• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Return Saham

Salah satu faktor yang memotivasi investor dalam melakukan kegiatan investasi yaitu adanya return saham yang merupakan imbalan atas keberanian investor untuk menanggung risiko atas investasi yang di lakukannya. Return saham adalah tingkat keuntungan yang di nikmat oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukannya. Saham (stock atau share) dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atas pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas adalah pemilik perusahaan yang menerbitkan surat berharga tersebut (tjiptono darmaji, 2008).

Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi atau return ekspetasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang (jogiyanto, 2000). Return saham atau yang biasa disebut dengan return merupakan pembayaran yang diterima karena hak kepemilikannya ditambah dengan perubahan dalam harga pasar yang dibagi dengan harga awal”. Brigham (2006) menyatakan bahwa “Return atau tingkat pengembalian adalah selisih antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang diinvestasikan”. Hartono (2010) menyatakan bahwa

(2)

Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi”. Return dapat berupa return realisasi (Realized Return) atau return ekspektasian (Expected Return). Return realisasi merupakan return yang telah terjadi yang dihitung berdasarkan data historis. Return realisasi sangat penting karena dapat digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan. Return ekspektasian adalah return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa mendatang, jadi return ekspektasian sifatnya belum terjadi. Return suatu investasi terdiri dari yield atau dividen dan capital gain (loss). Yield merupakan return yang mencerminkan aliran kas atau pendapatan yang diperoleh secara periodik Capital gain (loss) adalah return yang diperoleh dari kenaikan (penurunan) nilai surat berharga (Tandelilin, 2007).

Pengembalian atau lebih sering disebut return merupakan imbalan yang diperoleh dari investasi yang dilakukan. Pengembalian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengembalian yang telah terjadi (actual return) yang dihitung berdasarkan data historis dan pengembalian yang diharapkan (Expected Return - ER) akan diperoleh di masa depan.

Komponen pengembalian meliputi :

a. Untung/Rugi modal (capital gain/loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual

(harga beli) di atas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi di pasar sekunder.

(3)

b. Imbal hasil (Yield) merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalkan berupa dividen atau bunga. Yield dinyatakan dalam persentase dari modal yang ditanamkan.

Secara umum faktor-faktor yang berpengaruh terhadap return saham terdiri dari faktor fundamental, faktor pasar dan faktor makro. Karena faktor makro berpengaruh secara lokal terhadap suatu obyek investasi, maka yang perlu dikaji lebih jauh adalah faktor fundamental dan faktor pasar. Faktor fundamental merupakan faktor yang berhubungan dengan kinerja perusahaan emiten, sedangkan faktor pasar berkaitan dengan kinerja sahamnya (Saniman, 2007). Analisis terhadap faktor fundamental merupakan salah satu cara melakukan penilaian saham dengan mempelajari atau mengamati berbagai indikator terkait dengan kondisi makro ekonomi dan kondisi industri suatu perusahaan termasuk berbagai indikator keuangan dan manajemen perusahaan. Dengan demikian analisis fundamental merupakan analisis yang berbasis pada berbagai data ril untuk mengevaluasi atau memproyeksikan nilai suatu saham.

2.1.2 Economic Value Added (EVA)

Menurut Wijaya (2009), “Economic Value Added adalah indikator internal yang mengukur kekayaan pemegang saham suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu. EVA (Economic Value Added) mengukur seberapa efisien perusahaan menggunakan modalnya untuk menciptakan

(4)

nilai tambah ekonomis. Nilai tambah ekonomis tercipta jika perusahaan menghasilkan Return on total capital yang melebihi cost of capital.”

Menurut Brigham (2006), “EVA (Economic Value Added) adalah nilai yang ditambahkan oleh manajemen kepada pemegang saham selama satu tahun tertentu”. Sebagai pencetus, steward pencetus EVA (Economic Value Added ) pertama kali (1991) mendefinisikan EVA sebagai berikut:

EVA (Economic Value Added) is the residual income measure that substracts the cost of capital from the operating profits generated in the bussiness.” It’s measure to account properly for all of the ways in which corporate value maybe added or lost. EVA will increase if operating profit can be made to grow without trying up any more capital,if nem capital is deverted or liquidate from business activities that do not

cover their cost of capital.

Menurut rudianto (2006 : 340) “ EVA (Economic Value Added) adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercapai jika perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi dan biaya modal. EVA(Economic Value Added) ditentukan oleh dua hal yaitu laba bersih setelah pajak dan tingkat biaya modal. Laba operasi setelah pajak menggambarkan hasil penciptaan value dalam perusahaan, sedangkan biaya modal dapat di artikan sebagai pengorbanan yang dikeluarkan dalam penciptaan value (nilai) tersebut.

EVA (Economic Value Added) sangat bermanfaat bagi penilaian kinerja perusahaan di mana fokus penilaian kinerja adalah penciptaan nilai (value creation). Penilian kinerja dengan menggunakan pendekatan EVA (Economic Value Added) menyebabkan perhatian manajemen sesuai

(5)

dengan kepentingan pemegang saham. Dengan EVA (Economic Value Added), para manajer akan berfikir dan juga bertindak seperti hal nya pemegang saham, yaitu memilih investasi yang memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat di maksimumkan.

EVA (Economic Value Added) dapat juga untuk

mengidentifikasikan kegiatan atau proyek yang memberikan pengembalian lebih tinggi dari pada biaya modalnya. Penggunaan EVA (Economic Value Added) dalam kegiatan proyek akan mendorong para manejer untuk selalu mengevaluasi atas tingkat resiko proyek yang bersangkutan. Dengan EVA

(Economic Value Added), para manejer harus selalu membandingkan tingakt pengembalian proyek dengan tingkat biaya modal yang mencerminkan tingakt resiko proyek tersebut.

Menurut Wijaya (2009) “Dasar pengukuran dengan pendekatan

EVA (Economic Value Added) lebih memfokuskan perhatian pada

penciptaan nilai perusahaan yaitu manajemen perusahaan berupaya menghasilkan return yang lebih besar dari biaya modalnya”, sehingga dapat disimpulakan bahwa EVA (Economic Value Added) merupakan keuntungan operasional setelah pajak dikurangi dengan biaya modal atau dengan kata lain EVA (Economic Value Added) merupakan pengukuran pendapatan sisa (residual income) yang mengurangkan biaya modal terhadap laba operasi. EVA (Economic Value Added) memfokuskan pada efektifitas manajerial dalam satu tahun tertentu.

(6)

EVA (Economic Value Added) merupakan pengukuran kinerja keuangan yang dianggap sesuai dengan harapan kreditur dan pemegang saham, karena EVA (Economic Value Added) memperhitungkan tingkat risiko. Semakin tinggi risiko atau cost of capital yang ditanggung perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat pengembalian (return) yang harus diberikan kepada investor atau pemegang saham. Jika tingkat pengembalian investasi perusahaan tidak mampu menutupi risikonya, EVA (Economic Value Added) perusahaan itu akan bernilai negatif. Sebaliknya, tingkat pengembalian investasi yang lebih besar dari cost of capitalnya, maka akan menghasilkan EVA (Economic Value Added) positif.

Menurut Wijaya (2009), “Pengukuran kinerja keuangan menggunakan konsep EVA (Economic Value Added) memasukkan unsur biaya modal dalam perhitungannya” hal tersebut menunjukkan bahwa pendekatan EVA(Economic Value Added) tidak hanya melihat dari tingkat pengembalian saja tetapi juga mempertimbangkan tingkat risiko perusahaan. EVA (Economic Value Added)merupakan indikator mengenai adanya penciptaan nilai dari suatu investasi. EVA (Economic Value Added) yang positif menunjukkan telah terjadi proses nilai tambah pada perusahaan, karena rate of return lebih besar dari biaya modalnya. Penggunaan EVA (Economic Value Added) akan mendorong perusahaan untuk lebih memfokuskan pada penciptaan nilai perusahaan (creating a firm’s value).

(7)

Konsep Economic Value Added (EVA) mengukur nilai tambah dengan cara mengurangi biaya modal (cost of capital) yang timbul akibat investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Economic Value Added (EVA) yang positif menandakan perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal karena perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang melebihi tingkat modalnya hal ini sejalan dengan tujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Sebaliknya Economic Value Added (EVA) yang negatif menunjukan bahwa nilai perusahaan menurun karena tingkat pengembalian lebih rendah dari biaya modal.

Menurut Mirza (1999:93) keunggulan yang dimiliki EVA (Economic Value Added) sebagai alat pengukur kinerja adalah :

a. EVA (Economic Value Added) memfokuskan penilaian terhadap

nilai tambah dengan memperhitungkan biaya modal sebagai resiko investasi.

b. EVA (Economic Value Added) dapat diterapkan secra mandiri tanpa memerlukan data pembanding dari perusahaan lain maupun standard industri sebagaimana konsep analisis rasio keuangan.

c. Konsep EVA (Economic Value Added) sebagai pengukur kinerja perusahaan memperhatikan harapan penyedia dana secara adil dimana derajat keradilan dinyatakan dengan ukuran tertimbang struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan pada nilai buku.

(8)

Disamping keunggulan, EVA (Economic Value Added) juga memiliki kelemahan menurut mirza (1999:99) diantaranya sebagai berikut :

a. EVA (Economic Value Added) hanya mengukur hasil akhir,

sementara aktifitas penentu seperti loyalitas dan referensi konsumen tidak diperhatikan, fokus EVA terhadap kinerja keuangan masih kuat sehingga kinerja nonkeuangan seperti loyalitas dan referensi konsumen belum terlalu diperhatikan.

b. EVA (Economic Value Added) terlalu bertumpu pada keyakinan bahwa investor sangat mengandalkan pendekatan fundamental dalam kajian dan mengambil keputusan untuk menjual atau membeli saham tertentu.

Economic Value Added (EVA) dapat diformulasikan sebagai

berikut :

EVA = NOPAT – Capital Chargers

Profit & Loss Balance Sheet

a. Menghitung NOPAT (Net operating Profit After Tax)

NOPAT (Net operating Profit After Tax) atau laba bersih setelah pajak ini dapat di hitung dengan rumus :

NOPAT = EBIT (1-T) Keterangan :

(9)

EBIT : Erning Before Interest and tax( laba sebelum bunga dan pajak)

T : Tax atau pajak.

Dimana tingkat pajak dapat diketahui dengan cara : Beban Pajak

Tingkat pajak (T) = x 100 %

Laba bersih sebelum pajak

Dalam perhitungan EVA(Economic Value Added) terlebih dahulu kita harus mengetahui nilai NOPAT perusahaan yang diteliti. Jika pada laba akuntansi laba dikurang dengan biaya operasional saja, maka EVA (Economic Value Added) mengurangkan laba setelah pajak dengan biaya utang dan biaya modal. Sehingga semua biaya yang dikeluarkan untuk operasi benar-benar telah dihitung.

b. Menghitung capital charges Rumus :

Capital charges = WACC x investes capital Keterangan.

WACC (Weighted Average Cost of Capital) adalah tingkat return minimum berdasarkan porsi masing – masing instrument pemodalan dalam struktur modal yang harus dihasilkan perusahaan untuk memenuhi ekspektasi dari kreditur dan pemegang saham selaku penyedia modal.

(10)

c. Cara menghitung WACC :

WACC = { (D x rd) (1- Tax) + (E x re)} Dimana :

Total kewajiban

Tingkat modal (D) = x 100% Total kewajiban dan ekuitas

beban bunga Cost of debt (cd) = x 100% total kewajiban total ekuitas

Tingkat modal dan ekuitas (E) = x 100% total kewajiban dan ekuitas

laba bersih setelah pajak

Cost of equity (ce) = x 100% total ekuitas

d. Cara menghitung invested capital e.

Rumus :

Invested capital = total kewajiban & ekuitas – kewajiban jk.pendek Invested capital adalah penjabaran dari modal, sebagai modal yang diinvestasikan yakni seluruh keuangan perusahaan yang sudah terlepas dari kewajiban jangka pendek yang tidak menanggung bunga. Total kewajiban dan ekuitas menunjukkan beberapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang. Pinjaman jk.pendek tanpa bunga merupakan pinjaman yang digunakan perusahaan yang

(11)

pelunasan maupun pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan dan atas jaminan itu tidak dikenal bunga , seperti hutang usaha / kewajiban segera , hutang pajak , biaya yang masih harus di bayar dan lain-lain.

2.1.3 Market Value Added (MVA)

Menurut Brigham (2006) “Market Value Added (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah ekuitas modal investor yang telah diberikan”. Menurut steward (dalam Rahayu, 2007), “MVA (Market Value Added) merupakan suatu pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya” jadi kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah bila MVA (Market Value Added) bertambah. Tujuan utama sebagian besar peusahaan adalah memaksimalkan kekayaan pemegang saham, tujuan ini jelas memihak pada keuntungan pemegang saham, akan tetapi juga harus memastikan sumber daya yang terbatas telah dialokasikan secara efisien yang menguntungkan perekonomian. Kekayaan pemegang saham akan menjadi maksimal dengan memaksimalkan perbedaan antara nilai pasar ekuitas perusahaan dan modal ekuitas yang diinvestasikan investor. Perbedaan inilah yang disebut MVA (Market Value Added) oleh young (2001) yaitu “MVA (Market Value Added) adalah perbedaan nilai perusahaan (termasuk ekuitas dan hutang) dan modal keseluruhan yang diinvestasikan dalam

(12)

perusahaan”. Modal yang diinvestasikan adalah jumlah modal yang disediakan oleh penyedia dana pada tanggal yang sama.

a. Perhitungan Market Value Added (MVA)

Nilai tambah pasar atau MVA (Market Value Added) adalah perbedaan antara nilai pasar saham perusahaan dengan jumlah ekuitas modal investor yang telah diberikan. (Brigham, 2006).

Selain itu, MVA (Market Value Added) dapat dirumuskan sebagai berikut:

MVA : (saham beredar) x (harga saham) – total ekuitas saham biasa Atau

MVA = nilai pasar – modal yang di investasikan

Young (2001) menyatakan investor menyerahkan modal kedalam perusahaan dengan harapan manajer akan menginvestasikan dengan produktif. Nilai pasar mencerminkan keputusan pasar mengenai bagaimana manajer yang sukses telah menginvestasikan modal yang sudah dipercayakan kepadanya, dalam mengubahnya menjadi lebih besar. Semakin besar MVA (Market Value Added), menunjukkan indikasi MVA (Market Value Added) semakin baik.

Dari paparan tersebut dapat disimpulkan indikator yang digunakan untuk mengukur yaitu:

(13)

1. Jika Market Value Added (MVA) > 0, bernilai positif, perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana.

2. Jika Market Value Added (MVA) < 0, bernilai negatif, perusahaan tidak berhasil meningkatkan nilai modal yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana (Young 2001).

Selain kelebihan nya, MVA (Market Value Added) juga mempunyai kelemahan adalah MVA (Market Value Added) hanya dapat diaplikasikan pada perusahaan yang sudah go public saja.

2.1.4 Inventory Turnover (ITO)

Inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur kecepatan perputaran persediaan menjadi kas. Semakin cepat inventory terjual, semakin cepat investasi perusahaan berubah dan persediaan menjadi kas (Robert Ang, 1997). ITO (Inventory Turnofer) mengukur berapa lama rata-rata barang berada di gudang (Husnan, 2006). Artinya semakin tinggi nilai ITO (Inventory turnover) yang diperoleh semakin efisien perusahaan didalam melaksanakan operasinya. Dengan kata lain, perusahaan yang nilai perputaran persediaannya makin tinggi berarti makin efisien dalam kaitannya dengan pengendalian biaya. Efisiensi dalam pengendalian biaya bagi perusahaan akan berdampak pada peningkatan perolehan laba (Saniman, 2007).

Kenaikan persediaan disebabkan oleh peningkatan aktivitas atau karena perubahan kebijakan persediaan. Jika terjadi kenaikan persediaan

(14)

yang tidak proporsional dengan peningkatan aktivitas, maka bisa dikatakan terjadi pemborosan dalam mengelola persediaan. Kondisi perusahaan yang baik adalah dimana kepemilikan persediaan dan perputaran adalah selalu berada dalam kondisi yang seimbang. Artinya jika perputaran persediaan adalah kecil, maka akan terjadi penumpukan barang dalam jumlah yang banyak di gudang. Namun jika perputaran terlalu tinggi maka jumlah barang yang tersimpan di gudang akan kecil, sehingga jika sewaktu-waktu terjadi kehilangan bahan/barang di pasaran dalam kejadian yang bersifat di luar perhitungan seperti gagal panen, bencana alam, kekacauan stabilitas politik dan keamanan serta berbagai kejadian lainnya maka ini bisa mengakibatkan perusahaan terganggu aktivitas operasionalnya dan lebih jauh berpengaruh pada sisi penjualan serta perolehan keuntungan (Irham,2012).

ITO (Inventory turnover) dihitung dengan cara membagi harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan. Rata-rata persediaan diperoleh dengan menjumlahkan persediaan barang setiap bulan selama satu tahun kemudian dibagi 12 atau apabila informasi persediaan barang setiap bulan tidak tersedia, maka rata-rata persediaan diperoleh dengan menjumlahkan persediaan awal dan akhir kemudian dibagi dua. Hal ini dikarenakan penjualan terjadi sepanjang tahun, sedangkan angka persediaan adalah angka pada satu titik waktu tertentu.

(15)

ROA (Return on asset) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering diamati karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan.

ROA (Return on asset) mengukur kemampuan perusahaan didalam

menghasilkan keuntungan (return) dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA (Return on asset) menunjukkan kinerja yang semakin baik (Ang, 1997).

Prastowo (2002:86) Return on asset (ROA) adalah kemampuan perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk memperoleh laba. Rasio ini mengukur tingkat kembalian investasi yang dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan seluruh dana (aktiva) yang dimilikinya. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen asset yang berarti efesiensi manajemen (Hanafi 2003:85). Penilaian Return On Asset (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut

Return On Asset (ROA) = Laba bersih Total aktiva

Return On Asset (ROA) menggambarkan kinerja keuangan

perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktiva yang digunakan untuk operasional perusahaan. Semakin tinggi ROA (Return on asset) menunjukkan perusahaan dalam keadaan bagus dan semakin efektif dalam memanfaatkan aktivanya untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak, dengan semakin meningkatnya ROA (Return on asset) maka profitabilitas

(16)

perusahaan semakin baik oleh karena itu, perusahaan selalu berupaya untuk meningkatkan ROA (Return on asset).

Kinerja keuangan perusahaan yang baik dalam menghasilkan laba bersih aktiva yang digunakan akan berdampak pada pemegang saham perusahaan. ROA (Return on asset) yang semakin tinggi menunjukkan bahwa kinerja perusahaan semakin baik sehingga dapat mempengaruhi investor untuk membeli saham perusahaan tersebut. Pembelian saham perusahaan oleh para investor yang menanamkan dananya pada perusahaan tersebut, maka harga saham perusahaan akan meningkat, dengan kata lain ROA (Return on asset) akan berdampak positif terhadap return saham.

2.1.6 Debt to Equity Ratio (DER)

Menurut Ang (1997) Debt to Equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang terhadap total shareholders equity yang dimiliki perusahaan. Total hutang disini merupakan total hutang jangka pendek dan total hutang jangka panjang. Sedangkan Shareholders Equity adalah total modal sendiri (total modal saham disetor dan laba ditahan) yang dimiliki oleh perusahaan.

Menurut hasan (2006 :70) Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan menggunakan utang. Beberapa analis menggunakan istilah rasio solvabilitas, yang berarti kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangannya.

(17)

Debt to equity ratio adalah ratio yang memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki perusahaan atau keseimbangan proporsi antara aktiva yang didanai oleh kreditor dan yang didanai oleh pemilik perusahaan, sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak tertagihnya suatu utang (Prastow, 2002:84).

Rasio ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Husnan, 2006:70) :

Debt to Equity Ratio (DER) = Total kewajiban Modal Sendiri

Nilai suatu perusahaan akan meningkat dengan meningkatnya DER (Debt to Equity Ratio) karena adanya efek dari corporate tax shield. Hal ini disebabkan karena dalam keadaan pasar sempurna dan ada pajak, umumnya bunga yang dibayarkan akibat penggunaan hutang dapat dipergunakan untuk mengurangi penghasilan yang dikenakan pajak. Dengan demikian apabila terdapat dua perusahaan dengan laba operasi yang sama, tetapi perusahaan yang satu menggunakan hutang dan membayar bunga sedangkan perusahaan yang lain tidak, maka perusahaan yang membayar bunga akan membayar pajak penghasilan yang lebih kecil, sehingga menghemat pendapatan. Akan tetapi hal ini bukan berarti perusahaan dapat menentukan batas hutang dengan seenaknya, berusaha untuk tetap menyeimbangkan antara cost dan benefit harus tetap dilakukan. Dengan pengelolaan perusahaan yang baik, maka DER (debt to

(18)

equity ratio) yang tinggi akan dapat meningkatkan keuntungan bagi perusahaan.

DER (debt to equity ratio) mengukur tingkat leverage terhadap modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Semakin rendah rasio ini berarti semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham dan semakin besar perlindungan bagi kreditor (margin of safety) jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar (Van Horne, 2005). DER (debt to equity ratio) dihitung dengan membandingkan total utang perusahaan (termasuk kewajiban jangka pendek) dengan ekuitas pemegang saham.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti melakukan penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi return saham. Hasil dari beberapa penelitian yang sudah ada dilakukan sebelumnya akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan frengky (2015) yang meneliti tentang “pengaruh Return On Equity, Return On Asset, dan Earning Pershare terhadap return saham pada perusahaan otomotof dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2010-2013. Variabel yang digunakan Return on Equity, Return On Asset, dan Earning Per Share sebagai variabel independent dan return saham sebagai variabel dependen. Hasil penelitian ini menunjukkan dari hasil uji simultan diperoleh kesimpulan bahwa Return On Asset (ROA), Return On Equity

(19)

(ROE), dan Earning Per Share (EPS) secara simultan berpengaruh terhadap return saham. Berdasarkan hasil uji parsial diperoleh kesimpulan bahwa Return On Asset (ROA) secara parsial memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap return saham, Return On Equity(ROE) secara parsial berpengaruh signifikan dan memiliki tanda positif terhadap return saham sedangkan Eraning Per Share(EPS) secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Daniel (2013) yang meneliti tentang pengaruh Economic Value added (EVA) dan Market Value Added (MVA) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2009-2012. Variabel yang digunakan Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) sebagai variabel independen dan return saham sebagai variabel dependen. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial diketahui Market Value Added (MVA) berpengaruh signifikan terhadap return saham, Economic Value Added (EVA) secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return saham, sedangkan secara simultan Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA) secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

Penelitian yang dilakukan oleh bambang (2011) yang meneliti tentang keuangan konvensional, Economic Value Added dan return saham dengan variabel ROA (Return On Asset), ROE (Return On Equity), RI (Residual Income) dan EVA (Economic Value Added) sebagai variabel

(20)

independen dan return saham sebagai variabel dependen. Hasil penelitian nya menunjukkan bahwa ROA ((return on asset),) berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap return saham, Sedangkan EVA (economic value added) berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap return saham.

Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2011) menyatakan bahwa ROA (Return On Asset) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham dan penelitian yang dilakukan penelitian yang dilakukan Saputra (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis pengaruh Economic Value Added dan Market Value Added terhadap

Return Saham menyatakan bahwa Economic Value Added (EVA) dan

Market Value Added (MVA) tidak berpengaruh terhadap Return saham. Penelitian yang dilakukan oleh Yulris (2012) yang meneliti tentang analisis Current Ratio (CR) dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap return saham perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2007-2009. Menggunakan variabel Current Ratio (CR) dan Debt Equity Ratio (DER) sebagai variabel independen dan return saham sebagai variabel dependen. Menunjukkan hasil berdasarkan penghitungan uji F dan Uji t menunjukkan bahwa variabel Current Ratio (CR) dan Debt To Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap return saham baik secara simultan maupun secara parsial.

Penelitian yang dilakukan oleh wibisono (2015) yang meneliti tentang pengaruh Inventory TurnOver (ITO), Return On Asset (ROA) dan

(21)

Debt to Equity Ratio (DER) terhadap return saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesia untuk periode tahun 2008 – 2013. Menggunakan variabel inventory turnover (ITO), Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER) sebagai variabel independen dan return saham sebagai variabel dependen. Menunjukkan hasil ITO (Inventory TurnOver) tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, ROA (Return On Asset) berpengaruh positif signifikan terhadap return saham, DER (Debt to Equity Ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham, Inventory Turnover, Return On Asset, dan Debt to Equity Ratio terdapat pengaruh secara simultan dan signifikanterhadap return saham.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No. Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian

1. Frengky (2015)

Pengaruh return on equity, return on asset, dan earning per share terhadap return saham pada perusahaan otomotof dan komponen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia(BEI) untuk periode 2010-2013. Var. independen a.Return on Equity (ROE) b.Return on Asset c.Earning per Share. Var.dependen a. Retun saham. Return on asset (ROA), Return on Equity (ROE), dan Earning per Share (EPS) secara simultan berpengaruh terhadap return saham.

Hasil uji parsial Return On Asset (ROA) memiliki pengaruh signifikan dan negative terhadap return saham, Return OnEquity

(22)

(ROE) berpengaruh signifikan dan memiliki tanda positif terhadap return saham sedangkan Earning Per Share(EPS)tidak berpengaruh terhadap return saham. 2 Daniel (2013) Pengaruh Economic Value Added (EVA) dan Market Value Added (MVA) pada perusahaan

manufaktur yang terdaftsr di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk periode 2009-2012. Var.independen a. Economic Value Added (EVA) b. Market Value Added (MVA) var.dependen a. return saham Secara parsial diketahui Market Value Added (MVA),Economic Value Added (EVA) berpengaruh signifikan terhadap return saham, sedangkan secara simultan Economic Value Added (EVA), Market Value berpengaruh dan signifikan terhadap return saham. 3 Bambang (2011) Kinerja keuangan konvesional.Economic Value added, dan return saham dengan studi kasus pada perusahaan industry makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Var. independen a.Return On Asset (ROA) b. Return On Equity (ROE) c. Residual Income (RI) var.dependen a. return saham Return On Asset(ROA), dan Residual Income (RI) berpengaruh positif terhadap return saham, . Return On Equity (ROE) berpengaruh negative dan Economic Value Added (EVA) berpengaruh

(23)

positif tetapi tidak signifikan terhadap return saham. 4 Susilowati (2011)

Reaksi signal rasio profitabiliyas dan rasio solvabilitas terhadap return saham pada perusahaan

manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia untuk periode 2006-2008. Var.independen a.Earning Per Share (EPS) b. Net Profit Margin (NMP) c. Return On Asset (ROA) d. Return On Equity (ROE) e. Debt to Equity Ratio(DER) var.dependen a. return saham Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan Earning Per Share (EPS), Net Profit Margin (NMP), Return On Asset (ROA) Return On Equity(ROE) tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. 5 Yulris (2012) Analisis Current Ratio(CR) dan Debt Equity Ratio (DER) terhadap return saham perusahaan

manufaktur

yang terdaftar di bursa efek indonesia untuk periode 2007-2009. Var. independen a.Current Ratio(CR) b. Debt Equity Ratio (der) var. depende a. return saham. Current Ratio (CR) dan Debt To Equity Ratio (DER) berpengaruh signifikan terhadap return saham, baik secara simultan maupun secara parsial. 6 Prasetya wibisono( 2015 Pengaruh Inventory TurnOver (ITO), Return On

Asset(ROA), dan Debt to Equity Ratio

(DER)terhadap return saham pada

perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek Indonesiauntuk periode tahun 2008 – Var. independen a.Inventory TurnOver(ITO b. Return On Asse(ROA) c. debt to equity ratio(DER) var.dependen a. return saham ITO (Inventory TurnOver) tidak berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap return saham, ROA berpengaruh positif signifikan terhadap return saham, DER berpengaruh

(24)

2013 negatif dan signifikan terhadap return saham, Inventory Turnover, Return On Asset, dan Debt to Equity Ratio terdapat pengaruh secara simultan dan signifikan terhadap return saham

sumber : diolah oleh Peneliti

2.3 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep menjelaskan secara teoritis hubungan antara variabel yang diteliti. Variabel independen dalam penelitian ini adalah Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Inventory Turn Over (ITO), Return On Asset (ROA) dan Debt to Equity Ratio (DER) , sedangkan variabel dependen adalah return saham, maka penulis menyusun kerangka konseptual (theoretical Frame work) sebagai berikut

(25)

H1

Market Value Added (x2) H2

Inventory Turn Over (x3) H3 H6 Return saham

(Y)

Return on Asset (x4) H4

Debt to Equity ratio (x5) H5 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.3.1 Pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Return saham

Bila perusahaan mampu menghasilkan tingkat pengembalian yang lebih besar dari biaya modalnya, hal ini menandakan bahwa perusahaan berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal oleh karena itu hal ini menarik minat investor dan calon investor untuk menanamkan dananya kedalam perusahaan tersebut dan hal ini mendorong terjadinya permintaan terhadap saham yang bersangkutan semakin banyak maka harga saham cenderung meningkat di pasar modal.

Berdasarkan hal tersebut dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lehn (1996) dan penelitian Dody (1996) yang

(26)

menemukan bahwa terdapat hubungan positif EVA (Economic value Added) dengan return sahan artinya semakin tinggi nilai EVA yang diciptakan perusahaan maka harga saham akan mengalami kenaikan yang pada akhirnya memberikan return saham yang tinggi.

2.3.2 Pengaruh Market Value Added (MVA) Terhadap Return Saham

MVA (Market Value Added) merupakan selisih antara nilai pasar dengan modal sendiri yang disetor oleh pemegang saham. Nilai pasar saham adalah perkalian jumlah saham beredar dengan harga saham. Harga saham didapat dari harga saham rata-rata dalam satu tahun ( Husnan 2004).

MVA (Market Value Added) positif menunjukkan bahwa saham perusahaan tersebut dinilai oleh investor lebih besar dari pada nilai buku perlembarnya. Hal ini akan meningkatkan minat investor untuk menanamkan sahamnya di perusahaan karena (Market Value added) MVA adalah ukuran kinerja perusahaan yang memperlihatkan penilaian pasar modal pada waktu tertentu dari EVA yang akan datang sehingga jika EVA positif maka MVA juga positif.

(27)

2.3.3 Pengaruh Inventory Turn Over (ITO) terhadap Return saham

Inventory turnover merupakan rasio yang digunakan untuk

mengukur kecepatan perputaran persediaan menjadi kas. Semakin cepat inventory terjual, Semakin cepat investasi perusahaan berubah dan persediaan menjadi kas (Ang, 1997). Perusahaan yang nilai perputaran persediaannya makin tinggi berarti makin efisien dalam kaitannya dengan pengendalian biaya, efisiensi dalam pengendalian biaya bagi perusahaan akan berdampak pada peningkatan perolehan laba (Saniman, 2007). Informasi mengenai tingkat perputaran persediaan dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan apakah persediaan lambat dalam proses penjualan atau pemakaiannya pada kegiatan perusahaan. Semakin tinggi nilai ITO (Inventory turnover) mengindikasikan penjualan yang lancar dan kinerja perusahaan yang baik, sehingga meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan ini akan direspon positif oleh investor, sehingga harga saham cenderung naik dan return saham akan meningkat pula.

2.3.4 Pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap return saham

Return On Asset merupakan ukuran kemampuan perusahaan

didalam menghasilkan keuntungan (return) bagi perusahaan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. Semakin besar ROA (Return On Asset) menunjukkan kinerja yang semakin baik (Robert Ang, 1997). Semakin tinggi nilai ROA (Return On Asset) menunujukkan bahwa semakin efisien perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya guna memperoleh laba. Semakin efisien perusahaan berarti semakin baik kinerja

(28)

perusahaan. Kinerja perusahaan yang semakin baik dan nilai perusahaan yang meningkat akan memberikan harapan naiknya harga saham perusahaan tersebut yang pada akhirnya akan berdampak kepada kenaikan return saham (Saniman, 2007). Hal ini menarik bagi investor untuk memiliki saham tersebut. Karena peningkatan ini akan dinikmati juga oleh pemegang saham. Tentunya investor akan lebih tertarik untuk memiliki saham perusahaan yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi jika banyak investor tertarik maka permintaan akan saham tersebut akan meningkat dan hrga saham akan cenderung meningkat yang diikuti dengan peningkatan return sahamnya.

2.3.5 Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap return saham Debt to equity ratio menunjukkan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri (Husnan, 2002). Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat leverage dalam menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjang, yang dimana rasio DER (Debt to equity ratio) menghubungkan antara total debt dengan total equitas (Farkhan , 2012). Semakin tinggi DER menunjukkan semakin besar total utang terhadap total ekuitasnya (Ang, 1997). Semakin tinggi rasio DER (Debt to equity ratio), menunjukkan semakin besar penggunaan utang dalam pendanaan perusahaan dan ketergantungan perusahaan dengan pihak luar. Ketergantungan akan pihak luar meningkatkan risiko dan beban yang harus ditanggung oleh kreditur. Hal ini akan mengurangi minat kreditur (investor) untuk menanamkan modalnya pada perusahaan,

(29)

sehingga akan menurunkan harga saham perusahaan yang berakibat pada return saham.

2.3.6 Pengaruh Economic Value Added (EVA), Market Value Added (MVA), Inventory Turn Over (ITO), Return On Asset (ROA), dan Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return saham

Return saham tingkat keuntungan yang dinikmat oleh pemodal atas suatu investasi saham yang dilakukannya. Secara simultan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lehn (1996) dan penelitian Dody (1996) yang menemukan bahwa terdapat hubungan positif EVA (Economic value Added) dengan return saham artinya semakin tinggi nilai EVA (Economic

value Added), jika EVA (Economic value Added) positif maka

MVA(Market Value Added) (Market Value Added) juga positif. Semakin tinggi nilai ITO (Inventory Turn Over) mengindikasikan penjualan yang lancar dan kinerja perusahaan yang baik, sehingga meningkatkan keuntungan. Peningkatan keuntungan ini akan direspon positif oleh investor, sehingga harga saham cenderung naik dan return saham akan meningkat pula. Semakin tinggi nilai ROA (Return On Asset) menunujukkan bahwa semakin efisien perusahaan dalam memanfaatkan aktivanya guna memperoleh laba yang pada akhirnya akan berdampak kepada kenaikan return saham (Saniman, 2007) dan Debt to Equity Ratio (DER) tinggi berpengaruh terhadap return saham yang di hasilkan perusahaan.

(30)

2.4 Pengembangan Hipotesi

Pengembanga hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara terhadap masalah yang akan diuji kebenaran melalui analisis data yang relevan dan kebenarannya akan diketahui setelah dilakukan penelitian. hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah

H1 : Ada pengaruh Economic Value Added (EVA) terhadap Return

saham pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

H2 : Ada pengaruh Market value Added (MVA) terhadap Return saham

pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

H3 : Ada pengaruh Inventory Turn Over (ITO) terhadap Return saham

pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

H4 : Ada pengaruh Return On Asset (ROA) terhadap saham pada

perusahaan pertambangan yang terdaftar Return di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

H5 : Ada Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Return

saham pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

(31)

H6 : Ada pengaruh Economic value Added (EVA) ,Market value Added (MVA) ,Inventory Turn Over (ITO) ,Return On Asset (ROA), Debt to Equity Ratio (DER) secara bersama-sama terhadap return saham pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012-2014.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan PkM Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Sekolah Berbasis Digital dimulai dengan melakukan pemetaan mutu berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP),

Pilatus memberi ijin, maka Yusuf pergi dan menurunkan jenazah Yesus... Karena hari itu hari persiapan sabat Yahudi, dan letak kubur

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapatkan langsung dari sumber asli. Data primer dapat digunakan

cereus var. Beberapa strain dari Bacillus cereus bersifat patogen dan berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan foodborne.. illness, namun beberapa diantaranya

Alat ini akan merasakan kenaikan tekanan keluar dalam kompresor dan mengatur volume aliran udara dari 100% sampai 0% tanpa bertingkat dengan jalan menutup katup pembebas beban secara

Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berujud konsolidasi pemanfaatan tanah

Dengan kuasa resmi untuk mewakili dan bertindak untuk dan atas nama (nama perusahaan/Joint Operation) dan setelah memeriksa serta memahami sepenuhnya seluruh isi

Berdasarkan masalah tersebut di atas maka perlu dicari tipe dan takaran pelatihan yang sesuai dengan tuntunan penampilan cabang olahraga itu, maka dalam