• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikol"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK

KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Angela Ira Wulandari 029114100

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2009

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

PERBEDAAN EMOTION FOCUSED COPING DALAM HUBUNGAN INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG MENGIKUTI LES MUSIK

KLASIK DAN YANG TIDAK MENGIKUTI LES MUSIK KLASIK

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik. Penelitian ini merupakan penelitian perbandingan atau komparasi. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 30 remaja yang mengikuti les musik klasik dan 30 remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Subjek berusia antara 13 tahun hingga 16 tahun. Data diperoleh dengan menggunakan skala emotion focused coping. Daya diskriminasi skala menggunakan batas nilai ≥0,3 dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,907. Data penelitian dianalisis menggunakan uji-t, dan dalam menentukan diterima atau ditolaknya hipotesis dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

Hasil penghitungan menunjukkan mean empiris remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada mean empiris remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari hasil uji-t didapatkan t hitung sebesar 9,450 dan t tabel sebesar 1,671 serta p=0,00. Karena t hitung lebih besar daripada t tabel, dan nilai p < 0,05, dengan demikian hipotesis penelitian ini diterima. Artinya, ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan yang tidak mengikuti les musik klasik, dimana emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripada remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Kata kunci : remaja, emotion focused coping, les musik klasik

(6)

ABSTRACT

THE DIFFERENCES OF EMOTION FOCUSED COPING IN INTERPERSONAL RELATIONSHIP BETWEEN ADOLESCENT WHO

TAKES THE CLASSIC MUSIC COURSE AND WHO DOESN’T

Angela Ira Wulandari 029114100 Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

The purpose of this research was to see the differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t. This research was a comparison research. The hypothesis in this research was there were differences of emotion focused coping between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t.

The subjects in this research were 30 adolescent who takes the classic music course and 30 adolescent who doesn’t take the classic music course. The subjects were between 13-16 years old. The data were collected using emotion focused coping scale. Discrimination scale power was limited in ≥ 0,3 with the reliability coefficient 0,907. The research data was measured using t-test and to determine whether hypothesis can be accepted or unaccepted, it was done by comparing the value of t count with t table.

The result shows that empirical mean of adolescent who takes the classic music course was higher than the empirical mean of adolescent who doesn’t take the classic music course. The result of t-test shows that t count was 9,450 and t table was 2,000 with p = 0,000. Because of t count was higher than t table, so the hypothesis in this research was accepted. It means there was differences of emotion focused coping in interpersonal relationship between adolescent who takes the classic music course and who doesn’t, where the adolescent who takes the classic music course was higher than adolescent who doesn’t.

Keywords : adolescent, emotion focused coping, classic music course

(7)
(8)

baru saja berakhir hujan di sore ini...

menyisakan keajaiban..kilauan indahnya pelangi

...

( Ipang on theme song from laskar pelangi )

Kupersembahkan karya ini untuk kedua orangtuaku tercinta…

Papi Eduardus Kumoro Mariandoko

Mami Frideswinda Dwi Enggar Sulistyorini

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala bimbingan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Dalam menyelesaikan penelitian ini, penulis banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Sehubungan dengan itu, maka penulis ingin mengucapkan terima kasih secara tulus kepada orang-orang yang telah menginspirasi penulis selama menyelesaikan studi dan melakukan penelitian ini :

1. Allah Bapa di surga..untuk kasih-Nya dalam setiap langkah dan hela nafasku...

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata dharma Yogyakarta.

3. Bapak Y.Agung Santoso, S.Psi dan Ibu MM.Nimas Eki, M.Si (terimakasih untuk satu hari yang begitu berharga bu..) selaku dosen pembimbing akademik untuk pendampingan yang diberikan selama penulis melaksanakan studi.

4. Ibu Maria Laksmi Anantasari, S.Psi, M.Si , selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan pengetahuan yang berguna bagi penulis

(10)

6. Segenap karyawan Fakultas Psikologi : Pak Gi, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, dan Mas Muji yang banyak membantu penulis selama studi, terutama saat mengerjakan skripsi.

7. Subjek penelitian untuk kerjasama dan semangatnya.

8. Papi Eduardus Kumoro Mariandoko...terimakasih untuk pelajaran-pelajaran berharga dalam hidupku. Maaf untuk setiap hal yang mengecewakan..I love you so, pap...

9. Mami Frideswinda Dwi Enggar Sulistyorini...terimakasih untuk setiap kasih, dan doa yang mengiringi setiap langkahku. Maaf untuk setiap hal yang membuat terluka..Sayang sekali sama mami...

10. Mba Ika...terimakasih untuk menemaniku disini..semoga cepat dapat kerja ya mba...Aku sayang mba...

11. Dimas ‘Achiel’...calon sutradara&fotografer

handal..amiinnn...Terimakasih untuk setiap pelukan, hands, and shoulder to lean and cry on...Love you much, dude...

12. Yangkung&Yangti..juga Mbah Kakung..’ i know u’re shinning down on me from heaven..”Mbah ‘Ibu’,beserta om-om dan tante-tante ku (tante indah&tante yayuk..terimakasih untuk berbagi banyak cerita denganku..), juga sepupu-sepupuku...

13. Teman-teman mahasiswa angkatan 2002 yang sudah lulus dan yang belum lulus..Ellen,Donutz,Dian,Tyas,Dewi,Ina,Bona,BJ,dkk..semangat!

Terimakasih untuk kebersamaan selama ini..kangeennn...

(11)

14. Teman-teman Paduan Suara Mahasiswa ( also the cantus firmus orchestra), waktunya untuk pensiun, but not for the angel voices...

15. Teman-teman KKN...Suster Ignas, Asti, Fanny, Grace, Ika, Galang, BJ, Bambang, Ernest..dan warga di Ngireng-ireng..terimakasih untuk segala kesederhanaannya...

16. Teman-teman Kos Putri Intan...terimakasih untuk keceriaannya setiap hari..Dhanie”Ade”(teman terbaikku dsini..)..Mba Wiwied, Dita, Yeyen.. Niken,Betty,Tyas,Uus,Orpha,Vivi,Mba Sandra,Riza, Fanny,Shinta.. Juga mba warti..terimakasih untuk bantuannya terutama untuk kebutuhan akan lapar dan gizi..

17. Teman-teman Putra-Putri Altar PKKC...lama tidak bersua...kapan ya bisa ngumpul bareng lagi?yuk,reuni...! Ache&Ernest..(terimakasih untuk kepercayaannya tanpa harus bercerita..), Mba Joe “pet lover..”, Binta.. (miss you so,dear..), juga Alex,Putri,dkk..

18. Teman-teman alumni SMA 3 Bogor..Icha, Agiet, Nana, Abe, Antique.. terimakasih untuk semangatnya tiap kali ke yogya...

19. Keluarga Gang Vatikan...terimakasih untuk selalu menjadi keluarga bagiku...

20. Teman-teman Mudika Cilangkap Cilodong ‘MuCiCi’ (also Sancto Pietro Choir)...ga usah aku sebutin satu persatu ya...ga bakal muat satu bendel skripsiku..hihihi...

21. Jimbe & JJ, my dearest...When they can’t, you always be...Hug you from a distance....with unstopable love and prayer...

(12)

22. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih untuk semuanya.

Penulis menyadari bahwa penelitian dan penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, Januari 2009

Penulis

(13)
(14)

BAB II. LANDASAN TEORI A. Emotion focused coping

1. Pengertian Coping... 7

2. Jenis Coping... 8

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping... 10

B. Hubungan Interpersonal 1. Pengertian Hubungan Interpersonal... 11

2.Emotion Focused Coping Dalam Hubungan Interpersonal... 12

C. Remaja

2. Pengertian Les Musik Klasik... 18

3. Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik... 20

4. Remaja Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21

E. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik... 21

F. Hipotesis... 23

(15)

G. Skema... 24

F. Metode Dan Alat Pengumpul Data... 30

G. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas... 35

2. Uji Analisis Item... 36

3. Reliabilitas... 39

H. Metode Analisis Data... 40

(16)

F. Pembahasan... 49

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 57

B. Keterbatasan Penelitian... 57

C. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba... 62

Lampiran 2 Hasil Uji Coba... 67

Lampiran 3 Reliabilitas Alat Ukur... 70

Lampiran 4 Skala Penelitian... 73

Lampiran 5 Hasil Penelitian... 76

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas ... 79

Lampiran 7 Hasil Uji t... 81

Lampiran 8 Hasil Tambahan... 84

Lampiran 9 Surat Keterangan Penelitian... 87

(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema Perbedaan Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Antara Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik dan yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik

(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Distribusi item skala Emotion Focused Coping sebelum uji coba Tabel 3.2 Spesifikasi item setelah uji coba

Tabel 3.3 Spesifikasi item penelitian Tabel 4.1 Deskripsi subjek penelitian Tabel 4.2 Hasil analisis

Tabel 4.3 Hasil uji hipotesis

Tabel 4.4 Uji perbedaan tiap-tiap aspek

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Remaja atau adolescence adalah pemuda dan pemudi yang berada pada masa perkembangan yang disebut adolesensi atau masa remaja menuju kedewasaan (Rifai, 1998). Remaja merupakan individu yang berintegrasi dengan orang-orang dewasa

ditandai dengan keadaan bahwa anak tidak lagi merasa berada di bawah orang-orang

yang lebih tua melainkan berada pada tingkatan yang sama (Santrock, 2003). Remaja

terbagi dalam dua tahap usia, yaitu masa remaja awal yang dimulai usia 13-14 tahun

dan berakhir pada masa remaja akhir yaitu sekitar 17-18 tahun (Santrock, 2003).

Keberhasilan remaja awal dalam menghadapi storm and stress serta tugas perkembangan lain sangat berpengaruh pada keberhasilan fase perkembangan

selanjutnya (Santrock, 2003).

Remaja termasuk dalam suatu bagian kelompok sosial yaitu kelompok sebaya

(Dariyo, 2002). Kelompok sebaya merupakan tempat dimana remaja dapat belajar

banyak hal meliputi berinteraksi dan menghabiskan waktu untuk belajar dan bermain

dengan teman sebayanya. Kegiatan atau aktivitas yang dilakukan bersama-sama dan

mengandung hubungan timbal balik tersebut dinamakan hubungan interpersonal.

Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu dengan

individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang timbal balik (Bimo Walgito,

(21)

2003). Menjalin hubungan interpersonal dengan teman sebaya juga memberikan

beberapa keuntungan, antara lain dukungan atau penerimaan, prestasi, dan kasih

sayang. Kebutuhan akan dukungan atau penerimaan, kasih sayang dan prestasi

merupakan tiga hal penting yang bisa membuat remaja merasa bahagia bila mampu

memenuhinya (Santrock, 2003).

Remaja memiliki tugas perkembangan tersulit yaitu menjalin hubungan atau

relasi dengan orang lain (Dariyo, 2002). Remaja dituntut untuk mampu melakukan

penyesuaian terhadap perubahan-perubahan dan nilai-nilai baru dalam persahabatan.

Remaja yang sulit melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan-perubahan

tersebut membuat remaja terlibat dengan masalah-masalah dengan lingkungan

sosialnya sendiri, yaitu dengan teman sebaya. Masalah yang muncul antara lain

dikucilkan oleh teman sebaya, merasa sendiri, gangguan belajar, memiliki beban

mental dan pikiran, lalu akhirnya menjadistress.

Remaja memerlukan kemampuan untuk mengatasi stress dalam hubungan interpersonal agar tugas perkembangan dapat dilalui dengan baik (Dariyo, 2002).

Kemampuan mengatasi stress dalam hubungan interpersonal dalam penelitian ini diistilahkan dengan coping. Coping merupakan kemampuan individu untuk mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik yang berasal dari individu

maupun dari lingkungan) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam

menghadapi situasistressful (Folkman&Lazarus, 1998).

(22)

untuk mengurangi perasaan stress yang tidak menyenangkan, yang kemudian menyertai tindakan-tindakan tertentu, sedangkan problem focused coping merupakan usaha untuk menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan

menciptakan suatu tindakan tertentu.

Hasil penelitian pada 130 remaja pada tahap remaja awal menemukan bahwa

remaja mampu mengatasi berbagai masalah dalam hubungan interpersonal yang

menimbulkan stres dengan menggunakan kemampuancoping,dimana remaja mampu memahami akar masalah serta bereaksi terhadap masalah dan stress secara positif. Hal tersebut membuktikan pentingnya coping dalam hubungan interpersonal remaja dengan teman sebaya. (Forman, 1998).

Beberapa penelitian yang dilakukan sepanjang tahun 1998-2004 menyatakan

bahwa subjek yang menggunakan emotion focused coping merasakan hasil atau dampak yang lebih positif dalam menghadapi stress yang berhubungan dengan hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan subjek yang

menggunakan problem focused coping (Mutadin, 2005). Hasil penelitian pada 60 remaja di Philipina menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan emotion focused copingdalamstress yang berhubungan dengan persahabatan merasakan dampak yang positif dalam kemampuan menjalin kerjasama dengan kelompok teman sebaya

(23)

suatu kelompok dibanding remaja yang menggunakan problem focused coping (Forman, 1998).

Penelitian ini akan dilakukan pada remaja yang mengikuti les musik klasik

dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Mengikuti les musik klasik dapat

membantu meningkatkan perkembangan dan pengelolaan emosi seseorang (Djohan,

2003). Berbagai penelitian psikologi tentang musik klasik menyebutkan banyaknya

pengaruh positif dan peranan musik klasik bagi perkembangan emosi remaja. Salah

satu penelitian yang dilakukan yaitu di Inggris dengan hasil penelitian 76 persen

remaja yang mengikuti les musik klasik memiliki kemampuan mengelola emosi yang

lebih tinggi dalam menjalin persahabatan dibandingkan remaja yang tidak mengikuti

les musik klasik (Natalia&Utomo, 1999).

Terkait dengan emotion focused coping, sebuah penelitian yang dilakukan di Filipina menyebutkan bahwa emotion focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik lebih tinggi daripadaproblem focused coping remaja yang mengikuti les musik klasik. Hal tersebut dimungkinkan oleh kesempatan yang didapatkan dari les

musik klasik yang berpengaruh pada aspek-aspek emotion focused coping (Goleman, 1997).

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini dirumuskan sebagai berikut : ”Apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan

tidak mengikuti les musik klasik?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan, dalam hal

perkembangan remaja, khususnya terkait dengan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang menjadi salah satu tugas dalam masa

perkembangan tersebut

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan referensi

ataupun sumber informasi dalam mengembangkan penelitian sejenis

(25)

2. Manfaat praktis

a. Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan

pemahaman tentang perbedaan emotion focused coping pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan tidak mengikuti les musik klasik sehingga

apabila penelitian ini terbukti, dapat menjadi bahan pertimbangan untuk

mengikuti les musik klasik

b. Bagi orangtua, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman

tentang emotion focused coping dalam hubungan interpersonal pada remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik

klasik, serta memberikan sumbangan positif bagi orangtua untuk peran

sertanya dalam pendampingan remaja.

c. Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan atau

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Emotion focused coping

1. PengertianCoping

Coping merupakan pikiran-pikiran dan tindakan-tindakan yang digunakan untuk mengolah dan menyelesaikan masalah atau tuntutan-tuntutan dari situasi

yang penuh stres (Perlmutter&Hall, 1997). Coping juga didefinisikan sebagai kemampuan kognitif dan behavioral yang dilakukan seseorang untuk mengatur

tuntutan internal dan eksternal yang timbul dari hubungan individu dengan

lingkungan, yang dinilai mengganggu atau di luar batas-batas yang dimiliki oleh

individu tersebut. Usaha-usaha untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha

untuk menurunkan, meminimalisasi, dan juga menahan. Coping yang dimaksudkan disini terdiri dari pikiran-pikiran khusus dan perilaku yang

digunakan individu untuk mengatur tuntutan atau tekanan yang timbul dari

hubungan individu dengan lingkungan, khususnya yang berhubungan dengan

kesejahteraannya (Folkman& Folkman&Lazarus, 1998).

Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi suatu situasi baru yang secara potensial dapat mengancam, menimbulkan frustasi dan tantangan

(Folkman&Folkman&Lazarus, 1998). Selain itu coping merupakan respon yang ditunjukkan terhadap stressor, baik itu berupa sikap, perasaan, atau pikiran

(27)

individu dalam usaha untuk mengatasi, menahan, atau menurunkan efek negatif

dari situasi yang mengancam (Sadiyati, 2000). Coping juga didefinisikan sebagai perilaku dan pikiran yang secara sadar digunakan individu untuk mengontrol

pengaruh situasi stres yang dialami (Hamilton&Fagot, 1998).

Berdasarkan sejumlah definisi tersebut, diambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan coping adalah kemampuan individu untuk mengatasi dan mengelola stres dan diharapkan dapat membantu individu untuk beradaptasi

denganstress yang dialami.

2. JenisCoping

Folkman&Lazarus (1998) mengkategorikan coping ke dalam dua kelompok, yaituEmotion focused coping danProblem Focused Coping.

a. Emotion-Focused Coping

Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengurangi perasaan stres yang tidak menyenangkan, yang kemudian dapat menyertai

tindakan-tindakan tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).

Emotion-focused coping merupakan kemampuan untuk mengatur keadaan emosional yang dihubungkan dengan stres. Individu juga bisa

mencoba untuk mengubah reaksi emosi yang mereka munculkan sebagai

(28)

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa

emotion focused coping merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak menyenangkan dari stress dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi.

b. Problem-Focused Coping

Problem-focused coping merupakan kemampuan menyelesaikan tuntutan-tuntutan internal dan lingkungan dengan menciptakan suatu tindakan

tertentu (Folkman&Lazarus, 1998).

Orang dapat mengatasi suatu situasi stres dengan bekerja berhadapan

langsung dengan situasi stres itu sendiri yang diistilahkan dengan a problem solving-approach (Perlmutter&Hall, 1997).

Problem-focused coping merupakan strategi dimana situasi stres dipandang sebagai suatu masalah dan menggunakan strategi problem solving

untuk mengurangi atau membatasi sumber-sumber stres. Strategi ini melawan

secara langsung dengan situasi atau sumber stres dengan cara-cara yang pada

akhirnya akan mengurangi atau membatasi masalah tersebut. Strategi ini

terdiri dari identifikasi permasalahan, menghasilkan solusi-solusi yang

memungkinkan, memilih solusi yang tepat, menerapkan solusi pada

(29)

3. Faktor-Faktor Yang MempengaruhiCoping

Mutadin (2005) mengemukakan bahwa coping dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :

a. Kesehatan fisik

Kesehatan fisik merupakan hal yang penting karena selama dalam usaha

mengatasi stres individu dituntut untuk mengarahkan tenaga yang cukup besar.

Apabila sedang sakit atau lelah, maka individu tidak memiliki cukup energi

untuk melakukancoping sebaik ketika berada dalam kondisi sehat. b. Pandangan atau pemikiran positif

Keyakinan atau pandangan positif dalam menghadapi berbagai

permasalahan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting.

c. Keterampilan Memecahkan Masalah

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,

menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan unuk

menghasilkan alternatif tindakan, kemudian mempertimbangkan alternatif

tersebut sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya

melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.

d. Keterampilan Sosial

Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan

bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang

(30)

efektif, dan memiliki kemampuan untuk mengekspresikan diri pada

situasi-situasi sosial secara efektif

e. Dukungan Sosial

Dukungan ini meliputi pemenuhan kebutuhan akan dukungan emosional

dan informasi, serta bantuan nyata bagi individu yang diberikan oleh orangtua,

anggota keluarga lain, saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.

f. Sumber Materi

Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-barang, atau

layanan yang biasanya dapat dibeli.

B. Hubungan Interpersonal

1. Pengertian Hubungan Interpersonal

Hubungan interpersonal merupakan suatu hubungan antara individu satu

dengan individu lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik

(Walgito, 2003). Setiap orang membutuhkan orang lain dalam melakukan

aktivitas sosialnya.

Hubungan interpersonal merupakan hubungan dimana didalamnya

terdapat kebutuhan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain (Schutz,

1996). Kita membutuhkan orang lain sebagai standar untuk mengevaluasi

perilaku kita. Hubungan interpersonal akan memberikan dukungan emosional

dalam bentuk perhatian dan kasih sayang. Keinginan untuk melakukan kontak

(31)

diperoleh individu jika berhubungan dengan orang lain (Dayakisni&Hudaniah,

2003 ).

Jika hal-hal dalam kebutuhan-kebutuhan hubungan interpersonal tidak

terpenuhi atau tidak seperti yang diharapkan, dan tidak terealisasi maka akan

menghasilkan suatu akibat yang tidak menyenangkan bagi individu

(Schutz,1996). Konflik-konflik yang terjadi dalam hubungan interpersonal

banyak disebabkan karena adanya perbedaan-perbedaan individual (Schutz,

1996).

2.Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal

Dalam hubungan interpersonal terjadi berbagai permasalahan dan

konflik, dimana hal tersebut dapat menimbulkan perasaan-perasaan tidak

menyenangkan yang dihadapi individu, yang disebut dengan stress. Individu memerlukan cara untuk mengatasi stress yang dialami tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan hal-hal yang berorientasi

pada emosi, dalam hal ini disebutemotion focused coping.

Menurut Hardjana (1997), aspek emotion focused coping yang cocok digunakan untuk mengatasi stress dari permasalahan dalam hubungan interpersonal adalah :

a. Mengendalikan emosi, yaitu kemampuan untuk menerima keadaan.

Individu melakukan penerimaan dengan menganggap bahwa keadaan itu

(32)

mengambil hal-hal positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari

ketenangan, berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau

berkhayal akan keadaan yang lebih baik. Selain itu individu juga

melakukan penerimaan dengan berdoa, ataupun tidur.

b. Melepaskan emosi, yaitu kemampuan untuk meluapkan atau melepaskan

emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi dilakukan dengan

menangis dan berteriak. Selain itu individu juga berbicara pada orang lain

tentang perasaan yang dialami, dan mendiskusikan

perasaan-perasaan yang dialami saat menghadapi permasalahan ataustressor. c. Relaksasi, yaitu kemampuan untuk meregangkan ketegangan dalam

menghadapistress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan,bersantai, atau

melucu bersama orang lain dengan cara menceritakan pengalaman lucu,

membaca buku berisi cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja merupakan pemuda-pemudi yang berada pada masa peralihan dari

masa kanak-kanak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat proses perubahan

biologis, kognisi, emosi, dan sosial. Remaja mengalami proses pencarian identitas

karena kekaburan peran. Hal ini disebabkan karena pada tahap perkembangan ini

(33)

psikologis remaja adalah individu pada usia dimana ia berintegrasi dengan

masyarakat dewasa, masa dimana anak merasa berada dalam tingkatan yang sama

dengan orang-orang yang lebih tua paling tidak terkait dengan hak (Santrock,

2003). Masa remaja awal berlangsung dalam rentang usia 13-16 tahun, sedangkan

masa remaja akhir berlangsung dalam rentang usia 16-18 tahun ( Santrock, 2003).

2. Karakteristik Remaja

Pemikiran remaja tidak lagi terbatas pada pengalaman-pengalaman nyata

dan konkret melainkan sudah mampu membayangkan kejadian atau rekaan situasi

berupa kemungkinan hipotesis ataupun abstrak (Santrock, 2003). Hal ini sejalan

dengan teori kognitif Piaget dimana individu pada masa remaja berpikir secara

abstrak (tahap pemikiran operasional-formal).

Beragam tugas perkembangan disertai dengan kekaburan dan kebingungan

akan identitas diri menimbulkan konflik yang berbeda-beda pada tiap individu.

Hal ini membuat masa remaja sering dianggap sebagai periode yang penuh ”badai dan tekanan”. Periode ini sangat menonjol terjadi pada masa remaja awal

(Santrock, 2003) Sesuai dengan tugas perkembangannya remaja awal diharuskan

untuk mulai dapat mandiri secara psikologis, termasuk mengatasi berbagai

permasalahan yang dihadapi, dan hal tersebut bukanlah hal yang mudah bagi

(34)

3. Keadaan Emosi Remaja

Emosi merupakan perasaan-perasaan atau respon efektif yang dihasilkan

gejolak fisiologis, pikiran-pikiran, dan kepercayaan-kepercayaan, evaluasi

subjektif dan ekspresi tubuh (Abella, 1999).

Pada periode perubahan, emosi remaja menjadi lebih tinggi yang

intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang

terjadi. Adapun meningginya emosi terutama karena remaja berada di bawah

tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Remaja awal seringkali mudah

marah, mudah dirangsang dan emosinya cenderung meledak, dan sulit

mengendalikan perasaannya.

Pola emosi remaja awal terlihat jelas dari kematangan emosi berupa

pengendalian dan pelepasan emosi mereka, terutama dalam lingkungan

terdekatnya (Dariyo, 2002). Untuk mencapai kematangan emosi, remaja harus

belajar memperoleh gambaran tentang situasi-situasi yang dapat menimbulkan

reaksi emosional. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan membicarakan

berbagai masalah pribadinya dengan orang lain. Selain itu remaja juga dapat

belajar menggunakan katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya, dengan

latihan fisik, bermain dan bekerja, serta tertawa, menangis, ataupun berteriak

(35)

4. Hubungan Interpersonal Remaja Dengan Teman Sebaya

Sekolah bagi remaja merupakan tempat untuk melakukan hubungan

interpersonal. Relasi yang dibentuk remaja di lingkungan sekolah adalah

dengan teman-teman sekolahnya sendiri, dengan tingkat usia atau tingkat

kedewasaan yang sama. Teman-teman inilah yang biasa disebut teman sebaya

ataupeers (Santrock, 2003).

Bagi remaja, hubungan interpersonal dengan teman sebaya merupakan

salah satu bagian besar dalam perkembangannya. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Condry, Simon, dan Bronffenbrenner, selama 1 minggu remaja

baik laki-laki maupung perempuan menghabiskan waktu 2 kali lebih banyak

dengan teman sebaya daripada dengan orangtua (Santrock, 2003).

Bersama-sama dengan teman sebaya, remaja banyak menghabiskan waktu dalam

melakukan berbagai aktivitas atau kegiatan. Bahkan hubungan interpersonal

yang dilakukan remaja bersama dengan teman sebaya tidak hanya terjadi di

lingkungan sekolah saja, melainkan juga terjadi di luar lingkungan sekolah.

Dalam melakukan hubungan interpersonal dengan teman sebaya,

remaja juga menghadapi permasalahan-permasalahan. Masalah yang

terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya

pengaruh dari teman sebaya, perubahan perilaku sosial, pengelompokan sosial

yang baru, nilai-nilai baru dalamseleksi persahabatan, serta nilai-nilai baru

(36)

Meskipun teman sebaya merupakan bagian penting dalam perkembangan

remaja, namun teman sebaya itu juga dirasakan memberi pengaruh yang

kurang baik bagi remaja. Beberapa ahli teori menekankan pengaruh negatif

dari teman sebaya bagi perkembangan remaja, misalnya seperti ditolak atau

tidak diperhatikan oleh teman sebaya dapat mengakibatkan remaja merasa

kesepian dan timbul rasa permusuhan (Santrock, 2003). Oleh sebab itu

pencetus stress terbesar pada remaja, khususnya remaja awal adalah masalah sosial yang berhubungan dengan persahabatan atau hubungan interpersonal

dengan teman sebaya (Santrock, 2003).

D. Les Musik Klasik

1. Pengertian Musik Klasik

Musik merupakan perpaduan antara berbagai suara yang diolah dalam

suatu tempo tertentu, memiliki nilai seni, dan dapat digunakan untuk

mengekspresikan berbagai ide dan perasaan (Bernstein&Picker, 1999).Dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999), musik didefinisikan sebagai nada atau

suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan

keharmonisan, terutama dengan menggunakan alat-alat yang dapat

menghasilkan bunyi-bunyi.

Musik dapat meningkatkan kemampuan kognisi dan emosi karena musik

memiliki fungsi sebagai katalisator atau stimulus bagi timbulnya sebuah

(37)

mengandung unsur-unsur universal, bahasa yang melintasi batas usia, jenis

kelamin, ras, dan kebangsaan (Campbell, 2001). Musik memiliki tiga unsur, yaitu

melodi, harmoni, dan ritmik atau ketukan (Djohan, 2003).

Musik klasik merupakan musik yang memiliki kejernihan, keagungan, dan

keheningan, serta mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan, dan persepsi spasial

(Campbell, 2001). Musik klasik baik untuk perkembangan otak karena nada dan

iramanya teratur, sesuai dengan denyut nadi manusia, sehingga mampu

menstimulasi perkembangan otak dan jiwa (Djohan, 2003).

Musik klasik memiliki manfaat penting bagi perkembangan pribadi karena

dapat menenangkan, membantu pengelolaan emosi, membantu proses penyerapan

otak dalam belajar (Djohan, 2003). Musik klasik memiliki pengaruh yang lebih

besar dan cepat dibandingkan jenis musik lain dalam hal membantu

menyeimbangkan fungsi otak kanan dan otak kiri ( Hedden, 1999).

2. Pengertian Les Musik Klasik

Belajar memainkan alat musik berarti mempelajari sebuah reportoar yang

telah tertulis untuk sebuah alat musik (Djohan, 2003). Les musik klasik

merupakan suatu pelajaran memainkan alat-alat musik dengan susunan nada yang

indah karena berirama harmonis (Badudu&Zain, 1997). Alat musik yang

digunakan dalam les musik klasik antara lain piano, biola, gitar, cello dan harpa

(38)

Les musik klasik melatih individu dalam mengembangkan kemampuan

bermusik, kemampuan intelektual, kemampuan pengelolaan emosi, dan

keterampilan sosialnya (Goleman, 1997). Salah satu perwujudannya adalah

peserta les musik klasik terlatih untuk menghayati/menjiwai lagu (musik klasik)

sambil memainkan alat musik (Goleman, 1997)

Dalam sebuah lagu atau musik klasik, terdapat suatu alur atau plot yang

direpresentasikan melalui keras-lembutnya nada, tempo, dan sebagainya.

Sehingga peserta les musik klasik terlatih secara rutin untuk merepresentasikan

alur atau pot tersebut setiap memainkan suatu lagu (Goleman, 1997). Selain itu

mereka juga terlatih untuk mengembangkan nada dan chord (improvisasi) yang

sesuai. Peserta les musik klasik memiliki kesempatan untuk memainkan alat

musik secara berkelompok, baik dengan orang lain yang memainkan alat musik

sama, maupun bersama peserta lain yang memainkan alat musik berbeda atau

berbagai jenis. Hal itu menjadikan peserta les musik klasik terlatih dalam hal

menjalin hubungan sosial, yaitu kerjasama dengan kelompok dalam memainkan

alat musik (Goleman, 1997).

Selain itu, peserta les musik klasik juga dilatih untuk merepresentasikan

suatu alur atau plot dalam lagu atau musik klasik melalui keras-lembutnya nada,

(39)

3. Remaja Yang Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja yang mengikuti les musik klasik terlatih untuk mengembangkan

kemampuan pengelolaan emosi. Hal itu terjadi karena dalam les musik klasik, secara

rutin remaja melatih pengontrolan emosi dan pengekspresian emosi melalui

penjiwaan/penghayatan lagu atau musik klasik yang dimainkan, baik secara

individual maupun bermain musik dalam kelompok (Badudu&Zain, 1997).

Kemampuan itu membuat remaja dapat meredakan dan menetralkan emosinya, atau

bahkan mengekspresikan emosi yang dirasakan sehingga mampu merefleksikan

permasalahan yang dihadapi dengan baik (Badudu&Zain, 1997).

Remaja yang mengikuti les musik klasik cenderung memiliki kemampuan

empati yang cukup tinggi karena berbagai latihan kerjasama dengan teman-teman

yang lain dalam bermusik (Badudu&Zain, 1997). Selain itu, remaja tersebut juga

cenderung lebih kreatif, imajinatif, namun dalam ekspresi yang positif

(Badudu&Zain, 1997). Hal itu menjadikan remaja mampu menghadapi berbagai

permasalahan dengan sikap dan cara-cara yang positif dan berguna tidak hanya bagi

dirinya sendiri, namun juga bagi orang-orang di sekitarnya.

4. Remaja Yang Tidak Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja yang tidak mengikuti les musik klasik kurang memiliki

kesempatan untuk menghayati atau menjiwai lagu atau musik klasik yang

dimainkan, baik secara individual maupun secara berkelompok (Badudu&Zain,

(40)

kesempatan untuk mengikuti alur atau plot lagu (musik klasik) dan bertukar

pikiran dalam kelompok untuk memainkan alat musik (Badudu&Zain, 1997).

Berkaitan dengan emotion focused coping, hal-hal yang berpengaruh terhadap emotion focused coping pada remaja yang tidak mengikuti les musik dapat berkembang melalui keluarga dan lingkungan sosial. Kehidupan dalam

keluarga, seperti kebiasaan, pola asuh orangtua, dan sebagainya menjadi faktor

yang memungkinkan berpengaruh padaemotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Selain itu lingkungan sosial, seperti organisasi

kepemudaan atau kemasyarakatan yang diikuti juga memungkinkan berpengaruh

pada perkembangan emotion focused coping remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

E. Emotion focused coping Dalam Hubungan Interpersonal Remaja Yang

Mengikuti Les Musik Klasik Dan Tidak Mengikuti Les Musik Klasik

Remaja merupakan suatu masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa

dimana didalamnya terjadi berbagai proses perkembangan dan perubahan yang

menonjol. Beragam tugas perkembangan pada masa ini menuntut remaja untuk

menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan yang timbul dengan cara

masing-masing. Salah satu tugas perkembangan yang tersulit adalah menjalin

hubungan interpersonal dengan orang lain, khususnya teman sebaya. Remaja belajar

banyak hal dalam kelompok teman sebaya, sehingga membuat remaja diharuskan

(41)

lingkungan sosialnya tersebut. Individu yang kurang mampu menjalin hubungan

interpersonal dengan teman sebaya akan mendapat konflik dan permasalahan yang

berakibat pada sanksi sosial dari kelompok sebaya jika individu tidak dapat

mengatasi dengan baik.

Untuk menghadapi stressor yang timbul dalam hubungan interpersonal itu, individu memerlukan kemampuan untuk mengatasinya. Coping merupakan kemampuan untuk mengatasi stressor dan perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan dalam hubungan interpersonal tersebut.Emotion focused coping yang jarang digunakan dalam menghadapi berbagai permasalahan sehari-hari ternyata

menjadi strategi coping yang memiliki pengaruh dan dampak positif dalam menghadapi anekastressor tersebut.

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang mengikuti les musik klasik dan

tidak mengikuti les musik klasik. Les musik klasik merupakan salah satu bentuk

pelatihan dalam metode belajar untuk menunjang perkembangan emosi seseorang.

Dengan mengikuti les musik klasik seseorang memiliki kesempatan untuk dapat

mengelola emosi diri, yaitu memiliki kemampuan untuk menguasai perasaan agar

dapat diungkapkan dengan tepat, sehingga mampu mengambil tindakan yang

bermanfaat untuk menghadapi permasalahan yang timbul (Goleman, 1997). Individu

yang mengikuti les musik klasik memiliki kesempatan untuk melatih kemampuan

mengendalikan emosi dan kemampuan refleksi karena memainkan musik klasik

memerlukan penghayatan/penjiwaan tinggi. (Goleman, 1997). Selain itu les musik

(42)

kebutuhan orang lain dalam relasi sosial (Goleman, 1997). Pada saat memainkan alat

musik klasik bersama dengan kelompok pada dasarnya seseorang belajar untuk

membina hubungan dengan orang lain, menggunakan keterampilan sosial dengan

cara bekerjasama dalam tim dan menyelesaikan konflik atau permasalahan. Dengan

mengikuti les musik klasik dapat meningkatkan tingkat pelepasan emosi dan

pengurangan ketegangan, dimana seseorang dapat memotivasi diri sendiri agar dapat

melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat (Goleman, 1997).

F. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah ada perbedaanemotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan

(43)

F. Skema PerbedaanEmotion Focused Coping Dalam Hubungan Interpersonal Antara Remaja Yang mengikuti Les Musik Klasik dan Yang Tidak

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif atau perbandingan, yaitu

penelitian yang bertujuan untuk melihat perbedaan atau membandingkan dua

variabel yang sama dalam populasi yang berbeda (Azwar, 2002). Dalam

penelitian ini, peneliti ingin membandingkan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti dan tidak mengikuti les

musik klasik.

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah karakteristik yang dapat diamati dari sesuatu ( obyek ) dan

mampu memberikan macam-macam nilai atau beberapa kategori (Azwar, 2002).

Ada 2 variabel dalam penelitian ini, yaitu :

1. variabel bebas : mengikuti dan tidak mengikuti les musik klasik

2. variabel tergantung : emotion focused coping dalam hubungan interpersonal

(45)

C. Definisi Operasional

1. Emotion focused copingdalam hubungan interpersonal

Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal merupakan kemampuan untuk merespon atau menghadapi perasaan yang tidak

menyenangkan dari stress yang timbul dalam hubungan timbal balik dengan individu lainnya dengan melakukan cara-cara yang berorientasi pada emosi.

Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal menurut Hardjana (1997) dan Aldwin&Revenson (1999) meliputi aspek :

a. Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan

untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi kemampuan untuk menerima

keadaan. Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal positif atau hikmah

dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa berdiam diri atau

merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal akan keadaan yang lebih

baik. Individu juga mengendaikan emosi dengan berdoa ataupun tidur.

b. Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk

meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan. Melepaskan emosi

dilakukan dengan menangis, berteriak, atau melakukan aktivitas yang dapat

menjadi saran pencurahan perasaan seperti menulis, menggambar atau melukis,

dsb. Individu juga berbicara pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang

dialami saat menghadapi permasalahan ataustressor.

c. Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk

(46)

Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan kegiatan-kegiatan

yang menyenangkan, bersantai, menceritakan pengalaman lucu, atau melakukan

aktivitas-aktivitas yang dapat membuat tertawa, seperti membaca buku berisi

cerita humor, atau menonton acara dan film lucu.

Kecenderungan menggunakan emotion focused coping tercermin dalam skor yang diperoleh subjek dalam skala emotion focused copingdalam hubungan interpersonal. Makin tinggi skor yang diperoleh subjek,makin tinggi

kecenderungan subjek menggunakan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal.

2. Les Musik Klasik

Les musik klasik merupakan suatu pelajaran yang diberikan di luar jam

pelajaran sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga

menghasilkan nada dan irama yang harmonis.

a. Mengikuti les musik klasik

Mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran sekolah yang dilakukan dengan

memainkan alat musik sehingga menghasilkan nada dan irama yang harmonis.

Keterangan tentang keikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari

pengisian identitas subjek pada angket.

b. Tidak mengikuti les musik klasik

Tidak pernah atau tidak sedang mengikuti pelajaran di luar jam pelajaran

sekolah yang dilakukan dengan memainkan alat musik sehingga

(47)

ketidakikutsertaan dalam les musik klasik didapatkan dari pengisian identitas

subjek pada angket.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah remaja putra dan remaja putri yang mengikuti

dan tidak mengikuti les musik klasik dengan kriteria sebagai berikut :

1. Berusia 13-16 tahun

Subjek dengan rentang usia tersebut dipilih karena tergolong dalam masa

remaja awal dimana remaja memiliki tugas perkembangan terpenting terutama

dalam menghadapi storm and stress yang berpengaruh pada tahap perkembangan selanjutnya.

2. Mengikuti les musik klasik

Remaja yang mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun. Seseorang yang

mengikuti les musik klasik merasakan dampak positif yang besar dari segi

kognitif dan emosi setelah lima tahun pertama mengikuti les musik klasik

(Hedden, 1999). Alat musik yang digunakan yaitu : piano, biola, gitar.

Subjek yang dipilih adalah remaja yang hanya mengikuti les musik klasik.

Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui

bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi

(48)

memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga

peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek

pada penelitian ini.

3. Tidak mengikuti les musik klasik

Subjek yang dipilih adalah remaja yang tidak mengikuti les musik klasik atau

remaja yang tidak mengikuti les menari, gamelan/ karawitan,

menggambar/melukis, meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan

seperti teater, dan sebagainya..

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini dibuat sebagai panduan bagi peneliti dalam

melaksanakan penelitian ini. Langkah-langkah yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Menyusun item dan mempersiapkan skala emotion focused coping yang terdiri dari tiga aspek, yaitu mengendalikan emosi, melepaskan emosi, dan relaksasi.

Setiapitem dalam skala tersebut mempunyai 4 alternatif jawaban, yaitu ”Sangat Setuju” (SS), ”Setuju” (S), ”Tidak Setuju” (TS), dan ”Sangat Tidak Setuju” (STS).

2. Mengujicobakan skala atau melakukan try out pada individu yang memiliki karakteristik sama dengan subjek penelitian, yaitu remaja yang mengikuti les

(49)

antara 13-15 tahun. Uji coba dilaksanakan tanggal 5-20 Juli 2008. Alat ukur

yang disebarkan sebanyak 80 eksemplar

3. Melakukan pengujian validitas serta reliabilitas terhadap skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang telah diujicobakan. Pengujian dilakukan menggunakan program komputasi SPSSfor windows versi 13.0. 4. Mengumpulkan data dengan menyebarkan skalaemotion focused coping dalam

hubungan interpersonal yang berisiitem-item yang telah lolos seleksi.

5. Melakukan analisis data menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan antara 2

kelompok subjek.

6. Membuat pembahasan dan kesimpulan dari data yang didapatkan sebagai hasil

penelitian

F. Metode Dan Alat Pengumpul Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyebaran angket berupa

pernyataan yang akan diisi oleh subjek penelitian. Pernyataan langsung dan

terarah pada informasi mengenai data yang akan diungkap, dimana data berupa

fakta atau opini yang menyangkut diri subjek penelitian. Data dalam penelitian ini

akan dikumpulkan dengan menggunakan skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal yang akan dibagikan pada subjek. Alat pengumpul data

(50)

1. Data identitas

Data yang digunakan untuk mengungkap identitas subjek dalam penelitian ini

terdiri dari : jenis kelamin, umur, keikutsertaan dalam les musik klasik.

2. SkalaEmotion focused copingdalam hubungan interpersonal

Pengumpulan data penelitan dilakukan dengan menggunakan skala psikologis,

yaitu skala emotion focused coping dalam hubungan interpersonal. Skala tersebut disusun dengan menggunakan method of summated ratings, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon

sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2002). Prosedur penskalaan

dengan menggunakan summated ratings didasarkan oleh 2 asumsi, yaitu: 1)setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai

pernyataan yang favorableatau pernyataan yang unfavorable 2)jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot

atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden

yang mempunyai sikap negatif.

a. Penyusunan item skala Emotion focused coping dalam hubungan interpersonal

(51)

a) Mengendalikan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai

kemampuan untuk mengatur emosi. Kemampuan ini meliputi

kemampuan untuk menerima keadaan. Individu melakukan penerimaan

dengan menganggap bahwa keadaan itu sudah terjadi dan tidak dapat

diubah. Selain itu, Individu cenderung bersikap mengambil hal-hal

positif atau hikmah dari suatu permasalahan, mencari ketenangan berupa

berdiam diri atau merenung, dan melakukan imajinasi atau berkhayal

akan keadaan yang lebih baik. Individu juga mengendaikan emosi

dengan berdoa ataupun tidur.

b) Melepaskan emosi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan

untuk meluapkan atau melepaskan emosi atau perasaan-perasaan.

Melepaskan emosi dilakukan dengan menangis, berteriak, atau

melakukan aktivitas yang dapat menjadi saran pencurahan perasaan

seperti menulis, menggambar atau melukis, dsb. Individu juga berbicara

pada orang lain tentang perasaan-perasaan yang dialami saat

menghadapi permasalahan ataustressor.

c) Relaksasi. Dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan untuk

meregangkan ketegangan dalam menghadapi stress dengan humor atau melucu. Individu melakukan humor atau melucu dengan melakukan

kegiatan-kegiatan yang menyenangkan, bersantai, menceritakan

(52)

membuat tertawa, seperti membaca buku berisi cerita humor, atau

menonton acara dan film lucu.

Untuk mengungkapkan aspek-aspek tentang emotion focused coping maka peneliti membuat pernyataan-pernyataan yang mengidentifikasikan

emotion focused coping. Pernyatan-pernyataan tersebut bersifatfavorable dan unfavorable. Pernyataan (item) yang bersifat favorable adalah item yang mendukung atau menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Sedangkan

item yang bersifat unfavorable adalah item yang tidak mendukung atau tidak menunjukkan ciri atribut yang hendak diukur. Berdasarkan aspek-aspek

emotion focused coping tersebut, maka dibuat 60 item dengan spesifikasi 30 item bersifat favorable dan 30 item bersifat unfavorable. Pernyataan-pernyataan yang telah disusun berdasarkan definisi operasional emotion focused coping kemudian diacak dan diberi nomor sehingga menghasilkan skalaemotion focused coping yang siap diujicobakan

(53)

Tabel 3.1

Distribusiitem skalaEmotion focused coping sebelum uji coba

NomorItem

No Aspek

Favorable Unfavorable

Jumlah

1 Mengendalikan emosi 1, 7, 13, 18, 22,

28, 38, 45, 51, 59

3, 8, 23, 31, 34,

39, 42, 50, 53, 57 20

2 Melepaskan emosi 2, 9, 14, 15, 21,

24, 26, 30, 35, 41

a. Pemberian skor skalaEmotion focused coping

Method of Summated Ratings merupakan metode penskalaan yang digunakan

pada skala Emotion focused coping, dimana skala ini terdiri dari pernyatan-pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Terdapat 4 kategori respon yang disediakan yaitu : SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak

Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Skor setiap pernyataan berturut-turut

adalah 4,3,2,1 untuk pernyataan yang bersifat favorable, sedangkan 1,2,3,4 untuk pernyataan yang bersifatunfavorable.

G. Validitas Dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah ketepatan dan kecermatan skala dalam menjalankan

(54)

mengukur atribut yang memang hendak diukur. Suatu alat ukur yang memiliki

validitas yang tinggi akan menghasilkan error pengukuran yang kecil (Azwar

2002).

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu

validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis

rasional atau lewat professional judgement. Pada penelitian ini professional judgementdilakukan oleh orang yang sudah ahli yaitu dosen pembimbing.

2. Uji AnalisisItem

Uji analisis item bertujuan untuk mengetahui sejauhmana sebuah skala atau alat ukur melakukan fungsi ukurnya. Item-item yang akan disusun menjadi sebuah skala harus sesuai dengan blue print dan indikator perilaku yang akan diungkap. Selain itu, item-item tersebut harus disusun sesuai dengan kaidah penulisan yang benar serta tidak mengandung sosial desirabilityyang tinggi.

Apabila sudah didapatkan item dalam jumlah yang cukup maka dilakukan prosedur seleksi item. Prosedur seleksi item didasarkan pada data empiris, yaitu data hasil uji coba item pada kelompok subjek yang karakteristiknya setara dengan subjek yang hendak dikenai skala tersebut.

(55)

individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Untuk

skala sikap, item yang berdaya beda tinggi adalah item yang mampu membedakan mana subjek yang bersikap positif dan mana subjek yang

bersikap negatif (Azwar, 2002).

Pengujian daya diskriminasiitem dilakukan dengan komputasi koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan kriteria yang relevan, yaitu distribusi skor itu sendiri dan akan menghasilkan koefisien korelasi item total (rix). Semakin baik daya diskriminasi sebuah item, maka koefisien korelasinya semakin mendekati angka 1,00. Pemilihan item terbaik dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi sebesar 0,3. Dengan demikian,

item-item yang memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,3 disisihkan, sedangkan item-item yang memiliki korelasi lebih atau sama dengan 0,3 dinyatakan sebagai item yang lolos seleksi dan dapat digunakan sebagai alat penelitian.

(56)

sampai dengan 0, 573. Sebaran item setelah proses seleksi dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 3.2

SpesifikasiItem Setelah Uji Coba

Item

Melepaskan emosi 9, 14, 15, 21, 24,

26, 35

5, 11, 19, 37, 48,

54, 60

14

Relaksasi 4, 16, 20, 25, 29,

40, 44, 49

10, 12, 17, 27, 47,

55, 58

15

Jumlahitem 21 20 41

(57)

Tabel 3.3

Reliabilitas diartikan sebagai konsistensi atau keterpercayaan hasil ukur

yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Reliabilitas dinyatakan

oleh koefisien reliabilitas dengan rentang angka antara 0 sampai dengan 1,00.

Semakin tinggi koefisien reliabilitas (semakin mendekati 1,00) maka semakin

tinggi pula reliabilitasnya. Sebaliknya apabila koefisien reliabilitas mendekati

0 maka reliabilitasnya semakin rendah (Azwar, 2002). Pada penelitian ini,

(58)

Pengujian reliabilitas skala emotion focused coping dalam penelitian ini dilakukan dengan program SPSSfor windows versi 13.0 (Reliability Analysis Scale-Alpha). Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh dalam penelitian ini

sebesar 0,907. Hal ini berarti bahwa skala emotion focused coping memiliki keajegan yang tinggi sehingga dapat dipercaya untuk mengungkapkan

perbedaan emotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

H. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

independent sample t-test. Teknik ini digunakan untuk menguji perbedaan antara dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean. Hasil t-test atau uji-t mengindikasikan ada atau tidaknya perbedaan emotion focused coping dalam hubungan interpersonal antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja

yang tidak mengikuti les musik klasik. Uji hipotesis penelitian dilakukan dengan

(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian dilakukan mulai tanggal 1 Agustus sampai

dengan 4 Agustus 2008. Skala penelitian disebarkan pada subjek yang menjadi

siswa di salah satu SMP dari tiga SMP swasta Katolik di Depok dan Bogor yang

dipilih oleh peneliti sebagai tempat pengambilan data. Selain itu, pengambilan

data juga dilakukan di 4 tempat les musik, dalam penelitian ini adalah les musik

klasik, yang berada di Depok dan Bogor. Skala yang disebarkan berjumlah 60

eksemplar. 30 eksemplar untuk subjek remaja yang mengikuti les musik klasik,

dan 30 eksemplar untuk subjek remaja yang tidak mengikuti les musik klasik.

Dari 60 eksemplar yang disebarkan, semuanya dapat dianalisis karena memenuhi

persyaratan kelengkapan jawaban.

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala emotion

focused coping. Skala ini dianggap relevan untuk mengukur perbedaan emotion

focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang

tidak mengikuti les musik klasik karena sudah melewati tahap seleksi item dan

memiliki reliabilitas yang baik.

B. Deskripsi Subjek

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah remaja berusia 13-16 tahun

yang sedang bersekolah di Sekolah Menengah Pertama (SMP), dengan

(60)

pertimbangan remaja dengan rentang usia tersebut termasuk dalam kategori

usia remaja awal yang rentan dengan proses menghadapi “badai dan tekanan”

terutama dalam hubungan interpersonalnya. Subjek dalam penelitian ini

terbagi menjadi 2 kelompok subjek, yaitu remaja yang mengikuti les musik

klasik dan remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Masing-masing

kelompok subjek berjumlah 30 orang, sehingga keseluruhan subjek dalam

penelitian ini berjumlah 60 orang. Dalam kriteria keikutsertaan dalam les

musik klasik, untuk remaja yang mengikuti les musik klasik, dipilih subjek

dengan kriteria mengikuti les musik klasik minimal 5 tahun, dan hanya

mengikuti les musik klasik. Sedangkan untuk remaja yang tidak mengikuti les

musik klasik, dipilih subjek dengan kriteria tidak mengikuti les musik klasik,

dan atau les menari, les gamelan/karawitan, les melukis/menggambar,

meditasi atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater, dan

sebagainya..

Hal tersebut dikarenakan pada beberapa penelitian sebelumnya diketahui

bahwa les menari, les gamelan/karawitan, les menggambar/melukis, meditasi

atau yoga, beladiri, serta seni pertunjukan seperti teater dan sebagainya

memiliki pengaruh positif dalam perkembangan emosi seseorang, sehingga

peneliti merasa perlu untuk melakukan pengontrolan dalam pemilihan subjek

pada penelitian ini.

(61)

Tabel 4.1

Dari hasil analisis didapatkan mean teoritis dan mean empirik. Mean

teoritis adalah rata-rata skor skala penelitian yang didapatkan dari angka yang

menjadi titik tengah skala tersebut. Sedangkanmean empiris adalah rata-rata skor

data yang diperoleh dari skor penelitian.

Skalaemotion focused coping yang digunakan dalam penelitian ini terdiri

atas 36 item yang setiap itemnya diberi skor 1 untuk nilai terendah dan skor 4

untuk nilai tertinggi. Maka rentang minimum-maksimumnya adalah 36x1 = 36

sampai dengan 36x4 = 144, dan luas jarak sebarannya adalah 144-36 = 108.

Dengan demikian setiap satuan deviasi standarnya bernilai 108/6 = 48. Data yang

(62)

Tabel 4.2 Hasil Analisis

Ikut Les Musik Klasik Tidak Ikut Les Musik Klasik Statistik

ini adalah 90. Dari 60 subjek penelitian, remaja yang mengikuti les musik klasik

memiliki mean empiris 106,5 dan mean empiris yang dimiliki oleh remaja yang

tidak mengikuti les musik klasik adalah 92,5. Dengan kata lainmean empiris yang

dihasilkan lebih besar daripadamean teoritis. Hal ini berarti bahwa skor rata-rata

subjek lebih tinggi daripada skor teori, dan dapat dikatakan bahwa subjek

penelitian memilikiemotion focused coping yang tinggi.

D. Uji Asumsi Analisis Data 1. Uji Normalitas

Uji normalitas dalam suatu penelitian dilakukan untuk menguji

(63)

atau tidak. Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov Smirnov

dari SPSSfor windows versi 13.0. Pengambilan keputusan didasarkan pada

besaran probabilitas (p). Apabila p > 0,05 maka distribusi dinyatakan

normal. Sebaliknya, apabila p < 0,05 maka distribusi dinyatakan tidak

normal.

Dari hasil pengujian terhadap kedua kelompok subjek diperoleh nilai

Kolmogorov Smirnov 0,722 dengan probabilitas 0, 674 (p > 0,05). Oleh

karena p lebih besar dari 0,05 maka diketahui bahwa distribusi data pada

kedua kelompok subjek adalah normal atau memenuhi persyaratan uji

normalitas.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk memeriksa apakah

data sampel memiliki varian yang sama. Uji homogenitas dalam penelitian

ini menggunakan program SPSS for windows versi 13.0. Pengambilan

keputusan didasarkan pada nilai probabilitas (p). Jika p > 0,05 maka data

berasal dari populasi yang memiliki varian yang sama. Sebaliknya, jika nilai

p < 0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian yang tidak

sama.

Dari perhitungan yang dilakukan, diperoleh nilai p sebesar 0,792.

Oleh karena p > 0,05 maka dapat diketahui bahwa data berasal dari populasi

(64)

E. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent sample t-test

dari program SPSS for windows versi 13.0. Independent sample t-test adalah

pengujian menggunakan distribusi t terhadap signifikansi perbedaan nilai

rata-rata tertentu dari dua kelompok sampel.

Hipotesis dalam penelitian ini berbunyi “ Ada perbedaanemotion focused coping antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak

mengikuti les musik klasik “. Dalam menentukan diterima atau ditolaknya

hipotesis, dilakukan dengan cara membandingkan nilai t hitung dengan t tabel.

T-tabel diketahui dengan tabel distribusi t pada taraf kepercayaan 95% (α =

5%) dengan ketentuan :

- Jika t hitung≤ t tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak - Jika t hitung≥ t tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima

Ringkasan hasil hipotesis dapat dilihat pada tabel 4.3.

(65)

Dari tabel dapat dilihat bahwa dua kelompok subjek sama-sama memiliki

mean empiris yang lebih besar daripada mean teoritis, danmean empiris subjek

remaja yang mengikuti les musik klasik lebih besar daripada mean empiris

remaja yang tidak mengikuti les musik klasik. Dari perhitungan pada 60 subjek

diperoleh nilai t sebesar 9,450. Dan dengan df sebesar 58 diperoleh nilai t 5%

(2-tailed) sebesar 2,000. Dengan demikian nilai t hitung lebih besar daripada t

tabel.

Oleh karena nilai t hitung lebih besar daripada t tabel, maka Ho ditolak

dan Ha diterima, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini

diterima. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan emotion focused coping

antara remaja yang mengikuti les musik klasik dan remaja yang tidak mengikuti

les musik klasik.

Sebagai hasil tambahan, peneliti juga ingin melihat sejauhmana tiap-tiap

aspek kawasan ukur memberikan kontribusi terhadap skala emotion focused

coping. Oleh karena itu peneliti melakukan uji tambahan terhadap

Gambar

Gambar 1Skema  Perbedaan  Emotion  focused  coping Dalam  Hubungan
Tabel 3.1Distribusi item skala Emotion Focused Coping sebelum uji coba
Tabel 3.1
SpesifikasiTabel 3.2 Item Setelah Uji Coba
+6

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi yang berjudul, “Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Pelayanan Kesehatan dengan Perilaku Anten atal Care di Puskesmas Kassi Kassi Makassar” yang disusun oleh

Sumber Wringin merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Bondowoso yang mempunyai sistem pemerintahan yang sama dengan kecamatan lain di Bondowoso3. Unit

Dan pada intensitas cahaya yang tinggi biasanya berkorelasi positif dengan suhu, dan suhu akan mempengaruhi kerja enzim, untuk tanaman jagung manis suhu yang

: Setelah kuliah / praktikum ini mahasiswa diharapkan mampu memahami dan dapat menjelaskan tentang organisasi rumah sakit, kebijakan dan penganggaran, PFT dan Formularium,

Bahaya penghirupan Berdasarkan data yang tersedia, kriteria klasifikasi tidak terpenuhi. Informasi lebih lanjut Complete toxicity data are not available for this

Dapat dikatakan faktor-faktor dalam negri mampu menjadikan dan mendorong indonesia membangun kemampuan pertahanan yang kuat serta mampu bersaing dengan kekuatan

Dalam rangka pengambilan keputusan atas penghapusan pencatatan Efek, persetujuan atau penolakan atas permohonan pencatatan kembali Efek serta penempatannya pada Papan Utama atau

[r]