• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODOLOGI. Persyaratan Jabatan: Model Kompetensi. Nilai Jabatan: Job Value. Gaji Pokok. Atribut Individu: Kompetensi Individu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODOLOGI. Persyaratan Jabatan: Model Kompetensi. Nilai Jabatan: Job Value. Gaji Pokok. Atribut Individu: Kompetensi Individu."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Kerangka pemikiran yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah bahwa gaji pokok lebih dipengaruhi oleh person value dari pada job value. Hal ini sejalan dengan pemikiran Chingos (2002) yang menyebutkan bahwa sistem kompensasi harus mempertimbangkan jabatan, orang, kinerja, dan diperkuat oleh Jim Collins (2001) yang menyebutkan bahwa organisasi yang hebat adalah organisasi yang mempertimbangkan orang terlebih dahulu, baru apa yang dikerjakannya. Nilai jabatan sendiri ditentukan oleh nilai yang dihasilkan dari model kompetensi sebagai persyaratan jabatan, sementara person value ditentukan oleh nilai dari atribut individu pemangku jabatan, yakni berupa kompetensi yang relevan dengan jabatan yang dipegangnya. Adapun skema umum determinan gaji pokok ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Persyaratan Jabatan: Model Kompetensi Atribut Individu: Kompetensi Individu Nilai Jabatan: Job Value Person Value Gaji Pokok

Gambar 1. Skema Umum Determinan Gaji Pokok.

Penelitian ini berangkat dari cara pandang bahwa sesungguhnya yang menghasilkan kinerja dan yang menerima gaji di dalam sebuah organisasi adalah orang sebagai pemangku jabatan. Karena itulah sistem penghitungan gaji pokok seharusnya lebih ditekankan pada person value sebagai pemangku jabatan, daripada nilai jabatan itu sendiri.

Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan pada bagian Tinjauan Pustaka dapat disimpulkan bahwa gaji pokok pada umumnya ditetapkan dengan menghitung nilai jabatan terlebih dahulu. Nilai jabatan diperoleh melalui proses evaluasi jabatan, yakni serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis

(2)

untuk menentukan nilai relatif suatu jabatan terhadap jabatan-jabatan lainnya yang ada di dalam suatu organisasi.

Pada kajian literatur juga ditemukan asumsi yang digunakan pada evaluasi jabatan adalah bahwa kinerja pemangku jabatan ditetapkan sama 100%. Dengan menggunakan asumsi ini gaji pokok seorang pemangku jabatan pada nilai jabatan yang sama ditetapkan sama. Kalaupun ada perbedaan, biasanya hanya perbedaan kecil yang timbul karena ada pertimbangan pendidikan dan pengalaman kerja dari seorang pemangku jabatan. Pada era informasi dan pengetahuan sekarang ini, asumsi ini sebetulnya sudah tidak lagi relevan, karena setiap pemangku jabatan yang memiliki kompetensi berbeda berpotensi untuk menghasilkan kinerja berbeda, meskipun ditempatkan pada posisi yang sama. Seperti yang disampaikan pada bagian pendahuluan disertasi ini bahwa perbedaan kinerja pada jenis pekerjaan yang kategorinya sederhana saja menurut Covey (2006) bisa mencapai 300%. Sementara itu untuk pekerjaan yang kategori kompleksitasnya sedang bisa mencapai 1200%. Dan bahkan perbedaan kinerja yang tidak terhingga bisa terjadi pada pekerjaan dengan kategori sangat kompleks.

Memperhatikan fenomena tersebut di atas, penelitian ini mencoba merumuskan desain sistem kompensasi khususnya penghitungan gaji pokok yang berbasis kepada person value, sebagai alternatif pemikiran dalam mendukung konsep human capital di era informasi dan pengetahuan.

Tahapan Pelaksanaan

Penelitian ini diawali dengan melakukan identifikasi sistem terlebih dahulu. Identifikasi ini bertujuan untuk merumuskan skema umum determinan gaji pokok yang menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gaji pokok, seperti yang sudah ditunjukkan oleh Gambar 1 sebelumnya. Berdasakan skema umum tersebut, kegiatan penelitian dilanjutkan dengan kegiatan pemodelan kompetensi jabatan, penghitungan nilai relatif kompetensi, penghitungan nilai jabatan dan penghitungan person value sebagai determinan utama gaji pokok. Setelah itu baru dilakukan penghitungan gaji pokok sesuai dengan determinan yang sudah dihasilkan sebelumnya. Disain sistem penghitungan yang dihasilkan kemudian

(3)

diuji menggunakan pendekatan face validity. Secara ringkas tata laksana penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut :

Mulai Identifikasi Sistem Pemodelan Kompetensi Jabatan Perhitungan Nilai Relatif Kompetensi Perhitungan Job Value Perhitungan Person Value Perhitungan Gaji Pokok Pengujian Sistem Kesimpulan dan Saran Selesai

(4)

Pemodelan Kompetensi Jabatan

Pemodelan kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993) dapat dilakukan dengan beberapa metode, yakni metode survey, behavior event

interview (BEI), expert panel (panel ahli), expert system (sistem pakar) dan

observasi (pengamatan). Masing-masing metode pemodelan kompetensi memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Metode survey misalnya memiliki keunggulan karena prosesnya dapat lebih cepat dan murah. Disamping itu pelibatan karyawan di dalam survey juga dapat memberikan dampak positif dari sapek komitmen karyawan. Tetapi kelemahan dari metode survey adalah keterbatasan data yang diperoleh dari kuesioner yang dibagikan. Jika informasi yang ingin digali lebih banyak, survey juga bisa menjadi tidak efisien untuk dilakukan.

Metode behavior event interview (BEI) memiliki keunggulan pada kedalaman informasi yang dihasilkan. Metode ini juga memberikan informasi tentang algoritma berfikir para responden yang biasanya dipilih karena perbedaan kinerja mereka yang superior dibandingkan dengan kinerja rata-rata. Melalui BEI juga bisa dihasilkan bahan dan informasi yang sangat berguna untuk kepentingan assessment dan pengembangan karyawan. Informasi ini dapat dimanfaatkan oleh pusat pengkajian dan pengembangan karyawan dalam menemukan cara-cara yang efektif untuk kepentingan pengembangan. Adapun kelemahan dari metode BEI terletak pada banyaknya waktu dan biaya yang diperlukan untuk melaksanakannya. Karena itu, biasanya untuk organisasi yang besar dan memiliki banyak sekali jabatan, metode ini menjadi sulit untuk dilakukan.

Metode panel ahli memiliki keunggulan dari aspek kecepatan dan efisiensi proses. Kelemahan dari metode ini terletak pada kemungkinan perbedaan sudut pandang dari masing-masing ahli dan kemungkinan mereka terjebak dalam motherhood statement. Tetapi menurut Lohman (2004), kelemahan ini sekaligus dapat dijadikan kekuatan, bila metode panel ahli didukung oleh sistem pengambilan keputusan yang dapat diandalkan. Dibandingkan dengan pendapat seseorang (single rater), Kipley dan Lowis

(5)

(2008) menyatakan bahwa multi rater (panel ahli) dapat memberikan kelengkapan sudut pandang terhadap aspek yang dinilai, dilihat dari sudut pandang yang berbeda.

Dengan pertimbangan cost-effectiveness (efektivitas biaya), metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode expert panel (panel ahli). Panel ahli dapat berasal dari pemangku jabatan, atasan dari pemangku jabatan, orang yang pernah menjadi pemangku jabatan, perancang organisasi atau konsultan ahli yang memahami ruang lingkup dari jabatan atau yang memahami teori organisasi.

Kamus kompetensi yang digunakan adalah kamus kompetensi pembeda (differentiating competency) yang dikembangkan oleh Spencer & Spencer (1993) dan sudah dikontekstualkan dalam penelitian ini untuk keperluan PT XYZ. Keduapuluh kompetensi pembeda tersebut adalah orientasi berprestasi, kepedulian terhadap keteraturan, inisiatif, pencarian informasi, pemahaman hubungan antar manusia, orientasi pada pelayanan pelanggan, dampak dan pengaruh, pemahaman keorganisasian, membangun jejaring, mengembangkan orang lain, pengarahan, kerjasama, kepemimpinan, pemikiran analitis, pemikiran konseptual, pengendalian diri, keyakinan diri, fleksibilitas, komitmen berorganisasi dan pengembangan keahlian.

Kontekstualisasi kamus kompetensi dengan kebutuhan PT XYZ dimaksudkan untuk menyesuaikan istilah-istilah dan membuat kesepakatan berkaitan dengan jumlah level atau tingkatan kompetensi yang akan dijadikan konevensi oleh PT XYZ.

Proses kontekstualisasi kamus kompetensi dilakukan melalui Focus Group

Discusion (FGD) yang dilakukan oleh panel ahli. Panel ahli yang dipilih dalam

penelitian ini adalah Senior Manager Sumberdaya Manusia dari sub-holding

company, yang juga menjadi perancang organisasi PT XYZ, General Manager PT

XYZ yang mewakili direksi sebagai pimpinan tertinggi operasional PT XYZ di lokasi pabrik dan seorang konsultan ahli organisasi yang sudah berpengalaman lebih dari 20 tahun termasuk lebih dari 5 tahun di perusahaan berbasis agroindustri. Secara teori tidak ada batasan jumlah yang pasti mengenai berapa

(6)

orang ahli yang sebaiknya tergabung di dalam panel ahli. Karena studi pemodelan kompetensi merupakan studi kualitatif, yang lebih penting adalah kualitas keahlian yang dimiliki oleh ahli yang tergabung di dalam panel, termasuk keterterimaan atau pengakuan manajemen perusahaan kepada mereka. ditetapkan bahwa setiap kompetensi memiliki 5 (lima) level atau tingkatan kedalaman kompetensi. Pada setiap level kemudian didefinisikan indikator perilaku yang kemudian disepakati menjadi kamus kompetensi yang akan digunakan pada tahap selanjutnya.

Kamus kompetensi inilah yang kemudian dimodelkan pada masing-masing jabatan yang ada di ruang lingkup studi. Pemodelan kompetensi adalah proses menentukan kompetensi yang paling relevan (dibutuhkan) untuk setiap jabatan. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam hal ini antara lain adalah metode ranking, metode pembobotan dan point allocation (alokasi poin).

Dengan menggunakan metode ranking, panel ahli cukup memeringkat semua kompetensi yang ada pada kamus kompetensi berdasarkan kepentingannya terhadap suatu jabatan. Ranking pertama adalah kompetensi yang dianggap paling dibutuhkan oleh jabatan tertentu sedangkan ranking terakhir adalah kompetensi yang dianggap paling tidak dibutuhkan oleh jabatan tersebut. Kemudian panel ahli dapat menyepakati sampai ranking berapa kompetensi dimasukkan sebagai model kompetensi pada suatu jabatan. Metode ini relatif mudah untuk digunakan. Namun metode ranking memiliki kelemahan, yakni kita tidak bisa memperoleh informasi perbedaan nilai relatif antar dua ranking yang berbeda. Misalnya perbedaan dari ranking 1 (satu) ke ranking 2 (dua) tidak bisa diketahui sama atau tidak dengan perbedaan dari ranking 2 (dua) ke ranking 3 (tiga), dan begitu seterusnya. Sementara itu untuk menentukan person value ataupun nilai jabatan, informasi menyangkut perbedaan nilai relatif ini sangat dibutuhkan.

Metode pembobotan dapat menjawab perbedaan nilai relatif antar kompetensi, sesuai dengan bobot yang diberikan oleh panel ahli pada masing-masing kompetensi. Bobot tertinggi diberikan pada kompetensi yang dianggap paling relevan (dibutuhkan) oleh suatu jabatan dan bobot paling rendah diberikan pada kompetensi yang dianggap paling tidak dibutuhkan oleh jabatan tersebut.

(7)

Kemudian panel ahli dapat menyepakati berapa persen bobot kompetensi secara akumulatif yang akan dimasukkan sebagai model kompetensi suatu jabatan. Namun karena bobot diberikan secara subjektif, sulit melakukan kontrol terhadap kualitas hasil yang diperoleh. Sehingga hal ini bisa menimbulkan penolakan dari manajemen atau karyawan jika mereka meragukan kredibilitas dari ahli yang ditunjuk.

Sama halnya dengan metode pembobotan, metode alokasi poin juga dapat memberikan informasi nilai relatif suatu kompetensi dibandingkan dengan kompetensi lainnya terhadap kebutuhan jabatan. Misalnya poin yang akan dialokasikan adalah 1000 (seribu), maka panel ahli diminta mengalokasikan sejumlah poin tertentu kepada setiap kompetensi yang ada di kamus kompetensi berdasarkan derajat kepentingannya terhadap suatu jabatan tertentu. Poin yang lebih banyak dialokasikan pada kompetensi yang paling penting untuk suatu jabatan dan poin yang paling sedikit dialokasikan pada kompetensi yang dianggap paling tidak dibutuhkan oleh jabatan tersebut. Pada akhir proses, semua poin yang 1000 (seribu) tadi harus habis dialokasikan kepada semua kompetensi yang ada pada kamus kompetensi. Selanjutnya panel ahli menyepakati jumlah poin maksimum yang secara komulatif mewakili kompetensi yang akan ditetapkan sebagai model kompetensi jabatan. Kelemahan dari metode ini juga sama dengan metode pembobotan, yakni karena bobot diberikan secara subjektif, sulit melakukan kontrol terhadap kualitas hasil yang diperoleh.

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Pairwaise

Comparisson menggunakan skala Analytical Hierarchy Process (AHP).

Penggunaan metode AHP dapat menjawab kelemahan dari metode pembobotan dan alokasi poin karena kontrol kualitas dari masing-masing rater dapat dilakukan melalui penghitungan consistency ratio. Rater yang memiliki consistency ratio lebih besar dari 0.1 dapat dikatakan sebagai rater yang tidak konsisten dan dapat dikeluarkan dari perhitungan. Dengan demikian, kredibilitas dari hasil yang diperoleh melalui multi rater yang tergabung dalam panel ahli dapat dipertahankan di mata manajemen atau karyawan.

(8)

Panel ahli terlebih dahulu melakukan Focus Group Discusion (FGD) untuk menentukan jumlah kompetensi yang akan diproses menggunakan AHP. Panel menyepakati untuk tidak memproses semua kompetensi yang ada pada kamus kompetensi, melainkan dengan melakukan seleksi awal terlebih dahulu. Seleksi awal yang dimaksud adalah masing-masing ahli mengusulkan sejumlah kompetensi yang dianggap paling dibutuhkan pada masing-masing jabatan. Semua kompetensi yang diusulkan oleh semua ahli inilah yang akan diproses menggunakan multi rater AHP (analytical hierarchy process) untuk melihat derajat kepentingan masing-masing kompetensi pada setiap jabatan yang dimodelkan. Dalam hal ini panel ahli menyepakati bahwa masing-masing ahli yang tergabung di dalam panel ahli pada waktu seleksi awal diminta mengusulkan 6 (enam) kompetensi yang dianggap paling dibutuhkan oleh setiap jabatan yang ada di dalam ruang lingkup studi. Kesepakatan ahli untuk mengidentifikasi 6 (enam) kompetensi ini didasarkan atas pemikiran bahwa secara terpisah mereka perlu mengidentifikasi 30% dari 20 (dua puluh) kompetensi yang ada.

Setelah masing-masing ahli mengidentifikasi 6 (enam) kompetensi, kemudian dirumuskan himpunan semestanya, yakni semua kompetensi yang masuk di dalam daftar usulan semua ahli. Selanjutnya semua kompetensi tadi dibobot kepentingannya oleh panel ahli secara terpisah berkaitan dengan kebutuhan jabatan yang dicerminkan oleh uraian jabatan yang ada, menggunakan pendekatan multi rater AHP (Analytical Hierarchy Process). Proses AHP dilakukan dengan membandingkan satu persatu masing-masing kompetensi (pair

(9)

Tabel 1. Skala nilai perbandingan berpasangan

Nilai Keterangan

1 Kompetensi pertama dianggap sama penting dengan kompetensi kedua.

3 Kompetensi pertama dianggap sedikit lebih penting dari kompetensi kedua.

5 Kompetensi pertama dianggap jelas lebih penting dari kompetensi kedua.

7 Kompetensi pertama dianggap sangat jelas lebih penting daripada kompetensi kedua.

9 Kompetensi pertama dianggap mutlak lebih penting daripada kompetensi kedua.

2,4,6,8 Apabila ragu-ragu diantara nilai yang berkekatan.

1/(2-9) Kebalikan dari keterangan nilai 2-9.

Proses agregasi nilai dari ketiga ahli ini dilakukan dengan perhitungan rata-rata geometri terhadap pendapat ahli yang sudah konsisten. Pemilihan metode rata-rata geometri ini sesuai dengan hasil kajian yang dilakukan pada bagian tinjauan pustaka.

Hasil dari proses AHP adalah daftar kompetensi yang dibutuhkan pada masing-masing jabatan yang kemudian diurutkan berdasarkan bobot kepentingannya dari yang paling besar ke yang paling kecil, sesuai dengan hasil agregasi pendapat ahli. Langkah selanjutnya adalah menentukan berapa banyak kompetensi yang akan ditetapkan sebagai model kompetensi jabatan. Melalui FGD ditetapkan bahwa kompetensi model adalah kompetensi yang secara akumulatif mewakili 80% bobot kompetensi yang dibutuhkan oleh suatu jabatan. Angka threshold (ambang) 80% ini ditetapkan oleh panel ahli dengan pemikiran yang sejalan dengan pareto rule (hukum pareto), yakni ada sekitar 20%

(10)

kompetensi yang mempengaruhi 80% sukses dari pemangku jabatan. Menurut Juran (1992) hukum pareto dapat ditemui pada berbagai situasi. Secara sederhana prinsip pareto menyebutkan bahwa bahwa 80 % dari akibat yang kita terima ditimbulkan dari 20% usaha atau penyebab dari tindakan kita. Dalam aspek pemasaran misalnya 20% pelanggan memberikan kontribusi pada 80% pendapatan perusahaan. Begitupun dalam sebuah organisasi 20% karyawan menentukan 80% hasil yang diperoleh oleh organisasi tersebut.

Setelah kompetensi untuk masing-masing jabatan berhasil diidentifikasi, panel ahli kemudian melakukan FGD untuk menetapkan level (tingkatan) masing-masing kompetensi pada masing-masing-masing-masing jabatan, untuk melengkapi model kompetensi jabatan. Adapun yang dijadikan pertimbangan di dalam menetapkan

level kompetensi yang dibutuhkan adalah uraian jabatan, yang juga digunakan

pada waktu menetapkan model kompetensi jabatan.

Secara ringkas proses pemodelan kompetensi jabatan ini dapat dilihat pada Gambar 4 berikut :

(11)

Gambar 4. Bagan Alir Pemodelan Kompetensi Jabatan Selesai Mulai Kamus Kompetensi Umum (Referensi) Kontekstualisasi Kamus Kompetensi Kamus Kompetensi untuk PT XYZ Seleksi Awal Kompetensi untuk Tiap Jabatan Daftar Kompetensi Terpilih untuk Tiap

Jabatan

Pair Comparison

menggunakan

Multirater AHP

Model Kompetensi untuk Tiap Jabatan

(12)

Penghitungan Nilai Relatif Kompetensi

Proses penghitungan nilai relatif kompetensi bertujuan untuk menentukan nilai masing-masing kompetensi dikaitkan dengan kebutuhan PT XYZ dalam melaksanakan strategi bisnisnya. Prinsip dari penghitungan nilai relatif kompetensi ini sebetulnya sama dengan proses yang dilakukan pada pemodelan kompetensi. Dalam hal ini metode ranking, metode pembobotan dan point

allocation (alokasi poin) juga dapat digunakan. Meskipun demikian, dengan

mempertimbangkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing metode, dalam penelitian ini penulis juga menggunakan metode pair wise comparison (perbandingan berpasangan) menggunakan skala AHP. Dalam hal ini yang menjadi rater (ahli) adalah Senior Manager SDM sub-holding, yang dianggap sebagai pihak yang paling berkepentingan dan netral, mewakili manajemen perusahaan.

Setelah nilai relatif kompetensi diperoleh melalui metode AHP, nilai masing-masing kompetensi tersebut kemudian didistribusikan pada level 1 (satu) sampai dengan 5 (lima). Panel ahli menyepakati bahwa setiap kompetensi memiliki level (tingkatan) dari 1 (satu) sampai dengan 5 (lima), dari tingkatan yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Dalam hal ini jarak antara level 1 (satu) ke level 2 (dua) ditetapkan lebih dekat dibandingkan jarak antara level 2 (dua) ke level 3 (tiga). Begitu seterusnya bahwa jarak antara level 2 (dua) ke level 3 (tiga) lebih dekat dibandingkan jarak antara level 3 (tiga) ke level 4 (empat) dan jarak antara level 3 (tiga) ke level 4 (empat) lebih dekat dibandingkan jarak antara

level 4 (empat) ke level 5 (lima). Kesimpulan ini diambil dengan asumsi bahwa

untuk meningkatkan kompetensi dari level 1 (satu) ke level 2 (dua) dianggap lebih mudah dibandingkan dengan meningkatkan kompetensi dari level 2 (dua) ke level 3 (tiga). Begitu juga bahwa upaya untuk meningkatkan kompetensi dari level 2 (dua) ke level 3 (tiga) lebih mudah dibandingkan dengan meningkatkan kompetensi dari level 3 (tiga) ke level 4 (empat) dan meningkatkan kompetensi dari level 3 (tiga) ke level 4 (empat) lebih mudah dibandingkan dengan meningkatkan kompetensi dari level 4 (empat) ke level 5 (lima). Melalui focused

(13)

group discussion (FGD), panel ahli kemudian menyepakati bahwa fungsi

eksponensial mewakili kondisi ini. Dengan demikian, nilai masing-masing kompetensi didistribusikan secara eksponensial pada level 1 (satu) sampai dengan

level 5 (lima), sesuai dengan nilai relatif kompetensi yang sudah dihasilkan pada

proses sebelumnya, sehingga dihasilkan tabel nilai kompetensi untuk PT XYZ.

Secara singkat proses penghitungan nilai relatif kompetensi dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :

Gambar 5. Diagram Input-Output Penghitungan Nilai Relatif Kompetensi

Penghitungan Job Value

Perhitungan job value masing-masing jabatan dilakukan dengan merumuskan formula umum penghitungan job value terlebih dahulu. Setelah formula dihasilkan, semua jabatan yang ada di PT XYZ dihitung job value-nya menggunakan formula dimaksud. Hasil yang diharapkan dari proses ini adalah tabel job value yang menunjukkan nilai relatif masing-masing jabatan terhadap jabatan lainnya di PT XYZ.

Kamus Kompetensi PT XYZ Strategi Bisnis PT XYZ Pair Comparison menggunakan AHP Nilai Relatif Kompetensi untuk PT XYZ

(14)

Adapun formula perhitungan Job Value ditetapkan sebagai berikut :

Vj

Dimana :

=

Vj

= nilai kompetensi ke-i sesuai model kompetensi = Job Value

= jumlah kompetensi pada model kompetensi jabatan

Diagram input-output penghitungan Job Value dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini :

Gambar 6. Diagram Input-Output Penghitungan Job Value

Penghitungan Person Value

Perhitungan person value pemangku jabatan dilakukan dengan merumuskan formula umum penghitungan person value terlebih dahulu. Kemudian seorang pemangku jabatan yang akan dihitung person value-nya, dievaluasi kompetensinya terlebih dahulu sesuai dengan model kompetensi jabatan pada jabatan yang ditugaskan kepadanya. Dengan demikian perhitungan Person Value

Model Kompetensi Jabatan Nilai Relatif Kompetensi Penghitungan Job Value

V

j

=

Job Value (Nilai Jabatan)

(15)

dilakukan dengan memasukkan hasil penilaian kompetensi individu ke dalam nilai relatif kompetensi sesuai dengan model kompetensi jabatan masing-masing, dengan formula :

V

P

=

Dimana :

VP

= nilai kompetensi ke-i pemangku jabatan sesuai model kompetensi jabatan = Person Value dari pemangku jabatan

= jumlah kompetensi sesuai model kompetensi jabatan

Adapun diagram input-output penghitungan Person Value dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini :

(16)

Gambar 7. Diagram Input-Output Penghitungan Person Value Mulai Model Kompetensi Jabatan Evaluasi Kompetensi Pemangku Jabatan Sesuai Model Kompetensi Jabatan Menghitung Person

Value Pemangku Jabatan

Nilai Relatif Kompetensi untuk

PT XYZ

Person Value

(17)

Evaluasi kompetensi menurut Spencer & Spencer (1993) dapat dilakukan dengan beberapa metode, misalnya Assessment Centers, Behavioral Interview,

Work-sample Test, Ability Tests, Modern Personality Tests, Biodata, References dan Interviews (Non-behavioral). Masing-masing pendekatan memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Meskipun demikian, kalau dilihat dari validitas korelasi dari hasil evaluasi kompetensi terhadap kinerja, maka perbandingan antara masing-masing metode dapat dilihat pada Tabel 45 berikut :

Tabel 45. Perbandingan validitas metode evaluasi kompetensi

Metode r

Assessment Centers .65

Behavioral Interviews .48 - .61

Work-sample Tests .54

Ability Tests .53

“Modern” Personality Tests .39

Biodata .38

References .23

Interviews (non-behavioral) .05 - .19

r : validitas korelasi dengan kinerja

Dalam penelitian ini evaluasi kompetensi tidak dilakukan kepada seluruh pemangku jabatan yang ada. Evaluasi hanya dilakukan pada 4 (empat) orang pemangku jabatan, yang mewakili masing-masing 1 (satu) tingkatan manajerial berbeda, mulai dari general manager, manager, superintendent dan supervisor.

(18)

Adapun metode yang dilakukan adalah metode referensi, dengan nara sumber adalah Senior Manager SDM dari perusahaan sub-holding PT XYZ yang dalam memberikan pendapatnya juga berdiskusi dengan General Manager PT XYZ.

Penghitungan Gaji Pokok

Perhitungan gaji pokok dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun formula gaji pokok yang dipengaruhi oleh job value, person value dan faktor anggaran sebagai constrain (faktor pembatas). Hasil dari proses ini adalah gaji pokok masing-masing pemangku jabatan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Formula umum penghitungan gaji pokok yang ditetapkan adalah sebagai berikut :

S = C

B

[wV

P

+ (1-w) V

j

]

Dimana :

S = Salary (Gaji Pokok) CB

w = weight of person value (Bobot dari Person Value)

= Constanta of Budget Factor (Konstanta Faktor Anggaran)

VP

V

= Person Value dari Pemangku Jabatan

j = Job Value (Nilai Jabatan)

Diagram input-output penghitungan gaji pokok dapat dilihat pada Gambar 8 berikut ini :

(19)

Gambar 8. Diagram Input-Output Penghitungan Gaji Pokok

Dalam penelitian ini, Bobot dari Person Value (w) ditetapkan 80%. Penetapan ini dilakukan melalui FGD, dimana panel menyepakati bahwa prinsip pareto juga berlaku dalam hal penghitungan gaji pokok, dimana 80% gaji ditentukan oleh person value dan 20% ditentukan oleh job value.

Adapun faktor anggaran (CB) diperoleh dengan asumsi bahwa gaji pokok

tertinggi melalui metode ini ditetapkan sama dengan kondisi yang ada saat ini di PT XYZ.

Pengujian Sistem

Pengujian sistem dilakukan dengan pendekatan face validity menggunakan metode Net Promoter Score (NPS) yang dikembangkan oleh Fred Reichheld dalam bukunya The Ultimate Questions (2006). Adapun pertanyaan standar yang dikembangkan oleh Reichheld berbunyi “Seberapa besar keinginan anda untuk

Mulai Tetapkan Bobot

Person Value melalui FGD

Hitung Gaji Pokok Karyawan dengan formula :

S = CB [wVP+ (1-w) Vj]

Person Value Job Value

Gaji Pokok

(20)

merekomendasikan “sesuatu” ini kepada rekan anda?”. Sesuatu disini dapat berupa produk atau jasa, perusahaan, orang, sistem dan lain sebagainya. Rating penilaiannya adalah berkisar antara 0-10. Responden yang menjawab 9-10 disebut Promoter, yang menjawab 7-8 disebut Passive dan 0-6 disebut Detractor. NPS adalah jumlah Promoter (P) dikurangi dengan Detractor (D). Jika NPS lebih besar dari 0, maka dapat dikatakan bahwa “sesuatu” ini dapat diterima atau direkomendasikan atau dapat diandalkan menurut responden.

Desain Sistem Kompensasi Human Capital Berbasis Person Value ini dipresentasikan di hadapan praktisi SDM secara utuh, kemudian kepada mereka diberikan kuesioner dengan pertanyaan “Seberapa besar keinginan anda untuk merekomendasikan sistem ini diterapkan di perusahaan Anda?” dengan rating 0-10. Responden yang menjawab 9-10 disebut Promoter, yang menjawab 7-8 disebut Passive dan 0-6 disebut Detractor. NPS adalah jumlah Promoter (P) dikurangi dengan Detractor (D). Jika NPS lebih besar dari 0, maka dapat dikatakan bahwa sistem ini valid dan dapat diandalkan.

Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data sekunder adalah berupa struktur organisasi PT XYZ dan Uraian Jabatan dari semua jabatan manajerial yang ada di perusahaan tersebut. Dalam hal ini ada 20 (dua puluh) jabatan manajerial yang diidentifikasi uraian jabatannya.

Agar mempermudah proses pengumpulan data, dalam penelitian ini menggunakan aplikasi komputer berbasis web dengan menggunakan bahasa pemrograman php. Pengambilan data berlangsung sejak bulan Juli sampai dengan akhir Oktober 2010.

Pengumpulan data sekunder berupa struktur organisasi dan uraian jabatan dilakukan pada saat dalam penelitian ini melakukan kunjungan ke lokasi pabrik. Sementara itu pengumpulan data primer berupa pendapat panel ahli terhadap aspek-aspek yang diteliti dilakukan di Jakarta. Penjelasan tentang proses dan metodologi penelitian kepada para pakar yang tergabung di dalam panel ahli

(21)

dilakukan di kantor pusat perusahaan, sedangkan proses pengambulan data dari panel ahli dilakukan menggunakan aplikasi yang berbasis web.

Proses pengolahan data dilakukan di Jakarta sejak akhir Oktober 2010 sampai dengan akhir Desember 2010. Pengolahan data yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pengolahan terhadap data kompetensi jabatan dan nilai relatif kompetensi terhadap kebutuhan organisasi yang diperoleh dari masing-masing ahli yang kemudian diagregasi sebagai nilai panel ahli.

Gambar

Gambar 2. Tahapan penelitian
Gambar 5. Diagram Input-Output Penghitungan Nilai Relatif Kompetensi
Gambar 8. Diagram Input-Output Penghitungan Gaji Pokok

Referensi

Dokumen terkait

dilakukan agar proses kebijakan secara keseluruhan dapat berlangsung secara baik. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh

Hasil dari penelitian ini adalah (1) Metode pembelajaran dalam perspektif Nabi Muhammad SAW diantaranya terdapat metode ceramah, metode diskusi, metode eksperimen,

Dalam hal ini dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa di pada masyarakat multicultural pada keberagamaan sangat dibutuhkan prinsip komunikasi dalam perspektif alquran sebagai

Bagi pimpinan perusahaan, diharapkan dapat mempertahankan kinerja dan gaya kepemimpinan transformasional yang tergolong tinggi dengan cara meningkatkan karisma

Hasil ini juga sesuai dengan penelitian Proenca dkk di mana subjek non perokok dan perokok berat memiliki perbedaan rerata waktu transportasi mukosiliar sebesar 4 menit

Berbeda dengan jaman orde lama, pada jaman orde baru Pancasila dijadikan oleh para penguasa tidak lebih dari sebagai ideologi politik, Lebih tepatnya ideologi

Jacob (2013), dalam penelitiannya mengenai analisis laporan keuangan dengan menggunakan metode CAMEL untuk menilai tingkat kesehatan perbankan, penelitian ini