• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN PETA PIKIRAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING BERBANTUAN PETA PIKIRAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI TERHADAP HASIL BELAJAR IPA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

e-journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Mimbar PGSD Vol: 5 No: 2 Tahun: 2017

1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BERBANTUAN PETA PIKIRAN DAN MOTIVASI BERPRESTASI

TERHADAP HASIL BELAJAR IPA

Ni Made Dwi Kartika

1

, I Gede Margunayasa

2

, I Made Citra Wibawa

3

Jurusan PGSD

1,2,3

, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: dwi.kartikagurucantik@gmail.com

1

,

igede.margunayasa@undiksha.ac.id

2

, dekwi_petiga@yahoo.com

3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran terhadap hasil belajar IPA sebelum dan setelah mengontrol motivasi berprestasi siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen dengan rancangan non equivalent post-test only control group design. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 182 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Pegayaman dan siswa kelas V SD Negeri 3 Gitgit. Data motivasi berprestasi dikumpulkan dengan instrurmen berupa kuesioner dan data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan intrumen tes pilihan ganda. Teknik analisis yang digunakan adalah Uji-t sampel independen dan Anakova satu jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi siswa (thitung = 9,353 dan signifikansi 0,000<0,05) dan setelah mengontrol motivasi berprestsi (Fhitung= 86,282 dan signifikansi 0,000<0,05). Dari rata-rata hitung, diketahui rata-rata kelompok eksperimen adalah 22,59 dan rata-rata kelompok kontrol adalah 17,02. Hal ini berarti bahwa, model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan motivasi berprestasi siswa berpengaruh terhadap hasil belajar IPA kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017.

Kata kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, peta pikiran, motivasi berprestasi, hasil belajar IPA Abstract

The aims this research was to know the effect of guided inquiry learning model assisted mind map to science learning result before and after student achievement motivation was controlled. The type of this research is quasi experimental research with non equivalent design post-test only control group design. The population of this research were the students of fifth grades of elementary school in Cluster II Sukasada District of Buleleng Regency on Academic Year 2016/2017, amounted to 182 students. The sample of this research were the students of fifth grade SD Negeri 3 Pegayaman and the students of fifth Grade SD Negeri 3 Gitgit. Achievement motivation data were collected with instrumental in the form of questionnaires and learning result data. Science was collected by multiple choice test instruments. The analysis technique used is T-test of independent sample and Anakova one lane. The result of the research shows that there is a significant effect of guided inquiry learning model with the mind map to the learning result of science before controlled student achievement motivation (tcount = 9,353 and significance 0,000<0,05) and after controlled student achievement motivation (Fcount = 86,282 and significance 0,000<0,05). From the average of the count, it is known that the average experiment group is 22,59 and the control group average is 17,02. This means that, the guided inquiry learning model is assisted by mind map and achievement motivation of students influenced the science learning result of fifth grade elementary student in Cluster II Sukasada District Buleleng Regency in the Academic Year 2016/2017.

(2)

2

PENDAHULUAN

Pada era globalisasi dewasa ini, perubahan zaman berkembang sangat pesat. Perubahan tersebut berdampak pada seluruh bidang kehidupan manusia. Salah satu dampaknya yaitu pada bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dengan demikian dibutuhkanlah wahana yang strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dapat bersaing dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman yaitu melalui pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting untuk memajukan suatu bangsa. Melalui pendidikan yang baik, diperoleh hal-hal baru sehingga dapat digunakan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

Menurut Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Terkait dengan pengertian tersebut maka pendidikan harus mampu meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran sehingga mampu memberdayakan peserta didiknya agar menjadi manusia seutuhnya sebagai subjek pembangun bangsa.”

Pada kenyataannya, pendidikan di Indonesia yang sudah sekian lama berjalan masih kurang menampakkan hasil yang memuaskan. Hal ini dikarenakan redahnya mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia adalah proses pembelajaran yang kurang efektif. Berbagai upaya yang telah diusahakan oleh pemerintah terhadap perbaikan pendidikan antara lain yaitu pembaharuan kurikulum, kualitas guru yang profesional, sistem pengajaran, buku-buku penunjang proses pembelajaran serta usaha lainnya yang berkaitan dengan kualitas

pendidikan. Selain itu, upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan perlu diwujudkan dengan cara merubah suasana belajar dan proses pembelajaran yang

berkualitas dengan mengadakan

pembaharuan dalam model, metode, pendekatan dan media dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, guru harus mampu memilih dan mengembangkan model pembelajaran dan media pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diajarkan, hal ini tentu agar tujuan dari pembelajaran yang diajarkan dapat tercapai sesuai standar isi dan standar kempetensi kelulusan.

Suatu pembelajaran dikatakan berhasil apabila proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Susanto (2013:53) menyatakan bahwa, “Proses pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik dapat terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya”. Berdasarkan hal tersebut, upaya dalam mengembangkan keefektifan belajar siswa sangatlah penting dan menjadi penentu bagi keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah tingkat SD adalah pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).

IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki kedudukan penting dalam dunia pendidikan. Belajar IPA bukan hanya sekedar menghapal teori. IPA juga diajarkan bukan hanya untuk mengetahui dan memahami apa yang terkandung di dalam IPA itu sendiri, tetapi untuk membantu melatih siswa agar dapat mengkontruksi pengetahuannya sehingga siswa mampu memecahkan masalah. Selain itu, siswa diharapkan dapat mengetahui materi tersebut tidak hanya terbatas pada tahap ingatan saja tanpa pengertian (rote learning) tetapi bahan pelajaran dapat diserap secara bermakna (meaning learning). Untuk mendapatkan pembelajaran IPA yang diharapkan, maka pembelajaran IPA hendaknya juga harus mampu memfasilitasi siswa untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.

Hasil belajar menurut Nawawi (dalam Susanto, 2013) yang menyatakan bahwa

(3)

3 hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Berdasarkan pengertian tersebut, maka hasil belajar harus dapat dicapai oleh siswa secara optimal karena hasil belajar menunjukkan seberapa besar siswa memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh guru.

Sedangkan kenyataan di lapangan, hasil belajar siswa belum dapat ditingkatkan secara optimal. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal 11 sampai 13 Januari 2016 pada SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng. Hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada Kepala Sekolah dan Guru Wali Kelas V di masing-masing sekolah, dan observasi dalam pembelajaran di kelas terlihat bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA cukup rendah. Rendahnya hasil belajar IPA siswa di kelas V disebabkan karena adanya beberapa faktor diantaranya sebagai berikut.

Pertama, pembelajaran cenderung

berpusat pada guru disebabkan karena guru jarang melibatkan siswa dalam melakukan penemuan-penemuan kecil yang dapat melatih siswa untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah secara mandiri melalui kegiatan-kegiatan ilmiah.

Kedua, siswa belum mampu

memahami penjelasan konsep yang disampaikan oleh guru dengan baik. Hal ini terlihat dari kegiatan siswa dalam pembelajaran hanya fokus mencatat semua tulisan guru di papan tulis dalam buku catatannya. Tidak ada motivasi berprestasi dalam diri siswa untuk mengetahui dan menganalisis apa yang disampaikan guru. Siswa hanya menerima begitu saja tanpa adanya timbal balik berupa komentar, tambahan, atau berupa pertanyaan.

Ketiga, dalam proses pembelajaran

guru jarang menggunakan media

pembelajaran yang mampu membuat siswa mencerna informasi dengan baik dan memudahkan siswa untuk memahami konsep yang disampaikan oleh guru. Hal ini akan mengakibatkan siswa hanya menghafal materi yang disampaikan tanpa memahami materi secara menyeluruh.

Permasalahan yang sedemikian kompleks menyebabkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran menjadi rendah. Hal ini juga diperkuat dengan Nilai Ulangan Akhir Semester (UAS) siswa pada mata pelajaran IPA 47% sudah mencapai KKM dan 53% belum mencapai kriteria ketuntasan minimum (KKM). Pencapaian siswa masih tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai siswa berada pada rentangan 55-64. Jika dikonversikan terhadap PAP (Penilaian Acuan Patokan), rentangan tersebut berada pada kategori kurang.

Mengacu pada permasalahan di atas, salah satu solusi yang dapat ditawarkan adalah menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing dalam proses pembelajaran. Menurut Sund dan Trowbridge (dalam Suastra, 2009) menyatakan bahwa, Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam pembelajaran melalui bimbingan guru. Guru akan memberikan pedoman sesuai dengan yang dibutuhkan oleh siswa berupa pertanyaan-pertanyaan yang membimbing. Seiring menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan serta memberikan bimbingan yang cukup luas, sedikit demi sedikit bimbingan yang diberikan oleh guru akan dikurangi, sesuai dengan perkembangan pengalaman siswa. Dalam pelaksanaannya sebagian besar perencanaannya dibuat oleh guru. Jadi, pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing akan menciptakan kelas yang aktif karena peran siswa adalah sebagai subjek pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam membangun suatu konsep berdasarkan fakta-fakta yang didapat dari hasil observasi. Dalam pembelajaran guru tidak lagi mendominasi kelas melainkan guru

(4)

4 berperan sebagai motivator, fasilitator, dan evaluator.

Dalam mendukung model

pembelajaran yang sudah relevan digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan bantuan berupa peta pikiran. Media berupa peta pikiran sangat tepat digunakan dalam memberikan materi pembelajaran kepada siswa khususnya pada mata pelajaran IPA. Dengan adanya media berupa peta pikiran, seorang guru akan lebih mudah dalam menyampaikan konsep suatu bahan pelajaran kepada peserta didik, dan peserta didik akan lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru dalam bentuk catatan kreatif seperti peta rute yang mempuyai banyak cabang. Selain itu, mind

mapping atau peta pikiran merupakan cara

untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambilnya kembali ke luar otak agar kita dapat menyusun fakta dan pikiran sedemikian rupa sehingga mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa diandalkan daripada menggunakan teknik mencatat biasa (Kurniasih dan Berlin, 2016:53).

Dalam penelitian ini, selain peta pikiran penelitian ini juga menggunakan variabel lain yaitu variabel bebas yang bertindak sebagai kovariabel. Kovariabel pada penelitian ini yaitu motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan proses pembelajaran di kelas. Dengan demikian, motivasi berprestasi siswa perlu diperhatikan. Uno, dkk (2008) menyatakan bahwa, “Motivasi berprestasi adalah daya dorong yang menimbulkan keinginan seseorang dalam melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu”. Motivasi berprestasi antara siswa yang satu dengan yang lain bervariasi, bergantung pada kondisi masing-masing individu. Semakin tinggi motivasi berprestasi yang dimiliki, maka hasil belajar akan semakin meningkat. Menurut Sardiman (2008:75) menyatakan bahwa, “Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari

kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat tercapai.”

Dari pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian ini dapat dikatakan bahwa motivasi memiliki peranan yang sangat kuat dalam menunjang proses pembelajaran karena motivasi merupakan faktor pendorong siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran dan prestasi yang diharapkan. Dengan demikian, perlu dilakukan pengontrolan terhadap motivasi berprestasi untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran terhadap hasil belajar IPA.

Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui (1) perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran, dan (2) perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran setelah mengontrol motivasi berprestasi pada siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017.

METODE

Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Disebut demikian karena tidak semua variabel yang muncul dapat dikontrol secara ketat. Rancangan kuasi eksperimen yang digunakan adalah non equivalent

post-test only control group design. Penelitian

melibatkan kelompok kontrol sebagai pembanding kelompok eksperimen. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2016/2017 yang berjumlah 182 orang. Sampel ditentukan dengan teknik random sampling pada anggota populasi yang dinyatakan setara.

(5)

5 Pengacakan dilakukan dengan undian. Pengundian dilakukan sebanyak dua kali, yaitu (1) menentukan sampel, dan (2) menentukan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah dilakukan uji kesetaraan dan dilakukan pengundian sebanyak dua kali, sampel penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 3 Pegayaman yang berjumlah 21 orang yang digunakan sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas V SD Negeri 3 Gitgit yang berjumlah 20 orang yang digunakan sebagai kelompok kontrol.

Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu variabel bebas, terikat, dan kontrol. Variabel bebas adalah model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan

model pembelajaran yang tidak

menggunakan inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran. Model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran diterapkan pada kelas eksperimen dan pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran diterapkan pada kelas kontrol. Pembelajaran dilakukan sebanyak delapan kali pertemuan yaitu tujuh kali pembelajaran dan satu kali post-test. Variabel terikat adalah hasil belajar IPA. Hasil belajar IPA diukur melalui post-test. Variabel kontrol adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi diukur sebelum masing-masing kelompok diberikan perlakuan.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA. Data motivasi berprestasi dikumpulkan dengan instrumen berupa kuesioner motivasi berprestasi. Dimensi motivasi berprestsi yang diukur meliputi (1) berupaya mencapai keberhasilan, (2) berorientasi pada keberhasilan, (3) inovatif, (4) bertanggung jawab, dan (5) mengantisipasi kegagalan (Suarni, 2004). Data hasil belajar IPA dikumpulkan dengan instrumen berupa tes pilihan ganda. Hasil belajar IPA yang diukur adalah pada domain kognitif yang didasarkan pada Taksonomi Bloom revisi Anderson dan Krathwohl (dalam Office for Development, 2006), meliputi (1)

mengingat, (2) memahami, (3)

mengaplikasikan, (4) menganalisis, (5) mengevaluasi, dan (6) membuat.

Instrumen yang digunakan, baik kuesioner motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA telah melalui validasi. Uji validasi instrumen kuesioner motivasi berprestasi meliputi uji validitas isi, uji validitas butir, dan uji reliabilitas. Uji validasi instrumen hasil belajar IPA meliputi uji validitas isi, uji validitas butir, uji reliabilitas, uji tingkat kesukaran, dan daya beda butir tes. Setelah dilakukan validasi instrumen, dari 40 butir pernyataan dalam kuesioner yang disiapkan, digunakan 30 butir pernyataan, dan dari 40 butir pertanyaan pada tes hasil belajar IPA digunakan 30 butir pertanyaan.

Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan analisis deskriptif, dan inferensial. Analisis deskriptif yang dilakukan, meliputi mencari gejala pusat (rata-rata hitung, median, dan modus) dan variabilitas (standar deviasi, dan variansi). Rata-rata hitung yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan skala lima. Analisis inferensial yang dilakukan, meliputi uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat yang harus dipenuhi diantaranya (1) data berdistribusi linear, (2) memiliki variansi yang homogen, dan (3) memiliki hubungan yang linear sehingga uji prasyarat analisis yang dilakukan, meliputi uji normalitas sebaran data, uji homogenitas varians, dan uji linearitas hubungan. Uji normalitas sebaran data dilakukan untuk mengetahui data berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak normal. Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui kehomogenan variansi dari data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA. Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui hubungan hasil belajar IPA terhadap motivasi berprestasi linear atau tidak linear. Uji prasyarat dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Hasil analisis deskriptif data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen menunjukkan bahwa skor rata-rata adalah

(6)

6 22,59 kategori sangat tinggi. Pengukuran hasil belajar IPA pada kelompok kontrol menunjukkan bahwa skor rata-rata adalah

17,02 kategori sedang. Rangkuman hasil deskripsi data hasil belajar IPA pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.

Rangkuman Deskripsi Data Hasil Belajar IPA

Statistik Deskriptif Hasil Belajar IPA

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean 22,59 17,02 Median 22,62 16,35 Modus 22,7 16,16 Varians 4,14 3,947 Standar deviasi 2,03 1,98 Skor maksimum 27 21 Skor minimum 18 12 Rentangan 9 9

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada tabel 1, hasil belajar IPA menunjukkan skor rata-rata hasil belajar IPA kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan skor rata-rata kelompok kontrol. Tinjauan ini didasarkan pada rata-rata skor dan kecenderungan skor hasil belajar IPA yang diperoleh kedua kelompok. Rata-rata skor hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen adalah 22,59 berada pada kategori sangat tinggi. Sebaran data kelompok eksperimen merupakan kurva juling negatif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung tinggi. Gambaran data hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon pada Gambar 1.

Gambar 1.

Kurva Poligon Hasil Belajar IPA Kelompok Eksperimen

Pada kelompok kontrol, rata-rata skor hasil belajar IPA pada kelompok kontrol adalah 17,02 berada pada kategori sedang. Sebaran data kelompok kontrol merupakan kurva juling positif. Artinya, sebagian besar skor siswa cenderung rendah. Gambaran data hasil belajar IPA pada kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk kurva poligon pada Gambar 2.

Gambar 2.

Kurva Poligon Hasil Belajar IPA Kelompok Kontrol

Dengan demikian, hasil belajar IPA pada kelompok eksperimen lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar kelompok kontrol. Hasil uji prasyarat analisis menunjukkan data berdistribusi normal, memiliki variansi yang homogen, dan data motivasi berprestasi dan hasil belajar IPA 0 2 4 6 8 10 18,5 20,5 22,5 24,5 26,5 Fre k ue ns i Titik Tengah 0 2 4 6 8 12,5 14,5 16,5 18,5 20,5 Fre k ue ns i Titik Tengah

(7)

7 memiliki hubungan yang linear. Merujuk pada hasil uji prasyarat tersebut, uji hipotesis I dan hipotesis II dapat dilakukan dengan Uji-t sampel independen dan Anakova satu jalur.

Hasil uji hipotesis I menggunakan Uji-t sampel independen menunjukkan bahwa nilai thitung=9,353 dengan nilai signifikansi=0,000.

Hal ini berarti, diperoleh angka signifikansi (sig) lebih kecil dari α atau α lebih besar dari pada signitikansi (sig), yaitu 0.000<0.05, Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

Berarti bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Peta Pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Peta Pikiran. Uji-t sampel independen dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows.

Hasil uji hipotesis II menggunakan Anakova satu jalur menunjukkan bahwa nilai F=86,282 dan signifikansi besarnya 0,000 lebih kecil dari pada α=0,05. Dengan demikian, H0 ditolak dan H1 diterima. Jadi

simpulannya, setelah dikendalikan oleh kovariabel motivasi berprestasi, terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Peta Pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Peta Pikiran. Uji Anakova satu jalur dilakukan dengan bantuan SPSS 16 for Windows.

Pembahasan

Pengujian hipotesis I telah berhasil membuktikan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran pada siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

Faktor pertama, pembelajaran didasarkan atas aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari informasi melalui proses kegiatan penemuan. Pembelajaran yang didasarkan atas kegiatan penemuan menjadi salah satu cara yang dapat menghubungkan aktivitas siswa dengan masalah yang diajukan sehingga siswa mampu memecahkan masalah secara mandiri. Pembelajaran yang berorientasi

pada kegiatan penemuan dapat

meningkatkan proses berpikir kritis siswa sehingga siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran akan menjadi lebih bermakna karena siswa memperoleh jawaban bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi mencari jawaban atas masalah yang diberikan dari hasil menemukan sendiri. Tinjauan ini sejalan dengan Suastra (2013:37) “Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami”. Sehubungan dengan hal itu, maka pengetahuan akan bermakna manakala dicari dan ditemukan oleh siswa itu sendiri.

Faktor kedua, siswa diberi

kesempatan untuk bertanya dan

membuktikan hipotesis yang diajukan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing menuntut siswa aktif menemukan jawaban dengan membuktikannya melalui kegiatan percobaan. Dalam menemukan dan melaksanakan proses pemecahan masalah melalui kegiatan percobaan, siswa dituntut untuk mempertanggung jawabkan gagasan yang disampaikan. Siswa diberi kesempatan untuk memecahkan masalah IPA melalui kegiatan penyelidikan sehingga hasil yang ditemukan tidak sekadar diingat melainkan dipahami dan mampu diaplikasikan karena siswa aktif membangun pemahamannya secara mandiri. Pemahaman yang dibangun dan ditemukan sendiri oleh siswa akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan, keaktifan siswa yang berwujud perilaku-perilaku seperti mencari sumber informasi yang dibutuhkan, menganalisis hasil percobaan, ingin tahu hasil dari suatu reaksi,

(8)

8 dan keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan pembelajaran menjadi menyenangkan dan bermakna. Selanjutnya, Samantowa (2006:5) menyatakan, “Melalui kegiatan bertanya anak akan berlatih menyampaikan gagasan dan memberikan respons yang relevan terhadap suatu masalah yang dimunculkan”.

Faktor ketiga, pemecahan masalah melalui kegiatan percobaan dilakukan secara individu dan berkelompok. Siswa yang didorong bekerja secara berkelompok untuk melakukan kegiatan percobaan terlatih untuk bertanggung jawab dan berpartisipasi secara demokratis. Diskusi yang dilakukan sebelum dan sesudah memecahkan masalah melalui kegiatan percobaan menambah keyakinan siswa terhadap hasil pemikirannya dan memotivasi siswa untuk belajar menemukan hal-hal yang bermakna. Kemampuan untuk memecahkan masalah secara individu dan kelompok akan mendorong siswa untuk pandai membedakan kepentingan individu dan kelompok, sehingga kecakapan untuk menempatkan diri sesuai dengan tuntutan kondisi yang dimiliki. Tinjauan ini sejalan dengan Trianto (2009:94) yang menyatakan, “Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir”. Selanjutnya Wisudawati dan Sulistyowati (2014:90) menyatakan, “Bekerja berkelompok berguna dalam penyelesaian masalah yang kompleks menjadi mudah karena dalam bekerja berkelompok dapat menambah motivasi, pengembangan berpikir, dan kemampuan sosial yang tinggi”.

Faktor keempat, siswa didorong untuk mengembangkan dan mengkaji hasil dari percobaan yang telah dilakukan melalui

bimbingan dan arahan guru.

Mengembangkan dan mengkaji hasil percobaan yang dilakukan oleh siswa membutuhkan kecakapan siswa untuk mengolah informasi sehingga melatih siswa untuk kreatif, berpikir kritis, dan merealisasikan pemikirannya untuk membuat

suatu kesimpulan atau generalisasi. Guru tidak semata-mata hanya sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator belajar siswa untuk membantu siswa memecahkan masalah sesuai dengan pengalaman belajar siswa. Tinjauan ini sesuai dengan Orlich et.al (1998) (dalam Anam, 2015:18) menyatakan, “Siswa mengembangkan kemampuan berpikir melalui observasi spesifik hingga membuat inferensi atau generalisasi”.

Faktor kelima, siswa didorong untuk

mengkontruksi pemahaman dan

pengetahuannya ke dalam sebuah peta pikiran yang dapat membantu siswa

mengingat dan mencerna materi

pembelajaran dengan baik. Melalui peta pikiran siswa akan mampu mengingat materi secara bermakna dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa harus menghafal materi. Hal ini menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif di bawah bimbingan dan arahan guru. Arahan-arahan guru disampaikan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa. Siswa menganalisis pertanyaan-pertanyaan tersebut sehingga mampu memecahkan masalah secara mandiri. Melalui masalah-masalah tersebut siswa akan menuangkannnya ke dalam peta pikiran. Tinjauan ini sejalan dengan Sutanto

(dalam Adiyatmaningsih, 2014)

mengemukakan bahwa “mind mapping” atau pemetaan pemikiran merupakan cara kreatif bagi siswa untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pembelajaran, atau cara merencanakan penelitian baru. Dengan memerintahkan siswa untuk membuat peta pikiran, mereka akan menemukan kemudahan untuk mengidentifikasi secara jelas dan kreatif pada apa yang sedang mereka pelajari dan rencanakan.

Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Putra (2014), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Matematika yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model inkuiri terbimbing berbantuan media grafis dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh

(9)

9 Milawati (2013), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis proyek dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Adiyatmaningsih (2014) menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran berbasis masalah berbantuan mind mapping berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

Hasil pengujian hipotesis II menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang

dibelajarkan menggunakan model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran setelah mengontrol motivasi berprestasi pada siswa kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, hasil yang diperoleh adalah signifikan, artinya bahwa memang benar model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran memperngaruhi hasil belajar IPA.

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk meraih prestasi yang mengacu pada standar keunggulan, berupa prestasi diri sendiri, prestasi orang lain, dan kesempurnaan tugas. Motivasi berprestasi akan mendorong siswa untuk meraih dan meningkatkan prestasi dengan mengerjakan tugas-tugas menantang, pantang menyerah, selalu berinovasi, berorientasi pada keberhasilan, dan mengantisipasi kegagalan yang dialami. Sujarwo (2011:1) menyatakan, “Adanya dorongan dari dalam diri siswa untuk sukses, bekerja keras, meraih hasil belajar yang lebih baik dan adanya upaya menghindari kegagalan dalam belajar maka siswa menambah keyakinan dan aktivitas belajar untuk meraih hasil belajar yang lebih baik”.

Hasil pengujian hipotesis II yang telah berhasil menunjukkan terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan

peta pikiran setelah mengontrol motivasi berprestasi menguatkan hasil pengujian hipotesis I yang menemukan bahwa model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran berpengaruh terhadap hasil belajar IPA. Hal ini terjadi karena model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran mengutamakan proses penemuan untuk memecahkan masalah dan menggunakan peta pikiran sebagai media untuk mengkontruksi pengetahuan. Anam (2015:13) menyatakan, “Strategi inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan. Artinya strategi inkuiri menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti dari materi pelajaran yang disampaikan”.

Meskipun pengontrolan motivasi berprestasi telah dilakukan, model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran tetap berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa karena model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran mampu memotivasi siswa untuk berprestasi, baik antar individu maupun antar kelompok. Selain itu, model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran mampu menumbuhkan dan mengembangkan kecakapan siswa untuk berpikir kritis memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga siswa dengan sendirinya akan menemukan jawaban dari permasalahannya melalui proses penemuan.

Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Trianandika (2016), menunjukkan bahwa menunjukkan (1) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA sebelum mengontrol motivasi berprestasi, dan (2) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran berbasis masalah terhadap hasil belajar IPA setelah mengontrol motivasi berprestasi.

(10)

10 Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut. (1) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran terlihat dari thitung=9,353 dengan

angka signifikansi 0,000<0,05 dan rata-rata skor kelompok eksperimen=22,59 lebih besar dari rata-rata skor kelompok kontrol=17,02 atau 22,59>17,02. (2) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA yang signifikan antara siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan siswa yang dibelajarkan tidak menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran setelah mengontrol motivasi berprestasi terlihat dari Fhitung=86,282 dengan angka

signifikansi 0,000<0,05 dan rata-rata skor kelompok eksperimen=22,59 lebih besar dari rata-rata skor kelompok kontrol=17,02 atau 22,59>17,02.

Dengan demikian, model

pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran dan motivasi berprestasi siswa berpengaruh terhadap hasil belajar IPA kelas V SD di Gugus II Kecamatan Sukasada Kabupaten Buleleng tahun pelajaran 2016/2017.

Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. (1) Bagi guru-guru di sekolah dasar agar lebih berinovasi dalam pembelajaran dengan menerapkan suatu pendekatan pembelajaran yang inovatif dan didukung media pembelajaran yang relevan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dalam mengelola pembelajaran. (2) Bagi kepala sekolah, hendaknya ikut memperkenalkan dan memberikan dorongan bagi guru-guru untuk menerapkan model-model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, salah satunya model pembelajaran Inkuiri Terbimbing berbantuan peta pikiran. (3) Bagi

yang berminat untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang model pembelajaran inkuiri terbimbing berbantuan peta pikiran terhadap bidang ilmu IPA maupun bidang ilmu lainnya yang sesuai, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyatmaningsih, Ni putu Harini. 2014. “Model Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Mind Mapping Berpengaruh terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Gugus III Gianyar”. Jurnal Mimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD. Vol: 2. No. 1.

Anam, Khoirul. 2015. Pembelajaran Berbasis

Inkuiri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Buzan, Tony. 2007. Buku Pintar Mind Map

untuk Anak. Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama. .

Dimyanti dan Mudjiono. 2006. Belajar dan

Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Kurniasih dan Berlin. 2016. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru. Yogyakarta: Kata Pena.

Milawati, Ni Luh Putu Yuly. 2013. “Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbasis Proyek Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Gugus V Abiansemal, Kabupaten Badung”. Journal Mimbar PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD. Volume: 1. No.1.

Office for Professional Development. 2006.

(11)

11

Word, Model Questions, and

Instructional Strategies. USA: Indiana

University. Tersedia pada www.center.iupui.edu/ctl/idd/docs/Blo om_ revised021.doc (diakses tanggal 18 Pebruari 2017).

Putra, Eddy Permana. 2014. “Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Berbantuan Media Grafis Terhadap Hasil Belajar Matematika Kelas IV SD di Gugus 4 Kecamatan Busungbiu Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2013/2014”. Journal

Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD. Vol: 2.

No.1.

Samantowa, U. 2006. Bagaimana

Membelajarkan IPA di Sekolah Dasar.

Jakarta: Depdiknas.

Sardiman. 2008. Interaksi dan Motivasi

berprestasi Mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Suastra, I Wayan. 2009. Pembelajaran Sains

Terkini Mendekatkan Siswa dengan

Lingkungan Alamiah dan Sosial

Budayanya. Singaraja: Undiksha

Press.

Suastra, I Wayan. 2013. Pembelajaran Sains

Terkini. Singaraja: Universitas

Pendidikan Ganesha.

Sujarwo. 2011. Motivasi Berprestasi Sebagai Salah Satu Perhatian dalam Memilih

Strategi Pembelajaran. Tersedia pada http://journal.uny.ac.id/ index.php/mip/ article/download/6858/5891 (diakses 10 Mei 2017).

Susanto, H. 2013. Teori Belajar dan

Pembelajaran di sekolah Dasar.

Jakarta: Kencana.

Tegeh, I Made. 2015. Media Pembelajaran. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Trianandika, I Komang Cahya. 2016. “Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Motivasi Berprestasi terhadap Hasil Belajar IPA Kelas V SD di Gugus III Kecamatan Rendang Tahun Pelajaran 2015/2016”. E-journal PGSD

Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD. Vol:4. No:1.

Trianto. 2009. Mendesain Model

Pembelajaran Inovatif-Progresif.

Jakarta: Kencana.

Uno, H.B. 2008. Teori Motivasi dan Pengukurannya Analisis di Bidang Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Sinar Frafika

Offset.

Wisudawati, A. W. dan E. Sulistyowati. 2014.

Metodologi Pembelajaran IPA.

Referensi

Dokumen terkait

institusi hukum dan profesi hukum, Pembangunan yang komprehensif harus memperhatikan hak-hak azasi manusia, keduanya tidak dalam posisi yang berlawanan, dan dengan

Penelitian ini menunjukan dari 3 sampel yang positif terdapat bakteri Streptococcus agalactiae dan resisten terhadap tetrasiklin terdapat 2 sampel yang positif menunjukan

Dari semua faktor yang diteliti baik jenis kelamin, umur, pendidikan formal, status pekerjaan, pengalaman gula darah rendah, kepemilikan alat pengukur gula darah,

mengerti laporan rekonsiliasi dan menjadi dasar diskusi bagi masyarakat untuk perbaikan tata kelola industri ekstraktif di Indonesia, maka penting sekali untuk masyarakat

Bapak Montty : ada 3 hal yang ingin saya sampaikan, yang pertama adalah pada tahun depan kita harus melakukan kajian yang spesifik, yang kedua ilmu transparansi itu signifikan

Menurut PIC ESAP, seiring berjalannya waktu pada program ESAP, timbul berbagai permasalahan seperti peningkatan kemampuan dari para peserta berkemampuan lebih tinggi dan

variable, karena variabel ini tergantung dari Jenis Sekolah. Misal untuk jenis sekolah SMA, data 31 tidak dapat dimasukkan, karena data tersebut masuk pada jenis se- kolah SMK.

Wisatawan yang akan menambah anggaran wisata paling besar di tahun 2016 adalah wisatawan Australia, yang mengungguli wisatawan Swiss terkait jumlah nominal anggaran yang akan