8 2.1. Pengertian Partisipasi
Pengertian partisipasi yang telah dirumuskan dalam banyak definisi oleh para ahli dan praktisi dibidang ilmu sosial dan kemasyarakatan umumnya memiliki pokok pikiran yang sama. Meskipun konsep yag digunakan untuk menjelaskan hal ini berbeda-beda karena menggunakan atau disesuaikan dengan latar belakang yang berhubungan dengan permasalahan yang mengiringinya namun definisi-definisi tersebut akan selalu menyangkut individu atau kelompok individu yang secara sukarela terlibat, baik langsung maupun tidak, didalam suatu kegiatan pembangunan.
Partisipasi bila dilihat dari asal katanya berarti pengambilan bagian serta pengikutsertaan. Lebih jauh, Sumaryadi (2010), mendefinisikan partisipasi sebagai berikut;
“Peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-hasil pembangunan.”
Sedangkan Djalal dan Supriadi (2001), mendefiisikan partisipasi sebagai berikut;
“Partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat,barang, keterampilan, bahan dan jasa.”
Definisi-definisi diatas dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi adalah peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembuatan keputusan. Peran serta tersebut dapat berupa menyampaian saran atau pendapat, memberikan keterampilan-keterampilann tertentu, hingga memberikan barang serta jasa demi tercapainya suatu tujuan dalam pembangunan yang dilakukan bersama-sama.
2.1.1 Pengertian Anggaran
Anggaran merupakan rencana jangka pendek (biasanya satu tahun pembukuan) perusahaan untuk melaksanakan sebagian rencana jangka panjang yang berisi langkah-langkah strategik untuk mewujudkan suatu objektifitas tertentu serta taksiran sumber daya yang diperlukan.
Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2009:61) :
“Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran financial”.
Menurut Bastian (2010:191) anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan menyangkut perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang, sedangkan menurut Govermental Accounting Standars Board mendefinisikan anggaran (Budget) sebagai rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode tertentu.
Penganggaran menurut Mardiasmo (2009:61) adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Dalam organisasi sektor publik, penganggaran merupakan proses politik. Pada sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan.
Menurut Mardiasmo (2009:66) anggaran dibagi menjadi dua yaitu : 1. Anggaran Operasional (operasion/current budget)
2. Anggaran Modal (capital/investment budget)
Berikut penjelasan anggaran tersebut diatas, sebagai berikut : 1. Anggaran Operasional (operasion/current budget)
Anggaran operasional digunakan untuk merencanakan kebutuhan sehari-hari dalam menjalankan pemerintahan, misalnya adalah belanja rutin (recurrent expenditure) yaitu pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak dapat menambah aset atau kekayaan bagi pemerintah. Secara umum pengeluaran yang masuk kategori anggaran operasional antara lain Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasional dan Peliharaan.
2. Anggaran Modal (capital/investment budget)
Anggaran modal menunjukan rencana jangka panjang dan pembelanjaan atas aktiva tetep seperti gedung, peralatan, kendaraan, perabot, dan sebagainya.
Pada dasarnya pemerintah tidak mempunyai uang yang dimiliki sendiri, sebab seluruhnya adalah milik publik.
2.1.2 Fungsi & Karakteristik Anggaran
Menurut Bastian (2010:191) anggaran berfungsi sebagai berikut : 1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses penyusunan rencana kerja. 2. Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa
mendatang.
3. Anggaran sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan serta bawahan.
4. Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
Karakteristik anggaran adalah keseragaman, keseluruhan transaksi organisasi, keteraturan penyerahan yang didasari oleh persetujuan/konsensus, dan terpublikasi. Menurut Bastian (2010:192) karakteristik anggaran publik terdiri dari :
1. Anggaran yang dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan non keuangan.
2. Anggaran yang umumnya mencakup jangka waktu tertentu, yaitu satu atau beberapa tahun.
3. Anggaran yang berisi komitmen atau kesanggupan manajemen untuk mencapai sasaran yang ditetepkan.
4. Usulan anggaran yang ditelaah dan disetujui oleh pihak berwenang yang lebih tinggi dari penyusunan anggaran.
5. Anggaran yang telah disusun hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
2.1.3 Prinsip-Prinsip Anggaran Sektor Publik
Menurut Mardiasmo (2009:67) prinsip-prinsip anggaran sektor publik meliputi :
1. Otorisasi oleh legislatif 2. Komprehensif
4. Nondicretionary Apropriation 5. Periodik
6. Akurat 7. Jelas
8. Diketahui publik
Berikut penjelasan prinsip-prinsip anggaran sektor publik diatas, sebagai berikut : 1. Otorisasi oleh legislatif
Anggaran publik harus mendapat otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
2. Komprehensif
Anggaran harus menunjukan semua pengeuaran dan penerimaan. Oleh karena itu, adanya non-budgetair pada dasarnya adalah menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
3. Keutuhan anggaran
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum (general fund).
4. Nondicretionary Apropriation
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien, dan efektif.
5. Periodik
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, dapat bersifat tahunan maupun multi-tahunan.
6. Akurat
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukan cadangan yang tersembunyi (hidden reserve) yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan
inefisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya underestimate pendapatan dan overestimate pengeluaran.
7. Jelas
Anggaran hendaknya sederhana, dapar dipaham masyarakat, dan tidak membinggungkan.
8. Diketahui publik
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
2.1.4 Jenis Penganggaran Publik
Menurut Bastian (2010:193) jenis sistem penganggaran publik yaitu : 1. Line Item Budgeting
2. Incremental budgeting
3. Planning Programming Budgeting System 4. Zero Based Budgeting
5. Performance Budgeting
6. Medium Term Budgeting Framework (MTBF)
Berikut penjelasan sistem penganggaran publik diatas, sebagai berikut : 1. Line Item Budgeting
Line item budgeting adalah penyusunan anggaran yang didasarkan pada dan dari mana dana berasal (pos-pos penerimaan) dan untuk apa dana tersebut digunakan (pos-pos pengeluaran). Jenis anggaran ini dianggap paling tua dan banyak mengandung kelemahan atau sering pula disebut “tradisional budgeting”. Kelemahan lainnya terkait dengan karakteristik penetapan anggaran melalui pendekatan incremental, yaitu menetapkan rencana anggaran dengan cara menaikkan sejumlah tertentu pada jumlah anggaran yang lalu atau sedang
berjalan. Melalui pendekatan ini, analisis yang mendalam tentang tingkat keberhasilan setiap program tidak perlu dilakukan, akibatnya tidak ada informasi yang logis dan rasional tentang rencana alokasi anggaran tahun yang akan datang.
2. Incremental budgeting
Incremental budgeting adalah sistem belanja dan pendapatan yang memungkinkan revisi selama tahun berjalan, sekaligus sebagai dasar penentuan usulan anggaran periode tahun yang akan datang. Logika sistem penganggaran ini adalah seluruh kegiatan yang dilaksanakan merupakan kelanjutan dari kegiatan tahun sebelumnya.
3. Planning Programming Budgeting System
Planning Programming Budgeting System adalah proses perencanaan, pembuatan program, dan penganggaran yang terkait dalam suatu sistem sebagai suatu kesatuan yang bulat dan tidak terpisah, yang didalamnya terkandung identifikasi tujuan organisasi serta permasalahan yang mungkin timbul.
4. Zero Based Budgeting
Dalam Zero Based Budgeting munculunit keputusan (decision unit), yang menghasilkan berbagai paket alternatif anggaran yang dibuat sebagai motivasi bagi terciptanya anggaran organisasi yang lebih responsive terhadap kebutuhan masyarakat dan terhadap fluktuasi anggaran. Kelemahan dari sistem ini adalah membutuhkan banyak kertas kerja, data serta menuntut penerapan sistem manajemen informasi yang cukup canggih.
Performance Budgeting (anggaran yang berorientasi kinerja) adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi serta rencana strategis organisasi. Keunggulan dari sistem ini adalah memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan, merangsang partisipasi dan memotivasi unit kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual, membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan. Kelemahan dari sistem ini adalah tidak semua dapat distandarisasikan, tidak semua kinerja diukur secara kuantitatif dan tidak semua jelas mengenai siapa yang menanggung keputusan tersebut.
6. Medium Term Budgeting Framework (MTBF)
Mediuan Term Budgeting Framework (MTBF) adalah kerangka strategis kebijakan tentang anggaran belanja unit organisasi. Kerangka ini melimpahkan tanggung jawab yang lebih besar kepada unit organisasi menyangkut penetapan alokasi dan penggunaan sumber dana pembangunan. Keunggulan Medium Term Budgeting Framework adalah pendekatan ini lebih bersifat sektoral akan menyeimbangkan pelaksanaan kebijakan dan sumber daya di level sektor serta lintas sektoral. Kelemahan pendekatan ini adalah tergantung pada kondisi suatu negara atau organisasi. Kebijakan fiskal yang tidak stabil dan kondisi sosial-politik.
2.1.5 Siklus Penganggaran
Menurut Mardiasmo (2009:70) terdapat 4 tahap dalam siklus anggaran, yaitu : 1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementation) 4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Berikut penjelasan mengenai tahapan dalam siklus penganggaran diatas, sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Anggaran (Budget Preparation)
Pada tahap ini dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan penafsiran pendapatan secara lebih akurat.
2. Tahap Ratifikasi Anggaran
Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses politik yang cukup rumit dan cukup berat. Dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumen yang rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran (Budget Implementation)
Dalam tahap pelaksanaan anggaran, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem (informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem akuntansi yang mamadai dan handal untuk perencanaan dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya. Sistem akuntansi yang baik meliputi pula dibuatnya sistem pengendalian intern yang memadai.
4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi Anggaran
Tahap terakhir dari siklus anggaran adalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Jika tahap implementasi telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian manajemen yang baik, maka diharapkan tahap pelaporan dan evaluasi tidak akan menemukan banyak masalah.
2.2. Partisipatif Anggaran
Partisipasi anggaran dapat terbentuk dari komunikasi dan kinerja para unit perusahaan. Keikutsertaan para unit dalam penyusunan anggaran akan berpengaruh terhadap tercapainya sasaran anggaran yang diinginkan. Seperti yang telah dituturkan oleh Mulyadi (2010:187) sebagai berikut :
“ Partisipasi dalam penyusunan anggaran berarti keikutsertaan operating managers dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan di tempuh oleh operating managers tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran.”
Komunikasi dan kerjasama antara manajer puncak dan bawahan yang baik akan membuat segala kendala atau masalah yang dihadapi perusahaan akan lebih mudah dihadapi. Penyampaian informasi antara atasan terhadap bawahan atau bawahan terhadap atasan tanpa ada kesenjangan dapat membantu perusahaan atau organisasi sektor publik dalam mencapai target yang diinginkan.
Pengertian partisipasi dalam penganggaran secara lebih terperinci disampaikan oleh Milani dalam Aditia (2015) yaitu :
1. Seberapa jauh anggaran dipengaruhi oleh keterlibatan para manajer. 2. Alasan-alasan para atasan pada waktu anggaran dalam proses revisi.
3. Frekuensi menyatakan inisiatif, memberikan usulan dan atau pendapat tentang anggaran kepada atasan tanpa diminta.
4. Seberapa jauh manajer merasa mempunyai pengaruh dalam anggaran final. 5. Kepentingan manajer dalam kontribusinya pada anggaran.
6. Frekuensi anggaran didiskusikan oleh para atasan pada waktu anggaran disusun.
Kesimpulan yang ingin disampaikan Milani adalah bahwa faktor utama yang membedakan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan non partisipasi adalah tingkat keterlibatan dan pengaruh bawahan terhadap pembuatan keputusan dalam proses penyusunan anggaran.
Inti dari partisipasi anggaran adalah adanya kerjasama diantara seluruh tingkatan organisasi. Pimpinan perusahaan biasanya kurang mengetahui kondisi aktivitas operasi sehari-hari, sehingga memerlukan informasi anggaran yang lebih rinci dari bawahannya. Disisi lain, pimpinan perusahaan memiliki perspektif yang lebih luas atas perusahaan secara keseluruhan dalam pembuatan anggaran secara umum.
2.2.1 Faktor-faktor yang Digunakan untuk Mengukur Partisipasi Anggaran
Menurut Milani dalam Aditia (2015), terdapat enam faktor yang dapat digunakan untuk mengukur anggaran partisipatif, yaitu :
1. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran
2. Kepuasan yang dirasakan dalam penyusunan anggaran 3. Kebutuhan memberikan pendapat
4. Kerelaan dalam memberikan pendapat
5. Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran final
Berikut penjelasan mengenai pengukuran anggaran partisipatif diatas, sebagai berikut :
1. Keikutsertaan dalam penyusunan anggaran
Keikutsertaan merupakan keterlibatan para manajer dalam proses penyusunan anggaran. Keterlibatan yag dimaksud dinyatakan dengan baik untuk mengajukan usulan anggaran. Para manajer yang ikut serta dan berpartisipasi aktif dalam proses penyusunan anggaran akan merasa bahwa tujuan anggaran merupakan tujuan bersama yang harus dicapai.
2. Kepuasan yang dirasakan dalam penyusunan anggaran
Kepuasan merupakan kesesuaian hasil yang dirasakan para manajer setelah dilibatkan dalam proses penyusunan anggaran dan perasaan yang dimiliki manajer terhadap terlaksananya anggaran yang sudah ditetapkan secara partisipatif. Kepuasan yang dirasakan manajer dalam proses penyusunan anggaran, akan memberikan dampak positif terhadap perilaku manajer yang bersangkutan.
3. Kebutuhan memberikan pendapat
Kebutuhan merupakan adanya peranan atau pentingnya partisipasi dari para manajer dalam proses penyusunan anggaran. Manajer akan lebih termotivasi untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses penyusunan anggaran jika mereka merasa bahwa perusahaan atau instansi kerja membutuhkan pandangan dan pendapat mereka.
4. Kerelaan dalam memberikan pendapat
Kerelaan merupakan kemauan atau inisiatif dari para manajer untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses penyusunan anggaran. Kerelaan dapat berupa inisiatif para manajer untuk mengajukan usulan anggaran tanpa diminta sebelumnya oleh atasan.
5. Besarnya pengaruh terhadap penetapan anggaran final
Besarnya pengaruh dalam hal ini menunjukan seberapa besar pera dan kontribusi yag diberikan para manajer terhadap keputusan anggaran final. Pengaruh dalam proses penyusunan anggaran dinyatakan dengan hak para manajer untuk setuju atau menolak anggaran yang ditetapkan.
6. Seringnya atasan meminta pendapat saat anggaran sedang disusun
Seringnya atasan meminta pendapat atau usulan dalam proses penyusunan anggaran mengacu kepada ada tidaknya kesempatan bagi para manajer untuk mengemukakan pendapat atau mengajukan usulan anggaran. Hal ini juga menunjukan ada tidaknya kemauan dari atasan untuk memberi kesempatan bagi para manajer untuk berpartisipasi secara aktif.
Faktor-faktor yang telah disebutkan di atas dapat digunakan untuk mengukur tingkat partisipasi, pengaruh yang dirasakan, dan kontribusi manajer dalam proses penyusunan anggaran. Selain faktor-faktor lain, seperti adanya komunikasi timbal balik antara atasan dengan bawahan dan adanya goal congruence di antara para penyusun anggaran. Faktor-faktor yang digunakan
untuk mengukur anggaran partisipatif harus disesuaikan dengan kondisi perusahaan, sehingga dapat berbeda antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lainnya.
2.3. Sistem Akuntansi Keuangan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 (sekarang diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005) tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam rangka kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Menurut Romney dan Steambart (2006:2) mengemukakan bahwa : “Sistem adalah rangkaian dari dua atau lebih komponen-komponen saling berhubungan yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.”
Menurut Mulyadi (2008:3) mengemukakan bahwa :
“Sistem Akuntansi adalah organisasi formulir, catatan, dan laporan yang dikoordinasi sedemikian rupa untuk menyediakan informasi keuangan yang memudahkan manajemen guna memudahkan pengelolaan perusahaan. Dalam suatu sistem akuntansi juga terdapat unsur-unsur pokok seperti formulir, jurnal, buku besar, buku pembantu, dan laporan.”
Alam S (2004:8) mendefinisikan sistem akuntansi sebagai berikut :
“Sistem akuntasi adalah bidang akuntansi yang mengkhususkan diri dalam perencanaan dan pelaksanaan prosedur pengumpulan, serta pelaporan data keuangan. Akuntansi dalam hal ini harus menciptakan suatu cara sedemikian rupa sehingga mempermudah pengendalian internal dan menciptakan arus laporan yang tepat untuk kepentingan manajemen.”
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi merupakan serangkaian metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi suatu organisasi. Bahasa lebih teknisnya, sistem akuntansi ini merupakan aktivitas mengorganisir formulir, catatan dan laporan sedemikian rupa untuk menghasilkan informasi keuangan yang dibutuhkan manajemen dalam pengambilan keputusan, jadi sistem akuntansi merupakan proses yang berkelanjutan dan berulang dalam upaya menghasilkan laporan keuangan.
Abdul Halim (2012:36) mendefinisikan akuntansi adalah :
“suatu kegiatan jasa yang fungsinya menyediakan informasi kuantitatif terutama yang bersifat keuangan tentang entitas ekonomi dan membuat pilihan-pilihan nalar diantaranya berbagai alternatif arah tindakan.”
Akuntansi menyediakan informasi yang kuantitatif yang bersifat keuangan, dengan demikian output akuntansi adalah informasi keuangan. Informasi keuangan tersebut lebih dikenal dalam bentuk laporan keuangan. Informasi dari akuntansi keuangan daerah tentu saja digunakan oleh Pemerintah Daerah sendiri (internal), juga oleh pihak diluar Pemda (eksternal), seperti DPRD, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Pusat dan masyarakat dalam rangka pengambilan keputusan.
Abdul Halim (2012:43) mendefinisikan akuntansi keuangan daerah adalah:
“Proses pengidentifikasian, pengukuran, pencatatan, dan pelaporan transaksi ekonomi (keuangan) dari entitas pemerintahan daerah (kabupaten, kota, atau provinsi) yang dijadikan sebagai informasi dalam
rangka pengambilan keputusan ekonomi oleh pihak-pihak eksternal entitas pemerintah daerah yang memerlukan.”
Bastian (2007:98) memandang sistem akuntansi pemerintah daerah dari proses atau prosedur baik itu dengan menggunakan metode manual maupun secara terkomputerisasi. Prosedur yang dimaksud mulai dari pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka mempertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah daerah.
Sementara Sistem Akuntansi Keuangan Daerah yang terbuat dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007, sistem akuntansi keuangan daerah didefinisikan sebagai :
“Serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai pada pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.”
Sistem akuntansi adalah prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan untuk menghasilkan informasi yang dibutuhkan oleh pihak-pihak di dalam dan di luar organisasi. Organisasi bebas merancang dan menerapkan berbagai prosedur yang diharapkan dapat menghasilkan informasi yang dibutuhkan.
Menurut Halim (2010:84), sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah secara garis besar terdapat 5, yaitu :
1. Sistem dan prosedur akuntansi penerimaan kas 2. Sistem dan prosedur akuntansi pengeluaran kas 3. Sistem dan prosedur akuntansi selain kas 4. Sistem dan prosedur akuntansi aset 5. Penyajian Laporan Keuangan
Berikut penjelasan sistem akuntansi keuangan daerah diatas, sebagai berikut:
1. Sistem dan prosedur akuntansi penerimaan kas
Prosedur akuntansi penerimaan kas meliputi serangkaian proses, baik manual transaksi dan atau kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang terkait dengan penerimaan kas pada SKPD dan/atau SKPKD (Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah).
2. Sistem dan prosedur akuntansi pengeluaran kas
Prosedur akuntansi pengeluaran kas meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan, dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka peranggungjawaban pelaksanaan APBD yang terkait dengan pengeluaran kas pada SKPD dan/atau SKPKD.
3. Sistem dan prosedur akuntansi selain kas
Prosedur akuntansi selain kas adalah meliputi serangkaian proses baik manual maupun terkomputerisasi mulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan/atau kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan transaksi dan/atau kejadian keuangan selain kas pada SKPD dan/atau SKPKD.
4. Sistem dan prosedur akuntansi aset
Prosedur akuntansi aset meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan, hingga pemeliharaan, rehabilitas, penghapusan, pemindahtanganan, perubahan
klasifikasi, dan penyusutan terhadap aset yang dikuasai/digunakan SKPD dan/atau SKPKD. Prosedur akuntansi aset digunakan sebagai alat pengendali dalam pengelolaan aset yang dikuasai/digunakan SKPD dan/atau SKPKD.
5. Penyajian Laporan Keuangan
Secara garis besar, tujuan umum penyajian laporan keuangan oleh pemerintah daerah adalah untuk memberikan informasi yang digunakan dalam pembuatan keputusan ekonomi, sosial dan politik serta sebagai bukti pertanggungjawaban dan pengelolaan.
Akuntansi keuangan daerah menggunakan sistem pencatatan berpasangan (double entry). Artinya setiap transaksi ekonomi dicatat dua kali dan disebut juga dengan proses menjurnal. Dalam jurnal, pencatat harus menjaga persamaan dasar akuntansi, dimana kedua sisi persamaan tersebut harus selalu seimbang.Akuntansi belanja daerah, belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ini meliputi belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer. Klasifikasi kedua adalah menurut organisasi, yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran. Sementara itu, klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemahaman prinsip dasar dan proses akuntansi pelaporan adalah hal yang mutlak harus dipahami dan dilaksanakan oleh staf dan pimpinan SKPD sebagai bentuk pertanggungjawaban keuangan pelaksanaan anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Secara umum ada 3 konsep utama yang disajikan agar pegawai dapat memahami akuntansi bagi SKPD ini dengan baik, yaitu :
1. Pemahaman akuntansi secara umum dan standar akuntansi yang ditetapkan bagi sektor pemerintahan. Ini sebagai pemahaman dasar yang membedakan konsep akuntansi yang digunakan sebelumnya dengan konsep akuntansi yang baru.
2. Pemahaman konsep penjurnalan dan posting ke buku besar, di sini termasuk juga jurnal penyesuaian dan jurnal penutup. Penjurnalan sebagai ini dari akuntansi pembukuan berpasangan yang mengacu pada aturan dasar akuntansi pembukuan perpasangan.
3. Penyusunan laporan keuangan, baik berupa penyusunan neraca lajur atau neraca percobaan, laporan realisasi anggaran, sampai dengan penyusunan neraca SKPD. Laporan keuangan SKPD inilah yang merupakan akuntabilitas pelaksanaan realisasi anggaran yang diamanatkan.
Lin (1998:113) menegaskan pengukuran kondisi keuangan daerah dalam bentuk pengeluaran daerah dapat menggunakan akuntansi pemerintahan daerah. Pengeluaran daerah merupakan akumulasi dari alokasi sumber daya daerah, maka diperlukan sistem untuk mengevaluasi proses alokasi tersebut. Bila dikaitkan dengan organisasi sektor publik, khususnya pemerintah daerah pemahaman yang memadai tentang sistem akuntansi keuangan daerah dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah termasuk satuan kerja.
2.4 Kinerja Pemerintah Daerah
Batasan mengenai kinerja bisa dilihat dari berbagai sudut pandang tergantung tujuan masing-masing organisasi (misalnya untuk profit atau untuk customer satisfaction) juga tergantung pada bentuk organisasi itu sendiri (misalnya organisasi publik, organisasi swasta atau organisasi sosial).
Menurut Mahsun (2006: 25) pengertian kinerja adalah :
“Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.”
Menurut Silalahi (2012), Kinerja juga dapat diatikan sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur.Ve & Ferry (1980) dalam Endah, menyatakan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja yang dicapai unit kerja dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan. Instrumen kinerja terkait dengan pencapaian target kinerja kegiatan dari suatu program, akurasi (ketepatan dan kesesuaian) hasil, tingkat pencapaian program, dampak hasil kegiatan terhadap kehidupan masyarakat, kesesuaian realisasi anggaran dengan anggaran, pencapaian efisiensi operasional, perilaku pegawai.
Penilaian kinerja dapat dipakai untuk mengukur kegiatan-kegiatan organisasi dalam pencapaian tujuan dan juga sebagai bahan untuk perbaikan dimasa yang akan datang. Berdasarkan pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa
kinerja organisasi merupakan suatu prestasi kerja dan proses penyelenggaraan untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Dalam rangka meningkatkan kinerja pemerintah daerah, salah satu aspek yang paling penting adalah masalah anggaran dan sistem akuntansi keuangan daerah. Peran pemerintah daerah tidak lagi merupakan alat kepentingan Pemerintah Pusat, melainkan alat untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah. Konsep Value for Money (VFM) penting bagi pemerintah Daerah sebagai pelayanan masyarakat, karena implementasinya akan memberikan manfaat seperti:
1. Efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran;
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik;
3. Biaya pelayanan yang murah, karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan resources;
4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik;
5. Meningkatkan publik cost awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggungjawaban publik.
Dalam konteks ekonomi daerah, VFM merupakan jembatan untuk mengantarkan Pemerintah Daerah mencapai good governance, yaitu Pemerintah Daerah yang transparan, ekonomis, efisiensi, efektif, responsif dan akuntabel. VFM tersebut harus dioperasionalkan dalam pemahaman akuntansi keuangan daerah dan anggaran daerah.
Langkah-langkah dalam pengukuran VFM atas pengeluaran daerah dalam Mardiasmo (2009:133) dapat dirinci menurut indikatornya sebagai berikut;
1. Pengukuran ekonomi 2. Pengukuran Efisiensi
3. Pengukuran Efektivitas
Berikut penjelasan pengukuran VFM diatas , sebagai berikut : 1. Pengukuran ekonomi
Pengukuran efektivitas hanya memperlihatkan keluaran yang didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah:
1) Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarkan oleh organisasi?
2) Apakah biaya organisasi lebih besar dari pada biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan?
3) Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal?
2. Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibandingkan input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi. Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolut tetapi dalam bentuk relatif. Karena efisiensi diukur lewat perbandingan keluaran dan masukan.
3. Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi
tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah adalah instrumen yang dikembangkan oleh Van de Van dan Ferry (1980), dan digunakan juga oleh Herminingsih (2009), yaitu :
1. Pencapaian target kinerja kegiatan dari suatu program 2. Ketepatan dan kesesuaian hasil
3. Tingkat pencapaian program
4. Dampak hasil kegiatan terhadap kehidupan masyarakat 5. Kesesuaian realisasi anggaran sesuai dengan anggaran 6. Pencapaian efisiensi operasioanal
7. Moral perilaku pegawai
2.4.1 Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non-financial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan punisment system.
Pengukuran Efektivitas dipilih dalam penelitian karena efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah diteteapkan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja pemerintah daerah adalah instrumen yang dikembangkan oleh Van de Van dan Ferry (1980), dan digunakan juga oleh Endah (2011), yaitu :
1. Pencapaian target kinerja kegiatan dari suatu program 2. Ketepatan dan kesesuaian hasil
3. Tingkat pencapaian program
4. Dampak hasil kegiatan terhadap kehidupan masyarakat 5. Kesesuaian realisasi anggaran sesuai dengan anggaran 6. Pencapaian efisiensi operasioanal
7. Moral perilaku pegawai
2.4.2 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja
Menurut Mardiasmo (2009:122) tujuan sistem pengukuran kinerja adalah:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up);
2. Untuk mengukur kinerja financial dan non-financial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan percapain strategi;
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence; dan
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Manfaat pengukuran kinerja:
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen;
b. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan; c. Untuk memonitor mengevaluasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja;
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati;
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi;
f. Membantu ngeidentifikasi apakah kepuasan pelanggan adalah terpenuhi;
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah; dan h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif. i. Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja.
2.5. Penelitian Terdahulu
Untuk mengadakan penelitian, tidak terlepas dari penelitian yang dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan tujuan untuk memperkuat hasil dari penelitian yang sedang dilakukan, selain itu juga bertujuan untuk membandingkan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya. Berikut ringkasan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh peneliti selama melakukan penelitian.
Tabel 2.1
Review Penelitian Terdahulu
No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan 1. Anggraeni (2009) Pengaruh Partisipasi penyusunan anggaran dan komitmen organisasi terhadap kinerja SKPD Pemerintah Kabupaten Labuhan. Hasil penelitian adalah (1) Pengaruh partisipasi anggaran menunjukan bahwa tidak berpengaruh terhadap Kinerja SKPD. (2) Komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadao kinerja SKPD. (3) Pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi menunjukan tidak berpengaruh Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan variabel partisipasi anggaran dan kinerja Pemerintah Daerah. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian sebelumnya menggunakan partisipasi anggaran dan sistem akuntansi keuangan daerah sebagai variabel dependen
terhadap SKPD. 2. Endah (2011) pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja aparat pemerintah: kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah dengan diperkuat oleh kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. Persamaan dengan penetian ini adalah sama-sama menggunakan variabel partisipasi anggaran terhadap Kinerja Pemerintah. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu menggunakan kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating. 3. Nurlaela (2010) Pengaruh faktor perilaku organisasi terhadap sistem akuntansi keuangan daerah di Subosukawonosraten.
Hasil penelitian yang dilakukan adalah faktor organisasional yang diuji terhadap kegunaan sistem akuntansi keuangan tidak berhasil dibuktikan. Hanya dukungan atasan yang berpengaruh untuk meningkatkan kegunaan sistem akuntansi keuangan daerah. Persamaan dalam penelitian ini adalah sama-sama menggunakan sistem akuntansi keuangan daerah. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu sistem akuntansi keuangan daerah sebagai variabel dependen. 4. Usman dan Lukman (2014) Pengaruh pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja SKPD pada pemerintah daerah kabupaten Bone Bolanggo. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja SKPD pemerintah daerah kabupaten Bone Bolanggo. Persamaan dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama menggunakan sistem akuntansi keuangan daerah dan kinerja pemerintah daerah. Perbedaan dengan peneliti terdahulu yaitu adanya penambahan variabel dependen yakni partisipasi anggaran.
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dan hasil penelitiannya tidak konsisten Milani (1975), menemukan bahwa partisipasi anggaran mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Anggraeni (2009) Hasil penelitian adalah Pengaruh partisipasi anggaran menunjukan bahwa tidak berpengaruh terhadap Kinerja SKPD. Komitmen organisasi juga tidak berpengaruh terhadao kinerja SKPD. Pengaruh partisipasi anggaran dan komitmen organisasi menunjukan tidak berpengaruh terhadap SKPD. Endah (2011) Hasil penelitian menunjukan bahwa partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja aparat pemerintah dengan diperkuat oleh kepuasan kerja dan komitmen organisasi sebagai variabel moderating.
Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai gaya kepemimpinan. Menurut Nurlaela (2010) Hasil penelitian yang dilakukan adalah faktor organisasional yang diuji terhadap kegunaan sistem akuntansi keuangan tidak berhasil dibuktikan. Hanya dukungan atasan yang berpengaruh untuk meningkatkan kegunaan sistem akuntansi keuangan daerah. Usman dan Lukman (2014) Hasil penelitian menunjukan bahwa pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja SKPD pemerintah daerah kabupaten Bone Bolanggo.
Penelitian terdahulu mengenai pengaruh partisipasi dalam penganggaran dan pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah terhadap kinerja pemerintah daerah. Menurut Meliani (2013) hasil menunjukan bahwa baik secara parsial maupun simultan partisipasi dalam penganggaran dan pemahaman sistem
akuntansi keuangan terhadap kinerja berpengaruh positif. Keterlibatan manajer ketika anggaran disusun, alasan yang siberikan oleh atasan saat revisi, pemahaman sistem dan prosedur pembuatan laporan keuangan, sistem dan prosedur akuntansi selain kas, ketepatan dan kesesuaian hasil pencapaian program unit SKPD belum baik, masih dalam kategori cukup.
2.6 Kerangka Pemikiran
Berdasarkan Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah. Salah satu kewenangan dalam peraturan rumah tangganya sendiri, hal ini tertuang dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Salah satu kewenangan dalam Undang-undang tersebut adalah pengelolaan keuangan Daerah. . Khusus untuk menangani anggaran, salah satu prosedurnya adalah dengan menyusun anggaran dengan metode partisipatif, yaitu dengan melibatkan masing-masing SKPD/Dinas untuk mengajukan anggaran, mempersiapkan anggaran dan melaksanakan penyusunan anggaran. Selain adanya keuntungan dalam penerapan partisipasi anggaran terdapat juga kelemahan, dimana partisipasi dalam penganggaran memberikan kesempatan kepada bawahan untuk menentukan rencana anggarannya.
Definisi partisipasi dalam penyusunan anggaran menurut Mulyadi (2011:187), yaitu keikutsertaan operating managers dalam memutuskan bersama dengan komite anggaran mengenai rangkaian kegiatan di masa yang akan di tempuh oleh operating managers tersebut dalam pencapaian sasaran anggaran.
Partisipasi pimpinan dalam proses penyusunan anggaran merupakan proses dimana pimpinan dinilai kinerjanya, serta keterlibatan pimpinan dalam mengkondisikan anggotanya. Dapat disimpulkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran sebagai suatu proses dalam organisasi yang melibatkan para anggota organisasi dalam mencapai tujuan dan kerjasama untuk menentukan satu rencana. Partisipasi anggaran sektor publik menunjukkan pada luasnya partisipasi bagi aparat pemerintah daerah dalam memahami anggaran yang diusulkan oleh unit kerjanya dan pengaruh pusat pertanggungjawaban anggaran mereka. Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi ketika antara pihak eksekutif, legislatif, dan masyarakat bekerja sama dalam pembuatan anggaran. Anthony (2003:17) menegaskan bahwa anggaran perlu disiapkan secara detail dan melibatkan manajer pada setiap level organisasi. Keterlibatan manajer dalam penyusunan anggaran khususnya dalam anggaran sektor publik diharapkan berpengaruh positif terhadap kinerja pelayanan yang diberikan.
Anggaran dibuat oleh kepala daerah melalui usulan dari unit-unit kerja yang disampaikan kepada kepala bagian dan diusulkan kepada kepala daerah, dan setelah itu bersama-sama DPRD menetapkan anggaran yang dibuat sesuai dengan Peraturan daerah yang berlaku. Proses anggaran daerah disusun berdasarkan pendekatan kinerja dalam Permendagri memuat Pedoman Penyusunan Rancangan APBD yang dilaksanakan oleh tim anggaran eksekutif bersama-sama unit organisasi perangkat daerah (unit kerja).
Dengan adanya partisipasi anggaran diharapkan kinerja para aparatur pemerintah dapat meningkat. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa ketika
suatu tujuan atau standar yang dirancang secara partisipatif disetujui, maka para pimpinan organisasi pemerintahan akan bersungguh-sungguh dalam tujuan atau standar yang ditetapkan dan memiliki rasa tanggung jawab pribadi untuk mencapainya karena ikut serta terlibat dalam penyusunannya (Milani, 1975 dalam Messa 2007).
Dalam mewujudkan kinerja pemerintah yang baik seperti yang diharapkan oleh masyarakat luas, tidak hanya tergantung pada proses penyusunan anggaran saja, tetapi juga pemahaman sistem akuntansi keuangan daerah sangat diperlukan. Penyusunan anggaran yang baik harus disertai dengan pemahaman akuntansi dari penyusun anggaran, agar anggaran yang dihasilkan dapat memenuhi kebutuhan pengunanya.
Menurut Peraturan Mentri Dalam Negeri No.59 Tahun 2007, sistem akuntansi keuangan daerah didefinisikan sebagai serangkaian prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai pada pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan aplikasi komputer.
Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah adalah sistem terpadu yang menggabungkan prosedur manual dengan proses elektronis dalam pengambilan data pembukuan dan pelaporan semua transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas seluruh entitas Pemerintah Daerah. Hal ini terbukti bahwa akuntansi menjadi lebih diperlukan saat ini, untuk menjalin komunikasi antara pihak eksternal dan internal dari sebuah organisasi, dengan adanya sistem akuntansi maka informasi dari sebuah organisasi tersedia dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan
baik pihak eksternal dan internal. Menurut Mulyadi (2001:19), bahwa tujuan umum pengembangan sistem akuntansi diantaranya adalah untuk menyediakan informasi bagi pengelolaan kegiatan usaha baru dan untuk memperbaiki informasi yang dihasilkan oleh sistem yang sudah ada, baik mengenai mutu, ketepatan penyajian, maupun struktur informasinya
Bastian (2007:98) memandang sistem akuntansi pemerintah daerah dari proses atau prosedur baik itu dengan menggunakan metode manual maupun secara terkomputerisasi. Prosedur yang dimaksud mulai dari pencatatan, penggolongan, pengikhtisaran transaksi dan/atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka mempertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah daerah.
Lin (1998:113) menegaskan pengukuran kondisi keuangan daerah dalam bentuk pengeluaran daerah dapat menggunakan akuntansi pemerintahan daerah. Pengeluaran daerah merupakan akumulasi dari alokasi sumber daya daerah, maka diperlukan sistem untuk mengevaluasi proses alokasi tersebut. Bila dikaitkan dengan organisasi sektor publik, khususnya pemerintah daerah pemahaman yang memadai tentang sistem akuntansi keuangan daerah dapat meningkatkan kinerja pemerintah daerah termasuk satuan kerja.
Kinerja pemerintah dapat diukur dari laporan yang mereka hasilkan, baik tidaknya suatu laporan ditentukan dari isi laporan tersebut, apakah isi laporan tersebut telah sesuai dengan strandar yan berlaku, untuk laporan keuangan pemerintah, standar yang berlaku adalah isi laporan keuangan harus lengkap, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pubik.
Menurut Mahsun (2006: 25) pengertian kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Menurut Silalahi (2012), Kinerja juga dapat diatikan sebagai keluaran/hasil dari kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kualitas dan kuantitas yang terukur. Ven & Ferry dalam Endah (2013), menyatakan bahwa kinerja merupakan prestasi kerja yang dicapai unit kerja dalam merealisasikan target yang telah ditetapkan. Instrumen kinerja terkait dengan pencapaian target kinerja kegiatan dari suatu program, akurasi (ketepatan dan kesesuaian) hasil, tingkat pencapaian program, dampak hasil kegiatan terhadap kehidupan masyarakat, kesesuaian realisasi anggaran dengan anggaran, pencapaian efisiensi operasional, perilaku pegawai.
Zimmerman (2000:250) dalam Melani (2013) menegaskan bahwa manajemen dalam pembuatan keputusan yang terkait dengan anggaran (budget) diperlukan pengetahuan khusus tentang hubungan dengan hubungan lain dalam organisasi. Ini berarti seorang manajer dalam penyusunan anggaran memerlukan pengetahuan atau pemahaman yang cukup tentang sistem akuntansi keuangan daerah. Informasi yang dapat dikatakan memenuhi tujuan tersebut yaitu informasi yang dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki, salah satunya yaitu mudah dipahami.
Berdasarkan teori-teori yan telah dikembangkan tersebut, dapat ditarik sebuah kerangka pemikiran yang telah seperti terlihat pada gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2.1 Kerangka Penelitian
UU Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Daerah
Pengelolaan Keuangan Daerah
Sistem Akuntansi Keuangan Daerah Penyusunan Anggaran
Anggaran Daerah dibuat oleh : -Kepala Daerah/SKPD/Unit Kerja -Kepala Bagian
-Bagian Pengelolaan Anggaran -Bagian Akuntansi
Pengelola Sistem Akuntansi keuangan :
-Kepala Daerah/SKPD/Unit Kerja -Kepala Bagian
-Bagian Akuntansi Patisipasi Anggaran
Kinerja Keuangan Pemeritah Daerah
2.7. Hipotesis Penelitian
Sugiyono (2009:93) mengemukakan pengertian hipotesis sebagai berikut :
“Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris.”
Berdasarkan uraian keterkaitan antara partisipasi anggaran dan sistem akuntansi keuangan daerah terhadap Kinerja Pemerintah Keuangan daerah di atas mengacu pada kerangka pemikiran dan rumusan masalah, maka hipotesis teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut “
1. H1 : Partisipasi anggaran berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah
2. H2 : Sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
3. H3 : Partisipasi anggaran dan Sistem akuntansi keuangan daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.