BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tijauan Teori
1. Konsep dasar bayi baru lahir
a. Pengertian bayi baru lahir
Bayibaru lahir adalah bayi baru lahir selama satu jam pertama
kelahiran (Saifudin,2010).
Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia4 minggu,
lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu.Bayi baru lahir
normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
(Saifudin,2010).
Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500-4000
gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan
congenital (cacat bawaan) yang berat. (Saifudin,2010).
b. Ciri-ciri bayi baru lahir.
1) Berat badan 2500-4000 gram.
2) Panjang badan 48-52 cm.
3) Lingkar dada 30-38 cm.
4) Lingkar kepala 33-35 cm.
5) Frekwensi jantung 120-160 kali/menit.
6) Pernafasan 40-60kali/menit.
8) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya lebih
sempurna.
9) Kuku agak panjang dan lemas.
10) Genetalia
11) perempuan labiya mayora sudah menutupi labia minora.
12) laki-laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.
13) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
14) Reflek morrow atau gerak memeluk bila di gerakan sudah baik.
15) Reflek grapsatau menggenggam sudah baik.
16) Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.
c. Klasifikasi bayi baru lahir
Menurut Wiknjosastro (2005), Klasifikasi bayi baru lahir
menurut usia gestasi, yaitu :
1) Pre term : kurang dari 37 lengkap (kurang dari 259 hari).
2) Term : mulai dari 37 minggu sampai kurang dari 42 minggu lengkap
(259–293 hari).
3) Post term : 42 mg lengkap atau lebih (294 hari atatu lebih).
d. Perubahan-perubahan yang terjadi pada bayi baru lahir
1) Pernafasan
Pernafasan pertama pada bayi baru lahir normal terjadi dalam
waktu 30 detik setelah lahir, pada menit-menit pertama kurang lebih
berlangsung 10 –15 menit. Pada pernafasan normal perut dan dada
bergerak hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar
suara pada waktu inspirasi maupun ekspirasi. Respirasi kurang lebih
30 –50 x/menit (Saifuddin, 2002).
2) Suhu
Sesaat sesudah bayi lahir ia akan berada di tempat yang
suhunya lebih rendah dari dalam kandungan dan dalam keadaan
basah. Bila dibiarkan saja dalam suhu kamar 250C maka bayi akan
kehilangan panas melalui evaporasi, konveksi dan radiasi sebanyak
200 kalori/kg BB/menit. Sedangkan pembentukan panas yang dapat
diproduksi hanya seper sepuluh daripada yang tersebut diatas, dalam
waktu yang bersamaan. Hal ini akan menyebabkan penurunan suhu
tubuh sebanyak 2 C dalam waktu 15 menit (Wiknjosastro, 2005).
3) Perubahan sistem sirkulasi
Dengan berkembangnya paru-paru, tekanan oksigen di dalam
alveoli meningkat. Sebaliknya, tekanan karbon dioksida turun.
Hal-hal tersebut mengakibatkan turunnya resistensi pembuluh-pembuluh
darah paru, sehingga aliran darah ke alat tersebut meningkat. Ini
menyebabkan darah dari arteri pulmonalis mengalir ke paru-paru
vena umbilicus dan kemudian dipotongnya tali pusat, aliran darah
dari plasenta melalui vena inferior dan foramen di atrium kanan, ini
berubah menjadi sirkulasi bayi yang hidup di luar badan ibu
(Wiknjosastro, 2005).
4) Faeces
Faeces berbentuk mekoneum berwarna hijau tua yang telah
berada di saluran pencernaan sejak janin berumur 16 minggu, akan
mulai keluar dalam waktu 24 jam, pengeluaran ini akan berlangsung
sampai hari ke 2 – 3. Pada hari ke-4 sampai hari ke-5 warna tinja
menjadi coklat kehijau-hijauan. Selanjutnya warna faeces akan
tergantung dari jenis susu yang diminumnya. Misalnya bayi yang
mendapat ASI, faecesnya akan berwarna kuning dan lembek.
Defekasi mungkin 3 sampai 8 kali sehari. Bayi yang mendapat susu
buatan faecesnya berwarna keabu-abuan dengan bau yang sedikit
menusuk (Wiknjosastro, 2005).
5) Perubahan lain
Alat-alat pencernaan, hati, ginjal dan alat-alat lain berfungsi.
6) Penanganan Bayi Baru Lahir
e. Asuhan kebidanan segera pada bayi baru lahir, adalah asuhan yang di
berikan pada bayi tersebut selama jam pertamasetelah kelahiran. Aspek
- aspek penting dari asuhan segera baru lahir :
1) Membersihkan jalan nafas
Bayi normal akan menangis dalam 30 detik; tidak perlu
dilakukan apa-apa lagi oleh karena bayi mulai bernafas spontan dan
mendatar kira-kira sama tingginya dengan atau sedikit di bawah
introitus vagina. Bila mulut bayi masih belum bersih dari cairan
dan lendir, pengisapan lendir diteruskan, mula-mula dari mulut,
kemudian dari lubang hidung, supaya jalan nafas bebas dan bayi
dapat bernafas sebaik-baiknya (Winkjosastro, 2005).
2) Memotong dan merawat tali pusat
(a) Memotong tali pusat
Tali pusat dipotong sebelum atau sesudah plasenta lahir
tidak begitu menentukan dan tidak akan mempengaruhi bayi,
kecuali pada bayi kurang bulan. Apabila bayi lahir tidak
menangis, maka tali pusat segera dipotong untuk memudahkan
melakukan tindakan resusitasi pada bayi. Tali pusat dipotong 5
cm dari dinding perut bayi dengan gunting steril dan ikat
dengan pengikat steril. Apabila masih terjadi perdarahan dapat
dibuat ikatan baru (Saifuddin, 2002).
(b) Perawatan tali pusat
Membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan
bahan atau ramuan apapun kepuntung tali pusat tidak
diperbolehkan. Tali pusat hanya dibungkus dengan kassa steril
saja. Mengusap alkohol ataupun povidon iodine masih
diperkenankan sepanjang tidak menyebabkan tali pusat basah
(c) Mempertahankan suhu tubuh
Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mampu
mengatur suhu tubuh badannya, dan membutuhkan pengaturan
dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi baru lahir harus
dibungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolak ukur
kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu
tubuhnya sudah stabil. Suhu tubuh harus dicatat (Saifuddin,
2002).
(d) Pemberian vit K
Kejadian perdarahan karena defisiensi vitamin K pada
bayi baru lahir dilaporkan cukup tinggi, berkisar 0,25 –0,5 %.
Untuk mencegah terjadinya perdarahan tersebut, semua bayi
baru lahir normal dan cukup bulan perlu diberi vitamin K per
oral 1 mg/hari selama 3 hari, sedangkan bayi resiko tinggi
diberi vitamin K parental dengan dosis 0,5 –1 mg IM
(Saifuddin, 2002).
(e) Pemberian obat tetes atau salep mata
Di beberapa negara perawatan mata bayi baru lahir
secara hukum diharuskan untuk mencegah terjadinya aftalmia
neonatorum. Di daerah dimana prevalensi gonorea tinggi,
setiap bayi baru lahir perlu diberi salep mata sesudah 5 jam
tetrasiklin 1 % dianjurkan untuk pencegahan penyakit mata
karena klamidia (penyakit menular seksual).
7) Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan di tempat bersalin yang
persalinannya mungkin lebih dari satu persalinan, maka sebuah
alat pengenal yang efektif harus diberikan kepada setiap bayi
baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai waktu bayi
dipulangkan.
(a) Peralatan identifikasi bayi baru lahir selalu tersedia
ditempat pemerimaan pasien, di kamar bersalin, dan di
ruang rawat bayi.
(b) Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi
yang halus tidak mudah melukai, tidak mudah sobek, dan
tidak mudah lepas.
(c) Pada alat / selang identifikasi harus tercantum
(d) Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan
mencantumkan nama, tanggal lahir, nomor identifikasi.
Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu harus dicetak di
catatan yang tidak mudah hilang. Sidik telapak kaki bayi
harus dibuat oleh personil yang berpengalaman
menerapkan cara ini, dan dibuat dalam catatan bayi.
Bantalan sidik kaki harus 15 disimpan dalam ruangan
kepala, lingkar perut dan catat dalam rekam medik
(Saifuddin, 2002).
8) Memulai pemberian ASI
Berikan pada bayi pada ibunya untuk memulai
pemberian ASI Secara dini. Anjurkan ibu untuk memeluk dan
mencoba menyusukan bayinya segera setelah tali pusat diklem
dan dipotong. Tentramkan ibu bahwa penolong akan
membantu ibu menyusukan bayi setelah plasenta lahir dan
penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga
mungkin bisa membantunya untuk memulai pemberian ASI
lebih awal. Setelah semua prosedur yang diperlukan
diselesaikan ibu sudah bersih dan mengganti baju, bantu ibu
untuk menyusukan bayinya (Depkes RI, 2007).
f. Komplikasi Pada Bayi Baru Lahir
1. Asfiksia
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir (Wiknjosastro,
2005).
2. Sianosis
Sianosis menunjukkan adanya insufisiensi jalan napas
yang mungkin disebabkan oleh kelainan paru, perdarahan
intrakranial atau anoksia otak. Apabila sianosis disebabkan oleh
retraksi sedangkan yang disebabkan oleh susunan saraf pusat,
pola penapasan menjadi tidak teratur, lemah dan lambat
(Markum, 2002).
3. Kelainan Kongenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan morfologik
dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi lahir
selain itu pengertian lain tentang kelainan sejak lahir adalah
defek lahir yang dapat berwujud dalam bentuk berbagai
gangguan tumbuh kembang bayi baru lahir (Markum, 2002).
4. BBLR (Berat Badan Lahir Rendah)
Adalah pandangan sekilas di ruang bersalin sudah cukup
untuk menyimpulkan bahwa semua bayi baru lahir dengan
bentuk ukuran yang sama, misalnya kira-kira satu dari empat
belas bayi berbobot kurang dari 2, 5 kg (Michael, 2004).
5. Bayi premature
Adalah bayi baru lahir hidup sebelum usia kehamilan
minggu ke-37 (Surasmi, 2003).
6. Ikterus
Adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sklera,
selaput lendir, kulit atau organ lain akibat penumpukan bilirubin
7. Hiperbillirubin
a. Pengertian hiperbilirubin
Hiperbilirubinadalah istilah yang dipakai untuk
ikterus neonatorum setelah ada hasil laboratorium yang
menunjukkanpeningkatan kadar serum bilirubin (Iyan, 2009).
Hiperbilirubinemiaadalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubin mencapai suatu nilai yang maempunyai potensi
menimbulkan kern ikterik bila tidak ditanggulangi dengan
baik (Prawirohardjo, 2005).
b. Menurut Prawirohardjo (2005), meliputi :
1) Hiperbilirubin fisiologi
(a) Timbulnya pada hari kedua atau ketiga.
(b) Kadar bilirubin indirek sesudah 2 x 24 jam tidak
melewati 15 mg% pada neonatus cukup bulan dan 10
mg% pada neonatus kurang bulan.
(c) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
(d) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 1
mg%.
(e) Hiperbilirubinmenghilang pada 10 hari pertama.
f)Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologik.
c. Klasifikasi hiperbilirubin
a) Timbul pada hari kedua, ketiga.
b) Kadar bilirubinidentik (larut dalam air)tidak
melewati 12mg/dl. Pada neonates cukup bulan dan
10 mg/dl pada kurang bulan.
c) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi
5 mg/dl per hari.
d) Kadar bilirubindirek (larut dalam air)kurang dari 1
mg/dl.
e) Hiperbilirubin akan hilang pada 10 hari pertama.
f) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan
patologis tertentu.
2) Hiperbilirubin patologis.
Hiperbilirubinyang kemiungkinan besar menjadi
patologis yaitu :
a) Hiperbilirubinyang terjadi pada 24 jam pertama
setelah lahir apabila kadar bilirubin meningkat
melebihi 15 mg%.
b) Peningkatan kadar bilirubin 5 mg % atau lebih setiap
24 jam.
c) Hiperbilirubinklinis yang menetap setelah bayi
berusia > 8 hari atau 14 hari.
e) Hiperbilirubin yang disertai berat lahir kurang dan
2000 gram, masa gestasi kurang dari 36 minggu,
asfiksia, hipoksia, infeksi.
3) Metabolisme bilirubin
Meningkatnya kadar bilirubindapat disebabkan
produksi yang berlebihan. Sebagian besar
bilirubinberasal dari destruksi eritrosi yang menua. Pada
neonatus 75% bilirubin berasal dari mekanisme ini. 1
gram hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin
indirek(free bilirubin)dan bentuk inilah yang dapat
masuk ke jaringan otak dan menyebabkan kernicterus.
Sumber lain kemungkinan besar dari sum-sum tulang
dan leher, yang terjadi dari dua komponen, yaitu
komponen non-eritrositdan komponen eritrosit yang
terbentuk dari eritrpoiesisyang tidak sempurna. (Surasmi
2003).
Sebagian besar bilirubin yang terkonjungasiini
diekskresikan melalui duktus hepatikuske dalam saluran
pencernaan dan selanjutnya menjadi urobilinogen dan
keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus
sebagai diabsorpasi kembali oleh mukosausus dan
terbetuklah peroses enterohepatik. Pada janin sebagian
plasenta pada BBL ekskresi memalui plasentaterputus,
karna bila fungsi hepar belum matang atau terdapat
gangguan dalam fungsi hepar akibat hipoksa, asidosis,
atau bila terdapatkekurangan enzim
glukoronilteansferaseatau kekurangan glukosa, maka
keadaan bilirubinidentikdalam darah dalam meninggi.
Masalah akan timbul apabila produksi bilirubinini terlalu
berlebihan atau konjugasihati menurun, sehingga terjadi
akumulasi didalam darah. Peningkatan
kadarbilirubinyang berlebihan dapat menimbulkan
kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak
yang akan meningkatkan gejala sisa di kemudian hari,
karna itu bayi penderita hiperbilirubinsebaiknya baru
dianggap fisiologis apabila dibuktikan bukan suatu
keadaan patologis. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka pada konsentrasi tertentu hiperbilirubin,
pemeriksaan lengkap harus dilakukan untuk mengetahui
penyebabnya pengobatanpun dapat di laksanakan secara
dini. Kadar bilirubinyang menimbulkan efek patologisini
di sebut hiperbilirubinemia.
d. Etiologi Hiperbilirubin dapat disebabkan oleh berbagai
Peningkatan produksi.
a) Hemolisis, missal pada inkompatilibitasyang terjadi bila
terdapat ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada
penggolongan rhesus dan ABO.
b) Pendarahan tertutup, misalnya pada trauma kelahiran.
c) Ikatan bilirubindengan protein terganggu seperti
gangguan metabolik yang terdapat pada bayi gipoksaatau
asidosis.
d) Kurangnya enzim glukoroniltranseferase, sehingga kadar
bilirubinidentikmeningkat, misalnya pada bayi lahir
rendah.
e) Kelainan congenital dan dubin hiperbilirubin.
f) Gangguan transpertasi akibat penurunan kapasitas
pengangutan, misalnya pada hipoalbuminatau karena
pengaruh obat-obat tertentu misalnya sulfadiazine.
g) Ganggaun fungsi hati yang di sebabkan oleh beberapa
mikro organisme, atau toksin yang langsung merusak sel
hati darah merah seperti infeksi toksoplasmosis, syphilis.
h) Gangguan ekspresiyang terjadi intra atau ekstra hapatik.
i) Peningkatan sirkulasi enterohepatik, misalnya pada
e. Jenis – jenis hiperbilirubin
Menurut Prawirohardjo (2005) jenis-jenis
hiperbilirubinyaitu sebagai berikut :
1) Hiperbilirubin hemolitik
Pada umumnya merupakan suatu golongan penyakit
yang disebabkan oleh inkompabiliatas golongan darah
ibu dan bayi, seperti :
a) Inkompabilitas Rhesus
b) Inkompabilitas ABO 20
c) Inkompabilitas golongan darah lain
d) Kelainan eritrosit conginetal
e) Defisiensi enzim G6PD
2) Hiperbilirubin Obstruktiva
Hiperbilirubin yang terjadi karena sumbatan penyaluran
empedu baik dalam hati maupun diluar hati. Akibat
sumbatan itu terjadi penumpukan bilirubin tidak
langsung.
3) Hiperbilirubin yang disebabkan oleh hal lain, seperti :
a) Pengaruh hormon atua obat yang mengurangi
kesanggupan hepar untuk mengadakan konjugasi
bilirubin.
c) Adanya obat atau zat kimia yang mengurangi ikatan
bilirubin tidak langsung pada albumin misalnya,
sulfafurzole, salsilat dan heparin.
d) Sindroma Griger –Najur. Penyakit ini tidak terdapat
atau sangat kurang glukoronil transferase dalam
hepar.
e) Ikterus karena late feeding. f)Asidosis metabolik.
f) Pemakian vitamin K, kalau dosis melebihi 10 mg %.
4) Kern-hiperbilirubin
Hiperbilirubin ini menimbulkan sindrom neurologis
akibat pengendapan bilirubin tak terkonjugasi di dalam
sel-sel otak (Nelson, 2002). Pada permulaan tanda klinik
tidak jelas tetapi dapat disebutkan, seperti :
a) Letargi
b) Layuh dan malas minum
c) Hipertonik
d) Opistotonus
e) Tangisan melengking
f) Kejang (Prawirohardjo, 2005) Oleh karena itu, bidan
perlu mengetahui dengan baik kapan terjadinya
ikterus atau hiperbilirubinemia apakah
sehingga dapat melakukan konsultasi atau merujuk
penderita ke rumah sakit (Prawirohardjo, 2005).
f. Penilaian
Pengamatan hiperbilirubinpaling baik dilakukan
dalam cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit
yang akan diamati untuk menghilangkan warna karena
pengaruh sirkulasi darah.
Untuk penilaian hiperbilirubin, Kremer membagi
tubuh bayi baru lahir dalam 5 bagian yang dimulai dari
kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah
sampai tumit, tumit pergelangan kaki dan bahu pergelangan
tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak tangan
(Sarwono, 2006).
Gambar derajat Hiperbilirubin
Derajat I : kepala sampai leher
Derajat III : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
Derajat IV : kepala, badan, paha sampai dengan lutut
Derajat V : kepala, badan, semua ekstremitas sampai ujung
jari
g. Metabolisme hiperbilirubin
Untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai
masalah ikterus pada neonatus, perlu diketahui tentang
metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus. Menurut
Prawirohardjo (2005) metabolisme bilirubin mempunyai
tingkat seperti berikut :
1) Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat
pemecahan haemoglobin pada sistem R.E.S. Tingkat
penghancuran hemoglobin ini pada neonatus lebih tinggi
dari pada bayi yang lebih tua.
2) Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin ke
“uptake” bilirubin oleh hepar dilakukan oleh protein Y
dan Z.
3) Konjunggasi
Di dalam hepar bilirubin ini mengalami proses konjugasi
transferase. Sesudah mengalami proses ini bilirubin
berubah menjadi bilirubin direk.
4) Ekskresi
Bilirubin direk kemudian diekskresi ke usus, sebagian
dikeluarkan dalam bentuk bilirubin dan sebagian lagi
dalam bentuk sterkobilin. Bilirubin ini kemudian
diangkut ke hepar lagi untuk diproses.
h. Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubintubuh dapat terjadi pada
beberapakeadaan. Keadaan yang sering di temukan adalah
apabila terjadi penambahan bebanbilirubinpada sel heparyang
berlebihan hai ini dapat ditemukan bila terjadi peningkatan
penghancuran eritrosit, polistemia (Maryanti 2011).
Gangguan pemecahan bilirubinplasma juga dapat
menimbulkan peningkatan kadar bilirubintubuh.Hal ini dapat
terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada
bayi hipoksia, asidosia, keadaan lain yang memperhatikan
peningkatan kadarbilirubinadalah apa bila ditemukan
gangguankonjugasiheparatau neonatusyang mengalami
gangguan ekskrasi, misalnya sumbatan saluran empedu, pada
derajat tertentu bilirubinini akan bersifat toksikdan merusak
jaringan tubuh. Toksisitasterutama di temukan ada
larut dalam lemak, saat ini memungkinkan efek
patologispada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut
kemikterus, pada umumnya dianggap bahwa kelainan dalam
syarafpusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar
bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada kenyataan neonatus, bilirubin indirekakan mudah
melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat
badan lahir rendah,hipoksia, dan hipoglikemia(Maryanti
2011).
i. Tanda dangejala.
a) Dampak Pada permulaan tidak jelas, tampak mata
berputar-putar.
b) Letargik (lemas).
c) Kejang.
d) Tidak mau menghisap putting susu.
e) Dapat tuli,gangguan bicara,dan retardasi mental.
f) Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat di sertai
spasmeotot, epistotonus, kejang, stenosis, yang di sertai
dengan ketegangan otot.
g) Perut buncit.
h) Pembesaran pada hati.
j) Tamapak ikterus,sklera, kuku, kulit dan membrane
mukosa kuning pada 24 jam pertama yang di sebabkan
oleh penyakit hemolitik waktu lahir, sepisis atau ibu
dengan diabetic/infeksi.
k) Muntah, anoreksia, warna urin kecoklatan atau aga
gelap(Maryanti 2011).
j. Dampak hiperbilirubin.
Hiperbilirubin dapat menyebabkan gangguan
pendengaran, apabila bilirubintak terkonjugasimelewati
bloodbrain barrier, bilirubintersebut juga di timbulkan di
daerah gangliabasalis, dan juga pada daerah vestibule–
cochlear nucleusdan sebagai akibatnya adalah sebagi terjadi
gangguan pendengaransensorineural, zamia dkk (2004) telah
melaporkan bahwa 33% bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin 15-25 mg/dl mengalami kehilangan gelombang
kompleks pada IV dan V pada pemeriksaan auditory
brainstem responses (ABR). Dengan demikian didapatkan
hubungan yang signifikanantara hiperbilirubinemiadengan
gangguan pendengaran pada bayi, mereka menemukan bahwa
pada keadaan hiperbilirubinemisberat didapatkan
beberapakerusakan pada koklea terutama trauma pada sel
hiperbilirubinsedang (<20 mg/dl)yang juga dapat
menyebabkan gangguan pendengaran.
k. Pencegahan hiperbilirubin
a) Pencegahan penyakit kuning neonatal parah yang terbaik
dicapai melalui perhatian terhadap setatus risikiko bayi
belum pulang dari rumasakit,melalui pendidikan orang
tua, dan melalui perencanaan yang matang dari tidak
lanjut.
b) Sebuah predischarge bilirubinpengukuran, diperoleh
dalam pengukuran transkutanatau serum dan diplot
menjadi nomogram, telah terbukti menjadi alat yang di
gunakan pada bayi yang membedakan dengan rasiko
rendah kemudian mengembangkan nilai-nilai bilirubin.
c) Faktor risiko klinis termasuk usia kehamilan kurang dari
38 minggu, penggunaan oxcytocinatau vakum pada saat
bersalin, pemberian ASI ekslusif saudara yang lebih tua
dengan penyakit kuning neonatal yang di butuhkan
fototerapi, kenaikan ≥6 mg/dl / hari (≥100 μ mol / L/
hari) secara total kadar bilirubinserum, dan
hematomaatau memar yang luas. Berat badan lahir juga
berhubungan dengan resiko pengembangan penyakit
kuning siginfikansemakin tinggi berat lahir semakin
mengatasi hiperbilirubinpada bayi dengan cara
pemberian ASI seseringmungkin agar cepat terjadi
pergantian cairan dalam tubuh bayi, serta menjemur bayi
pada jam 7 sampai jam 9 pagi, bila hiperbilirubin pada
bayi mempunyai kadar hiperbilirubincukup tinggi harus
di lakukan fototrapi dimana bayi di beri sinar biru yang
diarahkan kekulit sehingga proses kimia pada molekul
bilirubindi bawah jaringan kulit, sehingga bilirubin dapat
segera di buang tanpa perlu metabolismterlebih dahulu
oleh hati. Dikhawatirkan akan menyebabkan kerusakan
otak bayi, maka kemungkinan dilakukan tranfusi harus
dipenuhi jika hiperbilirubin pada bayi mencapai
kadarbilirubinyang sangat tinggi (Maryanti 2011).
l. Penatalaksanaan hiperbilirubin
Penanganan hiperbilirubinpada bayi baru lahir
menurut Varney (2007), antara lain:
1) Memenuhi kebutuhan atau nutrisi
(a) Beri minum sesuai kebutuhan. Karena bayi malas
minum, berikan berulang-ulang, jika tidak mau
menghisap dot berikan pakai sendok. Jika tidak
(b) Perhatikan frekuensi buang air besar, mungkin susu
tidak cocok (jika bukan ASI) mungkin perlu ganti
susu.
2) Mengenal gejalan dini mencegah meningkatnya ikterus
(a) Jika bayi terlihat mulai kuning, jemur pada matahari
pagi (sekitar pukul 7 –8 selama 15 –30 menit).
(b) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih
dibawah 7 mg% ulang esok harinya.
(c) Berikan banyak minum.
(d) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7
mg% lebih segera hubungi dokter, bayi perlu terapi.
3) Gangguan rasa aman dan nyaman akibat pengobatan
(a) Mengusahakan agar bayi tidak kepanasan atau
kedinginan.
(b) Memelihara kebersihan tempat tidur bayi dan
lingkungannya.
(c) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara
bekerja aseptik).
Bila kadar bilirubin serum bayi tinggi sehingga di duga akan terjadi
kern ikterik, maka perlu dilakukan penatalaksanaan khusus. 24
1. Terapi sinar
Terapi sinar diberikan jika bilirubin indirek darah mencapai 15
mg %. Cremer melaporkan bahwa pada bayi penderita ikterus yang
diberi sinar matahari lebih dari penyinaran biasa, ikterus lebih cepat
menghilang dibandingkan dengan bayi lain yang tidak disinari. Dengan
penyinaran bilirubin dipecah menjadi dipyrole yang kemudian
dikeluarkan melalui ginjal dan traktus digestivus. Hasil perusakan
bilirubin ternyata tidak toksik untuk tubuh dan di keluarkan tubuh
dengan sempurna. Mekanisme utama terapi sinar adalah fotoisomer.
Dengan kata lain bilirubin 42,152 diubah menjadi bilirubin 42,15 E,
bilirubin isomer mudah larut dalam air. Penggunaan terapi sinar untuk
mengobati hiperbilirubinemiaharus dilakukan dengan hati-hati, karena
jenis pengobatan ini dapat menimbulkan komplikasi, yaitu dapat
menyebabkan kerusakan retina, dapat meningkatkan kehilangan air
tidak terasa (insenible water losses), dan dapat mempengaruhi
pertumbuhan serta perkembangan bayi walaupun hal ini masih dapat
dibalikkan, kalau digunakan terapi sinar, sebaiknya dipilih sinar dengan
spektrum antara 420 –480 nano meter. Sinar ultraviolet harus dicegah
dengan plexiglass dan bayi harus mendapat cairan yang cukup.
Alat-alat untuk terapi sinar :
a) 10 lampu neon biru masing-masing berkekuatan 20 watt.
b) Susunan lampu dimasukkan ke dalam bilik yang diberi ventilasi
c) Di bawah susunan dipasang plexiglass setebal 1,5 cm untuk
mencegah sinar ultraviolet.
d) Alat terapi sinar diletakkan 45 cm di atas permukaan bayi.
e) Terapi sinar diberikan selama 72 jam atau sampai kadar bilirubin
mencapai 7,5 mg %.
f) Mata bayi dan alat kelamin ditutupi dengan bahan yang dapat
memantulkan sinar.
g) Gunakan kain pada boks bayi atau incubator, dan letakkan tirai
putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk
memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
(Prawirohardjo, 2005)
Pelaksanaan pemberian terapi sinar dan yang perlu diperhatikan
(Ladewig, 2006) antara lain :
a) Letakkan bayi tanpa mengenakan pakaian di bawah sinar
fototerapi, kecuali untuk menutupi alat kelamin, untuk
memaksimalkan pajanan terhadap sinar.
b) Tutup mata bayi saat disinar
c) Pantau tanda-tanda vital setiap 4 jam.
d) Pantau asupan dan keluaran setiap 8 jam
e) Berikan asupan cairan 25% diatas kebutuhan cairan normal. Untuk
memenuhi peningkatan kehilangan cairan yang tidak tampak mata
serta pada feces.
g) Matikan sinar terapi saat orang tua berkunjung dan memberikan
ASI.
h) pantau panjang gelombang sinar fototerapi menggunakan bilimeter,
setiap penggantian sorotan cahaya ke area mata yang lain.
i) Pantau kadar bilirubin setiap 8 jam selama 1 hingga 2 hari pertama
atau setiap pemberian sesuai dengan protokol institusi setelah
penghentian fototerapi.
Kelainan yang mungkin timbul pada neonatus yang mendapat
terapi sinar (Asrining, dkk, 2003) antara lain :
1) Peningkatan kehilangan cairan yang tidak tertukar (insensible water
loss).
2) Frekuensi defekasi meningkat, pemberian susu dengan kadar laktosa
rendah akan mengurangi timbulnya diare.
3) Timbulnya kelainan kulit “flea bite rash” di daerah muka badan dan
ekstremitas, kelainan ini akan segera hilang setelah terapi dihentikan.
4) Beberapa neonatus yang mendapat terapi sinar menunjukkan
kenaikan suhu tubuh, disebabkan karena suhu lingkungan yang
meningkat atau gangguan pengaturan suhu tubuh bayi.
5) Kadang ditemukan kelainan seperti, gangguan minum, letargi, dan
iritabilitas. Keadaan ini bersifat sementara dan akan hilang dengan
sendirinya.
2. Transfusi Tukar
Penggantian darah sirkulasi neonatus dengan darah dan donor
dengan cara mengeluarkan darah neonatus dan memasukkan darah
donor secara berulang dan bergantian melalui suatu prosedur. Jumlah
darah yang diganti sama dengan yang dikeluarkan. Pergantian darah
bisa mencapai 75 –85 % dan jumlah darah neonatus (Surasmi, 2003).
Transfusi tukar akan dilakukan pada neonatus dengan kadar
bilirubin indirek sama dengan atau lebih tinggi dan 20 %, pada
neonatus dengan kadar bilirubin tali pusat kurang dari 14 mg% dan
coombs test langsung positif (Prawirohardjo, 2005). Tujuan transufi
tukar :
a) Menurunkan kadar bilirubin indirek
b) Mengganti eritrosit yang dapat dihemolisis
c) Membuang antibodi yang menyebabkan hemolisis
d) Mengoreksi anemia
Prosedur pelaksanaan pemberian transfusi tukar antara lain :
a) Bayi ditidurkan rata diatas meja dengan fiksasi longgar.
b) Pasang monitor jantung, alarm jantung diatur diluar batas 100 –180
kali / menit.
c) Masukkan kateter ke dalam vena umbilikalis
d) Melalui kateter, darah bayi dihisap sebanyak 20 cc dimasukkna ke
dalam tubuh bayi. Setelah menunggu 20 detik, lalu darah bayi 28
darah pengganti dengan jumlah yang sama, demikian siklus
pengganti tersebut diulang sampai selesai.
e) Kecepatan menghisap dan memasukkan darah ke dalam tubuh bayi
diperkirakan 1,8 kg/cc BB/menit. Jumlah darah yang ditransfusi
tukar berkisar 140 –180 cc/ kg BB tergantung pada tinggi kadar
bilirubin sebelum transfusi tukar (Prawirohardjo, 2005).
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama transfusi tukar :
a) Neonatus harus dipasangi alat monitor kardio-respirasi
b) Tekanan darah neonatus harus terus dipantau
c) Neonatus dipuasakan bila perlu dipasang selang nasogastrik
d) Neonatus dipasang infus
e) Suhu tubuh dipantau dan dijaga dalam batas normal
f) Disediakan peralatan resusitasi (Surasmi, 2003).
B. Manajemen Kebidanan.
1. Pengetian
Manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan
bertindak secara sistematis dan logis dan memberi asuhan kebidanan,
agar menggantung kedua belah pihak baik klien maupun pemberi asuhan,
manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengoranisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan keterampilan, dalam rangkaian
atau tahapan yang logis pengambilan suatu keputusan yang berfokus
2. Proses Manejemen Kebidanan
Menurut varney dalam soepardan (2008), menyatakan
langkah-langkah dalam manajemen kebidanan, yaitu sebagai berikut.
a. Langkah I : pengumpulan data dasar
Pada langkah pertam dikumpulkan semua informasi (data)
yang akurat dan lengkar dari semua sumber yang berkaitan dengan
kondisi klien untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesisdilakukan untuk mendapatkan data, riwayat
menstruasi, riwayat kehamilan, riwayat persalinan, dan nifas
bio-pisiko-sosio-spiritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital,meliputi :
a) Pemeriksaan kasus (inspeksi,palpasi, auskultasi, dan perkusi).
b) Pemeriksan penunjang (laboraturium dan catatan baru dan
catatan sebelumnya).
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada formulir
pengumpulan data kehamilan, persalinan dan masa nifas.Dalam
manajemen kolaborasi, bila klien mengalami komplikasi yang perlu
dikonsultasikan kepada dokter, kepada bidan akan melakukan upaya
konsultasi, tahap ini merupakah langkah awal yang akan menentukan
langkagh berikutnya sehingga kelengkapan data sesuaidengan kasus
yang di hadapi akan menetukan benar tidaknya proses interperasi
komprehensif, mencakup data objektif dan subjektif dan hasil
pemeriksaan sehingga dapat mengambarkan kondisi klien yang
sebenarnya serta valid kaji ulang data yang sudah di kumpulkan
apabila sudah tepat lengkap dan akurat.
b. Langkah II
Interprasi data dasar
Pada langkah kedua dilakukan identipikasi terhadap diagnosa
atau masalah berdasarkan interferensi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterperesikan
sehingga dapat dirumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik,
rumusan diagnostikmaupun masalah keduanya harus ditangani.
Meskipun masalah tidak dapat diartikan sebagai diagnosis, tetapi
tetap membutuhkan penenganan. Masalah sering berkaitan dengan
hal-hal yang sedang dialami wanita yang sedang diidentifikasi oleh
bidan sesuai dengan hasil pengkajian, masalah juga sering menyertai
diagnosis.
c. Langkah III
Identifikasi diagnosis atau masalah potensial dan antifikasi
penangananyasudah didentifikasi. Langkah ini membutuhkan
antisipasi, bila memungkinkan dilakukan pencegahan, bidan
diharapkan dapat waspada dan bersia–siap mencegah
diagnosis/masalah potensal ini menjadi kenyataan. Langkahini
ketiga ini bidan dituntut untuk mampu mengantisipasi
masalahpotensial, tidak hanya merumuskan masalah potensial yang
akan terjadi, tetapi juga merumuskan tindakan antisipasi agar
masalah atau diagnosis tersebut tidak terjadi. Langkah ini bersifat
antisipasi yang rasional/logis.
d. Langkah IV
Menetapkan perlunya konsultasi dan kolaborasi segera
dengan tenaga kesehatan yang lain.Pada langkah ini bidan
mengidentifikasi perlunya bidan atau dokter melakukan konsultasi
atau penanganan segera bersama anggota tim kesehatan lain sesuain
dengan kondisi klien.Langkah ini mencerminkan kesinambungan
proses manajemen kebidanan, jadi manajemen tidak hanya
berlangsung selama asuhan primer periodikatau kunjungan prental
saja. Tetapi selama wanita tersebut dalam dampingan bidan.
Misalnya pada saat wanita tersebut dalam persalinan.Dalam kondisi
tertentu, seorang bidan mungkin juga perlu melakukan konsultasi
atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain seperti pekrtja
sosial, ahli gizi, atau seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir,
dalam hal ini bidan harus mampu mngevaluasi kondisi seperti klien
untuk menentukan kapada siapa siapa sebaiknya konsultasi
dilakukan.Penjelasan diatas menunjukan bahwa dalam melakukan
suatu tindakan harus disesuaikan dengan prioritas masalah/kondisi
yang perlu dilakukan untuk mengantisifasi diagnosis/masalah
potensial pada langkah sebelumnya. Bidan juga harus merumuskan
tindakan emergensi/daruratbyang harus dilakukan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. Rumusan ini mencakup tindakan
segera yang bias dilakukan secara mandiri, kolaborasi, atau bersifat
rujukan.
e. Langkah V
Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh.Pada langkah
kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah
didentifikasikan atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data
yang tidak lengkap data dilengkapi.Rencana asuhan yang
menyeluruh tidak hanya meliputi segala hal yang sudah
teridentifikasi dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
terkait, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi untuk klien
tersebut, pedoman antisipasi ini mencakup perkiran tentang hal yang
akan terjadi berikutnya,apakah dibutuhkan penyuluhan, konseling,
dan apakah bidan perlu merujuk klien bila ada sejumlah masalah
terkait sosial, ekonomi, kultural, atau pisikologis, dengan kata lain
asuhan terhadap wanita tersebut sudah mencakup setiap hal yang
berkaitan dengan semua aspek asuhan kesehatan dan sudah
dilaksanakan secara efektif.Semua keputusan yang telah disepakati
dikembangkan dalam asuhan menyeluruh. Asuhan ini harus bersifat
rasional dan valid yang didasarkan pada pengetahuan,teori terkini.
Dan sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan dilakukan klien.
f. Langkah VI
Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan
Aman.Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh dilakukan
dengan efisien dan aman pelaksanaan ini biasa dilakukan seharusnya
oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota tim
kesehatan lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun
ia tetap memikul tanggung jawab untuk mengarahkan
pelaksanaannya (misalnya dengan memastikan bahwa langkah
tersebut benar-benar terlaksana).Situasi ketika bidan berkolaborasi
dengan dokter untuk menangani klienyang mengalami
komplikasi,bidan tetap bertanggung jawab terhadap terlaksananya
rencana bersama yang menyeluruh tersebut, penatalaksanaan yang
efisien dan berkualitasakan berpengaruh pada waktu serta biaya.
g. Langkah VII Evaluasi.
Evaluasidilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang
aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang
menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang
diberikan.Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasikeefektifan
kebutuhan akan bantuan, apakah benar-benar telah
terpenuhisebagaimana didefinisi di dalam diagnosis dan masalah,
rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang benar efektif
dalam pelaksanaanya.Ada kemungkinan bahwa sebagian rencana
tersebut efektif, sedang sebagian lagi belum efektif. Mengingat
bahwa proses manajemen asuhan merupakan suatu kegiatan yang
bersinambungan, maka bidan perlu mengulang kembali setiap
asuhan yang tidak efektif melalui proses manajemen untuk
mengidentifikasi mengapa rencana asuhan tidak berjalan efektif serta
melakukan penyesuian pada rencana asuhan tersebut.
3. Pendokumentasian Kebidanan Dengan Metode SOAP.
Menurut Elisabeth (2015) bahwa pendokumentasian atau catatan
manajemen kebidanan dapat diterapkan denganmetode SOAP. Uraian
dari metode SOAP adalah:
a. S. Data Subyektif.
Data subyektif ini berhubungan dengan masalah dari sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kehawatiran dan
keluhannya yang dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan yang
akan berhubungan langsung dengan diagnosis, Data Subyektif ini
nantinya akan menguatkan diagnosis yang akan disusun.
b. O. data Obyektif.
Data obyektif (O) merupakan pendokumentasian manajemen
Terutama data yang diperoleh melalui hasil observasiyang jujur dari
pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan laboraturiumatau pemeriksaan
diagnostik lain. Catatan medis dan informsidari keluarga atau orang
lain dapatdimasukan dalam data obyektif ini. Data ini akan
memberikan bukti gejala klinis pasien dan fakta yang berhubungan
dengan diagnosis.
c. A. Analysis atau Assessment
Analysisatau Assessment (A) merupakan pendokumentasian
hasil analysis dan interpetasi (kesimpulan) dari data subyektif dan
obyektif dalam pendokumentasian manajemen kebidanan, Analysis
yang tepat dan akurat akan menjamin cepat diketahuinya perubahan
pada pasien, sehingga dapat diambil keputusan atau tindakan yang
tepat.
d. Planning atau perencanaan
Planning atau perencanaan adalah membuat rencana asuhan
saat ini dan yang akan datang. Rencana asuhan disusunberdasarkan
hasil analisis dan interpretasi data. Rencana asuhan ini bertujuan untuk
mengusahakan tercapainya kondisi pasien seoptimal mungkin dan
mempertahankan kesejahteraannya. Rencana asuhan ini harus
bisamencapai kriteria tujuan yang ingin dicapai dalam batas waktu
tertentu, tindakan yang akan dilaksanakan harus membantu pasien
mencapai kemajuan dan harus sesuai dengan hasil kolaborasi dengan
harus mencantumkan evaluasi, yaitu tafsiran dari efek tindakan yang
telah diambil untuk menilai efektifitas asuhan atau hasil pelaksanaan
tindakan, evaluasi berisi analisis hasil yang telah dicapai dan
merupakan fokus ketepatan nilai tindakan atau asuhan.
C. Teori Hukum Kewenangan Bidan
Lingkup praktik kebidanan adalah terkait erat dengan fungsi,
tanggung jawab dan aktivitas bidan yang telah mendapatkan pendidikan,
kompeten dan memiliki kewenangan untuk melaksanakanya. Bidan dalam
melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan
kewenangan yang diberikan.Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan
Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010. Tentang
Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan Bidan adalah :
1. Kewenangan Bidan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
a) Pasal 9
Bidan dalam penyelenggaraan praktik, berwenang untuk
memberikan pelayanan meliputi :
1) Pelayanan kesehatan ibu
2) Pelayanan kesehatan anak
3) Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
b) Pasal 11
1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak pra
sekolah.
2) Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berwenang untuk :
(a) Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi,
pencegahan hipotermi, inisiasi menyusui dini, injeksi vitamin
K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari),
dan perawatan tali pusat.
(b) Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera
merujuk.
(c) Penanganankegawat-daruratan,dilanjutkan dengan perujukan.
(d) Pemberian imunisasi rutin sesuai program pemerintah.
(e) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra
sekolah.
(f) Pemberian konseling dan penyuluhan.
(g) Pemberian surat keterangan kelahiran, dan Pemberian surat
keterangan kematian.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Standar
Profesi Bidan Nomor: 369/MENKES/SKIII/2007Asuhan Pada Bayi Baru
Lahir Kompetensi ke- 6 : Bidan memberikan asuhan yang bermutu
a. Pengetahuan Dasar
1) Adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan di luar uterus.
2) Kebutuhan dasar bayi baru lahir : kebersihan jalan napas, perawatan
tali pusat, kehangatan, nutrisi, “bonding & attachement”.
3) Indikator pengkajian bayi baru lahir, misalnya dari APGAR.
4) Penampilan dan perilaku bayi baru lahir.
5) Tumbuh kembang yang normal bayi baru lahir selama 1 bulan.
6) Memberikan imunisasi pada bayi.
7) Masalah yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti caput,
molding, Mongolian, spot, hemangioma.
8) Komplikasi yang lazim terjadi pada bayi baru lahir normal seperti
hypoglikemia, hypotermi, dehidrasi, diare dan infeksi, ikterus
9) Promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada bayi baru lahir
sampai 1 bulan.
10) Keuntungan dan resiko imunisasi pada bayi11)Pertumbuhan dan
perkembangan bayi premature.
11) Komplikasi tertentu pada bayi baru lahir, seperti trauma intra-cranial,
fraktur clavicula, kematian mendadak, hematoma.
b. Keterampilan Dasar
1) Membersihkan jalan nafas dan memelihara kelancaran pernafasan, dan
merawat tali pusat.
2) Menjaga kehangatan dan menghindari panas yang berlebihan.
4) Membersihkan badan bayi dan memberikan identitas.
5) Melakukan pemeriksaan fisik yang terfokus pada bayi baru lahir dan
screening untuk menemukan adanya tanda kelainan-kelainan pada
bayi baru lahir yang tidak memungkinkan untuk hidup.
6) Mengatur posisi bayi pada waktu imunisasi.
7) Memberikan imunisasi pada bayi.
8) Mengajarkan pada orang tua tentang tanda-tanda bahaya dan kapan
harus membawa bayi untuk minta pertolongan medik.
9) Melakukan tindakan pertolongan kegawat daruratan pada bayi baru
lahir seperti: kesulitan bernafas/asfiksia, hypotermi, hypoglikemia.
10) Memindahkan secara aman bayi baru lahir ke fasilitas kegawat
daruratan apabila dimungkinkan.
11) Mendokumentasikan temuan-temuan dan intervensi yang dilakukan.
c. Ketrampilan Tambahan
1) Melakukan penilaian masa gestasi.
2) Mengajarkan pada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan
bayi yang normal asuhanya.
3) Membantu orang tua dan keluarga untukmemperoleh sumber daya
yang tersedia di masyarakat.
4) Memberikan dukungan kepada orang tua selama masa berduka cita
sebagai akibat bayi dengan cacat bawaan, keguguran, atau kematian
5) Memberikan dukungan kepada orang tua selama bayinya dalam
perjalanan rujukan diakibatkan ke fasilitas perawatan kegawat
daruratan.Dalam menjalankan tuganya, bidan melakukan kolaborasi
konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan
dan kemampuanya.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan
kebidanan yaitu yang ditunjukan untuk menyelamatkan jiwa. Lingkup praktik
bidan adalah pada BBL, bayi, balita, anak, perempuan, remaja putri, wanita
pranikah, wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas, wanita pada masa
interval dan wanita menoupose (Mufdilah,2012.104)Kewenangan Bidan
dalam penanganan Bayi Baru Lahir Menurut SPK (Standar Pelayanan
Kebidanan) tahun 2005:
1. Bidan dapat melakukan pengawasan sedikitnya 2 jam setelah persalinan.
2. Semua pencatatan tersedia untuk dipelajari.
3. Menggunakan kartu ibu/pencatatan neonatus.
4. Semua pencatatan diisi lengkap dan benar.
5. Bidan terampil dalam pemeriksaan neonatus, termasuk penggunaan
APGAR SKOR.
6. Bidan terampil untuk pemberian ASI termasuk mengatur posisi mulut
bayi terhadap puting susu ibu.
7. Memberikan perlengkapan seperti sabun, air bersih, handuk, kain untuk
menyelimuti bayi dan termometer.
9. Rujuk sesuai dengan keperluan.
10. Rujuk ditindaklanjuti oleh bidan.
11. Pencegahan infeksi.