• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

5

Secara definisi di UU Energi : Sumber energi terbarukan adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, ailiran air dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan, laut (www.mail-archive.com).

2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)

Matahari merupakan satu-satunya sumber energi bagi bumi dan juga sumber beberapa energi primer seperti energi hidro, energi angin, energi radiasi matahari, dan energi biomasa. Pembangkit listrik tenaga surya yaitu mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik. Cahaya matahari merupakan salah satu bentuk energi dari sumber daya alam. Sumber daya alam matahari ini sudah banyak digunakan untuk memasok daya listrik di satelit komunikasi melalui sel surya. Sel surya ini dapat menghasilkan energi listrik dalam jumlah yang tidak terbatas langsung diambil dari matahari tanpa ada bagian yang berputar dan tidak memerlukan bahan bakar, sehingga sistem sel surya sering dikatakan bersih dan ramah lingkungan (Mulyanto, 2000).

(2)

Gambar 2.1 Sekema PLTS Sumber : http://www.tenagasuryainfo.com

2.2.1 Komponen-komponen PLTS A. Solar sel

Gambar 2.2 Solar sel

(3)

Sebelum membahas sistem pembangkit listrik tenaga surya, pertama-tama akan dijelaskan secara singkat komponen penting dalam sistim ini yang berfungsi sebagai perubah energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Listrik tenaga matahari dibangkitkan oleh komponen yang disebut solar cell yang besarnya sekitar 10 ~ 15 cm persegi. Komponen ini mengkonversikan energi dari cahaya matahari menjadi energi listrik. Solar cell merupakan komponen vital yang umumnya terbuat dari bahan semikonduktor. multicrystalline silicon adalah bahan yang paling banyak dipakai dalam industri solar cell. Multicrystalline dan monocrystalline silicon menghasilkan efisiensi yang relativ lebih tinggi daripada amorphous silicon.

Sedangkan amorphus silicon dipakai karena biaya yang relativ lebih rendah. Selain dari bahan nonorganik diatas dipakai pula molekul-molekul organik walaupun masih dalam tahap penelitian.Sebagai salah satu ukuran performansi solar cell adalah efisiensi. Yaitu prosentasi perubahan energi cahaya matahari menjadi energi listrik. Efisiensi dari solar cell yang sekarang diproduksi sangat bervariasi. Monocrystalline silicon mempunyai efisiensi 12~15 %. Multicrystalline silicon mempunyai efisiensi 10~13 %. Amorphous silicon mempunyai efisiensi 6~9 %. Tetapi dengan penemuan metode-metode baru sekarang efisiensi dari multicrystalline silicon dapat mencapai 16.0 % sedangkan monocrystalline dapat mencapai lebih dari 17 %. Bahkan dalam satu konferensi pada September 2000, perusahaan Sanyo mengumumkan bahwa mereka akan memproduksi solar cell yang mempunyai efisiensi sebesar 20.7 %. Ini merupakan efisiensi yang terbesar yang pernah dicapai. Tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu solar cell sangat kecil maka beberapa solar cell harus digabungkan sehingga terbentuklah satuan komponen yang disebut module.

Produk yang dikeluarkan oleh industri-industri solar cell adalah dalam bentuk module ini. Pada applikasinya, karena tenaga listrik yang dihasilkan oleh satu module masih cukup kecil (rata-rata maksimum tenaga listrik yang dihasilkan 130 W) maka dalam pemanfaatannya beberapa module digabungkan dan terbentuklah apa yang disebut array. Sebagai contoh untuk menghasilkan listrik sebesar 3 kW dibutuhkan array seluas kira-kira 20 ~ 30 meter persegi. Secara

(4)

lebih jelas lagi, dengan memakai module produksi Sharp yang bernomor seri NE-J130A yang mempunyai efisiensi 15.3% diperlukan luas 23.1 𝑚2 untuk menghasilkan listrik sebesar 3.00 kW. Besarnya kapasitas PLTS yang ingin dipasang menambah luas area pemasangan.Untuk lebih jelasnya, hirarki module dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini.

Gambar 2.3 Hirarki Module Sumber : http://www.cell-module-array

B. Alat Pengatur Daya(charge controller)

Gambar 2.4 Alat pengatur daya

(5)

Solar Charge Controller adalah peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur arus searah yang diisi ke baterai dan diambil dari baterai ke beban. Solar charge controller mengatur overcharging (kelebihan pengisian - karena batere sudah 'penuh') dan kelebihan voltase dari panel surya. Kelebihan voltase dan pengisian akan mengurangi umur baterai. Solar charge controller menerapkan teknologi Pulse width modulation (PWM) untuk mengatur fungsi pengisian baterai dan pembebasan arus dari baterai ke beban. Solar panel 12 Volt umumnya memiliki tegangan output 16 - 21 Volt. Jadi tanpa solar charge controller, baterai akan rusak oleh over-charging dan ketidakstabilan tegangan. Baterai umumnya di-charge pada tegangan 14 - 14.7 Volt.

Fungsi Solar Charge Controller

Beberapa fungsi detail dari solar charge controller adalah sebagai berikut:

 Mengatur arus untuk pengisian ke baterai, menghindari overcharging, dan overvoltage.

 Mengartur arus yang dibebaskan/ diambil dari baterai agar baterai tidak 'full discharge', dan overloading.

 Monitoring temperatur baterai

Untuk membeli solar charge controller yang harus diperhatikan adalah:  Voltage 12 Volt DC / 24 Volt DC

 Kemampuan (dalam arus searah) dari controller. Misalnya 5 Ampere, 10 Ampere, dsb.

 Full charge dan low voltage

Seperti yang telah disebutkan di atas solar charge controller yang baik biasanya mempunyai kemampuan mendeteksi kapasitas baterai. Bila baterai sudah penuh terisi maka secara otomatis pengisian arus dari panel sel surya berhenti. Cara deteksi adalah melalui monitor level tegangan batere. Solar charge controller akan mengisi baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali. Solar Charge Controller biasanya terdiri dari : 1 input(2 terminal) yang terhubung dengan output panel sel

(6)

surya, 1 output(2 terminal) yang terhubung dengan baterai / aki dan 1 output(2 terminal) yang terhubung dengan beban (load). Arus listrik DC yang berasal dari baterai tidak mungkin masuk ke panel sel surya karena biasanya ada 'diode protection' yang hanya melewatkan arus listrik DC dari panel sel surya ke baterai, bukan sebaliknya. Charge Controller bahkan ada yang mempunyai lebih dari 1 sumber daya, yaitu bukan hanya berasal dari matahari, tapi juga bisa berasal dari tenaga angin ataupun mikro hidro.

Di pasaran sudah banyak ditemui charge controller 'tandem' yaitu mempunyai 2 input yang berasal dari matahari dan angin. Untuk ini energi yang dihasilkan menjadi berlipat ganda karena angin bisa bertiup kapan saja, sehingga keterbatasan waktu yang tidak bisa disuplai energi matahari secara full, dapat disupport oleh tenaga angin. Bila kecepatan rata-rata angin terpenuhi maka daya listrik per bulannya bisa jauh lebih besar dari energi matahari.

Teknologi Solar Charge Controller

Ada dua jenis teknologi yang umum digunakan oleh solar charge controller:  PWM (Pulse Wide Modulation), seperti namanya menggunakan 'lebar' pulse

dari on dan off elektrikal, sehingga menciptakan seakan-akan sine wave electrical form.

 MPPT (Maximun Power Point Tracker), yang lebih efisien konversi DC to DC (Direct Current). MPPT dapat mengambil maximun daya dari PV. MPPT charge controller dapat menyimpan kelebihan daya yang tidak digunakan oleh beban ke dalam baterai, dan apabila daya yang dibutuhkan beban lebih besar dari daya yang dihasilkan oleh PV, maka daya dapat diambil dari baterai.

Kelebihan MPPT dalam ilustrasi ini: Panel surya ukuran 120 Watt, memiliki karakteristik Maximun Power Voltage 17.1 Volt, dan Maximun Power Current 7.02 Ampere. Dengan solar charge controller selain MPPT dan tegangan batere 12.4 Volt, berarti daya yang dihasilkan adalah 12.4 Volt x 7.02 Ampere = 87.05 Watt. Dengan MPPT, maka Ampere yang bisa diberikan adalah sekitar 120W : 12.4 V = 9.68 Ampere.

(7)

Stage Control, dengan relay ataupun transistor. Fungsi relay adalah meng-short ataupun men-disconnect baterai dari panel surya

Cara Kerja Charge Controller

Solar charge controller, adalah komponen penting dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Solar charge controller berfungsi untuk:

 Charging mode: Mengisi baterai (kapan baterai diisi, menjaga pengisian kalau baterai penuh).

 Operation mode: Penggunaan baterai ke beban (pelayanan baterai ke beban diputus kalau baterai sudah mulai 'kosong').

Charging Mode Solar Charge Controller

Dalam charging mode, umumnya baterai diisi dengan metoda three stage charging:

 Fase bulk: baterai akan di-charge sesuai dengan tegangan setup (bulk - antara 14.4 - 14.6 Volt) dan arus diambil secara maksimun dari panel surya. Pada saat baterai sudah pada tegangan setup (bulk) dimulailah fase absorption.

 Fase absorption: pada fase ini, tegangan baterai akan dijaga sesuai dengan tegangan bulk, sampai solar charge controller timer (umumnya satu jam) tercapai, arus yang dialirkan menurun sampai tercapai kapasitas dari baterai.  Fase flloat: baterai akan dijaga pada tegangan float setting (umumnya 13.4 -

13.7 Volt). Beban yang terhubung ke baterai dapat menggunakan arus maksimun dari panel surya pada stage ini.

Sensor Temperatur Baterai Charge Controller

Untuk solar charge controller yang dilengkapi dengan sensor temperatur baterai. Tegangan charging disesuaikan dengan temperatur dari baterai. Dengan sensor ini didapatkan optimun dari charging dan juga optimun dari usia baterai. Apabila solar charge controller tidak memiliki sensor temperatur baterai, maka tegangan charging perlu diatur, disesuaikan dengan temperatur lingkungan dan jenis baterai.

(8)

Mode Operation Solar Charge Controller

Pada mode ini, baterai akan melayani beban. Apabila ada over-discharge ataun over-load, maka baterai akan dilepaskan dari beban. Hal ini berguna untuk mencegah kerusakan dari baterai.

C. Batree/Baterai

Gambar 2.5 Gambar Batree

Sumber : http://www .tenagasurya.com/index.php/Accu

Baterai adalah alat penyimpan tenaga listrik arus searah ( DC ). Ada beberapa jenis batree / aki di pasaran yaitu jenis aki basah/konvensional, hybrid dan MF(Maintenance Free). Aki basah/konvensional berarti masih menggunakan asam sulfat (H2SO4) dalam bentuk cair. Sedangkan aki MF sering disebut juga aki kering karena asam sulfatnya sudah dalam bentuk gel/selai. Dalam hal mempertimbangkan posisi peletakkannya maka aki kering tidak mempunyai kendala, lain halnya dengan aki basah. Aki konvensional juga kandungan timbalnya (Pb) masih tinggi sekitar 2,5%untuk masing-masing sel positif dan negatif.

Sedangkan jenis hybrid kandungan timbalnya sudah dikurangi menjadi masing-masing 1,7%, hanya saja sel negatifnya sudah ditambahkan unsur

(9)

Calsium. Sedangkan aki MF / aki kering sel positifnya masih menggunakan timbal 1,7% tetapi sel negatifnya sudah tidak menggunakan timbal melainkan Calsium sebesar 1,7%. Pada Calsium baterai Asam Sulfatnya (H2SO4) masih berbentuk cairan, hanya saja hampir tidak memerlukan perawatan karena tingkat penguapannya kecil sekali dan dikondensasi kembali. Teknologi sekarang bahkan sudah memakai bahan silver untuk campuran sel negatifnya.

Ada beberapa pertimbangan dalam memilih aki :

 Tata letak, apakah posisi tegak, miring atau terbalik. Bila pertimbangannya untuk segala posisi maka aki kering adalah pilihan utama karena cairan air aki tidak akan tumpah. Kendaraan off road biasanya menggunakan aki kering mengingat medannya yang berat. Aki ikut terguncang-guncang dan terbanting. Aki kering tahan goncangan sedangkan aki basah bahan elektodanya mudah rapuh terkena goncangan.

 Voltase / tegangan, di pasaran yang mudah ditemui adalah yang bertegangan 6V, 12V da 24V. Ada juga yang multipole yang mempunyai beberapa titik tegangan. Yang custom juga ada, biasanya dipakai untuk keperluan industri.  Kapasitas aki yang tertulis dalam satuan Ah (Ampere hou ), yang menyatakan

kekuatan aki, seberapa lama aki tersebut dapat bertahan mensuplai arus untuk beban / load.

 Cranking Ampere yang menyatakan seberapa besar arus start yang dapat disuplai untuk pertama kali pada saat beban dihidupkan. Aki kering biasanya mempunyai cranking ampere yang lebih kecil dibandingkan aki basah, akan tetapi suplai tegangan dan arusnya relatif stabil dan konsisten. Itu sebabnya perangkat audio mobil banyak menggunakan aki kering.

 Pemakaian dari aki itu sendiri apakah untuk kebutuhan rutin yang sering dipakai ataukah cuma sebagai back-up saja. Aki basah, tegangan dan kapasitasnya akan menurun bila disimpan lama tanpa recharge, sedangkan aki kering relatif stabil bila di simpan untuk jangka waktu lama tanpa recharge.  Harga karena aki kering mempunyai banyak keunggulan maka harganya pun

(10)

jauh maka produsen aki juga memproduksi jenis aki kalsium (calcium battery) yang harganya diantara keduanya.

Secara garis besar, battery dibedakan berdasarkan aplikasi dan konstruksinya. Berdasarkan aplikasi maka battery dibedakan untuk automotif, marine dan deep cycle. Deep cycle itu meliputi battery yang biasa digunakan untuk PV (PhotoVoltaic) dan back up power. Sedangkan secara konstruksi maka battery dibedakan menjadi type basah, gel dan AGM (Absorbed Glass Mat). Battery jenis AGM biasanya juga dikenal dgn VRLA (Valve Regulated Lead Acid). Battery kering Deep Cycle juga dirancang untuk menghasilkan tegangan yang stabil dan konsisten. Penurunan kemampuannya tidak lebih dari 1-2% per bulan tanpa perlu dicharge. Bandingkan dengan battery konvensional yang bisa mencapai 2% per minggu untuk self discharge. Konsekuensinya untuk charging pengisian arus ke dalam battery Deep Cycle harus lebih kecil dibandingkan battery konvensional sehingga butuh waktu yang lebih lama untuk mengisi muatannya. Antara tipe gel dan AGM hampir mirip hanya saja baterai AGM mempunyai semua kelebihan yang dimiliki tipe gel tanpa memiliki kekurangannya. Kekurangan tipe Gel adalah pada waktu dicharge maka tegangannya harus 20% lebih rendah dari battery tipe AGM ataupun basah. Bila overcharged maka akan timbul rongga di dalam gelnya yg sulit diperbaiki sehingga berkurang kapasitas muatannya.

Karena tidak ada cairan yang dapat membeku maupun mengembang, membuat battery Deep Cycle tahan terhadap cuaca ekstrim yang membekukan. Itulah sebabnya mengapa pada cuaca dingin yang ekstrim, kendaraan yang menggunakan baterai konvensional tidak dapat distart alias mogok.

Ada 2 rating untuk battery yaitu CCA dan RC.

 CCA(Cold Cranking Ampere) menunjukkan seberapa besar arus yang dapat dikeluarkan serentak selama 30 detik pada titik beku air yaitu 0 derajad Celcius.

 RC(Reserve Capacity) menunjukkan berapa lama (dalam menit) battery tersebut dapat menyalurkan arus sebesar 25A sambil tetap menjaga tegangannya di atas 10,5 Volt.

(11)

Battery Deep Cycle mempunyai 2-3 kali lipat nilai RC dibandingkan battery konvensional. Umur battery AGM rata-rata antara 5-8 tahun.

D. Inventer DC to AC

Gambar 2.6 Inventer DC to AC

Sumber : http://www .tenagasurya.com/index.php/Inverter

Inverter adalah perangkat elektrik yang digunakan untuk mengubah arus listrik searah (DC) menjadi arus listrik bolak balik (AC). Inverter mengkonversi DC dari perangkat seperti batere, panel sel surya menjadi AC. Penggunaan inverter dari dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) adalah untuk perangkat yang menggunakan AC (Alternating Current).

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan inverter:

 Kapasitas beban dalam Watt, usahakan memilih inverter yang beban kerjanya mendekati dgn beban yang hendak kita gunakan agar effisiensi kerjanya maksimal

 Input DC 12 Volt atau 24 Volt

 Sinewave ataupun square wave outuput AC

True sine wave inverter diperlukan terutama untuk beban-beban yang masih menggunakan motor agar bekerja lebih mudah, lancar dan tidak cepat

(12)

panas. Oleh karena itu dari sisi harga maka true sine wave inverter adalah yang paling mahal diantara yang lainnya karena dialah yang paling mendekati bentuk gelombang asli dari jaringan listrik PLN.

Dalam perkembangannya di pasaran juga beredar modified sine wave inverter yang merupakan kombinasi antara square wave dan sine wave. Bentuk gelombangnya bila dilihat melalui oscilloscope berbentuk sinus dengan ada garis putus-putus di antara sumbu y=0 dan grafik sinusnya. Perangkat yang menggunakan kumparan masih bisa beroperasi dengan modified sine wave inverter, hanya saja kurang maksimal. Sedangkan pada square wave inverter beban-beban listrik yang menggunakan kumparan / motor tidak dapat bekerja sama sekali. Selain itu dikenal juga istilah Grid Tie Inverter yang merupakan special inverter yang biasanya digunakan dalam sistem energi listrik terbarukan, yang mengubah arus listrik DC menjadi AC yang kemudian diumpankan ke jaringan listrik yang sudah ada. Grid Tie Inverter juga dikenal sebagai synchronous inverter dan perangkat ini tidak dapat berdiri sendiri, apalagi bila jaringan tenaga listriknya tidak tersedia. Dengan adanya grid tie inverter kelebihan KWh yang diperoleh dari sistem PLTS ini bisa disalurkan kembali ke jaringan listriki PLN untuk dinikmati bersama dan sebagai penggantinya besarnya KWh yang disuplai harus dibayar PLN ke penyedia PLTS, tentunya dengan tarif yang telah disepakati sebelumnya. Sayangnya sampai sekarang ketentuan tarif semacam ini masih terus digodok seiring dengan aturan mengenai listrik swasta. Rugi-rugi / loss yang terjadi pada inverter biasanya berupa dissipasi daya dalam bentuk panas. Effisiensi tertinggi dipegang oleh grid tie inverter yang diclaim bisa mencapai 95-97% bila beban outputnya hampir mendekati rated bebannya. Sedangkan pada umumnya effisiensi inverter adalah berkisar 50-90% tergantung dari beban outputnya. Bila beban outputnya semakin mendekati beban kerja inverter yang tertera maka effisiensinya semakin besar, demikian pula sebaliknya. Modified sine wave inverter ataupun square wave inverter bila dipaksakan untuk beban-beban induktif maka effisiensinya akan jauh berkurang dibandingkan dengan true sine wave inverter. Perangkatnya akan menyedot daya 20% lebih besar dari yang seharusnya (tenaga-surya.com/index.php/inverter).

(13)

2.2.2 Cara Kerja Solar Sel/Sel Fotovoltaik

Proses pengubahan atau konversi cahaya matahari menjadi listrik ini dimungkinkan karena bahan material yang menyusun sel surya fotovoltaik berupa semikonduktor. Lebih tepatnya tersusun atas dua jenis semikonduktor; yakni jenis n dan jenis p. Semikonduktor jenis n merupakan semikonduktor yang memiliki kelebihan elektron, sehingga kelebihan muatan negatif, (n = negatif). Sedangkan semikonduktor jenis p memiliki kelebihan hole, sehingga disebut dengan p ( p = positif) karena kelebihan muatan positif. Caranya, dengan menambahkan unsur lain ke dalam semkonduktor, maka kita dapat mengontrol jenis semikonduktor tersebut, sebagaimana diilustrasikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.7 Beberapa Jenis Semikonduktor Pada Sel Surya Fotovoltaik Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com

Pada awalnya, pembuatan dua jenis semikonduktor ini dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat konduktifitas atau tingkat kemampuan daya hantar listrik dan panas semikonduktor alami. Di dalam semikonduktor alami (disebut dengan semikonduktor intrinsik) ini, elektron maupun hole memiliki jumlah yang sama. Kelebihan elektron atau hole dapat meningkatkan daya hantar listrik maupun panas dari sebuah semikoduktor. Misal semikonduktor intrinsik yang dimaksud ialah silikon (Si). Semikonduktor jenis p, biasanya dibuat dengan menambahkan unsur boron (B), aluminum (Al), gallium (Ga) atau Indium (In) ke dalam Si. Unsur-unsur tambahan ini akan menambah jumlah hole. Sedangkan semikonduktor jenis n dibuat dengan menambahkan nitrogen (N), fosfor (P) atau arsen (As) ke dalam Si. Dari sini, tambahan elektron dapat diperoleh. Sedangkan, Si intrinsik sendiri tidak mengandung unsur tambahan. Usaha menambahkan

(14)

unsur tambahan ini disebut dengan doping yang jumlahnya tidak lebih dari 1 % dibandingkan dengan berat Si yang hendak di-doping.

Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p.

Gambar 2.8 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 1 Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com

Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, maka elektron mendapat energi dari cahaya matahari untuk melepaskan dirinya dari semikonduktor n, daerah deplesi maupun semikonduktor. Terlepasnya elektron ini meninggalkan hole pada daerah yang ditinggalkan oleh elektron yang disebut dengan fotogenerasi elektron-hole(electron-hole photogeneration) yakni, terbentuknya pasangan elektron dan hole akibat cahaya matahari.

(15)

Gambar 2.9 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 2 Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com

Cahaya matahari dengan panjang gelombang (dilambangkan dengan simbol “lambda” di gambar atas) yang berbeda, membuat fotogenerasi pada sambungan pn berada pada bagian sambungan pn yang berbeda pula.

Spektrum merah dari cahaya matahari yang memiliki panjang gelombang lebih panjang, mampu menembus daerah deplesi hingga terserap di semikonduktor p yang akhirnya menghasilkan proses fotogenerasi di sana. Spektrum biru dengan panjang gelombang yang jauh lebih pendek hanya terserap di daerah semikonduktor n.

Selanjutnya, dikarenakan pada sambungan pn terdapat medan listrik E, elektron hasil fotogenerasi tertarik ke arah semikonduktor n, begitu pula dengan hole yang tertarik ke arah semikonduktor p.

Apabila rangkaian kabel dihubungkan ke dua bagian semikonduktor, maka elektron akan mengalir melalui kabel. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik, dimana arus listrik ini timbul akibat pergerakan elektron.

(16)

Gambar 2.10 Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik 3 Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com

Pada umumnya, untuk memperkenalkan cara kerja sel surya secara umum, ilustrasi di bawah ini menjelaskan segalanya tentang proses konversi cahaya matahari menjadi energi listrik.

Gambar 2.11 Ilustrasi Proses Terjadinya Pembangkitan Listrik Pada Sel Surya Fotovoltaik Sumber : http://www .energisurya.wordpress.com

2.2.3 Daya dan Efesiensi Solar sel

Sebelum mengetahui berapa nilai daya sesaat yang dihasilkan kita harus mengetahui daya yang dihasilkan (daya output), daya tersebut adalah perkalian antara intensitas radiasi matahari yang diterima dengan luas area PV module dengan persamaan sebagai berikut (Mulyatno,2000):

(17)

Daya yang dapat diperoleh dari konversi sinar matahari secara umum dirumus kan sebagai berikut:

𝑃𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡= I x A (watt) ………. ( 2.1 ) dengan:

I = intensitas radiasi matahari (w/𝑚2). A= luas permukaan PV module (𝑚2)

Daya keluaran yang dikeluarkan sel fotovoltaik dengan rumus : 𝑃𝑜𝑢𝑡= I x A x 𝜂 (watt) ………. ( 2.2 ) dengan :

I = intensitas radiasi matahari (w/𝑚2).

A= luas permukaan (𝑚2) 𝜂 = efisiensi sel fotovoltaik (%)

Besarnya energi radiasi matahari yang dapat diserap oleh sel fotovoltaik : 𝐸𝑠𝑒𝑙= 𝑃𝑜𝑢𝑡 x t (watt/hour) ………. ( 2.3 )

dengan :

𝑃𝑜𝑢𝑡= daya keluaran sel fotovoltaik (watt)

t = lamanya penyinaran efektif rata-rata matahari yang mengenai permukaan

Efesiensi yang terjadi pada sel fotovoltaik adalah merupakan perbandingan dari daya output yang dapat dibandingkan oleh sel surya dengan daya yang diperoleh dari konversi sinar matahari sebagai daya input, dapat ditentukan dengan : 𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝐼.𝐴 ………. ( 2.4 ) 𝜂 = 𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 𝑃𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 ………. ( 2.5 ) dengan :

𝑃𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = daya output sel fotovoltaik (watt)

I = intensitas radiasi matahri (w/𝑚2). A = luas permukaan sel fotovoltaik (𝑚2)

(18)

2.3 Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Energi angin telah lama dikenal dan dimanfaatkan manusia. Perahu-perahu layar menggunakan energi ini untuk melewati perairan sudah lama sekali. Dan sebagaimana diketahui, pada asasnya angin terjadi karena ada perubahan suhu antara udara panas dan udara dingin. Di tiap daerah keadaan suhu dan kecepatan angin berbeda. Untuk mengurangi keterbatasan penggunaan energi yang tak terbaharukan dalam pembangkitan energi listrik khususnya maka diperlukan energi-energi alternatif lain sebagai penggantinya. Dalam rangka mencari bentuk-bentuk sumber energi alternatif yang bersih dan terbarukan kembali energi angin mendapat perhatian yang besar.

Seperti yang telah dijelaskan, Angin adalah udara yang bergerak dari tekanan udara yang lebih tinggi ke tekanan udara yang lebih rendah. Perbedaan tekanan udara disebabkan oleh perbedaan suhu udara akibat pemanasan atmosfir yang tidak merata oleh sinar matahari. Karena bergerak angin memiliki energi kinetik. Energi angin dapat dikonversi atau ditransfer ke dalam bentuk energi lain seperti listrik atau mekanik dengan menggunakan kincir atau turbin angin. Oleh karena itu, kincir atau turbin angin sering disebut sebagai Sistem Konversi Energi Angin (SKEA).

Gambar 2.12 Sketsa Dalam Kincir angin

(19)

Gambar 2.13 Sebuah PLTB

Sumber : http://www .kincirangininfo.com

2.3.1 Bagian Aerodinamik Dari Kincir

Untuk memahami bagian aerodinamik dari kincir perlu dipelajari dulu hokum Bernoulli, hukum biot-savart bagian elektromagnetnya, & teorema Kutta-jouwkowski untuk bagian mekanis gaya pusaran. Secara garis besar kincir angin terdiri dari (jurnalinsinyurmesin.com):

A. Anemometer: Mengukur kecepatan angin, dan mengirim data angin ini ke Alat Pengontrol.

B. Blades (Bilah Kipas): Kebanyakan turbin angin mempunyai 2 atau 3 bilah kipas. Angin yang menghembus menyebabkan turbin tersebut berputar. C. Rem : Suatu rem cakram yang dapat digerakkan secara mekanis, dengan

tenaga listrik atau hidrolik untuk menghentikan rotor atau saat keadaan darurat.

D. Controller (Alat Pengontrol): Alat Pengontrol ini menstart turbin pada kecepatan angin kira-kira 12-25 km/jam, dan mematikannya pada kecepatan

(20)

90 km/jam. Turbin tidak beroperasi di atas 90 km/jam, karena angina terlalu kencang dapat merusakkannya.

E. Gear box (Roda Gigi): Roda gigi menaikkan putaran dari 30-60 rpm menjadi kira-kira 1000-1800 rpm yaitu putaran yang biasanya disyaratkan untuk memutar generator listrik.

F. Generator: Generator pembangkit listrik, biasanya sekarang alternator arus bolak-balik.

G. High-speed shaft (Poros Putaran Tinggi): Menggerakkan generator.

H. Low-speed shaft (Poros Puutaran Rendah): Poros turbin yang berputar kira-kira 30-60 rpm.

I. Nacelle (Rumah Mesin): Rumah mesin ini terletak di atas menara . Di dalamnya berisi gear-box, poros putaran tinggi / rendah, generator, alat pengontrol, dan alat pengereman.

J. Pitch (Sudut Bilah Kipas): Bilah kipas bisa diatur sudutnya untuk mengatur kecepatan rotor yang dikehendaki, tergantung angin terlalu rendah atau terlalu kencang.

K. Rotor: Bilah kipas bersama porosnya dinamakan rotor.

L. Tower (Menera): Menara bisa dibuat dari pipa baja, beton, rangka besi. Karena kencangnya angin bertambah dengan ketinggian, maka makin tinggi menara makin besar tenaga yang didapat.

M. Wind vane (Tebeng Angin): Mengukur arah angin, berhubungan dengan penggerak arah yang memutar arah turbin disesuaikan dengan arah angin. N. Yaw drive (Penggerak Arah): Penggerak arah memutar turbin ke arah angin

untuk desain turbin yang menghadap angina. Untuk desain turbin yang mendapat hembusan angina dari belakang tak memerlukan alat ini.

O. Yaw motor (Motor Penggerak Arah): Motor listrik yang menggerakkan penggerak arah.

(21)

2.3.2 Prinsip Kerja Turbin Angin

Cara kerja turbin-turbin angin bisa membuat listrik, adalah sesuatu yang cukup sederhana, turbin angin bekerja berlawanan dengan kipas angin. Kipas angin menggunakan listrik untuk membuat angin, sebaliknya turbin angin menggunakan angin untuk membuat listrik. Angin memutar baling-baling, lalu memutar batang yang berhubungan dengan generator pembuat listrik. Listrik yang dihasilkan kemudian dikirimkan dan didistribusikan ke rumah-rumah, pusat bisnis, sekolah.Turbin-turbin angin modern terbagi menjadi dua kelompok dasar; jenis sumbu horisontal, dan sumbu vertikal. Turbin sumbu horisontal inilah yang banyak dipakai saat ini. Ciri khasnya memiliki dua atau tiga bilah baling-baling, yang dihadapkan ke arah datangnya angin (community.gunadarma.ac.id).

2.3.3 Daya Pada Energi Angin

Sebagaimana diketahui menurut fisika klasik, energi kinetik dari sebuah benda dengan massa m dan kecepatan v adalah E = 1

2 . m . v

2, dengan ketentuan

kecepatan v tidak mendekati kecepatan cahaya. Rumusan ini berlaku juga untuk angin, yang merupakan udara yang bergerak. Sehingga(Kusnandar,2002):

E = 1 2 . m . v 2 ………. ( 2.6 ) dengan : E = energi (joule) m = massa udara (kg)

v = kecepatan angin (m/detik)

Bilamana suatu balok udara, mempunyai penampang A 𝑚2 bergerak dengan kecepatan v m/detik, maka jumlah massa yang melewati suatu penampang adalah :

m = A . v . q (kg/detik) ………. ( 2.7 ) dengan :

A = penampang (𝑚2)

v = kecepatan angin (m/detik) q = kepadatan udara (kg/𝑚2)

(22)

Dengan demikian, energi yangdapat dihasilkan per satan waktu adalah : P = E (per satuan waktu)

P = 1

2 . q . A . v

3 (per satuan waktu) ……… ( 2.8 )

dengan :

P = daya (watt) E = energi

q = kepadatan udara (kg/𝑚3)

A = luas penampang sudu kipas (𝑚2) v = kecepatan angin (m/detik)

Untuk keperluan praktis, sering dipakai rumus pendekatan yang ditulis oleh E.W. Golding, daya yang dihasilkan dari energi angin dirumuskan sebagai berikut :

P = k . A . v3 ………. ( 2.9 )

dengan :

P = daya (watt)

k = konstanta Golding (1,37 x 10−5) A = luas penampang sudu kipas (𝑚2) v = kecepatan angin (km/jam)

Dari rumus 2.9 besaran k dan A digambarkan sebagai konstanta. Pada prinsipnya besaran k mewakili suatu faktor seperti geseran dan efisiensi sistem, yang juga tergantung dari kecepatan angin v. luas penampang sudu A tergantung dari bentuk sudu.

Untuk keperluan estimasi sementara dan sangat kasar, dipakai rumus sebagai berikut :

P = 0,1 . v3 ………. ( 2.10 )

dengan :

P = daya per satuan luas (w/𝑚2) v = kecepatan angin (m/detik)

(23)

2.4 Sistem Pembangkit Hybrid

Sistem Hybrid adalah system pembangkit listrik yang terdiri dari 2 atau lebih sistem pembangkit dengan sumber energy berbeda. Misalnya Listrik Tenaga Surya(Photovoltaic, -PV) dipadu dengan genset, maka disebut Hybrid PV-Genset. System Hybrid yang pernah diterapkan di Indonesia adalah: Hybrid PV-Genset, Hybrid PV-Mikrohydro, Hybrid PV-Bayu(angin) , dan bahkan Hybrid PV-Bayu-Genset.

Gambar 2.14 Sebuah pembangkit hybrid Sumber : http://www .Pembangkithybridinfo.com

(24)

Gambar 2.15 Sistem Pembangkit Hybrid Antara Sumber PLN, Tenaga Surya, Tenaga Angin Sumber : http://www .Pembangkithybridinfo.com

Gambar

Gambar 2.1 Sekema PLTS   Sumber : http://www.tenagasuryainfo.com
Gambar 2.3 Hirarki Module   Sumber : http://www.cell-module-array
Gambar 2.5 Gambar Batree
Gambar 2.6 Inventer DC to AC
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji one sample kolmogorov smirnov yang dapat dilihat pada signifikasi, apabila

2skemik miokard yang erlangsung leih dari $-4$ menit dapat menyeakan infark miokard! 0yeri dada erlangsung leih lama, menjalar ke ahu kiri, lengan

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur langsung adalah suatu tindak tutur yang disampaikan penutur kepada lawan tutur, baik itu berupa kalimat

IJ : Kalau untuk yang berhubungan dengan program pembangunan masih menggunakan proposal, tapi kalau kebutuhan rumah tangga jadi kita itu sebenarnya kita kan ada dana di

Dengan demikian, dari penelitian ini dan daripenelitian yang dilakukan sebelumnya [1], dapat disimpulkan bahwa pada proses frais pemakanan menyudut dengan

Diketahui bahwa tipe pasang surut di perairan Kecamatan Brebes adalah campuran condong ke harian ganda dengan elevasi muka air laut yang terukur sebesar 84,2 cm untuk nilai muka

dilaksanakan Rapat dengan agenda Evaluasi Program Kerja. Untuk itu dimohon kepada setiap bidang-bidang mempersiapkan laporan hasil kinerja. Dan diharapkan kepada semua

Sementara itu Olweus (Coloroso, 2006) menjelaskan bahwa dalam konteks dunia pendidikan, khususnya di sekolah, istilah bullying merujuk pada perilaku agresif yang