lebih lanjut dan carotenoid yang digunakan hanya sebagai pewarna dalam formulasi bedak.

Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan sari wortel. Sari wortel

didapatkan dengan alat juice extractor yang akan memeras umbi wortel. Digunakan alat juice extractor karena dengan alat ini tidak dibutuhkan

penambahan air (pengenceran) untuk mengambil sari wortel. Sari wortel dihomogenkan dengan cara diaduk.

Sari wortel ini dicampurkan pada bahan bedak lainnya (kecuali Mg

stearat) yang sebelumnya telah dihomogenkan. Sari wortel yang digunakan untuk 100 g bedak tabur adalah 150 g. Penghomogenan serbuk dilakukan dengan

bantuan blender selama 1 menit (waktu penghomogenan optimal serbuk). Penghomogenan serbuk bedak ini berguna untuk memperkecil ukuran partikel

serta menghomogenkan semua komponen serbuk bedak.

Setelah sari wortel ditambahkan dilakukan juga penghomogenan warna. Penghomogenan warna dilakukan untuk membasahi semua serbuk bedak oleh

(54)

orentasi,) dimana pada waktu 6 hari itu didapat pewarnaan bedak yang paling baik. Waktu 6 hari ini menggambarkan bahwa kandungan carotenoid telah terserap sempurna pada komponen serbuk bedak.

Untuk menghasilkan bedak yang kering, maka dilakukan pengeringan bedak dengan oven pada temperature 40-45oC. Temperatur ini dipilih karena

carotenoid dapat terdegradasi dengan cepat pada suhu 60oC (Mortensen, 2009). Selain itu bila digunakan suhu terlalu tinggi, maka akan menyebabkan amilum tergelatinisasi. Pada Amylum Manihot memiliki suhu gelatinisasi 65-70oC dan

pada Amylum Solani 60-65oC (BeMiller and Whistler, 2009) sehingga dipilih temperature 40-45oC untuk mencegah terdegradasinya carotenoid dan mencegah

gelatinisasi amilum. Pengeringan selesai pada waktu 3 hari.

Carotenoid merupakan pigmen yang tidak larut dalam air, sehingga kemungkinannya kecil untuk menimbulkan suatu migrasi warna yang membuat

pewarnaan tidak merata tetapi dalam aplikasinya tetap terdapat pewarnaan yang tidak merata pada permukaan cake bedak. Pewarnaan yang tidak merata pada

permukaan cake bedak juga dapat disebabkan oleh degradasi pigmen carotenoid

saat proses pengeringan, yang mengakibatkan hilangnya warna pada bagian

permukaan cake bedak.

Untuk menjadikan sebuah bedak tabur, maka cake bedak dihaluskan (milling) dengan menggunakan mortir dan stamper. Digunakan penghalusan

(55)

intensitas warna komponen bedak oleh karena panas yang dihasilkan oleh putaran

blender yang akan mendegradasi carotenoid.

Pada tahap milling, memungkinkan terjadinya kerusakan mekanis

komponen bedak, yaitu amilum. Amilum yang berukuran lebih besar akan memiliki peluang yang besar untuk rusak (Dubat, 2004). Kerusakan komponen

bedak dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 10. Tipe Kerusakan pada amilum ( Dubois, 1949).

Kerusakan amilum dapat berupa break atau crack. Break merupakan

hilangnya sedikit bagian amilum, jika proses milling tidak dihentikan maka akan terjadi Crack. Crack merupakan kerusakan amilum yang parah yang disebabkan

oleh proses milling yang terlalu kuat dan lama, sehingga antar partikel amilum atau partikel amilum dengan alat akan saling berbenturan hingga patah (Dubat,

2004).

Gambar 11. Kerusakan pada Amylum Manihot (kiri) dan Amylum Solani (kanan) Break

(56)

Terlihat terdapat kerusakan amilum pada kedua formula. Kerusakan komponen bedak ini dikarenakan benturan saat penghalusan cake bedak. Pecahan ini dapat mengiritasi kulit bila pecahan yang dihasilkan bersifat tajam sehingga

perlu dilakukan proses milling yang tidak terlalu kuat dan tidak terlalu lama untuk menghindari kerusakan komponen bedak.

Mg stearat dicampurkan setelah dilakukan penghalusan komponen bedak, karena bila magnesium stearat dicampurkan bersama-sama dengan sari wortel akan mempersulit pencampuran dan tercapainya homogenitas komponen

bedak dengan sari wortel. Magnesium stearat merupakan komponen yang tidak larut air sehingga sulit untuk terbasahi oleh sari wortel. Pencampuran dilakukan

dengan menggunakan blender selama 1 menit agar panas blender tidak mendegradasi pigmen carotenoid.

Umumnya, sebuah bedak tabur dapat diterima apabila dapat lolos pada

pengayak dengan ukuran 200 mesh (Singh, 2010), tetapi dalam penelitian ini dilakukan pengayakan dengan pengayak ukuran 400 mesh, sehingga didapatkan

tekstur bedak yang halus. Tekstur bedak yang halus ini akan memberikan kesan yang lebih natural pada kulit. Tetapi apabila ukuran partikel bedak tabur terlalu

kecil (sekala nanometer), akan membuat penyumbatan pada pori-pori kulit wajah sehingga menimbulkan komedo. Dari sediaan bedak yang didapat akan diuji sifat fisisnya meliputi kandungan lembab, bulk density, stabilitas warna, daya lekat,

(57)

C. Uji Sifat Fisis Bedak Tabur

Bedak tabur yang telah dibuat juga dilakukan uji sifat fisis dan stabilitasnya. Uji sifat fisis dan stabilitas ini cukup penting karena akan

mempengaruhi mutu dan penerimaan konsumen terhadap suatu sediaan. Karena dalam beberapa uji dalam penelitian ini tidak ada persyaratan baku, maka dalam

penelitian ini, bedak tabur yang telah dibuat akan dibandingkan dengan salah satu merek bedak yang telah beredar di pasaran. Bedak yang telah beredar di pasaran diasumsikan memiliki sifat fisis yang baik sehingga dapat diterima oleh

masyarakat. Apabila nantinya bedak tabur yang dibuat oleh peneliti ini tidak berbeda signifikan dengan bedak tabur pasaran maka dapat disimpulkan bedak

cukup stabil dan dapat diterima oleh masyarakat bila produk bedak dipasarkan. Komposisi bedak tabur pasaran yang digunakan adalah Talcum, Amylum Maydis,

zinci oxydum, zinci stearas, acidium salicylicum 0,08 g, pigment yellow iron oxide, pigment yellow FCF (37-39%) dan parfume Marks bedak.

1. Karakteristik Ukuran Partikel

Pengujian ukuran partikel dilakukan pada hari ke 0 dan ke 30, hal ini

dilakukan untuk melihat adanya suatu perubahan ukuran partikel pada saat penyimpanan. Untuk melihat karakteristik ukuran partikel serbuk bedak digunakan software Motic Image plus 2.0 (perbesaran 4x10 kali). Jumlah partikel

(58)

distribusi yang baik pada suatu populasi (Martin, 1990). Sebelum pengukuran dilakukan kalibrasi dengan menggunakan skala objektif micrometer 0.01 mm.

Dari 300 partikel tiap replikasi tersebut dicari nilai percentile 90 dengan

menggunakan Microsoft Excel. Nilai Percentile 90 ini mewakili distribusi ukuran partikel pada sediaan bedak tabur. Percentile 90 merupakan suatu parameter nilai

yang menunjukkan sejumlah 90% populasi dari partikel yang diamati memiliki ukuran kurang dari nilai yang tertera. Hasil pengukuran nilai rata-rata percentile

90 pada tiap formula dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel VI. Rata-Rata Percentile 90

Formula Rata-rata percentile 90

Hari 0 Hari 30

I (manihot) 19,313 20,164

II (solani) 64,261 70,121

Apabila rata-rata percentile 90 dalam sebuah formula semakin kecil, maka ukuran partikel dalam formula tersebut juga cenderung lebih kecil

dibandingkan dengan formula yang memiliki nilai percentile 90 yang lebih besar. Dilihat dari nilai percentile 90, formula satu memiliki nilai percentile 90 yang lebih kecil dari pada formula dua, hal ini menandakan ukuran partikel pada

formula satu lebih kecil dibandingkan formula dua. Pada kedua formula terjadi kenaikan nilai percentile 90 selama penyimpanan (hari ke 30), dari sini didapat

kesimpulan terjadi penambahan ukuran partikel selama waktu penyimpanan. Nilai percentile 90 tiap formula diuji dengan Paired T Test (karena kedua formula berdistribusi normal) untuk menilai signifikansi perbedaan ukuran pada

saat penyimpanan. Uji statistik nilai percentil 90 dapat dilihat pada tabel II.

(59)

Formula Df Confidence Interval Asymp. Sig

I

2 95% 0,04199

II 0,02649

Karena Convidence Interval (tingkat kepercayaan) yang digunakan

adalah 95%, maka perbedaan ukuran partikel saat penyimpanan pada kedua formula berbeda signifikan apabila didapat nilai p < 0,050. Dari tabel II pada

kedua formula menghasilkan p<0,050 sehingga disimpulkan perbedaan ukuran partikel pada hari 0 dan 30 berbeda signifikan atau dengan kata lain terjadi pertambahan ukuran partikel yang signifikan untuk kedua formula. Walaupun

terjadi pertambahan ukuran, kedua formula tetap memenuhi standar ukuran partikel bedak, yaitu kurang dari 74 µ m.

Gambar 12. Kurva nilai tengah diameter partikel vs frekuensi formula I

(60)

terlihat adanya penurunan frekuensi pada ukuran partikel kecil, dan terjadi kenaikan frekuensi pada ukuran partikel besar.

Gambar 13. Kurva nilai tengah diameter partikel vs frekuensi formula II

Berdasarkan gambar 13, ukuran partikel bedak tabur pada formula II berada pada rentang 11,03-105,94 µm. Dimana terlihat terjadi peningkatan

frekuensi ukuran partikel bedak tabur yang lebih besar setelah waktu penyimpanan satu bulan.

Perbedaan formula I dan II adalah pada bahan dasar (amilum) yang digunakan, sehingga diperkirakan pertambahan ukuran partikel pada kedua formula terjadi pada amilum yang digunakan. Amilum dapat mengabsorbsi

kandungan lembab pada temperatur ruangan (20-30oC) (Darkwa, Jetuah and Sekyere, 2003). Gugus hidroksil pada komponen amilosa dan amilopektin

(61)

kohesif, sehingga partikel cenderung bergabung dan memberikan diameter yang lebih besar.

2. Kandungan lembab bedak tabur

Uji kandungan lembab dilakukan pada hari ke 0,2,10,20 dan 30. Pada penelitian ini uji kandungan lembab dilakukan untuk mengetahui adanya

perubahan kandungan lembab pada bedak tabur seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Uji kandungan lembab dilakukan dengan metode

gravimetric dengan alat Moisture Balance dengan suhu 110 OC. Digunakan suhu

110 OC karena titik didih air adalah 100 OC, dengan memakai suhu 110 OC proses penguapan air akan berlangsung lebih cepat. Kandungan lembab dalam formula

bedak tabur digambarkan dengan persentase bobot yang hilang saat pengeringan (lost of drying) (Olayemi, Oyi, Allagh, 2008). Bobot bedak tabur yang hilang pada saat pengeringan dikarenakan adanya kandungan air yang menguap saat

pengeringan. Semakin banyak bobot bedak tabur yang hilang saat pengeringan menggambarkan semakin banyak juga kandungan air dalam bedak tabur.

(62)

Pada gambar 14 terlihat terjadi pertambahan persentase kandungan lembab seiring dengan waktu penyimpanan pada kedua formula. Kandungan

lembab yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan ini dapat menggambarkan stabilitas sifat fisis bedak tabur. Pertambahan

kandungan lembab ini dikarenakan oleh bahan dasar bedak, yaitu amilum yang merupakan komponen terbesar dari komposisi bedak tabur yang dibuat. Amilum bersifat higroskopis, yang dapat mengabsorbsi kandungan lembab pada ruangan

hingga mencapai equilibrium humidity (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Kandungan lembab pada bedak tabur ini dapat menggambarkan

kemampuan menyerap sekresi keringat pada wajah. Semakin besar kandungan lembab yang dapat diabsorbsi maka akan semakin baik pula daya absorbsi sekresi keringat pada kulit. Namun, apabila terus terjadi pertambahan kandungan lembab

pada bedak selama waktu penyimpanan, maka akan mencapai titik equilibrium humidity, yang akan membuat komponen bedak tidak dapat lagi mengabsorbsi

sekresi minyak. Apabila bedak tabur ini digunakan pada saat telah mencapai titik

equilibrium humidity¸ maka bedak tabur tidak dapat mengabsorbsi sekresi

keringat, sehingga diperlukan repowdering (pembedakan berulang kali) untuk membantu menutupi sekresi keringat tersebut. Untuk mencegah terjadinya titik

equilibrium humidity pada komponen bedak tabur, bedak tabur dapat disimpan

(63)

Kandungan lembab pada formula I lebih rendah daripada formula II (gambar 14). Hal ini dikarenakan ukuran partikel granul Amylum Manihot (pada formula I) dan Amylum Solani (formua II) berbeda. Semakin besar ukuran partikel

dapat menggambarkan semakin banyak kandungan amilopektin dan amilosa sehingga semakin banyak kandungan lembab yang dapat terserap. Molekul air dan

amilum berinteraksi dengan interaksi hidrogen (gambar 12).

Molekul air pada udara dapat kontak pada lapisan monomolecular

partikel dan membentuk interaksi hidrogen. Semakin banyak molekul air pada

bagian surface partikel, menyebabkan air akan tertransfer kedalam material (Nokhodchi, 2005), sehingga semakin bertambahnya kandungan air dalam

material tersebut.

Gambar 15. Keberadaan kandungan lembab pada partikel (Nokhodchi, 2005).

Tabel VIII. Uji signifikansi kandungan lembab hari ke 0,2,10,20,30

Formula Sig.

I 8.022e-8

Gambar

Gambar 18. Munsell Color Chart ..............................................................
Gambar 1. Wortel (Daucus carota L.)
Gambar 2. Diagram epidermis dengan perbedaan lapisan epidermis dan komponen
Gambar 3. Bedak tabur
+7

Referensi

Dokumen terkait