PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK
KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Angela Ira Wulandari 029114100
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2009
ABSTRAK
PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK
KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK
Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 30 remaja yang mengikuti les musik klasik dan 30 remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Subjek berusia antara 13 tahun hingga 16 tahun. Data diperoleh dengan menggunakan skala emotion focused coping. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,907. Data penelitian dianalisis menggunakan uji-t, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.
Hasil penghitungan menunjukkan mean empiris remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada mean empiris remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari hasil uji-t didapatkan t hitung sebesar 9,450 dan t tabel sebesar 1,671 serta p=0,00. Karena t hitung lebih besar daripada t tabel, dan nilai p < 0,05, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. Artinya, ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.
Kata kunci : remaja, emotion focused coping, les musik klasik
ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF EMOTION FOCUSED COPING IN INTERPERSONAL RELATIONSHIP BETWEEN ADOLESCENT WHO
TAKES THE CLASSIC MUSIC COURSE AND WHO DOESN’T
Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
The purpose of this research was to see the differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t. This research was a comparison research. The hypothesis in this research was there were differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t.
The subjects in this research were 30 adolescent who takes the classic music course and 30 adolescent who doesn’t take the classic music course. The subjects were between 13-16 years old. The data were collected using emotion focused coping scale. Discrimination scale power was limited in ≥ 0,3 with the reliability coefficient 0,907. The research data was measured using t-test and to determine whether hypothesis can be accepted or unaccepted, it was done by comparing the value of t count with t table.
The result shows that empirical mean of adolescent who takes the classic music course was higher than the empirical mean of adolescent who doesn’t take the classic music course. The result of t-test shows that t count was 9,450 and t table was 2,000 with p = 0,000. Because of t count was higher than t table, so the hypothesis in this research was accepted. It means there was differences of emotion focused coping in interpersonal relationship between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t, where the adolescent who takes the classic music course was higher than adolescent who doesn’t.
Keywords : adolescent, emotion focused coping, classic music course
baru saja berakhir hujan di sore ini...
menyisakan keajaiban..kilauan indahnya pelangi
...
( Ipang on theme song from laskar pelangi )
Kupersembahkan karya ini untuk kedua orangtuaku tercinta…
Papi Eduardus Kumoro Mariandoko
Mami Frideswinda Dwi Enggar Sulistyorini
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala bimbingan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah menginspirasi penulis selama menyelesaikan studi dan melakukan penelitian ini :
1. Allah Bapa di surga..untuk kasih-Nya dalam setiap langkah dan hela nafasku...
2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata dharma Yogyakarta.
3. Bapak Y.Agung Santoso, S.Psi dan Ibu MM.Nimas Eki, M.Si (terimakasih untuk satu hari yang begitu berharga bu..) selaku dosen pembimbing akademik untuk pendampingan yang diberikan selama penulis melaksanakan studi.
4. Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi, M.Si , selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berguna bagi penulis
6. Segenap karyawan Fakultas Psikologi : Pak Gi, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, dan Mas Muji yang banyak membantu penulis selama studi, terutama saat mengerjakan skripsi.
7. Subjek penelitian untuk kerjasama dan semangatnya.
8. Papi Eduardus Kumoro Mariandoko...terimakasih untuk pelajaran-pelajaran berharga dalam hidupku. Maaf untuk setiap hal yang mengecewakan..I love you so, pap...
9. Mami Frideswinda Dwi Enggar Sulistyorini...terimakasih untuk setiap kasih, dan doa yang mengiringi setiap langkahku. Maaf untuk setiap hal yang membuat terluka..Sayang sekali sama mami...
10. Mba Ika...terimakasih untuk menemaniku disini..semoga cepat dapat kerja ya mba...Aku sayang mba...
11. Dimas ‘Achiel’...calon sutradara&fotografer
handal..amiinnn...Terimakasih untuk setiap pelukan, hands, and shoulder to lean and cry on...Love you much, dude...
12. Yangkung&Yangti..juga Mbah Kakung..’ i know u’re shinning down on me from heaven..”Mbah ‘Ibu’,beserta om-om dan tante-tante ku (tante indah&tante yayuk..terimakasih untuk berbagi banyak cerita denganku..), juga sepupu-sepupuku...
13. Teman-teman mahasiswa angkatan 2002 yang sudah lulus dan yang belum lulus..Ellen,Donutz,Dian,Tyas,Dewi,Ina,Bona,BJ,dkk..semangat!
Terimakasih untuk kebersamaan selama ini..kangeennn...
14. Teman-teman Paduan Suara Mahasiswa ( also the cantus firmus orchestra), waktunya untuk pensiun, but not for the angel voices...
15. Teman-teman KKN...Suster Ignas, Asti, Fanny, Grace, Ika, Galang, BJ, Bambang, Ernest..dan warga di Ngireng-ireng..terimakasih untuk segala kesederhanaannya...
16. Teman-teman Kos Putri Intan...terimakasih untuk keceriaannya setiap hari..Dhanie”Ade”(teman terbaikku dsini..)..Mba Wiwied, Dita, Yeyen.. Niken,Betty,Tyas,Uus,Orpha,Vivi,Mba Sandra,Riza, Fanny,Shinta.. Juga mba warti..terimakasih untuk bantuannya terutama untuk kebutuhan akan lapar dan gizi..
17. Teman-teman Putra-Putri Altar PKKC...lama tidak bersua...kapan ya bisa ngumpul bareng lagi?yuk,reuni...! Ache&Ernest..(terimakasih untuk kepercayaannya tanpa harus bercerita..), Mba Joe “pet lover..”, Binta.. (miss you so,dear..), juga Alex,Putri,dkk..
18. Teman-teman alumni SMA 3 Bogor..Icha, Agiet, Nana, Abe, Antique.. terimakasih untuk semangatnya tiap kali ke yogya...
19. Keluarga Gang Vatikan...terimakasih untuk selalu menjadi keluarga bagiku...
20. Teman-teman Mudika Cilangkap Cilodong ‘MuCiCi’ (also Sancto Pietro Choir)...ga usah aku sebutin satu persatu ya...ga bakal muat satu bendel skripsiku..hihihi...
21. Jimbe & JJ, my dearest...When they can’t, you always be...Hug you from a distance....with unstopable love and prayer...
22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semuanya.
Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Januari 2009
Penulis
BAB II. LANDASAN TEORI A. Emotion focused coping
1. Pengertian Coping... 7
2. Jenis Coping... 8
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping... 10
B. Hubungan Interpersonal 1. Pengertian Hubungan Interpersonal... 11
2.Emotion Focused Coping Dalam Hubungan Interpersonal... 12
C. Remaja
2. Pengertian Les Musik Klasik... 18
3. Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik... 20
4. Remaja Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21
E. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21
F. Hipotesis... 23
G. Skema... 24
F. Metode Dan Alat Pengumpul Data... 30
G. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas... 35
2. Uji Analisis Item... 36
3. Reliabilitas... 39
H. Metode Analisis Data... 40
F. Pembahasan... 49
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57
B. Keterbatasan Penelitian... 57
C. Saran... 58
DAFTAR PUSTAKA... 60
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Uji Coba... 62
Lampiran 2 Hasil Uji Coba... 67
Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur... 70
Lampiran 4 Skala Penelitian... 73
Lampiran 5 Hasil Penelitian... 76
Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 79
Lampiran 7 Hasil Uji t... 81
Lampiran 8 Hasil Tambahan... 84
Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian... 87
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Skema Perbedaan Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Antara Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik dan yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Distribusi item skala Emotion Focused Coping sebelum uji coba Tabel 3.2 Spesifikasi item setelah uji coba
Tabel 3.3 Spesifikasi item penelitian Tabel 4.1 Deskripsi subjek penelitian Tabel 4.2 Hasil analisis
Tabel 4.3 Hasil uji hipotesis
Tabel 4.4 Uji perbedaan tiap-tiap aspek
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Remaja atau adolescence adalah pemuda dan pemudi yang berada pada masa perkembangan yang disebut adolesensi atau masa remaja menuju kedewasaan (Rifai, 1998). Remaja merupakan individu yang berintegrasi dengan orang-orang dewasa
ditandai dengan keadaan bahwa anak tidak lagi merasa berada di bawah orang-orang
yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama (Santrock, 2003). Remaja
terbagi dalam dua tahap usia, yaitu masa remaja awal yang dimulai usia 13-14 tahun
dan berakhir pada masa remaja akhir yaitu sekitar 17-18 tahun (Santrock, 2003).
Keberhasilan remaja awal dalam menghadapi storm and stress serta tugas perkembangan lain sangat berpengaruh pada keberhasilan fase perkembangan
selanjutnya (Santrock, 2003).
Remaja termasuk dalam suatu bagian kelompok sosial yaitu kelompok sebaya
(Dariyo, 2002). Kelompok sebaya merupakan tempat dimana remaja dapat belajar
banyak hal meliputi berinteraksi dan menghabiskan waktu untuk belajar dan bermain
dengan teman sebayanya. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan bersama-sama dan
mengandung hubungan timbal balik tersebut dinamakan hubungan interpersonal.
Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan
individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang timbal balik (Bimo Walgito,
2003). Menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya juga memberikan
beberapa keuntungan, antara lain dukungan atau penerimaan, prestasi, dan kasih
sayang. Kebutuhan akan dukungan atau penerimaan, kasih sayang dan prestasi
merupakan tiga hal penting yang bisa membuat remaja merasa bahagia bila mampu
memenuhinya (Santrock, 2003).
Remaja memiliki tugas perkembangan tersulit yaitu menjalin hubungan atau
relasi dengan orang lain (Dariyo, 2002). Remaja dituntut untuk mampu melakukan
penyesuaian terhadap perubahan-perubahan dan nilai-nilai baru dalam persahabatan.
Remaja yang sulit melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan
tersebut membuat remaja terlibat dengan masalah-masalah dengan lingkungan
sosialnya sendiri, yaitu dengan teman sebaya. Masalah yang muncul antara lain
dikucilkan oleh teman sebaya, merasa sendiri, gangguan belajar, memiliki beban
mental dan pikiran, lalu akhirnya menjadistress.
Remaja memerlukan kemampuan untuk mengatasi stress dalam hubungan interpersonal agar tugas perkembangan dapat dilalui dengan baik (Dariyo, 2002).
Kemampuan mengatasi stress dalam hubungan interpersonal dalam penelitian ini diistilahkan dengan coping. Coping merupakan kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik yang berasal dari individu
maupun dari lingkungan) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam
menghadapi situasistressful (Folkman&Lazarus, 1998).
untuk mengurangi perasaan stress yang tidak menyenangkan, yang kemudian menyertai tindakan-tindakan tertentu, sedangkan problem focused coping merupakan usaha untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan
menciptakan suatu tindakan tertentu.
Hasil penelitian pada 130 remaja pada tahap remaja awal menemukan bahwa
remaja mampu mengatasi berbagai masalah dalam hubungan interpersonal yang
menimbulkan stres dengan menggunakan kemampuancoping,dimana remaja mampu memahami akar masalah serta bereaksi terhadap masalah dan stress secara positif. Hal tersebut membuktikan pentingnya coping dalam hubungan interpersonal remaja dengan teman sebaya. (Forman, 1998).
Beberapa penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 1998-2004 menyatakan
bahwa subjek yang menggunakan emotion focused coping merasakan hasil atau dampak yang lebih positif dalam menghadapi stress yang berhubungan dengan hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan subjek yang
menggunakan problem focused coping (Mutadin, 2005). Hasil penelitian pada 60 remaja di Philipina menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan emotion focused copingdalamstress yang berhubungan dengan persahabatan merasakan dampak yang positif dalam kemampuan menjalin kerjasama dengan kelompok teman sebaya
suatu kelompok dibanding remaja yang menggunakan problem focused coping (Forman, 1998).
Penelitian ini akan dilakukan pada remaja yang mengikuti les musik klasik
dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Mengikuti les musik klasik dapat
membantu meningkatkan perkembangan dan pengelolaan emosi seseorang (Djohan,
2003). Berbagai penelitian psikologi tentang musik klasik menyebutkan banyaknya
pengaruh positif dan peranan musik klasik bagi perkembangan emosi remaja. Salah
satu penelitian yang dilakukan yaitu di Inggris dengan hasil penelitian 76 persen
remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kemampuan mengelola emosi yang
lebih tinggi dalam menjalin persahabatan dibandingkan remaja yang tidak mengikuti
les musik klasik (Natalia&Utomo, 1999).
Terkait dengan emotion focused coping, sebuah penelitian yang dilakukan di Filipina menyebutkan bahwa emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripadaproblem focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik. Hal tersebut dimungkinkan oleh kesempatan yang didapatkan dari les
musik klasik yang berpengaruh pada aspek-aspek emotion focused coping (Goleman, 1997).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan
tidak mengikuti les musik klasik?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dalam hal
perkembangan remaja, khususnya terkait dengan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang menjadi salah satu tugas dalam masa
perkembangan tersebut
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi
ataupun sumber informasi dalam mengembangkan penelitian sejenis
2. Manfaat praktis
a. Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
pemahaman tentang perbedaan emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik sehingga
apabila penelitian ini terbukti, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk
mengikuti les musik klasik
b. Bagi orangtua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman
tentang emotion focused coping dalam hubungan interpersonal pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik
klasik, serta memberikan sumbangan positif bagi orangtua untuk peran
sertanya dalam pendampingan remaja.
c. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan atau
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Emotion focused coping
1. PengertianCoping
Coping merupakan pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang digunakan untuk mengolah dan menyelesaikan masalah atau tuntutan-tuntutan dari situasi
yang penuh stres (Perlmutter&Hall, 1997). Coping juga didefinisikan sebagai kemampuan kognitif dan behavioral yang dilakukan seseorang untuk mengatur
tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan
lingkungan, yang dinilai mengganggu atau di luar batas-batas yang dimiliki oleh
individu tersebut. Usaha-usaha untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha
untuk menurunkan, meminimalisasi, dan juga menahan. Coping yang dimaksudkan disini terdiri dari pikiran-pikiran khusus dan perilaku yang
digunakan individu untuk mengatur tuntutan atau tekanan yang timbul dari
hubungan individu dengan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan
kesejahteraannya (Folkman& Folkman&Lazarus, 1998).
Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial dapat mengancam, menimbulkan frustasi dan tantangan
(Folkman&Folkman&Lazarus, 1998). Selain itu coping merupakan respon yang ditunjukkan terhadap stressor, baik itu berupa sikap, perasaan, atau pikiran
individu dalam usaha untuk mengatasi, menahan, atau menurunkan efek negatif
dari situasi yang mengancam (Sadiyati, 2000). Coping juga didefinisikan sebagai perilaku dan pikiran yang secara sadar digunakan individu untuk mengontrol
pengaruh situasi stres yang dialami (Hamilton&Fagot, 1998).
Berdasarkan sejumlah definisi tersebut, diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan coping adalah kemampuan individu untuk mengatasi dan mengelola stres dan diharapkan dapat membantu individu untuk beradaptasi
denganstress yang dialami.
2. JenisCoping
Folkman&Lazarus (1998) mengkategorikan coping ke dalam dua kelompok, yaituEmotion focused coping danProblem Focused Coping.
a. Emotion-Focused Coping
Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengurangi perasaan stres yang tidak menyenangkan, yang kemudian dapat menyertai
tindakan-tindakan tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).
Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengatur keadaan emosional yang dihubungkan dengan stres. Individu juga bisa
mencoba untuk mengubah reaksi emosi yang mereka munculkan sebagai
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
emotion focused coping merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan dari stress dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi.
b. Problem-Focused Coping
Problem-focused coping merupakan kemampuan menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan menciptakan suatu tindakan
tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).
Orang dapat mengatasi suatu situasi stres dengan bekerja berhadapan
langsung dengan situasi stres itu sendiri yang diistilahkan dengan a problem solving-approach (Perlmutter&Hall, 1997).
Problem-focused coping merupakan strategi dimana situasi stres dipandang sebagai suatu masalah dan menggunakan strategi problem solving
untuk mengurangi atau membatasi sumber-sumber stres. Strategi ini melawan
secara langsung dengan situasi atau sumber stres dengan cara-cara yang pada
akhirnya akan mengurangi atau membatasi masalah tersebut. Strategi ini
terdiri dari identifikasi permasalahan, menghasilkan solusi-solusi yang
memungkinkan, memilih solusi yang tepat, menerapkan solusi pada
3. Faktor-Faktor Yang MempengaruhiCoping
Mutadin (2005) mengemukakan bahwa coping dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Kesehatan fisik
Kesehatan fisik merupakan hal yang penting karena selama dalam usaha
mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar.
Apabila sedang sakit atau lelah, maka individu tidak memiliki cukup energi
untuk melakukancoping sebaik ketika berada dalam kondisi sehat. b. Pandangan atau pemikiran positif
Keyakinan atau pandangan positif dalam menghadapi berbagai
permasalahan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting.
c. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan unuk
menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif
tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan
bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang
efektif, dan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan diri pada
situasi-situasi sosial secara efektif
e. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan dukungan emosional
dan informasi, serta bantuan nyata bagi individu yang diberikan oleh orangtua,
anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
f. Sumber Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang, atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
B. Hubungan Interpersonal
1. Pengertian Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu
dengan individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik
(Walgito, 2003). Setiap orang membutuhkan orang lain dalam melakukan
aktivitas sosialnya.
Hubungan interpersonal merupakan hubungan dimana didalamnya
terdapat kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain (Schutz,
1996). Kita membutuhkan orang lain sebagai standar untuk mengevaluasi
perilaku kita. Hubungan interpersonal akan memberikan dukungan emosional
dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Keinginan untuk melakukan kontak
diperoleh individu jika berhubungan dengan orang lain (Dayakisni&Hudaniah,
2003 ).
Jika hal-hal dalam kebutuhan-kebutuhan hubungan interpersonal tidak
terpenuhi atau tidak seperti yang diharapkan, dan tidak terealisasi maka akan
menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu
(Schutz,1996). Konflik-konflik yang terjadi dalam hubungan interpersonal
banyak disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan individual (Schutz,
1996).
2.Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal
Dalam hubungan interpersonal terjadi berbagai permasalahan dan
konflik, dimana hal tersebut dapat menimbulkan perasaan-perasaan tidak
menyenangkan yang dihadapi individu, yang disebut dengan stress. Individu memerlukan cara untuk mengatasi stress yang dialami tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan hal-hal yang berorientasi
pada emosi, dalam hal ini disebutemotion focused coping.
Menurut Hardjana (1997), aspek emotion focused coping yang cocok digunakan untuk mengatasi stress dari permasalahan dalam hubungan interpersonal adalah :
a. Mengendalikan emosi, yaitu kemampuan untuk menerima keadaan.
Individu melakukan penerimaan dengan menganggap bahwa keadaan itu
mengambil hal-hal positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari
ketenangan, berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau
berkhayal akan keadaan yang lebih baik. Selain itu individu juga
melakukan penerimaan dengan berdoa, ataupun tidur.
b. Melepaskan emosi, yaitu kemampuan untuk meluapkan atau melepaskan
emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi dilakukan dengan
menangis dan berteriak. Selain itu individu juga berbicara pada orang lain
tentang perasaan yang dialami, dan mendiskusikan
perasaan-perasaan yang dialami saat menghadapi permasalahan ataustressor. c. Relaksasi, yaitu kemampuan untuk meregangkan ketegangan dalam
menghadapistress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,bersantai, atau
melucu bersama orang lain dengan cara menceritakan pengalaman lucu,
membaca buku berisi cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.
C. Remaja
1. Pengertian Remaja
Remaja merupakan pemuda-pemudi yang berada pada masa peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat proses perubahan
biologis, kognisi, emosi, dan sosial. Remaja mengalami proses pencarian identitas
karena kekaburan peran. Hal ini disebabkan karena pada tahap perkembangan ini
psikologis remaja adalah individu pada usia dimana ia berintegrasi dengan
masyarakat dewasa, masa dimana anak merasa berada dalam tingkatan yang sama
dengan orang-orang yang lebih tua paling tidak terkait dengan hak (Santrock,
2003). Masa remaja awal berlangsung dalam rentang usia 13-16 tahun, sedangkan
masa remaja akhir berlangsung dalam rentang usia 16-18 tahun ( Santrock, 2003).
2. Karakteristik Remaja
Pemikiran remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman nyata
dan konkret melainkan sudah mampu membayangkan kejadian atau rekaan situasi
berupa kemungkinan hipotesis ataupun abstrak (Santrock, 2003). Hal ini sejalan
dengan teori kognitif Piaget dimana individu pada masa remaja berpikir secara
abstrak (tahap pemikiran operasional-formal).
Beragam tugas perkembangan disertai dengan kekaburan dan kebingungan
akan identitas diri menimbulkan konflik yang berbeda-beda pada tiap individu.
Hal ini membuat masa remaja sering dianggap sebagai periode yang penuh ”badai dan tekanan”. Periode ini sangat menonjol terjadi pada masa remaja awal
(Santrock, 2003) Sesuai dengan tugas perkembangannya remaja awal diharuskan
untuk mulai dapat mandiri secara psikologis, termasuk mengatasi berbagai
permasalahan yang dihadapi, dan hal tersebut bukanlah hal yang mudah bagi
3. Keadaan Emosi Remaja
Emosi merupakan perasaan-perasaan atau respon efektif yang dihasilkan
gejolak fisiologis, pikiran-pikiran, dan kepercayaan-kepercayaan, evaluasi
subjektif dan ekspresi tubuh (Abella, 1999).
Pada periode perubahan, emosi remaja menjadi lebih tinggi yang
intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang
terjadi. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah
tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Remaja awal seringkali mudah
marah, mudah dirangsang dan emosinya cenderung meledak, dan sulit
mengendalikan perasaannya.
Pola emosi remaja awal terlihat jelas dari kematangan emosi berupa
pengendalian dan pelepasan emosi mereka, terutama dalam lingkungan
terdekatnya (Dariyo, 2002). Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus
belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan
reaksi emosional. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membicarakan
berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Selain itu remaja juga dapat
belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya, dengan
latihan fisik, bermain dan bekerja, serta tertawa, menangis, ataupun berteriak
4. Hubungan Interpersonal Remaja Dengan Teman Sebaya
Sekolah bagi remaja merupakan tempat untuk melakukan hubungan
interpersonal. Relasi yang dibentuk remaja di lingkungan sekolah adalah
dengan teman-teman sekolahnya sendiri, dengan tingkat usia atau tingkat
kedewasaan yang sama. Teman-teman inilah yang biasa disebut teman sebaya
ataupeers (Santrock, 2003).
Bagi remaja, hubungan interpersonal dengan teman sebaya merupakan
salah satu bagian besar dalam perkembangannya. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Condry, Simon, dan Bronffenbrenner, selama 1 minggu remaja
baik laki-laki maupung perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak
dengan teman sebaya daripada dengan orangtua (Santrock, 2003).
Bersama-sama dengan teman sebaya, remaja banyak menghabiskan waktu dalam
melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Bahkan hubungan interpersonal
yang dilakukan remaja bersama dengan teman sebaya tidak hanya terjadi di
lingkungan sekolah saja, melainkan juga terjadi di luar lingkungan sekolah.
Dalam melakukan hubungan interpersonal dengan teman sebaya,
remaja juga menghadapi permasalahan-permasalahan. Masalah yang
terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya
pengaruh dari teman sebaya, perubahan perilaku sosial, pengelompokan sosial
yang baru, nilai-nilai baru dalamseleksi persahabatan, serta nilai-nilai baru
Meskipun teman sebaya merupakan bagian penting dalam perkembangan
remaja, namun teman sebaya itu juga dirasakan memberi pengaruh yang
kurang baik bagi remaja. Beberapa ahli teori menekankan pengaruh negatif
dari teman sebaya bagi perkembangan remaja, misalnya seperti ditolak atau
tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan remaja merasa
kesepian dan timbul rasa permusuhan (Santrock, 2003). Oleh sebab itu
pencetus stress terbesar pada remaja, khususnya remaja awal adalah masalah sosial yang berhubungan dengan persahabatan atau hubungan interpersonal
dengan teman sebaya (Santrock, 2003).
D. Les Musik Klasik
1. Pengertian Musik Klasik
Musik merupakan perpaduan antara berbagai suara yang diolah dalam
suatu tempo tertentu, memiliki nilai seni, dan dapat digunakan untuk
mengekspresikan berbagai ide dan perasaan (Bernstein&Picker, 1999).Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), musik didefinisikan sebagai nada atau
suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan
keharmonisan, terutama dengan menggunakan alat-alat yang dapat
menghasilkan bunyi-bunyi.
Musik dapat meningkatkan kemampuan kognisi dan emosi karena musik
memiliki fungsi sebagai katalisator atau stimulus bagi timbulnya sebuah
mengandung unsur-unsur universal, bahasa yang melintasi batas usia, jenis
kelamin, ras, dan kebangsaan (Campbell, 2001). Musik memiliki tiga unsur, yaitu
melodi, harmoni, dan ritmik atau ketukan (Djohan, 2003).
Musik klasik merupakan musik yang memiliki kejernihan, keagungan, dan
keheningan, serta mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan, dan persepsi spasial
(Campbell, 2001). Musik klasik baik untuk perkembangan otak karena nada dan
iramanya teratur, sesuai dengan denyut nadi manusia, sehingga mampu
menstimulasi perkembangan otak dan jiwa (Djohan, 2003).
Musik klasik memiliki manfaat penting bagi perkembangan pribadi karena
dapat menenangkan, membantu pengelolaan emosi, membantu proses penyerapan
otak dalam belajar (Djohan, 2003). Musik klasik memiliki pengaruh yang lebih
besar dan cepat dibandingkan jenis musik lain dalam hal membantu
menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri ( Hedden, 1999).
2. Pengertian Les Musik Klasik
Belajar memainkan alat musik berarti mempelajari sebuah reportoar yang
telah tertulis untuk sebuah alat musik (Djohan, 2003). Les musik klasik
merupakan suatu pelajaran memainkan alat-alat musik dengan susunan nada yang
indah karena berirama harmonis (Badudu&Zain, 1997). Alat musik yang
digunakan dalam les musik klasik antara lain piano, biola, gitar, cello dan harpa
Les musik klasik melatih individu dalam mengembangkan kemampuan
bermusik, kemampuan intelektual, kemampuan pengelolaan emosi, dan
keterampilan sosialnya (Goleman, 1997). Salah satu perwujudannya adalah
peserta les musik klasik terlatih untuk menghayati/menjiwai lagu (musik klasik)
sambil memainkan alat musik (Goleman, 1997)
Dalam sebuah lagu atau musik klasik, terdapat suatu alur atau plot yang
direpresentasikan melalui keras-lembutnya nada, tempo, dan sebagainya.
Sehingga peserta les musik klasik terlatih secara rutin untuk merepresentasikan
alur atau pot tersebut setiap memainkan suatu lagu (Goleman, 1997). Selain itu
mereka juga terlatih untuk mengembangkan nada dan chord (improvisasi) yang
sesuai. Peserta les musik klasik memiliki kesempatan untuk memainkan alat
musik secara berkelompok, baik dengan orang lain yang memainkan alat musik
sama, maupun bersama peserta lain yang memainkan alat musik berbeda atau
berbagai jenis. Hal itu menjadikan peserta les musik klasik terlatih dalam hal
menjalin hubungan sosial, yaitu kerjasama dengan kelompok dalam memainkan
alat musik (Goleman, 1997).
Selain itu, peserta les musik klasik juga dilatih untuk merepresentasikan
suatu alur atau plot dalam lagu atau musik klasik melalui keras-lembutnya nada,
3. Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik
Remaja yang mengikuti les musik klasik terlatih untuk mengembangkan
kemampuan pengelolaan emosi. Hal itu terjadi karena dalam les musik klasik, secara
rutin remaja melatih pengontrolan emosi dan pengekspresian emosi melalui
penjiwaan/penghayatan lagu atau musik klasik yang dimainkan, baik secara
individual maupun bermain musik dalam kelompok (Badudu&Zain, 1997).
Kemampuan itu membuat remaja dapat meredakan dan menetralkan emosinya, atau
bahkan mengekspresikan emosi yang dirasakan sehingga mampu merefleksikan
permasalahan yang dihadapi dengan baik (Badudu&Zain, 1997).
Remaja yang mengikuti les musik klasik cenderung memiliki kemampuan
empati yang cukup tinggi karena berbagai latihan kerjasama dengan teman-teman
yang lain dalam bermusik (Badudu&Zain, 1997). Selain itu, remaja tersebut juga
cenderung lebih kreatif, imajinatif, namun dalam ekspresi yang positif
(Badudu&Zain, 1997). Hal itu menjadikan remaja mampu menghadapi berbagai
permasalahan dengan sikap dan cara-cara yang positif dan berguna tidak hanya bagi
dirinya sendiri, namun juga bagi orang-orang di sekitarnya.
4. Remaja Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik
Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki
kesempatan untuk menghayati atau menjiwai lagu atau musik klasik yang
dimainkan, baik secara individual maupun secara berkelompok (Badudu&Zain,
kesempatan untuk mengikuti alur atau plot lagu (musik klasik) dan bertukar
pikiran dalam kelompok untuk memainkan alat musik (Badudu&Zain, 1997).
Berkaitan dengan emotion focused coping, hal-hal yang berpengaruh terhadap emotion focused coping pada remaja yang tidak mengikuti les musik dapat berkembang melalui keluarga dan lingkungan sosial. Kehidupan dalam
keluarga, seperti kebiasaan, pola asuh orangtua, dan sebagainya menjadi faktor
yang memungkinkan berpengaruh padaemotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Selain itu lingkungan sosial, seperti organisasi
kepemudaan atau kemasyarakatan yang diikuti juga memungkinkan berpengaruh
pada perkembangan emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.
E. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Remaja Yang
Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik
Remaja merupakan suatu masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa
dimana didalamnya terjadi berbagai proses perkembangan dan perubahan yang
menonjol. Beragam tugas perkembangan pada masa ini menuntut remaja untuk
menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dengan cara
masing-masing. Salah satu tugas perkembangan yang tersulit adalah menjalin
hubungan interpersonal dengan orang lain, khususnya teman sebaya. Remaja belajar
banyak hal dalam kelompok teman sebaya, sehingga membuat remaja diharuskan
lingkungan sosialnya tersebut. Individu yang kurang mampu menjalin hubungan
interpersonal dengan teman sebaya akan mendapat konflik dan permasalahan yang
berakibat pada sanksi sosial dari kelompok sebaya jika individu tidak dapat
mengatasi dengan baik.
Untuk menghadapi stressor yang timbul dalam hubungan interpersonal itu, individu memerlukan kemampuan untuk mengatasinya. Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi stressor dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan dalam hubungan interpersonal tersebut.Emotion focused coping yang jarang digunakan dalam menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari ternyata
menjadi strategi coping yang memiliki pengaruh dan dampak positif dalam menghadapi anekastressor tersebut.
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang mengikuti les musik klasik dan
tidak mengikuti les musik klasik. Les musik klasik merupakan salah satu bentuk
pelatihan dalam metode belajar untuk menunjang perkembangan emosi seseorang.
Dengan mengikuti les musik klasik seseorang memiliki kesempatan untuk dapat
mengelola emosi diri, yaitu memiliki kemampuan untuk menguasai perasaan agar
dapat diungkapkan dengan tepat, sehingga mampu mengambil tindakan yang
bermanfaat untuk menghadapi permasalahan yang timbul (Goleman, 1997). Individu
yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk melatih kemampuan
mengendalikan emosi dan kemampuan refleksi karena memainkan musik klasik
memerlukan penghayatan/penjiwaan tinggi. (Goleman, 1997). Selain itu les musik
kebutuhan orang lain dalam relasi sosial (Goleman, 1997). Pada saat memainkan alat
musik klasik bersama dengan kelompok pada dasarnya seseorang belajar untuk
membina hubungan dengan orang lain, menggunakan keterampilan sosial dengan
cara bekerjasama dalam tim dan menyelesaikan konflik atau permasalahan. Dengan
mengikuti les musik klasik dapat meningkatkan tingkat pelepasan emosi dan
pengurangan ketegangan, dimana seseorang dapat memotivasi diri sendiri agar dapat
melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat (Goleman, 1997).
F. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaanemotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan
F. Skema PerbedaanEmotion Focused Coping Dalam Hubungan Interpersonal Antara Remaja Yang mengikuti Les Musik Klasik dan Yang Tidak
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif atau perbandingan, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan atau membandingkan dua
variabel yang sama dalam populasi yang berbeda (Azwar, 2002). Dalam
penelitian ini, peneliti ingin membandingkan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti dan tidak mengikuti les
musik klasik.
B. Variabel Penelitian
Variabel adalah karakteristik yang dapat diamati dari sesuatu ( obyek ) dan
mampu memberikan macam-macam nilai atau beberapa kategori (Azwar, 2002).
Ada 2 variabel dalam penelitian ini, yaitu :
1. variabel bebas : mengikuti dan tidak mengikuti les musik klasik
2. variabel tergantung : emotion focused coping dalam hubungan interpersonal
C. Definisi Operasional
1. Emotion focused copingdalam hubungan interpersonal
Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak
menyenangkan dari stress yang timbul dalam hubungan timbal balik dengan individu lainnya dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi.
Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal menurut Hardjana (1997) dan Aldwin&Revenson (1999) meliputi aspek :
a. Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan
untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk menerima
keadaan. Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal positif atau hikmah
dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa berdiam diri atau
merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal akan keadaan yang lebih
baik. Individu juga mengendaikan emosi dengan berdoa ataupun tidur.
b. Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk
meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi
dilakukan dengan menangis, berteriak, atau melakukan aktivitas yang dapat
menjadi saran pencurahan perasaan seperti menulis, menggambar atau melukis,
dsb. Individu juga berbicara pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang
dialami saat menghadapi permasalahan ataustressor.
c. Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk
Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan kegiatan-kegiatan
yang menyenangkan, bersantai, menceritakan pengalaman lucu, atau melakukan
aktivitas-aktivitas yang dapat membuat tertawa, seperti membaca buku berisi
cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.
Kecenderungan menggunakan emotion focused coping tercermin dalam skor yang diperoleh subjek dalam skala emotion focused copingdalam hubungan interpersonal. Makin tinggi skor yang diperoleh subjek,makin tinggi
kecenderungan subjek menggunakan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal.
2. Les Musik Klasik
Les musik klasik merupakan suatu pelajaran yang diberikan di luar jam
pelajaran sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga
menghasilkan nada dan irama yang harmonis.
a. Mengikuti les musik klasik
Mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran sekolah yang dilakukan dengan
memainkan alat musik sehingga menghasilkan nada dan irama yang harmonis.
Keterangan tentang keikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari
pengisian identitas subjek pada angket.
b. Tidak mengikuti les musik klasik
Tidak pernah atau tidak sedang mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran
sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga
ketidakikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari pengisian identitas
subjek pada angket.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah remaja putra dan remaja putri yang mengikuti
dan tidak mengikuti les musik klasik dengan kriteria sebagai berikut :
1. Berusia 13-16 tahun
Subjek dengan rentang usia tersebut dipilih karena tergolong dalam masa
remaja awal dimana remaja memiliki tugas perkembangan terpenting terutama
dalam menghadapi storm and stress yang berpengaruh pada tahap perkembangan selanjutnya.
2. Mengikuti les musik klasik
Remaja yang mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun. Seseorang yang
mengikuti les musik klasik merasakan dampak positif yang besar dari segi
kognitif dan emosi setelah lima tahun pertama mengikuti les musik klasik
(Hedden, 1999). Alat musik yang digunakan yaitu : piano, biola, gitar.
Subjek yang dipilih adalah remaja yang hanya mengikuti les musik klasik.
Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui
bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi
memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga
peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek
pada penelitian ini.
3. Tidak mengikuti les musik klasik
Subjek yang dipilih adalah remaja yang tidak mengikuti les musik klasik atau
remaja yang tidak mengikuti les menari, gamelan/ karawitan,
menggambar/melukis, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan
seperti teater, dan sebagainya..
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam
melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah
sebagai berikut :
1. Menyusun item dan mempersiapkan skala emotion focused coping yang terdiri dari tiga aspek, yaitu mengendalikan emosi, melepaskan emosi, dan relaksasi.
Setiapitem dalam skala tersebut mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak Setuju” (TS), dan ”Sangat Tidak Setuju” (STS).
2. Mengujicobakan skala atau melakukan try out pada individu yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian, yaitu remaja yang mengikuti les
antara 13-15 tahun. Uji coba dilaksanakan tanggal 5-20 Juli 2008. Alat ukur
yang disebarkan sebanyak 80 eksemplar
3. Melakukan pengujian validitas serta reliabilitas terhadap skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang telah diujicobakan. Pengujian dilakukan menggunakan program komputasi SPSSfor windows versi 13.0. 4. Mengumpulkan data dengan menyebarkan skalaemotion focused coping dalam
hubungan interpersonal yang berisiitem-item yang telah lolos seleksi.
5. Melakukan analisis data menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan antara 2
kelompok subjek.
6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil
penelitian
F. Metode Dan Alat Pengumpul Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran angket berupa
pernyataan yang akan diisi oleh subjek penelitian. Pernyataan langsung dan
terarah pada informasi mengenai data yang akan diungkap, dimana data berupa
fakta atau opini yang menyangkut diri subjek penelitian. Data dalam penelitian ini
akan dikumpulkan dengan menggunakan skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang akan dibagikan pada subjek. Alat pengumpul data
1. Data identitas
Data yang digunakan untuk mengungkap identitas subjek dalam penelitian ini
terdiri dari : jenis kelamin, umur, keikutsertaan dalam les musik klasik.
2. SkalaEmotion focused copingdalam hubungan interpersonal
Pengumpulan data penelitan dilakukan dengan menggunakan skala psikologis,
yaitu skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal. Skala tersebut disusun dengan menggunakan method of summated ratings, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon
sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2002). Prosedur penskalaan
dengan menggunakan summated ratings didasarkan oleh 2 asumsi, yaitu: 1)setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai
pernyataan yang favorableatau pernyataan yang unfavorable 2)jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot
atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden
yang mempunyai sikap negatif.
a. Penyusunan item skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal
a) Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai
kemampuan untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi
kemampuan untuk menerima keadaan. Individu melakukan penerimaan
dengan menganggap bahwa keadaan itu sudah terjadi dan tidak dapat
diubah. Selain itu, Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal
positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa
berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal
akan keadaan yang lebih baik. Individu juga mengendaikan emosi
dengan berdoa ataupun tidur.
b) Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan
untuk meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan.
Melepaskan emosi dilakukan dengan menangis, berteriak, atau
melakukan aktivitas yang dapat menjadi saran pencurahan perasaan
seperti menulis, menggambar atau melukis, dsb. Individu juga berbicara
pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang dialami saat
menghadapi permasalahan ataustressor.
c) Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk
meregangkan ketegangan dalam menghadapi stress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan
kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, bersantai, menceritakan
membuat tertawa, seperti membaca buku berisi cerita humor, atau
menonton acara dan film lucu.
Untuk mengungkapkan aspek-aspek tentang emotion focused coping maka peneliti membuat pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasikan
emotion focused coping. Pernyatan-pernyataan tersebut bersifatfavorable dan unfavorable. Pernyataan (item) yang bersifat favorable adalah item yang mendukung atau menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Sedangkan
item yang bersifat unfavorable adalah item yang tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Berdasarkan aspek-aspek
emotion focused coping tersebut, maka dibuat 60 item dengan spesifikasi 30 item bersifat favorable dan 30 item bersifat unfavorable. Pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan definisi operasional emotion focused coping kemudian diacak dan diberi nomor sehingga menghasilkan skalaemotion focused coping yang siap diujicobakan
Tabel 3.1
Distribusiitem skalaEmotion focused coping sebelum uji coba
NomorItem
No Aspek
Favorable Unfavorable
Jumlah
1 Mengendalikan emosi 1, 7, 13, 18, 22,
28, 38, 45, 51, 59
3, 8, 23, 31, 34,
39, 42, 50, 53, 57 20
2 Melepaskan emosi 2, 9, 14, 15, 21,
24, 26, 30, 35, 41
a. Pemberian skor skalaEmotion focused coping
Method of Summated Ratings merupakan metode penskalaan yang digunakan
pada skala Emotion focused coping, dimana skala ini terdiri dari pernyatan-pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Terdapat 4 kategori respon yang disediakan yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak
Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skor setiap pernyataan berturut-turut
adalah 4,3,2,1 untuk pernyataan yang bersifat favorable, sedangkan 1,2,3,4 untuk pernyataan yang bersifatunfavorable.
G. Validitas Dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan
mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat ukur yang memiliki
validitas yang tinggi akan menghasilkan error pengukuran yang kecil (Azwar
2002).
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu
validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis
rasional atau lewat professional judgement. Pada penelitian ini professional judgementdilakukan oleh orang yang sudah ahli yaitu dosen pembimbing.
2. Uji AnalisisItem
Uji analisis item bertujuan untuk mengetahui sejauhmana sebuah skala atau alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Item-item yang akan disusun menjadi sebuah skala harus sesuai dengan blue print dan indikator perilaku yang akan diungkap. Selain itu, item-item tersebut harus disusun sesuai dengan kaidah penulisan yang benar serta tidak mengandung sosial desirabilityyang tinggi.
Apabila sudah didapatkan item dalam jumlah yang cukup maka dilakukan prosedur seleksi item. Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris, yaitu data hasil uji coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala tersebut.
individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Untuk
skala sikap, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek yang bersikap positif dan mana subjek yang
bersikap negatif (Azwar, 2002).
Pengujian daya diskriminasiitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor itu sendiri dan akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Semakin baik daya diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Pemilihan item terbaik dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi sebesar 0,3. Dengan demikian,
item-item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,3 disisihkan, sedangkan item-item yang memiliki korelasi lebih atau sama dengan 0,3 dinyatakan sebagai item yang lolos seleksi dan dapat digunakan sebagai alat penelitian.
sampai dengan 0, 573. Sebaran item setelah proses seleksi dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
SpesifikasiItem Setelah Uji Coba
Item
Melepaskan emosi 9, 14, 15, 21, 24,
26, 35
5, 11, 19, 37, 48,
54, 60
14
Relaksasi 4, 16, 20, 25, 29,
40, 44, 49
10, 12, 17, 27, 47,
55, 58
15
Jumlahitem 21 20 41
Tabel 3.3
Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur
yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan
oleh koefisien reliabilitas dengan rentang angka antara 0 sampai dengan 1,00.
Semakin tinggi koefisien reliabilitas (semakin mendekati 1,00) maka semakin
tinggi pula reliabilitasnya. Sebaliknya apabila koefisien reliabilitas mendekati
0 maka reliabilitasnya semakin rendah (Azwar, 2002). Pada penelitian ini,
Pengujian reliabilitas skala emotion focused coping dalam penelitian ini dilakukan dengan program SPSSfor windows versi 13.0 (Reliability Analysis Scale-Alpha). Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh dalam penelitian ini
sebesar 0,907. Hal ini berarti bahwa skala emotion focused coping memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan
perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.
H. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
independent sample t-test. Teknik ini digunakan untuk menguji perbedaan antara dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean. Hasil t-test atau uji-t mengindikasikan ada atau tidaknya perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja
yang tidak mengikuti les musik klasik. Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan mulai tanggal 1 Agustus sampai
dengan 4 Agustus 2008. Skala penelitian disebarkan pada subjek yang menjadi
siswa di salah satu SMP dari tiga SMP swasta Katolik di Depok dan Bogor yang
dipilih oleh peneliti sebagai tempat pengambilan data. Selain itu, pengambilan
data juga dilakukan di 4 tempat les musik, dalam penelitian ini adalah les musik
klasik, yang berada di Depok dan Bogor. Skala yang disebarkan berjumlah 60
eksemplar. 30 eksemplar untuk subjek remaja yang mengikuti les musik klasik,
dan 30 eksemplar untuk subjek remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.
Dari 60 eksemplar yang disebarkan, semuanya dapat dianalisis karena memenuhi
persyaratan kelengkapan jawaban.
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala emotion
focused coping. Skala ini dianggap relevan untuk mengukur perbedaan emotion
focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang
tidak mengikuti les musik klasik karena sudah melewati tahap seleksi item dan
memiliki reliabilitas yang baik.
B. Deskripsi Subjek
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah remaja berusia 13-16 tahun
yang sedang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dengan
pertimbangan remaja dengan rentang usia tersebut termasuk dalam kategori
usia remaja awal yang rentan dengan proses menghadapi “badai dan tekanan”
terutama dalam hubungan interpersonalnya. Subjek dalam penelitian ini
terbagi menjadi 2 kelompok subjek, yaitu remaja yang mengikuti les musik
klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Masing-masing
kelompok subjek berjumlah 30 orang, sehingga keseluruhan subjek dalam
penelitian ini berjumlah 60 orang. Dalam kriteria keikutsertaan dalam les
musik klasik, untuk remaja yang mengikuti les musik klasik, dipilih subjek
dengan kriteria mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun, dan hanya
mengikuti les musik klasik. Sedangkan untuk remaja yang tidak mengikuti les
musik klasik, dipilih subjek dengan kriteria tidak mengikuti les musik klasik,
dan atau les menari, les gamelan/karawitan, les melukis/menggambar,
meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater, dan
sebagainya..
Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui
bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi
atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater dan sebagainya
memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga
peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek
pada penelitian ini.
Tabel 4.1
Dari hasil analisis didapatkan mean teoritis dan mean empirik. Mean
teoritis adalah rata-rata skor skala penelitian yang didapatkan dari angka yang
menjadi titik tengah skala tersebut. Sedangkanmean empiris adalah rata-rata skor
data yang diperoleh dari skor penelitian.
Skalaemotion focused coping yang digunakan dalam penelitian ini terdiri
atas 36 item yang setiap itemnya diberi skor 1 untuk nilai terendah dan skor 4
untuk nilai tertinggi. Maka rentang minimum-maksimumnya adalah 36x1 = 36
sampai dengan 36x4 = 144, dan luas jarak sebarannya adalah 144-36 = 108.
Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai 108/6 = 48. Data yang
Tabel 4.2 Hasil Analisis
Ikut Les Musik Klasik Tidak Ikut Les Musik Klasik Statistik
ini adalah 90. Dari 60 subjek penelitian, remaja yang mengikuti les musik klasik
memiliki mean empiris 106,5 dan mean empiris yang dimiliki oleh remaja yang
tidak mengikuti les musik klasik adalah 92,5. Dengan kata lainmean empiris yang
dihasilkan lebih besar daripadamean teoritis. Hal ini berarti bahwa skor rata-rata
subjek lebih tinggi daripada skor teori, dan dapat dikatakan bahwa subjek
penelitian memilikiemotion focused coping yang tinggi.
D. Uji Asumsi Analisis Data 1. Uji Normalitas
Uji normalitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk menguji
atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov
dari SPSSfor windows versi 13.0. Pengambilan keputusan didasarkan pada
besaran probabilitas (p). Apabila p > 0,05 maka distribusi dinyatakan
normal. Sebaliknya, apabila p < 0,05 maka distribusi dinyatakan tidak
normal.
Dari hasil pengujian terhadap kedua kelompok subjek diperoleh nilai
Kolmogorov Smirnov 0,722 dengan probabilitas 0, 674 (p > 0,05). Oleh
karena p lebih besar dari 0,05 maka diketahui bahwa distribusi data pada
kedua kelompok subjek adalah normal atau memenuhi persyaratan uji
normalitas.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah
data sampel memiliki varian yang sama. Uji homogenitas dalam penelitian
ini menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Pengambilan
keputusan didasarkan pada nilai probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka data
berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Sebaliknya, jika nilai
p < 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang tidak
sama.
Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,792.
Oleh karena p > 0,05 maka dapat diketahui bahwa data berasal dari populasi
E. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent sample t-test
dari program SPSS for windows versi 13.0. Independent sample t-test adalah
pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai
rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel.
Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi “ Ada perbedaanemotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak
mengikuti les musik klasik “. Dalam menentukan diterima atau ditolaknya
hipotesis, dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.
T-tabel diketahui dengan tabel distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α =
5%) dengan ketentuan :
- Jika t hitung≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak - Jika t hitung≥ t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima
Ringkasan hasil hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.3.
Dari tabel dapat dilihat bahwa dua kelompok subjek sama-sama memiliki
mean empiris yang lebih besar daripada mean teoritis, danmean empiris subjek
remaja yang mengikuti les musik klasik lebih besar daripada mean empiris
remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari perhitungan pada 60 subjek
diperoleh nilai t sebesar 9,450. Dan dengan df sebesar 58 diperoleh nilai t 5%
(2-tailed) sebesar 2,000. Dengan demikian nilai t hitung lebih besar daripada t
tabel.
Oleh karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka Ho ditolak
dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan emotion focused coping
antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti
les musik klasik.
Sebagai hasil tambahan, peneliti juga ingin melihat sejauhmana tiap-tiap
aspek kawasan ukur memberikan kontribusi terhadap skala emotion focused
coping. Oleh karena itu peneliti melakukan uji tambahan terhadap