• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI BAHAN FINISHING PELARUT AIR DAN PELARUT MINYAK PADA LIMA JENIS KAYU RAKYAT IKA NUR APRILIA NINGTYAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI BAHAN FINISHING PELARUT AIR DAN PELARUT MINYAK PADA LIMA JENIS KAYU RAKYAT IKA NUR APRILIA NINGTYAS"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

IKA NUR APRILIA NINGTYAS

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Bahan Finishing Pelarut Air dan Pelarut Minyak pada Lima Jenis Kayu Rakyat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Februari 2012

Ika Nur Aprilia Ningtyas E24070026

(3)

Application of Waterbased and Oilbased Wood Finishes

On Five Wood Species from Community Forest

by

1)

Ika Nur Aprilia Ningtyas, 2) I Wayan Darmawan

Timber from community forest did not have a good appearance than natural forest. One of the method to repair this condition is finding a good finishing technique to this community timber, especially community timber for furniture. Global warming issue also influence the forest industry in Indonesia, especially the forest industry which export their product to Japan and Europe. Their product must have a little VOC (Volatile Organic Compound). This research investigated the application and characteristic from waterbased finishes and oil finishes on the five community timber.

This research was conducted on Mei until November, 2011 in Improvement of Forest Product Quality Laboratory, Forestry of Faculty, Bogor Agricultural University. Finishing materials which is used in this research was Propan PU as oil finishes and Impra Aqua as waterbased finishes. The community timber which was used in this research is Akasia (Acacia mangium), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Jati (Tectona grandis), Mindi (Melia azedarach), and Mahoni (Swietenia macrophylla). This sample board was distinguished by the flat sawn and quarter sawn, and wet water content and dry water content. This sample was made measuring 20 cm x 10 cm x 2 cm.

Based on this research, spray gun is the best equipment to apply the Impra Aqua. In addition, Impra Aqua product is odorless and does not cause irritation of the eye. It means that it is safe for health and can be used in the process painting is easy to clean. However, the color of lacquer/top coat which is produced by using Aqua Lacquer is less shiny than using Poly Urethane Lacquer, yet both Clear Gloss. Endurance test sample of household chemicals, heat and cold well and taking Propan Poly Urethane or Impra Aqua did not show too differences because they both get into the classes 9-8. Sample taking Propan Poly Urethane is more resistant to attack soil termite (Coptotermes curvignathus Holmgren) than the sample using Impra Aqua because Propan Poly Urethane have strong odors that are not favored by soil termite (Coptotermes curvignathus Holmgren).

Keywords: Finishing, Propan Poly Urethane, Impra Aqua.

1)

Student of Forest Product Department, Faculty of Forestry, IPB.

2)

(4)

Pelarut Minyak pada Lima Jenis Kayu Rakyat. Dibimbing oleh I WAYAN DARMAWAN.

Kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki penampilan yang kurang bagus jika dibandingkan dengan kayu-kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan menemukan teknik finishing yang baik terhadap kayu-kayu dari hutan rakyat, terutama kayu-kayu yang akan dijadikan bahan baku furniture. Semakin maraknya isu global warming belakangan ini, memberi pengaruh bagi industri kehutanan terutama industri-industri kehutanan yang mengekspor produknya ke Jepang dan Eropa. Industri-industri ini diharuskan menghasilkan emisi pelarut organik yang rendah pada produk-produknya. Penelitian ini ingin mengetahui aplikasi dan karakteristik untuk bahan finishing pelarut air dan pelarut minyak pada lima jenis kayu rakyat.

Penelitian ini dilakukan dari bulan Mei sampai November 2011 di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bahan finishing kayu yang dipakai pada penelitian ini adalah Propran Poly Urethane sebagai bahan finishing kayu pelarut minyak dan Impra Aqua sebagai bahan finishing kayu pelarut air. Bahan pengencer untuk Propan Poly Urethane adalah thinner sedangkan bahan pengencer untuk Impra Aqua adalah air bersih. Jenis kayu rakyat yang dipakai adalah Akasia (Acacia mangium), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Jati (Tectona grandis), Mindi (Melia azedarach), dan Mahoni (Swietenia macrophylla). Papan contoh uji dibedakan berdasarkan papan tangensial dan papan radial serta kadar air basah (± 20-25%) dan kadar air kering udara (± 10-12%). Contoh uji yang dibuat berukuran 20 cm x 10 cm x 2 cm.

Berdasarkan hasil penelitian, peralatan yang paling baik digunakan pada pengaplikasikan Impra Aqua adalah spray gun. Selain itu, produk Impra Aqua tidak mengeluarkan bau dan tidak mengakibatkan iritasi pada mata sehingga aman bagi kesehatan dan peralatan yang digunakan pada proses pengecatan mudah untuk dibersihkan. Namun, warna lacquer/top coat yang dihasilkan dengan memakai Aqua Lacquer kurang mengkilap dibandingkan dengan memakai Poly Urethane Lacquer meskipun sama-sama Clear Gloss. Daya tahan contoh uji terhadap bahan kimia rumah tangga, panas dan dingin baik yang memakai Propan Poly Urethane maupun Impra Aqua tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok karena keduanya sama-sama masuk ke dalam kelas 9-8. Contoh uji yang memakai Propan Poly Urethane lebih tahan terhadap serangan rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) dibandingkan contoh uji yang memakai Impra Aqua karena bahan finishing Propan Poly Urethane memiliki bau yang menyengat sehingga tidak disukai oleh rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren). Kata kunci : Finishing, Propan Poly Urethane, Impra Aqua.

(5)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang - Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(6)

IKA NUR APRILIA NINGTYAS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(7)

Nama Mahasiswa : Ika Nur Aprilia Ningtyas

NIM : E 24070026

Menyetujui: Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. I Wayan Darmawan,M.Sc NIP. 1966 0212 199103 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Darmawan,M.Sc NIP. 1966 0212 199103 1 002

(8)

i

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan baik. Judul skripsi yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2011 ini ialah Aplikasi Bahan Finishing Pelarut Air dan Pelarut Minyak pada Lima Jenis Kayu Rakyat.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. I Wayan Darmawan, M.Sc selaku pembimbing skripsi dan seluruh keluarga besar Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Terima kasih juga kepada bapak dan ibuku, adik-adikku, serta seluruh keluarga besar Alm. Bapak Kus Nandar dan Alm. Bapak Paimun yang tak pernah henti memberikan doa, semangat, kasih sayang dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan, demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012

(9)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1989 dari pasangan Bapak Kus Rachmad Suprantiyo dan Ibu Nani Nur ’Ain sebagai anak pertama dari tiga bersaudara.

Jenjang pendidikan formal yang telah dilalui penulis antara lain Sekolah Dasar di SDS Angkasa III Halim P. K tahun 1995-2001, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 49 Jakarta tahun 2001-2004 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 48 Jakarta pada tahun 2004-2007.

Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan mendapatkan mayor Teknologi Hasil Hutan. Pada tahun 2010 penulis memilih Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu sebagai bidang keahlian.

Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosisitem Hutan (PPEH) pada 2009 di Cikeong-Burangrang, kemudian pada 2010 penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Gunung Walat, KPH Cianjur dan PGT Sindangwangi-Nagreg. Penulis juga melakukan Praktek Kerja Lapang di PT INTRACAWOOD MANUFACTURING, Tarakan, Kalimantan Timur pada bulan Febuari-April 2011.

Kegiatan kemahasiswaan yang pernah diiukuti penulis yaitu International Forestry Students’ Association Local Committee IPB (IFSA LC IPB) pada tahun 2008-2010 dan komunitas Greenconcept IPB yang bergerak dalam bidang lingkungan. Penulis juga pernah menjadi panitia PDD (Publikasi, Dekorasi dan Dokumentasi) dalam acara Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional IV tahun 2008, panitia acara di Bogor pada The 37th International Forestry Students’ Symposium Indonesia 2009, panitia dana usaha dalam KOMPAK DHH 2009 dan kepala divisi PSDM (Pengembangan Sumber Daya Manusia) dalam Bina Desa Himasiltan 2010.

(10)

iii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan ... 2

1.3Manfaat Penelitian ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Kayu ... 3

2.1.1 Akasia (Acacia mangium) ...3

2.1.2 Nangka (Artocarpus heterophyllus) ...3

2.1.3 Jati (Tectona grandis) ...4

2.1.4 Mindi (Melia azedarach) ...4

2.1.5 Mahoni (Swietenia macrophylla) ...5

2.2 Pengetahuan Dasar Finishing ... 5

2.3 MetodeAplikasi Finishing-Spraying ... 9

2.4 Spray Gun ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2Alat dan Bahan Penelitian ... 17

3.3Proses Finishing Kayu ... 18

3.4Pengujian Daya Tahan Lapisan Finishing ... 19

3.4.1 Uji Ketahanan terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga ...19

3.4.2 Uji terhadap Panas dan Dingin ...20

3.5Pengujian Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Penampilan Kayu Hasil Finishing ...23

4.2Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga dan Panas-Dingin ...32

(11)

iv 4.3Ketahanan Kayu Hasil Finishing terhadap Rayap Tanah

(Coptotermes curvignathus Holmgren) ………..37

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(12)

v DAFTAR TABEL

No. Halaman 1. Klasifikasi kondisi permukaan dalam 10 kelas ...19 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan

berat...22 3. Berat labur rata-rata pada pengaplikasian Impra Aqua (g/cm2) ...23 4. Berat labur rata-rata pada pengaplikasian Propan PU (g/cm2)...26 5. Penampilan contoh uji yang mengalami perbedaan tekanan pada tiap

tahapan aplikasi Propan PU dan Impra Aqua ...28 6. Penampilan contoh uji pada tiap tahapan aplikasi Propan PU dan Impra

Aqua...30 7. Nilai uji daya tahan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga

menggunakan Propan PU dan Impra Aqua ...33 8. Nilai uji daya tahan lapisan finishing terhadap panas menggunakan Propan

PU dan Impra Aqua ...35 9. Nilai uji daya tahan lapisan finishing terhadap dingin menggunakan Propan

PU dan Impra Aqua ...36 10.Nilai kehilangan berat kayu hasil finishing terhadap rayap tanah

(Coptotermes curvignathus Holmgren) menggunakan Propan PU dan

(13)

vi DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Posisi dan sudut spray gun ... 10

2. Orange peel ... 11

3. Dry spray ... 12

4. Runs or sags ………12

5. Bagian-bagian spray gun... 13

6. Berbagai bentuk spray gun ………..15

7. Tahapan aplikasi Propan PU ... 18

8. Tahapan aplikasi Impa Aqua ………...18

9. Pembagian bidang labur bahan kimia rumah tangga ... 20

10. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dikuas sebanyak satu kali ………25

11. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dispray sebanyak dua kali ………25

12. HVLP gun ………...31

13. Runs or sags pada permukaan kayu ………31

14. Poor adhesion pada permukaan kayu ……….32

15. Pengujian ketahanan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga ……...34

16. Uji ketahanan lapisan cat terhadap panas dan dingin ………...34

17. Uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) ………...38

(14)

vii DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Perhitungan berat labur dengan menggunakan Propan PU ... ...45

2. Perhitungan berat labur dengan menggunakan Impra Aqua ... ...49

3. Hasil uji bahan kimia rumah tangga menggunakan Propan PU .. ………53

4. Hasil uji bahan kimia rumah tangga menggunakan Impra Aqua ………57

5. Hasil uji bahan kimia rumah tangga menggunakan Propan PU dan Impra Aqua ... ………61

6. Hasil uji panas dan dingin menggunakan Propan PU ……….64

7. Hasil uji panas dan dingin menggunakan Impra Aqua ………...66

8. Hasil uji panas dan dingin menggunakan Propan PU dan Impra Aqua ……..68

9. Hasil uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren)………70

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak dulu Indonesia dikenal dengan sebutan zamrud khatulistiwa. Zamrud merupakan pencerminan dari keadaan alam Indonesia yang dipenuhi dengan hutan. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyatakan bahwa, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki tiga fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.

Akhir tahun 1960-an, terjadi penebangan hutan secara besar-besaran di Indonesia, yang dikenal dengan sebutan banjir-kap, di mana orang melakukan penebangan kayu secara manual. Sementara itu, berawal dari tahun 1970, terjadi penebangan hutan skala besar dan dilanjutkan dengan dikeluarkannya izin-izin pengusahaan hutan tanaman industri pada tahun 1990, yang melakukan tebang habis (land clearing). Selain itu, areal hutan juga dialihfungsikan menjadi kawasan perkebunan dalam skala besar yang juga melakukan pembabatan hutan secara menyeluruh, menjadi kawasan transmigrasi dan juga menjadi kawasan pengembangan perkotaan (Prawiro 2008).

Untuk menanggulangi akibat dari penebangan hutan secara besar-besaran tersebut maka pada tahun 2004 dicanangkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan (GERHAN). Salah satu kegiatan dalam gerakan tersebut adalah dengan memanfaatkan hutan rakyat sebagai sumber pasokan kayu bagi industri kehutanan. Bersama dengan HTI (Hutan Tanaman Industri), hutan rakyat diharapkan dapat menjadi pemasok kayu utama bagi industri kehutanan.

Berdasarkan kualitas, kayu-kayu yang berasal dari hutan rakyat memiliki penampilan yang kurang bagus jika dibandingkan dengan kayu-kayu yang berasal dari hutan alam. Salah satu cara untuk menanggulangi hal tersebut adalah dengan menemukan teknik finishing yang baik terhadap kayu-kayu dari hutan rakyat, terutama kayu-kayu yang akan dijadikan bahan baku furniture. Teknik finishing

(16)

dapat dilakukan dengan beberapa pemahaman terhadap pemilihan kayu-kayu yang digunakan, sifat-sifat bahan finishing, serta tujuan pengaplikasian bahan finishing yang akan dilakukan (Solikhin 2006, diacu dalam Mulyana 2007).

Semakin maraknya isu global warming belakangan ini, memberi pengaruh bagi industri kehutanan terutama industri-industri kehutanan yang mengekspor produknya ke luar negeri seperti Jepang dan Eropa. Industri-industri ini diharuskan menghasilkan emisi pelarut organik yang rendah pada produk-produknya. Atas dasar ini, terjadi pembaharuan pada bahan finishing kayu. Mayoritas bahan finishing kayu yang beredar saat ini adalah bahan finishing pelarut minyak. Namun, sekarang sudah ada bahan finishing pelarut air yang kadar emisi pelarut organiknya rendah. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mengetahui aplikasi dan karakteristik bahan finishing pelarut air dan pelarut minyak pada lima jenis kayu rakyat.

1.2 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi aplikasi dan karakteristik bahan finishing kayu pelarut air dan minyak yang diaplikasikan pada lima jenis kayu rakyat yaitu Akasia (Acacia mangium), Nangka (Artocarpus heterophyllus), Jati (Tectona grandis), Mindi (Melia azedarach), dan Mahoni (Swietenia macrophylla).

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi industri furniture di Indonesia dalam mengaplikasikan bahan finishing kayu pelarut air dan minyak sehingga menghasilkan produk-produk kayu berkualitas tinggi yang berasal dari hutan rakyat dan ramah lingkungan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jenis Kayu

2.1.1 Akasia (Acacia mangium)

Kayu Akasia memiliki nama latin Acacia mangium dengan nama daerah seperti kasia dan kihia (Jawa Barat). Kayu teras Akasia memiliki warna cokelat pucat sampai cokelat tua, kadang-kadang cokelat zaitun sampai cokelat kelabu, batasnya tegas dengan gubal yang berwarna kuning pucat sampai kuning jerami. Coraknya polos atau berjalur-jalur dengan jalur berwarna gelap dan terang bergantian pada bidang radial. Teksturnya halus sampai agak kasar dan merata. A. mangium memiliki berat jenis rata-rata 0,61 (0,43-0,66) sehingga termasuk kelas awet III dan kelas kuat II-III. Kayu Akasia biasa digunakan sebagai bahan konstruksi ringan sampai berat, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, lantai, papan dinding, tiang-tiang pancang, gerobak dan rodanya, pemeras minyak, gagang alat, alat pertanian, kotak dan batang korek api, papan partikel, papan serat, vinir dan kayu lapis, pulp dan kertas; selain itu baik juga untuk kayu bakar dan arang (Pandit & Kurniawan 2008).

2.1.2 Nangka (Artocarpus heterophyllus)

Nangka memiliki nama botani Artocarpus heterophyllus Lamk. Menurut Verheij dan Coronel (l992), Nangka memiliki nama lain seperti Jackfruit (Inggris), Jacquier (Prancis), Nongko (Javanese), Langka (Filipina), Khanun (Thailand). Nama daerah untuk Nangka pun bermacam-macam seperti nangko atau nangka (Jawa), anaane (Ambon), panaih (Aceh), lumasa atau malasa (Lampung), dan nama lainnya.

Pohon Nangka umumnya berukuran sedang, memiliki tinggi 20-30 m, diameter batang mencapai 100 cm, seluruh bagian mengeluarkan getah putih bila dilukai. Kayu nangka telah banyak digunakan di Srilanka, India, dan Eropa (Verheij & Coronel 1992, diacu dalam Luza 2009). Berat jenisnya adalah 0,61 sehingga masuk ke dalam kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Kayu Nangka biasa digunakan sebagai bahan baku mebel, kayu konstruksi dan alat musik.

(18)

2.1.3 Jati (Tectona grandis)

Kayu Jati yang memiliki nama latin Tectona grandis, dikenal dengan nama lain Teak ( Inggris, Amerika, Jerman), Mai Sak (Thailand), Segwan (India), Teck (Perancis), dan Teca (Brazil). Nama daerah untuk Jati adalah Deleg, Dodolan, Jate, Jateh, Jatos, dan Kulidawa untuk daerah Jawa. Kayu Jati termasuk ke dalam famili Verbenaceae, dan memiliki terkstur yang agak kasar hingga kasar serta warna kayu teras kuning emas kecokelatan hingga cokelat kemerahan. Kayu teras dengan mudah dibedakan dari kayu gubalnya yang berwarna putih agak keabu-abuan. Berat jenis kayu Jati rata-rata 0,67 (0,62-0,75) sehingga termasuk ke dalam kelas kuat II dan kelas awet I-II (Martawijaya et al. 1981). Kayu Jati banyak dipakai sebagai bahan bangunan, kusen pintu dan jendela, pintu panel, bantalan kereta api, perabot rumah tangga, karoseri badan truk, dek kapal, parket, lumber sering dan vinir indah (Pandit & Kurniawan 2008).

2.1.4 Mindi (Melia azedarach)

Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach L.) dari famili Meliaceae merupakan jenis pohon cepat tumbuh dan selalu hijau di daerah tropis dan menggugurkan daun selama musim dingin, suka cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan subur di bawah titik beku. Pada umur 10 tahun dapat mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Nama daerah dari mindi adalah geringging, mementin, mindi (Jawa); jempinis (NTB); belile, bere, embora, kemel, lamoa, lemua, menga, mera (NTT), sedangkan di negara lain, mindi dikenal dengan nama Paternostertree, Persian lilac, Chinaberry, China tree (UK, USA); arbre de paternoster (Fr); árbol de paternoster, paraiso (Sp); albero di paternoster (It); paternostertäd (Sw); paternoster boom (Nl); Paternosterbaum (Gm); may rien (Vietnam); ku lian zi (China).

Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan Burma, banyak ditanam di daerah tropis dan subtropis, di Indonesia banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Papua. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8-20 m, diameter sampai 60-185 cm, tidak berbanir. Tajuk menyerupai payung, percabangan melebar, kadang menggugurkan daun. Kulit luar berwarna merah-coklat sampai kelabu hitam, beralur dangkal sampai dalam, mengelupas kecil-kecil sampai kepingan besar. Batang silindris, tegak, tidak

(19)

berbanir; kulit batang (papagan) abu-abu coklat, beralur membentuk garis-garis dan bersisik. Kayu teras berwarna merah-coklat muda semu-semu ungu, kayu gubal berwarna putih kemerah-merahan dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu teras. Tekstur kayu sangat kasar, arah serat lurus atau agak berpadu, permukaan kayu agak licin, permukaan kayu mengkilap indah.

Berat jenisnya adalah 0,53 (0,42-0,65), masuk ke dalam kelas kuat III-II. Kayu mindi masuk ke dalam kelas awet IV-V dan berdasarkan hasil uji kubur, jenis kayu ini termasuk kelas awet V. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II-III. Kayu mindi dapat digunakan untuk peti teh, papan dan bangunan di bawah atap, panil, vinir hias dan sortimen yang berat mungkin baik untuk mebel (Martawijaya et al. 1989).

2.1.5 Mahoni (Swietenia macrophylla)

Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla) memiliki nama lain mahagoni. Terasnya berwarna merah, merah muda kekuningan waktu masih segar kemudian lama-kelamaan berubah menjadi merah tua kecoklatan. Mudah dibedakan dengan gubal berwarna putih kekuningan. Teksturnya halus, sedang sampai agak kasar. Permukaan kayu agak licin dan mengkilap, arah serat tidak teratur menimbulkan corak bervariasi dan indah. Kekerasannya sedang dan agak berat. Rata-rata berat jenis kayu Mahoni adalah 0,62 (0,53-0,72) sehingga masuk ke kelas kuat II-III dan kelas awet III. Kayu Mahoni banyak digunakan sebagai perabot rumah tangga, vinir indah dan kayu lapis, barang kerajinan dan perpatungan, barang bubutan, pintu panel, dan komponen alat musik (Pandit & Kurniawan 2008).

2.2 Pengetahuan Dasar Finishing

Finishing merupakan lapisan paling akhir pada permukaan kayu. Proses ini bertujuan untuk memberikan nilai estetika yang lebih baik pada perabot kayu dan juga berfungsi untuk menutupi beberapa kelemahan kayu dalam hal warna, tekstur, atau kualitas ketahanan permukaan pada material tertentu. Tujuan lainnya adalah untuk melindungi kayu dari kondisi luar (cuaca, suhu udara, dll) ataupun benturan dengan barang lain. Dengan kata lain untuk menambah daya tahan dan keawetan produk kayu (STK 2008).

(20)

(Feirer 1979, diacu dalam Sein 1998), berdasarkan tujuan pemakaian, bahan finishing biasanya dibedakan dengan istilah interior dan eksterior. Interior berarti penggunaan bahan finishing pada material yang berada di luar ruangan. Selanjutnya Feirer mengatakan bahwa bahan finishing ekterior dapat dikelompokkan ke dalam tipe berpenetrasi (penetration type) dan tipe permukaan (surface type). Bahan finishing yang termasuk tipe berpenetrasi adalah bahan pewarna dan bahan pengawet, sedangkan bahan finishing tipe permukaan adalah cat dan pernis. Kedua tipe tersebut sesuai untuk sebagian besar pelaksanaan finishing kayu eksterior.

Dilihat dari jenis bahan, pada dasarnya ada dua macam jenis finishing untuk kayu, yaitu :

1. Finishing bahan padat, material ini 100% menutupi permukaan kayu dan menyembunyikan tampak aslinya. Fisik bahan ini berupa lembaran atau rol. Populer untuk pemakaian furniture indoor dengan bahan dasar plywood, MDF, hardboard, softboard, dan jenis lembaran lainnya.

2. Finishing bahan cair, sangat banyak jenis dan variasi aplikasinya. Paling populer digunakan pada seluruh jenis furniture kayu. Bersifat lebih fleksibel daripada finishing dari jenis bahan yang padat. Sangat baik untuk finishing permukaan bidang lebar ataupun melengkung. Pada teknologi terbaru sekarang ini, jenis finishing akhir cairan bisa memiliki kualitas yang sama kuatnya pada permukaan yang lebar pada plywood dan MDF. Jenis bahan finishing cair yang telah digunakan saat ini antara lain :

a. Oil

Jenis finishing paling sederhana dan mudah aplikasinya. Bahan ini tidak membentuk lapisan film pada permukaan kayu. Oil meresap ke dalam pori-pori kayu dan tinggal di dalamnya untuk mencegah air keluar atau masuk dari pori-pori kayu. Cara aplikasinya dengan menyiram, merendam, atau melumuri benda kerja dengan oil kemudian dibersihkan dengan kain kering. Bahan ini tidak memberikan keawetan pada aspek benturan, goresan ataupun benturan fisik lainnya.

(21)

b. Politur

Bahan dasar finishing ini adalah shellac yang berwujud serpihan atau batangan kemudian dicairkan dengan alkohol. Dalam hal ini, alkohol bekerja sebagai pencair (solvent). Setelah diaplikasikan ke benda kerja, alkohol akan menguap. Aplikasi dengan cara membasahi kain (sebaiknya yang berbahan katun) dan memoleskannya secara berkala pada permukaan kayu hingga mendapatkan lapisan tipis finishing (film) pada permukaan kayu. Semakin banyak polesan akan membuat lapisan semakin tebal. c. Nitro Cellulose (NC)

Jenis yang saat ini populer dan mudah diaplikasikan adalah NC (Nitro Cellulose) lacquer. Bahan finishing ini terbuat dari resin Nitrocellulose/alkyd yang dicampur dengan bahan solvent yang cepat kering, biasa disebut thinner. Bahan ini tahan air (tidak rusak apabila terkena air) tapi masih belum kuat menahan goresan. Kekerasan lapisan film NC tidak cukup keras untuk menahan benturan fisik. Meskipun sudah kering, NC bisa dikupas menggunakan bahan pencairnya (solvent/thinner). Cara aplikasinya menggunakan sistem spray (semprot) dengan tekanan udara.

d. Melamine

Sifatnya hampir sama dengan bahan lacquer. Memiliki tingkat kekerasan lapisan film lebih tinggi dari lacquer akan tetapi bahan kimia yang digunakan akhir-akhir ini menjadi sorotan para konsumen karena berbahaya bagi lingkungan. Melamine mengandung bahan Formaldehyde paling tinggi di antara bahan finishing yang lain. Formaldehyde ini digunakan untuk menambah daya ikat molekul bahan finishing. Pewarnaan juga lebih bervariasi pada bahan ini.

e. Poly Urethane (PU)

Lebih awet dibandingkan dengan jenis finishing sebelumnya dan lebih tebal lapisan filmnya. Bahan finishing membentuk lapisan yang benar-benar menutup permukaan kayu sehingga terbentuk lapisan seperti plastik. Memiliki daya tahan terhadap air dan panas sangat tinggi. Sangat baik

(22)

untuk finishing produk outdoor, kusen dan pintu luar atau pagar. Proses pengeringannya juga menggunakan bahan kimia cair yang cepat menguap. f. Ultra Violet (UV) Lacquer

Satu-satunya aplikasi yang paling efektif saat ini dengan curtain method. Suatu metode aplikasi seperti air curahan yang membentuk tirai tersebut dengan kecepatan tertentu sehingga membentuk lapisan yang cukup tipis pada permukaan kayu. Disebut UV Lacquer karena bahan finishing ini hanya bisa dikeringkan oleh sinar Ultra Violet (UV), paling tepat untuk benda kerja dengan permukaan lebar papan atau plywood.

g. Waterbased Lacquer

Jenis finishing yang paling populer akhir-akhir ini bagi para konsumen di Eropa. Menggunakan bahan pencair air murni (yang paling baik) dan resin akan tertinggal di permukaan kayu. Proses pengeringannya otomatis lebih lama dari jenis bahan finishing yang lain karena penguapan air jauh lebih lambat daripada penguapan alkohol ataupun thinner. Namun kualitas lapisan film yang diciptakan tidak kalah baik dengan NC atau melamine. Tahan air dan bahkan sekarang sudah ada jenis waterbased lacquer yang tahan goresan. Keuntungan utama yang diperoleh dari bahan jenis ini adalah lingkungan dan sosial. Di samping para karyawan ruang finishing lebih sehat, reaksi penguapan bahan kimia juga lebih kecil di rumah konsumen.

(Wagner 1967, diacu dalam Syah 1991) menyatakan bahwa cat adalah campuran dari minyak, pengemulsi, pengering, dan pigmen. Cat adalah campuran zat padat dan zat cair. Zat padat disebut pigmen yang dapat memberikan corak/warna, pemburam, dan sangat baik untuk perlindungan. Pigmen biasanya dibuat dari metal atau mineral. Pigmen putih terbuat dari titanium seng dan timah sedangkan pigmen hitam terbuat dari karbon. Zat cair terdiri dari getah (gum) dan minyak yang menyebabkan zat padat dapat tersuspensi, cat lebih tahan lama, mudah diaplikasikan, tahan terhadap asam dan basa, serta dapat mengikat partikel-partikel pigmen. Cat dengan sistem pelarut berpenetrasi, baik pada kayu, khususnya memperlambat perkembangan jamur atau menghalangi blue stain (Kennedy et al. 1987, diacu dalam Sein 1998). Dalam Wood Handbook (1974)

(23)

diterangkan bahwa dari semua bahan finishing, cat memberikan perlindungan terbaik pada kayu terhadap gesekan permukaan.

2.3 Metode Aplikasi Finishing-Spraying

Metode aplikasi finishing dengan alat semprot atau spraying merupakan metode aplikasi yang banyak digunakan di industri furniture saat ini. Hal ini didukung pula dengan banyaknya bahan finishing yang dibuat dan disesuaikan untuk aplikasi spraying. Alat kerja yang dipakai dalam spraying adalah kompresor, selang angin dan spray gun sebagai alat kerja pokok untuk aplikasi finishing metode spraying. Setelah itu, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan lebih sempurna, diperlukan tambahan peralatan misalnya:

1. Spraybooth: Sebuah bidang penghisap yang terletak di depan aplikator, berfungsi untuk menyerap overspray dan debu agar tidak menempel pada benda kerja. Fungsi utamanya adalah agar percikan-percikan partikel finishing dan debu bergerak menjauhi benda kerja yang sedang disemprot. Partikel-partikel tersebut bisa mengakibatkan cacat gelembung dan kasar pada permukaan finishing. Model spraybooth bisa berupa aliran air dan penghisap udara sehingga partikel overspray bisa langsung menempel pada air. Ada juga yang hanya aliran udara (tanpa air).

2. Hanging Conveyor: Alat bantu berupa rel panjang (hingga 1000 m) dengan gantungan pada setiap 30-50 cm dan digantung di plafon pabrik. Alat ini berfungsi untuk menggantungkan benda kerja yang relatif kecil sehingga operator finishing tidak perlu memegang benda kerja. Keuntungan alat bantu ini adalah agar seluruh permukaan benda kerja bisa terlapisi bahan finishing sekaligus tanpa harus menunggu bagian yang lain mengering. Dengan jumlah gantungan yang cukup banyak, alat ini juga bisa berfungsi sebagai storage pengeringan.

3. Table Conveyor: Beberapa meja kerja yang bisa berputar 360 derajat dan tersusun seperti kereta di atas rel di area finishing. Alat bantu ini memerlukan area finishing yang luas. Kelebihan alat ini adalah memberikan posisi yang baik bagi operator untuk melakukan finishing pada bidang lebar karena posisi benda kerja akan fleksibel diputar dan tidak mudah terjatuh.

(24)

Untuk mendapatkan hasil semprot yang lebih baik akan sangat menguntungkan apabila sudut dan pengaturan spray gun diperhatikan. Pada bidang yang lebar, sebaiknya diatur agar sudut semprot lebih lebar sehingga bahan finishing bisa rata. Posisi spray gun juga sebaiknya tegak lurus dengan bidang kerja agar tidak terjadi penumpukkan bahan finishing pada satu area tertentu. Posisi semprot yang tidak tegak lurus akan mudah terlihat pada saat kita melakukan proses pewarnaan. Pada sisi tertentu akan terlihat lebih gelap daripada sisi lainnya. Untuk bidang yang sempit misalnya sisi tebal papan samping, kaki meja atau permukaan kecil lainnya, spray gun bisa diatur agar sudut semprot lebih kecil sehingga tidak banyak bahan finishing yang terbuang. Posisi dan sudut spray gun yang baik dapat dilihat pada Gambar 1.

(25)

Hal yang perlu diperhatikan terutama pada proses aplikasi permukaan lebar adalah overlap. Overlap artinya proses pengulangan atau penumpukkan semprot. Dengan sudut semprot yang sudah diatur, untuk bidang di sebelahnya lebih baik sudut semprot juga dikenakan sekitar 10-15% area semprot sebelumnya sehingga pada area tersebut mendapatkan kualitas permukaan yang sama dengan bagian tengahnya (STK 2009).

Secara lebih rinci, masalah-masalah yang sering terjadi pada metode aplikasi spraying adalah :

1. Orange peel: atomisasi yang tidak memadai, tidak cukup pelarut atau tipis, spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat sehingga menyebabkan riak. Efek orange peel dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Orange peel.

2. Gun sputters : ventilasi udara tersumbat di cup lid, material finishing terlalu tebal, bahan tidak cukup dalam cup atau tipping pada acute angle, terjadi kebocoran pada fluid nozzle atau needle-valve packing nut.

3. Finish leaks from fluid nozzle of spray gun : needle-valve packing nut terlalu ketat, needle-valve packing membutuhkan minyak, rusaknya batang fluid-nozzle atau needle-valve, ukuran batang needle-valve salah, pegas dari batang needle-valve rusak atau rata.

(26)

4. Dry spray: atomisasi berlebihan, ada permukaan yang mengalami penyemproten berulang, spray gun terlalu jauh dari permukaan atau bergerak terlalu cepat. Efek dry spray dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Dry spray.

5. Runs or sags: cat yang digunakan terlalu padat, spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat, material finishing terlalu tipis, pemicu tidak terlepas di akhir setiap semprotan ketika semprotan tidak melampaui objek, spray gun tidak tegak lurus ke permukaan. Efek ini dapat dilihat di Gambar 4.

Gambar 4. Runs or sags.

(27)

2.4 Spray Gun

Spray gun adalah alat finishing yang paling efisien dibandingkan dengan alat-alat finishing lainnya. Kita dapat menghasilkan permukaan yang hampir mulus dan dapat menyelesaikan permukaan kayu yang lebar dalam waktu singkat. Spray gun memecah cairan menjadi tetesan kecil/semburan halus oleh dua jet udara yang keluar dari horns di air nozzle. Tetesan tersebut melumuri permukaan kayu dan mengalir bersama-sama untuk membuat lapisan halus. Terpecahnya cairan tersebut menjadi tetesan kecil/semburan halus disebut atomisasi. Ini sangat penting bahwa atomisasi harus baik, atau tetesan kecil tersebut tidak akan mengalir bersama-sama dengan sempurna (Flexner 1994).

Hal senada juga diutarakan oleh Michalski (2001), atomisasi didefinisikan sebagai suatu proses mereduksi cairan menjadi partikel penyemprot halus, sehingga lapisan dapat diterapkan pada kayu dengan cara yang relatif terkendali. Dengan tujuan melindungi dan memperindah kayu. Meskipun atomisasi yang kurang baik akan mempengaruhi kualitas finishing dan menyebabkan orange peel, namun kualitas finishing tidak semata-mata tergantung pada atomisasi. Hal ini mungkin saja terjadi selama menyemprotkan suatu cairan pelapis, sehingga overspray dan dry spray. Kelebihan atomisasi menyebabkan beberapa pelarut menguap terlalu cepat. Hal ini menyebabkan partikel kering dan ketidakmampuan lapisan untuk mengalir keluar. Penggunaan tekanan yang berlebihan dapat memisahkan cairan dari padatan dalam lapisan. Hal ini disebut sebagai over shearing atau dry spray.

(28)

Spray gun biasa digunakan untuk pengecatan bagian komponen yang mempunyai luasan permukaan yang luas, karena biasanya cat akan menyebar merata saat disemprotkan dari sprayer. Spray gun dapat menyemprotkan cat dengan bantuan angin dari kompresor, yang disalurkan melalui selang yang berada pada bagian bawah handle. Secara lebih rinci, bagian-bagian spray gun dapat dilihat pada Gambar 5. Pada dasarnya terdapat tiga kontrol utama pada setiap spray gun (pistol angin), yaitu:

1. Pengatur Volume Bahan Finishing

Kontrol ini berfungsi untuk mengatur besar-kecilnya jumlah bahan yang keluar dalam sekali tekan/semprot. Sebenarnya knob ini mengatur jarak lubang nozzle dengan jarum nozzle ketika pelatuk spray gun ditekan. Jarak tersebut yang membuat udara bertekanan menarik bahan finishing keluar. Memutar knob tersebut ke kiri (berlawanan arah jarum jam) akan memperbesar jarak jarum nozzle sehingga bahan finishing lebih banyak keluar. Tekan pelatuk hingga menyentuh batasnya (penting sekali dalam setiap penyemprotan) lalu putar knob pada saat yang sama searah jarum jam untuk mengatur jumlah bahan finishing.

2. Pengatur Jumlah Udara Keluar

Biasanya terletak di samping spray gun dan berfungsi untuk mengatur jumlah udara yang keluar dalam sekali tekanan pelatuk. Udara bertekanan tersebut akan keluar melalui lubang di ujung spray gun dan segera bercampur dengan bahan finishing menjadi partikel yang kecil (atomized). Arah dan ukuran bahan yang bercampur udara tadi diatur oleh lubang angin di ujung spray gun (Air Horn). Knob ini pula yang mengatur lebar dan arah semprotan. Dasar pengaturannya sama dengan Pengatur Bahan Finishing.

3. Pengatur Tekanan udara

Ini adalah kontrol terakhir yang bisa digunakan untuk mengatur semprotan finishing. Kontrol ini mengatur besar kecilnya tekanan udara yang masuk melalui spray gun. Semakin kecil tekanan yang akan digunakan, semakin besar pattern bahan yang tercapai.

(29)

Berbagai produsen spray gun memiliki desain berbeda walaupun prinsip alat kontrolnya masih sama. Jenis-jenis tersebut memiliki fungsi dan kelebihan masing-masing. Berbagai bentuk spray gun, antara lain :

1. Tabung di bawah pistol: Sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure), paling banyak digunakan untuk aplikasi base coat yang menuntut jumlah bahan lebih banyak sebagai penutup pori-pori kayu.

2. GravitySpray Gun: Tabung terletak di atas spray gun dan biasanya digunakan untuk finishing akhir (top coat) dengan viscositas yang lebih tinggi.

3. Airless Spray Gun terhubung langsung dengan tabung besar (20 liter) bahan finishing dan langsung memiliki dua saluran pada pangkalnya. Jenis ini biasanya digunakan untuk pewarnaan dalam jumlah besar agar pencampuran bahan warna finishing tidak terdapat deviasi yang terlalu besar (STK 2008).

Gambar 6. Berbagai bentuk spray gun.

Adapun prinsip kerja spray gun adalah angin yang berasal dari kompresor masuk melalui selang input, dan angin akan mengalir melalui pipa kecil ke sprayer saat picu (trigger) ditekan untuk mengalirkan angin dari kompresor. Saat angin mengalir menuju sprayer, angin akan menyedot udara atau cat dalam tabung karena perbedaan tekanan, sehingga cat dapat tersedot dan mengalir bersama angin menuju sprayer dengan kecepatan tinggi dan disemprotkan untuk pelapisan benda kerja.

Pengoperasian spray gun biasanya dilakukan dengan cara mencampurkan cat dengan pelarut untuk mengencerkannya agar cat lebih mudah disedot. Setelah campuran sesuai, cat dimasukkan ke dalam tabung cat, dan pasang tabung cat ke spray gun dengan kencang agar terjadi kevakuman dalam tabung cat. Setelah itu, atur campuran angin dengan menggunakan baut yang ada pada bawah handle

(30)

sampai cat bisa tersemprot dengan lancar. Langkah selanjutnya atur penyemprot (sprayer) agar cat bisa tersebar dengan merata.

Pemeliharaan spray gun tergolong mudah, agar spray gun dapat digunakan pada setiap saat dengan lancar, maka setelah pemakaian, spray gun harus dibersihkan dengan menggunakan thinner atau pelarut cat, agar sisa-sisa cat yang ada pada ujung sprayer maupun pada pipa penyedot cat tidak kering dan menyumbat saluran (Nugroho 2010).

(31)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dari bulan Mei sampai November 2011.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Bahan finishing kayu yang dipakai pada penelitian ini adalah Propran PU sebagai bahan finishing kayu pelarut minyak dan Impra Aqua sebagai bahan finishing kayu pelarut air. Bahan pengencer untuk Propan PU adalah thinner sedangkan bahan pengencer untuk Impra Aqua adalah air bersih. Jenis kayu rakyat yang dipakai adalah Akasia (A. mangium), Nangka (A. heterophyllus), Jati (T. grandis), Mindi (M. azedarach), dan Mahoni (S. macrophylla). Papan contoh uji dibedakan berdasarkan papan tangensial dan papan radial serta kadar air basah (± 20-25%) dan kadar air kering udara (± 10-12%). Contoh uji yang dibuat berukuran 20 cm x 10 cm x 2 cm.

Beberapa bahan dan peralatan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaliper, kipas angin, moisture meter, kape, kertas amplas (no 180, 240 dan 400), kuas, majun atau kain halus, kompresor, spray gun, alat tulis, peralatan keselamatan berupa masker, kamera Casio Exilim, gelas, pipet, es batu, air panas, pemanas air, kecap, minyak sayur, cuka makan, kopi, oven, desikator, aquades, jampot atau botol kaca, pasir steril, rayap tanah (Coptotermes curvignatus Holmgren), neraca elektrik, dan seperangkat komputer dengan aplikasi Microsoft Office 2007.

(32)

Kayu diamplas dengan kertas amplas no. 180

Aplikasikan IMPRA WOOD FILLER 115 dan tunggu sampai

kering

Amplas lagi dengan kertas amplas no. 240

Spray 2 kali PROPAN PU PUSS-740-2K dan tunggu sampai kering

Amplas dengan kertas amplas no. 400 Spray 2 kali PROPAN

PU PUL-745-2K (komponen A : komponen B : thinner polyurethane = 2 : 1 : 1)

Kayu diamplas dengan kertas amplas no. 180

Aplikasikan IMPRA Aqua Wood Filter AWF-911 dan tunggu 60 menit sampai kering

Amplas lagi dengan kertas amplas no. 240

Aplikasikan IMPRA Aqua Wood Stain AWS-921 cocoa brown

dengan cara dikuas setelah 3 menit dibal

dengan kain halus dan didiamkan selama 60

menit Spray IMPRA Aqua

Sanding Sealer ASS-941 dan 10% air, diamkan selama 60

menit

Amplas dengan kertas amplas no. 400

Spray IMPRA Aqua Lacquer AL-961 Clear

Gloss dan 30% air 3.3 Proses Finishing Kayu

Tahapan aplikasi Propan PU dan Impra Aqua dapat dilihat pada diagram alir yang masing-masing tersaji pada Gambar 7 dan 8.

Gambar 7. Tahapan aplikasi Propan PU.

(33)

3.4 Pengujian Daya Tahan Lapisan Finishing

3.4.1 Uji Ketahanan terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Pengujian ini mengacu pada ASTM D 1308-02 dengan menggunakan larutan bahan kimia rumah tangga seperti kecap, minyak sayur, cuka, dan kopi sebagai reagents (Gambar 9). Sebelum dilakukan pengujian, contoh uji dikeringudarakan terlebih dahulu selama satu minggu. Langkah awal pengujian adalah membagi permukaan contoh uji dengan spidol dan penggaris ke dalam lima (5) bagian. Setelah itu, melaburkan bahan kimia rumah tangga pada setiap bagian dengan menggunakan pipet sebanyak dua tetes lalu didiamkan selama 10 menit. Setelah 10 menit, contoh uji dibersihkan dengan menggunakan kain bersih, kemudian mengamati perubahan fisik cat yang terjadi dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Perubahan fisik (cacat) yang diamati adalah besar permukaan bercacat akibat aplikasi bahan kimia rumah tangga. Selanjutnya persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Kondisi Permukaan dalam 10 Kelas

Sumber : ASTM D 1654-92 (2000) Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas Tidak bercacat 10 0-1 9 2-3 8 4-6 7 7-10 6 11-20 5 Persentase Permukaan Bercacat (%) Kelas 21-30 4 31-40 3 41-55 2 56-75 1 > 75 0

(34)

Kecap Cuka Kopi Minyak Kontrol

Gambar 9. Pembagian bidang labur bahan kimia rumah tangga.

3.4.2 Uji terhadap Panas dan Dingin

Dalam pengujian ketahanan terhadap bahan rumah tangga, material pengotor (reagents) hanya menyentuh permukaan saja. Sementara itu, pada penggunaannya nanti seringkali perabot rumah tangga mendapat kontak dengan bahan panas ataupun dingin. Panas dan dingin ini dapat merambat melalui lapisan bahan finishing sehingga dapat mempengaruhi ikatan antar material finishing dan kayu (mengembang atau menyusut). Oleh karena itu perlu dilakukan pengujan ini. Pengujian panas dilakukan dengan cara meletakkan gelas kecil berisi air panas (mendidih) di atas permukaan contoh uji, kemudian didiamkan sampai air di dalam gelas kembali pada suhu normal. Pengujian dingin dilakukan dengan meletakkan es dalam gelas di atas permukaan contoh uji, kemudian tunggu sampai seluruh es mencair dan suhu air kembali normal. Setelah itu dilakukan pengamatan terhadap permukaan contoh uji. Perubahan fisik (cacat) yang diamati adalah besar permukaan bercacat akibat pengujian panas dan dingin. Selanjutnya persentase permukaan bercacat hasil pengamatan tersebut diklasifikasikan dalam 10 kelas seperti yang tersaji pada Tabel 1.

(35)

3.5 Pengujian Ketahanan Kayu terhadap Rayap Tanah

Proses pengujian ketahanan kayu terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) diawali dengan memasukkan jampot dan pasir ke oven pada suhu 60 0C selama tujuh hari agar steril. Selain itu, contoh uji dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu 60 0C selama dua hari. Setelah dua hari, contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 15 menit kemudian ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu kering oven sebelum diumpankan (W1). Setelah itu, dalam setiap jampot dimasukkan dua buah contoh uji, 50 g pasir, 15 ml aquades dan rayap tanah (C. curvignathus) yang sehat dan aktif sebanyak 50 ekor dengan komposisi rayap pekerja sebanyak 45 ekor dan rayap prajurit sebanyak 5 ekor, kemudian contoh uji tersebut disimpan di tempat gelap selama 4 minggu. Setiap minggu aktivitas rayap dalam jampot diamati. Jika kadar air pasir berkurang, maka ke dalam jampot tersebut ditambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya kembali seperti semula (pasir kembali lembab).

Pada minggu keempat, contoh uji dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 60 0C selama dua hari. Setelah dua hari, contoh uji dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke desikator selama 15 menit kemudian ditimbang sehingga mendapatkan berat kayu kering oven setelah diumpankan (W2). Hasil uji ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus) dinyatakan berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C. curvignathus) dan dihitung dengan rumus:

keterangan:

P adalah penurunan berat, dinyatakan dengan (%);

W1 adalah berat kayu kering oven sebelum diumpankan, dinyatakan dengan (g);

W2 adalah berat kayu kering oven setelah diumpankan, dinyatakan dengan (g).

(36)

Penentuan ketahanan kayu terhadap rayap tanah (C. curvignathus) yang dinyatakan berdasarkan kehilangan berat kayu akibat dimakan oleh rayap tanah (C. curvignathus) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi ketahanan kayu terhadap rayap tanah berdasarkan kehilangan berat

Kelas Ketahanan Penurunan berat (%)

I Sangat tahan < 3,52 II Tahan 3,52 – 7,50 III Sedang 7,30 – 10,96 IV Buruk 10,96 – 18,94 V Sangat buruk 18,94 – 31,89 Sumber : SNI 01.7207-2006

(37)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penampilan Kayu Hasil Finishing

Penelitian ini memakai dua bahan finishing kayu, yaitu Impra Aqua Wood Finishing dan Propan PU. Tahapan aplikasi Impra Aqua adalah Impra Aqua Wood Filler (AWF-911), Impra Aqua Wood Stain (AWS-921), Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941) dan Impra Aqua Lacquer (AL-961) Clear Gloss sedangkan aplikasi Propan PU dimulai dari Impra Wood Filler (WF-115), Propan PU Sanding Sealer (PUSS-740-2K) dan Propan PU Lacquer (PUL-745-2K) Clear Gloss. Berat labur rata-rata pada tiap tahapan aplikasi bahan finishing dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.

Tabel 3. Berat Labur Rata-rata pada Pengaplikasian Impra Aqua (g/cm2)

Jenis Kayu Jenis Papan

Kadar Air

Tahapan Aplikasi Impra Aqua

Filler Wood Stain Sanding Sealer Top Coat Mindi (M. azedarach) Radial Kering 0,00193 0,00180 0,00142 0,00067 Basah 0,00025 0,00118 0,00118 0,00066 Tangensial Kering 0,00161 0,00101 0,00049 0,00083 Basah 0,00050 0,00069 0,00013 0,00033 Rata-rata 0,00107 0,00117 0,00081 0,00062 Nangka (A. heterophyllus) Radial Kering 0,00167 0,00132 0,00133 0,00137 Basah 0,00040 0,00100 0,00133 0,00088 Tangensial Kering 0,00035 0,00136 0,00119 0,00085 Basah 0,00040 0,00102 0,00101 0,00081 Rata-rata 0,00071 0,00117 0,00121 0,00098

(38)

Jenis Kayu Jenis Papan

Kadar Air

Tahapan Aplikasi Impra Aqua

Filler Wood Stain Sanding Sealer Top Coat Akasia (A. mangium) Radial Kering 0,00046 0,00052 0,00169 0,00277 Basah 0,00051 0,00101 0,00044 0,00157 Tangensial Kering 0,00073 0,00171 0,00187 0,00204 Basah 0,00036 0,00097 0,00100 0,00104 Rata-rata 0,00052 0,00105 0,00125 0,00185 Mahoni (S. macrophylla) Radial Kering 0,00035 0,00085 0,00135 0,00066 Basah 0,00057 0,00100 0,00109 0,00149 Tangensial Kering 0,00058 0,00054 0,00199 0,00101 Basah 0,00050 0,00115 0,00078 0,00079 Rata-rata 0,00050 0,00088 0,00130 0,00099 Jati (T. grandis) Radial Kering 0,00062 0,00085 0,00198 0,00129 Basah 0,00035 0,00092 0,00092 0,00175 Tangensial Kering 0,00127 0,00288 0,00228 0,00075 Basah 0,00030 0,00142 0,00087 0,00093 Rata-rata 0,00063 0,00152 0,00151 0,00118 Berat Labur Rata-rata Minimal 0,00050 0,00088 0,00081 0,00062 Berat Labur Rata-rata Maksimal 0,00107 0,00152 0,00151 0,00185

Tahapan awal pada Impra Aqua adalah pengaplikasian filler dari jenis AWF-911. AWF-911 terbuat dari ekstender, pigmen, dan emulsi acrylic water base. Produk ini didesain untuk mengisi pori-pori kayu. Sebelum pengaplikasian AWF-911, contoh uji diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar permukaannya halus. Pengaplikasian AWF-911 ke contoh uji dilakukan dengan menggunakan kape. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar pada aplikasi AWF-911, secara berurutan, Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00050 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00107 g/cm2.

Tahapan selanjutnya adalah pengaplikasian wood stain, AWS-921. Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dilakukan dengan dua cara, yaitu :

(39)

1. Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dengan cara dikuas kemudian dibal dengan kain halus untuk meratakan catnya. Hasil aplikasinya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dikuas sebanyak satu kali.

2. Pengaplikasian Impra Aqua Wood Stain dengan cara dispray pada tekanan 4-5 bar (KPa) dan jarak penyemprotan 6”-10”. Posisi spray gun dibuat tegak lurus dengan contoh uji. Hasil aplikasinya disajikan pada Gambar 11.

Gambar 11. Penampilan contoh uji yang menggunakan AWS-921 dengan cara dispray sebanyak dua kali.

(40)

Secara berurutan, contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terkecil dan terbesar pada aplikasi AWS-921 adalah Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00088 g/cm2 dan Jati (T. grandis) sebesar 0,00152 g/cm2. Langkah selanjutnya adalah aplikasi Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941). Impra Aqua Sanding Sealer (ASS-941) adalah sanding sealer berbahan dasar air yang terbuat dari resin acrylic.Pengaplikasiannya dengan menggunakan spray gun pada tekanan 4-5 bar (KPa). Sebelum diaplikasikan ke contoh uji, 10% volume air bersih ditambahkan ke ASS-941. Pada tahap aplikasi ASS-941, berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimiliki oleh Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00081 g/cm2 dan Jati (T. grandis) sebesar 0,00151 g/cm2. Tahap terakhir adalah pengaplikasian Impra Aqua Lacquer (AL-961). Pengaplikasiannya dicampur dengan 30% volume air bersih dan disemprot dengan spray gun pada tekanan 4-5 bar (KPa). Contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terbesar dan terkecil pada aplikasi AL-961 secara berurutan adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00185 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00062g/cm2.

Tabel 4. Berat Labur Rata-rata pada Pengaplikasian Propan PU (g/cm2)

Jenis Kayu Jenis

Papan

Kadar Air

Tahapan Aplikasi Propan PU

Filler Sanding Sealer Top Coat

Mindi (M. azedarach) Radial Kering 0,00076 0,00125 0,00190 Basah 0,00266 0,00164 0,00120 Tangensial Kering 0,00089 0,00134 0,00247 Basah 0,00152 0,00193 0,00075 Rata-rata 0,00146 0,00154 0,00158 Nangka (A. heterophyllus) Radial Kering 0,00019 0,00061 0,00116 Basah 0,00075 0,00078 0,00061 Tangensial Kering 0,00147 0,00160 0,00242 Basah 0,00097 0,00136 0,00061 Rata-rata 0,00085 0,00109 0,00120

(41)

Jenis Kayu Jenis Papan Kadar Air Tahapan Aplikasi Propan PU

Filler Sanding Sealer Top Coat

Akasia (A. mangium) Radial Kering 0,00150 0,00076 0,00264 Basah 0,00074 0,00097 0,00086 Tangensial Kering 0,00097 0,00076 0,00245 Basah 0,00132 0,00125 0,00076 Rata-rata 0,00113 0,00094 0,00168 Mahoni (S. macrophylla) Radial Kering 0,00109 0,00119 0,00277 Basah 0,00179 0,00143 0,00040 Tangensial Kering 0,00141 0,00158 0,00178 Basah 0,00157 0,00174 0,00119 Rata-rata 0,00146 0,00149 0,00154 Jati (T. grandis) Radial Kering 0,00102 0,00128 0,00194 Basah 0,00147 0,00103 0,00039 Tangensial Kering 0,00159 0,00246 0,00086 Basah 0,00100 0,00108 0,00077 Rata-rata 0,00127 0,00147 0,00099

Berat Labur Rata-rata Minimal 0,00085 0,00094 0,00099 Berat Labur Rata-rata Maksimal 0,00146 0,00154 0,00168

Proses pengaplikasian Propan PU dimulai dengan pengaplikasian Impra Wood Filler (WF-115). Sebelum pelaburan WF-115, permukaan contoh uji diamplas dengan kertas amplas No. 180 agar halus dan menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel di permukaan. Pelaburan WF-115 ke permukaan contoh uji dilakukan dengan menggunakan kape. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimilki oleh Nangka (A. heterophyllus) sebesar 0,00085 g/cm2 dan Mahoni (S. macrophylla) sebesar 0,00146 g/cm2. Tahapan selanjutnya adalah pengaplikasian PUSS-740-2K dengan menggunakan spray gun pada tekanan 5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen PUSS-740-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1. Contoh uji yang memiliki berat labur rata-rata terkecil dan terbesar adalah Akasia (A. mangium) sebesar 0,00094 g/cm2 dan Mindi (M. azedarach) sebesar 0,00154 g/cm2. Tahap aplikasi terakhir adalah pelaburan PUL-745-2K. Pelaburan ini menggunakan spray gun dengan tekanan

(42)

5-7 bar (KPa). Perbandingan komponen PUL-5-745-2K, hardener, dan thinner polyurethane adalah 2 : 1 : 1, sama dengan PUSS-740-2K. Berat labur rata-rata terkecil dan terbesar dimiliki oleh contoh uji Jati (T. grandis) sebesar 0,00099 g/cm2 dan Akasia (A. mangium) sebesar 0,00168 g/cm2.

Perbedaan tekanan yang dipakai pada saat spray gun menyemprotkan cat ke permukaan contoh uji dapat mempengaruhi hasil akhir dari pengecatan contoh uji tersebut. Pada Tabel 5 dan 6 disajikan hasil yang menjelaskan tentang perbedaan tekanan tersebut.

Tabel 5. Penampilan Contoh Uji yang Mengalami Perbedaan Tekanan pada Tiap Tahapan Aplikasi PU dan Impra Aqua

4 bar (KPa) 5 bar (KPa) 7 bar (KPa)

Wood Filler WF-115 AWF-911 Wood Stain

Propan PU tidak memakai wood stain AWS-921

Sanding Sealer

PUSS-740-2K

(43)

4 bar (KPa) 5 bar (KPa) 7 bar (KPa) Sanding Sealer ASS-941 Top Coat/ Lacquer PUL-745-2K AL-961

Pada aplikasi Impra Aqua, spray gun sudah dapat digunakan pada tekanan 4-5 bar (KPa). Hal ini disebabkan karena Impra Aqua berbahan dasar air sehingga jika mendapat tekanan yang terlalu besar maka lapisan bahan finishing tersebut dapat terpisah antara cairan dengan padatannya. Hal ini dapat mengakibatkan over shearing atau dry spray (Gambar 3). Semakin besar tekanan pada spray gun maka warna yang dihasilkan pada contoh uji akan semakin gelap. Untuk aplikasi Propan PU, tekanan ideal yang dipakai adalah 5-7 bar (KPa). Pada tekanan 7 bar (KPa), daya kilap cat lebih terlihat sehingga menghasilkan hasil akhir yang lebih baik. Propan PU berbahan dasar polyurethane sehingga lebih kental dibandingkan Impra Aqua. Jika tekanan yang digunakan pada spray gun terlalu kecil maka atomisasi tidak cukup besar, dan lapisan cat tidak akan melaburi seluruh permukaan contoh uji. Hal ini akan menyebabkan tampilan permukaan contoh uji seperti kulit jeruk atau biasa disebut sebagai efek orange peel (Gambar 2).

(44)

Tabel 6. Penampilan Contoh Uji pada Tiap Tahapan Aplikasi Propan PU dan Impra Aqua

Bahan

Finishing 4 bar (KPa) 5 bar (KPa) 7 bar (KPa) Propan PU Normal Filler Sanding sealer Top coat Impra Aqua Normal Filler Wood stain Sanding sealer Top coat

(45)

Jenis spray gun yang digunakan pada penelitian ini adalah spray gun dengan tabung di bawah pistol atau sering disebut HVLP (High Volume Low Pressure). Spray gun ini memiliki dua tombol pengaturan yaitu sekrup penyetel fan speader yang mengatur besar-kecilnya udara yang keluar dari spray gun dan sekrup penyetel fluida yang mengatur banyaknya fluida/cat yang keluar dari spray gun.

Gambar 12. HVLP Gun.

Pada proses pengaplikasian Impra Aqua dan Propan PU terjadi beberapa kesalahan metode pengecatan sehingga menyebabkan cacat pada contoh uji, antara lain :

1. Runs or sags, cacat ini terjadi karena spray gun terlalu dekat dengan permukaan atau bergerak terlalu lambat dan spray gun tidak tegak lurus ke permukaan. Hal ini tersaji di Gambar 13.

(46)

2. Poor adhesion, menempelnya benda asing seperti debu, kotoran, lemak, dust spray, silicon, oli dll pada permukaan kayu. Penyebab terjadinya poor adheshion adalah kondisi ruangan. Permukaan film menjadi kasar yang menyebabkan daya rekat antara cat dan kayu berkurang. Untuk itu dianjurkan kondisi ruang pengeringan hasil aplikasi harus bersih dari debu dan memiliki sirkulasi udara yang baik, serta permukaan kayu harus dibersihkan dari kotoran dan lemak. Penampilan contoh uji yang mengalami poor adhesion dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Poor adhesion pada permukaan kayu.

4.2 Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga dan Panas-Dingin

Pengujian daya tahan lapisan finishing dilakukan dengan dua metode yaitu pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga dan pengujian daya tahan lapisan finishing terhadap panas dan dingin. Uji bahan kimia rumah tangga dilakukan dengan meneteskan zat pengotor seperti kopi, kecap, minyak, dan cuka pada permukaan contoh uji (Gambar 15). Setelah didiamkan selama 10 menit, kayu dilap dengan kain bersih dan dilakukan pengamatan perubahan fisik dengan interval pengamatan 1 jam dan 24 jam. Hasil pengamatan selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 3-5.

(47)

Tabel 7. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu Jenis Papan Kadar Air

Nilai Uji Daya Tahan Lapisan

Finishing terhadap Bahan Kimia Rumah Tangga

Propan PU Impra Aqua

Mindi (M. azedarach) Radial Kering 9,0 9,1 Basah 9,3 9,4 Tangensial Kering 9,6 9,4 Basah 9,3 9,2 Rata-rata 9,3 9,3 Nangka (A. heterophyllus) Radial Kering 9,0 9,1 Basah 9,2 9,1 Tangensial Kering 9,5 9,3 Basah 8,8 9,3 Rata-rata 9,1 9,2 Akasia (A. mangium) Radial Kering 9,2 9,4 Basah 9,3 9,4 Tangensial Kering 9,7 9,4 Basah 9,3 9,4 Rata-rata 9,3 9,4 Mahoni (S. macrophylla) Radial Kering 8,9 9,2 Basah 8,9 9,1 Tangensial Kering 9,3 9,4 Basah 8,9 9,3 Rata-rata 9,0 9,2 Jati (T. grandis) Radial Kering 9,2 9,4 Basah 9,2 9,4 Tangensial Kering 8,9 9,4 Basah 9,5 9,3 Rata-rata 9,2 9,4

(48)

Berdasarkan tabel 7, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing Propan PU sebesar 9,2. Nilai ini membuktikan bahwa lapisan finishing Impra Aqua lebih tahan terhadap bahan kimia rumah tangga dibanding Propan PU. Namun, secara keseluruhan, rata-rata kelas yang didapat dari hasil pengujian ketahanan lapisan finishing terhadap bahan kimia rumah tangga yang menggunakan Propan PU dan Impra Aqua masuk ke dalam kelas 9 karena cacatnya hanya sekitar 0-1% (lihat Tabel 1).

Kontrol Kopi Kecap Minyak Cuka

Gambar 15. Pengujian ketahanan lapisan cat terhadap bahan kimia rumah tangga

Uji panas dilakukan dengan meletakkan segelas air panas pada permukaan contoh uji hingga suhu air tersebut kembali normal. Uji dingin dilakukan dengan meletakkan segelas es di atas permukaan contoh uji hingga es tersebut mencair dan suhu airnya kembali normal (Gambar 16). Setelah itu, dilakukan pengamatan perubahan fisik terhadap permukaan contoh uji.

(49)

Tabel 8. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Panas menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu Jenis Papan Kadar Air

Uji Daya Tahan Lapisan

Finishing terhadap Panas

Propan PU Impra Aqua

Mindi (M. azedarach) Radial Kering 10 9 Basah 8 9,5 Tangensial Kering 8 9 Basah 8 9 Rata-rata 8,5 9,1 Nangka (A. heterophyllus) Radial Kering 9 9,5 Basah 8 9,5 Tangensial Kering 9 9 Basah 10 9,5 Rata-rata 9,0 9,4 Akasia (A. mangium) Radial Kering 9 9,5 Basah 9 9 Tangensial Kering 8,5 9,5 Basah 9 9,5 Rata-rata 8,9 9,4 Mahoni (S. macrophylla) Radial Kering 10 9,5 Basah 10 9 Tangensial Kering 9 9 Basah 10 9 Rata-rata 9,8 9,1 Jati (T. grandis) Radial Kering 9 9 Basah 8,5 9,5 Tangensial Kering 9 9,5 Basah 8 9 Rata-rata 8,6 9,3

(50)

Berdasarkan tabel 8, nilai rata-rata uji lapisan finishing Impra Aqua sebesar 9,3 sedangkan nilai rata-rata uji lapisan finishing Propan PU sebesar 9,0. Hal ini membuktikan bahwa lapisan finishing Impra Aqua lebih tahan terhadap panas dibandingkan Propan PU. Secara keseluruhan, nilai uji ketahanan lapisan cat terhadap panas digolongkan ke dalam kelas 9-8 karena cacatnya hanya sekitar 1-3% (lihat tabel 1).

Tabel 9. Nilai Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Dingin menggunakan Propan PU dan Impra Aqua

Jenis Kayu Jenis Papan Kadar Air

Uji Daya Tahan Lapisan Finishing terhadap Dingin Propan PU Impra Aqua Mindi (M. azedarach) Radial Kering 10 10 Basah 9 9,5 Tangensial Kering 8 9 Basah 8 9 Rata-rata 8,8 9,4 Nangka (A. heterophyllus) Radial Kering 9 10 Basah 9 9,5 Tangensial Kering 9 9 Basah 10 9 Rata-rata 9,3 9,4 Akasia (A. mangium) Radial Kering 8,5 10 Basah 9 10 Tangensial Kering 8 10 Basah 9 10 Rata-rata 8,6 10,0

Gambar

Gambar 1. Posisi dan sudut spray gun.
Gambar 3. Dry spray.
Gambar 5. Bagian-bagian spray gun.
Gambar 7. Tahapan aplikasi Propan PU.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Perbaikan Pembelajaran, melalui

Metode pokok dalam penelitian ini menggunakan metode angket yang digunakan untuk mengumpulkan data persepsi mahasiswa mengenai variasi mengajar dosen serta data hasil belajar

International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W2, 2013 XXIV International CIPA Symposium, 2 – 6 September 2013,

Kesimpulan dari penelitian ini adalah dikawasan studi faktor-faktor yang berpengaruh pada pemanfaatan tiap fasilitas sosial yaitu (1) Fasilitas Pendidikan,

Penelitian kualitatif deskriptif memperlihatkan tentang kegiatan, proses yang terjadi maupun pengaruh atau dampak dari fenomena yang terjadi

Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya menjelaskan bahwa

Evaluasi kinerja ruas jalan Purwodadi – Wirosari yang berlokasi di ruas. jalan Purwodadi

Pengujian aktivitas dilakukan secara in-vitro melalui pewarnaan sel dengan alamar blue, yang kemudian diukur absorbannya untuk melihat viabilitas sel kanker dan ditentukan nilai