• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Komunikasi Pewarisan Nilai Kearifan Lokal Melalui Komunikasi Keteladanan Dalam Masyarakat Perkotaan Di Kota Bima

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Proses Komunikasi Pewarisan Nilai Kearifan Lokal Melalui Komunikasi Keteladanan Dalam Masyarakat Perkotaan Di Kota Bima"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Proses Komunikasi Pewarisan Nilai Kearifan Lokal

Melalui Komunikasi Keteladanan Dalam Masyarakat Perkotaan

Di Kota Bima

Rahmi, Yayu Rahmawati Mayangsari dan M. Al-Asyari Program Studi Komunikasi STISIP Mbojo Bima

Email: rahmi.stisipbima@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilatarbelakangi keingintahuan peneliti tentang proses komunikasi pewarisan nilai-nilai kearifan lokal melalui komunikasi keteladanan yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Karena sesungguhnya komunikasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sosial. Komunikasi dalam keluarga yang paling berpengaruh terhadap sikap dan tindakan anak dalam lingkungan sosial. Bentukan dalam kelurga bentuk itu pula yang tercermin dalam sikap dan perbuatan anak dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk dan melestarikan budaya suatu masyarakat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Proses Komunikasi Pewarisan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Komunikasi Keteladanan Dalam Keluarga?. Tujuan penelitian yakni untuk mengetahui proses komunikasi keteladanan yang dilakukan orang tua kepada anak dalam mewariskan nilai-nilai kearifan lokal. Hasil penelitian ini adalah Peran orang tua atau ayah dan ibu sama-sama memberikan teladan yang baik dan mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal Bima kepada anaknya. Selanjutnya pewarisan nilai kearifan lokal tersebut diajarkan melalui media-media internet serta memberikan nasihat-nasihat secara langsung yang dilakukan secara informal seperti saat ngobrol bersama di ruang TV atau saat selesai Sholat berjamaah. Saat orang tua telah meneladani serta menasihati namun mereka tidak mengimplementasikan dengan perbuatan sehari-harinya, maka orang tua atau lebih tepatnya ayah akan menegurnya dengan cara yang lembut hingga keras. Cara orang tua mewariskan nilai-nilai kearifan lokal melalui keteladanan, kebisaan, nasehat, dan memberikan contoh keteladan yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal maja labo dahu, nggahi rawi pahu, dan Ketada Rawi Ma Tedi, Ketedi Rawi Ma Tada. Tujuannya agar anak-anak mereka mengetahui dan meneladani nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

Kata Kunci: komunikasi, keteladanan, nilai, kearifan lokal, Bima

Pendahuluan

Konsep Global village atau desa global Marshall Mc. Luhan membawa perubahan yang besar dalam kehidupan manusia. Era globalisasi memungkinkan manusia berkomunikasi tanpa batasan jarak dan waktu, mempermudah cara hidup manusia, mengubah pola hidup manusia, membawa dan membentuk budaya baru, membawa nilai-nilai baru dan bahkan merubah nilai-nilai yang telah lebih dulu ada. Kemajuan teknologi komunikasi pada umumnya terlebih dahulu berdampak kepada

masyarakat perkotaan karena masyarakat perkotaan yang menjadi konsumen pertama sehingga bersamaan dengan hal tersebut merubah gaya hidup masyarakat perkotaan. Anak-anak yang hidup di wilayah perkotaan Bima seiring dewasa ini mulai hidup dengan mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Bima. Mereka mulai terbiasa hidup dengan nila-nilai budaya baru sebagai dampak dari era globalisasi.

Tergerusnya nilai-nilai kearifan lokal menjadi kekhawatiran tersendiri menginggat

▸ Baca selengkapnya: apa nilai-nilai keteladanan dari para penguasa ayyubiyah yang terkenal

(2)

kearifan lokal merupakan identitas kultural yang harus terus ada, dijaga dan diwariskan sehingga menjadi ciri pembeda dengan budaya lainnya. Pewarisan suatu budaya terjadi karena adanya proses komunikasi sedangkan komunikasi merupakan suatu budaya. Pewarisan nilai-nilai kearifan lokal dilakukan melalui proses komunikasi secara terus menerus dari generasi ke generasi dan bukan diwariskan melalui genetik.

Kemajuan teknologi komunikasi melahirkan budaya baru dalam proses komunikasi manusia. Komunikasi interpersonal dalam keluarga, pada umunya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar orang yang dilakukan secara tatap muka dalam situasi yang pribadi, akan tetapi perkembangan teknologi komunikasi memungkinkan komunikasi interpersonal dalam keluarga dilakukan secara tidak langsung. Perkembangan teknologi komunikasi melahirkan budaya komunikasi baru dalam keluarga.

Keluarga merupakan pusat pertama peradaban pendidikan utama bagi anggota keluarga dimana untu kmewujudkan hal tersebut komunikasi haruslah menjadi landasan utama dan pertama. Komunikasi dalam keluarga merupakan proses penyampaian pesan baik secara verbal maupun nonverbal yang dilakukan dalam keluarga, dalam penelitian ini yakni berfokus pada komunikasi orang tua kepada anak. Orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak oleh karena itu harus menyampaikan pesan-pesan yang bersifat mendidik, memberikan contoh-contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang tercermin dalam perkataan maupun perbuatan.

Komunikasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sosial. Komunikasi dalam keluarga yang paling

berpengaruh terhadap sikap dan tindakan anak dalam lingkungan sosial. Bentukan dalam kelurga bentuk itu pula yang tercermin dalam sikap dan perbuatan anak dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk dan melestarikan budaya suatu masyarakat. Peranan komunikasi keluarga dalam melestarikan suatu budaya dalam masyarakat tertentu tidak menafikan peranan unsur-unsur lainnya. Akan tetapi dalam penelitian ini perlu ada batasan masalah sehingga penelitian ini lebih terfokus pada pewarisan nilai-nilai kearifan lokal melalui komunikasi keteladanan dalam keluarga.

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Budaya Kearifan Lokal Menurut Fiske (2012) ilmu komunikasi dibagi menjadi dua mahzab utama. Pertama, kelompok yang melihat komunikasi sebagai transmisi pesan, kelompok ini fokus dengan bagaimana pengirim dan penerima, mengirim dan menerima (pesan). Kelompok ini sangat memperhatikan dengan hal-hal sebagai efisiensi dan akurasi. Pandangan ini melihat komunikasi sebagai proses dimana seseorang mempengaruhi perilaku atau cara berpikir orang lain. Mahzab inidisebutmahzab“proses”. Kedua, melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna. Kelompok ini fokus dengan bagaimana pesan, atau teks berinteraksi dengan manusia di dalam rangka untuk memproduksi makna.

Pembagian mazhab komunikasi yang dilakukan Fiske memberi kemudahan bagi kita untuk menentukan definisi mana yang tepat untuk memahami dan menjelaskan penelitian kita sebagaimana yang dijelaskan Littlejohn bahwa definisi memberi gambaran cakupan yang sesuai dengan tema penelitian kita atau tidak. Menurut hemat peneliti mazhab “proses” lebih sesuai untuk memahami tema penelitian ini.

(3)

Dalam mazhab “proses” interaksi sosial sebagai proses dimana seseorang berhubungan dengan orang lain, atau proses memengaruhi perilaku, cara berpikir atau pun respon emosional terhadap orang lain, demikian sebaliknya. Umumnya komunikasi memiliki tujuan yakni perubahan sikap, pendapat, perilaku, dan perubahan sosial.

Komunikasi keteladanan (proses peyampaian pesan) nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan orang tua kepada anak mampu berdampak pada perubahan tersebut sebagai tujuan dari proses komunikasi. Dalam unsur-unsur komunikasi dapat diklasifikasikan sesuai dengan tema penelitian yakni yang bertindak sebagai komunikator adalah orang tua, sedangkan komunikan adalah anak, pesan berupa nilai kearifan lokal, konteks komunikasi interpersonal dan berlangsung secara tatap muka bersifat formal dan informal.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang serta diwariskan dari generasi ke generasi. Definisi Kebudayaan menurut Larry Samovar dan Richard E.Porter mengungkapkan kebudayaan dapat berarti simpanana kumulatif dari pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, pilihan waktu, peranan, relasi ruang, konsep yang luas, dan objek material atau kepemilikan yang dimiliki dan dipertahankan oleh sekelompok orang atau suatu generasi (dalam Liliweri, 2007:9).

Joseph A. Devito (1997), kultur sebagai gaya hidup yang relatif khusus dari suatu kelompok masyarakat yang terdiri atas nilai-nilai, kepercayaan, artefak, cara berperilaku, serta cara berkomunikasi yang ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Koentjaraningrat(1929:6) menyebutnya sebagai unsur-unsur kebudayaan yang universal yang meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi

kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, dan sistem teknologi danperalatan.

Kearifan lokal atau local wisdom merupakan suatu identitas kultural yang dimiliki oleh suatu masyarakat tertentu sebagai suatu ciri pembeda dengan budaya lain. Kearifan lokal bersumber pada pandangan hidup masyarakat yang diinternalisasi dalam nilai-nilai yang disepakti, dipahami, dan dijalankan suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Ratna (2011: 94) Kearifan lokal adalah semen pengikat dalam bentuk kebudayaan yang sudah ada sehingga didasari keberadaan. Kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai suatu budaya yang diciptakan oleh aktor-aktor lokal melalui proses yang berulang-ulang, melalui internalisasi dan interpretasi ajaran agama dan budaya yang disosialisasikan dalam bentuk norma-norma dan dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari bagimasyarakat.

Kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa budaya (nilai, norma, etika, kepercayaan, adat istiadat, hukum adat dan aturan-aturan khusus). Selain itu, menurut Ratna (2011:95) dalam karya sastra kearifan lokal merupakan bahasa baik secara lisan maupun tulisan. Kearifan lokal diungkapkan dalam bentuk kata-kata bijak (falsafah) berupa nasehat, pepatah, pantun, syair, folklore (cerita lisan) Haryanto (2013:368). Sedangkan nilai kearifan lokal terimplementasi pada hubungan antara sesama manusia dan hubungan denganTuhan.

2. Studi Pesan Dalam Pewarisan Budaya Komunikasi dan kebudayaan merupakan dua hal yang tidak terpisahkan, menurut Edward T. Hall (Samover dan Porter, 2010) “Culture is communication and communication is culture”, komunikasi dan kebudayaan saling berkaitan erat satu sama lain memiliki hubungan timbal balik, para

(4)

ilmuwan sosial mengakui bahwa budaya dan komunikasi seperti dua sisi mata uang.

Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi dan pada gilirannya komunikasipun turut menentukan, memelihara dan mengembangkan atau mewariskan budaya. Apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya, apa yang kita lihat, perhatikan atau abaikan, bagaimana kita berpikir,dan apa yang kita pikirkan dipengaruhi oleh budaya. Demikian sebaliknya, apa yang kita bicarakan, bagaimana kita membicarakannya dan apa yang kita lihat turut membentuk, menentukan, menghidupkan budaya kita. Budaya tidak akan hidup tanpa komunikasi dan komunikasi tidak akan hidup tanpa budaya. Masing-masing tidak dapat berubah tanpa menyebabkan perubahan pada yanglainnya.

Dalam Deddy Mulyana (2008) mengemukakan fungsi komunikasi menurut William I Gorden diantaranya yaitu: Fungsi komunikasi sosial. Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi penting untuk membangun konsep diri, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan,terhindar dari tekanan dan ketegangan, memupuk hubungan dengan orang lain. Implisit dalam fungsi komunikasi sosial adalah komunikasi kultural.

Mewariskan budaya merupakan suatu keniscayaan terutama budaya yang mengandung nilai- nilai kearifan lokal. Suatu peradaban tetap ada jika proses pewarisan budaya terus dilakukan. Pewarisan budaya melalui proses komunikasi dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan dari suatu masyarakat ke masyarakat lainnya. Menurut Samover dan Poter (2010) bahwa keberadaan dan bertahannya suatu budaya harus dipastikan pesan dan elemen penting yang diwariskan. Pewarisan budaya dilakukan melalui proses belajar. Proses belajar budaya

sendiri menurut Koenjaraningrat (2009: 185-210) yakni proses internalisasi, sosialisasi, enkulturasi, evaluasi sosial, difusi, inovasi, akulturasi, danasimilasi.

Budaya Bima memiliki nilai-nilai kearifan yang harus terus diwariskan dari generasi ke generasi. Pewarisan budaya perlu di lakukan untuk melestarikan budaya asli masyarakat Bima agar tidak punah dan tergantikan dengan budaya asing atau budaya baru lainnya. Pewarisan budaya utamanya dilakukan dalam lingkungan keluarga karena di dalam keluarga anak-anak pertama belajar dan mulai memahami lingkungan sosialnya. Orang tua memiliki peranan yang sangat penting, orang tua sebagai madrasah pertama dan utama bagi anak. Pendekatan personal dalam komunikasi keluarga memungkinkan mudahnya proses pewarisan nilai kearifan lokal kepada anak, baik dalam konteks formal maupun informal. Proses komunikasi dalam menyampaikan pesan (nilai kearifan lokal) baik secara verbal dan nonverbal tercermin dalam bentuk hubungan denganTuhan dan hubungan dengan sesama manusia. Nilai kearifan lokal yang dikomunikasikan orang tua (komunikasi keteladanan) diharapkan berdampak pada perubahan kognitif, afektif dan behavioral anak yang tercermin dalam kehidupan sosial mereka.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan metode deskriptif bertujuan melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat (Isaac dan Mickhael dalam Rakhmat, 1991 : 22).

(5)

Fokus dalam penelitian ini adalah proses komunikasi pewarisan nilai-nilai kearifan lokal melalui komunikasi keteladanan dalam keluarga di Kota Bima. Adapun yang dijadikan informan hanyalah yang dapat memberikan sumber informasi terhadap permasalahan yang menjadi fokus dari penelitian ini, oleh karena itu sample dipilih secara purposive. Purposive dilakukan bertalian dengan tujuan tertentu (Nasution, 1992 : 32). Peneliti menentukan kriteria-kriteria informan yaitu pertama, informan yang tinggal dan menetap di kota bima. Kedua, informan yang memahami seluk beluk budaya Bima. Ketiga, informan yang merupakan warga keturunan asli Bima. Keempat, informan yang pendidikan minimalnya strata satu. Kelima, informan yang bisa meluangkan waktu untukdiwawancarai.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga macam cara yaitu : observasi parsipatif, wawancara tak terstruktur dan studi dokumentasi. Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif melalui tiga tahapan yakni, reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan dan verifikasi. Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik perpanjangan keikutsertaan, teknik triangulasi dan teknik diskusi dengan teman sejawat. Perpanjangan keikutsertaan digunakan dengan cara menambah waktu studi. Perpanjangan keikutsertaan peneliti akan memungkinkan adanya peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan. Teknik triangulasi dilakukan dengan memanfaatkan dua cara yaitu triangulasi dengan sumber dan triangulasi dengan teori (Patton, 1987: 331) dan (Moleong, 1991: 178).

Pembahasan

1. Peran Orang Tua dalam Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal kepada anak

Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Lingkungan yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudara-saudaranya yang lebih tua (jika ada), serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal serumah. Melalui lingkungan tersebut si anak akan mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari. Keluarga juga memiliki fungsi majemuk bagi terciptanya kehidupan sosial dalam masyarakat.

Keluarga merupakan pusat pertama peradaban pendidikan utama bagi anggota keluarga dimana untuk mewujudkan hal tersebut komunikasi haruslah menjadi landasan utama dan pertama. Komunikasi dalam keluarga merupakan proses penyampaian pesan baik secara verbal maupun nonverbal yang dilakukan dalam keluarga, dalam penelitian ini yakni berfokus pada komunikasi orang tua kepada anak. Orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak oleh karena itu harus menyampaikan pesan-pesan yang bersifat mendidik, memberikan contoh-contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang tercermin dalam perkataan maupunperbuatan.

Komunikasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku anak baikdi dalam rumah maupun di luar rumah, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sosial. Bentukan dalam kelurga bentuk itu pula yang tercermin dalam sikap dan perbuatan anak dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk dan melestarikan budaya suatu masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh bapak Syaifullah yaitu:

“Saat lahir anak adalah kertas putih, dan orang tualah yang memiliki peran penting dalam mewarnainya.” (Hasil wawancara 10 Juli 2019).

(6)

Pendapat dari bapak Syaifullah ini sama dengan yang dikatakan oleh ibu Nurbaiti, bahwa:

“Apa yang dilakukan anak itu tergantung yang diajarkan dan dilakukan oleh orang tuanya, karena anak adalah peniru terbaik.” (Hasil wawancara 10 Juli 2019). Kedua pendapat ini sama-sama menyatakan bahwa orang tua adalah guru terbaik anak, apa yang dilakukan oleh orang tua akan serta merta ditiru oleh anaknya. Oleh karena itu didikan dari orang tua merupakan kunci perilaku anak di masa depan.

Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang tua memiliki peran yang sangat dalam penting untuk mendidik dan mengasuh anak menjadi pribadi yang baik. Orang tua juga memiliki kewajiban menanamkan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi salah satu nilai yang harus ditaati dan lestarikan oleh setiap orang di budaya-budaya tertentu.

Komunikasi dalam keluarga akan berpengaruh terhadap perilaku anak baik di dalam rumah maupun di luar rumah, baik di dalam keluarga maupun di lingkungan sosial. Bentukan dalam kelurga, itu pula yang tercermin dalam sikap dan perbuatan anak dalam lingkungan sosial. Oleh karena itu keluarga mempunyai peranan yang besar dalam membentuk dan melestarikan budaya suatu masyarakat.

Orang tua memiliki peran masing-masing, dari hasil wawancara sebelumnya, hampir seluruh informan mengatakan bahwa peran ayah dan ibu sama-sama memberikan teladan yang baik dan mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal Bima kepada anaknya. Selanjutnya pewarisan nilai kearifan lokal tersebut diajarkan melalui media-media internet serta nasihat-nasihat yang dilakukan secara informal seperti saat ngobrol bersama

di ruang TV atau saat selesai Sholat berjamaah. Saat orang tua telah meneladani serta menasihati namun mereka tidak mengimplementasikan dengan perbuatan sehari-harinya, maka orang tua atau lebih tepatnya ayah akan menegurnya dengan cara yang lembut hingga keras.

Dari hasil wawancara di atas juga telah mebuktikan bahwa peran orang tua dalam mendidik dan mengasuh menggunakan pola asuh yang seimbang. Setiap orang tua harus mengtahui perannya masing-masing dalam mendidik anak. Menurut Kun Maryati (2007:70) peranan adalah perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status dan tidak ada status tanpa peranan.

Orang tua memiliki peran yang sangat dalam penting untuk mendidik dan mengasuh anak menjadi pribadi yang baik. Orang tua juga memiliki kewajiban menanamkan nilai-nilai kearifan lokal yang menjadi salah satu nilai yang harus ditaati dan lestarikan oleh setiap orang di budaya-budaya tertentu.

Nilai-nilai kearifan lokal masyarakat Kota Bima menunjukkan kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan berkarya, sehingga mereka menunjukkan jati diri yang mandiri. Setiap orang tua memiliki cara yang berbeda-beda dalam memberikan keteladanan nilai-nilai kearifan lokal kepada anaknya. 2. Nilai-nilai kearifan lokal yang

dikomunikasikan kepada anak di Masyarakat Kota Bima

Kearifan lokal dapat dikatakan sebagai usaha manusia yang menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu. Berbicara tentang

(7)

kearifan lokal juga membicarakan warisan ajaran hidup yang disampaikan oleh para pendahulu suatu suku atau bangsa bagi penerusnya. Warisan ajaran hidup itu melalui berbagai karya (Koestoro, 2010: 122-123). Di antara karya tersebut berbentuk tertulis, karya seni tulis, seni lantun, dan sebagainya. Di Kota Bima, nilai-nilai kearifan lokal banyak tersimpan pada warisan ajaran hidup yang disampaikan oleh para pendahulu suatu suku atau bangsa bagi penerusnya. Kearifan lokal tersebut seperti ungkapan “maja labo dahu” yang berarti malu dan takut. Ungkapan ini yang menjadi prinsip hidup orang Bima agar memiliki rasa malu terhadap sesama makhluk sosial serta memiliki rasa takut pada Allah sang penciptanya. Selain itu juga ada “nggahi rawi pahu” yang berarti konsisten antara perkataan dan perbuatan atau teguh pendirian, Dan masih banyak lagi yang lainnya.

Nilai-nilai kearifan lokal dimaksud, sangat penting untuk dikaji dan diangkat ke permukaan, sebab nilai-nilai kearifan lokal tersebut masih sangat relevan untuk menghadapi kehidupan masa kini, begitu juga pada masa yang akan datang dalam era modern. Oleh karena itu sangat penting mengajarkan nilai-nilai kerifan lokal kepada seorang anak agar mereka memiliki karakter yang baik.

Dalam kehidupan sehari-hari nilai maja labo dahu ini diimplementasikan dengan cara yang berbeda-beda, tergantung cara orangtua menanamkan nilai-nilai kearifan local tersebut, seperti yang disterapkan oleh bapak Syaifullah, ia mengatakan bahwa:

“Yang pertama saya tanamkan kepada anak saya, harus berbahasa yang santun sehingga saya mendidik mereka menghormati yang tua menghargai sejawat. Yang kedua, saya harus mengajarkan ke mereka kalau di panggil harus menjawab dengan iya atau iyo ta. Kalau lewat di depan orang tua saya

ajarkan harus ucapkan senta’be ....” (Hasil wawancara 10 Juli 2019).

Selain itu juga, hal yang sama juga dikatakan oleh ibu Mariani, yaitu:

“...yang kita ajarkan pada anak-anak kita tentang kearifan lokal ini, seperti mengajarkan agar lebih malu dalam mengeluarkan kata-kata kasar, terus saling caci maki antara keluarga....” (Hasil wawancara 15 Juli 2019)

Dari kedua pendapat di atas, hal yang paling pertama diajarkan orang tua kepada anaknya adalah bagaimana cara menghormati orang yang lebih tua dan menghargai yang lebih muda, selain itu juga anak harus dibiasakan dengan tata kerama adat Bima seperti kalau lewat depan orang harus mengatakan “sentabe” yang artinya permisi atau kalau di panggil harus menjawab dengan kata “iyo ta” yang berarti iya.

“Maja Labo Dahu” begitu eratnya dalam benak masyarakat, bahkan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Bima. Sebab sekian lama telah hidup serta berkembag dalam masyarakat Bima. “Maja Labo Dahu” merupakan kata yang bernilai petuah yang berlaku universal serta selalu ditanamkan dan dilontarkan setiap orang ketika mendidik dan menasehati (Ngoa ra Tei) anak mereka. Kata “Maja Labo Dahu” selalu terngiang dan begitu lembut merambat bersama aliran darah ketika kaki melangkah menuju tanah rantau, karena itulah bekal pertama dari setiap orang tua.

Nilai-nilai ini sangat cocok ditanamkan kepada anak-anak kita sebagai penerus bangsa. Sehingga orang tua diharapkan dapat menanamkan nilai-nilai tersebut kepada anak-anak mereka agar kelak mereka memiliki jiwa “Maja Labo Dahu” sebagai prinsip hidup mereka. Dengan didasari nilai “Maja Labo dahu” tersebut diharapkan anak-anak sebagai generasi penerus ini dapat menjadi seseorang

(8)

yang membanggakan di masa depan yang tidak hanya berakhlak mulia tetapi juga berilmu dan beretika.

Hasil penelitian ini mendapatkan bahwa orang tua biasanya memberikan teladan kepada anak mereka tentang prinsip-prinsip orang Bima seperti Maja Labo Dahu, yang mengajarkan kita untuk malu kepada sesama manusia dan takut kepada Tuhan serta memiliki poit penting yang dapat dipetik dari penjiwaan dan penerapannya, antara lain etika, kejujuran serta disiplin. Ketiga hal ini adalah point utama dalam membentuk kepribadian seorang anak.

Selain maja labo dahu nilai kearifan lokal yang sering dikomunikasikan orang tua kepada anaknya adalah nggahi rawi pahu. Makna “nggahi Rawi Pahu” bila diartikan secara bahasa, maka istilah “Nggahi” berarti kata atau ucapan, “Rawi” berarti perbuatan termasuk sikap dan “Pahu” berarti muka atau bentuk. Maka bila disatukan “Nggahi Rawi Pahu” berarti kata dan perbuatan tersebut harus memiliki bentuk atau wujud. Dengan kata lain, apa yang telah di ungkapkan dan diucapkan harus direalisasikan dalam bentuk perbuatan dan tindakan yang bermanfaat bagi orang lain.

Nggahi rawi pahu (ucapan sesuai

tindakan) adalah salah satu manifestasi dari sikap yang konsisten dalam kehidupan rakyat Bima Nusa Tenggara Barat, sejalan dengan pesan nggahi rawi pahu, para tetua Bima Nusa Tenggara Barat mempercayakan serangkaian kata-kata " Renta ba lera, kapoda ba ade, karawi ba weki. " Renta ba lera berarti diucapkan dengan lidah, kapoda ba ade berarti diperkuat oleh hati, karawi ba weki berarti dilakukan oleh tubuh, semua yang ada diucapkan oleh lidah kemudian diperkuat oleh hati dan dilakukan oleh tubuh. Ini adalah sebuah foto tentang menyatukan kata-kata dengan perbuatan (Alan, 2018). Jika mengatakan, itu harus mengikuti kenyataan

yang tidak berdusta. Jika menjanjikan, itu harus dipatuhi, dan kapan seseorang memberi mandat, jika yang dilakukan tidak pada kenyataannya, itu akan terasa memalukan.

Seperti yang ditanamkan ibu Sri Rahayuningsih kepada anaknya, yaitu:

“Yang pertama dan utama adalah mengajarkan tidak meninggalkan sholat karena itu kuncinya kehidupan. Kemudian karena anak saya semua laki-laki, saya mengajarkan bahwa laki-laki itu yang di pegang kata-katanya jadi sebagai laki-laki harus bisa memegang janji dan menepatinya. Selain itu juga mereka harus bersemangat dan harus konsisten dengan apa yang mereka tekuni agar mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti anak kedua saya yang gemar main pingpong, saya terus semangati dia untuk tekun berlatih hingga akhirnya dia bisa ikut dalam porprov kemarin”. (Hasil wawancara 20 Agustus 2019).

Banyak anak-anak sekarang mengabaikan makna dari “Nggahi Rawi Pahu” karena mereka melihat bahwa nilainya terlalu kaku dan dipertimbangkan ketinggalan jaman. Bahkan hari ini, kita melihat anak-anak begitu mudah mengeluarkan kata-kata, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan apa yang mereka lakukan, mereka berjanji tetapi tidak bisa di percaya. Ini bisa ditemukan seiring dengan perkembangan jaman jadi bahwa itu mudah dipengaruhi oleh nilai-nilai baru itu berkembang seiring dengan kemajuan teknologi itu kurang bisa difilter dengan benar menurut nilai kearifan lokal yang ada.

Keluarga sebagai sekolah pertama bagi anak berfungsi sebagai proses sosialisasi dan peradaban kemampuan, nilai-nilai sikap, karakter, dan perilaku, keluarga merupakan wadah untuk mengubah perilaku individu lebih baik. Orang tua telah mencoba

(9)

menerapkan nilai kearifan lokal melalui keteladanan dan petuah-petuah.

Orang tua menanamkan nilai kearifan lokal nggahi rawi pahu seperti menghormati orang lain, menghormati pendapat orang lain dengan cara-cara sederhana seperti jika berjanji harus ditepati. Dan apabila tidak bisa menepati orang tua dapat memberikan hukuman sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Melalui cara-cara ini dapat tercipta kebiasaan untuk selalu berbicara jujur dan disiplin yang berdampak pada tanggung jawab untuk tugas dan kewajiban.

Cara ini dilakukan orang tua untuk mengembangkan kejujuran, disiplin, dan tanggung jawab mengikuti kearifan lokal meliputi teladan serta membangun nilai social dalam pribadi anak-anak.

Seperti teladan yang contohkan bapak Syaifullah kepada anaknya, yaitu:

“Saya di rumah tidak pernah memberitahu secara lisan, saya langsung memberi contoh. Misalnya saat waktu sholat, lihat saya wudhu, merekapun akan langsung ikut ambil wudhu dan sholat.” (Hasil wawancara 20 Agustus 2019).

Hasil wawancara di atas menunjukkan nilai kearifan lokal nggahi rawi pahu yang dicontohkan orang tua kepada anaknya. Nilai-nilai kearifan lokal nggahi rawi pahu diajarkan orang tua dalam upaya untuk memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari seperti berbicara dengan menggunakan bahasa sopan dan menunjukkan perilaku yang baik dan menjaga agar anak merasa nyaman dalam berinteraksi baik di rumah maupun di masyarakat. Orang tua menunjukkan sikap disiplin dimulai dari bangun subuh untuk sholat subuh sebelum mulai beraktivitas yang lain, apabila anak tidak bisa melakukannya maka ia akan di beri hukuman oleh orang tuanya, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan orang tua

memberikan teadan kepada anak untuk bangun pagi dan diharapkan anaknya dapat mengikuti hal tersebut.

Kota Bima merupakan salah satu kota yang budayanya banyak terpengaruh budaya islam. Ini sebabnya beberapa kearifan lokal Bima didasari dari prinsip-prinsip keislaman. Seperti rimpu atau penutup kepala (jilbab) dari sarung yang di tenun sendiri. Hal ini didasari oleh kewajiban wanita muslimah untuk menggunakan hijab, sehingga hadirlah rimpu sebagai jilbab. Namun setelah hadirnya jilbab, rimpu diganti oleh jilbab walaupun masih ada juga yang memakai sarung sebagai jilbabnya. Kemudian ada maja labo dahu yang mengajarkan kita untuk hablumminannas yaitu malu kepada sesama manusia dan habluminallah yaitu takut kepada Allah. Dari hal tersebut maka banyak masyarakat Kota Bima yang memang lebih banyak mengajarkan prinsip-prinsip keislaman terlebih dahulu lalu kemudian mereka memasukkan kearifan-kearifan lokal Bima yang ada. Seperti yang dikatakan pak ismail, yaitu:

“Hal pertama yang harus ditanamkan kepada anak adalah nilai keimanan dan Keislaman. Ini bertepatan dengan budaya kita orang Bima yang mengadopsi budaya islam, seperti untuk perempuan harus pake jilbab, kemudian kata maja labo dahu juga merupakan refleksi dari ajaran islam yang menyuruh kita untuk merasa malu kepada sesama manusia dan takut kepada Allah... itulah yang saya tanamkan kepada anak saya. (Hasil wawancara 23 Juli 21019)

Hal yang sama juga dikatakan oleh ibu Sri Rahayu, yaitu:

“Yang pertama dan utama adalah mengajarkan tidak meninggalkan sholat karena itu kuncinya kehidupan. Kemudian karena anak saya semua laki-laki, saya mengajarkan bahwa laki-laki

(10)

itu yang di pegang kata-katanya jadi sebagai laki-laki harus bisa memegang janji dan menepatinya. Selain itu juga mereka harus bersemangat dan harus konsisten dengan apa yang mereka tekuni agar mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti anak kedua saya yang gemar main pingpong, saya terus semangati dia untuk tekun berlatih hingga akhirnya dia bisa ikut dalam porprov kemarin”. (Hasil wawancara 20 Agustus 2019)

Nilai yang diajarkan oleh ibu Sri kepada anaknya ini sama dengan petuah Bima yang mengatakan “katada rawi ma tedi, ketedi rawi ma tada” yang artinya bahwa kita harus menampakkan dan tetap konsisten dengan apa yang kita tekuni untuk kebaikan dan kemaslahatan. Kalau sudah tampak hendaknya terus ditekuni agar terus tampak dan membawa kebaikan bersama. Petuah ini merupakan inspirasi kehidupan agar kita tetap konsisten, tetap bersemangat dan tidak patah arah dalam menekuni profesi dan pekerjaan yang kita tekuni dan tekuni yang apa yang telah nampak hasilnya.

3. Cara Mengimplementasikan Nilai-Nilai Kearifan Lokal kepada anak di Masyarakat Kota Bima

Keluarga merupakan pusat pertama peradaban pendidikan utama bagi anggota keluarga dimana untuk mewujudkan hal tersebut komunikasi haruslah menjadi landasan utama dan pertama. Komunikasi dalam keluarga merupakan proses penyampaian pesan baik secara verbal maupun non verbal yang dilakukan dalam keluarga, dalam penelitian ini yakni berfokus pada komunikasi orang tua kepada anak. Orang tua sebagai guru yang pertama dan utama bagi anak oleh karena itu harus menyampaikan pesan-pesan yang bersifat mendidik, memberikan contoh-contoh keteladanan dalam kehidupan sehari-hari, baik

yang tercermin dalam perkataan maupunperbuatan. Seperti yang dikatakan oleh ibu Sri Rahayuningsih, yaitu:

“Cara saya dan suami dalam menyampaikan yaitu yang paling utama dengan mencontohkan, karena mereka akan mencontoh yang orang tuanya lakukan, setelah di contohkan baru kemudian kami menasihati dengan cara-cara yang santai.” (Hasil wawancara-cara 20 Agustus 2019).

Cara ini juga sama dengan yang dilakukan oleh bapak Syaifullah, ia mengatakan bahwa:

“Saya di rumah tidak pernah memberitahu secara lisan, saya langsung memberi contoh. Misalnya saat waktu sholat, lihat saya wudhu, merekapun akan langsung ikut ambil wudhu dan sholat.” (Hasil wawancara 10 Juli 2019).

Hasil wawancara memberikan gambaran bahwa apa yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya sangat berpengaruh terhadap kahidupan seroang anak. Seorang ayah biasanya lebih tegas dari ibu, itu menyebabkan ayah lebih di segani atau ditakuti oleh anaknya. Saat seorang anak memiliki orang yang ia takuti di rumah maka ia tidak merasa berkuasa dan semena-mena di rumah, itu sebabnya untuk seorang anak harus ada salah satu orang tuanya yang ia takuti agar ia tidak merasa semena-mena dalam bertindak.

Selain mencontohkan, ada juga orang tua yang mengajarkan nilai-nilai kearifan lokal dengan cara menasihatinya. Seperti yang dikatakan oleh ibu Nurbaiti, yaitu:

“Saya menyampaikan nilai kearifan lokal itu secara lisan dengan cara menasihati mereka saat ngumpul keluarga saya dan anak-anak. Saya juga siapkan buku-buku tentang kearifan lokal Bima d perpus mini di rumah”. (Hasil wawancara 10 Juli 2019).

(11)

Hasil wawancara di atas memberikan gambaran bahwa setiap keluarga memiliki cara yang berbeda-beda dalam komunikasi pewarisan nilai-nilai kearifan lokal melalui komunikasi keteladanan dalam keluarganya. Komunikasi keteladanan (proses peyampaian pesan) nilai-nilai kearifan lokal yang dilakukan orang tua kepada anak mampu berdampak pada perubahan tersebut sebagai tujuan dari proses komunikasi. Apa yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya sangat berpengaruh terhadap kehidupan seroang anak. Sebab orang tua adalah guru pertama untuk anaknya, apa yang mereka tanamkan dan ajarkan kepada anak mereka itu yang diikuti dan ditiru oleh anak. Sehingga dibutuhkan cara penyampaian dengan penuh kasih sayang tapi tetap tegas dalam pola komunikasinya agar dapat diterima dengan baik oleh anak.

Makna “Ketada pu Rawi Ma Tedi, Ketedi pu Rawi Ma Tada” bila diartikan secara bahasa, maka istilah Katada berarti menampakkan atau memperlihatkan, rawi artinya perbuatan, ma tedi artinya yang tekun , katedi artinya ditekuni. sertama tada artinya yang nampak. maksud dari ungkapan ini adalah nampakkan perbuatan yang ditekuni, tekuni perbuatan yang tampak. petuah ini mengandung maksud agar kita selalu berbuat dan berusaha untuk kebaikan dan kehidupan.

Kita harus menampakkan dan tetap konsisten dengan apa yang kita tekuni untuk kebaikan dan kemaslahatan. kalau sudah tampak hendaknya terus ditekuni agar terus tampak dan membawa kebaikan bersama. petuah katada pu rawi ma tedi, ketedi pu rawi ma tada merupakan inspirasi kehidupan agar tetap konsisten, semngat dan tidak patah arah dalam menekuni profesi dan pekerjaan yang kita tekuni dan tekuni apa yang telah nampak hasilnya. hal ini sejalan dengan ungkapan para tetua “warasi ra ngguda, wara dipoke” artinya jika ada yang ditanam pasti ada yang dipetik.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang proses komunikasi pewarisan nilai-nilai kearifan lokal melalui komunikasi keteladanan dalam keluarga di masyarakat Kota Bima dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peran orang tua atau ayah dan ibu sama-sama memberikan teladan yang baik dan mencerminkan nilai-nilai kearifan lokal Bima kepada anaknya. Selanjutnya pewarisan nilai kearifan lokal tersebut diajarkan melalui media-media internet serta memberikan nasihat-nasihat secara langsung yang dilakukan secara informal seperti saat ngobrol bersama di ruang TV atau saat selesai Sholat berjamaah. Saat orang tua telah meneladani serta menasihati namun mereka tidak mengimplementasikan dengan perbuatan sehari-harinya, maka orang tua atau lebih tepatnya ayah akan menegurnya dengan cara yang lembut hingga keras.

2. Cara orang tua mewariskan nilai-nilai kearifan lokal melalui keteladanan, kebisaan, nasehat, dan memberikan contoh keteladan yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal maja labo dahu, nggahi rawi pahu, dan Ketada Rawi Ma Tedi, Ketedi Rawi Ma Tada. Tujuannya agar anak-anak mereka mengetahui dan meneladani nilai-nilai kearifan lokal tersebut.

Daftar Pustaka

Burhan, Bungin. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologi ke arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada. Creswell, Jhon W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Approchess . London: Sage.

(12)

DeVito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia : Kuliah Dasar. Edisi

ke-5. Alih Bahasa Agusmaulana.

Jakarta : Professional Books.

Fiske, John. 2012. Introduction To Communication Studies. Alih Bahasa Hapsari Dwiningtyas. Pengantar Ilmu Komunikasi. Rajagrafindo: Jakarta.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta: Jakarta.

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Widya Pandjajaran: Bandung.

Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya. Jokjakarta: LKis. Littlejohn, Stephen W. dan Foss, Keren A.

2002. Theorities Of Human

Communication 7th edition.

Singapore. Thompson Wadswort. Lubis, Bangun P. dan Adi Inggit Handoko.

Komunikasi Keteladanan dan

Nilai-nilai AdatMasyarakat Melayu.

Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi vol.01 No.01 tahun 2017.

Miles, Matthew B. dan Hubermas, A. Michael. 1992. Qualitative Data Analysis. Alih Bahasa Tjetjep Rohendi. Analisis Data Kualitatif. UI Press: Jakarta.

Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu

Pengantar. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

--- dan Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunikasi Antarbudaya: Penduan

Berkomunikasi dengan Orang-Orang Berbeda Budaya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muslimin. 2011. Komunikasi Kearifan Lokal

Etnis MakassarMelalui Media

Warisan Sinrilik. Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Volume 14 Nomor 2 edisi Juli-Desember 2011 Hal 1-12. Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodelogi

Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Pustaka Pelajar: Jakarta.

Salman dan Jasman. 2017. Implementasi

Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam

Pengembangan

Pariwisata di Kabupaten Bima. Jurnal Administrasi Negara Volume 14 Nomor 3 Edisi Juli-Desember Hal 94-103.

Samovar, Larry A, Porter, Richar E, Mc Daniel, Edwin, R. 2010.Communication Between

Cultures 7th ed. Wadsworth: USA West, Richard dan Llyn H. Turner. 2007.

Introducing Communication Theory:

Analysis and

Application, 3rd ed. Mc Graw Hill. Alih bahasa Maria Natalia

Damayanti Maer.

Pengantar Teori Komunikasi:

Analisis dan Aplikasi. 2008. Jakarta: Salemba Humanika.

Sugiyono.2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan Confirmatory Factor Analysis (CFA) menunjukkan seluruh variabel terkonfirmasi memberikan pengaruh terhadap pengembangan industri batik di Kabupaten

Bertitik tolak dari uraian yang telah dikemukakan diatas penulis tertarik untuk mengambil judul “ Survei Status Gizi dan Koordinasi Mata Tangan pada Siswa TunaRungu

Semua bayi secara rata-rata mengalami kenaikan berat badan, namun terdapat perbedaan besarnya kenaikan berat badan setelah dilakukan terapi pijat selama 5 hari

Dalam konteks politik, pengikut arus ini menunjukkan orientasi yang cenderung mempertahankan bentuk- bentuk pra-konsepsi politik Islam, seperti pentingnya partai politik

Dengan membaca wacana tentang wujud benda yang ditampilkan melalui PPT pada WA grup, peserta didik dapat mengaitkan informasi yang terkait dengan wujud benda dengan tepat.. Dengan

Melakukan evaluasi terhadap nama-nama yang telah terdaftar dengan berpedoman pada Surat Edaran Pembantu Rektor I Nomor 1190/UN11/PP/2015 tentang penyelenggaraan kursus TOEFL bagi

Vendor yang ,ert,aik dari nasi, metode ELECTRE dan MCDM expert. system adalah CV Cahaya

Banyak faktor mempengaruhi minat siswa sekolah mengenah atas Negeri 1 Kamal untuk meneruskan perguruan tinggi yang rendah diantaranya salah satu faktor rendahnya