• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI PEMETAAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KAWASAN LINDUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU TUGAS AKHIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI PEMETAAN BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KAWASAN LINDUNG DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU TUGAS AKHIR"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PEMETAAN BERBASIS SISTEM INFORMASI

GEOGRAFIS UNTUK EVALUASI KAWASAN LINDUNG

DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU

TUGAS AKHIR

Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Terapan Survei dan Pemetaan Wilayah

Disusun Oleh : Sayyid Labib Habibullah

3212317001

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN Motto :

 Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan (Q.S. Al Insyirah : 6).  Untuk meraih apa yang kau inginkan, kau harus bersabar dengan

sesuatu yang kau benci (Imam Ghazali).

 Dibalik kata Istiqomah ada perjuangan yang kuat, pengorbanan yang banyak, dan do’a yang tidak pernah berhenti.

 Man jadda wa jadda, siapa yang bersungguh - sungguh pasti berhasil.

Tugas Akhir ini kupersembahkan untuk :

 Kedua orang tua ku, Bapak Sakta Kuntadi Prabowo dan Ibu Susi Susilawati.  Keluarga besarku

(6)

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Ahli Madya di program studi Survei dan Pemetaan Wilayah pada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Terwujudnya Tugas Akhir ini tidak lepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si. selaku Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Ir. Ananto Aji, M.S. selaku Ketua Program Studi Survei dan Pemetaan Wilayah dan Dosen Penguji Tugas Akhir

3. Drs. Saptono Putro, M.Si. selaku Dosen Wali.

4. Prof. Dr. Eva Banowati, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir. 5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

6. Kedua orangtuaku yang telah memberikan motivasi dan mendoakanku, sehingga dapat terselesaikannya Tugas Akhir ini.

7. Teman – teman seperjuangan rombel SPW 17. 8. Teman – teman KIFS FIS UNNES.

Semoga tugas akhir ini bermanfaat dan berguna bagi para pembaca baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

Semarang, 6 Januari 2020

(7)

vii

SARI

Habibullah, Sayyid Labib. 2020. Aplikasi Pemetaan Berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kawasan Lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu. Tugas Akhir Survei dan Pemetaan Wilayah Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci : Sistem Informasi Geografis, Evaluasi, Kawasan Lindung, Kawasan Lindung Legal Formal, dan Kawasan Lindung Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 41/Menhut-II/2011

Kawasan lindung ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah, serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kegiatan evaluasi dilakukan dalam rangka mengetahui kondisi kawasan lindung dan manajemen pengelolaannya. Kawasan lindung dapat dievaluasi berdasarkan letak, luasan, proses penetapan dan penutupan lahan. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara memetakan kawasan lindung, cara memetakan evaluasi dan penyimpangan kawasan lindung, strategi dan arahan dalam evaluasi kawasan lindung.

Pengambilan data pada penelitian ini menggunakan pengolahan data spasial dan atribut berupa citra penginderaan jauh dan peta tematik, survei lapangan dan validasi data, dokumentasi serta pengolahan shapefile pada aplikasi ArcGIS 10.6.1 (ArcMap). Analisis data berupa kemungkinan penyimpangan pada kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

Kawasan lindung berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan yang ada di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu seluas 5.820,632844 Ha. Kawasan lindung legal formal berdasarkan distribusi fungsi hutan seluas 5.957,220586 Ha. Kawasan lindung legal formal berdasarkan rencana tata ruang wilayah seluas 5.820,632844 Ha. Kondisi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu didominasi oleh hutan. Hutan di kawasan lindung legal formal seluas 3.003,738173 Ha, hutan di kawasan lindung berdasarkan distribusi fungsi hutan seluas 5.957,220586 ha, dan hutan di kawasan lindung berdasarkan rencana tata ruang wilayah seluas 5.820,632844 Ha. Penyimpangan kawasan lindung berdasarkan kementerian pertanian dan kehutanan terhadap kawasan lindung DFH seluas 2.953,482413 Ha atau 50.42%, kawasan lindung berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan terhadap kawasan lindung RTRW seluas 2.816,894671 Ha atau 51.60%, dan kawasan lindung DFH terhadap kawasan lindung RTRW seluas 0 Ha atau 0%. Kawasan lindung yang terdapat di Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan hutan lindung, taman suaka alam, taman pelestarian alam, dan kawasan konservasi yang berfungsi untuk habitat flora dan fauna yang dilindungi oleh undang – undang maupun endemik.

Strategi dan arahan dalam manajemen pengelolaan evaluasi kawasan lindung dengan pengendalian dan pelestarian kawasan lindung serta pengembangan kawasan strategis untuk kepentingan fungsi daya dukung lingkungan.

(8)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN... iii

PERNYATAAN... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN... v

KATA PENGANTAR... vi

SARI ……... vii

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ………... 1 1.1 Latar Belakang ……… 1 1.2 Rumusan Masalah ………... 2 1.3 Tujuan Penelitian ……… 2 1.4 Manfaat Penelitian ……….. 3 1.5 Batasan Istilah ………. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……… 5

2.1 Kawasan Lindung ………... 5

2.1.1 Definisi Kawasan Lindung ……… 5

2.1.2 Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Lindung ……… 5

2.1.3 Pengelolaan Kawasan Lindung ……….. 6

2.1.4 Arti Penting Kawasan Lindung ……….. 7

2.2 Penggunaan dan Penutupan Lahan ……….. 7

2.3 Sistem Informasi Geografis ……… 8

2.3.1 Pengertian SIG ………... 8

2.3.2 Komponen SIG ……….. 8

2.3.3 Analisis Data SIG ………... 8

2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan ………... 10

BAB III METODE SURVEI DAN PEMETAAN ………..…….. 11

3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan ………. 11

3.2 Alat dan Bahan ……….. 12

3.2.1 Alat ………... 12

3.2.2 Bahan ………12

3.3 Variabel Penelitian ……… 13

3.4 Metode Pengumpulan Data ………... 13

(9)

ix

3.4.2 Data Sekunder ……….. 14

3.5 Pengolahan Data ………... 14

3.6 Identifikasi dan Klasifikasi Kawasan Lindung ……….… 15

3.7 Cara Pemetaan dan Analisis Data ………. 17

3.7.1 Perancangan Kawasan Lindung ……….….. 17

3.7.2 Proses Penyajian Hasil Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung …… 17

3.8 Diagram Alir ………... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 19

4.1 Kondisi Umum Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu …………. 19

4.1.1 Topografi ………. 19

4.1.2 Geologi dan Tanah ………... 19

4.1.3 Iklim ………...……….. 21

4.1.4 Kondisi Fauna dan Flora ………... 21

4.2 Peta Tematik dan Analisis Evaluasi Kawasan Lindung …………..……. 22

4.2.1 Penutup Lahan ………... 22

4.2.2 Jenis Tanah ………..….... 24

4.2.3 Curah Hujan ………... 25

4.2.4 Kemiringan Lereng ……….. 26

4.3 Pembuatan Peta Kawasan Lindung ………... 27

4.3.1 Kawasan Lindung Berdasarkan Permentanhut ……… 27

4.3.2 Kawasan Lindung Berdasarkan Distribusi Fungsi Hutan ………… 60

4.3.3 Kawasan Lindung Berdasarkan RTRW ………... 66

4.4 Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung ……….. 72

4.4.1 Evaluasi Kawasan Lindung yang dijadikan Lahan Pertanian …….. 73

4.4.2Evaluasi Kawasan Lindung yang dijadikan Lahan Terbangun ….... 73

4.4.3 Evaluasi Kawasan Lindung yang dijadikan Lahan Terbuka …….... 74

4.4.4 Evaluasi Kawasan Lindung yang dijadikan Belukar ……….... 74

4.5 Penyimpangan Kawasan Lindung ………. 74

4.6 Strategi dan Arahan dalam Evaluasi Kawasan Lindung ………..……... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 77

5.1 Kesimpulan ………... 77

5.2 Saran ………. 78

DAFTAR PUSTAKA ………... 79

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sumber dan Jenis Data sebagai Bahan Penelitian ………..……... 12

Tabel 3.2 Skor Kelas Kemiringan Lereng ………..………... 16

Tabel 3.3 Skor Kelas Jenis Tanah ………..…….... 16

Tabel 3.4 Skor Kelas Curah Hujan Bulanan ………..………… 16

Tabel 3.5 Klasifikasi Fungsi Hutan Berdasarkan Perhitungan Skor ……..……... 17

Tabel 4.1 Jenis Penutup Lahan Taman Nasional Gunung Merbabu ………...…... 22

Tabel 4.2 Jenis Tanah di Taman Nasional Gunung Merbabu ………..…. 24

Tabel 4.3 Tingkat Kepekaan Jenis Tanah ………..…… 24

Tabel 4.4 Curah Hujan Bulanan Taman Nasional Gunung Merbabu ……….….. 25

Tabel 4.5 Kemiringan Lereng Taman Nasional Gunung Merbabu …………..… 26

Tabel 4.6 Kondisi Penutup Lahan di Kawasan Lindung Taman Nasional Gunung Merbabu ……….. 73

Tabel 4.7 Penyimpangan pada Kawasan Lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu ………..……… 75

(11)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan Kawasan Lindung Taman

Nasional Gunung Merbabu ………... 11

Gambar 3.2 Diagram Alir Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung ………. 18

Gambar 4.1 Peta Penutup Lahan Taman Nasional Gunung Merbabu ………..…. 23

Gambar 4.2 Peta Jenis Tanah Taman Nasional Gunung Merbabu ……… 24

Gambar 4.3 Peta Curah Hujan Bulanan Taman Nasional Gunung Merbabu …… 25

Gambar 4.4 Peta Kemiringan Lereng Taman Nasional Gunung Merbabu …….... 26

Gambar 4.5 Membuka Aplikasi ArcMap 10.6.1 ……….…...27

Gambar 4.6 Pemilihan SHP Jenis Tanah, Curah Hujan, dan Kemiringan Lereng 27 Gambar 4.7 SHP Jenis Tanah, Curah Hujan, dan Kemiringan Lereng …….….… 27

Gambar 4.8 Geoprocessing dan Clip SHP Jenis Tanah ……….... 28

Gambar 4.9 Proses Clip SHP Jenis Tanah ………. 28

Gambar 4.10 Open Attribute Table SHP Jenis Tanah ………... 28

Gambar 4.11 Add Field pada Table Option SHP Jenis Tanah ………. 29

Gambar 4.12 Penambahan Attribute Table pada Add Field SHP Jenis Tanah …. 29 Gambar 4.13 Attribute Table pada SHP Jenis Tanah ………... 29

Gambar 4.14 Start Editing pada SHP Jenis Tanah ………... 30

Gambar 4.15 Penambahan Jumlah Kelas dan Skor pada SHP Jenis Tanah ……. 30

Gambar 4.16 Save Edits dan Stop Editing pada SHP Jenis Tanah ………... 30

Gambar 4.17 Calculator Geometry pada Perhitungan Luas Ha Jenis Tanah …… 31

Gambar 4.18 Perhitungan Luas Ha Tanah pada Calculate Geometry ………….. 31

Gambar 4.19 Hasil Luas Ha Jenis Tanah dari Calculate Geometry ……….. 31

Gambar 4.20 Add Data Curah Hujan (UTM) ………... 32

Gambar 4.21 Sheet Data Curah Hujan (UTM) ………. 32

Gambar 4.22 Display XY Data pada Data Curah Hujan ……….. 32

Gambar 4.23 X Coordinate dan Y Coordinate pada Data Curah Hujan ………... 33

Gambar 4.24 Penambahan Koordinat UTM pada Data Curah Hujan ………….. 33

Gambar 4.25 UTM Events pada Data Curah Hujan ………. 34

(12)

xii

Gambar 4.27 Save Export Data pada Data Curah Hujan ………... 34

Gambar 4.28 Stasiun Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu ……….. 35

Gambar 4.29 Interpolation Stasiun Hujan ………. 35

Gambar 4.30 IDW ………. 36

Gambar 4.31 Hasil Proses IDW ……… 36

Gambar 4.32 Properties pada IDW ………... 36

Gambar 4.33 Symbology pada IDW ………. 37

Gambar 4.34 Reclassify pada Data Curah Hujan ………. 37

Gambar 4.35 Input Raster dan Reclass Field pada Data Curah Hujan …………. 37

Gambar 4.36 Classification pada Data Curah Hujan ……… 38

Gambar 4.37 Save Output Raster pada Data Curah Hujan ……… 38

Gambar 4.38 Hasil Reclassify Curah Hujan ………. 38

Gambar 4.39 Raster to Polygon pada Reclassify Curah Hujan ……… 39

Gambar 4.40 Proses Raster to Polygon Data Curah Hujan ……….. 39

Gambar 4.41 Hasil Raster to Polygon Data Curah Hujan ……… 40

Gambar 4.42 Properties pada Data Curah Hujan ……….. 40

Gambar 4.43 Symbology pada Data Curah Hujan ………... 40

Gambar 4.44 Proses Symbology pada Reclassify Data Curah Hujan ………….. 41

Gambar 4.45 Open Attribute Table pada Data Curah Hujan ……….... 41

Gambar 4.46 Add Field pada Attribute Tabel Data Curah Hujan ……… 42

Gambar 4.47 Penambahan Attribute Table Data Curah Hujan ………. 42

Gambar 4.48 Start Editing pada Attribute Table Data Curah Hujan ……… 43

Gambar 4.49 Penambahan Angka pada Kelas dan Skor Curah Hujan …………. 43

Gambar 4.50 Save Edits dan Stop Editing pada Data Curah Hujan ………. 43

Gambar 4.51 Calculate Geometry pada Data Curah Hujan ……….. 44

Gambar 4.52 Mencari Luas Ha pada Data Curah Hujan ……….. 44

Gambar 4.53 Hasil Perhitungan pada Luas Hektar (Ha) Curah Hujan …………. 44

Gambar 4.54 SHP Taman Nasional Gunung Merbabu dan DEM Jawa UTM …. 45 Gambar 4.55 Extract by Mask DEM ……… 45

Gambar 4.56 Proses Extract by Mask DEM ………. 46

(13)

xiii

Gambar 4.58 Slope (Kemiringan Lereng) ………. 47

Gambar 4.59 Proses Slope (Kemiringan Lereng) ………. 47

Gambar 4.60 Hasil Proses Slope (Kemiringan Lereng) ………... 48

Gambar 4.61 Raster to Polygon Slope (Kemiringan Lereng) ……….. 48

Gambar 4.62 Output Polygon Feature Slope (Kemiringan Lereng) ……… 49

Gambar 4.63 Open Attribue Table Polygon Kemiringan Lereng ……… 49

Gambar 4.64 Add Field pada Attribute Table Kemiringan Lereng ………. 49

Gambar 4.65 Penambahan Attribute Table pada Kemiringan Lereng …………. 50

Gambar 4.66 Start Editing pada Attribute Table Kemiringan Lereng …………. 50

Gambar 4.67 Penambahan Angka pada Tabel Kelas dan Skor ……… 51

Gambar 4.68 Save Edits dan Stop Editing pada Kemiringan Lereng ……… 51

Gambar 4.69 Calculate Geometry pada Kemiringan Lereng ………... 51

Gambar 4.70 Perhitungan Luas Ha Kemiringan Lereng ……….. 52

Gambar 4.71 Hasil Perhitungan Luas Ha pada Kemiringan Lereng ……… 52

Gambar 4.72 Geoprocessing dan Intersect Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………...………..….. 53

Gambar 4.73 Pemilihan SHP untuk Overlay Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………... 53

Gambar 4.74 Output Feature Class pada Intersect Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ……….. 53

Gambar 4.75 Overlay Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………….. 54

Gambar 4.76 Geoprocessing dan Dissolve Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………... 54

Gambar 4.77 Proses Dissolve Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ….. 55

Gambar 4.78 Hasil Dissolve Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut …… 55

Gambar 4.79 Open Attribute Table pada SHP Dissolve Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ……….. 55

Gambar 4.80 Add Field untuk Menambah Tabel Klasifikasi ……… 56

Gambar 4.81 Add Field pada Tabel Klasifikasi ………... 56

Gambar 4.82 Tabel Klasifikasi ………. 56

(14)

xiv

Gambar 4.84 Tabel Klasifikasi Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut … 57 Gambar 4.85 Add Field untuk Luas Ha Kawasan Lindung Legal Berdasarkan

Kementanhut ………... 58

Gambar 4.86 Tabel Luas Ha pada SHP Dissolve Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………... 58

Gambar 4.87 Calculate Geometry dalam Menghitung Luas Ha ………... 58

Gambar 4.88 Perhitungan Luas Ha Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ………... 59

Gambar 4.89 Luas Fungsi Hutan di Taman Nasional Gunung Merbabu dalam Proses Pembuatan Peta Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut ……….. 59

Gambar 4.90 Peta Kawasan Lindung Berdasarkan Kementanhut di Taman Nasional Gunung Merbabu ………..….. 59

Gambar 4.91 Membuka Aplikasi ArcMap 10.6.1 ………. 60

Gambar 4.92 Pemilihan SHP Kawasan Hutan ……….. 60

Gambar 4.93 SHP Kawasan Hutan Provinsi Jawa Tengah ……….. 60

Gambar 4.94 Geoprocessing dan Clip untuk Pengolahan SHP Kawasan Hutan .. 61

Gambar 4.95 Clip untuk Pengolahan SHP Kawasan Hutan ………. 61

Gambar 4.96 SHP Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu ……….. 62

Gambar 4.97 Open Attribute Table pada SHP Kawasan Hutan Taman Nasional Gunung Merbabu ………...………. 62

Gambar 4.98 Add Field pada SHP Kawasan Hutan ………. 62

Gambar 4.99 Penambahan Tabel Luas Ha pada SHP Kawasan Hutan …...……. 63

Gambar 4.100 Penambahan Tabel Luas Ha Kawasan Hutan ………..…. 63

Gambar 4.101Calculate Geometry Kawasan Hutan ……….... 63

Gambar 4.102 Perhitungan Luas Ha pada SHP Kawasan Hutan ……….. 64

Gambar 4.103 Luas Kawasan Lindung DFH dari SHP Kawasan Hutan ……….. 64

Gambar 4.104 Properties SHP Kawasan Lindung DFH ……… 64

Gambar 4.105 Symbology pada Kawasan Lindung DFH dari SHP Kawasan Hutan ………...……….……… 65

(15)

xv

Gambar 4.107 Membuka Aplikasi ArcMap 10.6.1 ………... 66

Gambar 4.108 Pemilihan SHP RTRW Provinsi Jawa Tengah ………. 66

Gambar 4.109 SHP RTRW Provinsi Jawa Tengah ………... 66

Gambar 4.110 Clip RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu …...……… 67

Gambar 4.111 Clip SHP RTRW dengan SHP Taman Nasional Gunung Merbabu ……… 67

Gambar 4.112 Output Feature Class pada SHP RTRW ……...………. 67

Gambar 4.113 SHP RTRW Khusus Taman Nasional Gunung Merbabu ………. 68

Gambar 4.114 Open Attribute Table pada SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………..…… 68

Gambar 4.115 Add Field untuk Menambah Tabel Luas Ha SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………... 68

Gambar 4.116 Add Field untuk Menambah Tabel Luas Ha SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………... 69

Gambar 4.117 Penambahan Tabel Luas Ha SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ……….. 69

Gambar 4.118 Calculate Geometry untuk Perhitungan Luas Ha SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………...…… 69

Gambar 4.119 Perhitungan Luas Ha pada SHP RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………..……… 70

Gambar 4.120 Luas Ha Kawasan Lindung Aktual RTRW Taman Nasional Gunung Merbabu ………..……… 70

Gambar 4.121 Properties pada SHP Kawasan Lindung Aktual RTRW ………... 70

Gambar 4.122 Symbology Kawasan Lindung Aktual RTRW ………. 71

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Observasi ………..……….... 81 Lampiran 2. SIMAKSI Taman Nasional Gunung Merbabu ………. 82 Lampiran 3. Surat Pernyataan ………...……… 83 Lampiran 4. Kawasan Lindung dan Penyimpangan Kawasan Lindung di

(17)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kawasan lindung ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. Kawasan lindung memiliki fungsi untuk mengendalikan terjadinya erosi, sedimentasi, bencana banjir, kekeringan, serta memelihara dan melindungi kelestarian fungsi hidrologis.

Pengelolaan kawasan lindung bertujuan untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup dan memelihara kelestariannya. Sasaran pengelolaan kawasan lindung adalah memelihara dan meningkatkan fungsi lindung atas tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa, serta nilai sejarah dan budaya bangsa, serta mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa, tipe ekosistem dan keunikan alam.

Permasalahan yang terjadi pada kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu adalah pemanfaatan lahan yang berlebihan menyebabkan kerusakan pada kawasan lindung, sehingga kegiatan evaluasi dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kondisi kawasan lindung dan manajemen pengelolaannya. Kawasan lindung dapat dievaluasi berdasarkan letak, luasan, proses penetapan dan penutup lahan, serta penyimpangan penutup lahan.

Kawasan lindung legal formal adalah kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh SK Menhut dan Perda, terdiri dari 2 kategori, yaitu kawasan lindung legal formal berdasarkan distribusi fungsi hutan dari Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 359/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 35/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan SK Menhut No. 41/Menhut-II/2011, serta kategori kawasan lindung legal formal berdasarkan rencana tata ruang wilayah dari Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029.

(18)

Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung dan taman wisata alam pada kelompok hutan Merbabu seluas 5.725 hektar, kawasan hutan Merbabu juga merupakan habitat flora dan fauna yang dilindungi dan dilestarikan. Kawasan hutan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu merupakan kriteria dan klasifikasi yang ditetapkan sebagai kawasan lindung.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka dalam penelitian mengambil judul tugas akhir “Aplikasi Pemetaan Berbasis Sistem Informasi Geografis untuk Evaluasi Kawasan Lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana memetakan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu? 2. Bagaimana memetakan evaluasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung

Merbabu?

3. Bagaimana memetakan penyimpangan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu?

4. Bagaimana strategi dan arahan dalam evaluasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu?

1.3 Tujuan Survei dan Pemetaan

1. Mengetahui cara membuat peta kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

2. Mengetahui cara membuat peta evaluasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

3. Mengetahui cara membuat peta penyimpangan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

4. Mengetahui strategi dan arahan dalam evaluasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

(19)

3

1.4 Manfaat Survei dan Pemetaan 1. Manfaat Ilmu Pengetahuan

Survei dan pemetaan ini dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai aplikasi sistem informasi geografis untuk pemetaan evaluasi dan penyimpangan yang terjadi di kawasan lindung berdasarkan permentanhut dan kawasan lindung legal formal berdasarkan tata cara pengelolaan dan kriteria penetapan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu. Survei dan pemetaan ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk pengawasan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu agar terjaga kelestariannya sesuai dengan fungsi peruntukannya.

2. Manfaat Praktis

a. Aplikasi sistem informasi geografis ini dapat memberikan ilmu praktis mengenai perbedaan kawasan lindung berdasarkan permentanhut dan kawasan lindung legal formal.

b. Aplikasi sistem informasi geografis ini dapat memberikan ilmu praktis mengenai evaluasi dan penyimpangan kawasan lindung.

c. Aplikasi sistem informasi geografis ini dapat memberikan informasi untuk lembaga yang mengawasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

1.5 Batasan Istilah

Judul penelitian tugas akhir yang dipilih yaitu “Aplikasi Pemetaan Berbasis Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Kawasan Lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu” dalam memudahkan pembaca dan membatasi penafsiran agar tidak terjadi salah tafsir, maka istilah yang diperjelas adalah sebagai berikut : 1. Sistem Informasi Geografis

Sistem informasi geografis adalah penggunaan atau penerapan suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta 2002).

(20)

2. Evaluasi

Evaluasi adalah langkah yang dilakukan dalam rangka untuk mengetahui kondisi kawasan lindung dan manajemen pengelolaannya. Kawasan lindung dapat dievaluasi berdasarkan letak, luasan, proses penetapan dan penutupan lahan.

3. Kawasan Lindung

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

4. Kawasan Lindung Legal Formal

Kawasan lindung legal formal adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 359/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 35/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan SK Menhut No. 41/Menhut-II/2011, serta Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029.

5. Kawasan Lindung Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 41/Menhut-II/2011

Kawasan lindung berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 41/Menhut-II/2011 adalah wilayah pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. Kesatuan Pengelolaan Hutan Model adalah wujud awal KPH yang secara bertahap dikembangkan menuju situasi dan kondisi aktual organisasi KPH di tingkat tapak. Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung yang selanjutnya disebut KPHL adalah organisasi pengelolaan hutan lindung yang wilayahnya sebagian besar terdiri atas kawasan hutan lindung yang dikelola Pemerintah Daerah.

(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Lindung

2.1.1 Definisi Kawasan Lindung

Menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dinyatakan bahwa kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

2.1.2 Klasifikasi dan Kriteria Kawasan Lindung

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas hutan lindung merupakan kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 174 atau lebih, kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40%, kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 meter di atas permukaan laut.

Kawasan taman nasional merupakan hutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam, memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami, memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh, memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia dan memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

MacKinnon et al. (1993) menyatakan bahwa macam ciri suatu kawasan yang dapat ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi adalah karakteristik atau

(22)

keunikan ekosistem, spesies langka atau terancam, tempat yang memiliki keanekaragaman spesies, landskap atau ciri geofisik yang bernilai estetik atau pengetahuan, fungsi perlindungan hidrologi, tanah, air dan iklim lokal, tempat peninggalan budaya, fasilitas untuk rekreasi alam.

2.1.3 Pengelolaan Kawasan Lindung

Banyak masalah kawasan dilindungi di negara sedang berkembang sebagai akibat konsep kawasan dilindungi sebagai sesuatu yang berdiri sendiri (Basuni 2001). Penetapan bentuk-bentuk kawasan lindung diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap kawasan-kawasan lainnya. Ragam dan intensitas usaha konservasi sumberdaya alam dan lingkungan pada kawasan lindung seharusnya lebih tinggi daripada kawasan-kawasan lainnya karena kerusakan yang terjadi atas kawasan lindung disamping menimbulkan kemerosotan jumlah, ragam dan mutu sumberdaya alam yang ada di dalamnya juga dapat merugikan atau bahkan membawa bencana di kawasan - kawasan lainnya (Iftitah 2005). Menurut Barborak (1995) dalam Basuni (2001) salah satu dari beberapa alasan kawasan - kawasan dilindungi di negara maju telah demikian berhasil adalah karena kawasan - kawasan tersebut benar-benar ada sebagai bentuk yang paling ketat dari regulasi penggunaan lahan.

Menurut Firdaus (2007) untuk mewujudkan kawasan lindung legal formal pemerintah harus menunjuk instansi yang bertanggung jawab secara langsung dalam penetapan dan pengelolaan kawasan perlindungan setempat dan kawasan rawan bencana alam. Andriyani (2007) menambahkan bahwa faktor kebijakan berupa arahan penggunaan lahan (kawasan lindung dan budidaya) juga berpengaruh nyata dalam menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan menjadi permukiman. Kawasan lindung legal formal tidak efektif untuk diterapkan secara langsung sebagai kawasan lindung sehingga kawasan lindung legal formal perlu ditata kembali dengan cara menyatukan kawasan yang memiliki luas minimal 25 ha ditarik dari garis terluar kawasan (Firdaus 2007). Upaya pengelolaan yang menjadi prioritas utama dalam manajemen pengelolaan kawasan lindung yang paling efektif adalah sosialisasi, kejelasan status hukum kawasan, partisipasi masyarakat, penyuluhan dan penataan ruang (Hernawati 2003).

(23)

7

2.1.4 Arti Penting Kawasan Lindung

Misi inti kawasan dilindungi adalah melindungi sumberdaya untuk jangka panjang dan menghasilkan aliran berkelanjutan dari jasa-jasa lahan liar bagi bangsa (Basuni 2001). Kawasan yang dilindungi memiliki sumbangan yang besar bagi pelestarian sumberdaya alam dan kelangsungan pembangunan diantaranya memelihara stabilitas lingkungan wilayah sekitarnya, sehingga mengurangi intensitas banjir dan kekeringan, melindungi tanah dari erosi serta mengurangi iklim ekstrim setempat. Selain itu juga memelihara kapasitas produktif ekosistem, sehingga menjamin tersedianya air serta produksi hewan dan tumbuhan secara terus menerus (MacKinnon et al. 1993). Kanowski et al. (1999) menambahkan bahwa kawasan lindung memberikan kontribusi yang fundamental terhadap konservasi sumberdaya alam dan sumberdaya budaya dunia. Nilai yang dilindungi yaitu bentang alam, keterwakilan ekosistem, keanekaragaman hayati, jasa lingkungan dan warisan budaya.

2.2 Penggunaan dan Penutupan Lahan

Istilah penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia dalam bidang lahan tertentu sedangkan penutupan lahan berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi menurut Lillesand dan Kiefer pada tahun 1990. Menurut Lo (1995) terdapat tiga kelas data dalam penutupan lahan diantaranya :

1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia.

2. Fenomena biotik vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang. 3. Tipe-tipe pembangunan.

Skema klasifikasi merupakan rancangan skema penutupan lahan suatu wilayah yang disusun berdasarkan informasi tambahan dari wilayah yang akan diinterpretasi sehingga menjadi faktor penting dalam menentukan keberhasilan dalam klasifikasi penutupan dan penggunaan lahan (Lo 1995).

(24)

2.3 Sistem Informasi Geografis (SIG) 2.3.1 Pengertian SIG

Sistem informasi geografis adalah suatu teknologi baru yang pada saat ini menjadi alat bantu (tools) yang sangat esensial dalam menyimpan, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan kembali kondisi-kondisi alam dengan bantuan data atribut dan spasial (Prahasta 2002), sedangkan menurut Chrisman (1997) dan Prahasta (2002) menyatakan bahwa sistem informasi geografis adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data, manusia (brainware), organisasi dan lembaga yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, menganalisa dan menyebarkan informasi-informasi mengenai daerah-daerah di permukaan bumi. 2.3.2 Komponen SIG

Gistut (1994) dan Prahasta (2002) menyebutkan bahwa SIG memiliki komponen yang terdiri dari perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), data dan informasi geografi, dan manajemen data. Perangkat keras untuk SIG antara lain adalah computer, mouse, digitizer, printer, plotter, dan scanner. Perangkat lunak terdiri dari word processing, sphread (mengolah angka), database presentation dan aplikasi-aplikasi SIG lainnya.

Menurut Jaya (2002), data vektor adalah struktur data yang berbasis pada sistem koordinat yang umum digunakan untuk menyajikan feature peta. Data raster adalah data dimana semua obyek disajikan secara sekuensial pada kolom dan baris dalam bentuk sel-sel atau yang sering dikenal dengan picture element yang selanjutnya disingkat pixel.

2.3.3 Analisis Data SIG

Analisis spasial adalah proses pemodelan, pengujian dan interpretasi hasil dari model (Jaya 2002). Prahasta (2002) menyebutkan bahwa secara umum terdapat dua fungsi analisis yaitu fungsi analisis atribut dan analisis spasial.

1. Fungsi Analisis Atribut, terdiri dari :

a. Operasi Dasar Sistem Pengelolaan Basis Data (DBSM). 1) Membuat dan menghapus basis data.

2) Membuat dan menghapus tabel basis data. 3) Mengisi dan menyisipkan data ke dalam tabel.

(25)

9

4) Membaca dan mencari data dari tabel basis data.

5) Mengubah dan mengedit data yang terdapat di dalam tabel basis data. 6) Membuat indeks untuk setiap tabel basis data.

b. Perluasan Operasi Basis Data. 2. Analisis Spasial, terdiri dari :

a. Klasifikasi yaitu mengklasifikasikan kembali suatu data spasial (atau atribut) menjadi data spasial yang baru dengan menggunakan kriteria tertentu. b. Network yaitu fungsi ini merujuk data spasial titik-titik atau garis sebagai

suatu jaringan yang tidak dipisahkan.

c. Overlay yaitu fungsi ini menghasilkan data spasial baru dari minimal dua data spasial yang menjadi masukannya.

d. Buffering yaitu fungsi yang akan menghasilkan data spasial baru yang berbentuk poligon atau zone dengan jarak tertentu dari data spasial masukannya.

e. 3D analisis yaitu fungsi ini berhubungan dengan presentasi data spasial dalam bentuk 3 dimensi.

f. Digital image processing yaitu fungsi ini dimiliki oleh perangkat SIG yang berbasiskan raster.

SIG menghubungkan sekumpulan unsur-unsur peta dengan atribut - atributnya didalam satuan-satuan yang disebut layer. Kumpulan layer akan membentuk basis data SIG (Prahasta 2002). Operasi menggabungkan feature dari dua layer ke dalam layer baru serta menggabungkan secara relasional tabel atribut feature-nya disebut overlay spasial (Jaya 2002).

Prahasta (2002) membagi SIG menjadi beberapa subsistem, yaitu:

1. Data input yaitu data yang akan diinput ke dalam sistem. Bentuk data tersebut diantaranya tabel, laporan, pengukuran lapang, peta, citra satelit, foto udara dan data digital lain.

2. Data output yaitu hasil dari pengolahan data dapat berupa peta, tabel, laporan dan informasi digital.

3. Data manajemen yaitu mengorganisasikan baik data atribut maupun data spasial ke dalam sebuah basis data sehingga mudah untuk diperbaharui atau dikoreksi.

(26)

4. Data manipulasi dan analisis yaitu melakukan manipulasi dan pemodelan data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

2.4 Evaluasi Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan.

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial).

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukan - masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai.

(27)

11

BAB III

METODE SURVEI DAN PEMETAAN 3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan

Lokasi survei dan pemetaan untuk tugas akhir ini terletak di Taman Nasional Gunung Merbabu. Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu berdiri berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 135/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004 tentang perubahan fungsi kawasan hutan lindung dan taman wisata alam pada kelompok hutan Merbabu.

Gambar 3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung Secara geografis, Taman Nasional Gunung Merbabu terletak diantara koordinat 110º19’14,2”BT - 110º29’10.4”BT dan 7º23’31.7”LS - 7º29’20”LS dengan ketinggian tempat mencapai 3.142 meter di atas permukaan air laut. Secara administratif, Taman Nasional Gunung Merbabu di Provinsi Jawa Tengah berbatasan langsung dengan 37 desa yang termasuk dalam tujuh kecamatan, yaitu kecamatan Getasan di Kabupaten Semarang, Ampel dan Selo di Kabupaten Boyolali, Candimulyo - Sawangan - Pakis dan Ngablak di Kabupaten Magelang. Batas Administrasi Taman Nasional Gunung Merbabu adalah sebagai berikut :

(28)

- Sebelah Utara : Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

- Sebelah Timur : Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Selatan : Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali.

- Sebelah Barat : Kecamatan Sawangan, Pakis, Candimulyo dan Ngablak,

Kabupaten Magelang. 3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang dibutuhkan untuk survei dan pemetaan adalah sebagai berikut : 1. Laptop acer E5 575 intel core I3 – 6100U Windows 10 home dengan software

microsoft excel 2019, power point 2019, dan word 2019. 2. Software ArcGIS 10.6.1 dan ArcGIS Earth.

3. Software Google Earth.

4. Software Android UTM Geo Map. 5. Kamera HP.

6. Alat tulis.

7. Peta dasar kawasan taman nasional gunung merbabu dan sekitarnya. 3.2.2 Bahan

Bahan yang dibutuhkan akan dilampirkan dalam bentuk tabel yang berisi sumber data dan jenis data adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1 Sumber dan Jenis Data sebagai Bahan Survei dan Pemetaan

No. Sumber Data Jenis Data

1. Dinas Pekerjaan Umum

Sumber Daya Air dan Penataan Ruang Provinsi Jawa Tengah

Tupoksi.

Shapefile dan peta RTRW provinsi Jawa Tengah.

Shapefile dan peta tematik provinsi Jawa Tengah.

2. Balai Taman Nasional

Gunung Merbabu Tupoksi Shapefile dan peta taman nasional.

3. Stasiun Klimatologi

Semarang

Data, shapefile, dan peta curah hujan Sawangan - Pakis - Ngablak, Kabupaten Magelang.

Getasan, Kabupaten Semarang. Selo – Ampel, Kabupaten Boyolali.

(29)

13

3.3 Variabel Penelitian

1. Kawasan lindung berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan adalah kawasan lindung berdasarkan kriteria dari Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, SK Menhut No. 837/UM/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. 2. Kawasan lindung legal formal adalah kawasan lindung yang telah ditetapkan

oleh SK Menhut dan Perda, terdiri dari 2 kategori:

a. Kawasan lindung DFH adalah kawasan lindung yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 359/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 35/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Jawa Tengah dan SK Menhut No. 41/Menhut-II/2011. b. Kawasan lindung RTRW adalah kawasan lindung yang ditetapkan dalam alokasi rencana tata ruang wilayah berdasarkan Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029.

3. Penyimpangan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu penyimpangan yang terjadi di kawasan lindung. Penyimpangan tersebut antara lain kawasan lindung legal berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan dengan kawasan lindung DFH, kawasan lindung berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan dengan kawasan lindung RTRW.

4. Luas wilayah hasil kajian merupakan hasil perhitungan di dalam peta yang telah disesuaikan oleh Peta Administrasi Provinsi Jawa Tengah. Perhitungan dilakukan dengan software ArcGIS.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

1. Citra Satelit dan Peta Tematik

Interpretasi citra Landsat 8 tahun 2019, peta curah hujan, peta kemiringan lereng, peta jenis tanah, peta kawasan hutan, dan peta rencana tata ruang wilayah.

(30)

2. Survei Lapangan

Survei lapangan dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan atau mengunjungi lokasi penelitian. Survei lapangan ini dilakukan untuk melihat secara langsung kondisi lapangan setelah membuat peta kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu.

3. Dokumentasi

Pengambilan dokumentasi kawasan lindung, evaluasi kawasan lindung, dan penyimpangan kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu. 3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dari studi pustaka dan pengolahan shapefile pada beberapa aplikasi yang dibutuhkan. Data sekunder sebagai data penunjang dilakukan untuk mencari data yang tidak diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan, data sekunder sebagai penunjang untuk pengolahan, pemetaan, dan analisis data.

3.5 Pengolahan Data

Semua data spasial yang ada diubah dalam format shapefile dengan proyeksi peta yang diubah yaitu peta alokasi ruang RTRW.

Pembuatan peta curah hujan dibuat berdasarkan data curah hujan dan data titik pos pengamatan dari BMKG. Proses pembuatan peta dilakukan dengan melakukan interpolasi dengan menggunakan software ArcGIS.

Pembuatan peta Digital Elevation Model (DEM) merupakan proses awal untuk membuat peta kemiringan lereng. Peta DEM merupakan hasil surfacing (interpolasi) dari peta kontur digital dengan menggunakan software ArcGIS.

Pengolahan data citra landsat 8 dilakukan dengan menggunakan software ENVI dan ArcGIS 10.6.1 untuk peta penutup lahan. Tahapan-tahapan dalam pengolahan penutupan lahan sebagai berikut. (1) Pemilihan gabungan band (5-4-3), (2) Koreksi geometrik yaitu mengoreksi ketelitian citra dengan posisi yang ada dilapangan dengan menggunakan peta bumi sebagai acuan, (3) Penentuan lokasi penelitian (clipping), (4) Klasifikasi tak terbimbing (unsupervised clasification) dengan metode isodata, (5) Pengecekan di lapangan dan pembuatan training area,

(31)

15

(6) Klasifikasi terbimbing (supervised clasification) dengan metode maximum likelihood yaitu penetapan atribut kelas terlebih dahulu kemudian diikuti dengan klasifikasi spectral kedalam kelas-kelas penutupan lahan, (7) Mozaik 2 hasil klasifikasi penutupan lahan Landsat 8 tahun 2019, (8) Akurasi yaitu melihat tingkat ketepatan data groundcheck lapang dalam penutupan lahan dengan Software ENVI dengan tingkat akurasi yang diterima ≥ 85%, (9) Union dengan peta penutupan lahan tahun 2019, (10) Striping peta penutupan lahan hasil analisis Landsat 8 tahun 2019 digantikan dengan peta penutupan lahan BIG tahun 2019.

3.6 Identifikasi dan Klasifikasi Kawasan Lindung 1. Kawasan lindung legal formal berdasarkan DFH

Penentuan kawasan lindung DFH dilakukan dengan clip dari peta kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah.

2. Kawasan lindung legal formal berdasarkan RTRW

Penentuan kawasan RTRW dilakukan dengan clip dari peta alokasi ruang RTRW Provinsi Jawa Tengah.

3. Kawasan lindung berdasarkan Peraturan Kementerian Pertanian dan Kehutanan Identifikasi kawasan lindung dari kementerian pertanian dan kehutanan dirancang berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan SK Menhut No. 837/UM/II/1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung, serta Ketentuan Dirjen RLKT Tahun 1994. Penentuan kawasan lindung legal formal dilakukan dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung di overlay (tumpang tindih) dengan software ArcGIS 10.6.1 sehingga menghasilkan kawasan lindung legal formal. Pembagian kriteria kawasan lindung legal formal adalah sebagai berikut :

Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya adalah kawasan yang dikategorikan yaitu kawasan hutan lindung. Kriteria kawasan hutan lindung yaitu Kawasan hutan yang mempunyai lereng lapangan 40%, kawasan hutan yang mempunyai ketinggian di atas permukaan laut 2.000 meter atau lebih, kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis tanah,

(32)

curah hujan yang melebihi nilai skor 174, Kawasan yang mempunyai jenis tanah sangat peka dengan lereng >15%.

Kawasan hutan lindung ditetapkan dalam suatu wilayah dengan cara menjumlahkan nilai dari sejumlah faktor setelah masing-masing dikalikan dengan nilai timbang sesuai dengan besarnya pengaruh relatif terhadap erosi. Skor untuk kelas kemiringan lereng, jenis tanah dan curah hujan disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel 3.2 Skor Kelas Kemiringan Lereng

Kelas Kemiringan Lereng (%) Nilai Skor Kategori

I 0 – 8 20 Datar

II 8 – 15 40 Landai

III 15 – 25 60 Agak Curam

IV 25 – 45 80 Curam

V >45 100 Sangat Curam

Sumber : SK Menhut No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Tabel 3.3 Skor Kelas Jenis Tanah

Kelas Jenis Tanah Nilai Skor Kategori

I Aluvial, glei, planosol, hidromorf

laterik 15 Tidak Peka

II Latosol 30 Kurang Peka

III Brown forest soil, non calcic,

brown, mediteran 45 Agak Peka

IV Andosol, laterit, grumusol, podsol,

podsolik

60 Peka

V Regosol, litosol, organosol,

renzina 75 Sangat Peka

Sumber : SK Menhut No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Tabel 3.4 Skor Kelas Curah Hujan Bulanan

Kelas Curah hujan rata-rata bulanan

(mm/bulan) Nilai Skor Kategori

I 166 – 170 10 Sangat Rendah

II 171 – 175 20 Rendah

III 176 – 180 30 Sedang

IV 181 – 185 40 Tinggi

V >186 50 Sangat Tinggi

Sumber : SK Menhut No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 Rumus untuk menentukan fungsi hutan

(33)

17

Tabel 3.5 Klasifikasi Fungsi Hutan berdasarkan Perhitungan Skor No. Total Skor Fungsi Hutan

1. >174 Kawasan Lindung, termasuk Hutan Lindung

2. 125-174 Kawasan Fungsi Penyangga / Kawasan Hutan Produksi

Terbatas 3. <125

lereng <15%

Kawasan Hutan Produksi Tetap Kawasan Hutan Produksi Konversi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan 4. <125

lereng <8%

Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan

Permukiman

Sumber : SK Menhut No. 837/UM/II/1980 dan No. 683/KPTS/UM/1981 3.7 Cara Pemetaan dan Analisis Data

3.7.1 Perancangan Kawasan Lindung

Peta tematik kriteria kawasan lindung diolah dengan melakukan pemodelan spasial. Data kriteria kawasan lindung tersebut kemudian di overlay dengan software ArcGIS sehingga menghasilkan kawasan lindung menurut permentanhut, kawasan lindung legal formal berdasarkan DFH dan RTRW.

3.7.2 Proses Penyajian Hasil Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung

Proses evaluasi dilakukan pada beberapa aspek kajian. Analisis-analisis yang dilakukan untuk melakukan evaluasi adalah sebagai berikut.

Analisis kemungkinan penyimpangan alokasi kawasan lindung

Analisis kemungkinan penyimpangan fungsi kawasan lindung dilakukan dengan metode intersect pada analisis summary dengan menggunakan ArcGIS. Dari analisis tersebut diketahui perubahan penggunaan sehingga diperoleh persentase kemungkinan penyimpangan ruang kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu. Data yang dianalisis yaitu:

1. Peta kawasan lindung berdasarkan Permentanhut dengan kawasan lindung DFH. 2. Peta kawasan lindung berdasarkan Permentanhut dengan kawasan lindung

RTRW.

Rumus untuk mengetahui penyimpangan Kawasan Lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu :

Persen Penyimpangan (%) = Luas penyimpangan areal dalam zona (Ha) / Luas areal zona pemanfaatan ruang (Ha).

(34)

3.8 Diagram Alir

Dalam proses aplikasi pemetaan berbasis sistem informasi geografis untuk evaluasi kawasan lindung di Taman Nasional Gunung Merbabu dibutuhkan beberapa peta parameter dan citra satelit. Proses tersebut dapat dilihat pada gambar diagram alir berikut ini.

Kawasan Lindung Berdasarkan Permentanhut

Kawasan Lindung Legal Formal (Distribusi Fungsi Hutan)

Kawasan Lindung Legal Formal (Rencana Tata Ruang Wilayah) Citra Landsat 8 OLI 2019

T a m a n N a s i o n a l G u n u n g M e r b a b u

Peta Penutup Lahan Taman Nasional Gunung Merbabu

Penyimpangan Kawasan Lindung Selisih

Evaluasi Kawasan Lindung Keterangan

Input Output P e t a J e n i s Ta n a h P e t a C u r a h H u j a n Peta Kemiringan Lereng T a m a n N a s i o n a l G u n u n g M e r b a b u

Peta RTRW

(Taman Nasional Gunung Merbabu) Peta Kawasan Hutan

(Taman Nasional Gunung Merbabu)

K e p u t u s a n P r e s i d e n N o m o r 3 2 Tahun 1990 t ent ang Pengel ol aan Kawasan Lindung dan SK Menhut No. 837/UM/II/1980 tentang Kriteria

dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 K e p u t u s a n M e n t e r i K e h u t a n a n N o m o r S K . 3 5 9 / M e n h u t - I I / 2 0 0 4 t e n t a n g P e r u b a h a n K e p u t u s a n M e n t e r i K e h u t a n a n d a n P e r k e b u n a n N o m o r 3 5 / K p t s - I I / 1 9 9 9 t a n g g a l 1 5 J u n i 1 9 9 9 t e n t a n g P e n u n j u k a n K a w a s a n H u t a n d i W i l a y a h P r o v i n s i J a w a T e n g a h Keputusan Menteri Kehutanan No. 41/Menhut-II/2011

Ketentuan Dirjen RLKT Tahun 1994

(35)

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu 4.1.1 Topografi

Gunung Merbabu tergolong gunung api tua yang sudah tidak aktif lagi. Gunung ini berada pada ketinggian tempat ± 600 - 3.142 m di atas permukaan air laut. Gunung Merbabu mempunyai tujuh puncak, yaitu: (1) Puncak Pertapaan, (2) Puncak Watutulis, (3) Puncak Gegersapi, (4) Puncak Syarif, (5) Puncak Ondorante, (6). Puncak Kenteng Songo, dan (7) Puncak Trianggulasi. Puncak Gunung Merbabu dapat dicapai melalui jalur pendakian yaitu melalui Dusun Kedakan (Desa Kenalan), Dusun Genting (Desa Tarubatang) dan Dusun Cuntel (Desa Kopeng). Selain jalur tersebut untuk mencapai puncak hampir sebagian besar dari dusun sekitar kawasan hutan dapat digunakan sebagai jalur pendakian. Namun demikian telah dibuat aturan bahwa jalur resmi pendakian hanya 4 (empat) jalur.

Topografi kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu sebagian besar berbukit-bukit sampai dengan bergunung-gunung dan di beberapa lokasi terdapat jurang dan tebing yang sangat curam, seperti jurang Sipendok yang berada di wilayah Desa Candisari. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan secara spasial, kemiringan lereng kelas I (0-25%) sebagian besar di sisi sebelah utara termasuk di Desa Kopeng, Desa Tajuk dan Desa Batur berada di lereng tengah gunungapi, sebagian kecil berada di lereng atas gunungapi. Kemiringan lereng kelas II (25-40%) sebagian besar berada di sisi sebelah barat kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu termasuk wilayah Kecamatan Ampel dan di lereng atas gunung api, sebagian lain di lereng bawah gunung api termasuk wilayah Kabupaten Magelang. Kawasan lainnya terdiri dari kemiringan lereng kelas III (>40%) sebagian besar berada di sisi sebelah timur di wilayah Kabupaten Magelang. 4.1.2 Geologi dan Tanah

Gunung Merbabu terbentuk oleh aktivitas gunung api (vulkanik) sehingga bentuk lahannya secara umum adalah bentuk lahan vulkan. Saat sekarang, Gunung Merbabu tidak mempunyai kawah yang aktif dan tergolong tua, oleh karena itu

(36)

letusan material yang dilepaskan Gunung Merbabu sebagian besar berupa material lepas (piroklastik) dan sebagian kecil berupa lelehan lava yang berasal dari aktivitas gunung api (vulkanik). Kondisi material lepas tersebut biasanya ditandai adanya tingkat kerapatan pola aliran material dan kondisi kemiringan lereng atau tebing (Balai Konservasi Sumberdaya Alam, 2006).

Dilihat dari asal bentukannya, bentuk lahan kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu dibedakan menjadi kerucut gunung api, lereng atas gunung api, lereng tengah gunung api, lereng bawah gunungapi dan aliran lahar. Endapan aliran lava dijumpai pada bentuk lahan aliran lahan yang berada di wilayah Desa Kenalan, Kecamatan Pakis.

Proses erosi yang berlangsung pada kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu bervariasi mulai dari terkikis sedang, hingga kuat. Proses erosi yang terkuat terjadi pada lereng gunung bagian selatan hingga barat daya, yaitu mulai dari Lencoh, Jrakah, hingga Wonolelo dan tersebar pada wilayah lereng atas. Kondisi ini di lapangan dapat dilihat dari banyaknya lereng terjal dan igir-igir yang runcing serta lembah yang curam. Material yang ditemukan pada bagian lereng gunung ini merupakan material piroklastik. Kondisi geomorfologinya ditandai oleh adanya kerapatan pola aliran tinggi dan tebing sungai yang terjal serta materialnya mudah terkikis karena daya rekatnya relatif kurang.

Gunung merbabu sebelah barat pada bagian lereng atas dan tengah, proses erosinya tergolong sedang. Material yang ditemukan pada daerah ini juga piroklastik, misalnya di lereng atas yaitu di Desa Kenalan dan Genikan yang termasuk dalam Kecamatan Pakis. Karakteristik erosi berupa igir-igir yang agak tajam, namun tidak setajam seperti bagian yang tererosi kuat.

Gunung merbabu sebelah utara dan tenggara merupakan material mayoritas berupa bekas lelehan lava, ditandai dengan bentuk permukaan yang bergelombang dan banyak ditemui singkapan batuan. Proses erosi pada bagian wilayah ini tergolong sedang, ditandai oleh adanya bentuk igir-igir yang tidak terlalu tajam dan pola alirannya tidak terlalu rapat. Kondisi ini disebabkan karena material endapan lelehan lava lebih resisten daripada material endapan piroklastik. Bentukan proses

(37)

21

ini tersebar dari lereng atas hingga lereng tengah, di sebelah utara terletak di sekitar Kopeng, sedangkan di sebelah tenggara terdapat pada daerah sekitar Selo.

Gunung merbabu bagian timur laut hingga timur lereng, proses erosinya mayoritas tergolong sedang dengan material endapan piroklastik, baik pada lereng atas maupun tengah, seperti di daerah Ngadirojo, Candisari, Kecamatan Ampel. Proses erosinya ditandai oleh adanya pola aliran yang tidak terlalu rapat dan igirnya tidak terlalu tajam. Tekstur tanah bervariasi yaitu geluh, geluh pasiran, geluh lempungan, geluh lempung pasiran, lempung pasiran. Tekstur tanah geluh sebagian besar berada pada bentuk lahan kerucut lerang atas gunungapi. Tanah bertekstur geluh lempung pasiran berada di bentuk lahan kerucut gunung api. Jika dikaitkan dengan kondisi vegetasi berdasarkan kelas kerapatan tajuk, maka vegetasi dengan kerapatan jarang cenderung memiliki kandungan bahan organik terendah, kemudian semakin tinggi diikuti vegetasi dengan kelas kerapatan sedang dan kelas kerapan tajuk rapat. Secara umum kandungan bahan organik di kawasan hutan Gunung Merbabu tergolong rendah, yaitu berkisar antara 1,40–19,01%, demikian juga unsur-unsur hara seperti N dan P keberadaannya juga cenderung rendah. 4.1.3 Iklim

Kawasan hutan Gunung Merbabu menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, termasuk iklim tipe B dengan nilai Q sama dengan 31,42 %, dengan

curah hujan berkisar 2.000-3.000 mm dan kisaran suhu 17-30oC.

4.1.4 Kondisi Flora dan Fauna

Berdasarkan kondisi vegetasi dan kondisi fisik di lapangan, secara menyeluruh kondisi ekosistem kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merbabu sebagian mengalami kerusakan. Kerusakan ekosistem tersebut disebabkan antara lain karena kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam dengan cara yang berlebihan dan berlangsung terus menerus. Tipe ekosistem hutan Taman Nasional Gunung Merbabu apabila didasarkan pada klasifikasi menurut Van Steenis, 1950b (Whitmore, 1975) terdiri 4 tipe ekosistem, yaitu (1) Hutan hujan tropika dataran rendah. (2) Hutan hujan tropika pegunungan dataran rendah. (3) Hutan hujan tropika pegunungan tinggi. (4) Hutan tropika sub alpine.

(38)

Puncak pegunungan yang merupakan ekosistem hutan tropika sub alpine berupa hamparan luas yang didominasi rumput dan jenis vegetasi seperti Vaccinium varingaifolium, Anaphalis javanica, dan seterusnya. Ekosistem hutan hujan tropika pegunungan tinggi dan ekosistem hutan hujan tropika pegunungan dataran rendah, jenis-jenis vegetasi terdiri dari Pinus merkusii, Acacia decurens, Schima wallichii, Albizzia lophanta, Engelhardia serrata, Casuarina junghuniana, dan di beberapa tempat hanya tertutup tumbuhan bawah berupa semak belukar dan rumput. Ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah seluruhnya merupakan hutan tanaman yaitu Pinus merkusii dan Acacia decurens. Kondisi penutupan tajuk dikelompokkan menjadi tiga kelas kerapatan, yaitu jarang, sedang dan rapat. Kerapatan tajuk sedang dan rapat sebagian besar berada di kawasan hutan sisi sebelah timur dan sebagian lainnya tersebar di sisi sebelah utara di sekitar “enclave” atau Desa Batur, Desa Tajuk dan sebagian masuk Desa Kopeng, Kecamatan Getasan. Kerapatan tajuk jarang sebagian besar tersebar di sisi sebelah barat antara lain di Desa Kenalan, Genikan, Wulunggunung, Wonolelo, Gondangsari, termasuk wilayah Kecamatan Pakis, Kabupaten Magelang, sebagian kecil lainnya tersebar di Desa Jrakah, Desa Samiran, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dan Desa Batur, Desa Tajuk, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang.

4.2 Peta Tematik Kriteria dan Analisis Evaluasi Kawasan Lindung 4.2.1 Penutup Lahan

Klasifikasi penutup lahan di Taman Nasional Gunung Merbabu dibagi menjadi 6 jenis penutup lahan.

Tabel 4.1 Jenis Penutup Lahan Taman Nasional Gunung Merbabu

No. Jenis Penutupan Lahan Luas (Ha)

1. Hutan 3.025,227168

2. Belukar 775, 291472

3. Lahan Terbuka 647, 437023

4. Pertanian Lahan Kering 200, 682915

5. Pertanian Lahan Kering Campur Semak 1.171, 613624

6. Sawah 0, 239336

(39)

23

Penutup lahan Taman Nasional Gunung Merbabu didominasi oleh Hutan. Hutan di Taman Nasional Gunung Merbabu digunakan untuk kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati yang asli dan khas, serta kegiatan pemulihan komunitas hayati dan ekosistem yang mengalami kerusakan. Penutupan lahan ini terletak di bagian tengah hingga barat puncak Taman Nasional Gunung Merbabu.

Pertanian lahan kering campur semak merupakan penutup lahan yang mendominasi kedua setelah hutan. Penutupan lahan ini terletak di bagian timur puncak Taman Nasional Gunung Merbabu.

Belukar merupakan penutup lahan yang ketiga setelah pertanian lahan kering campur semak. Penutupan lahan ini terletak di bagian tengah dan selatan puncak Taman Nasional Gunung Merbabu.

Lahan terbuka merupakan penutup lahan yang keempat setelah belukar. Penutupan lahan ini terletak di bagian tengah puncak Taman Nasional Gunung Merbabu.

Pertanian lahan kering merupakan penutup lahan yang kelima setelah lahan terbuka. Penutupan lahan ini terletak di bagian barat dan timur Taman Nasional Gunung Merbabu.

Sawah merupakan penutup lahan keenam setelah pertanian lahan kering. Penutup lahan ini terletak di bagian timur dengan pertanian lahan kering. Persebaran spasial parameter penutup lahan dapat dilihat pada Gambar 4.1.

(40)

4.2.2 Jenis Tanah

Klasifikasi jenis tanah di Taman Nasional Gunung Merbabu dibagi menjadi 4 ordo tanah, yaitu Andosol, Litosol, Latosol, dan Mediteran :

Tabel 4.2 Jenis Tanah di Taman Nasional Gunung Merbabu

No. Jenis Tanah Luas (Ha)

1. Litosol dan Kompleks Andosol Kelabu Tua 3.111,28469631

2. Andosol Coklat 2.481,27177162

3. Asosiasi Mediteran Coklat Litosol 217, 211275188

4. Latosol Coklat Kemerahan dan Andosol Coklat 10, 723826427

Berdasarkan tingkat kepekaannya, jenis tanah di Taman Nasional Gunung Merbabu terbagi menjadi 4 kategori kepekaan jenis tanah, yaitu :

Tabel 4.3 Tingkat Kepekaan Jenis Tanah

No. Kategori Luas (Ha)

1. Sangat Peka 3.111,28469631

2. Peka 2.481,27177162

3. Agak Peka 217, 211275188

4. Kurang Peka 10, 723826427

Parameter jenis tanah sangat peka penyebarannya sebagian besar terdapat di bagian timur Taman Nasional Gunung Merbabu yang ada di kecamatan Ampel dan Selo. Persebaran spasial parameter curah hujan dapat dilihat pada Gambar 4.2.

(41)

25

4.2.3 Curah Hujan

Curah hujan di Taman Nasional Gunung Merbabu terbagi atas 5 kelas. Rata-rata bulan hujan di Taman Nasional Gunung Merbabu yaitu 9 bulan per tahun.

Tabel 4.4 Curah Hujan Bulanan Taman Nasional Gunung Merbabu

No. Curah Hujan Bulanan (mm/bulan) Kategori Luas (Ha)

1. 166 – 170 Sangat Rendah 374,826515

2. 171 – 175 Rendah 1.183,607706

3. 176 – 180 Sedang 1.586,02698

4. 181 – 185 Tinggi 1.264,07512

5. >186 Sangat Tinggi 2.086.28638

Persebaran parameter curah hujan di Taman Nasional Gunung Merbabu dilihat pada daerah – daerah tertentu. Curah hujan sangat rendah terletak di sebelah barat kecamatan Ngablak dan Pakis. Curah hujan rendah dan sedang terletak di kecamatan Ngablak, Pakis, dan Sawangan. Curah hujan tinggi dan sangat tinggi terletak di kecamatan Getasan, Ampel, dan Selo. Distribusi curah hujan di Taman Nasional Gunung Merbabu dapat dilihat di Gambar 4.3.

(42)

4.2.4 Kemiringan Lereng

Taman Nasional Gunung Merbabu memiliki kelas lereng yang terbagi menjadi 5 kelas. Kategori kelas lereng curam dan sangat curam mendominasi di Taman Nasional Gunung Merbabu.

Tabel 4.5 Kemiringan Lereng Taman Nasional Gunung Merbabu

No. Kelas Lereng (%) Kategori Luas (Ha)

1. 0 – 8 Datar 43.817

2. 8 – 15 Landai 15.581

3. 15 – 25 Agak Curam 53.697,93

4. 25 – 45 Curam 17.929

5. >45 Sangat Curam 35.764,861

Persebaran parameter kemiringan lereng dengan kategori curam dan sangat curam pada umumnya terdapat di puncak Taman Nasional Gunung Merbabu. Penyebaran kelas lereng sangat curam (>45%) yang perlu ditetapkan sebagai kawasan lindung merupakan areal dengan presentase terbesar di Taman Nasional Gunung Merbabu. Persebaran spasial kemiringan lereng dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(43)

27

4.3 Pembuatan Peta Kawasan Lindung

4.3.1 Peta Kawasan Lindung Berdasarkan Permentanhut

1. Membuka aplikasi ArcMap 10.6.1 untuk membuat peta kawasan lindung berdasarkan peraturan kementerian pertanian dan kehutanan.

Gambar 4.5 Membuka Aplikasi ArcMap 10.6.1

2. Klik add data dan pilih shapefile jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng Taman Nasional Gunung Merbabu, kemudian klik add.

Gambar 4.6 Pemilihan SHP Jenis Tanah,Curah Hujan, dan Kemiringan Lereng 3. SHP jenis tanah, curah hujan, dan kemiringan lereng Taman Nasional Gunung

Merbabu akan muncul setelah add data.

Gambar 4.7 SHP Jenis Tanah,Curah Hujan, dan Kemiringan Lereng 4. Parameter Jenis Tanah.

(44)

a. Klik geoprocessing dan clip.

Gambar 4.8 Geoprocessing dan Clip SHP Jenis Tanah

b. Masukan shp jenis tanah pada input features dan masukan shp Kawasan taman nasional gunung merbabu. Klik ikon folder pada output feature class untuk menyimpan shp jenis tanah hasil clip ke folder penyimpanan dengan diberi nama SHP Jenis Tanah Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu dan klik OK.

Gambar 4.9 Proses Clip SHP Jenis Tanah

c. Klik kanan dan open attribute table pada SHP Jenis Tanah Kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.

(45)

29

d. Klik ikon table options dan klik add field.

Gambar 4.11 Add Field pada Table Option SHP Jenis Tanah

e. Pada tab name, diberi kelas, skor, total skor, dan luas (ha) untuk menambahkan attribute table pada parameter jenis tanah.

f. Pada tab type, gunakan double untuk menggunakan angka.

Gambar 4.12 Penambahan Atttibute Table pada Add Field SHP Jenis Tanah g. Tabel kelas, skor, dan total skor pada attribute table jenis tanah.

(46)

h. Gunakan Start Editing yang ada di Editor untuk menambahkan angka pada tabel kelas dan skor parameter jenis tanah.

Gambar 4.14 Start Editing pada SHP Jenis Tanah

i. Tambahkan jumlah pada tabel kelas dan skor sesuai parameter jenis tanah.

Gambar 4.15 Penambahan Jumlah Kelas dan Skor pada SHP Jenis Tanah j. Save editing dan stop editing setelah menambahkan angka pada tabel kelas

dan skor parameter jenis tanah.

(47)

31

k. Klik kanan pada tabel luas ha untuk mengetahui luasan hektar setiap jenis tanah, kemudian klik Calculate Geometry.

Gambar 4.17 Calculator Geometry pada Perhitungan Luas Ha Jenis Tanah l. Klik area pada property dan klik use coordinate system of the data source,

kemudian klik hectares (ha) pada units dan OK.

Gambar 4.18 Perhitungan Luas Ha Tanah pada Calculate Geometry m. Luas Ha dari perhitungan Calculate Geometry akan muncul sebagai berikut.

(48)

5. Parameter Curah Hujan.

a. Klik add data, pilih data curah hujan bulanan format xls, kemudian pilih sheet UTM dan klik add.

Gambar 4.20 Add Data Curah Hujan (UTM) b. Sheet UTM akan masuk ke bagian layer.

Gambar 4.21 Sheet Data Curah Hujan (UTM)

c. Klik kanan pada sheet UTM setelah masuk layer, kemudian pilih display XY data.

(49)

33

d. Display XY Data.

1) Pada X field pilih xcoord untuk mengetahui koordinat X dan Y field pilih ycoord untuk mengetahui koordinat Y.

Gambar 4.23 X Coordinate dan Y Coordinate pada Data Curah Hujan 2) Pada coordinate system description, pilih edit untuk mencari koordinat,

Pilih koordinat WGS 1984 UTM Zone 49S dan klik OK.

(50)

3) UTM Events pada layer.

Gambar 4.25 UTM Events pada Data Curah Hujan

4) Klik kanan pada UTM Events, kemudian klik data dan export data.

Gambar 4.26 Export Data pada Data Curah Hujan

5) Klik ikon folder pada Output Feature Class, kemudian diberi nama Stasiun Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu dan klik Save, klik OK.

(51)

35

6) SHP Stasiun Curah Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu akan muncul pada layer dalam bentuk point.

Gambar 4.28 Stasiun Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu e. Klik arctoolbox dan spatial analyst tools, kemudian klik interpolation dan

IDW.

(52)

f. IDW.

1) Pilih Stasiun Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu pada input point feature, kemudian pilih rata – rata curah hujan pada Z value field, klik ikon folder untuk menyimpan raster IDW Curah Hujan Bulanan Taman Nasional Gunung Merbabu dan klik save, kemudian klik OK.

Gambar 4.30 IDW 2) Hasil IDW pada layer sebagai berikut.

Gambar 4.31 Hasil Proses IDW

3) Klik kanan dan pilih properties pada raster IDW Curah Hujan Bulanan Taman Nasional Gunung Merbabu.

(53)

37

4) Klik symbology, kemudian pilih classified pada bagian show untuk menggunakan metode Equal Interval dengan 5 Kelas, kemudian klik OK.

Gambar 4.33 Symbology pada IDW

5) Klik arctoolbox dan spatial analyst tools, kemudian pilih reclass dan klik reclassify.

Gambar 4.34 Reclassify pada Data Curah Hujan

6) IDW Pos Hujan Taman Nasional Gunung Merbabu pada input raster, kemudian pilih Value pada Reclass Field.

(54)

g. Reclassification.

1) Pilih classify, kemudian pilih metode Equal Interval dan 5 Kelas, lalu klik OK.

Gambar 4.36 Classification pada Data Curah Hujan

2) Klik ikon folder pada output folder untuk menyimpan raster kelas curah hujan Taman Nasional Gunung Merbabu.tif lalu klik save dan Klik OK.

Gambar 4.37 Save Output Raster pada Data Curah Hujan 3) Raster hasil reclassify pada layer sebagai berikut

(55)

39

h. Klik arctoolbox dan convertion tools, kemudian pilih from raster dan klik raster to polygon.

Gambar 4.39 Raster to Polygon pada Reclassify Curah Hujan i. Raster to Polygon

1) Pada input raster, pilih reclassify IDW stasiun hujan Taman Nasional Gunung Merbabu.tif.

2) Pilih Value pada Field.

3) Klik Ikon folder untuk menyimpan polygon kelas curah hujan Taman Nasional Gunung Merbabu.

4) Klik Save. 5) Klik OK.

Gambar 4.40 Proses Raster to Polygon Data Curah Hujan 6) Polygon stasiun hujan taman nasional gunung merbabu muncul pada

Gambar

Gambar 3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan Evaluasi Kawasan Lindung  Secara  geografis,  Taman  Nasional  Gunung  Merbabu  terletak  diantara  koordinat  110º19’14,2”BT  -  110º29’10.4”BT  dan  7º23’31.7”LS  -  7º29’20”LS  dengan ketinggian tempat mencapai 3.14
Tabel 3.5 Klasifikasi Fungsi Hutan berdasarkan Perhitungan Skor  No.  Total Skor  Fungsi Hutan
Gambar 3.2 Diagram Alir
Gambar 4.1 Peta Penutup Lahan Taman Nasional Gunung Merbabu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Langkah untuk menyelesaikan transaksi diatas ke dalam Zahir yaitu pilih Modul Pembelian &gt; Pembayaran Hutang Usaha &gt; Isi data sesuai dengan transaksi &gt;

Penelitian yang dilakukan terhadap Public Relations (PR) bertujuan untuk mengetahui Strategi Komunikasi Humas Polda Metro Jaya Dalam Mensosialisasikan Program “Melarang

Interaksi pemberian legin dengan kompos dapat meningkatkan nitrogen untuk tanaman dan kompos dapat memperbaiki tanah yang keras menjadi gembur sehingga pertumbuhan

Sebelum waktu pensiun itu, semuanya harus bekerja, tetapi sesudah pensiun malah semuanya terjamin, ya itu yang menyebabkan saya ingat bahwa orang lain tidak pernah makan roti

Dalam konteks budaya Jawa, hubungan interpersonal yang baik dalam keluarga seperti meluangkan waktu untuk saling bercerita atau bertukar pikiran, dan menyelesaikan

Bahan ajar yang ditawarkan seyogyanya untuk saat sekarang sudah harus disesuaikan dengan kebutuhan lapangan kerja yang tentunya dengan tidak melupakan nilai-nilai

Prosiding Seminar Nasional: Penguatan Komitmen Akademik Dalam Merperkokoh Jatidiri PKn.. Bandung: Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan – Universitas

(3) Peran serta masyarakat dalam pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup partisipasi dalam perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program